Anda di halaman 1dari 8

BAB V

EKSTRAKSI CAIR-CAIR

A. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan koefisien distribusi dalam ekstraksi cair-cair

B. DASAR TEORI
Ekstraksi cair-cair adalah suatu metode untuk memisahkan komponen
larutan dengan memanfaatkan distribusi komponen yang tidak merata antara dua
fase cair yang tidak bercampur (immiscible).
Pada umumnya proses dilakukan dengan mencampurkan dua fase yang
tidak bercampur, kemudian akan terjadi transfer selektif zat terlarut dari satu fase
ke fase lainnya, kemudian membiarkan dua fase terpisah. Biasanya, satu fasa
berupa larutan berair, biasanya mengandung komponen yang akan dipisahkan
(solute), dan fasa lainnya berupa pelarut organik (solvent), yang memiliki afinitas
tinggi untuk beberapa komponen larutan tertentu. (Law, 2008)
Ditinjau A sebagai solute yang dapat larut dalam B dan C, sedangkan B
dan C tidak saling melarutkan (seperti skema gambar di bawah ini). Bila
kecepatan difusi A ke fase I sama dengan kecepatan difusi A ke fase II, maka
dikatakan terjadi keseimbangan distribusi A (solute) di fase I dan fase II.
Perbandingan konsentrasi zat terlarut (solute) di kedua fase tersebut menjadi tetap
harganya dan disebut koefisien distribusi (K).

Fase I
A
A+B

Fase II
A
A+C

Gambar V-1 Skema Hubungan Solute dan Solvent


Koefisien distribusi (K) solute di fase I dan fase II dapat dihitung sebagai
berikut:
Konsentrasi solute di fase I
K=
Konsentrasi solute di fase II
Dalam proses ekstraksi cair-cair, fase solvent yang telah berisi solute
disebut fase ekstrak, sedangkan fase diluent (fase pembawa solute) yang berisi
sisa solute disebut sebagai fase rafinat. Gambar 2 menggambarkan pemisahan
asam asetat dalam air menggunakan kerosin yang dilakukan di laboratorium.

Asam asetat = solute


Air = diluent
Kerosin = solvent

Kerosin Air + asam asetat


1. Mix

1. Shaking 3. Settling

Kerosin + asam YA Ekstrak


asetat + air XA Raffinate

Gambar V-2 Skema Ekstraksi Proses Mixer dan Settler


C. BAHAN
1. Asam asetat pekat (CH3COOH)
Sifat fisik
a. Berat Molekul : 60,05 gram/mol
b. Spesific gravity : 1,047
c. Titik beku : 16,7 oC
d. Titik didih : 118,7 oC
e. Warna : bening
(Perry, 1997)
Sifat Kimia
a. Merupakan asam lemak dan bisa bereaksi dengan air bersifat reversible
b. pKa = 4,25
c. Bila direduksikan akan berubah menjadi etanol
(Perry, 1997)
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
Sifat fisis
a. Berat molekul : 40 gram/mol
b. Spesific gravity : 2,13
c. Titik lebur : 318,14 oC
d. Titik didih : 1990 oC
e. Warna : putih
(Perry, 1997)
Sifat kimia
a. Mudah menyerap air dan CO2 dari udara
b. Larut dalam gliserol dan air
c. Dihasilkan dari hidrolisis air laut atau NaCl
(Perry, 1997)
3. Minyak tanah (Kerosin)
Sifat fisis
a. Berwujud cair pada suhu kamar
b. Jernih atau tidak berwarna
c. Mempunyai titik didih antara 180-220 oC
d. Mudah terbakar
(Perry, 1997)
4. Aquadest (H2O)
Sifat fisis
a. Berat molekul : 18 gram/mol
b. Titik didih : 100 oC
c. Titik beku : 0 oC
d. Berat jenis : 1 gram/cm3
e. Pelarut yang baik pada STP berwujud cair
f. Tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa
(Perry, 1997)
Sifat kimia
a. Merupakan kovalen polar
b. Bersifat netral
c. Dapat menggunakan garam menjadi asam dan basa
d. Elektrolit lemah, mampu menghantarkan listrik karena terionisasi
H2O (l) H+ (aq) + OH- (aq)
(Perry, 1997)
5. Indikator PP (C10H14O4)
Sifat fisis
a. Merupakan zat bening atau tidak berwarna
b. Berwujud cair
(Perry, 1997)
Sifat kimia
a. Trayek pH 8-9,6
b. Dalam asam tidak berwarna
c. Dalam basa berubah menjadi merah
(Perry, 1997)
D. ALAT DAN SKEMA RANGKAIAN ALAT
Alat yang digunakan
1. Corong pemisah
2. Labu ukur
3. Gelas beaker
4. Pipet volume
5. Buret
6. Botol semprot
7. Corong gelas
8. Gelas beaker
9. Labu ukur
10. Pengaduk kaca
11. Gelas beaker
12. Pipet volume
13. Klem + statif + keramik
14. Erlenmeyer
15. Gelas ukur
16. Piknometer
1

4
5

Keterangan
1. Buret
2. Klem
3. Erlenmeyer
4. Larutan CH3COOH
5. Statif

Gambar V-3 Rangkaian Alat Titrasi


1

Keterangan
1. Statif
2. Klem
3. Corong pemisah
4. Gelas beaker

Gambar V-4 Rangkaian Alat Pemisah Campuran


E. CARA PERCOBAAN
1. Buat larutan asam asetat dengan konsentrasi tertentu dari asam asetat pekat
2. Titrasi 25 mL larutan asam asetat (3 kali) dengan NaOH 0,05 N. Untuk
menentukan konsentrasi asam asetat mula-mula. Catat volume NaOH sebagai
V1.
3. Ukur densitas kerosin dan larutan asam asetat dengan piknometer
4. Masukkan larutan asam asetat 100 mL dengan konsentrasi tertentu ke dalam
corong pemisah dan tambahkan 100 mL minyak tanah. Kocok sampai terjadi
kesetimbangan (± 15 menit)
5. Pisahkan kedua lapisan yang terjadi
6. Untuk menentukan konsentrasi asam asetat dalam fase cair, titrasi sebanyak 5
mL rafinat dengan larutan NaOH 3 kali. Catat volume NaOH sebagai V2.
7. Ukur densitas rafinat
8. Sisa rafinat masukkan kembali ke corong pemisah dengan volume tertentu
dan masukkan pula minyak tanah yang baru dengan volume yang sama dan
kocok lagi sampai terjadi kesetimbangan lagi
9. Lakukan kembali langkah 5 dan 6 sampai 3 kali

Anda mungkin juga menyukai