Anda di halaman 1dari 2

Dalam kos 3x3, aku merenungi alasan aku bulat memutuskan untuk pergi jauh-jauh dari

rumah. Sudah lima belas tahun sejak ayah meninggal hubunganku dan ibu berantakan.
Ditambah setahun yang lalu ibu menikah lagi dengan duda anak satu yang kasar yang
penampilannya tidak lebih baik dari ayah kandungku. Dengan memori masa kecilku yang
terbatas aku ingat, ia kerap kali dimirip-miripkan dengan Nicholas Saputra, bahkan menurutku
ayah lebih tampan, sangat tampan. Dari ingatan terakhirku tentang ayah pada usia 5 tahun, ia
kadang terlalu berkilau seperti bangsa elf yang digambarkan pada Lord of the Rings kadang
terlalu suram dan gelap hingga tak terdeteksi oleh inderaku bahkan saat ia berada di
sampingku.
Hal yang menambah kebencianku pada ibu, dia sangat menyayangi anak pria kasar itu
yang tidak tampan, tidak pintar, dan tidak berbakti pula. Seminggu lalu aku bertengkar hebat
dengan ibu perihal utang suaminya yang semakin lama semakin membebaniku. Ibu diam-diam
mencuri gaji kerja sambilanku sebagai barista yang inginku tabung. Dalam pertengkaran hebat
yang melibatkan barang pecah belah ibu lantang meneriakkan “Dasar anak setan!”.
Dering standar ponselku menarik kesadaranku kembali pada kos 3x3 dan aku melihat
layar ponsel itu menampakkan tulisan ‘Ibu’. Aku menerima panggilan itu dan menekan fitur
loudspeaker dengan malas. Aku merebahkan tubuhku pada springbed murahan yang terasa
jauh lebih nyaman daripada kasur queen sizeku di rumah yang lebih terasa seperti neraka. Aku
tak menyapanya dan membiarkan hening cukup panjang mengisi pembicaraan kami.
“Sinta, ada yang kamu belum ketahui tentang ayahmu,” suaranya parau dan terdengar
sedih, entah merasa bersalah atau hanya pusing dengan kelakuan suaminya.
“Apa? Dia setan?” jawabku tak acuh. Mungkin dia mau minta uang lagi.
“Semua yang kita lihat sebenarnya tidak seperti adanya,” kalimat terlontar dari
seberang telepon tanpa kusadari menarik perhatianku.
“Kesalahan terbesar ibu adalah mencintai ayahmu.”
Keheningan panjang kembali mengambil alih. Saat aku kembali sadar nada panggilan
putus menggema dalam kosku. Ratusan dugaan tentang pernyataan ibu tadi memenuhi otakku.
Tapi yang paling aku yakini, apakah aku benar-benar anak setan?

Anda mungkin juga menyukai