Anda di halaman 1dari 13

NILAI-NILAI MORAL DALAM SERAT WEDHATAMA

DAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Sutrisna Wibawa
FBS Universitas Negeri Yogyakarta (e-mail: trisnagb@uny.ac.id)

Abstrak: Moral Values in Serat Wedhatama and Moral Education. Moral values
are the highest values with four main characteristics: responsibility, conscience,
absolute obligation, and formality. They are also related to what should not be
done due to the values that have to be highly praised. The moral values in Serat
Wedhatama include, among others, simple life, affection, responsibility, conscience
development, love to others, humbleness, not being proud, religious obedience by
conforming to the religious rules and avoiding what is prohibited, good positions
through sincere work everywhere, wealth through hardwork, and knowledge that
other people can benefit from. Such values are absolute moral values that are fixed
and formal in nature. Serat Wedhatama can be a main reference for the learning of
local contents of the Javanese Language, Literature, and Culture because it contains
moral values that can be used a basis for moral education.

Keywords: Serat Wedhatama, moral values

PENDAHULUAN bahkan sampai menyebabkan orang la-


Sampai detik ini, Indonesia masih in meninggal. Sebut saja, misalnya ka-
mengalami berbagai krisis. Krisis ter- sus unjuk rasa di salah satu provinsi di
sebut mendera berbagai bidang, mulai Indonesia, hanya karena persoalan mem-
dari bidang ekonomi, sosial, politik, bu- perjuangkan pemekaran wilayah menye-
daya, kesehatan, dan kemanusiaan yang babkan Ketua DPRD provinsi tersebut
terjadi secara terus-menerus, yang se- meninggal. Demikian juga, kasus yang
akan-akan tidak ada jalan keluar. Bila sekarang tengah ditangani pengadilan
membaca media cetak dan mengikuti seperti pembunuhan seorang peng-
berita-berita lewat media elektronik, ba- usaha sehabis bermain golf, kasus ke-
nyak berita mengenai kelaparan, kesen- kerasan rumah tangga yang menimpa
jangan sosial, hingga kemiskinan yang salah satu warga negara Indonesia di
secara ilmiah dapat dibuktikan dengan salah satu kasultanan di negara te-
angka statistik. Di lain pihak, juga di- tangga Indonesia, dan sederet kasus
dengar krisis moral yang berkepanjang- lainnya.
an, krisis di mana manusia tidak lagi Dalam dunia pendidikan pun yang
mampu memahami perbedaan benar seharusnya sebagai penjaga nilai-nilai
dan salah, atau tingkah laku yang baik. moral juga telah mengalami degradasi.
Demi mengejar kekuasaan, orang de- Sebagai contoh kasus yang baru saja
ngan ringannya mencederai orang lain, terjadi di salah satu provinsi di Indo-

72
73

nesia, beberapa Kepala Sekolah Sekolah ma. Ajaran moral itu merupakan kebi-
Menengah Atas berbuat melanggar nor- jakan hidup, yang umumnya diwaris-
ma-norma kejujuran hanya demi me- kan melalui karya sastra, yang di da-
ngejar nilai ujian nasional (UN), kasus lamnya penuh keteladanan yang diwu-
perkelahian remaja juga masih marak judkan dalam bentuk ajaran. Salah satu
di kota-kota besar. Belum lama ini juga karya sastra Jawa yang mengandung
terjadi kasus yang mencoreng wajah ajaran moral, yaitu Serat Wedhatama
pendidikan oleh komponen pendidikan karya Mangku Negara IV. Dalam ma-
itu sendiri. Ada kasus seorang remaja kalah ini dikaji nilai-nilai moral dalam
yang menggadaikan harga diri untuk Serat Wedhatama yang dimaksud.
memenuhi kebutuhan ekonomi. Ada
kasus seorang wakil kepala sekolah NILAI-NILAI MORAL
yang melakukan pelecehan terhadap Nilai adalah sesuatu yang kita ia-
siswanya, padahal seorang guru se- kan atau kita aminkan. Nilai selalu
harusnya menjadi teladan, memberikan mempunyai konotasi positif (Bertens,
bimbingan dan pengawasan terhadap 2004:139). Nilai setidaknya memiliki ti-
muridnya, malah membuat onar de- ga ciri. Pertama, nilai berkaitan dengan
ngan melakukan hal yang tidak pantas subjek. Kalau tidak ada subjek yang
dilakukan. menilai, maka tidak ada nilai juga. En-
Di sisi lain, ada sebuah klinik dok- tah manusia hadir atau tidak, gunung
ter yang menjadi tempat aborsi. Telah tetap meletus. Untuk dapat dinilai se-
banyak janin yang tidak berdosa di- bagai indah atau merugikan, letusan
bunuh. Bahkan, Indoneisa menjadi ne- gunung itu memerlukan subjek yang
gara yang paling banyak melakukan menlai. Kedua, nilai tampil dalam suatu
aborsi. Sangat ironis jika kita lihat, kli- konteks praktis, di mana subjek ingin
nik yang seharusnya menjadi tempat membuat sesuatu. Dalam pendekatan
untuk menyelamatkan nyawa menjadi yang semata-mata teoretis, tidak akan
tempat pembunuhan dan yang lebih ada nilai. Ketiga, nilai-nilai menyang-
menyakitkan hati lagi hal ini dilakukan kut sifat-sifat yang ditambah oleh sub-
oleh dokter yang notabene sebagai orang jek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh
terdidik, yang telah menghabiskan uang objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek
puluhan juta ketika menempuh pendi- pada dirinya. Objek yang sama bagi
dikannya. pelbagai subjek;dapat menimbulkan
Untuk mengatasi permasalahan- nilai yang berbeda-beda. Pembicaraan
permasalahan tersebut, bangsa Indone- nilai tidak bisa dilepaskan dari nilai
sia sebenarnya telah memiliki warisan moral atau etis. Nilai moral merupakan
luhur dari nenek moyang. Dalam ber- nilai tertinggi. Nilai moral memiliki
bagai budaya daerah di Indonesia ter- ciri-ciri (1) berkaitan dengan pribadi
dapat kekayaan yang tidak ternilai har- manusia yang bertanggung jawab; (2)
ganya, yaitu kekayaan nilai-nilai kearif- berkaitan dengan hati nurani; (3)
an lokal berupa ajaran moral yang ter- mewajibkan manusia secara absulut
simpan pada berbagai karya sastra la- yang tidak bisa ditawar-tawar; dan (4)

Nilai-nilai Moral dalam Serat Wedhatama dan Pendidikan Budi Pekerti


74

bersifat formal (Bertens, 2004:143-147). benar dan tidak benar atau nilai ke-
Nilai moral berkaitan juga dengan apa adilan, dan nilai kebenaran murni, ya-
yang seyogianya tidak dilakukan kare- itu kebernilaian pengetahuan demi pe-
na berkaitan dengan prinsip moralitas ngetahuan itu sendiri dan bukan karena
yang ditegakkan (Wiramihardja, 2007: ada manfaatnya; dan (4) nilai-nilai se-
158). Hal itu mengacu juga pada Suyadi kitar yang kudus dan yang profane
(1999:21) yang mengartikan nilai dalam yang dihayati manusia dalam penga-
arti baik atau benar berkaitan dengan laman religius. Di luar empat gugus
masalah etis atau moral. Menurut nilai tersebut, ada dua gugus nilai yang
Suseno (1990:14) etika memberikan pe- tidak mempunyai isi sendiri (nilainya
mahaman tentang kesusilaan, sedang- ditentukan oleh nilai yang menjadi tu-
kan moral memberikan ajaran tentang juan akhir), yaitu nilai kegunaan dan
kesusilaan ataupun kebaikan. nilai moral. Nilai kegunaan menunjuk
Lebih lanjut Scheler (Susena, 2008: pada sesuatu itu bernilai jika berguna
16-18) menyatakan bahwa nilai bersifat dan nilai moral seperti yang baik dan
apriori. Maksudnya, apa arti sebuah ni- yang jahat.
lai, misalnya enak, jujur atau kudus, ki- Dalam sumber yang lain, Sutan
ta ketahui bukan karena suatu penga- Tidakdir Alisyabana (Suseno, 2005:135)
laman, secara aposteriori, melainkan menyebutkan ada enam gugus nilai,
kita ketahui begitu kita sadar akan nilai yaitu (1) nilai-nilai teoretis atau gugus
itu. Manusia tidak menciptakan nilai- ilmu pengetahuan yang dinilai melalui
nilai, melainkan menemukan mereka. tolok ukur benar-salah; (2) nilai-nilai
Menurut Scheler nilai dapat diungkap ekonomis atau gugus nilai-nilai ekono-
bukan dengan pikiran, melainkan de- mi yang dapat dinilai apakah sesuatu
ngan suatu perasaan intensional. Pera- itu menguntungkan atau tidak atau kri-
saan di sini tidak dibatasi pada perasa- teria untung-rugi; (3) nilai-nilai religius
an fisik atau emosi, melainkan mirip atau gugus nilai agama yang merupa-
dengan paham rasa dalam budaya Ja- kan nilai tertinggi; (4) nilai-nilai estetik
wa, sebagai keterbukaan hati dan budi atau nilai gugus seni yang dapat dilihat
dalam semua dimensi. Perasaan itu in- dari indah tidak indahnya sesuatu; (5)
tensional karena setiap nilai ditangkap nilai-nilai politis atau gugus nilai kuasa
melalui perasaan yang terarah tepat pa- di mana yang bernilai positif adalah ke-
danya. Menurut Scheler ada empat gu- kuasaan dan yang negatif ketertunduk-
gus nilai, yaitu (1) nilai-nilai sekitar an; dan (6) nilai-nilai sosial atau gugus
yang enak dan yang tidak enak; (2) nilai solidaritas, yang merupakan nilai
nilai-nilai vital di mana paling utama yang menentukan positif apa negatif
adalah nilai yang luhur dan yang hina dalam hubungan dengan orang lain.
dan di mana saja termasuk keberanian Enam gugus nilai itu melalui pelbagai
dan sifat takut, perasaan sehat dan ti- konfigurasi dapat menentukan sistem
dak enak badan, dan sebagainya; (3) nilai atau sistem moral khas setiap ke-
nilai-nilai rohani yang indah dan yang pribadian, setiap kelompok sosial, dan
jelek atau nilai estetis, nilai-nilai yang setiap kebudayaan.

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY
75

Dalam makalah ini yang dimaksud oleh mayoritas dalam suatu budaya.
nilai moral menunjuk pengertian seba- Prinsip-prinsip moral didasarkan atas
gaimana dikatakan oleh Bertens bahwa norma-norma masyarakat. Di sini tidak
nilai memiliki tiga ciri, yaitu nilai ada standar yang paling baik, setiap
berkaitan dengan subjek, nilai tampil putusan yang benar atau salah adalah
dalam suatu konteks praktis, dan nilai murni sebuah produk dari masyarakat-
menyangkut sifat-sifat yang ditambah nya. Aliran kedua adalah subjectivism
oleh subyek pada sifat-sifat yang dimi- (Gensler, 1998:21-32). Menurut subjectiv-
liki oleh objek. Nilai moral merupakan ism, keputusan moral adalah penjelasan
nilai tertinggi. Nilai moral memilik ciri- dari apa yang kita rasakan. Jika kita me-
ciri (1) berkaitan dengan pribai manusia ngatakan sesuatu itu baik karena kita
yang bertanggung jawab; (2) berkaitan memang merasa bahwa sesuatu itu ba-
dengan hati nurani; (3) mewajibkan ma- gus. Di sini, moralitas sangat berkaitan
nusia secara absulut dan tidak bisa di- dengan perasaan pribadi seseorang dan
tawar-tawar; dan (4) bersifat formal. emosi yang dirasakan. Aliran ketiga
Nilai moral berkaitan juga dengan apa adalah Supernaturalism (Gensler, 1998:
yang seyogianya tidak dilakukan kare- 33-45). Supernaturalism mengatakan bah-
na berkaitan dengan prinsip moralitas wa moral hukum menjelaskan kehen-
yang ditegakkan. Jadi, inti dari nilai dak Tuhan. Supernaturalism berpenda-
moral adalah nilai dalam arti “baik”. pat bahawa Hukum moral Tuhan akan
Konsep kata “baik” dapat dilihat da- menjelaskan: "X adalah baik" berarti
ri berbagai pandangan. George Rdward "Allah menghendaki X." Supernatural-
Moore (Suseno, 2008:1-3) mengatakan ism merupakan etika berdasarkan aga-
bahwa kata “baik” adalah kata kunci ma. Aliran keempat adalah Intuitionism
moralitas. Kata “baik” merupakan kata (Gensler, 1998:46-57). Intuitionism ada-
dasar yang tidak dapat direduksikan lah aliran yang mengangkat persoalan
kepada sesuatu yang lebih mendalam moral berdasarkan intuisi. Menurut In-
lagi. “Baik” merupakan sifat primer tuitionism, kebenaran tidak dapat dide-
yang tidak terdiri atas bagian-bagian finisikan. Intuitionism mengakui adanya
lagi, dan karena itu tidak dapat dianali- kebenaran objektif, akan tetapi kebenar-
sis. Kata “baik” merupakan etika yang an itu tidak dapat dijelaskan dan hanya
paling mendasar. Kata “baik” kebalik- diketahui secara langsung oleh orang
annya adalah “buruk”. yang peka atau dewasa moral berkat
Dalam buku berujudul Ethics yang kemampuan intuitif mereka. Aliran
ditulis oleh Harry J. Gensler (1998), di- kelima adalah Emotivism (Gensler, 1998:
bahas sepuluh aliran yang memaknai 58-70). Emotivism menyatakan bahwa
kata “baik” sepertti dideskripsikan beri- masalah moral itu hanyalah perkara pe-
kut ini. Aliran pertama adalah Cultural rasaan (emotion) saja. Emotivism melihat
Relativism (Gensler, 1998:11-20). Menu- sebuah keputusan moral sebagai eks-
rut aliran ini, baik dan buruk adalah presi perasaan, bukan pernyataan be-
relatif. Kata baik dimaknai sebagai se- nar-benar “benar” atau “tidak benar”.
suatu yang secara sosial telah disetujui

Nilai-nilai Moral dalam Serat Wedhatama dan Pendidikan Budi Pekerti


76

Baik menurut emotivism merupakan dampak terbaik. Ada kalanya seorang


ekspresi perasaan. consequentialism dapat melakukan kebo-
Aliran keenam adalah prescriptivism hongan jika lebih dapat mendatangkan
(Gensler, 1998:71-83). Prescriptivism me- kebaikan. Aliran yang terkenal dari
nyatakan bahwa ungkapan moral itu consequentialism adalah utilitarism, yang
adalah keinginan yang diuniversalkan, menyatakan bahwa kita harus melaku-
misalnya penilaian “aborsi itu tidak kan sesuatu yang bisa memberikan
bermoral”, merupakan ungkapan bah- dampak lebih baik dan menyingkirkan
wa saya tidak akan melakukan aborsi dampak yang tidak baik bagi tindakan
sekaligus ajakan agar orang lain tidak kita. Aliran kesepuluh adalah noncon-
melakukan aborsi. Aliran ketujuh ada- sequentialism (Gensler, 1998:157-174).
lah golden rule (Gensler, 1998: 103-121). Nonconsequentialism mengatidakan bah-
Aliran ini memperlakukan orang lain wa beberapa jenis tindakan (seperti
atau kita karena kita diperlakukan da- membunuh atau melanggar janji yang
lam situasi yang sama. Jadi, menurut bersalah) yang salah dalam diri mereka
golden rule tindakan moral diterapkan sendiri, dan bukan hanya karena mere-
dengan cara kita memperlakukan orang ka telah salah konsekuensi buruk. Hal-
lain seperti kita diperlakukan oleh hal seperti itu mungkin exceptionlessly
orang lain. Aliran kedelapan adalah mo- salah, atau mungkin saja ada beberapa
ral rationality (Gensler, 1998:122-137). independen moral berat terhadap me-
Moral rationality memerlukan konsisten- reka.
si, termasuk mengikuti kaidah. Moral
rationality juga memerlukan unsur- NILAI-NILAI MORAL DALAM SE-
unsur lainnya, seperti pengetahuan dan RAT WEDHATAMA
imajinasi. Pengajaran moral rationality Secara semantic, Serat Wedhatama
akan membantu anak-anak untuk lebih terdiri dari tiga suku kata, yaitu: serat,
rasional dalam berpikir moral mereka wedha dan tama. Serat berarti tulisan
yang merupakan bagian penting dari atau karya yang berbentuk tulisan, we-
pendidikan moral. Ini terutama penting dha artinya pengetahuan atau ajaran,
untuk mengajar lima perintah moral dan tama berasal dari kata utama yang
berpikir rasional, yaitu (1) membuat ke- artinya baik, tinggi atau luhur. Dengan
putusan yang tepat; (2) hidup harmonis demikian, Serat Wedhatama adalah se-
dengan moral kepercayaan, yang mem- buah karya yang berisi pengetahuan
buat mirip dengan tindakan serupa, (3) untuk dijadikan bahan pengajaran da-
menempatkan diri di tempat orang lain, lam mencapai keutamaan dan keluhur-
dan (4) memperlakukan orang lain se- an hidup dan kehidupan umat manu-
perti kita ingin diperlakukan. Aliran ke- sia. Serat Wedhatama yang memuat fil-
sembilan adalah consequentialism (Gens- safat Jawa ini ditulis oleh Kangjeng
ler, 1998:138;156). Consequentialism ada- Gusti Pangeran Arya (KGPA) Mangku-
lah aliran yang mengajarkan kepada ki- negara IV yang terlahir dengan nama
ta untuk melakukan tindakan apa pun Raden Mas Sudira pada hari Senin
yang mempunyai konsekuensi atau Paing, tanggal 8 Sapar, tahun Jimakir,

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY
77

Windu Sancaya, tahun Jawa 1738, atau apa, apabila hanya tersimpan di dalam
tahun Masehi 3 Maret 1811. Sri Mang- “menara gadhing” yang megah.
kunegara wafat pada hari Jumat tang- Untuk membahas nilai moral dalam
gal 8 September 1881 pada usia 70 Serat Wedhatama, di bawah ini dikutip
tahun dan telah meninggalkan warisan salah satu pupuh dalam Serat Wedha-
yang tidak ternilai harganya. tama, yaitu pupuh Sinom di bawah ini.
Beliau seorang raja yang terkenal Data diambil dari buku “Menyingkaf
adil, arif dan bijaksana yang memerin- Serat Wedhatama” (1984:34-38) oleh
tah Mangunegaran selama 25 tahun Anjar Any dengan penyesuaian terje-
sejak 24 Maret 1853. Dalam situs http:/- mahan teks.
/sabdalangit.wordpress.com Serat We- Nulada laku utama, tumrape wong
dhatama dikatakan sebagai sebuah ajar- tanah Jawi, wong agung ing Ngeksiganda,
an luhur untuk membangun budi pe- panembahan Senopati, kepati amarsudi,
kerti dan olah spiritual bagi kalangan sudane hawa lan nepsu, pinepsu tapa brata,
raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula tanapi ing siyang ratri, amamangun
bagi siapapun yang berkehendak meng- karyenak tyasing sesama. (Contohlah
hayatinya. Wedhatama menjadi salah perilaku utama, bagi kalangan orang
satu dasar penghayatan bagi siapa saja Jawa, orang besar dari Ngeksiganda/
yang ingin "laku" spiritual dan bersifat Mataram, Panembahan Senopati, yang
universal lintas kepercayaan atau aga- tekun mengurangi hawa nafsu, dengan
ma apa pun. Karena ajaran dalam We- jalan prihatin/bertapa, serta siang ma-
dhatama bukanlah dogma agama yang lam selalu berkarya membuat hati ten-
erat dengan iming-iming surga dan teram bagi sesama).
ancaman neraka, melainkan suara hati Samangsane pasamuan, mamangun
nurani, yang menjadi "jalan setapak" marta martani, sinambi ing saben mangsa,
bagi siapa pun yang ingin menggapai kala kalaning asepi, lelana teki-teki, ngga-
kehidupan dengan tingkat spiritual yuh geyonganing kayun, kayungyun ening-
yang tinggi. Mudah diikuti dan dipela- ing tyas, sanityasa pinrihatin,puguh pang-
jari oleh siapa pun, diajarkan dan di- gah cegah dhahar lawan nendra (Dalam
tuntun step by step secara rinci. Puncak setiap pertemuan/diskusi, membangun
dari “laku” spiritual yang diajarkan sikap tahu diri, setiap ada kesempatan,
serat Wedhatama adalah menemukan ke- di saat waktu longgar, mengembara
hidupan yang sejati, lebih memahami untuk bertapa, menggapai cita-cita hati,
diri sendiri, manunggaling kawula-Gusti, hanyut dalam keheningan kalbu, se-
dan mendapat anugerah Tuhan untuk nantiasa menjaga hati untuk prihatin
melihat rahasia kegaiban. Serat yang menahan hawa nafsu, dengan tekad
berisi ajaran tentang budi pekerti atau kuat, membatasi makan dan tidur).
akhlak mulia, digubah dalam bentuk Saben mendra saking wisma, lelana
tembang agar mudah diingat dan lebih lalading sepi, ngingsep sepuhing supana,
“membumi”. Sebab, sebaik apa pun mrih pana pranaweng kapti, tis tising tyas
ajaran itu tidak akan bermanfaat apa- marsudi, mardawaning budya tulus, mesu
reh kasudarman, neng tepining jalanidhi,

Nilai-nilai Moral dalam Serat Wedhatama dan Pendidikan Budi Pekerti


78

sruning brata kataman wahyu dyatmika tumerah dharahe padha wibawa (Perjanjian
(Setiap pergi meninggalkan rumah (is- sangat mulia, untuk seluruh keturunan-
tana), berkelana ke tempat yang sunyi, nya di kelak kemudian hari, begitulah
menghirup tingginya ilmu, agar jelas seluruh keturunan orang luhur, bila
apa yang menjadi tujuan hidup sejati, mau mengasah akal budi akan cepat
tekad hati selalu berusaha dengan te- berhasil, apa yang diharapkan orang
kun, memperdayakan akal budi, meng- besar mataram, anugerahnya hingga
hayati cinta kasih, ditepinya samudra, kelak, seluruh keturunan darahnya me-
kuatnya bertapa diterimalah wahyu miliki wibawa).
kebaikan). Ambawani tanah jawa, kang padha
Wikan wengkoning samodra, kederan jumeneng aji, satriya dibya sumbaga, tan
wus den ideri, kinemat kamot hing driya, lyan trahing senopati, pan iku pantes ugi,
rinegan segegem dadi, dumadya angratoni, tinelad labetipun, ing sakuwasanira, enake
nenggih Kangjeng Ratu Kidul, ndedel lan jaman mangkin, sayektine tan bisa
nggayuh nggegana, umara marak maripih, ngepleki kuna (Menguasai tanah Jawa,
sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda yang menjadi raja /pemimpin, satria
(Memahami kekuasaan di dalam sa- sakti termasyhur, tidak lain keturunan
modra seluruhnya sudah dijelajahi, di- senopati, hal ini pantas pula sebagai
hayati dalam hati, ibarat dalam satu tauladan budi pekertinya, sebisamu,
genggaman, berhasilah dikuasai, Kan- terapkan di zaman nanti, walaupun
jeng Ratu Kidul, melesat menggapai tidak bisa persis sama seperti di masa
mengangkasa, datang menghadap de- silam).
ngan hormat, segan kepada raja Ma- Lowung kalamun tinimbang, ngaurip
taram). tanpa prihatin, nanging ta ing zaman
Dahat denira aminta, sinupeket pang- mangkya, pra mudha kang den karemi,
kat kanthi, jroning alam palimunan, ing manulad nelad nabi, nayakengrat gusti
pasaban saben sepi, sumanggem anyang- rasul, anggung ginawe umbag, saben seba
gemi, ing karsa kang wus tinamtu, pamrihe mampir masjid, ngajab-ajab tibaning muk-
mung aminta, supangate teki-teki, nora jijat drajat (Sayang bila dibanding orang
ketang teken janggut suku jaja (Memohon hidup tanpa prihatin, namun di masa
dengan sangat kepada beliau, agar di- yang akan datang, yang digemari anak
akui sebagai sahabat setia, di dalam muda, meniru-niru nabi, rasul utusan
alam gaib, berkelana setiap sepi, ber- Tuhan, yang hanya dipakai untuk me-
sedialah menyanggupi, kehendak yang nyombongkan diri, setiap akan bekerja
sudah digariskan, harapannya hanya- singgah dulu dimasjid,mengharap muk-
lah meminta restu dalam bertapa, mes- jizat agar mendapat derajat).
ki dengan susah payah). Anggung anggubel sarengat, saringane
Prajanjine abipraya, saturun-turuning tan den wruhi, dalil dalaning ijemak, kiyase
wuri, mangkono trahing ngawirya, yen nora mikani, ketungkul mungkul sami,
amasah mesu budi, dumadya glis dumugi, bengkrakan mring masjid agung, kalamun
iya ing sakarsanipun, wong agung ngek- maca kutbah, lelagone dandanggendis, swa-
siganda, nugrahane prapteng mangkin, trah ra arum ngumandhang cengkok palaran

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY
79

(Hanya memahami sariat /kulitnya saja, tan tutug kaselak ngabdi, nora kober sem-
hakikatnya tidak dikuasai, pengetahu- bahyang gya tinimbalan (Dikarenakan
an untuk memahami makna, dan suri waktu masih muda, keburu menempuh
tauladan tidak mumpuni mereka ter- belajar pada agama, berguru menimba
lena, bersikap berlebih-lebihan di mas- ilmu pada yang haji, maka yang ter-
jid besar, bila membaca khotbah ber- pendam dalam hatiku, menjadi sangat
irama gaya dandanggula menghanyut- takut akan hari kemudian, keadaan di
kan hati, suara merdu bergema gaya akhir zaman, tidak tuntas keburu
palaran). “mengabdi” tidak sempat sembahyang
Lamun sira paksa nulad, tuladhaning terlanjur dipanggil).
kangjeng nabi,o, ngger kadohan panjang- Marang ingkang asung pangan, yen
kah, wateke tan betah kaki, rehne ta sira kesuwen den dukani, abubrah kawur tyas
Jawi, sathithik bae wus cukup, aywa guru ingwang, lir kiyamat saben ari, bot allah
aleman, nelad kas ngepleki pekih, lamun apa gusti, tambuh tambuh solahingsun, la-
pangkuh pangangkah yekti karahmat (Jika was lawas nggraita, rehne ta suta priyayi,
kamu memaksa meniru, tingkah laku yen mamriha dadi kaum temah nistha (Ke-
Kanjeng Nabi, oh, Nak terlalu naif, pada yang memberi makan, jika kela-
biasanya tidak akan betah Nak, karena maan dimarahi, menjadi kacau balau pe-
kamu itu orang Jawa, sedikit saja sudah rasaanku,seperti kiyamat saban hari, be-
cukup, janganlah sekedar mencari san- rat “Allah” atau “Gusti”, bimbanglah si-
jungan, mencontoh-contoh mengikuti kapku, lama-lama berfikir karena anak
fiqih apabila mampu, memang ada ha- turun priyayi, bila ingin jadi juru doa
rapan mendapat rahmat). dapatlah nista)
Naging enak ngupa boga, reh ne ta ti- Tuwin ketip suragama, pan ingsun no-
nitah langip, apata suweting nata, tani ta- ra winaris, angur baya ngantepana, prana-
napi agrami, mangkono mungguh mami, tan wajibing urip, lampahan angluluri, ku-
padune wong dahat cubluk, durung wruh na kumunanira, kongsi tumekeng samang-
cara arab, jawaku wae tan ngenting, pa- kin, kikisane tan lyan amung ngupa boga
randene paripaksa mulang putra (Tetapi (Begitu pula jika aku menjadi pengurus
seyogyanya mencari nafkah karena di- dan juru dakwah agama karena aku bu-
ciptakan sebagai makhluk lemah, apa- kanlah keturunannya, lebih baik meme-
kah mau mengabdi kepada raja, ber- gang teguh aturan dan kewajiban hi-
cocok tanam atau berdagang, begitulah dup, menjalankan pedoman hidup wa-
menurut pemahamanku, sebagai orang risan leluhur dari zaman dahulu kala
yang sangat bodoh, belum paham cara hingga kelak kemudian hari, ujungnya
Arab, tata cara Jawa saja tidak menger- tidak lain hanyalah mencari nafkah)
ti, namun memaksa diri mendidik Bonggan kan tan merlok-na, mungguh
anak). ugering ngaurip, uripe lan tri prakara,
Saking duk maksih taruna, sadhela wus wirya arta tri winasis, kalamun kongsi sepi,
anglakoni, aberag marang agama, maguru saka wilangan tetelu, telas tilasing janma,
anggering kaji, sawadine tyas mami, banget aji godhong jati aking, temah papa papa-
wedine ing mbesuk, pranatan ngakir jaman, riman ngulandara (Salahnya sendiri yang

Nilai-nilai Moral dalam Serat Wedhatama dan Pendidikan Budi Pekerti


80

tidak mengerti, pedoman orang hidup muda bila mendapat petunjuk nyata, ti-
itu demikian seyogyanya, hidup de- dak pernah dijalani, lalu hanya me-
ngan tiga perkara, keluhuran harta, tiga nuruti kehendaknya, kakeknya akan di-
ilmu pengetahuan, bila tak satu pun da- ajari, mengandalkan gurunya, yang di-
pat diraih dari ketiga perkara itu, habis anggap sebagai pendeta, serta sudah
lah harga diri manusia, lebih berharga menguasai makrifat).
daun jati kering, akhirnya mendapatlah Dari pupuh tembang Sinom tersebut
derita, jadi pengemis yang terlunta). bait yang mengandung ajaran moral
Kang wus waspada ing patrap, mang- adalah bait satu sampai bait tiga, yang
anyut ayat winasis, wasana wosing jiwang- isinya menyarankan agar orang Jawa
ga, melok tanpa aling-aling, kang ngalingi mencontoh perilaku utama Raja Mata-
kalingling, wenganing rasa tumlawung, ram Panembahan Senapati, yaitu me-
keksi saliring jaman, angelangut tanpa tepi, ngurangi hawa nafsu, dengan jalan pri-
yeku ingaran tapa tapaking Hyang Suksma hatin (bertapa), siang malam selalu ber-
(Yang sudah paham tata caranya, karya membuat hati tenteram memberi
mengikuti ajaran utama, jika berhasil kasih sayang bagi sesama. Setiap ada
merasuk ke dalam jiwa, akan melihat kesempatan mengembara untuk berta-
tanpa penghalang, yang menghalangi pa, menggapai cita-cita hati, hanyut da-
tersingkir, terbukalah rasa sayup meng- lam keheningan kalbu. Senantiasa men-
gema, tampaklah seluruh cakrawala, jaga hati untuk prihatin (menahan ha-
sepi tiada bertepi, yaitu bertapa meng- wa nafsu), dengan tekad kuat, memba-
ikuti Hyang Sukma). tasi makan dan tidur. Setiap pergi me-
Mangkono janma utama, tuman tuma- ninggalkan rumah, berkelana ke tempat
nem ing sepi, ing saben rikala mangsa, ma- yang sunyi, menghirup tingginya ilmu,
sah amemasuh budi, laire anetepi, ing reh agar jelas yang menjadi tujuan hidup
kasatriyanipun, susilo anor raga, wignya sejati. Tekad hati selalu berusaha de-
met tyasing sesami, yeku aran wong barek ngan tekun, memperdayakan akal budi,
berag agama (Demikianlah manusia uta- menghayati cinta kasih, bertapa untuk
ma, gemar di dalam ketenangan, di sa- menerima wahyu kebaikan.
at-saat tertentu, mempertajam dan mem- Bait keempat sampai keenam mem-
bersihkan budi, bermaksud memenuhi beri contoh kepada kita agar suka men-
tugasnya sebagai satria, berbuat susila jelajah mencari ilmu memohon Tuhan
rendah hati, pandai menyejukkan hati agar seluruh keturunannya di kelak ke-
pada sesama, itulah sebenarnya yang mudian hari menjadi keturunan orang
disebut menghayati agama). luhur. Diingatkan juga bila mau meng-
Ing jaman mengko pan ora, arahe para asah akal budi maka akan cepat ber-
taruni, yen antuk tuduh kang nyata, nora hasil sehingga apa yang diharapkan
pisan den lakoni, banjur njujurken kapti, akan berhasil hingga kelak dan seluruh
kakekne arsa winuruk, ngandelken guru- keturunan darahnya memiliki wibawa.
nira, pandhitane praja sidik, tur wus mang- Bait ketujuh sampai sepuluh meng-
gon pamucunge mring makripat (Di za- ingatkan kepada anak-anak muda yang
man kelak tidak demikian, sikap anak hanya mencontoh sebagian yang dila-

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY
81

kukan nabi dengan tujuan untuk me- kepandaian, atau menuntut ilmu yang
nyombongkan diri, pergi ke masjid ha- akan bermanfaat bagi kehidupan.
nya ikut-ikutan agar terlihat orang yang Dengan melihat fakta-fakta ajaran
taat beribadah dan semata-mata hanya moral yang ada, ajaran moral yang
mengharap keperluan duniawi. Pada terkandung dalam Serat Wedhatama ini
bait ke sembilan diingatkan agar jangan senafas dengan makna “baik” menurut
terlena belajar agama tetapi tidak aliran cultural relativism yang diuraikan
mengamalkannya, akhirnya belum sem- oleh Harry J. Gensler dalam buku
pat mengamalkan agama keburu di- “Ethics” yang telah dikutib di atas. Di
panggil yang Maha Kuasa. sini, ajaran yang disampaikan sudah
Bait dua belas sampai empat belas turun-menurun sejak jaman kerajaan
mengingatkan generasi muda agar se- Mataram dan hanya berlaku dalam ka-
mampang masih muda untuk belajar langan Jawa, meskipun kalau dilihat
budaya Jawa (padune wong cubluk, du- dari sisi substansi ada yang bersifat uni-
rung weruh cara arab, jawaku wae tan versal. Tampaknya, ke depan seperti
ngenting, parandene paripaksa mulang pu- yang diungkapkan oleh Sudiardja (2009:
tra). Pada bait empat belas dijelaskan 2) masyarakat pada umumnya akan
agar generasi muda lebih baik meme- menerima ajaran relativisme, yang ke-
gang teguh aturan dan kewajiban hi- mudian berkembang dalam faham Re-
dup, menjalankan hidup warisan lelu- lativisme Kultural, yang mengartikan
hur dari zaman dahulu hingga kelak moral sebagai konvensi budaya yang
kemudian hari (pranatan wajibing urip, tidak saja berubah-ubah, melainkan ju-
lampahan angluluri, kuna kumunanira, ga berbeda-beda dari satu daerah ke
kongsi tumekeng samangkin). daerah lain. Suseno (1993:223-225) da-
Bait lima belas sampai delapan be- lam buku “Etika Jawa” menengerai bah-
las mengandung ajaran moral pedoman wa etika Jawa termasuk relativisme etis,
hidup yang terdiri dari tiga hal, yaitu tepatnya relativisme deskriptif kultural, di
keluhuran (kekuasaan), harta (kesejah- mana prinsip-prinsip moral dari indi-
teraan), dan ilmu pengetahuan. Apabila vidu-individu atau kelompok-kelompok
satu hal dari tiga perkara itu tidak da- yang berbeda sering berbeda dan ber-
pat diraih, maka habislah harga diri tentangan secara fundamental. Masalah
manusia, lebih berharga dari daun jati relativismne muncul karena “etika Jawa”
kering, akhirnya mendapatlah derita, berbeda dari “etika barat”. Relativisme
jadi pengemis dan terlunta. Perkara per- etis pada umumnya bertolak dari pe-
tama, untuk meraih kedudukan yang nilaian-penilaian dan norma-norma mo-
baik, seseorang harus bekerja tanpa me- ral yang jelas bertentangan satu sama
ngenal pamrih di mana pun ia berada. lain dalam masyarakat-masyarakat yang
Perkara kedua, bagaimana orang harus berbeda. Konsep mencontoh perilaku
meraih kekayaan. Mangkunegara IV utama Panembahan Senapati, dengan
menganjurkan agar orang harus bekerja tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan
giat untuk memperoleh kekayaan. Per- jalan prihatin (bertapa), serta siang ma-
kara ketiga yang harus dicapai adalah lam selalu berkarya membuat hati ten-

Nilai-nilai Moral dalam Serat Wedhatama dan Pendidikan Budi Pekerti


82

teram memberi kasing sayang bagi se- rizaman dahulu hingga kelak kemudian
sama adalah khas ajaran moral Jawa hari (pranatan wajibing urip, lampahan
dan tidak ada di tempat lain; yang ada angluluri, kuna kumunanira, kongsi tume-
di tempat lain adalah ajaran kasih keng samangkin).
sayang pada sesama (amamangun kar-
yenak tyasing sesama) sebagaimana di- PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
katakan oleh Suseno, memang terdapat Pendidikan budi pekerti yang per-
ajaran moral yang universal, yaitu pada nah menjadi isu nasional tatkala pe-
norma-norma dasar, perbedaannya ha- ngembangan kurikulum 1994, kini men-
nya pada pembobotan. cuat kembali seiring dengan dirasakan-
Selanjutnya, ajaran bertapa untuk nya menurunnya nilai-nilai moral, ter-
menerima wahyu kebaikan sebagaima- utama di kalangan generasi muda.
na dinyatakan pada bait ketiga, yaitu Sampai sekarang masih sering disuara-
“saben mendra saking wisma, lelana lala- kan oleh sebagian masyarakat agar pen-
ding sepi, ngingsep sepuhing supana, mrih didikan budi pekerti menjadi mata pe-
pana pranaweng kapti, titising tyas marsu- lajaran wajib di semua jenjang pendi-
di, mardawaning budya tulus, mesu reh ka- dikan. Sementara kelompok masyara-
sudarman, neng tepining jalanidhi, sruning kat lainnya menyuarakan agar pendi-
brata kataman wahyu dyatmika terkan- dikan budi pekerti tidak perlu masuk
dung ajaran berbuat sesuatu agar kelak secara khusus sebagai mata pelajaran
mendapatkan imbalan. Hal itu senafas tersendiri karena sudah tercakup dalam
dengan aliran consequentialism (Gensler, beberapa mata pelajaran yang terkait,
1998:138;156) yang mengajarkan kepa- seperti Pendidikan Pancasila, Pendidik-
da kita untuk melakukan tindakan apa an Agama, Bahasa Indonesia, Ilmu Pe-
pun yang mempunyai konsekuensi ngetahuan Sosial, Mata Pelajaran Muat-
atau dampak terbaik. Menurut conse- an Lokal, dan lainnya. Terlepas dari
quentialism, kita harus melakukan se- dua pendapat tersebut, pada mata pe-
suatu yang bisa memberikan dampak lajaran muatan lokal syarat akan nilai-
lebih baik dan menyingkirkan dampak nilai lokal yang dapat dijadikan bahan
yang tidak baik bagi tindakan kita. pendidikan budi pekerti.
Ajaran lain yang senafas adalah su- Muatan lokal wajib pada sekolah
pernaturalism, yang mengatakan bahwa mulai dari SD sampai SMA di Provinsi
moral hukum menjelaskan kehendak Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa
Tuhan. Supernaturalism berpendapat Tengah, dan Jawa Timur adalah Mata
bahwa hukum moral Tuhan akan men- Pelajaran Bahasa, Sastra, dan Budaya
jelaskan: "X adalah baik" berarti "Allah Jawa. Serat Wedhatama, yang merupa-
menghendaki X." Ajaran moral pada kan karya besar Sri Mangkunegara IV
bait dua belas sampai empat belas se- dapat dijadikan rujukan utama dalam
nafas dengan aliran supernaturalism, di pembelajaran muatan lokal Bahasa, Sas-
mana generasi muda agar memegang tra, dan Budaya Jawa karena di da-
teguh aturan dan kewajiban hidup, lamnya berisi ajaran moral tentang ke-
menjalankan hidup warisan leluhur da- bijakan hidup yang berisi ajaran moral

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY
83

hidup sederhana, kasih sayang, tang- di mana pun ia berada, meraih keka-
gung jawab, mengembangkan akal bu- yaan dengan bekerja keras, dan me-
di, menghayati cinta kasih kepada se- nuntut ilmu yang bermanfaat bagi ke-
sama, rendah hati, tidak sombong, taat hidupan dunia. Nilai-nilai yang demi-
beribadah dengan menjalankan syariat kian merupakan nilai moral yang me-
agama dan meninggalkan larangan- miliki empat ciri, yaitu berkaitan de-
Nya, meraih kedudukan yang baik de- ngan pribadi manusia yang bertang-
ngan bekerja tanpa mengenal pamrih di gung jawab, berkaitan dengan hati nu-
mana pun ia berada, meraih kekayaan rani, berkaitan dengan kewajibkan ma-
dengan bekerja keras, dan menuntut nusia secara absolut dan tidak bisa
ilmu yang bermanfaat bagi peradaban ditawar-tawar, dan bersifat formal.
dunia. Hal itu, seiring dengan pelak- Serat Wedhatama dapat dijadikan ru-
sanaan pendidikan karakter yang telah jukan utama dalam pembelajaran muat-
dicanangkan oleh Menteri Pendidikan an lokal Bahasa, Sastra, dan Budaya
Nasional Republik Indonesia bertepat- Jawa karena di dalamnya berisi nilai-
an dengan hari Pendidikan Nasional nilai moral yang dapat dijadikan bahan
tahun 2010 yang jatuh pada tanggal 2 pendidikan budi pekerti yang merupa-
Mei 2010. kan salah wujud pelaksanaan pendidik-
an karakter.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas UCAPAN TERIMA KASIH
dapat disimpulkan bahwa nilai moral Akhirnya perlu disampaikan di si-
merupakan nilai tertinggi. Nilai moral ni, penulis mengucapkan terima kasih
memilik ciri-ciri berkaitan dengan pri- kepada semua pihak yang telah mem-
badi manusia yang bertanggung jawab, bantu terwujudnya tulisan ini. Terima
berkaitan dengan hati nurani, mewajib- kasih juga, penulis ucapkan kepada
kan manusia secara absolut dan tidak Redaksi Jurnal Cakrawala Pendidikan
bisa ditawar-tawar, dan bersifat formal. yang telah membantu mengedit dan
Nilai moral berkaitan juga dengan apa mewujudkan tulisan ini dimuat dalam
yang seyogianya tidak dilakukan kare- Jurnal Ilmiah Cakrawala Pendidikan.
na berkaitan dengan prinsip moralitas
yang ditegakkan. Nilai moral berarti DAFTAR PUSTAKA
tata nilai dalam arti “baik”. Anjar, Any. 1984. Menyingkap Serat We-
Nilai moral dalam Serat Wedhatama dhatama. Semarang: CV Aneka
adalah hidup sederhana, kasih sayang, Ilmu.
tanggung jawab, mengembangkan akal
budi, menghayati cinta kasih kepada Gensler, Harry J. 1998. Ethics. London
sesama, rendah hati, tidak sombong, and New York. Routledge.
taat beribadah dengan menjalankan
syariat agama dan meninggalkan la- Jatmiko, Adityo. 2005. Tafsir Ajaran Se-
rangan, meraih kedudukan yang baik rat Wedhatama. Yogyakarta: Pura
dengan bekerja tanpa mengenal pamrih Pustidaka.

Nilai-nilai Moral dalam Serat Wedhatama dan Pendidikan Budi Pekerti


84

Suseno, Frans Magnis. 2008. Etika Abad Rachels, James. 2004. Filsafat Moral (ter-
Kedua Puluh. Yogyakarta: Kani- jemahan dari buku The Element of
sius. Moral Philosophy oleh A. Sudi-
arja). Yogyakarta: Kanisius.
______. 2005. Pijar-pijar Filsafat. Yogya-
karta: Kanisius Soejadi. 1999. Pancasila sebagai Sumber
Tertib Hukum Indonesia. Yogya-
______. 1993. Etika Jawa. Jakarta: Gra- karta: Lukman Offset.
media Pustidaka Utama.
Sudijardja SJ, A. 2009. “Kompleksitas
Bertens, K. 1993. Etika. Jakarta: Gra- Persoalan Moral”. Yogyakarta:
media Pustidaka Utama. Bahan Kuliah Etika.

Frondizi, Risieri. 2007. Pengantar Filsafat Wiramihardja, A. Sutarjo. 2007. Peng-


Nilai (terjemahan dari buku What antar Filsafat (Sistematika Filsafat,
is Value? Oleh Cuk Ananta Wi- Sejarah Filsafat, Lodika dan Filsafat
jaya). Yogyakarta: Pustidaka Pe- Ilmu ‘Epistemologi’, Metafisika dan
lajar. Filsafat Manusia, dan Aksiologi).
Bandung Aditama.

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

Anda mungkin juga menyukai