Anda di halaman 1dari 12

November 2020

REFERAT

ULKUS MOOREN

Disusun Oleh:

MUHAMMAD BARKAH

N 111 19 005

Pembimbing Klinik

dr. Neneng H, Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


UPT. RSUD MADANI PALU
PROVINSI SULAWESI TENGAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus Mooren pertama kali ditemukan oleh Bowman pada tahun 1849 dan
Mc.Kenzie pada tahun 1854 yang dikenal dengan “chronic serpiginous ulcer”
atau “ulkus roden” pada kornea. Mooren adalah orang yang pertama sekali
mempublikasikan serta menerangkan secara jelas beberapa kasus tentang
keadaan ulkus tersebut pad tahun 1863.1

Ulkus Mooren adalah ulkus keratitis perifer (ulkus perifer kornea) yang
sangat nyeri dan kronis.Ulkus Mooren jarang dijumpai dan biasanya bersifat
idiopatik dan tanpa disertai penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
terjadinya kerusakan pada kornea. Ulkus Mooren sering ditemui di Negara
Afrika bagian selatan dan tengah, cina, dan india. Penyakit ini lebih banyak
terjadi pada laki-laki daripada perempuan dan sangat jarang terjadi pada anak-
anak.2

Penelitian selama tiga tahun disebuah rumah sakit di Nigeria melaporkan


18 orang dengan ulkus Moorens dengan rentang umur 12-42 tahun (rata-rata
27 tahun). Insiden kasus ulkus Mooren bervariasi, dimana terdapat satu kasus
per tahun di klinik spesialis Eropa dan Amerika dan satu kasus dari 2200
klinik di Nigeria dan India.3
Ulkus Mooren biasanya dimulai dari daerah perifer secara melingkar dan
biasanya mengalami perluasan dari luar ke dalam. Ulkus Mooren dapat
mengenai satu atau dua mata yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
jaringan kornea. Hal yang mendasarinya adalah terdapat suatu antigen
calgranulin C pada serum pasien yang mengalami ulkus Mooren. Calgranulin
C yang merupakan antigen yang terdapat pada jaringan stroma kornea mata. 2.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan
kedalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut
sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm
dipusatnya. Diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6
mm. 4

Kornea memiliki lima lapisan, yaitu:4


1. Epitel, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang  tindih. Lapisannya berbatasan dengan lapisan epitel
konjungtiva bulbaris. Sel basal menghasilkan membrane basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan
erosi rekuren.
2. Membran  Bowman terletak dibawah membrana basal epitel kornea
yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma.
3. Stroma, menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini terdiri
atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm
dan tinggi 1-2 µm yang mencakup hampir seluruh diameter kornea.
Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, karena ukuran
dan kerapatannya menjadi jernih secara optis. Lamella terletak di
dalam suatu zat dasar proteoglikan terhidrasi bersama keratosit yang
menghasilkan kolagen dan zat dasar.
4. Membran descement, merupakan lamina basalis endotel kornea,
memiliki tampilan yang homogen dengan mikroskop cahaya tetapi
tampak berlapis-lapis dengan mikroskop elektron akibat perbedaan
struktur antara bagian pra dan pascanasalnya. Saat lahir, tebalnya
sekitar 3 µm dan terus menebal selama hidup, mencapai 10-12 µm.
5. Endotel, hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar
dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea
cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring
dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud
pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel.
Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.

2.2 Definisi
Ulkus Mooren adalah ulkus idiopatik dari epitel dan stroma kornea yang
kronis, progresif, dan sangat nyeri. Ulkus dimulai dari kornea perifer
kemudian menyebar secara melingkar dan sentripetal. Perforasi dapat terjadi
vaskularisasi dan fibrosis pada kornea. Sangat sulit membedakan ulkus
Mooren dengan idiopatik PUK, dimana pada ulkus Mooren terdapat
gambaran keterlibatan kornea murni. 5

2.3 Epidemiologi
Ulkus Mooren sering ditemukan di Negara Afrika bagian tengah dan
selatan, Cina, dan India. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan sangat jarang terjadi pada anak-anak.2

.4 Klasifikasi
Wood dan Kaufman membagi ulkus Mooren berdasarkanonset usia,
manifestasi klinik, dan prognosis menjadi dua tipe:2
 Tipe I : Limited type atau Benign Mooren’s ulcer,biasanya
bersifatunilateral dan gejala klinis yang ringan sampai sedang. Tipe ini
cenderung terjadi pada usia yang lebih tua (lebih dari 35 tahun) dan
memiliki respon yang baik terhadap pengobatan medikamentosa
maupun tindakan operasi.
 Tipe II: Atypical type atau malignant Mooren’s ulcer,biasanya bersifat
progresif. Kasus bilateral biasanya terjadi pada penderita yang lebih
muda (kurang dari 35 tahun). Tipe ini disertai rasa yang sangat sakit
dan tidak respon terhadap segala bentuk terapi.
Watson berdasarkan gejala klinis dan hasil fluorescein angiografi pada
segmen anterior membagi ulkus Mooren atas 3 tipe,yaitu:1
 Tipe I : Unilateral Mooren’s ulceration (UM),yaitu bentuk ulkus
Mooren yang terjadi pada penderita wanita dan usia yang lebih
tua,bersifat progresif dan disertai rasa sakit.Terjadi obliterasi pada
pembuluh darah superficial di dareah limbus.
 Tipe II : Bilateral Aggressif Mooren’s ulceration (BAM),terjadi pada
penderita yang lebih muda,perjalanan penyakitnya lebih cepat secara
sirkumferensial daripada menuju sentral kornea. Terjadi kebocoran
pembuluh darah dan terbentuknya pembuluh darah baru yang meluas
sampai ke daerah dasar ulkus.
 Tipe III: Bilateral Indolent Mooren’s ulceration(BIM),biasanya
terjadi pada usia pertengahan. Ditandai dengan adanya ulkus didaerah
perifer yeng bersifat progresif pada kedua mata,dan sedikit respon
inflamasi. Terjadi etensi pembuluh darah baru ke dalam ulkus

.5 Etiologi

Penyebab ulkus Mooren masih belum diketahui, namun respon


autoimun terbukti memegang peranan yang sangat penting. Terjadinya ulkus
Mooren diduga akibat adanya faktor pencetus berupa helminthiasis dan
infeksi hepatitis C.2,3,6
HLA (Human Limfosit Antigen) juga memainkan peranan penting
dalam respon imun. Telah dideskripsikan juga adanya hubungan ulkus
Mooren dengan beberapa penyakit imun lain, seperti reumatoid artritis, grave
disease, dan multiple sklerosis.3

.6 Patofisiologi

Mekanisme pasti terjadinya ulkus Mooren masih belum diketahui


secara pasti,tetapi diduga adanya proses autoimun.Terjadinya gangguan
immunologi ditandai dengan dihasilkannya antibodi sebagai reaksi terhadap
jaringan konjungtiva dan kornea yang terlibat.Trauma, pembedahan, dan
infestasi parasit (cacing) juga menjadi faktor predisposisi terhadap terjadinya
ulkus Mooren. Prinsip hipotesis yang didapat adalah bahwa inflamasi yang
terjadi akibat trauma dan infestasi parasit dapat menimbulkan suatu respon
antigen-antibodi pada kornea atau konjungtiva.7

.7 Gejala Klinis

Gejala klinis ulkus Mooren yang terpenting adanya rasa sakit yang
disertai dengan mata merah, berair dan silau. Ulkus Mooren juga bersifat
kronik progresif. Ulkus biasanya dimulai dari perifer kornea yang melingkar
dan meluas dari luar kedalam. Perforasi dapat terjadi apabila terjadi trauma
dan adanya infeksi sekunder.2,7
Pada beberapa pasien, kemungkinan sangat sulit untuk membedakan
ulkus Mooren dari ulkus perifer kornea idiopatik. Perbedaan penting yang
diutamakan adalah pada ulkus Mooren melibatkan kornea sedangkan pada
ulkus perifer kornea melibatkan sklera.7
Banyak pasien yang mengalami ulkus kornea terjadi parasitemia. Hal
ini memungkinkan bahwa terjadinya reaksi antigen-antibodi terhadap toksin
cacing atau antigen yang tersimpan dalam limbus kornea selama fase
perdarahan dari infestasi parasit.7

Gambar 2.1 Ulkus Mooren


Gambar 2.2 Ulkus Mooren dengan ulkus pada limbus superior yang parah

.8 Diagnosa

Diagnosis ulkus Mooren ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan
didapatkan keluhan berupa nyeri pada mata, injeksi siliar, injeksi konjungtiva,
dan fotofobia. Pemeriksaan fisik pada mata ditemukan ulkus pada kornea
bagian perifer dan iris sukar dilihat karena kornea edema dan infiltrat sel
radang pada kornea.4,7
Dalam menegakan diagnosa ulkus Mooren harus diperhatikan apakah
ulkus Mooren disertai adanya skleritis, keterlibatan limbus, sensasi kornea,
blepharitis dan keratitis, ulkus pada stroma kornea, epitel kornea, dan bagian
lainnya untuk membedakannya dengan penyakit lain yang dapat
menyebabkan keratitis ulseratif perifer.7,8
Hal lain yang perlu diperhatikan juga termasuk penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan kolagen, seperti rheumatoid arthritis, wegener’s
granulomatosis dan poliarteritis nodosa. Selain itu, penyakit degenerasi
kornea (Terrien’s marginal degenerasi dan degenerasi pellucid) juga
diperhatikan.8

2.9 Tatalaksana

Pengobatan pada pasien ulkus Mooren bertujuan untuk menghalangi


proses destruksi lapisan kornea dan merangsang proses penyembuhan serta
reepitelisasi lapisan kornea.7
1. Steroid topikal
Terapi inisial harus mencakupi program topikal intensif: prednisolon asetat
atau prednisolon phosphate 1% tiap jam, yang disertai dengan pemakaian
sikloplegik dan antibiotik profilaksis. Penyembuhan epitel tidak akan terjadi
dalam 2-3 hari, frekuensi penggunaan steroid topikal dapat ditingkatkan
menjadi tiap 30 menit. Jika penyembuhan epitel terjadi maka penggunaan
topikal steroid harus dikurangi secara perlahan-lahan selama beberapa bulan.
Pada ulkus Mooren yang jinak dan unilateral hal ini memperlihatkan hasil
yang baik. Penggunaan steroid secara oral ( prednison 60-100 mg tiap hari )
dapat dipertimbangkan jika pengobatan dengan steroid topikal tidak efektif
dalam 7-10 hari atau pada beberapa kasus dimana penggunaan steroid menjadi
kontraindikasi.8
2. Reseksi konjungtiva
Jika ulkus terus berkembang walaupun sudah diterapi dengan steroid,
maka reseksi konjungtiva harus dilakukan dengan menggunakan anestesi
topikal dan subkonjungtiva, konjungtiva dieksisi kearah sklera setidaknya
sebanyak 2 mm dari arah sisi perifer ulkus, dan sekitar 4 mm ke arah posterior
dari korneoskleral limbus dan sejajar dari ulkus. Penggunaan soft kontak lens
setelah dilakukan reseksi konjungtiva berguna untuk membantu penyembuhan
epitel. Penyembuhan konjungtiva dan ulkus tersebut dapat terjadi beberapa
hari sampai beberapa minggu setelah dilakukan prosedur ini. Krioterapi pada
konjungtiva di daerah limbus oleh beberapa ahli dapat memberikan hasil yang
sama. Reseksi konjungtiva dan termokoagulasi juga dapat memperbaiki
daerah ulkus.Akan tetapi, kekambuhan dapat terjadi denganangka
kekambuhannya sampai 80%.8
3. Immunosuppressive chemotherapy
Pada kasus – kasus bilateral atau progresif dimana ulkus Mooren gagal
diterapi dengan steroid dan reseksi konjungtiva, maka penggunaan kemoterapi
sistemik diperlukan untuk menghentikan kerusakan lanjut pada kornea.
Penggunaan immunosuppressive sistemik seperti, cyclophosphamide
(2mg/kgBB/hari), methotrexate (7,5-15mg/minggu), azathioprin
(2mg/kgBB/hari) dan topikal cyclosporine A (0,05%) menunjukkan hasil yang
menjanjikan pada kasus-kasus ulkus Mooren. Foster melaporkan hasil yang
sangat memuaskan dengan menggunakan cyclophosphamide (Cytoxan)
dengan dosis 2-3 mg/kgBB.Penggunaan kemoterapi harus dibawah
pengawasan rheumatologist, oncologist atau internist.7,8
4. Prosedur Operasi lainnya
Jika pengobatan dengan steroid topikal, reseksi konjungtiva dan
penggunaan imunosupresif sistemik gagal dalam menangani kasus ulkus
Mooren, prosedur operasi tambahan perlu dilakukan. Salah satunya adalah
superficial lamellar keratectomyyang bertujuan mengurangi proses inflamasi
dan merangsang proses penyembuhan kornea. Tindakan ini akan mengurangi
rangsangan antigen yang terdapat di kornea akibat suatu proses autoimun yang
menyebabkan terjadinya perlunakan stroma.8

2.10 Komplikasi
Uveitis anterior ringan dan sedang dapat terjadi pada penderita ulkus
Mooren, glaukoma sekunder dan katarak juga dapat terjadi akibat komplikasi
lanjut dari penyakit ini. Astigmatisma iregular dapat terjadi akibat adanya
penipisan di daerah perifer kornea. 8
DAFTAR PUSTAKA

1. Smolin G, Thoft RA: The Cornea, Scientific Foundations and clinical


rd
Practice, 3 edition , Boston, Little Brown, 1989, p.408-413
2. Alhassan MB, Rabiu M, Agbabiaka IO. Interventions for Mooren’s Ulcer
(Review). The Cochrane Collaboration. 2014, p.1-17.
3. Schallenberg M, Westekemper H, Steuhl KP, Meller D. Amniotic
Membrane Transplantation Ineffective as Additional Therapy in Patiens
with Aggressive Mooren’s Ulcer. Bio Medical Central Ophtalmology.
2013, 13:81.
4. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, edisi 17.
EGC. 2013, p.8-10.
5. Sutphin, JE, et al, External Disease and Cornea, Section 8. American
Academy of Opthalmology, San Fransisco. 2006,pp 232-234.
6. Taylor, Smith, Morgan, et al. HLA and Mooren’s Ulceration. Br J
Ophtalmol. 2000, 84: 72-75.
7. American Academy of Ophtalmology. External Disease and Cornea
Section. Basic and Clinical Science Cource. 2011-2012, p.214
8. Rahul V. Mooren’s ulcer. AECS Illumination. 2014, 14:2.

Anda mungkin juga menyukai