Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar
terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.
Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan
perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang mengemudikan perjalanan hidup
keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya.

Anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu kesatuan
yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak.
Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar
semua pribadi dalam keluarga. Interaksi antar pribadi yang terjadi dalam keluarga ini
ternyata berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia
(disharmonis) pada salah seorang atau beberapa anggota keluarga lainnya.

Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa


bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap
seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi
aspek fisik, mental, emosi dan sosial seluruh anggota keluarga. Sebaliknya, keluarga
disebut disharmonis apabila ada seorang atau beberapa orang anggota keluarga yang
kehidupannya diliputi konflik, ketegangan, kekecewaan dan tidak pernah merasa puas dan
bahagia terhadap keadaan serta
keberadaan dirinya.
Keadaan ini berhubungan dengan kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penyesuaian diri terhadap orang lain atau terhadap lingkungan sosialnya Ketegangan
maupun konflik dengan pasangan atau antara suami dan istri merupakan hal yang wajar
dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa
konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan.
Apabila konflik dapat diselesaikan secara sehat maka masing-masing pasangan
(suami-istri) akan mendapatkan pelajaran yang berharga, menyadari dan mengerti
perasaan, kepribadian, gaya hidup dan pengendalian emosi pasangannya sehingga dapat
mewujudkan kebahagiaan keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-
masing pihak baik suami atau istri tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar
permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan melalui komunikasi
dan kebersamaan.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 1


Oleh karena itu, kita perlu mengetahui apa-apa saja masalah-masalah yang sering
kali memicu konflik dalam institusi keluarga, agar dapat disikapi lebih dini sebelum masalah
tadi berujung pada sebuah konflik yang dapat menghancurkan keutuhan keluarga.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini, adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian keluarga?


2. Apa saja masalah-masalah yang ada dalam keluarga, ?
3. Bagaimana solusi yang dapat dilakukan untuk menangani masalah-masalah dalam
keluarga?

C. Tujuan Penulisan
Melihat rumusan masalah yang ada, maka yang akan menjadi tujuan penulisan pada
makalah ini antara lain :
1. Menjelaskan pengertian keluarga
2. Menjelaskan masalah-masalah yang ada dalam keluarga
3. Mengemukakan upaya penyelesaian masalah-masalah yang dapat timbul dalam
keluarga.

D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dengan tersusunnya makalah mengenai masalah-masalah dalam
keluarga ini, kita dapat mengetahui dan memperlajari lebih dini mengenai intrik-intrik, atau
masalah yang akan muncul dalam sebuah keluarga yang tentu cukup kompleks. Hal ini
tentu terkait bagaimana kita bisa menjaga kedinamisan, dan keharmonisan keluarga dimasa
depan.
Selain itu, makalah ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih luas
dalam melihat suatu permasalahan dalam kelurga, dengan melihat aspek-aspek lain dalam
setiap komponen keluarga, sebagai pondasi kerukunan dan keharmonisan hidup secara
berdampingan dalam sebuah institusi sosial yaitu keluarga.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Keluarga
Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :
Reisner (1980)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak,
kakek dan nenek.
Logan’s (1979)
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen
yang saling berinteraksi satu sama lain.
Gillis (1983)
Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang
dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti
sebagaimana unit individu.
Duvall
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang
umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
Bailon dan Maglaya
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling
berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan
suatu budaya.
Johnson’s (1992)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah
yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal
dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu
orang dengan orang yang lainnya.
Lancester dan Stanhope (1992)
Dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang
berbeda dan saling menikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya
bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian
tugas antara satu dengan yang lainnya.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 3


Jonasik and Green (1992)
Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua sifat
(keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya).
Bentler et. Al (1989)
Keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan
seperti pertalian darah/ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan
orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
National Center for Statistic (1990)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu
rumah.
Spradley dan Allender (1996)
Satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan
emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.

1. Tipe/Bentuk Keluarga
a. Tradisional
The Nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak
· The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam
satu rumah.
· Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah
memisahkan diri.
· The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak
terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada
wanita.
· The extended family
Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah,
seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan
· The single parent famili
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi
biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan)

Masalah-Masalah dalam Keluarga 4


· Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut
sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada
anggota keluarga pad saat ”weekend”
· Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama
dalam satu rumah.
· Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan
saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar
mandi, televisi, telepon,dll)
· Blended family
Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak
dari perkawinan sebelumnya.
· The single adult living alone/single adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau
perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)
b. Non-Tradisional
· The unmarried teenage mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan
tanpa nikah
· The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri
· Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara
yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang
sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
· The nonmarital heterosexsual cohabiting family
Keluarga yang hidup bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
· Gay and lesbian families
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana ”marital
pathners”
· Cohabitating couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena beberapa
alasan tertentu
· Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang

Masalah-Masalah dalam Keluarga 5


saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk
seksual dan membesarkan anak.
· Group network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama
lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan
bertanggung jawab membesarkan anaknya
· Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam
waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
· Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen
karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem
kesehatan mental.
· Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam
kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
2. Struktur dan Fungsi Keluarga
Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus
berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku anggota
keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang ada dapat bersifat kompleks,
misalnya seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu, sebagai menantu, dll yang semua
itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang berbeda. Pola hubungan itu akan
membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga.
Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan dari
keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur keluarga
yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau merusak fungsi keluarga.
Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur:
a. Struktur egalisasi : masing-masing keluarga mempunyai hak yang sama dalam
menyampaikan pendapat (demokrasi)
b. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi
c. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka : mendorong kejujuran dan
kebenaran (honesty and authenticity)
d. Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada peraturan
e. Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksakan (permisivenes)
f. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam dan kasar)

Masalah-Masalah dalam Keluarga 6


g. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)
h. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)
Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga.
Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan
keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan
tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun
eksternal. Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga memerlukan
dukungan secara psikologi antar anggota keluarga, apabila dukungan tersebut tidak
didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi emosional seperti marah, depresi dan
perilaku yang menyimpang.
Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi
komunikasi yang jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah
menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah.
Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah:
· Fungsi afektif dan koping
Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam
membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
· Fungsi sosialisasi
Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme
koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.
· Fungsi reproduksi
Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan
keturunan.
· Fungsi ekonomi
Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di
masyarakat
· Fungsi fisik
Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.
Sedangkan Fungsi keluarga menurut BKKBN (1992) antara lain:
· Fungsi keagamaan
Memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam
kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan
lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
· Fungsi sosial budaya
Membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai
dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 7


· Fungsi cinta kasih
Memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota
keluarga
· Fungsi melindungi
Melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga
merasa terlindung dan merasa aman
· Fungsi reproduksi
Meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan
merawat anggota keluarga
· Fungsi sosialisasi dan pendidikan
Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak,
bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik
· Fungsi ekonomi
Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang

Masalah-Masalah dalam Keluarga 8


B. Masalah-masalah dalam Keluarga, dan Solusinya
1. Penghasilan istri yang lebih besar dari suami

Soal penghasilan yang berat sebelah, dimana perempuan memiliki dompet yang
lebih tebal ketimbang pasangan, tak jarang kerap jadi pemicu masalah dalam rumah tangga.
Meski ada juga para istri yang mengaku tak keberatan dengan gaji suami yang lebih kecil,
namun banyak juga yang beranggapan bahwa pria lah yang harus bertanggungjawab
terhadap seluruh pengeluaran keluarga. Istri hanya membantu seperlunya saja.

Uang memang selalu jadi sumber masalah. Malah ada yang bilang bisa jadi 'setan'
dalam rumah tangga jika berada dalam tempat yang tak semestinya. Bagi pria, uang atau
pekerjaan bisa jadi kebanggaan utama sekaligus sumber egonya. Makanya banyak yang
diam-diam atau secara terang-terangan menunjukkan sikap 'permusuhan' manakala karir si
istri melaju pesat, yang berujung pada pundi-pundi uang yang kian gemuk. Sementara karir
si pria tetap tak beranjak atau justru mentok.

Banyak pria menjadi lebih sensitive jika penghasilan istri lebih besar. Hal ini biasanya
disebabkan latar belakang keluarga, budaya serta psikodinamika kepribadian. Pengaruh
budaya yang lebih menonjolkan peran laki-laki disbanding perempuan dan stereotip bahwa
pria sebagai kepala keluarga, pencari nafkah sekaligus pelindung. Makanya, jika
pendapatan istri lebih besar, memengaruhi harga diri pria dalam keluarga, terutama di Asia.
Padahal kalau kita tengok Eropa atau Amerika, sudah wajar jika gaji perempuan lebih besar
dari suami.

Pria mengungkapkan ketersinggungan terhadap penghasilan para istri yang lebih


besar dengan berbagai cara, antara lain berupa kata-kata yang menyinggung perasaan,
tindakan negatif seperti sering meninggalkan rumah dan pulang larut malam. Pokoknya
segala hal yang memancing kemarahan istri.

Akan halnya suami yang bisa menerima kondisi jika penghasilan istri lebih besar, si
pria ini biasanya punya kepribadian yang terbuka dan easy going. Para istri akan terbantu
dengan sikap ini karena bisa saling mendukung. Bahkan tak jarang, para suami juga mau
membantu pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci atau menjaga anak.

Berikut beberapa cara atau upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
perbedaan penghasilan antara istri dan suami :

Masalah-Masalah dalam Keluarga 9


a. Saling mendukung

Jangan sekali-kali memojokkan atau merendahkan suami. Jika terpaksa 'berantem'


hindari membahas masalah uang. Tetap hormati suami sebagai kepala rumah tangga dalam
segala situasi.

b. Bangga

Selalu tanamkan dalam pikiran Anda bahwa suami Anda adalah pilihan yang paling
tepat. Dari sekian hal kekurangannya, masih banyak kelebihannya yang bisa Anda
banggakan. Jangan sampai karena perbedaan pendapatan membuat penghargaan anda
kepada suami justeru berorientasi hanya kepada kemampuan finansial saja.

c. Lemah lembut

Jangan sampai terkesan bersikap bossy terhadap suami sendiri. Ucapkan kalimat
dengan lemah lembut. Berperilaku dan bertingkah laku tetap dijaga positif.

d. Berbagi

Berpenghasilan lebih besar bukan berarti semua harus istri yang menanggung.
Berbagilah dengan suami, siapa membayar apa, agar semua punya kontribusi yang sama
dalam menjalankan roda perekonomian keluarga

e. Bersukacita

Bersukacitalah senantiasa. Untuk tetap bersukacita dalam segala keadaan memang


tidak mudah. Bersukacita adalah sebuah keputusan. Jika Anda memutuskan untuk tetap
bersukacita walaupun suami Anda mempunyai pendapatan yang lebih kecil. Maka dengan
sendirinya kesenjangan finansial ini tidak dapat mengguncang rumah tangga Anda
kapanpun juga.

2. Suami dan Istri Sama-sama Bekerja

Wanita karir  akhir-akhir ini menjadi fenomena alami yang terjadi pada masyarakat
urban. banyak alasan mengapa wanita lebih memilih berkarir. Faktor keuangan memang
menjadi permasalahan yang sangat signifikan yang mendorong wanita untuk survive dan
turun langsung untuk bekerja. Bahkan, banyak dari para wanita karir ini sukses dengan
bisnis yang mereka geluti. hal inilah yang memicu meningkatnya angka pekerja wanita
setiap tahunnya. Namun, dalam beberapa tahun kebelakang banyak kita saksikan di media
massa, tingginya angka kematian wanita karir (terutama wanita yang memilih menjadi
TKW) memberikan efek traumatik bagi suami untuk mengizinkan istri-istrinya untuk berkarir.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 10


Hal inilah yang menjadi dilematik dalam rumah tangga pada saat istri mencoba untuk
memilih jalan berkarir.

Pada uraian di atas, dapat kita lihat beberapa fakta menarik tentang wanita karir.
Desakan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari merupakan alasan yang paling lumrah yang
sering di utarakan oleh wanita karir. Wanita lebih memilih mencari penghasilan tambahan
sendiri untuk keperluan sehari-harinya sementara, kebutuhan pokok keluarga masih tetap
menjadi tanggungan suami. Hal ini memberikan efek positif dalam permasalahan ekonomi,
dimana suami dapat sedikit menyisihkan gaji bulanannya untuk memenuhi kebutuhan
sekunder dan tersier, sedangkan istri selain tetap dapat memenuhi kebutuhan sekuder dan
tersiernya sendiri dia pun dapat membantu suami untuk kebutuhan tersier bersama seperti
mobil, rumah dll.

Selain itu, wanita yang memilih jalur berkarir akan memberikan dampak positif bagi
perusahaan. Dengan hadirnya wanita dalam perusahaan akan meningkatkan produktifitas
perusahaan. Wanita memiliki kemampuan verbal dan non-verbal yang sangat tinggi
dibandingkan pria. Oleh sebab itu, dapat kita lihat banyak perusahaan yang menempatkan
wanita dalam jabatan tertentu yang sifatnya sangat signifikan terhadap peningkatan mutu
perusahaan seperti marketing, acounting, sales promotor, dan sekertaris.. Hal ini dilakukan
untuk memberikan efek positif terhadap pendapatan perusahaan.

Namun, menjadi wanita karir bukan suatu hal yang tidak beresiko. Sebagai contoh,
kejadian-kejadian yang menimpa TKW Indonesia di luar negeri. Tidak banyak dari mereka
mendapatkan perlakuan yang tidak pantas dari para majikannya. Entah itu dalam bentuk
kekerasan fisik, psikis, bahkan materil. Belum ditemukan fakta penyebab yang pasti
mengenai hal ini. Banyak asumsi-asumsi masyarakat yang dilayangkan baik itu yang pro
dan berempati terhadap korban namun tak banyak juga cibiran dari masyarakat. Yang pasti,
hal inilah yang membuat para suami takut untuk melepas istrinya berkarir.

Selain itu, kehadiran wanita karir akan memberikan efek negatif terhadap
keharmonisan keluarga. Saat istri memilih untuk berkarir, hal ini akan meningkatkan sisi
sensifitas suami, dimana suami akan merasa tidak memiliki arti sama sekali sebagai
seorang kepala keluarga. Hal inilah yang menjadi awal keretakan rumah tangga. Dalam
beberapa hal, suami dan istri yang memilih sama-sama berkarir dalam bidang berbeda akan
mudah terpropaganda.

Akan muncul banyak kecurigaan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena kurangnya komunikasi yang intens antara keduanya dimana keduanya

Masalah-Masalah dalam Keluarga 11


sibuk dengan perusahaannya masing-masing. Hal ini bukan hanya berimbas pada
renggangnya hubungan antara keduanya. Namun juga berimbas pada anak yang notabene
membutuhkan kehadiran orang tua disisinya untuk memberikan pendidikan moral. Anak
akan merasa kesepian. Hal ini memicu tingkat sensifitas anak, sehingga menjadikan anak
sebagai pribadi yang emosional dan mudah tersinggung apalagi jika ditanyai masalah
keluarga.

Ketika kedua orangtuanya sibuk bekerja, anak akan kehilangan institusi keluarga
sebagai media sosialisasi, dan memperoleh kasih sayang. Hal itu tentu tidak baik bagi
perkembangan si anak kedepannya, meskipun ada beberapa keluarga yang memutuskan
untuk menitipkan anaknya kepada sanak keluarga lain, selama mereka bekerja. Namun itu
tidak selamanya bisa menyelesaikan problem pengasuhan anak.

a. Solusi

Sebagai seorang suami, seharusnya kita sudah memahami fenomena ini. Dalam
menyikapi hal ini, seharusnya kita menjadi kepala rumah tangga yang arif dan bijaksana
dalam hal memberikan keputusan. Jika memang penghasilan kita masih bisa mengatasi
permasalahan ekonomi sehari-hari keluarga maka solusi tepatnya adalah memberikan
penjelasan kepada istri akan arti pentingnya dia untuk anak-anak. istri akan sangat peka
apabila sebagai suami kita bersikap arif dan memberikan penjelasan kepada istri secara
baik juga mereka akan peka dalam hal anak-anak. Sebagai suami sudah seharusnya kita
memberikan nasehat pada istri sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang kita. 

  Jika istri terpaksa harus berkarir diluar rumah, maka tetapkanlah batasan-batasan
untuk dia dan berikan penjelasan untuk dia mengenai perannya dalam rumah tangga.
Carilah momen yang paling tepat untuk mengkomunikasikan hal ini dengan istri. Usahakan
tetap tegas namun tidak memberikan kesan suami yang otoriter.

  Komunikasi yang intens juga merupakan kunci pokok kesuksesan dalam membina
rumah tangga. Jadi apa salahanya anda setiap jamnya mengabari aktivitas anda di kantor
agar tidak ada rasa saling curiga satu dengan yang lainnya. Menanyai kabar istri juga
menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan bagi istri atau mungkin hanya sekedar basa-
basi menanyakan jenis masakan yang sedang dimasak, memuji masakannya, menyatakan
perasaan ingin cepat pulang kerumah dan lain-lain akan memberikan kesan istimewa bagi
sang istri. Atau sesekali meluangkan waktu untuk berliburan bersama dimana hanya ada
anda, dia dan anak-anak disana. Mungkin dapat berupa piknik, kemping, rekreasi ke tempat

Masalah-Masalah dalam Keluarga 12


wisata. Kunci utama adalah, menjaga kearifan kita sebagai suami dan menjadi suami yang
merupakan teladan yang baik untuk istri dan anak-anak.

3. Anak Tidak Kunjung Hadir

Permasalahan yang muncul pada sebuah keluarga tanpa anak justru disebabkan
oleh sikap masyarakat atau lingkungan sekitar yang "menuntut" adanya anak. Baik "tuntutan"
secara langsung, misalnya ayah atau ibu mertua yang terus menerus meminta cucu, maupun
tidak langsung, mulai sekedar gunjingan ringan, hingga gosip menjengkelkan.

Jika di awal pernikahan konsep yang dipegang adalah memiliki memongan, maka
ketidak hadiran si buah hati bisa  menjadi masalah besar. Dalam banyak istri merasa  lebih
tertekan  jika setelah beberapa tahun belum juga mendapatkan keturunan. Apalagi  bila
diketahui bahwa sang istri mempunyai masalah fertilitas, sehingga tekanan pun akan
semakin besar. Dalam kasus tersebut, tak jarang muncul tekanan dari lingkungan, bahkan
dari suami agar mengijinkan poligami. Sebagian istri akhirnya menyerah pada tekanan dan
merelakan suaminya berpoligami. Tapi hal itu sangat kecil kemungkinannya, karena pada
dasarnya tidak ada seorang istri pun yang rela suaminya menikah lagi atau pun diduakan.

Ketidak hadiran buah hati ini bisa menimbulkan masalah ketika keduanya atau
salah satu pihak tidak membuka pikiran untuk menerima keadaan dan mudah terpengaruh
pada lingkungan sekitar. Ada yang tidak peduli namun ada juga sebagian pasangan yang
terganggu dengan ketiadaan anak ini. Biasanya hal tersebut dikarenakan tidak adanya
komunikasi dua arah diantara mereka.

Memang tidak semua pasangan mempermasalahkan ketidak hadiran si buah hati di


tengah-tengah mereka. Namun tetap dibutuhkan kedewasaan sikap dan toleransi yang
sangat besar pada masing-masing pihak. Setidaknya mereka perlu memaham bahwa
ketidakmampuan memiliki keturunan bukan semata-mata kesalahan pasangannya (istri atau
suami).

Ketidakhadiran anak di tengah-tengah keluarga juga sering menimbulkan konflik


berkepanjangan antara suami-istri. Apalagi jika suami selalu menyalahkan istri sebagai pihak
yang mandul. Padahal, butuh pembuktian medis untuk menentukan apakah seseorang
memang mandul atau tidak.

Apapun kondisinya masing-masing pihak harus saling mendukung dan


mengupayakan solusinya. Duduk bersama dan mendiskusikan bagaimana cara terbaik untuk
menghadapi kenyataan tersebut tanpa ada campuran tangan orang ketiga (misal: orang tua,
mertua, kakak, atau lainnya).

Masalah-Masalah dalam Keluarga 13


Dalam masalah seperti ini, kita dapat melakukan upaya penyelesaian sebagai
berikut :

a. Cek Ke Dokter

Daripada membiarkan masalah tersebut berlarut terus-menerus, lebih baik bicarakan


dengan pasangan. Ajaklah dia untuk bersama memeriksakan kondisi diri ke dokter. Jika
dokter mengatakan bahwa Anda berdua sehat, kenapa harus resah dan saling menuduh?
Kan, tinggal menunggu waktunya saja. Bisa jadi, iman Anda dan pasangan tengah diuji oleh
yang maha kuasa.

b. Menyikapi Dengan Bijak

Patut pula dipahami bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kelemahan, tidak
ada yang sempurna. Oleh karena itu ketika anak tak kunjung hadir dalam kehidupan
berumah tangga, jangan pernah berpikiran negatif terhadap pasangan kita. Tetap yakinkan
dalam hati kalau ia adalah jodoh kita. Tetaplah saling mendukung, menyayangi, dan
senantiasa berdoa kepada Allah SWT.

c. Melakukan Berbagai Alternatif

Zaman modern saat ini memberikan kemudahan bagi pasangan suami istri yang
memiliki tidak bisa atau sulit memiliki anak. Cara yang dapat ditempuh antara lain, dengan
bayi tabung. Namun terlebih dahulu tentu harus dibicarakan mengenai rencana tersebut
dengan matang antara suami, dan istri.

Selain itu, ada alternatif lain dengan mengadopsi anak, ataupun mengalihkan kasih
sayang kita kepada keponakan-keponakan yang dekat. Namun sebelum mengambil
keputusan maka hal utama yang harus dilakukan adalah berfikir secara matang, jangan
terburu-buru, agar tidak menimbulkan konflik atau masalah baru kedepannya.

4. Kehadiran Pihak Lain

Kehadiran orang ketiga, misalnya adik ipar ataupun sanak family dalam keluarga
kadangkala juga menjadi sumber konflik dalam rumahtangga. Hal sepele yang seharusnya
tidak diributkan bisa berubah menjadi masalah besar. Misalnya soal pemberian uang saku
kepada adik ipar oleh pasangan kita yang tidak dilakukan dengan transparan.

Selain itu, Kehadiran mertua dalam rumahtangga seringkali menjadi sumber konflik,
karena terlalu ikut campurnya mertua dalam urusan rumah tangga anak dan menantunya.
Hal ini tentu akan sangat mengganggu keharmonisan rumah tangga seseorang.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 14


Dalam kasus ini, kebanyakan istri yang mengeluhkan hubungan mereka dengan
mertua. Sang mertua seringkali dianggap terlalu ikut campur, banyak berkomentar, sering
mengkritisi, hingga cenderung ingin mengatur seluruh aspek dalam rumah tangga anaknya.

Situasi yang dihadapi jika hal di atas terjadi tentu akan sulit bagi suami Anda. Di satu
sisi, dia ingin membela Anda, namun di sisi lain dia tidak bisa marah pada ibunya.

Sebagai istri, tentu bingung harus bersikap bagaimana. Perasaan kesal dengan
sikap mertua dan suami pun sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Namun, berikut ini beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut yakni sebagai berikut :

a. Lihat dari Sudut Pandang Suami


Saat Anda kesal dan diharuskan menempatkan diri di posisi orang lain, sudah pasti
sulit. Namun penting Anda ingat, kalau suami sebenarnya berada di dua pilihan. Jika dia
membela Anda, ibunya tentu akan menganggapnya sebagai anak yang tidak menuruti
orangtua. Tapi kalau dia membela ibunya, Anda akan kesal dan mengira suami sudah tidak
cinta lagi.
Untuk itulah Anda harus berusaha menempatkan diri pada posisi suami. Sebelum
Anda minta suami melakukan sesuatu atas sikap ibunya, pikirkan dulu apa yang Anda akan
buat jika menghadapi situasi tersebut. Bagaimana jika ternyata sikap menjengkelkan itu
dilakukan ibu Anda? Sekali lagi, pikirkan dulu baik-baik sebelum berbuat suatu hal yang bisa
memperburuk hubungan.

b. Pahami Apa yang Sebenarnya Mertua Inginkan


Saat mertua selalu mengkritik apapun yang Anda lakukan, pahami apa sebenarnya
tujuannya. Kalau tujuannya memang ingin hubungan Anda dan suami berakhir, Anda tentu
harus sekuat tenaga memperkuat pernikahan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuat suami bahagia dengan
pernikahannya bersama Anda. Jika dia bahagia, tentu apapun yang dikatakan ibunya tidak
akan mempengaruhinya.
Tunjukkan juga pada mertua, kalau Anda sebenarnya adalah istri yang luar biasa.
Berusahalah jangan melawan sifat buruknya dengan keburukan juga. Kalau Anda
tersenyum dan tetap baik, hal itu tentu akan membuatnya semakin kesal dan bertanya-
tanya. Namun jika Anda tersulut emosi, mertua akan senang karena bisa jadi itulah yang
diinginkan.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 15


Anggap saja, kritikan yang dilakukan mertua itu sebagai bagian dari sebuah
permainan. Mertua pada akhirnya akan menyerah saat Anda ternyata bisa menerima
sifatnya dan tidak menyerah menghadapi semua masalah tersebut.

c. Kompromi
Diskusikan dengan suami, sikap ibunya yang sudah mengganggu pernikahan itu.
Minta pada suami untuk menciptakan batasan apa saja yang boleh mertua ikut campur
dalam hubungan Anda. Katakan padanya untuk menyampaikan hasil diskusi itu pada
ibunya.
Dalam kompromi tersebut, usahakan jangan terlalu membuat perubahan yang besar.
Kompromi itu sebaiknya juga tetap menguntungkan dari sisi mertua atau suami.

d. Mengobrol dengan Mertua


Saat mertua mulai ikut campur hubungan Anda dan suami, dengarkan baik-baik
perkatannya. Apa yang membuatnya selalu mengkritik dan mengggu pernikahan Anda.
Coba ketahui juga apa yang mertua suka.
Kalau memang kritikannya masuk akal, perbaikilah sikap Anda. Buat mertua merasa
bahwa Anda mengikuti petunjuknya. Tidak ada salahnya juga Anda minta masukannya saat
tidak tahu. Dengan melakukan hal tersebut, mertua akan merasa dihargai dan kritikannya
pada Anda pun berkurang.
5. Seks
Masalah ini seringkali menjadi sumber keributan suami-istri. Biasanya yang sering
komplain adalah pihak suami yang tak puas dengan layanan istri. Suami seperti ini
umumnya memang egois dan tidak mau tahu. Padahal, banyak hal yang menyebabkan istri
bersikap seperti itu. Bisa karena letih, stress, datang bulan ataupun hamil.
Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa pria percaya seks jauh lebih penting
di dalam pernikahan dibandingkan wanita. Jajak pendapat terbaru menunjukkan meskipun
ada petunjuk kebenaran dari hal ini, yang paling penting adalah kedua belah pihak memiliki
minat yang sama terhadap seksual, sebagian besar. Sangatlah mustahil bagi dua orang,
khususnya dari jenis kelamin yang berbeda, untuk sepenuhnya setuju pada isu-isu seks
pada waktu tertentu. Selama siklus hormonal kedua belah pihak terus berjalan, ada
kemungkinan ketertarikan seksual salah satu pihak meningkat maupun menurun. Ini
artinya, saat salah satu pihak mungkin sedang berada di puncak, pihak yang lain sedang
tidak berminat sama sekali, dan saat siklus pasangan ini melalui hormonal string mereka,
mereka pun terkadang bertemu di tengah-tengah.
Pria telah diajarkan bahwa kecakapan seksual adalah dukungan yang positif,
sementara wanita telah diajarkan bahwa kecakapan seksual membuat mereka tampak

Masalah-Masalah dalam Keluarga 16


seperti perempuan jalang dan tidak menarik. Sikap-sikap masyarakat ini dapat
mempengaruhi frekuensi dan pentingnya seks dalam pernikahan. Wanita seringkali merasa
dipaksa untuk melakukan hubungan seks lebih sering dari frekuensi yang sebenarnya
membuat mereka nyaman sedangkan pria seringkali merasa diremehkan ketika hasrat
kronis mereka diabaikan.
Gesekan seksual seperti ini menyebabkan banyak perasaan sakit hati, dan membuat
banyak orang yang mempertanyakan seberapa pentingnya seks dalam pernikahan.
Beberapa pasangan menemukan bahwa bagian terberat untuk hidup bersama adalah
belajar untuk memahami kebutuhan seksual satu sama lain, keingin satu sama lain dan
disfungsi yang dialami salah satu pihak. Dan kita semua memiliki sejenis disfungsi seksual.
Sangat tidak biasa bagi banyak pasangan untuk membawa kehidupan seks mereka
kepada konselor. Wanita telah dipersiapkan untuk menggunakan seks sebagai senjata,
untuk menahannya ketika keadaan tidak berjalan dengan baik untuk mereka dan
"menyerah" ketika pasangannya "memaksa".
Kebanyakan pasangan dapat melalui kesalahpahaman dan frustrasi seksual yang
mereka alami dengan belajar berkomunikasi apa yang penting bagi mereka dan apa yang
berhasil untuk mereka serta perasaan apa yang tidak dapat ditoleransi dan apa alasannya.
Wanita mungkin lebih membutuhkan kasih sayang fisik daripada pria yang hanya
melakukanya sedikit atau tidak ada hubungannya sama sekali dengan seks. Terkadang
wanita hanya perlu disentuh tanpa bermaksud adanya kontak seksual. Sementara pria
benar-benar membutuhkan kontak seksual seperti ini, dan sangat jarang bagi seorang pria
untuk mengakui hal ini secara terbuka, karena sebagian besar anak laki-laki dipersiapkan
oleh ayah mereka pada usia muda untuk tidak terlalu banyak meminta, tidak cengeng, dan
tidak berlari ke sosok ibu saat mereka jatuh dan butuh sesuatu yang membuat mereka
nyaman.
Pria yang menemukan dirinya berada dalam sebuah hubungan dengan melakukan
banyak kontak fisik namun tidak mengarah pada seks mungkin akan membuat mereka
bingung, seolah-olah istrinya mengirim pesan yang dicampur-aduk. Dan wanita tentu saja
menginginkan keintiman tanpa memiliki harapan harus melakukan seks setiap saat. Diskusi
sederhana dan harapan yang diperjelas dapat membantu memberantas perasaan yang
dapat membahayakan pernikahan ini.
Seks sebenarnya merupakan bagian dari pernikahan yang sehat. Banyak pasangan
akhirnya jatuh ke dalam tempat yang nyaman, dimana seks tidak lagi memainkan peranan
yang penting dalam hidup mereka. Namun beberapa pasangan mampu mempertahankan
kehidupan seks mereka tetap berjalan dengan baik di usia keenam puluh maupun tujuh
puluh tahun hidup mereka. Ekspresi seksual merupakan sebuah pengalaman yang melekat
dan jelas menyenangkan bagi kebanyakan orang.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 17


Ini adalah bagian dari hidup dan mencintai serta bertumbuh bersama. Kurangnya
kesadaran ini mungkin menjadi sinyal masalah, terutama jika pasangan telah bersama
kurang dari lima tahun dan salah satu pihak benar-benar merasa tidak puas dengan
pengaturan kehidupan seks mereka saat ini.
Dalam kasus seperti ini, ada beberapa solusi yang dapat ditempuh, antara lain :

a. Melihat di luar Kesalahan.

Dalam rangka untuk memperbaiki masalah dan melanjutkan ke solusi, berhenti


menyalahkan. Ini adalah masalah pasangan. Pasangan itu harus bekerja sama untuk
mencapai resolusi. Bisa melihat diri sendiri sangat penting dalam mengevaluasi masalah ini.

b. Jangan Menutupi Situasi.

Ini bukan waktu untuk bertele-tele. Bersikaplah tulus dan jujur dengan diri sendiri.
Bersikaplah tulus dan jujur dengan pasangan Anda. Untuk mengatasi masalah penyebab
dan tingkat keparahan, situasi harus dievaluasi. Sekarang jika anda tidak menghadapi
penyebabnya, Anda membuang-buang waktu.
Solusinya bisa sesederhana komunikasi yang meningkat. Pasangan adalah mitra
Anda yang telah Anda pilih untuk berbagi hidup dengan Anda. Bahas isu-isu. Diskusikan
keprihatinan Anda. Gunakan kejujuran tapi sekali lagi, jangan menyalahkan.

c. Terbuka Untuk Bantuan.

Ada beberapa sumber daya yang besar di luar sana untuk dijelajahi. Mungkin
masalahnya adalah medis. Apakah ini telah dibicarakan dengan dokter Anda. Mereka
mendengar semua itu. Tak perlu malu. Internet adalah sumber daya yang fantastis. Namun
di saat yang sama hati-hati dengan internet. Informasi hanya sebagai pemasok. Tahu
sumber Anda dan ambil informasi. Lihat artikel di majalah atau buku. Ada juga tersedia
konselor yang menangani masalah ini. Beberapa komunitas menawarkan dukungan atau
kelompok swadaya. Titik utama adalah Anda tidak sendirian. Hal ini biasa terjadi dan perlu
ditanggapi.

6. Ragam Perbedaan

Menyatukan dua hati, berarti menyatukan dua kepribadian dan selera yang tentu
saja juga berbeda. Misalnya suami seorang yang pendiam, sementara istri cerewet dan
meledak-ledak emosinya. Suami senang makanan manis, istri senang makanan yang serba
pedas. Nah, kedua pribadi ini bila disatukan biasanya tidak nyambung, belum lagi soal hobi

Masalah-Masalah dalam Keluarga 18


atau kesenangan. Suami hobi berlibur ke pantai, sementara istri lebih suka berlibur di
tempat yang ramai. Masing-masing tidak ada yang mau ngalah, akhirnya ribut juga.

Perbedaan-perbedaan tersebut akan memunculkan sumber konflik yang baru,


karena masalah yang muncul bersifat prinsipil, sehingga tak jarang dalam sebuah keluarga
terjadi pertengkaran besar karena masalah-masalah yang sebenarnya sepele.

Ketidaksepahaman ini pula, yang biasanya menyebabkan terjadinya kekerasan


dalam rumah tangga (KDRT), karena banyak hal yang tidak bisa berjalan beriringan baik
dari kemauan atau sifat suami, maupun istri.

Berikut beberapa solusi yang dapat ditempuh dalam meyikapi masalah perbedaan
yang ada dalam keluarga :

a. Saling Pengertian

Perbedaan-perbedaan ini akan terus ada, meski umur perkawinan sudah puluhan
tahun. Namanya saja menyatukan dua kepribadian. Jadi, kunci untuk mengatasi perbedaan
ini adalah saling menerima dan pengertian.
Kalau pasangan Anda seorang yang pendiam maka harus diimbangi, jangan terlalu
cerewet. Begitupun soal kesenangan. Tak ada salahnya mengikuti kesenangannya berlibur
ke pantai. Mencoba sesuatu yang baru itu indah.
Intinya tidak boleh saling menyalahkan, dengan besatunya pasangan dalam sebuah
mahligai rumah tangga, menandakan sudah adanya komitmen untuk saling memahami,
mengerti, dan tentunya saling melengkapi.

Masalah-Masalah dalam Keluarga 19


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keluarga merupakan wadah sosialisasi yang pertama, dan penting, karena akan
sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang. Anak yang tumbuh dalam sebuah
keluarga akan mencerminkan pola pengasuhan yang diterapkan kepada dia, dalam
kehidupannya sehari. Maka dari itu peran keluarga tempat tumbuh dan berkembangnya
individu memegang peranan yang cukup central.
Meskipun keluarga inti hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak, namun konflik-konflik
atau masalah selalu mengikuti dinamika perkembangan keluarga. Beberapa masalah yang
sering muncul sebagai pemicu konflik antara lain
Namun, jika kita dapat menyikapi setiap masalah tadi dengan bijak, dan baik maka
masalah tadi yang malah akan memperkuat keutuhan sebuah keluarga. Masalah tersebut
akan melibatkan pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, serta kerjasama antar anggota
keluarga dalam merumuskan sebuah solusi. Hal itu tentu akan mempererat persatuan, dan
kesolitan sebuah keluarga.
Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan masalah keluarga
haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan masalah yang dihadapi. Semua harus
sadar bahwa setiap masalah memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa
begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat
bahwa selain teori-teori yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri
dalam menyelesaikan masalahnya.

         

Masalah-Masalah dalam Keluarga 20


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (2002). Psikologi Sosial. Rineka Cipta: Jakarta.


Meda Wahini. (2008). Keluarga Sebagai Tempat Pertama Dan Utama
Terjadinya Sosialisasi Pada Anak. Pustaka Abadi : Palembang
Ibnu Qasim. http://www.radarsemarang.com/daerah/kudus/2356-kontrollingkungan-
keluarga-dan-sosial.html

Masalah-Masalah dalam Keluarga 21

Anda mungkin juga menyukai