Anda di halaman 1dari 1

Film ini menceritakan tentang kisah hidup Soe Hok Gie, pemuda yang juga dikenal sebagai aktivis

dan penulis yang kritis pada dekade 1960-an. Gie memiliki sikap hidup yang berbeda dengan orang
kebanyakan. Sejak kecil yang saat itu Gie masih duduk di bangku SMP sudah berani menentang
gurunya karena menilai gurunya keliru. Gie yang sejak kecil hidup di lingkungan politik yang
meskipun mendapatkan tekanan-tekanan dari sekitarnya, tetapi dia sangat jujur, lurus, tapi juga
berani dalam bersikap.

Masa remaja dan kuliah Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno,
yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa
mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Gie menghormati Sukarno sebagai kepala
negara Indonesia, Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang menyebabkan hak rakyat yang
miskin terinjak-injak. Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan
korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang
tajam di media.

Gie juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa yang membuat janji-janji manis yang
hanya omong kosong belaka untuk mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk
memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Gie, tetapi
juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak kelompok kelompok berusaha melobi Gie untuk
mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Gie bersemangat menggunakan setiap
kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.

Namun yang terjadi pada saat rezim baru muncul, ketika orang-orang di sekitarnya mulai
menyesuaikan diri dengan rezim baru Gie tetap menjadi manusia yang merdeka. Tulisannya di surat
kabar menyerang semua orang yang dianggapnya keliru. Akibatnya, dia ditinggalkan oleh orang-
orang di sekitarnya, teman-temannya bahkan wanita yang dicintainya , hanya sahabatnya yang tetap
setia menemaninya.

Dalam suasana inilah Gie meninggalkan Jakarta untuk pergi ke gunung semeru.Di puncak gunung
tersebut, Gie meninggal pada tanggal 16 desember 1969.Salah satu fatwa yang pernah dikatakannya
adalah “lebih baik diasingkan, daripada menyerah pada kemunafikan”, belajar dari seorang Gie yang
perjuangannya dapat dikenang sepanjang masa, yang semangatnya harus dimiliki seiap pemuda
bangsa yang cinta akan keadilan dan keharmonisan, yang senantiasa berkorban untuk Negara dan
rakyatnya, demi mencapai Indonesia yang aman, nyaman, teratur, dan sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai