Anda di halaman 1dari 8

Mengkontruksi Kritik Film

(Film Dilan 1990)


1. Identitas Film
Judul Film : Dilan 1990
Sutradara : Fajar Bustomi
Pidi Baiq
Produser : Ody Mulya Hidayat
Penulis : Pidi Baiq
Titien Wattimena
Berdasarkan : Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 oleh Pidi Baiq
Pemain : Iqbaal Ramadhan
Vanesha Prescilla
Giulio Parengkuan
Zara JKT48
Ira Wibowo
Farhan
Brandom Salim
Teuku Rifnu Wikana
Happy Salma
Tike Priatnakusumah
Ridwan Kamil
Musik : Andhika Triyadi
Sinematografi : Dimas Imam Subhono
Penyunting : Ryan Purwoko
Rumah produksi: Max Pictures
Tanggal rilis : 25 Januari 2018 (Indonesia)
Durasi : 110 menit
Bahasa : Indonesia

2. Sinopsis Film
“Dilan 1990” yang terkenal akan film romantis ini merupakan sebuah film yang diambil dari buku
karangan Pidi Baiq. Film ini disutradarai Fajar Bustomi. Film ini sangat sukses meraih banyak
penonton lebih dari enam juta. Pada akhir Januari 2018, film Dilan 1990 ditayangkan serentak di
bioskop seluruh Indonesia. Seperti apa yang dikatakan oleh sang penulis, bahwa film Dilan 1990 ini
merupakan kisah nyata remaja usia SMA.
Milea sebagai toko wanita utama merupakan anak pindahan dari Jakarta yang kemudian
bersekolah di sekolah yang sama dengan Dilan. Sedangkan Dilan merupakan anak seorang tentara
yang bergabung di geng motor terkenal di Bandung. Mereka berdua ketemu ketika Milea berjalan
menuju ke sekolah. Pada saat itu, Dilan menyapa Milea menggunakan kata-kata ajaib. Dilan meramal
bahwa ia akan bertemu dengan Milea di kantin siang nanti.
Semakin hari, dilan melakukan pendekatan terus menerus kepada Milea. Tetapi, teman sekelas
Milea yang bernaman Nandan ternyata juga menyukai Milea. Mengetahui akan hal itu, perlahan-lahan
Dilan mulai menjauhi Milea. Dilan, salah sangka bahwa mereka berdua resmi berpacaran padahal
nyatanya tidak. Hingga pada akhirnya, Milea menemui Piyan atau sahabat Dilan bahwa Dia tidak
menjalin hubungan dengan Nandan.
Setelah mengetahui bahwa Milea tidak menjalin hubungan dengan Nandan, Dilan kembali
mendekati Milea. Hari demi hari mereka lalui bersama dengan indah. Entah itu di sekolah, sepulang
sekolah, hingga di rumah keduanya. Hingga akhirnya, Dilan dan Milea resmi menjalin hubungan atau
berpacaran. Dilan mempunyai cara yang unik untuk mengungkapkan perasaannya kepada Milea yaitu
dengan menggunakan sebuah buku lengkap dengan materainya. Pada kertas itu, tertulis kata-kata
tentang dirinya dan Milea yang resmi berpacaran yang dilengkapi dengan tanggalnya.
3. Teks Kritik
Tesis :

Dilan wah mendengarnya saja pasti sudah penasaran,novel karya pidi baiq berhasil
menarik para kaum milenial dan mendapat respon yang sangat baik terlebih saat ini novel ini
diwujudkan oleh sutradara fajar bustomi untuk dijadikan film.Sehingga membuat para
penggemar dilan series 1990 ini penasaran.
Film yang diadaptasi dari novel best seller tentunya ekspektasi masyarakat terhadap
film ini sangat besar dan di tunggu-tunggu. Apalagi alur cerita yang membuat nostalgia seru
pada jaman dahulu yang dibangun pada setting waktu tahun 1990an serta karakter tokoh yang
kuat dalam novel, terutama Dilan dan Milea membuat penonton menaruh harapan besar
terhadap film ini. Tidak heran jika di hari ketiga penayangannya film ini sudah mendapat
apresiasi jutaan penonton. Namun, ada beberapa koreksi yang menjadi kelebihan dan
kekuarangan dari film ini.

Argumen :
Film “Dilan 1990” merupakan sebuah film yang sangat identik dengan kehidupan
remaja pada saat itu. Mulai dari pacaran, tawuran, hingga konflik yang terjadi sesama teman.
Film ini sukses membuat para penonton baper atau bawa perasaan, terutama para wanita.
Dilan menampilkan sosok lelaki yang sangat diidam-idamkan oleh para wanita. Latar film
Dilan ini juga sesuai dengan judulnya tahun 1990. Properti yang digunakan dalam film ini
juga tidak jauh berbeda dari tahun 90-an.
Karakter
Kelebihan utama dalam film ini adalah pendalaman karakter atau chemistry yang
sangat kuat terbangun antara Dilan dan Milea Kesan anak SMA yang sedang dimabuk cinta
sangat tergambarkan dengan baik oleh mereka berdua. Untuk hal ini Film Dilan 1990 sangat
berhasil.
Dan untuk hal ini, terbukti dari dialog-dialog yang terdapat dalam film bisa dibilang
sebagai nyawa dalam film ini.Membuat para penonton bisa mudah menyelami maksud film
terserbut.
Sisi Bad Boy Dilan tidak begitu terlihat sama seperti dilan asli oleh Iqbal Dhiafakhri.
Adegan dimana Dilan harus menunjukan sisi bad boynya, seperti ketika ia sedang berkelahi
misalkan, ada adegan yang tidak tercapai seperti yang diharapkan oleh khalayak diperankan
oleh Iqbal. Barangkali hal ini disebabkan karena karakter Iqbal yang kental dikenal imut
sebagai mantai personel CJR.
Sosok milea pun tidak setotalitas yang di gambarkan pafa novel dimana ia sangat
mengharapkan dilan dan begitu menginginkan dilan karena terlihat sedikit seperti cuek dan
kaku.
Scene/Pengambilan gambar/Adegan
Kelemahan dalam film ini adalah tata jaman dahulu yang digambarkan dari novel
tidak optimal dan terkadang kurang stabil.
Pada saat adegan milea mencium dilan yang di perlihatkan di warung bi eem kurang
patut, seharusnya tidak perlu adegan seperti itu karena pacaran seperti itu sudah termasuk
pacaran tidak sehat.
Apa yang membuat film ini berkualitas?
Seperti yang saya sampaikan di awal, kualitas film ini terletak pada dialognya. Ini
mungkin pandangan subjektif tapi kalo dinilai dari dimensi lainnya, misal; sinematografi, plot
dan alur ngga bisa dikatakan luar biasa. Sinematografi film ini kurang bagus. Gradasi warna
yang ditampilkan juga nggak optimal. Misalnya, ketika Milea dan Bundahara Dilan naik jeep
ke rumah Milea. Jeepnya jalan apa nggak, nggak jelas. Bahkan dialog pun sebenarnya nggak
100% sempurna. Kesan garing muncul di awal dan pertengahan. Tapi saya melihat
kekurangan dialog ini bukan sebagai kegagalan tapi representasi realitas bahwa melucu itu
sebenarnya ya memang kadang garing, bahkan komedian profesional pun bisa garing.
Bukankah garing itu sendiri layak ditertawakan?
”Aku pernah ramal, kamu akan naik motor aku, ingat? Bantu aku ya,
mewujudkannya” -Dilan
Garing bener dah! Ketegangan dan klimaks di alur film ini selalu muncul dan
tenggelam. Masalah yang muncul di film ini juga menurutku biasa aja, nggak menciptakan
ketegangan sampai ’deg-degan’. Artinya, apa yang coba dijadikan klimaks di film ini masih
sangat umum terjadi dan sama sekali nggak bisa menggoncang emosi penonton, kecuali yang
labil dan baper. Misal, selain kisah cinta merebutkan hati wanita, ada adegan berantem karena
cemburu. Ada pula anggota geng motor lain yang menyerang di jam sekolah, lalu polisi
datang. Ada juga guru BP yang menampar muridnya, trus dibalas sampai dibawa ke ruang
kepala sekolah. Ada pula perkelahian antarsiswa, diskors, dan orang tua dipanggil. Itu semua
masalah tentu saja, tapi masalahnya ya itu-itu aja, datar. Dialog, sekali lagi, satu-satunya
kekuatan film ini.
Perjalanan Dilan mendekati Milea sedikit mengalami pasang surut. Di sini saya bilang
sedikit karena emang cuma sekali aja di awal. Dilan sempat dianggap berubah dan menjauh
di mata Milea. Tapi setelah temannya Pian bilang kalo Dilan salah sangka dan masih
berharap, Milea tersenyum. Di sini, saya amati para penonton juga tersenyum, menunjukkan
ekspektasi mereka kalo Dilan adalah satu-satunya sosok yang pantas buat Milea. Ekspektasi
penonton ini konon katanya nggak terpenuhi di ending dari trilogi novelnya. Bukan spoiler
karena cuma konon katanya.
Sejauh ini saya udah ngasih penilaian subjektif pada beberapa karakter cowok di
sekitar Milea dan letak kualitas film serta kekurangannya. Penilaian tentang sosok Dilan dan
Milea itu sendiri malah kelewat. Tapi di awal udah disinggung bahwa menurutku, Dilan itu
rebel dan suka melawan. Mungkin paras pemeran Dilan di sini yang membaliknya jadi
romantis. Malah boleh dibilang kesan pemberontak hilang ditelan surat dan puisi.
Kemenangan retorika
Aura pemeran Dilan yang katanya kharismatik nggak punya ruang untuk dibahas di
sini, biarkan kaum hawa menyampaikan dengan histeria-nya masing-masing. Namun ada dua
penilaian lain tentang Dilan yang ngga kalah penting, yaitu jenius dan luas pergaulannya.
Apakah Dilan benar-benar jenius memang meragukan, apalagi setelah menyebut nama
Mahatma Gandhi sebagai Menteri Agama Kabinet Pembangunan ke-5! saya sarankan mereka
yang jadi gurunya Dilan untuk resign!
Tapi sependek pengetahuanku, mengisi TTS satu buku penuh itu cuma bisa dilakukan
oleh orang-orang jenius yang encer otaknya. Satu lembar TTS aja sering kali masih ada yang
bolong. Di sini, saya curiga, isian TTS yang jadi hadiah ulang taun Milea sebenarnya ngawur
semua. Bagi kebanyakan penonton, jawaban TTS benar atau nggak itu nggak penting. Apa
yang penting adalah, ngasih hadiah buku TTS yang udah diisi semua biar yang nerima nggak
pusing adalah keputusan kreatif, walopun nggak masuk akal.
Dilan juga luas pergaulannya. Kenyataannya nggak banyak anak SMA yang punya
kenalan baik dengan tukang pijat, tapi Dilan punya. Ibu penjaga warung juga terkesan sangat
akrab dengan Dilan, terutama ketika panik melihat keningnya lecet habis berantem. Nggak
sulit untuk akrab dengan ibu-ibu warung, tapi membuatnya meninggalkan warung untuk
membelikan perban dan obat merah pas jaga warung itu nggak gampang. Jadi, biar nggak
simplistik menilai keberhasilan Dilan merebut hati Milea lewat puisinya, Dilan juga punya
modal sebagai orang yang luas pergaulannya.
Bagaimana dengan Milea? Menilai tokoh utama yang satu ini susah banget. Menilai
Milea sebagai sosok yang cantik saja sehingga jadi pusat perhatian sebenarnya nggak cukup.
Tapi sangat sulit melihat kelebihan lainnya yang ingin ditampilkan di film ini. Mungkin
inilah kekurangan dari banyak film drama romantis di Indonesia atau bahkan film Hollywood
sekalipun. Kenapa nggak ada nilai lain yang ditonjolkan dalam sosok Milea sebagai
perempuan sehingga membuat Dilan naksir? Drama ini masih membatasi penilaian terhadap
sosok perempuan sebatas parasnya.

Penegasan ulang :
Pada akhirnya, unsur komedi yang dibalut retorika dalam dialog Dilan-Milea menjadi
keunggulan film ini. Retorika di sini bukan manipulasi kata-kata untuk merayu seseorang,
tapi ilmu pengetahuan tentang bagaimana menyampaikan sesuatu. Tidak semua orang punya
keahlian beretorika, sebagian orang memang bertalenta. Pidi Baiq, lewat Dilan menunjukkan
kepiawaiannya beretorika. Jelas, dalam film ini bukan Iqbaal, tapi Pidi Baiq. ”Iqbaal bukan
Dilan, itu pasti”, kata Pidi Baiq. Kata-kata Dilan bermuatan emosional. Dilan adalah
rangkaian kata yang jika coba dipahami justru terdengar garing, tapi jika dirasa cukup
menyentuh. Akhirnya, kisah cinta Dilan dan Milea diproklamasikan dengan materai. Retorika
berhasil menjadi pemenangnya
Sayangnya, film Dilan 1990 ini tidak secara keseluruhan. film Dilan 1990 ini
merupakan film bagian pertama yang akan ada kelanjutan filmnya. Sehingga, bisa dibilang
akhir dari film Dilan 1990 ini dinilai “nanggung”, tetapi cukup membuat penasaran banyak
orang. film ini tidak hanya berpengaruh untuk kalangan remaja, tetapi orang yang sudah
dewasa juga sangat antusias untuk menontonnya, karena teringat kenangan di masa muda
tepatnya tahun 1990.-an.

Mengkontruksi Teks Esai

Pentingnya Sastra bagi Generasi Muda


Sejatinya sastra merupakan unsur yang amat penting yang mampu memberikan wajah
manusiawi, unsur-unsur keindahan, keselarasan, keseimbangan, perspektif, harmoni, irama,
proporsi, dan sublimasi dalam setiap gerak kehidupan manusia dalam menciptakan
kebudayaan. Apabila hal tersebut tercabut dari akar kehidupan manusia, menusia tidak lebih
dari sekadar hewan berakal.
Untuk itulah sastra harus ada dan selalu harus diberadakan. Sayangnya, untuk kita,
bangsa Indonesia, sastra dan kesenian nyatanya kian terpinggirkan dari kehidupan berbangsa.
Padahal, kita adalah bangsa yang berbudaya.
Dalam dunia pendidikan sastra dianggap hafalan belaka. Siswa mengenal novel-novel
sastra seperti Sengsara Membawa Nikmat, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan sebagainya
hanya karena mereka ”terpaksa” atau mungkin ”dipaksa” menghafal beberapa sinopsis dari
beberapa karya yang benar-benar singkat yang ada dalam buku pelajaran, yang mereka
khawatirkan muncul ketika ujian.
Akibatnya bagi siswa, sastra hanyalah aktivitas menghafal, mencatat, ujian, dan
selesai. Metodenya hampir sama dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi. Sehingga,
minat terhadap dunia sastra benar-benar tidak terlintas di benak kebanyakan generasi kita.
Fenomena semacam itu semakin parah melanda generasi muda di daerah-daerah,
terutama daerah pedalaman. Walaupun begitu, tidak bisa dipungkiri, itu juga melanda
generasi muda di perkotaan.
Sastra adalah vitamin batin, kerja otak kanan yang membuat halus sikap hidup insani
yang jika benar-benar dimatangkan, akan mampu menumbuhkan sikap yang lebih santun dan
beradab. Tentu akan lain ceritanya jika sekolah lebih mengembangkan sastra kepada
siswasiswinya. Ambil contoh kecil, misalnya pengembangan berpuisi. Selain keseimbangan
olah jiwa, kepekaan terhadap lingkungan yang memiliki unsur-unsur keindahan, siswa akan
semakin mengerti tentang hakikat dan nilai-nilai kemanusiaan.
Jiwa kemanusiaan semakin tebal, maka jiwa-jiwa kekerasan yang ada dalam diri
manusia akan tenggelam dengan sendirinya. Sebab, jarang sekali puisi dan kekerasan tampil
dalam tubuh kalimat yang sama.
Terkait dengan itu, beberapa hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa
ternyata berpuisi sebagai salah satu bagian dari sastra selain mampu memanajemen stress,
yang notabene pemicu dari lahirnya tindak kekerasan, juga memberikan efek relaksasi serta
mencegah penyakit jantung dan gangguan pernapasan (Hendrawan Nadesul, Kompas,
23/07/04).
Maka, tidak bisa lagi kita mengelak dengan mengatakan bahwa sastra hanyalah
permainan kata-kata. Kata-kata yang dibolak-balik, diakrobatkan, diliuk-liukan di udara
imajinasi agar terkesan wah, indah, dan bersahaja bagi siapa saja yang membacanya.
Sebab, ternyata dari hasil penelitian di atas, sastra mampu menduduki posisi sebagai
terapi alternatif terhadap beberapa penyakit. Sehingga, menjadi wajar bahwa penulis di sini
sangat menekankan untuk sekolah sekolah terus-menerus memberikan waktu yang lebih
banyak pada siswanya untuk melatih imajinasi melalui karya-karya sastra baik itu puisi,
cerpen, teater, maupun drama.
Sebab, selain untuk memupuk minat terhadap sastra dan mengembangkan
imajinasinya sebagai penunjang pengetahuan yang lainnya, diharapkan juga nantinya mampu
melahirkan para budayawan dan sastrawan terkenal sebagai pengganti ”pendekar” sastra pilih
tanding yang tidak produktif lagi karena usia dan satu per satu telah meninggalkan kita.
Sebut saja Hamid Jabbar, Mochtar Lubis, dan Pramudya Ananta Toer. Caranya adalah
sekolah harus membuka lowongan pekerjaan untuk seniman-seniman profesional yang
cenderung urakan di mata masyarakat untuk menjadi guru bahasa dan sastra Indonesia
sebagai pengganti dari guru bahasa Indonesia lulusan universitas yang selalu terikat dengan
kurikulum sehingga kebanyakan dari mereka tidak mampu mengembangkan minat sastra
pada siswa-siswinya.
Bisa juga dengan memberikan waktu khusus untuk para seniman, sastrawan muda
berbakat untuk memberikan pelajaran sastra.
Nah, kalau tidak segera digagas mulai sekarang, kapan lagi kita akan mampu
melestarikan kesastraan kita yang besar dan unik itu, serta siapa yang akan menggantikan
generasi tua?

Anda mungkin juga menyukai