Irwan Abdullah
Irwan Abdullah
* Doctor, Staf Pengajar Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
sen, 1983; Humphrey, 1987). Menurut yang dimiliki. Menurut Kessler (1976:10),
Chafetz (1991), ketidakseimbangan berdasar- pembagian kerja secara seksual bersumber
kan gender (gender inequality) mengacu pada dari pengalaman awal manusia. Pada awal
ketidakseimbangan akses ke sumber- kehidupan manusia, berburu merupakan hal
sumber yang langka dalam masyarakat. yang sangat penting bagi kelangsungan
Ketidakseimbangan ini didasarkan pada hidup dan berburu hampir selalu dilakukan
keanggotaan kategori gender. Sumber oleh laki-laki. Perempuan dan anak-anak
sumber yang penting itu meliputi kekuasaan bergantung pada laki-laki untuk memperoleh
barang-barang material, jasa yang diberikan daging. Pengalaman awal laki-laki yang
orang lain, prestise, peranan yang menentu- berbeda dengan perempuan kemudian
kan, waktu yang leluasa, makanan dan melahirkan anggapan yang berbeda terhadap
perawatan medis, otonomi pribadi, kesempat- dua jenis kelamin ini.
an memperoleh pendidikan dan pelatihan, Beberapa ahli (Rosaldo, 1974:23;
serta kebebasan dari paksaan atau siksaan Ortner, 1974; MacCormack, 1980, seperti
fisik. Tampaknya kedua pendapat ini kurang dikutip Moore, 1994:10-11) mengatakan
memperhatikan aspek sosial budaya yang bahwa subordinasi perempuan itu tidak
mengkonstruksikan ketimpangan gender. hanya bersifat kultural, tetapi juga berakar
Ketimpangan gender di dalam keluarga serta pada pembagian kerja berdasarkan gender.
rendahnya otoritas perempuan dilihat pada Pembagian kerja ini bersumber pada asosiasi
sumber-sumber yang dianggap langka dan simbolis antara perempuan dengan alam (na-
tidak memperhatikan, misalnya, mengapa ture) dan laki laki dengan budaya (culture).
ketimpangan semacam ini terjadi dan mem- Perempuan dengan fungsi reproduksinya
bentuk suatu realitas sosial serta mengapa diasosiasikan dengan domestik dan laki laki
ketimpangan tersebut dilestarikan oleh di lingkungan publik akhirnya melahirkan
berbagai pihak. hubungan hubungan hierarkis, yakni laki-laki
Konstruksi sosial telah hadir untuk dianggap superior dan perempuan inferior.
menjelaskan kecenderungan tersebut Adaptasi awal ini banyak berkaitan dengan
dengan cara melihat realitas sebagai sesuatu aspek biologis terutama menyangkut
yang dibentuk secara sosial. Dalam hal ini, ketahanan tubuh manusia terhadap seleksi
konstruksionisme sosial menekankan alam. Proses eksternalisasi merupakan
tentang bagaimana realitas keadaan dan fakta antropologis yang mendasar dan ini
pengalaman mengenai sesuatu diketahui sangat mungkin berakar pada lembaga
dan diinterpretasikan melalui aktivitas sosial biologis manusia (Berger, 1994:5).
(Abdullah, 1995:23; Abdullah, 2001; Lorber Objektivasi adalah proses menjadikan
dan Farrell, 1991). Masyarakat adalah produk tatanan kehidupan yang dibangun oleh
manusia dan antara masyarakat dan manusia sebagai suatu realitas yang terpisah
manusia terjadi proses dialektika. Manusia, dengan subjektivitasnya. Dalam hal ini,
sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk terjadi proses ketika dunia intersubjektif
pencari makna, memperoleh makna kehi- dilembagakan atau mengalami proses
dupan dari proses dialektika yang melibatkan institusionalisasi. Proses-proses pembiasaan
tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, merupakan langkah awal dari pelembagaan
dan internalisasi (Berger dan Luckmann, atau proses pembudayaan. Tindakan-
1990:3-5). tindakan berpola yang sudah dijadikan
Eksternalisasi merupakan proses atau kebiasaan membentuk lembaga-lembaga
ekspresi diri manusia di dalam membangun yang merupakan milik bersama. Lembaga
tatanan kehidupan, atau dapat juga diartikan lembaga ini mengendalikan dan mengatur
sebagai proses penyesuaian diri manusia perilaku individu (Berger dan Luckmann,
dengan lingkungannya. Sebagai konstruksi 1990:75-78). Nilai-nilai budaya yang mem-
sosial budaya, gender terbentuk dari sejarah bedakan peran laki-laki dan perempuan
pengalaman manusia yang diinterpretasikan dalam realitas sosial dapat ditemukan dalam
dan dimaknai berdasarkan pengetahuan berbagai basis kebudayaan, seperti dalam
setelah diketahui "alasan" yang mendasari- atau unit pemaknaan suatu simbol atau
nya. Pendekatan subjektif juga berusaha isyarat yang diberikan oleh kaum perem-
membangun konsep, nilai, dan ukuran- puan harus dibedakan pada unit individu,
ukuran yang didefinisikan oleh perempuan rumah tangga, keluarga, komunitas, atau
sendiri. Ukuran-ukuran inilah (yang telah bahkan institusi dengan struktur hubungan-
dikembangkan) yang kemudian digunakan nya sendiri-sendiri. Derajat otonomi perem-
untuk "mengukur" posisi kaum perempuan. puan dalam mengekspresikan dirinya sangat
Dalam banyak hal, ukuran-ukuran yang berbeda antara satu unit dengan unit lain.
dikenakan pada perempuan lebih merupakan Unit-unit itu pula yang mendefinisikan ber-
ukuran laki-laki yang lebih sesuai digunakan bagai bentuk hubungan gender yang hadir
untuk memahami laki-laki. secara empiris. Untuk itu, penelitian gender
Pendekatan subjektif dalam penelitian harus merespons berbagai persoalan
dapat didasarkan pada sejumlah syarat. subjektif kaum perempuan agar dapat
Pertama, ketajaman persepsi si peneliti didefinisikan sebagai penelitian gender.
untuk menangkap segala sesuatu yang
terkait dengan eksistensi kaum perempuan. 4. Reorientasi Kajian Gender
Simbol-simbol yang menghadirkan perem-
puan dalam berbagai bentuk harus ditangkap Penelitian gender sesungguhnya men-
sebagai sign atau isyarat dari sesuatu yang cakup aspek luas yang terkait dengan setiap
ingin diungkapkan oleh kaum perempuan. tahap penelitian tersebut. Pertama,
Kedua, intuisi peneliti merupakan kekuatan penelitian yang berwawasan gender ditentu-
originatif di dalam mengkonstruksikan kan oleh pemilihan kerangka teoretis dan
realitas. Hal ini membedakannya dengan cara konseptual yang sesuai. Untuk itu, dibutuh-
penelitian bersifat deduktif yang lebih banyak kan pemahaman teori-teori gender secara
menggunakan ukuran objektif, yang lebih rinci. Meneliti perkosaan sebagai suatu
merupakan sudut pandang "dari luar" (out- tindakan kekerasan tidak akan kaya dengan
side view). Ketiga, penekanan pada sifat-sifat nilai-nilai perempuan di dalamnya atau tidak
khusus yang mengarahkan peneliti pada akan sensitif dengan isu hubungan laki-laki
suatu deskripsi yang mendalam atas suatu dan perempuan jika mengambil teori konflik,
tindakan atau ekspresi perempuan dalam misalnya. Akan tetapi, analisis akan menjadi
hubungannya dengan berbagai struktur. bernuansa gender (lebih mampu mengako-
Usaha mencari keteraturan umum berten- modasikan kepentingan perempuan dalam
tangan dengan syarat penekanan penelitian rumusan kebijakan) jika teori ketimpangan
yang bersifat ideografis ini. Keempat, gender atau teori reproduksi kekuasaan yang
perlunya mendiagnosis ada tidaknya suatu dipakai.
gejala dan bagaimana hakikat suatu gejala Kedua, pemilihan sumber informasi
sehingga penelitian tidak mengarah pada seringkali mengabaikan kaum perempuan.
usaha memprediksi. Dalam hal ini, kebera- Informan kunci atau sumber-sumber tertulis
daan suatu fenomena jauh lebih penting harus melibatkan perempuan atau sebanyak-
dibandingkan dengan kuantitas dari suatu banyaknya unsur perempuan di dalamnya
tindakan. untuk dapat merekam dengan tepat informasi
Keempat syarat tersebut akan memung- di sekitar atau tentang perempuan. Penelitian
kinkan "pengetahuan" dan "pengalaman" sosial biasanya bertanya pada laki-laki dalam
kaum perempuan dihadirkan sebagai jalan setiap penelitian, kecuali untuk topik yang
bagi penghargaan kemanusiaan perempuan memang membutuhkan informasi khusus dari
yang lebih dihargai. Dengan cara semacam perempuan. Kesalahan ini telah menghilang-
ini pula subjektivasi dapat dilakukan, kan suara perempuan dalam penelitian
khususnya dengan membiarkan perempuan selama berabad-abad. Pelibatan perempuan
bercerita dan mengungkapkan ekspresinya dalam berbagai proses sosial baru terjadi
secara bebas dengan nilai dan ukuran yang pada tahun 1980-an walaupun dengan
disusunnya sendiri. Dalam hal ini, tataran kesalahan-kesalahan konsepsi dan definisi
yang sangat substansial, khususnya dengan memberikan ruang lebih besar bagi
dilakukan marginalisasi kaum perempuan ke pengungkapan realitas gender.
dalam wilayah yang secara ekonomi dan Keempat hal di atas merupakan persoal-
kekuasaan merugikannya. an besar karena kedekatan perkembangan
Ketiga, pemilihan teknik pengumpulan kajian gender dengan negara dan pasar.
data. Pengumpulan data harus merupakan Kajian gender kemudian tidak mengalami
suatu usaha menggunakan seluas-luasnya perkembangan akibat para ilmuwan sosial
metode yang memungkinkan untuk merekam telah terkontaminasi oleh kepentingan
persoalan yang terkait dengan kaum negara yang didukungnya selama lebih dari
perempuan. Metode life-history, misalnya, lima puluh tahun di Indonesia. Kecende-
dapat menjadi pilihan untuk melihat rungan berada di bawah bayang-bayang
bagaimana perempuan sejak kecil telah negara tersebut menyebabkan tidak ter-
dienkulturasikan dan disosialisasikan dalam binanya sikap ilmiah kritis dan wacana
suatu tatanan nilai yang selama hidupnya akademis yang seharusnya. Hal ini, misal-
telah menghantuinya dalam mengambil nya, tampak dari tidak berkembangnya
setiap keputusan. Misalnya, mengapa metode-metode penelitian yang lebih terbuka
seorang perempuan sering merasa bersalah dan naturalistis, seperti dialog atau dekon-
setiap keluar rumah meninggalkan anak- struksi sebagaimana dikenal dalam kerja
anak mereka. Mengapa mereka harus ilmiah kaum post-structuralist. Metode yang
merasa paling bertanggung jawab atas berkembang justru metode statistik dan
semua yang terjadi terhadap anak-anaknya survei dalam ilmu sosial yang menyebabkan
sehingga ia merasa harus ada di rumah pada terjadinya matematisasi ilmu sosial (lihat
jam-jam tertentu. Aspek-aspek semacam ini Soedjatmoko, 1988). Pendekatan yang
akan terjawab dengan metode life-history beragam tidak hanya akan memberikan
yang memungkinkan seluruh rangkaian kemungkinan pada pengayaan perspektif
pengalaman subjektif dibangun secara dalam melihat suatu fenomena, tetapi juga
mendalam. akan menumbuhkan sikap yang terbuka
Keempat, pemahaman mendalam dalam teori dan praktik ilmu sendiri. Kajian
tentang perempuan dan hubungan-hubungan gender mengalami masalah yang sangat
gender dapat diperoleh dengan mengguna- parah karena negara ikut membidani
kan teknik analisis data yang tepat, lahirnya, misalnya, Pusat Studi Perempuan
khususnya dengan memberikan kemungkin- (PSW) yang kemudian mengalami keter-
an dianalisisnya unsur-unsur yang dapat gantungan dalam masa yang cukup lama.
menghadirkan perempuan. Pembedaan Kecenderungan perkembangan kajian gen-
kategori perempuan dan laki-laki dalam der tersebut dapat pula dievaluasi dalam
tabulasi silang, misalnya, akan memberikan perkembangan diskusi di berbagai universi-
sensitivitas pemahaman hubungan gender. tas yang memperlihatkan perkembangan
Analisis isi yang mencoba memahami isi kajian dan juga orientasi kajian-kajian gender.
teks, bahkan ucapan yang dikemukakan
akan mengarah pada otoritas perempuan 5. Perluasan Kajian Gender dalam
sebagai pemberi informasi. Analisis konteks- Ilmu Sosial
tual akan memungkinkan dipahaminya
alasan-alasan dalam konteks sosial tertentu Di berbagai tempat, kajian gender telah
dan akan memungkinkan diketahuinya menjadi subjek penting dan mengalami
perspektif yang dipakai oleh perempuan perkembangan dalam bentuk perluasan
dalam mewujudkan suatu tindakan sosial. bidang yang dianggap sebagai bagian dari
Penelitian seringkali lemah dalam analisis kajian gender. Ada sejumlah pola yang dapat
karena data lebih banyak dipresentasikan dibangun untuk memperlihatkan perkem-
dalam tabel dan cerita tanpa ada analisis bangan yang dialami oleh kajian gender
yang tepat dengan metode yang sesuai yang dalam ilmu sosial.
1. Gender, Politik, dan Teori Modul mencakup analisis historis tentang feminisme
gelombang pertama dan kedua serta membahas
sumbangan teori psikoanalisis dalam studi identitas gen-
der. Isu-isu yang dicakup adalah ras dan gender, serta
konstruksi historis gay dan lesbian. Isu maskulinitas
dibicarakan di sini dalam hubungannya dengan gender,
budaya, dan implikasi politik dari bahasa. Hubungan
bahasa, wacana, dan kekuasaan dalam konstruksi gen-
der didiskusikan secara rinci.
2. Gender dan Pendidikan Modul ini membicarakan peran pendidikan dalam
pembentukan maskulinitas dan femininitas; hakikat gen-
der ilmu pengetahuan; kekerasan di sekolah, juga karier
mengajar laki-laki dan perempuan. Fokus utama
diarahkan pada analisis pengaruh intervensi sekolah
dalam menciptakan keadilan gender.
3. Gender dan Pemberdayaan Pembicaraan dimulai dengan diskusi asal-muasal
Ekonomi gerakan pembebasan perempuan dan hubungannya
dengan teori feminis. Diskusi juga dititikberatkan pada
perkembangan teori dan pendekatan yang terkait dengan
pemberdayaan perempuan. Isu-isu yang dicakup
meliputi variasi dalam teori feminis dan teori modernisasi,
termasuk implementasinya. Pendekatan WID dan GAD
juga didiskusikan.
4. Gender dan Kesehatan Modul ini membicarakan analisis historis feminisme dan
kesehatan, mengikuti isu kunci feminis global. Debat
seputar perempuan dan kesehatan lawan gender dan
kesehatan dikembangkan dengan acuan khusus
lembaga internasional, seperti WHO. Topik menyangkut
dampak faktor sosial dan ekonomi terhadap kesehatan
perempuan; industri kesehatan dengan melihat pihak
yang mengontrol dan pihak yang sakit. Kesehatan
mental, kesehatan reproduksi, kesehatan lesbian, dan
HIV/AIDS juga dibicarakan.
5. Gender dan Seksualitas Hubungan gender dan seksualitas menjadi fokus,
khususnya pemahaman seksualitas manusia
menyangkut debat esensialisme biologis versus
konstruksi sosial. Bacaan akan mencakup sumber dari
khazanah sosiologi, sejarah, hukum, antropologi, sastra,
psikologi, dan pendidikan. Isu yang dibicarakan
mencakup kekerasan seksual, pekerjaan seksual,
pornografi, heteroseksualitas, homoseksualitas,
biseksualitas, transgender, moralitas, penyakit, dan
teknologi medis.
6. Gender dan Bahasa Diskusi bahasa dianggap sentral karena dua alasan.
Pertama, bahasa memiliki sumbangan besar bagi
proses konstruksi sosial gender dan kedua, bahasa
Sumber: http://cwx.prenhall.com/bookbind/pubbooks/womack/
kekuasaan. Kedua, sangat perlu dilakukan Andersen, Margaret L. 1983. Thinking about
analisis secara lebih komprehensif sehingga Women: Sociological and Feminist Per-
diperoleh pemahaman yang utuh spectives. New York: Macmillan Pub-
(menyeluruh). Hal ini dapat dilakukan dengan lishers.
melihat isu tertentu dalam suatu konteks
Berger, Peter. 1994. The Scared Canopy:
sosial. Analisis yang menghubungkan suatu
Elements of Social Theory of Religion.
tindakan dengan konteks sosialnya (dalam
New York: Double Day.
usaha menemukan logika dan perspektif)
sangat dibutuhkan. Demikian juga secara Berger, Peter dan Thomas Luckmann. 1990.
struktural perlu memasukkan perempuan ke Social Construction of Reality: A Trea-
dalam suatu rangkaian hubungan agar tise in the Sociology of Knowledge. New
keberadaannya dapat didefinisikan secara York: Penguin Books.
lebih luas dan menyeluruh, termasuk dalam Cassirer, Ernst. 1985. Manusia dan Kebu-
hubungannya dengan negara dan pasar. dayaan. Jakarta: Gramedia.
Ketiga, perlu dilakukan perbandingan dalam
rangka mendapatkan pemahaman yang lebih Chafetz, Janet Saltzman. 1991. "The Gen-
lengkap dan teruji. Perbandingan dapat der Division of Labour and Reproduction
dilakukan antarunsur yang diperhatikan, of Female Disadvantage: Toward an
misalnya, apakah keputusan perempuan Integreted Theory", in R.L. Blumberg
untuk berhenti bekerja dipengaruhi oleh (ed.), Gender Family and Economy: The
unsur-unsur tekanan suami, kesadaran dari Triple Overlap. Nerbury Park: Sage
dalam, desakan perusahaan, kebosanan, Publication.
atau hasil pemikiran yang jernih dengan Gamble, Sarah. 2001. The Routledge Com-
berbagai pertimbangan. Perbandingan dapat panion to Feminism and Postfeminism.
juga dilakukan dengan menghubungkan data London: Routledge.
satu kasus dengan data dari kasus perem-
puan yang lain. Dengan perbandingan akan Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of
dimungkinkan diperoleh pemahaman yang Cultures. New York: Basic Books.
mendalam dan utuh tentang realitas sosial _______. 1992. Tafsir Kebudayaan. Yogya-
kaum perempuan. Namun, perbandingan karta: Kanisius.
pada tingkat ini membutuhkan payung teori
yang cukup membuka ruang pada keber- Humphrey, John. 1987. Gender and Work in
pihakan. Tanpa keberpihakan dalam pemi- the Third World: Sexual Divisions in Bra-
lihan kerangka teori, suatu penelitian gen- zilian Industry. London: Tavistock Publi-
der tidak pernah menghasilkan sesuatu untuk cations.
kaum perempuan sendiri karena ia kembali Kessler, Evelyn S. 1976. Woman: An An-
tersubordinasi oleh orientasi teoretis yang thropological Perspective. New York:
memiliki beban historis dan ideologis untuk Holt Rinehart & Winston.
pelestarian kekuasaan.
Kleden, Ignas. 1998. "Novel dan Cerpen-
REFERENSI Cerpen Umar Kayam: Strategi Literer
Menghadapi Perubahan Sosial". Dalam
Abdullah, Irwan. 1995. "Reproduksi Aprinus Salam (ed.), Umar Kayam dan
Ketimpangan Gender: Partisipasi Jaring Semiotika. Yogyakarta: Pustaka
Perempuan dalam Kegiatan Ekonomi", Pelajar.
Prisma ( 6): 3-14. Lorber, Judith and Susan A. Farrell (ed.).
_______. 1997. Sangkan Paran Gender. 1991. The Social Construction of Gen-
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. der. Nerbury Park: Sage Publications.
_______. 2001. Seks, Gender dan Repro- Marcus, G. dan M. Fischer. 1986. Anthro-
duksi Kekuasaan. Yogyakarta: Tarawang. pology as Cultural Critique: an Experi-
mental Moment in the Human Sciences. S.R. 1991. Feminist Methods in Social Re-
Chicago: University of Chicago Press. search.
Moore, Henrietta L. 1988. Feminism and Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1997.
Anthropology. Cambridge: Polity Press. Perempuan, Kerja dan Perubahan
Sosial. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
______. 1994. A Passion for Differences: Es-
say in Anthropology and Gender. Cam- Soedjatmoko. 1988. "Ilmu-Ilmu Kemanusiaan
bridge: Polity Press. dan Masalah Pembangunan". Dalam
Masyarakat dan Kebudayaan: Kumpul-
Mosse, Julia Cleves. 1996. Gender dan
an Karangan untuk Prof. Dr. Selo
Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka
Soemardjan. Jakarta: Djambatan.
Pelajar.
Rosaldo, Michelle dan L. Lhamphere. 1974.
Woman, Culture and Society. California:
Stanford University Press.