Anda di halaman 1dari 4

Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Beliau adalah Nenek dari ki

Hajar Dewantara. Beliau lahir di Serang, Perbatasan Purwodadi - Sragen, Jawa Tengah pada tahun 1762.
Beliau adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. yang penetapanya dikukuhkan dengan surat
keputusan presiden RI NO. 084/TK/1974 pada tanggal 13 desember 1974 Di Istana Negara Jakarta.
Beliau adalah putri bungsu dari , Panembahan Natapraja yang menguasai wilayah terpencil dari kerajaan
Mataram tepatnya di Serang yang sekarang wilayah perbatasan Purwodadi - Sragen. Setelah ayahnya
wafat, Nyi Ageng Serang menggantikan kedudukan ayahnya. Nyi Ageng Serang adalah salah satu
keturunan Sunan Kalijaga dari trah Panembahan Hadi yang berkedudukan di Kadilangu Demak, ia juga
mempunyai keturunan seorang pahlawan nasional yaitu Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara.

Beliau pahlawan nasional yang hampir terlupakan, mungkin karena namanya tak sepopuler RA Kartini
atau Cut Nyak Dien, tetapi beliau sangat berjasa bagi negeri ini. Warga Kulonprogo mengabadikan
monumen beliau di tengah kota Wates berupa patung beliau sedang menaiki kuda dengan gagah berani
membawa tombak.

Nyi Ageng Serang mewarisi jiwa dan sifat ayahandanya yang sangat benci kepada penjajahan Belanda
(VOC) dan memiliki patriotisme yang tinggi. Menyimpang dari adat kebiasaan yang masih kuat
mengingat kaum wanita masa itu, Nyi Ageng Serang mengikuti latihan-latihan kemiliteran dan siasat
perang bersama-bersama dengan para prajurit pria. Keberaniannya sangat mengagumkan, dalam
kehidupannya sehari-hari beliau sangat berdisiplin dan pandai mengatur serta memanfaatkan waktu
untuk kegiatan-kegatan yang bermanfaat. Pandangannya sangat tajam dan menjangkau jauh ke depan.
Menurut keyakinannya, selama ada penjajahan di bumi pertiwi. nyi Ageng Serang pun berdoa ya Allah
ya tuhan kami, kami percaya semua itu berada di tanganmu. kami mohon Kami mohon kepada engkau
ya Allah berikanlah kami kekuatan untuk mengusir penjajah Belanda dari negeri kami. Kami sudah tidak
kuat lagi melihat penderitaan anak-anak kami dan rakyat-rakyat kami, Kami ingin mendapatkan
ketentraman dan meneruskan generasi penerus yang lebih baik. Kabulkanlah permohonan kami amin.
Lalu Nyi Ageng Serang memanggil prajuritnya wahai prajurit, Panggil seluruh pasukan ke sini!!!
Kumpulkan, baik Nyai prajurit itu pun segera mengumpulkan pasukan yang lain setelah semuanya
terkumpul, Nyi Ageng Serang berkata di depan prajuritnya dengan semangat yang membara. Wahai
pasukan, semua prajurit, kondisi negeri kita saat ini sangat tidak aman karena apa? Karena kita dijajah
oleh Belanda dan perlu kita ketahui bahwa kemarin telah diadakan perjanjian Giyanti dan disepakati
oleh beberapa Bupati tetapi ternyata ta ada beberapa bupati yang tidak menyetujui perjanjian Giyanti
tersebut dan hal ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk melakukan penyerangan-penyerangan kepada
kita. Jadi kita harus melakukan perlawanan terhadap Belanda, kita usir penjajah Belanda dari negeri kita
kalian siap ?siaaaaaaapp!!!Jawab pasukan Nyi Ageng Serang dengan penuh semangat.

selama itu pula rakyat harus siap tempur untuk melawan dan mengusir penjajah. Karena itu rakyat
terutama pemudanya dilatih terus-menerus dalam hal kemahiran berperang. Hal itu rupanya dapat
diketahui oleh penjajah Belanda. Karenanya pada suatu ketika mereka mengadakan penyerbuan secara
mendadak terhadap kubu pertahanan Pangeran Natapraja bersama putra-putrinya itu, dengan kekuatan
tentara yang besar. Karena usianya sudah lanjut, pemimpin pertahanan Serang di serahkan kepada nyi
Ageng Serang bersama putranya laki-laki.
Walaupun diserang dengan mendadak dan dengan jumlah dan kekuatan tentara besar, pasukan Serang
tetap berjuang dengan gigih dan melakukan perlawanan mati-matian. Dalam suatu pertempuran yang
sangat sengit putra Penembahan Natapraja, saudara laki-laki nyi Ageng Serang, gugur. Pimpinan
dipegang langsung sendiri oleh Nyi Ageng Serang dan berjuang terus dengan gagah berani. Namun
demikian, karena jumlah dan kekuatan musuh memang jauh lebih besar, sedangkan rekan
seperjuangannya yaitu Pangeran Mangkubumi tidak membantu lagi karena mengadakan perdamaian
dengan Belanda berdasarkan perjanjian Giyanti. (13 Februari 1755), maka akhirnya pasukan Serang
terdesak, dan banyak yang gugur sehingga tidak mungkin melanjutkan perlawan lagi. Walaupun Nyi
Ageng Serang tidak mau menyerahkan diri, akhirnya tertangkap juga dan menjadi tawanan Belanda.
Panembahan Natapraja sudah makin lanjut usia dan menderita batin yang mendalam dengan terjadinya
peristiwa-peristiwa tersebut. Akhirnya beliau jatuh sakit dan wafat. Selama Nyi Ageng Serang dalam
tahanan Belanda, terjadi perubahan-perubahan penting di Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi yang
bergelar Sultan Hamengkubuwono I telah diganti Sultan Hamengkubuwono II. Bertepatan dengan
Upacara Penobatan Sultan Hamengkubuwono II itu, Nyi Ageng Serang dibebaskan dari tahanan Belanda
dan bahkan diantarkan ke Yogyakarta untuk diserahkan kepada Sri Sultan.

Sungguh berat pengorbanan dan derita batin yang harus dipikul oleh Nyi Ageng Serang. Namun
semuanya itu beliau hadapi dengan tabah. Semangat dan tekadnya untuk melawan penjajah tidak
kendor seujung rambut pun. Harapannya tercurah pada cucunya yaitu Raden Mas Papak. Nyi Ageng
Serang mendidik dan menggemblengnya dengan semangat patriot sejati, serta melatihnya dalam hal
ketrampilan serta siasat dan taktik keprajuritan dengan penuh disiplin. Kemudian sang nenek beserta
cucu terjun kembali ke medan perang bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro. Karena usianya
sudah lanjut (73 tahun) Nyi Ageng Serang diangkat Pangeran Diponegoro menjadi penasihat bersama
paman Pangeran Diponegoro sendiri, yaitu Pangeran Mangkubumi. Namun demikian Nyi Ageng Serang
selalu ada di tengah-tengah para prajurit di garis depan.

pada usia 76 tahun, tepat dua tahun sebelum Perang Diponegoro berakhir pada 1828. Dia jatuh sakit
karena wabah penyakit malaria, sama seperti penyakit yang merenggut nyawa para prajuritnya.

Nyi Ageng Serang pun dimakamkan di daerah tersebut, tepatnya Dusun Beku, Pagerarjo, Kalibawang,
Kulonprogo, 30 kilometer barat dari Kota Yogyakarta. Makam ini dipugar pada 1983 berbentuk
bangunan joglo.

Translate

Nyi Ageng Serang, whose real name is Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi. He was born in
Serang, Purwodadi Border - Sragen, Central Java in 1762. He is a National Hero of Indonesia. whose
stipulation was confirmed by a presidential decree of the Republic of Indonesia NO. 084 / TK / 1974 on
13 December 1974 at the State Palace in Jakarta. She is the youngest daughter of Panembahan
Natapraja, who controls a remote area of the Mataram kingdom, precisely in Serang, which is now the
Purwodadi - Sragen border area. After his father died, Nyi Ageng Serang replaced his father's position.
Nyi Ageng Serang is a descendant of the Sunan Kalijaga from the Panembahan Hadi family who is based
in Kadilangu Demak, he also has the descendants of a national hero, namely Suwardi Suryaningrat or Ki
Hajar Dewantara.

He is a national hero who is almost forgotten, maybe because his name is not as popular as RA Kartini or
Cut Nyak Dien, but he is very instrumental for this country. Kulonprogo residents perpetuate his
monument in the middle of Wates city in the form of a statue of him riding a horse bravely carrying a
spear.

Nyi Ageng Serang inherited the soul and character of his father who really hated the Dutch colonialism
(VOC) and had high patriotism. Deviating from the custom that was still strong considering the women
of that time, Nyi Ageng Serang participated in military training and tactics of war together with male
soldiers. His courage was amazing, in his daily life he was very disciplined and clever in managing and
utilizing time for useful activities. His gaze is very sharp and reaches far ahead. According to his belief, as
long as there is colonization on earth. nyi Ageng Serang also prayed O Allah, our God, we believe all of it
is in your hands. we beg. We ask you, O Allah, give us the strength to expel the Dutch colonialists from
our country. We are no longer strong enough to see the suffering of our children and our people. We
want to get peace and pass on better future generations. Grant our request amen. Then Nyi Ageng
Serang summoned his soldiers, O soldiers, Call the whole army here !!! Gather, both Nyai soldiers
immediately gathered other troops after all of them were gathered, Nyi Ageng Serang said in front of his
soldiers with a burning spirit. O troops, all soldiers, the condition of our country is currently very unsafe
because of what? Because we were colonized by the Dutch and we need to know that the Giyanti
agreement was held yesterday and it was agreed upon by several regents but apparently there were
several regents who did not agree with the Giyanti agreement and this was used by the Dutch to carry
out attacks on us. So we have to fight against the Dutch, we expel the Dutch colonialists from our
country, are you ready? Replied Nyi Ageng Serang's troops excitedly.

during that time the people must be ready to fight against and drive out the invaders. Because of that
the people, especially the youth, were continuously trained in terms of fighting skills. It seemed that the
Dutch colonizers could find out. Because at one point they made a sudden attack against Prince
Natapraja's stronghold with his sons and daughters, with a large army force. Because of his advanced
age, the leader of the defense of Serang was handed over to Nyi Ageng Serang with his son.

Despite being attacked suddenly and with a large army in number and strength, the Attack troops
continued to fight steadfastly and put up a desperate resistance. In a very fierce battle,Penembahan
Natapraja's son, Nyi Ageng Serang's brother, was killed. Nyi Ageng Serang took the lead himself and
continued to fight bravely. However, because the number and strength of the enemy was indeed much
greater, while his comrade in arms, Prince Mangkubumi, did not help anymore because he made peace
with the Netherlands based on the Giyanti agreement. (February 13, 1755), then finally the Serang
troops were pressed, and many died so that it was impossible to continue fighting again. Although Nyi
Ageng Serang did not want to surrender, he was finally caught and became a prisoner of the Dutch.
Panembahan Natapraja was old and suffered deeply from the events of these events. Finally he fell ill
and died. While Nyi Ageng Serang was in Dutch custody, important changes took place in Yogyakarta.
Prince Mangkubumi, who has the title Sultan Hamengkubuwono I, has been replaced by Sultan
Hamengkubuwono II. Coinciding with the Coronation Ceremony of Sultan Hamengkubuwono II, Nyi
Ageng Serang was released from Dutch custody and even escorted to Yogyakarta to be handed over to
the Sultan.

Nyi Ageng Serang must endure the sacrifice and inner pain. But all of that he faced with courage. Her
enthusiasm and determination to fight against the invaders did not loose a hair. His hope was poured
out on his grandson, Raden Mas Papak. Nyi Ageng Serang educated and trained him with a true patriot
spirit, and trained him in the skills and tactics and tactics of warrior with a full discipline. Then the
grandmother and her grandchildren plunged back into the battlefield to join the troops of Pangeran
Diponegoro. Because of his advanced age (73 years) Nyi Ageng Serang was appointed by Prince
Diponegoro to become an advisor with Prince Diponegoro's uncle, namely Pangeran Mangkubumi.
However, Nyi Ageng Serang was always in the midst of the soldiers on the front lines.

at the age of 76, exactly two years before the Diponegoro War ended in 1828. He fell ill from a plague of
malaria, the same disease that claimed the lives of his soldiers.

Nyi Ageng Serang was buried in the area, to be precise Dusun Beku, Pagerarjo, Kalibawang, Kulonprogo,
30 kilometers west of Yogyakarta City. This tomb was restored in 1983 in the form of a joglo building.

Anda mungkin juga menyukai