NIM : 18/425597/SV/14739
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ad Valorem adalah “Lazim digunakan berkenaan dengan
pembebanan pajak impor, yang berarti menurut nilai, tidak menurut timbangan, ukuran, atau satuan;
bea ad valorem adalah bea yang ditetapkan menurut nilai (uang), tidak menurut timbangan, ukuran
atau satuan, misalnya provisi kredit ditetapkan sebesar 1% dan jumlah yang tercantum dalam
perjanjian kredit yang bersangkutan.”
Ad Valorem adalah pajak yang dihitung berdasarkan dari nilai sebuah transaksi atau properti. Sebagai
contoh sederhananya, Anda bisa menemukan Ad Valorem pada struk atau bill restoran. Biasanya, pada
struk atau bill tersebut tercantum pajak pertambahan nilai atau PPN. PPN itu dihitung berdasarkan
pada jumlah transaksi yang dilakukan.
Misalnya, Anda melakukan transaksi Rp200.000 dan PPN yang dikenakan sebesar 10%, maka besaran
pajak yang dihasilkan adalah Rp20.000. Besaran pajak ini tentu berbeda bila jumlah transaksinya juga
berbeda.
Selain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ada jenis pajak lain yang tergolong dalam Ad Valorem.
Pajak yang perhitungannya berdasarkan nilai transaksi penjualan yang dikenakan pajak.
Pajak yang perhitungannya berdasarkan nilai properti yang dikenakan pajak berdasarkan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP).
• Pajak Warisan
• Pajak Emigrasi
Pajak yang dikenakan kepada emigran atau orang yang meninggalkan negara asalnya untuk menetap
ke negara lain.
• Bea Materai
Di beberapa negara, bea meterai termasuk sebagai pajak ad valorem. Pajak ini dihitung berdasarkan
nilai dokumen yang harus menggunakan meterai.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen
sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus
disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang
dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika
PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen untuk penyerahan dalam
negeri dan 0 persen untuk ekspor. Dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia
adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Penyebutan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan nama Undang-undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983. Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku 1 April 1985 adalah Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 1994
(berlaku 1 Januari 1995), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (berlaku 1 Januari 2001), dan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 (berlaku 1 Januari 2010).
6. Negative Income Tax (Pajak Pendapatan Negatif)
Dalam ilmu ekonomi, pajak penghasilan negatif (NIT) adalah sistem kesejahteraan dalam pajak
penghasilan di mana orang yang berpenghasilan di bawah jumlah tertentu menerima pembayaran
tambahan dari pemerintah alih-alih membayar pajak kepada pemerintah.
Pajak penghasilan negatif dapat menerapkan penghasilan dasar atau menambah sistem penghasilan
minimum yang dijamin. Dalam sistem pajak penghasilan negatif, orang yang mendapatkan tingkat
pendapatan tertentu tidak akan berhutang pajak; mereka yang berpenghasilan lebih dari itu akan
membayar sebagian dari pendapatan mereka di atas tingkat itu; dan mereka yang di bawah level itu
akan menerima pembayaran sebagian dari kekurangan mereka, yang merupakan jumlah penghasilan
mereka yang jatuh di bawah level itu.
Pajak penghasilan negatif (NIT) adalah sebuah alternatif untuk kesejahteraan yang disarankan oleh, di
antara para pendukung lainnya, ekonom Milton Friedman dalam bukunya 1962 Capitalism and
Freedom. Para pendukung NIT menegaskan bahwa setiap orang Amerika tanpa pendapatan di atas
ambang batas untuk kewajiban pajak harus memiliki jaminan pendapatan dasar dan bahwa NIT adalah
sarana untuk mensubsidi yang membutuhkan dengan biaya lebih murah daripada sistem
kesejahteraan.
Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp50 juta, tarif pajaknya 5%.
Lapisan PKP lebih dari Rp50 – Rp250 juta, tarif pajaknya 15%.
Lapisan PKP lebih dari Rp250 -Rp500 juta, tarif pajakya 25%.
Lapisan PKP di atas Rp500 juta, tarif pajaknya 30%.
Menurut Alam ( 2007: 57 ) menyatakan kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang menyesuaikan
pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi.
Menurut Ahman ( 2007: 126 ) Kebijakan fiskal merupakan kebijakan dalam ekonomi yang
digunakan pemerintah untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian ke arah yang
lebih baik.
Menurut Tim Visi Adiwidya ( 2015: 92 ) Kebijakan fiskal ialah kebijakan yang dibuat oleh suatu
pemerintah untuk mengarahkan ekonomi negara melalui pendapatan dan pengeluaran negara,
pendapatan tersebut berupa pajak.
Menurut Haryadi ( 2014: 82 ) Menyatakan kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi yang
digunakan pemerintah untuk mengarahkan perekonomian suatu negara ke arah yang lebih baik
atau sesuai dengan yang diinginkan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah.
Menurut Zain ( 2008: 12 ) Instrumen yang digunakan untuk kebijakan fiskal yaitu pengeluaran
pemerintah dan pajak. Menyatakan pajak adalah pungutan yang dilakukan oleh negara, baik
pemerintah pusat maupun daerah yang diatur oleh undang-undang untuk pembiayaan umum dari
pemerintah dalam rangka menjalan fungsi pemerintah dan tidak mengandung unsur imbalan
individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak.
(John F.Doe :1968) Kebijakan fiskal atau yang sering juga disebut sebagai kebijakan stabilitas dan
pembangunan adalah penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran-pengeluaran pemerintah
untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baik dan laju pembangunan ekonomi yang
dikehendaki
(Dirk,J.Wolson Dalam Suparmoko :1968) Ruang lingkup Kebijakan fiskal meliputi semua tindakan
atau usaha untuk meningkatkan keejahteraan umum melalui pengawasan pemerintah terhadap
sumber-sumber ekonomi dengan menggunakan penerimaan dan pengeluaran pemerintah,
mobilisasi sumberdaya, dan penentuan harga barang dan jasa dari perusahaan –perusahaan.
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan fiskal adalah stabilitas ekonomi yang
lebih mantap.
Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan ekonomi, mengusahakan kesempatan kerja
(mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan harga-harga secara umum.
Kebijakan fiskal mengusahakan peningkatan penerimaan pemerintah dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara menyesuaikan pengeluaran dan penerimaan
pemerintah.
Kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat mengatasi masalah-masalah mendasar yang menjadi
prioritas pembangunan.
Kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung keberlanjutan proses konsolidasi desentralisasi
fiscal dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dengan tujuan antara lain untuk
mengurangi kesenjangan fiscal antara pusat dan daerah, serta antardaerah, dan mengurangi
kesenjangan pelayanan publik antardaerah.
Alam ( 2007: 58 ) Menyatakan tujuan dari kebijakan fiskal yaitu memperbaiki kondisi ekonomi,
mengupayakan adanya kesempatan kerja dan menjaga kestabilan harga untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
III. Pajak selain berfungsi untuk mengurangi gap antara golongan masyarakat miskin dan kaya juga
berfungsi untuk memberikan efek multiflier. Jelaskan multiplaying pajak yang saudara ketahui !
Mulitiplaying Pajak adalah angka yang menunjukkan berapa besar perubahan pendapatan nasional jika
pemerintah mengubah tingkat pajak yang dikenakan kepada masyarakat.
IV. Jelaskan mengapa pebisnis atau investor menginginkan pajak yang rendah dan suku bunga kredit
yang rendah !
Pajak yang rendah memungkinkan perusahaan mendapatkan laba yang lebih tinggi. Suku bunga yang
rendah dapat menekan biaya yang dikeluarkan kecil. Jika suku bunga rendah, pebisnis dapat meminjam
uang untuk modal usaha. Hal tersebut akan meringankan biaya produksi. Sehingga harga barang akan
murah dan permintaan barang akan meningkat. Sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan yang
lebih besar
Jika pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum maka subsidi
merupakan kebalikan dari pajak sehingga disebut sebagai pajak negatif. Subsidi adalah dana/bantuan
yang diberikan pemerintah kepada masyarakat sehingga dapat menyebabkan ongkos produksi yang
dikeluarkan oleh produsen menjadi lebih rendah dari pada ongkos produksi sebelum adanya atau
tanpa adanya subsidi.
Contoh: Subsidi pada BBM jenis Premium. Jika pemerintah tidak memberikan subsidi kepada
masyarakat melalui Pertamina, konsekuensinya adalah pengurangan produksi BBM karena harga input
bahan baku naik atau bisa juga dengan menaikan harga BBM yang akan dibebankan kepada
masyarakat namun hal tersebut dapat berpengaruh terhadap berkurangnya daya beli dari masyarakat
yang malahan dapat membuat turunnya arus kas perusahaan dan malah menambah beban keuangan
dari Pertamina itu sendiri dan turunnya pertumbuhan ekonomi negara.
VI. Pajak merupakan salah satu instrument pemerintah dalam menarik uang untuk dipakai
pembangunan, namun mengapa bagi beberapa kalangan menganggap dana dari pajak sering
mengalami kebocoran? Jelaskan maksud tersebut !
Kebocoran pajak yang dimaksut adalah tidak sesuainya antara angka PDB yang tinggi dengan
penerimaan pajak yang didapat pemerintah. Hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya data pajak yang
tidak valid serta minimnya tangkat kejujuran wajib pajak seperti para pengusaha yang
menyembunyikan harta dan penghasilannya di luar negeri.
VII. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang desentralisasi fiskal dan kaitannya dengan otonomi
daerah!
Desentralisasi fiskal adalah pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber
pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintahan yang lebih tinggi, dan menentukan
belanja rutin dan investasi.
Otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan masyarakat atau
kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.
Jadi, hubungan desentralisasi dan otonomi daerah yaitu bahwa pemerintah daerah berhak
mengatur/menjalankan otonomi daerahnya sendiri, berdasarkan asas desentralisasi yang
dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah