Visi
Misi
1. Pendampingan psikologis, hukum, spiritual dan kesehatan bagi perempuan dan anak korban
KBG.
3. Advokasi bagi adanya kebijakan pemerintah bagi upaya penangana dan penghapusan KBG.
4. Tujuan jangka panjang; menjalankan misi yang ada dengan melakukan penguatan di layanan
berbasis komunitas (LBK) dan melakukan koordinasi guna pemulihan hak korban KGB yang
bekrjasama dengan pemerintah dan organisasi non pemerintah (jejaring).
2. KEGIATAN
2. Pendampingan dalam proses hokum untuk kebijakan Pemerintah bagi kasus-kasus yang diproses
secara hokum formal.
3. Pendampingan Psikologis, Spiritual dan Kesehatan bagi perempuan dan anak korban KBG
(Kekerasan Berbasis Gender).
4. Advokasi kepada pihak-pihak yang berwenang untuk upaya adanya kebijakan yang mendukung
bagi upaya penghapusan KBG.
7. Pemberdayaan ekonomi Bagi Perempuan Korban Kekerasan dengan menjalin kerjasama dengan
pihak-pihak terkait, misalnya Dinsos, Dinkop dan UMKM.
8. Pemenuhan hak anak korban kekerasan dengan pengabdopsian, mencarikan orang tua
angkat/asuh, penyaluran ke panti-panti asuhan.
11. Penanganan, dan pendampingan [erempuan dan anak korban traffiking (Perdagangan Orang).
12. Pembinaan dan rehabilitasi sosial (ReSos) bagi anak jalanan dan PSK sebagai upaya tindak
lanjut dari GOW Kab. Wonosobo.
21 April 2003 UPIPA terbentuk, yang merupakan hasil dari inisiatif gabungan organisasi
perempuan di Wonosobo untuk membentuk sebuah layanan terhadap korban Kekerasan Berbasis
Gender (KBG). Dan sejak Maret 2007 UPIPA bergabung bersama Hivos dan Uni Eropa dengan
masa kontrak sampai tahun 2010. Adalah sebagai lembaga sosial yang bergerak membantu
organisasi perempuan guna mengembangkan potensinya untuk membantu penguatan hak-hak
perempuan korban KBG.
KBG ibarat Fenomena gunung es, dimana yang tampak hanya dipermukaan tapi dibalik semua
itu terdapat bongkahan yang siap mencair. Perasaan takut, malu, tidak percaya diri, terancam,
tidak punya daya dan beribu kondisi lain merupakan pilihan yang menyebabkan perempuan
untuk diam dan membisu atas kekerasan dan ketidak adilan yang dialaminya. Sebagian besar
masyarakat masih mengangap tabu untuk membicarakan persoalan rumah tangga. Disisi lain
pelayanan terpadu bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak masih belum merambah
sampai ke tingkat yang mudah dijangkau masyarakat, yaitu RT/RW/Kelurahan/ Desa. Banyak
faktor yang menjadi tantangan bagi upaya pencegahan dan penanganan kasus KBG, ysitu
politicall will pemerintah pusat-daerah, aparat penegak hukum yang belum sensitif gender, dan
produk kebijakan yang terkait perempuan dan anak belum diratifikasi sampai tingkat daerah.
Adapun kerja keras UPIPA sejak tahun 2003 hingga saat ini dalam perannya melakukan
perlindungan terhadap perempuan dan anak dapat dilihat dari rangkaian kegiatan sebagai berikut:
Tahun 2003 sampai 2007, dengan modal tekad untuk memperjuangkan perolehan hak-hak
keadilan bagi korban KBG bersama dengan 39 organisasi wanita yang tergabung dalam GOW,
UPIPA melakukan sosialisai penghapusan KBG ke masyarakat. Melakukan pendampingan
terhadap korban KBG dan mengadvokasi kebijakan pemerintah dalam memperjuangkan
anggaran untuk korban KBG di kabupaten Wonosobo.
Pada tahun 2008 UPIPA turut mempelopori berdirinya PPT (pusat Pelayanan Terpadu) dan
sebagai leading sektor adalah Pemberdayaan Perempuan Setda Kabupaten Wonosobo. Dan
diawali dengan pembentukan komite pelayanan terpadu bagi korban KBG, kemudian bedasarkan
keputusan gubernur untuk pembentukan PPT di tingkat daerah, dan berdasarkan Peratuan Bupati
no 14 tahun 2008 maka PPT terbuntuk, dan Peratuan Bupati No. 15 2008 mengenai SOP PPT.
Adapun tujuan dibentuknya PPT di lingkungan Setda adalah sebagai rujukan untuk penyelesaian
kasus korban KBG di tingkat kabupaten.
Tahun 2009 UPIPA mengembangkan sayap melalui Layanan Berbasis Komunitas, yang
didirikan pos-pos pelayanan berbasis komunitas yang berada di komunitas (desa atau
kecamatan). Tujuan didirikannya pos pelayanan ini adalah guna memberdayakan masyarakat
untuk lebih peka terhadap masalah yang ada disekitar lingkungannya terutama menyangkut
masalah kekerasan berbasis gender. Berdasarkan perkembangannya upaya pembentukan pos-pos
layanan berbasis komunitas mendapat respon posotif di kalanganan masyarakat, terlihat dari
jumlah kegiatan sosialisasi yang dilakukan ke 15 kecamatan dan beberapa desa yang
mengundang pada dasarnya siap untuk membentuk pos pelayanan tersebut. Namun rencana
tersebut belum terealisasikan dikarenakan adanya kendala pada basis komuntas itu sendiri yang
selama ini masih mengandalkan dana dari pemerintah untuk proses pengoperasiannya. Melalui
kerja sama dengan PKK pokja I, UPIPA berusaha untuk membentuk pos pelayanan tersebut.
Dengan mengakses dana dari ADD diharapkan pos pelayanan berbasis komunitas bisa terbentuk.
Kegiatan ini akan didukung oleh kegiatan lobi dan advokasi yang bertujuan untuk mendorong
Pemerintah Daerah untuk bisa lebih peka pada Gender.
Selain itu untuk merangkul partisipasi masyarakat untuk mendukung Korban KBG dan untuk
menghapus kekerasan terhadap perempuan.
Penanganan Perempuan korban KBG, Terutama kekerasan sexual dan kekerasan Fisik yang
terjadi selama ini dirasa belum Optimal.
Hal ini dikarenakan belum adanya keterpaduan dalam penanganan antara Lembaga Krisis ,
Penegak hukum, Penanganan Medis Keperawatan yang berwawasan Gender. Perempuan Korban
KBG Kurang dilindungi dan didampingi secara memadai. Hal tersebut berakibat perempuan
memilih untuk diam dan masalahnya berakhir dengan ketidakberdayaan.