Konteks ini bersifat subjektif dalam artian konstruk yang berbeda. Dari
penjelasan mengenai mengapa adanya subjektivitas dalam kajian ilmu sejarah,
dapat dilihat adanya unsur pandangan pribadi sang sejarawan, ilmu bantu yang
digunakan, serta teori sejarah yang dipakai.
1. Kebenaran mutlak
2. Sesuai dengan kenyataan, termasuk juga yang tersembunyi.
3. Netralitas mutlak, tidak memihak dan tidak terikat
4. Kondisi – kondisi yang harus lengkap untuk semua peristiwa
Senada dengan itu, ada penelitian yang menyimpulkan, bahwa berpikir
(dalam menjabarkan gejala alam yang objektif) bukan mengharuskan pemikir
(peneliti) memiliki inisiatif, tetapi adalah membiarkan sesuatu menjadi tanpak
sebagaimana adanya, tanpa memasukkan katagori-katagori kita sendiri pada
sesuatu tersebut. Kenyataanlah yang menjadi pemegang inisiatif. Bukan kita yang
menunjuk kanyataan, tetapi kenyataan-kenyataan itu sendiri yang menunjukkan
dirinya pada kita (Poespoprodjo, 1999:7). Bertolak dari arti objektif dari
penjelasan di atas, umumnya pada ilmu pengetahuan sosial, terlebih-lebih ilmu
sejarah, kalu kita mengambil keobjektivan sama seperti ilmu alam tentu sulit akan
bisa dikatakan akan dapat menghasilkan keilmuan yang ilmiah tersebut. Karana
pada dasarnya mereka tidak lepas dari penafsiran atau pemaknaan dari data
tentang phenomena, gejala dan peristiwa yang mereka dapatkan dari sebuah
penelitian. Namun sebenarnya kita tidak perlu terlalu memusingkan antara
keduanya, karena walaupun ilmu sosial tidak seobjektif ilmu alam, itu
dikarenakan perbedaan objek yang di kaji. Jika ilmu alam mengkaji peristiwa
alam yang menuntut untuk memiliki kriteria keobjektivan seperi di sebutkan di
atas. Sebaliknya ilmu sosial akan mengkaji manusia yang di dalamnya terdapat
nilai-nilai, budaya dan lain sebagainya yang mengitari kehidupan manusia itu
sendiri, karena itu tentu penjelasan tingkat keobjektivan dari alam yang
merupakan benda mati dengan manusia yang di dalam hidupnya terkandung sejuta
makna akan berbeda, walaupun memiliki tujuan yang sama yaitu di satu pihak
menemukan kaidah alam, dan yang kedua menemukan kaidah kemanusiaan.
Terkait dengan itu, jika berbicara masalah objektivitas dalam ilmu sosial. Pada
dasarnya sifat objektif hanya mengharuskan si peneliti tetap tidak terikat secara
emosional dengan objek, mendekati objek tetapi pada jarak-jarak yang tertentu,
lalu menilai berdasarkan pada alat ukur yang disediakan oleh istitusi hingga
lahirlah kesimpulan tanpa benar-benar memahami objek secara individual, maka
peneitian ilmiah selalu bersifat kesimpulan umum. Lalu bagaimana seorang
peneliti atau penulis menjaga netralitas dan kecendrungan pribadi yang di latar
belakangi oleh nilai politis dan etis yang dimiliki penulis? Untuk menjaga nilai
objektif dari data yang dikumpulkan maka dalam setiap kegiatan penelitian harus
berpedoman pada metode ilmiah yang ketentuan-ketentuannya mencakup hal-hal
sebagai berikut: