Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Sebagai Ilmu dan Seni

Qinthar Azzaki Sadiwa

Sejarah adalah kumpulan atau rangkaian peristiwa yang terjadi pada waktu-waktu atau
masa lampau. Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Bahwa kita tidak disarankan untuk
merekonstruksi masa lalu dengan tujuan umtuk kepentingan masa lalu sendiri. Bahwa kita tidak
dapat menilai baik buruknya suatu peristiwa sejarah dari pemikiran kita sendiri. Bahwa kita
dianjurkan untuk melihat peristiwa-peristiwa masa lampau dari berbagai sudut pandang yang
berbeda agar kita dapat menyimpulkan pengajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut. Sejarah
mencakup mulai dari asal-usul suatu budaya, negara hingga heroik peperangan, dan tentunya
kisah-kisah lainnya.

Salah satu fungsi Sejarah adalah sebagai ilmu. Sejarah sendiri muncul dengan beberapa
fungsi dan manfaat. Hal ini dikarenakan kuantitas peristiwa Sejarah yang mencakup berbagai
bidang pembangunan. Sebelumnya, ilmu sendiri memberikan tepatnya 2 sumbangan pada Sejarah,
yaitu sumbangan konsep dan sifat sinkronis. Ilmu memberikan konsep karena Sejarah pada
umumnya memakai bahasa sehari-hari. Maksudnya adalah karena Sejarah berisi peristiwa dalam
kehidupan manusia atau aktivitas yang dilakukan manusia yang mana hal tersebut mencakup
konteks yang luas, Sejarah memerlukan sumbangan berupa konsep untuk membantu kita
memahami dan menyimpulkan Sejarah. Hal tersebut dikarenakan jika kita tidak menggunakan
konsep dalam mempelajari Sejarah maka kita mungkin mengalami kesulitan untuk memahami
atau mempelajari Sejarah karena tidak adanya alat bantu.
Ilmu selanjutnya memberi sifat sinkronis pada Sejarah. Hal tersebut merujuk pada saat
Sejarah bertemu dengan disiplin ilmu lainnya. Bahwa dengan Sejarah yang bersifat diakronis,
Sejarah pun memanjang dalam ruang. Bahwa maksud disini adalah jika misal Sejarah Politik yang
berbicara mengenai berbagai keputusan atau aturan negara berhubungan dengan kondisi kemajuan
ekonomi negara sebagai imbas dari keputusan atau aturan tersebut. Bahwa kondisinya adalah sifat
sinkronis Sejarah yang memungkinkan Sejarah sendiri untuk berhubungan dengan ruang atau
disiplin ilmu lainnya. Hal ini menunjukkan Sejarah memiliki pengaruh pada bidang atau disiplin
ilmu lainnya sehingga dapat memunculkan suatu kausalitas antarruang.
Sejarah adalah ilmu empiris. Sejarah sangat tergantung pada pengalaman manusia.
Maksudnya adalah bahwa peristiwa-peristiwa Sejarah dilaksanakan oleh manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia sebagai pelaku Sejarah, hanya berbeda pada aspek ruang dan waktu
karena peristiwa-peristiwa Sejarah tidak hanya terjadi di suatu kondisi yang sangat spesifik. Bahwa
manusia itu sendiri yang dapat mengatur dan memerankan suatu peristiwa Sejarah yang kita kenal
hingga saat ini.
Pengalaman-pengalaman tersebut dicatat dalam dokumen. Dokumen tersebut dapat kita
manfaatkan sebagai sumber atau referensi ilmiah untuk tujuan penelitian Sejarah atau bahan
penelitian Sejarawan untuk mengungkap fakta yang nantinya diinterpretasi dan sebagai media
pembelajaran Pemerintah untuk menghindari kesalahan yang terjadi di masa lalu dalam
pembangunan negara atau kemajuan negara. Dokumen ini pun penting untuk disimpan dan dirawat
dengan baik karena jika terjadi kesalahan atau hal negatif pada dokumen akan merusak identitas
dan keselamatan negara.
Sejarah berbeda dengan ilmu alam. Dalam ilmu alam, manusia melakukan berbagai macam
kemungkinan dari suatu percobaan. Sementara, Sejarah tidak dapat mengulangi percobaan karena
kondisi dan batasan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Sejarah dapat dipahami, diteliti, dan
direkonstruksi karena adanya keterbatasan tersebut. Bahwa peristiwa Sejarah jika diulangi akan
menghasilkan suatu peristiwa yang berbeda jika dibandingkan dengan peristiwa sebelumnya.
Perbedaan ilmu alam dan Sejarah bukan terletak pada cara kerja atau sistem, tetapi pada
objek. Ilmu alam mengamati alam itu sendiri, seperti flora, fauna, dan lainnya sebagai objek kajian
penelitian. Sedangkan, Sejarah mengamati manusia atau aspek humaniora sebagai objek kajian
penelitian. Bahwa penelitian atau kajian ilmu alam tersebut nantinya menghasilkan kesimpulan,
produk suatu praktik sains ilmiah atau hukum alam. Sedangkan, penelitian atau kajian Sejarah
nantinya menghasilkan generalisasi atau historiografi-tulisan sejarah.
Sejarah memiliki objek yang berbeda dari disiplin ilmu lain secara spesifik. Hal tersebut
terlihat dari perbedaan Sejarah dengan Antropologi. Bahwa kedua belah ilmu memiliki objek yang
sama yaitu, manusia, tetapi Sejarah memiliki objek lain yaitu, waktu yang Antropologi tidak
miliki. Hal tersebut juga berkaitan dengan keberadaan peristiwa Sejarah yang belum jelas
kebenarannya sehingga sering memunculkan pertanyaan mengenai waktu valid peristiwa sejarah
tersebut dimulai. Hal tersebut biasanya dikarenakan sedikitnya jurnal atau dokumen terkait yang
menjelaskan peristiwa Sejarah tersebut atau peristiwa Sejarah tersebut memiliki banyak referensi
dengan informasi yang berbeda dengan yang lainnya sehingga memunculkan perbedaan pendapat
atau fakta mengenai peristiwa tersebut.
Sejarah memiliki teori. Bahwa teori membantu manusia untuk memahami bagaimana suatu
hal bekerja atau suatu sistem. Sejarah menanya tentang manusia, waktu, ilmu, pengetahuan, dan
konten pembelajaran. Hal tersebut tentunya dilaksanakan dengan menggunakan teori agar kita
lebih mudah dalam memahami aspek dasar suatu hal yang sedang dipelajari.
Sejarah memiliki generalisasi. Sejarah menarik kesimpulan-kesimpulan secara umum. Hal
tersebut diperoleh dari penelitian Sejarah yang tentunya menginterpretasi peristiwa Sejarah.
Generalisasi Sejarah seringkali merupakan koreksi atas ilmu-ilmu lain. Sejarah disini berusaha
untuk mencari kebenaran atas kesimpulan yang disampaikan ilmu lain. Hal tersebut penting karena
dapat memunculkan fakta valid yang baru sesuai dengan apa yang ditampilkan suatu hal.
Sejarah memiliki metode. Metode penelitian Sejarah berbeda dengan disiplin ilmu lain.
Suatu pernyataan atau kesimpulan tanpa dokumen atau bukti penelitian Sejarah nantinya akan
ditolak karena tidak adanya suatu hal untuk membuktikan pernyataan tersebut. Metode Sejarah
mengharuskan kita berhati-hati. Hal tersebut dapat menghindarkan kita dari penarikan kesimpulan
yang salah.

Fungsi lain Sejarah adalah sebagai seni. Seni sendiri memiliki 2 sumbangan pada Sejarah
yaitu, karakterisasi dan struktur. Seni memberikan karakterisasi. Bisa dibilang bahwa identitas
pelaku Sejarah dapat kita ketahui dengan adanya karakterisasi. Karakterisasi penting pada saat kita
memahami pelaku Sejarah atau tokoh Sejarah sebagai suatu kepingan terakhir untuk melengkapi
pemahaman kita terhadap peristiwa Sejarah dan khususnya tokoh Sejarah.
Seni menyediakan struktur. Tentunya, struktur penting untuk mengatur dan mengarahkan
tulisan atau karya Sejarah kita agar lebih mudah diidentifikasi. Mayoritas Sejarawan masih belum
menyadari pentingnya struktur karena tergesa-gesa sehingga melewatkan struktur pendahuluan
dalam karyanya. Hal tersebut dapat mengurangi kualitas karya Sejarah karena sebagai pembaca
atau konsumen, kita tidak mengetahui dan memahami gambaran awal suatu konten yang disajikan
oleh penulis yang nantinya juga mengurangi minat ketertarikan pembaca pada karya terkait.
Sejarah memerlukan intuisi. Hal ini penting karena banyaknya kondisi Sejarawan yang
memilih suatu konten tema dengan intuisi bukan melalui peralatan ilmu. Sejarawan bekerja seperti
seniman. Karya yang disajikan Sejarawan yang dibuat melalui intuisi dapat mengundang minat
ketertarikan pembaca. Intuisi pun penting jika kita tidak sanggup menyelesaikan karya kita.
Dengan menggunakan intuisi, kita dapat menemukan jalan atau solusi baru untuk menyelesaikan
karya kita dengan baik dan benar.
Sejarah memerlukan imajinasi. Mudahnya, Sejarawan menggunakan imajinasi untuk
memberi gambaran peristiwa Sejarah yang jelas dibandingkan dengan tanpa imajinasi. Gambaran
dari imajinasi juga membantu Sejarawan mengarahkan karyanya dan mengikuti konsep sehingga
akan terhindar dari kesalahan dalam pembuatan karya.
Sejarah memerlukan emosi. Dengan melibatkan perasaan, Sejarawan dapat merasakan
seolah hadir dan menyaksikan peristiwa tersebut. Bahwa kehadiran perasaan,dapat membantu
Sejarawan menginterpretasi suatu peristiwa Sejarah. Keterlibatan perasaan tetapi setia pada fakta
penting untuk mewariskan nilai. Pewarisan nilai penting untuk menjaga riwayat memori dan
apresiasi Sejarawan terhadap peristiwa Sejarah.
Sejarah memerlukan gaya bahasa. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami publik, lugas,
dan lainnya tentunya memudahkan pembaca untuk tertarik dan memahami konten karya yang
disajikan. Dalam beberapa kondisi tertentu, karya tersebut mungkin memiliki nilai jual yang lebih
tinggi karena kualitas karya tersebut yang diminati publik.

Dalam perkembangannya, muncul pula suatu perdebatan mengenai Sejarah itu sendiri
sebagai ilmu atau sebagai seni. Sebelumnya, terdapat 2 model ilmu pengetahuan menurut filsuf
Jerman, Rickert & Windelband yaitu, model ilmu alam nomotetik dan ideografis. Ilmu alam
nomotetik tertarik pada keteraturan, salah satu contohnya adalah pada bidang hukum dan. Bahwa
nomotetik cenderung menggeneralisasi suatu keadaan. Hal tersebut menunjukkan ilmu alam
nomotetik cenderung menyimpulkan secara umum suatu keadaan seperti pembuatan hukum atau
keputusan dan aturan yang mencakup publik luas.
Konsep sains yang sama sekali berbeda adalah ideografis. Hal tersebut dikarenakan
ideografis dinilai cenderung pada pemahaman suatu hal secara spesifik. Jika pada nomotetik,
bersifat lebih luas dan dinamis, ideografis bersifat spesifik pada suatu kondisi. Bahwa dengan sifat
spesifik ini, diharapkan dapat memberikan gambaran atau penjelasan yang akurat.
Terdapat kritik yang dilayangkan kepada konsep ideografis dan praktik Sejarah. Kedua
konsep tersebut terlalu sempit karena adanya sifat spesifik. Bahwa pada saat itu, kajian Sejarah
terfokus pada orang-orang hebat dan peristiwa-peristiwa politik. Hal ini tentunya mengurangi
kualitas Sejarah karena ketidaklengkapan kajian yang meliputi bidang-bidang pembangunan dan
dinilai secara tidak langsung meminggirkan bidang-bidang lain atau kelompok lain dari sorotan
Sejarah.
Kelompok Annales Perancis yang terhubung dengan pemikiran tersebut memainkan peran
penting dalam studi Sejarah dengan banyaknya pengenalan hal-hal baru. Pola pikir yang penting
dari kelompok tersebut adalah klaim bahwa Sejarah bukanlah ilmu sosial dan bukan ilmu sama
sekali. Bahwa tujuan studi Sejarah adalah berada pada hal-hal lain yaitu pada kenikmatan dari
“kesenangan masa lalu”.

Sejarah tidak didasarkan pada akumulasi pengetahuan seperti halnya ilmu. Bahwa saat ini
kita lebih memahami Revolusi Perancis daripada Michelet. Tetapi kita juga tidak dapat mengklaim
bahwa sekarang kita mengetahui kebenaran Revolusi Perancis sementara pendahulu kita juga tidak
mengetahuinya. Bahwa Sejarah disini cenderung pada seni dimana gagasan kemajuan tidak ada
atau ambigu.
Sejarah juga bukan sekadar sastra. Jika seorang sastrawan menulis cerita tentang Lady
Diana dengan tempat, waktu, dan kondisi sedemikian, tugas Sejarawan ada pada bukti dan
dokumen yang ia miliki untuk bisa menulis peristiwa tersebut. Bahwa Sejarawan memberikan
referensi, menyebutkan sumber, dan sumber diperlukan untuk membenarkan cerita peristiwa.

Jadi, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa Sejarah dapat dikategorikan sebagai
ilmu dan begitupun sebaliknya. Sejarah pun dapat dikategorikan sebagai seni dan begitupun
sebaliknya. Bahwa kita seharusnya bangga belajar Sejarah dan fakta bahwa Sejarah lebih
dihormati daripada disiplin ilmu sosial lainnya. Bahwa apapun disiplin seseorang itu dihargai
dengan baik oleh masyarakat luas.

Anda mungkin juga menyukai