Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Bahan Kesehatan Masyarakat Vol 2 No 2

p-ISSN: 2085-1677 / e-ISSN: 2621-3801 2018

ANALISIS PELAYANAN ASUHAN KEFARMASIAN


DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT DI KOTA JAMBI

Andy Brata1 *, Lailan Azizah 1


1
Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jambi
*
Alamat Koresondensi : Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Jambi,
e-mail: andesta_5@yahoo.com, Telp: 074140931

ABSTRAK

Latar Belakang: Asuhan kefarmasian atau Pharmaceutical care merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan
oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien.
Apoteker berperan dalam memberikan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terkait terapi pengobatan yang dijalani
pasien, mengarahkan pasien untuk melakukan pola hidup sehat sehingga mendukung agar keberhasilan pengobatan dapat
tercapai, dan melakukan monitoring hasil terapi pengobatan yang telah dijalankan oleh pasien serta melakukan kerja sama
dengan profesi kesehatan lain yang tentunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian
dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan praktek apoteker di Rumah Sakit di Kota Jambi dan kesadaran apoteker terhadap
implementasi asuhan kefarmasian di RS di Kota Jambi
Metode : Sampel ditentukan 55 orang apoteker, yang dipilih secara exhause sampling. Data diperoleh dengan pengisian
kuesioner dan dianalisis secara statistik.
Hasil: Penelitian menunjukkan secara simultan kedua dimensi pelayanan kefarmasian berpengaruh signifikan terhadap
implementasi asuhan kefarmasian; sementara secara parsial satu variabel (kesadaran apoteker tentang asuhan kefarmasian)
memiliki pengaruh signifikan (p<0,05), sedangkan variabel praktik apoteker saat ini di rumah sakit tidak memiliki pengaruh
yang signifikan.
Kesimpulan: Pelayanan asuhan kefarmasian di instalasi farmasi rumah sakit di kota jambi tidak dipengaruhi oleh praktik
farmasi saat ini di RS. Dimana apoteker lebih mempertimbangkan kesadaran terhadap pelayanan asuhan kefarmasian
sedangkan pada praktiknya tidak. Sehingga implementasi asuhan kefarmasian dipengaruhi oleh kesadaran apoteker tentang
asuhan kefarmasian.

Kata kunci : Pelayanan asuhan kefarmasian

ANALYSIS OF PHARMACEUTICAL CARE SERVICES IN HOSPITAL PHARMACY


INSTALLATION IN JAMBI CITY

ABSTRACT

Background : The care of pharmacy or Pharmaceutical care is a form of optimizing the role performed by pharmacists on
patients in conducting medical therapy so that they can improve the patient's health status. Pharmacists have a role in
providing consultation, information and education (IEC) related to the treatment therapy that patients undergo, directing
patients to adopt healthy lifestyles so that the treatment can be achieved successfully, and monitoring the results of
treatment therapies that have been carried out by patients and collaborating with other health professions which of course
aim to improve the quality of life of patients. The purpose of the study was to determine the implementation of pharmacist
practices in hospitals in Jambi City and pharmacist awareness of the implementation of pharmacy care in hospitals in
Jambi City
Methods : The sample was determined by 55 pharmacists, who were selected by exhause sampling. Data was collected by
questionnaire questions and analysed statistically.
Results : The study shows that both pharmacy service dimensions simultaneously have a significant effect on the
implementation of pharmaceutical care; while partially one variable (pharmacist awareness about pharmacy care) has a
significant influence (p <0.05), while the current pharmacist practice variable in the hospital does not have a significant
effect. Pharmacy care services in hospital pharmacy installations in Jambi City are not affected by current pharmaceutical
practices in hospitals. Where pharmacists consider awareness of pharmacy care services while in practice not.
Conclusion : the implementation of pharmacy care is influenced by the pharmacist's awareness of pharmacy care.

Keywords: Pharmaceutical care services

113
Jurnal Bahan Kesehatan Masyarakat Vol 2 No 2

PENDAHULUAN
Apoteker harus menyadari serta memahami
Asuhan kefarmasian atau Pharmaceutical jika kemungkinan untuk terjadinya kesalahan
care merupakan bentuk optimalisasi peran yang pengobatan (Medication Error) dalam proses
dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam pelayanan kefarmasian dapat terjadi sehingga
melakukan terapi pengobatan sehingga dapat diharapkan apoteker dapat menggunakan
meningkatkan derajat kesehatan pasien. Apoteker keilmuannya dengan baik agar berupaya dalam
berperan dalam memberikan konsultasi, informasi melakukan pencegahan dan meminimalkan
dan edukasi (KIE) terkait terapi pengobatan yang masalah tentang obat (Drug Related Problems)
dijalani pasien, mengarahkan pasien untuk dengan membuat keputusan yang tepat dan
melakukan pola hidup sehat sehingga mendukung profesional agar pengobatan rasional.5
agar keberhasilan pengobatan dapat tercapai, dan Standar pelayanan kefarmasian di rumah
melakukan monitoring hasil terapi pengobatan yang sakit dibuat sebagai acuan dalam melakukan
telah dijalankan oleh pasien serta melakukan kerja pengawasan terhadap pelayanan kefarmasian oleh
sama dengan profesi kesehatan lain yang tentunya profesi apoteker, sebagai pembinaan serta
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek,
pasien.1,2,3 Hal tersebut menegaskan peran apoteker untuk melakukan perlindungan kepada pasien dari
untuk lebih berinteraksi dengan pasien, lebih pelayanan yang tidak profesional, dan melakukan
berorientasi terhadap pasien dan mengubah perlindungan profesi dari tuntutan pasien yang tidak
orientasi kerja apoteker yang semula hanya wajar.6 Dalam standar tersebut dipaparkan bahwa
berorientasi kepada obat dan berada di belakang saat ini pelayanan kefarmasian mengacu pada
layar menjadi profesi yang bersentuhan langsung Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian) yang
dan bertanggung jawab terhadap pasien. menuntut apoteker untuk bertanggung jawab penuh
Pelayanan kefarmasian mulai berubah atas mutu obat yang diberikan kepada pasien
orientasinya dari drug oriented menjadi patient disertai dengan informasi yang lengkap tentang cara
oriented. Perubahan paradigma ini dikenal dengan pemakaian dan penggunaan, efek samping hingga
nama Pharmaceutical care atau asuhan pelayanan monitoring penggunaan obat demi meningkatkan
kefarmasian.4 Pharmaceutical care atau asuhan kualitas hidup pasien.
kefarmasian merupakan pola pelayanan Pelayanan kefarmasian selama ini dinilai
kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Pola oleh banyak pengamat masih berada di bawah
pelayanan ini bertujuan mengoptimalkan standar. Apoteker belum melakukan fungsinya
penggunaan obat secara rasional yaitu efektif, secara optimal dan tanggung jawab penuh apoteker
aman, bermutu dan terjangkau bagi pasien.5 Hal ini dalam memberikan informasi obat kepada
meningkatkan tuntutan terhadap pelayanan farmasi masyarakat, ternyata masih belum dilaksanakan
yang lebih baik demi kepentingan dan dengan baik.7 Apotek juga telah berubah menjadi
kesejahteraan pasien. Asuhan kefarmasian, semacam toko yang berisi semua golongan obat
merupakan komponen dari praktek kefarmasian baik obat bebas, obat keras, psikotropika dan
yang memerlukan interaksi langsung apoteker narkotika dengan pelayanan yang tidak mengacu
dengan pasien untuk menyelesaikan masalah terapi pada kaidah-kaidah profesi, karena tidak dilakukan
pasien, terkait dengan obat yang bertujuan untuk oleh apoteker.8 Oleh karena itu praktek apoteker di
meningkatkan kualitas hidup pasien.4 rumah sakit masih perlu perbaikan lebih lanjut.9
Akibat dari perubahan paradigma pelayanan Belum maksimalnya pelayanan kefarmasian
kefarmasian, apoteker diharapkan dapat melakukan yang diberikan ditunjukkan pula dengan penelitian
peningkatan keterampilan, pengetahuan, serta sikap yang dilakukan di Provinsi NTB, tentang pelayanan
sehingga diharapkan dapat lebih berinteraksi kefarmasian pada Rumah Sakit Umum Daerah
langsung terhadap pasien. Adapun pelayanan Kelas C di Propinsi Nusa Tenggara Barat tahun
kefarmasian tersebut meliputi pelayanan 2012, penelitian tersebut menemukan bahwa
swamedikasi terhadap pasien, melakukan pelayanan kefarmasian di rumah sakit tersebut
pelayanan obat, melaksanakan pelayanan resep, belum terlaksana dengan baik. Persentase
maupun pelayanan terhadap perbekalan farmasi dan pencapaian standar pelayanan kefarmasian dari
kesehatan, serta dilengkapi dengan pelayanan ketiga rumah sakit masih kurang dari 75%, yaitu
konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap 52,17% untuk Rumah Sakit A, 54,78% untuk
pasien serta melakukan monitoring terkait terapi Rumah Sakit B dan 44,35% untuk Rumah Sakit C.
pengobatan pasien sehingga diharapkan tercapainya
tujuan pengobatan dan memiliki dokumentasi yang
baik.1

114
Analisis Pelayanan Asuhan Kefarmasian di Instalasi Farmasi …
Andy Brata, Lailan Azizah
2018

Penelitian ini menemukan bahwa beberapa variabel independen dari pelayanan kefarmasian
faktor penghambat pelaksanaan layanan berpengaruh secara bersama-sama terhadap
kefarmasian yang optimal adalah (1) lemahnya implementasi asuhan kefarmasian sehingga untuk
dukungan pihak manajemen rumah sakit terhadap hipotesis kedua yang diajukan terbukti yaitu:
pelayanan farmasi, (2) pengadaan sarana dan kesadaran apoteker tentang asuhan kefarmasian,
prasarana penunjang pelayanan farmasi yang masih Praktik Farmasi saat ini di RS berpengaruh simultan
belum memadai, (3) kurangnya jumlah tenaga terhadap implementasi asuhan kefarmasian dapat
kefarmasian di instalasi farmasi, (4) sistem diterima.
dokumentasi instalasi farmasi yang kurang baik, (5) Penelitian ini menjelaskan tentang apoteker
kurangnya evaluasi yang terus menerus dalam rumah sakit di Kota Jambi terhadap pelaksanaan
upaya peningkatan kinerja instalasi farmasi dalam pelayanan asuhan kefarmasian. Mayoritas apoteker
melaksanakan pelayanan farmasi.10 melakukan pemeriksaan kesesuaian resep dan
Karenanya, begitu penting dan kompleksnya intervensi resep, dimana review resep dan
kini fungsi dan tugas dari seorang Apoteker dalam intervensi sangat penting dalam pelayanan asuhan
keberlangsungan proses pengobatan pasien di kefarmasian sehingga memungkinan apoteker
Rumah Sakit. Agar seluruh fungsi dan tugas rumah sakit bekerja menjadi lebih efisien, tepat
tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya, waktu dan lebih fokus pada pasien.12 Penelitian ini
maka diperlukan suatu sistem yang mengatur mengidentifikasi kontak apoteker yang jarang
tentang seluruh aspek yang harus diperhatikan oleh dengan dengan dokter sehubungan dengan
seorang Apoteker dalam menjalankan peranannya informasi tentang obat. Hal ini mungkin disebabkan
sebagai pemberi pelayanan Pharmaceutical Care di oleh tingginya kompetensi yang ditetapkan atau
Rumah Sakit.11 kurangnya kepercayaan pada kemampuan apoteker.
Berdasarkan masalah diatas perlu dilakukan Pelayanan asuhan kefarmasian membutuhkan
penelitian untuk melihat praktik apoteker dalam penguatan hubungan profesional antara apoteker
penerapan pelayanan asuhan kefarmasian di Rumah dan dokter untuk menawarkan kemitraan yang
Sakit di Kota Jambi. saling menguntungkan bersama dimana keduanya
berbagi tanggung jawab untuk perawatan pasien.
Kolaborasi apoteker-dokter dalam proses
METODE manajemen terapi obat menghasilkan hasil pasien
yang lebih baik.13 Oleh karena itu efektifitas
Penelitian ini adalah penelitian penjelasan hubungan kerja kolaboratif apoteker-dokter di
(Explanatory research) yang akan membuktikan rumah sakit perlu ditingkatkan dalam rangka untuk
hubungan kausal antara variabel bebas dan variabel memulai keberhasilan pelaksanaan pelayanan
terikat yang dilakukan pada apoteker yang bekerja farmasi.14
di RS di Kota Jambi sebanyak 13 buah RS. Data di Tingkat pemberian konseling pasien yang
kumpulkan dengan cara menyebar kuesioner untuk sering rendah, yang dapat mempengaruhi
menilai pelayanan asuhan kefarmasian yang kepatuhan pasien dengan rejimen resep. Penelitian
dilalukan oleh apoteker terhadap pasien di Instalasi internasional secara konsisten menunjukkan tingkat
Farmasi RS di Kota Jambi. konseling apoteker rendah.15,16 Konseling pasien
Data penelitian ini dianalisis dengan terutama di counter farmasi, pemberian konseling
menggunakan statistik untuk analisis deskriptif. yang tidak sering, dan pengetahuan apoteker
Sebagai ukuran hasil utama adalah variabel yang tentang petunjuk yang tepat untuk penggunaan obat
menggambarkan praktek (konseling dan menyoroti kebutuhan apoteker rumah sakit untuk
pengecekan kesesuaian resep) dan kesadaran mengeksplorasi cara-cara untuk menyediakan lebih
apoteker, model regresi linier digunakan untuk banyak area konseling pribadi dan pada kebutuhan
menilai prediktor. Prediktor ini termasuk usia, jenis untuk meningkatkan basis pengetahuan apoteker
kelamin. model regresi juga digunakan untuk melalui pengembangan profesional yang
penyediaan konseling, memeriksa kesesuaian resep, berkelanjutan.
dan kesadaran tentang pelayanan farmasi, fokus Pelayanan asuhan kefarmasian memerlukan
utamanya, dan tujuannya. pengembangan ikatan antara apoteker dan pasien
melalui komunikasi yang efektif sebagai prasyarat
untuk menyediakan perawatan pasien berkualitas
HASIL DAN PEMBAHASAN tinggi. Konseling adalah bagian penting dari
perawatan farmasi yang tidak dapat
Dimensi pelayan kefarmasian secara dikompromikan. Ini tidak hanya mempromosikan
simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh kepatuhan tetapi juga membantu mengurangi
positif dan signifikan terhadap implementasi asuhan kesalahan pemberian karena obat dan pasien
kefarmasian. Maka dapat disimpulkan bahwa diidentifikasi secara terpisah dalam prosesnya. Ini

115
Jurnal Bahan Kesehatan Masyarakat Vol 2 No 2

juga memberdayakan pasien untuk berperan lebih pelayanan asuhan kefarmasian sedangkan pada
aktif dalam proses perawatan. praktiknya tidak. Sehingga implementasi asuhan
Mayoritas Apoteker menunjukkan kefarmasian dipengaruhi oleh kesadaran apoteker
kesadaran mereka terhadap perawatan tentang asuhan kefarmasian.
farmasi. Namun, kurangnya keseragaman
tanggapan mereka terhadap pertanyaan tentang
fokus utama pelayanan farmasi dan tujuannya UCAPAN TERIMAKASIH
menunjukkan tingkat kebingungan dan kurangnya
kesadaran dan pelatihan formal yang sesuai dalam Ucapa terimakasih diberikan kepada semua
masalah ini. Deklarasi tersebut oleh mayoritas dari pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan
mereka yang mengetahui pelayanan farmasi yang penelitian.
telah mereka terapkan dan dipelihara dalam
praktiknya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Temuan saat ini menunjukkan perlunya DAFTAR PUSTAKA
apoteker rumah sakit untuk meningkatkan basis
pengetahuan mereka dalam farmakoterapeutika 1. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri
dengan pelatihan yang tepat untuk memfasilitasi Kesehatan Republik Indonesia Nomor
penyelesaian masalah klinis. Partisipasi mereka 129/Menkes/SK/II/2008 Standar Pelayanan Minimal
dalam program pendidikan tentang komunikasi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
2008.
akan memungkinkan mereka mengembangkan 2. Kementerian Kesehatan RI. Undang-Undang
keterampilan komunikasi yang lebih kuat untuk Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
berinteraksi secara efektif dengan penyedia layanan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 2009.
kesehatan lainnya dan pasien, namun hal ini tidak 3. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Pemerintah
akan cukup untuk merangsang praktik pelayanan Republik Indonesia Nomor 51 Tentang Pekerjaan
farmasi ketika penghalang lainnya masih Kefarmasian, Jakarta. 2009.
ada. Dengan demikian, kurangnya waktu dan 4. Kementerian Kesehatan RI. Undang-Undang
kekurangan staf sebagai penghalang utama yang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Departemen
diidentifikasi dalam penelitian ini perlu
Kesehatan RI, Jakarta. 2011
diatasi. Kurangnya waktu adalah hambatan paling 5. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri
signifikan yang dihadapi penerapan praktik Kesehatan Republik Indonesia Nomor
perawatan farmasi di seluruh dunia. Namun, 129/Menkes/SK/II/2008 Standar Pelayanan Minimal
disarankan agar apoteker bisa memberi lebih Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
banyak waktu jika ada penggambaran yang lebih 2008
baik antara peran apoteker dan teknisi. Jika 6. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Presiden
apoteker kurang terlibat dalam tugas pengeluaran Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
dan persiapan, ini akan menjadi "waktu bebas" Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12
untuk pelayanan yang berfokus pada Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 2016
pasien.17 Melalui pengorganisasian ulang tugas staf 7. Kuncahyo, I. Dilema Apoteker dalam Pelayanan
farmasi, sejumlah waktu dapat dijadwalkan secara Kefarmasian. Surakarta. 2004
rutin untuk kegiatan perawatan pasien. Pengelolaan 8. Wiryanto. Analisis Impas: Peluang Penerapan
uang yang baik mungkin diperlukan untuk Standar di Apotek dalam Media Farmasi. An
mempekerjakan lebih banyak apoteker terutama di Indonesia Pharmaceutical Journal. Jakarta:
apotek dengan aparatus berat. Univesitas Indonesia. 2005.
Apoteker yang secara efektif melakukan 9. Abdelmoneim Awad et al. Pharmaceutical Care
aktivitas perawatan farmasi perlu diidentifikasi Services in Hospitals of Kuwait”, J Pharm
Pharmaceut Sci (www. cspsCanada.org) 9 (2): 149-
sehingga mereka dapat bertindak sebagai panutan
157, 2006, Department of Pharmacy Practice, Faculty
bagi orang lain. Tingginya minat dan kemauan yang of Pharmacy, Kuwait University, Kuwait; Ministry of
ditunjukkan oleh apoteker, selain deklarasi mereka Health, Kuwait. 2006.
bahwa hambatan yang dirasakan dapat diatasi akan 10. Sidrotullah. Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan
sangat penting dalam penerapan layanan perawatan Farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C di
kesehatan di rumah sakit.9 Provinsi Nusa Tenggara Barat, Tesis. Yogyakarta :
Program Pascasarjana Fakultas Farmasi Universitas
KESIMPULAN DAN SARAN Gadjah Mada. 2012.
11. Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Pelayanan asuhan kefarmasian di instalasi Sistem Jaminan Sosial Nasional, Departemen
farmasi rumah sakit di kota jambi tidak dipengaruhi Kesehatan RI, Jakarta. 2004
oleh praktik farmasi saat ini di RS. Dimana apoteker
lebih mempertimbangkan kesadaran terhadap

116
Analisis Pelayanan Asuhan Kefarmasian di Instalasi Farmasi …
Andy Brata, Lailan Azizah
2018

12. Sara Tulip and David Campbell. Evaluating 15. Carroll NV and Gagnon JP. The relationship between
pharmaceutical care in hospitals. Hosp Pharm. 2001; patient variables and frequency of pharmacist
8: 275-7 counselling. Drug Intell Clin Pharm. 1983; 17 (9):
13. Gattis WA, Hassebald V, Whellan DJ, et al. 648 – 52
Reduction in heart failure events by the addition of a 16. Bonnie Svarstad. Evaluation of patient counselling in
clinical pharmacist to the heart failure management US pharmacies: effect of pharmacist characteristics,
team. Arch Intern Med. 1999; 159: 1939-45. pharmacy conditions and regulation. The
14. Leape LL, Cullen DJ, Dempesy Clapp M, et al. Pharmaceutical Journal. 2004; 273 (7313):266-267
Pharmacists participation on physician roundsand 17. Rutter PM. Pharmacist work patterns: Are they
adverse drug events in the intensive care unit. JAMA. affected by staffing levels and prescription numbers.
1999; 282: 267-70 International J of Pharm Pract 10 (suuppl). 2002; R
49

117

Anda mungkin juga menyukai