Anda di halaman 1dari 6

Senin, 25 Juli 2016

BAHASA ARAB UNTUK ANAK


PEMBELAJARAN BAHASA ARAB UNTUK ANAK
(AL-‘ARABIYYAH LIL ATHFAL /ALA)

Muhaiban
(Dosen pada Jurusan Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang)

Abstrak: Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran ALA
adalah karakteristik siswa. Dalam pemilihan materi, metode, teknik, media, alat evaluasi, dan
tempat pembelajaran, perlu diperhatikan karakteristik siswa, yaitu bahwa siswa (1) masih belajar
dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan
sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang
mendapatkan penghargaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.

Kata-kata kunci: Pembelajaran, Bahasa Arab, ALA

Pembelajaran bahasa Arab untuk anak atau Al-‘Arabiyyah Lil Athfal (ALA) dalam bentuk verbal
yang bertujuan mengajarkan keterampilan membaca Al-Qur’an dan do’a-da’a serta bacaan-
bacaan shalat telah lama berlangsung di Indonesia. Kegiatan pembelajaran bahasa Arab itu
diperkirakan telah berlangsung sejak awal masuknya agama Islam ke Indonesia yaitu pada abad
ke 12 (Muhaiban, 2002).
Pembelajaran ALA seperti itu dilaksanakan di rumah-rumah keluarga muslim, di masjid,
mushalla, madrasah diniyah, atau di taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) (Effendy, 2001).
Menurut statistik tahun 1990 (Dhofier, 1994 dalam Effendy, 2001) jumlah madrasah diniyah saja
di Indonesia mencapai 16.680 dengan 2.479.572 santri. Sedangkan jumlah TPQ yang
diperkirakan lebih banyak belum ada data resminya.

Jumlah lembaga pendidikan dasar yang sangat besar tersebut merupakan modal bagi
pengembangan pembelajaran ALA pada saat ini dan pada masa-masa mendatang. Pengembangan
yang perlu dilakukan terutama menyangkut tujuan, metode, dan strategi pembelajaran.
Selama ini tujuan pembelajaran ALA sebagaimana tersebut di atas adalah untuk mengajarkan
keterampilan membaca Al-Qur’an dan menulis huruf Arab dalam lingkup terbatas. Sedangkan
metode yang dipakai adalah metode hapalan. Untuk pengenalan huruf Arab dipakai metode eja
atau thariqah hajaiyyah. Pada tahun delapan puluhan dikembangkan metode baru yang berbasis
pengenalan bunyi yang dikenal dengan thariqah shautiyyah tahliliyyah tarkibiyyah (Effendy,
2001).

Pada saat ini terdapat sejumlah madrasah ibtidaiyyah dan TPQ yang berupaya mengembangkan
ALA tersebut. Pengembangan diarahkan pada pembelajaran kemampuan dasar bahasa Arab.
Pembelajaran ALA menduduki tempat yang strategis dalam konteks pembelajaran bahasa Arab
secara umum di Indonesia. Di samping karena jumlah lembaga pendidikan dasar -baik formal
maupun non-formal- sangat besar, juga karena anak-anak pada usia pendidikan dasar tersebut
pada dasarnya cenderung mudah belajar bahasa terutama yang terkait dengan oral skill.

Permasalahan muncul karena guru kelas pada pendidikan dasar ini umumnya tidak disiapkan
untuk mengajar ALA. Di antara mereka memang ada yang memiliki latar belakang pendidikan
bahasa Arab, akan tetapi tidak secara khusus disiapkan sebagai guru ALA. Upaya untuk
mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan pembelajaran
ALA bagi guru-guru bahasa Arab. Pengetahuan praktis tentang pemilihan materi, strategi, dan
media pembelajaran ALA mungkin akan membantu para guru dalam mengatasi permasalahan
pembelajaran ALA baik di lembaga pendidikan formal maupun non-formal.

Artikel ini akan memaparkan secara garis besar strategi yang mungkin dapat ditempuh oleh para
guru bahasa Arab dalam pembelajaran ALA.
1
KURIKULUM ALA
Pembelajaran bahasa Arab untuk pendidikan tingkat dasar, utamanya di Madrasah Ibtidaiyah,
selama ini mengacu kepada Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah Tahun 1994. Dalam kurikulum
tersebut bahasa Arab disajikan mulai kelas 4. Sebagai perbandingan, untuk Sekolah Dasar,
bahasa asing tidak secara jelas disebutkan dalam kurikulum. Dalam surat keputusan Mendiknas
No. 0487/4/1992 Bab VIII disebutkan bahwa sekolah dasar dapat memasukkan pelajaran
tambahan dalam kurikulumnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
Berkenaan dengan kebijakan tersebut terbit surat keputusan lain No. 060/U/1993 yang
menyatakan bahwa bahasa Inggris dapat dikenalkan kepada siswa kelas 4 sekolah dasar.
Untuk mendukung kebijakan mengenai pembelajaran bahasa asing di tingkat dasar
tersebut beberapa daerah telah memasukkan bahasa Inggris ke dalam muatan lokal. Sebagai
contoh Depdiknas Jawa Timur telah mengesahkan kurikulum lokal bahasa Inggris dengan surat
keputusan No. 172/104/4/94/SK. Dalam kurikulum muatan lokal tersebut antara lain disebutkan
bahwa setelah menyelesaikan pendidikan dasar, siswa diharapkan dapat menguasai bahasa
Inggris sederhana yang melipui 500 kosa kata. Kurikulum lokal tersebut memuat tujuan
pembelajaran, materi, metodologi, dan evaluasi (E. Suyanto, 2000).

KARAKTERISTIK GURU DAN SISWA


Peran guru dalam pembelajaran sangatlah penting, terlebih lagi pada pendidikan tingkat
dasar. Guru sebagai bagian penting dari proses pembelajaran memiliki fungsi perencanaan (at-
takhthith), implemantasi (at-tanfidz), dan evaluasi (at-taqwim) (Cooper, 1979).
Ketiga fungsi tersebut harus dapat dijalankan oleh setiap guru termasuk guru dalam
pembelajaran ALA. Menurut pengamatan, para guru ALA di taman kanak-kanak (TKQ/TPQ)
dan sekolah dasar (SDI/MI) umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Arab.
Hanya sedikit di antara mereka pernah mengikuti pelatihan tentang pembelajaran bahasa Arab
untuk anak.
Akhir-akhir ini perhatian masyarakat terhadap pembelajaran bahasa asing untuk anak semakin
besar. Khususnya bahasa Inggris dan Arab. Hal itu diikuti pula oleh upaya-upaya pengembangan
pembelajaran yang dilakukan oleh para ahli dan guru-guru bahasa.
Kenyataan tersebut memberi dampak positif pada profesi pembelajaran bahasa asing
untuk anak. Dalam konteks ALA, itu berarti bahwa guru ALA dituntut memiliki keterampilan
khusus (profesional) untuk mengajarkan bahasa Arab pada siswa taman kanak-kanak dan sekolah
dasar. Di samping memiliki kemampuan bahasa Arab yang baik, guru ALA hendaknya juga
memiliki sifat dan sikap aktif, kreatif, menyenangkan, dan terbuka. Philip (1995, dalam E.
Suyanto, 2000) menyatakan bahwa membantu siswa untuk belajar dan berkembang itu lebih
penting dari pada sekedar mengajarkan bahasa. Itu berarti bahwa apabila kegiatan atau aktivitas
yang dilakukan siswa itu menyenangkan, akan berkesan dan mudah diingat oleh siswa.
Beberapa karakteristik tersebut menjadi semakin penting untuk dimiliki oleh guru ALA
karena siswa yang akan mereka hadapi dalam pembelajaran juga memiliki karakteristik khusus
sebagai anak-anak yang perlu dihadapi dengan strategi khusus pula oleh guru.
Pemelajar anak-anak umumnya masih belajar tentang lingkungan mereka. Mereka gemar
berbicara tentang diri mereka sendiri, orang tua (bapak/ibu), mainan, dan teman bermain. Mereka
senang berlari-lari kesana kemari dan senang belajar sesuatu dengan cara langsung
mempraktekkannya seperti bernyanyi, bermain, mewarnai, dan menggunting gambar. Anak-anak
cenderung senang bertanya. Hal itu karena secara sosial, mereka perlu mengembangkan
serangkaian karakteristik yang memungkinkan mereka untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan tempat mereka berada (E. Suyanto, 200)
Scott dan Ytreberg (1990) mengemukakan beberapa karakeristik anak. Menurutnya,
anak-anak (1) dapat mengutarakan sesuatau yang akan mereka kerjakan, (2) dapat mengutarakan
sesuatu yang telah mereka kerjakan dan mereka dengar, (3) belajar sambil bekerja (learning by
doing), (4) dapat berargumentasi, dan (5) dapat menggunakan pola-pola intonasi bahasa ibu.
Sementara itu Furaidah (dalam Ainin 1999) mengemukakan beberapa karakterisik anak
sebagai pemelajar bahasa. Menurutnya, anak-anak (1) memiliki kecenderungan suka bermain dan
bersenang-senang, (2) memahami hal-hal di sekitarnya secara holistik (utuh) tidak secara analitik,
(3) belajar bahasa melewati suatu masa yang disebut dengan periode bisu (fatrotush shumti).

2
Artinya, pada awal belajar bahasa, anak-anak hanya dapat mendengar, belum dapat berbicara; (4)
cenderung belajar bahasa melalui pemerolehan (iktisab), yaitu suatu pengembangan kemampuan
berbahasa secara alamaiah, bukan mempelajari bahasa secara formal dengan mengkaji aturan-
aturan bahasa (Krashen, 1985); dan (5) pada usia sekolah dasar pada umumnya berada pada taraf
berpikir secara konkret.
Agar pembelajaran ALA dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah
dicanangkan, profesionalisme guru ALA yang diwujudkan dengan pemenuhan kriteria-kriteria
tersebut sangat diperlukan. Sehingga karakteristik siswa seperti disebutkan di atas tidak akan
menjadi kendala pembelajaran bagi guru, tetapi sebaliknya justru akan menjadi pendorong
tercapainya tujuan pembelajaran.

PRINSIP DASAR PEMBELAJARAN ALA

Salah satu prinsip umum pembelajaran adalah bahwa pembelajaran hendaknya dilaksanakan
dengan mempertimbangkan karakteristik individual siswa yang menyangkut perkembangan
emosional, perkembangan intelektual, kondisi sosial, dan lingkungan budaya.
Pada dasarnya pembelajaran ALA juga harus berpijak pada prinsip-prinsip umum
tersebut. Di samping itu, ada prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan sesuai dengan
karakteristik anak. Para ahli pembelajaran bahasa untuk anak, di antaranya Scott, Lee, dan
Borridge (dalam Rachmayanti, 2000) mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran yang harus
diperhatikan, yaitu sebagai berikut. Pertama, berpijak pada dunia anak. Dunia anak berkisar pada
keluarga, rumah, sekolah, mainan, dan teman bermain. Kedua, berangkat dari sesuatu yang
sudah diketahui dan dekat dengan atau mudah dijangkau oleh siswa ke sesuatu yang belum
diketahui atau jauh dari jangkauan mereka. Misalnya dari lingkungan rumah ke lingkungan luar
rumah, dilanjutkan ke lingkungan teman sejawat, kemudian ke lingkungan sekolah. Ketiga,
pembelajaran dikaitkan dengan hal-hal yang menjadi interes anak Keempat, pokok-pokok
pembelajaran yang disajikan berangkat dari pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dengan
menggunakan bahasa Arab sederhana. Kelima, tugas-tugas diorientasikan kepada aktifitas atau
kegiatan. Keenam, bahan pembelajaran merupakan kombinasi antara sesuatu yang bersifat fiksi
dan non-fiksi/konkrit. Ketujuh, materi diorentasikan kepada pelaksanaan silabus dan
pengembangan dua komponen bahasa (kosa kata dan struktur) dan empat keterampilan berbahasa
(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) Kedelapan, budaya nasional dan asing dikenalkan
secara bertahap. Kesembilan, pokok-pokok pembelajaran dan tugas-tugas hendaknya disesuaikan
dengan usia pembelajar

STRATEGI PEMBELAJARAN ALA


Untuk memilih dan menentukan strategi pembelajaran ALA, guru hendaknya terlebih
dahulu memahami dengan baik prinsip-prinsip pembelajaran ALA dan karakteristik siswa yang
akan diajar. Karakteristik siswa tersebut antara lain seperti yang telah disebutkan terdahulu,
misalnya siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang lingkungan mereka, (2) senang
bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung
senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan penghargaan, dan (6) cenderung mau
melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Berdasarkan beberapa karakteristik tersebut, guru dapat memilih strategi pembelajaran
ALA yang sesuai. Salah satu karakteristik siswa adalah bahwa pengetahuan mereka masih
terbatas pada lingkungan hidup mereka sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut maka materi
pelajaran sebaiknya dipilihkan hal-hal yang terkait dengan lingkungan mereka. Misalnya tentang
diri mereka sendiri, orang tua (bapak/ibu), saudara kandung, rumah dan isinya, binatang piaraan,
mainan, lingkungan sekolah, dan teman bermain.
Di samping itu, ada pertimbangan lain yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih
materi sebagaimana dikemukakan oleh Dick dan Carey (1985), antara lain apakah materi
pembelajaran (1) cukup menarik, (2) isinya relevan, (3) urutannya tepat, (4) mengandung
informasi yang dibutuhkan oleh siswa, (5) berisi soal latihan, dan (6) berisi jawaban untuk
latihan yang diberikan.
Asy-Sya’ban (dalam Ainin, 2002) mengemukakan beberapa prinsip yang harus
diperhatikan oleh guru dalam pemilihan materi, yaitu materi pembelajaran dimulai (1) dari hal

3
yang diketahui oleh siswa ke hal yang belum diketahui, (2) dari yang paling mudah ke yang
paling sulit, (3) dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks, (4) dari yang kongkrit ke
yang abstrak, dan (5) dari yang praktis ke yang teoritis.
Di muka telah disebutkan bahwa salah satu karakteristik siswa usia kanak-kanak adalah
bahwa mereka senang bertanya. Hal tersebut perlu dijadikan pertimbangan oleh guru dalam
memilih strategi pembelajaran. Dalam memulai kegiatan pembelajaran misalnya, guru dapat
merangsang lahirnya keingintahuan siswa. Dengan demikian akan timbul pertanyaan atau
komentar dari siswa yang mengarah pada substansi materi. Dengan lahirnya pertanyaan dari
siswa tersebut sangat memungkinkan terjadinya interaksi dan kuminaksi multi arah.
Untuk memotivasi agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, guru
dapat melakukan variasi. Variasi ini bisa dilakuan dari segi materi, metode/teknik, media, dan
tempat. Motivasi juga bisa diberikan kepada siswa dalam bentuk hadiah berupa pujian,
nasihat/himbauan, nyanyian, barang, dan pemaparan hasil karya.
Dalam memilih metode atau teknik pembelajaran ALA, guru juga perlu melihat salah satu
karakteristik yang menonjol pada anak, yaitu bahwa mereka senang bermain. Melihat
karakteristik seperti itu, maka metode yang relevan untuk pembelajaran ALA adalah metode
bermain dengan berbagai tekniknya. Bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain mungkin
lebih relevan bagi mereka karena pada dasarnya mereka cenderung menyukai aktifitas. Guru
hendaknya dapat mengemas aktifitas tersebut dalam permainan dan sekaligus
pembelajaran. Beberapa bentuk permainan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran ALA
misalnya (1) lagu (al-qashidah/alghina’), (2) cerita (al-qishshah), dan (3) permainan (al-
la’b). Ketiga bentuk permainan tersebut akan dikemukakan secara garis besar dalam artikel ini.

Lagu/Nyanyian (Al-Qashidah/Al-Ghina’)
Anak-anak dalam berbagai umur pada dasarnya senang mendengarkan, menyanyikan, dan belajar
dengan nyanyian/lagu. Oleh karena itu, musik secara umum merupakan bagian penting dari
proses belajar-mengajar bagi siswa kanak-kanak. Hampir semua bentuk nyanyian –dari yang
tradisional sampai dengan yang pop- dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pembelajaran. Hal
yang perlu diperhatikan adalah bahwa guru hendaknya dapat memilih/menyeleksi –atau
menciptakan- lagu yang dapat digunakan, baik untuk menyanyi bersama maupun untuk menyanyi
sambil melakukan kegiatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lagu untuk pembelajaran ALA antara lain (1)
syair atau kata-kata dalam lagu hendaknya jelas, (2) bahasa yang digunakan dalam lagu tersebut
tidak terlalu sulit, (3) tema lagu dipilih yang sesuai dengan dunia anak, (4) lagu tidak terlalu
panjang, dan (5) lagu diupayakan memiliki keterkaitan dengan materi yang diajarkan
(Anugerahwati, 2000). Beberapa contoh lagu dapat dilihat pada bagian akhir artikel ini.
Di antara tujuan penggunaan lagu untuk pembelajaran ALA di dalam kelas adalah untuk (1)
membuat kaitan antara kegiatan dan obyek/benda dengan kata-kata, (2) meresapkan bunyi-bunyi
bahasa Arab, (3) mengembangkan kepekaan ritme, dan (4) menghafal kosakata tertentu.

Cerita (Al-Qishshah)
Seperti halnya lagu, cerita juga merupakan hal penting dalam pembelajaran ALA.
Mendengarkan cerita yang dibacakan atau diceritakan oleh guru merupakan kegiatan yang
disenangi oleh siswa kanak-kanak. Namun demikian, siswa yang lebih besar dapat diminta untuk
melakukan sesuatu selama mendengarkan cerita, misalnya menggambar sesuatu yang ada dalam
cerita, atau diminta membuat cerita dari rangkaian gambar atau kartun.
Ada dua kegiatan yang dapat dilakukan guru dengan cerita, yaitu menceritakan cerita dan
membacakan cerita. Dalam menceritakan cerita, guru tidak membawa buku dan tidak terpaku
pada cerita yang akan diceritakan. Guru dapat mengapresiasi cerita yang sedang diceritakannya
itu dengan sedikit mengubah atau menyesuaikan bahasanya dengan tingkatan anak-anak. Dalam
membaca cerita, guru membaca cerita dari buku dengan suara yang keras. Untuk keperluan ini
sebaiknya guru menggunakan buku besar yang dapat dilihat dengan jelas oleh semua siswa.
Kegiatan dalam kelas cerita ini dapat bervariasi sesuai dengan umur siswa. Siswa yang lebih kecil
dapat diminta untuk “mendengarkan dan melakukan” (al-istima’ wal ‘amal), “mendengarkan dan
menirukan” (al-istima’ wattardid), atau “memantomimkan” (at-taqlid/at-tahrij).

4
Di sisi lain, siswa yang lebih besar dapat diminta untuk melakukan kegiatan yang lebih
kompleks seperti “mendengarkan dan menggambarkan route” (al-istima’ wa
rasmuththariq), “melihat dan menceritakan cerita” (al-musyahadah wal hikayah), atau
“mendramatisasikan cerita” (at-tamtsil).
Agar pembelajaran dengan menggunakan cerita dapat berjalan dengan baik, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: (1) guru hendaknya menyiapkan kerangka cerita, (2)
guru menyajikan cerita dengan suara yang keras dan jelas, (3) guru hendaknya menggunakan
ekspresi, mimik, gerakan, dan isyarat, (4) guru hendaknya menggunakan kontak pandang dengan
siswa, (5) guru perlu menyiapkan siswa untuk mendengarkan cerita dengan mengemukakan
beberapa pertanyaan pancingan, dan (6) guru hendaknya selalu memperhatikan waktu.

Permainan (Al-la’b)
Anak-anak pada umumnya memiliki permainan favorit yang sering mereka lakukan.
Karena pada dasarnya dunia anak adalah dunia bermain. Guru dapat memanfaatkan permainan
mereka itu dalam pembelajaran ALA. Beberapa permainan dapat dilakukan di dalam kelas, ada
juga yang lebih baik dilakukan di luar. Adalah tugas guru untuk memilih permainan yang sesuai
dengan anak-anak dan lingkungan.
Akan tetapi perlu diingat oleh guru bahwa permaian yang dilakukan dalam pembelajaran
ALA ini bukanlah tujuan utama, akan tetapi sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan
pembelajaran yaitu pemerolehan bahasa Arab.
Ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan oleh guru dalam memilih
dan mengembangkan permainan untuk kelas ALA, yaitu: (1) guru hendaknya memilih permainan
yang dapat mendorong siswa untuk menggunakan bahasa Arab, (2) guru hendaknya memilih
permainan yang dapat melibatkan seluruh kelas, (3) guru dapat menggunakan permainan sebagai
selingan, atau pancingan, (4) guru hendaknya tidak memilih permainan yang dapat mendorong
siswa bersikap agresif, dan (5) guru sebaiknya tidak menggunakan permainan untuk jam
pelajaran penuh (Anugerahwati, 2000).
Sebelum memulai permainan, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut:
(1) menginformasikan kepada siswa bahwa kelas akan melakukan permainan. Hal ini perlu agar
mereka siap secara fisik dan mental untuk bermain, (2) mengelompokkan siswa sesuai dengan
kebutuhan permainan, (3) menjelaskan aturan permainan sejelas mungkin, dan yakin
bahwa setiap siswa sudah memahami aturan tersebut, (4) melatih siswa mengenai aspek-aspek
kebahasaan yang akan disajikan dalam permainan, dan (5) memberikan contoh permainan
sehingga siswa mengetahui dengan baik bagaimana permainan itu harus dilakukan.

SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ALA sangatlah strategis bagi
pengembangan bahasa Arab secara umum di Indonesia, terutama karena besarnya jumlah
lembaga pendidikan tingkat dasar, baik formal maupun non-formal.
Agar pembelajaran ALA dapat berjalan effektif dan effisien, diperlukan pemahaman yang
baik oleh guru mengenai berbagai aspek pembelajaran ALA seperti strategi pembelajaran,
pemilihan dan pengembangan materi, metode dan teknik, media, dan evaluasi.
Disamping itu, guru juga perlu mengetahui dengan baik karakteristik anak sebagai siswa.
Karakteristik siswa tersebut misalnya, siswa (1) masih belajar dan senang berbicara tentang
lingkungan mereka, (2) senang bermain, (3) senang mempraktekkan sesuatu yang baru
diketahui/dipelajarinya, (4) cenderung senang bertanya, (5) cenderung senang mendapatkan
pengharagaan, dan (6) cenderung mau melakukan sesuatu karena dorongan dari luar.
Di antara teknik pembelajaran yang relevan dengan karakteristik anak tersebut adalah (1)
lagu/nyanyian, (2) cerita/dongeng, dan (3) permainan. Untuk dapat menerapkan dengan benar
ketiga teknik tersebut dalam pembelajaran ALA, guru dituntut untuk kreatif, tidak saja dalam
penciptaan dan penggunaan strategi pembelajaran, tetapi juga dalam pemanfaatan berbagai
macam permainan dalam pembelajaran ALA.

DAFTAR RUJUKAN
Ainin. 2002. Pemilihan Materi Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak-anak. Makalah
tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Anugerahwati. 2000. Material Selection and Development: Games, Songs, and

5
Stories. Makalah tidak diterbitkan. Malang: State University of Malang.
Cooper, James M. 1979. The Teacher as Decision Maker. Classroom Taching Skills;
A Handbook. Massachsetts: D.C Heath ang Company
Dick, Walter dan Carey, Lou. 1985. The Systemic Design of Instruction. London:
Scott, Foresman and Company.
Effendy. 2001. Peta Pembelajaran Bahasa Aeab di Indonesia. Jurnal Bahasa dan Seni.
Malang: Fakultasa Sastra UM.
E. Suyanto. 2000. Background Knowledge on EYL: Polycy, curricullum, teacher and
Students’ Characteristics. Makalah tidak diterbitkan. Malang Universitas
Negeri Malang
Muhaiban .2002. Pembelajaran Bahasa Arab untuk Anak. Makalah Tidak diterbitkan.
Malang: Fakultas sastra UM.
Rachmayanti. 2000. Maerial Selection and Development: Vocabulary, Structure, and
Text. Makalah tidak diterbitkan. Malang: State University of Malang.
Scott, Wendy A dan Ytreberg, Lisbeth H. 1990. Teaching English to Children. New
York: Longman

Lampiran:
Contoh Lagu

‫ـ ا ب ج د‬1

‫ا ب ج د هـ و ز‬
‫طيكلمن‬
‫سعفصقرش‬
‫تثخذضظغ‬
‫عرفتُ ا ب ج د‬
‫رغم أني صغير‬

‫ـ إرا أوت مسشوس‬2


‫صفق بيذيك‬
ِّ ‫إرا أوت سعيذ‬
‫صفق بيذيك‬ ِّ ‫إرا أوت سعيذ‬
‫إرا أوت سعيذ وقلبك مسشوس‬
‫صفق بيذيك‬ ِّ ‫إرا أوت سعيذ‬
‫إرا أوت سعيذ طأطئ سأسك‬
‫إرا أوت سعيذ طأطئ سأسك‬
‫إرا أوت سعيذ وقلبك مسشوس‬
‫إرا أوت سعيذ طأطئ سأسك‬
‫إرا أوت سعيذ دُس بشجليك‬
‫إرا أوت سعيذ دُس بشجليك‬
‫إرا أوت سعيذ وقلبك مسشوس‬
‫إرا أوت سعيذ دُس بشجليك‬

‫ـ الفأس‬3
‫الفأس حيوان ضاس قزس‬
‫حاد األسىان يتلف ما يصل‬
X 2 ‫إليه مه الطعام أو المتاع‬
‫القط هو عذو الفيشان‬
‫الفأس دائما يخشج في الليل‬

Anda mungkin juga menyukai