Anda di halaman 1dari 14

Inisiasi 1

Alat Peraga Dalam Membelajarkan Matematika

Pengertian dan Kedudukan Media (Alat Peraga) dalam Pembelajaran Matematika

Dalam sistem pembelajaran secara umum (termasuk di dalamnya pembelajaran


matematika), terdapat 3 (tiga) hal yang saling terkait erat, yaitu: siswa, guru, dan
objek yang dipelajari. Ketiga komponen tersebut membentuk satu-kesatuan dalam
suatu proses pembelajaran. Kelancaran proses pembelajaran didukung oleh faktor
lain, seperti sarana penunjang (buku-buku, alat-alat pelajaran, laboratorium,
komputer, dan sebagainya). Mengingat semua objek dalam matematika bersifat
abstrak, berpola pikir deduktif, dan konsisten, diperlukan alat bantu atau alat peraga
yang dapat mempermudah siswa belajar matematika, dan yang dapat membantu guru
untuk menjelaskan matematika sesuai dengan karakteristik siswa. Secara skematik
semua komponen-komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Sarana Penunjang

Objek yang
GURU SISWA
dipelajari

Media atau
Alat Peraga

Bantuan alat peraga yang dapat memberikan gambaran konkret tentang konsep
matematika sangat diperlukan agar siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai
kompetensi serta ide-ide yang dipelajari. Interaksi siswa dengan benda-benda
konkret yang dimanipulasinya memberikan penguatan dan pemaknaan terhadap
pemahaman dan penguasaan siswa dalam matematika. Pada hakikatnya, dalam tahap
awal pemahaman konsep diperlukan aktivitas-aktivitas konkret yang mengantar siswa
kepada pengertian konsep. Untuk keperluan ini, diperlukan belajar melalui “berbuat
dan pengertian” (doing and understanding ), tidak hanya sekadar hafalan atau
mengingat-ngingat fakta saja (rote learning) yang akan mudah dilupakan dan sulit
untuk dapat diinternalisasikan.

1
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium
yang secara harfiah berarti perantara. Media dapat pula diartikan sebagai wahana
penyalur pesan atau informasi belajar. Selanjutnya dalam pembelajaran matematika,
istilah media sering disebut sebagai alat peraga. Dengan demikian, media atau alat
peraga tersebut berfungsi sebagai perantara yang dapat digunakan untuk membantu
penyampaian konsep-konsep yang bersifat abstrak atau sangat sulit untuk dapat
dipahami dengan mudah oleh siswa. Dengan kata lain, pengertian media mengacu
kepada semua bentuk perantara yang digunakan orang untuk menyebarkan ide
sehingga ide tersebut sampai kepada penerima.

Media atau alat peraga dalam pembelajaran matematika adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan sebagai perantara atau medium dalam proses penyampaian ide-ide
atau konsep-konsep matematika. Media atau alat peraga tersebut dapat berupa
benda-benda konkret (misal, bangun-bangun geometri, kancing baju, lidi, dadu,
gambar, atau ilustrasi dari suatu konsep, dan sebagainya) atau dapat juga berupa
suatu paket alat yang di dalam penggunaannya harus mengikuti prinsip kerja yang
berlaku, seperti: balok garis bilangan, manik-manik, batang Cuisenaire, neraca
bilangan, blok Dienes, dan sebagainya. Semua paket alat tersebut dapat digunakan
untuk menjelaskan operasi hitung pada sistem bilangan tertentu.

Rasional Penggunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika

Dalam praktiknya, komunikasi antara guru dengan siswa pada pembelajaran


matematika tidaklah selalu berjalan dengan lancar. Pengalaman menunjukkan bahwa,
sering terjadi hambatan atau penyimpangan yang mengakibatkan proses pembelajaran
menjadi tidak efektif dan efisien. Hal ini dapat saja disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya:
1. Guru kurang mampu dalam menyampaikan informasi, atau adanya
kecenderungan verbalisme.
2. Adanya ketidakpastian siswa, atau adanya perbedaan daya tangkap para siswa.
3. Kurangnya minat.
4. Jumlah siswa dalam kelas yang relatif besar.

Bayangkan, bila seorang guru akan menjelaskan konsep tentang operasi hitung
2 2 1 5 2
bilangan rasional (misal, 2 : , + , x , dan seterusnya) kepada siswa,
3 3 2 6 3
tanpa alat peraga atau media apapun kecuali penjelasan yang bersifat verbal dalam
bentuk rangkaian kata-kata (matematika sastra). Tentunya hal ini akan menyebabkan
siswa mengalami kesulitan untuk mencerna atau memahami apa yang telah disampaikan
guru tersebut.

2
Alat peraga dalam pembelajaran matematika merupakan alat bantu dalam
pengkonkretan konsep abstrak. Penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran
mempunyai tujuan, antara lain, untuk:
1. pembentukan konsep,
2. pemahaman konsep,
3. latihan dan penguatan,
4. pelayanan terhadap perbedaan individu,
5. pengukuran,
6. pengamatan dan penemuan sendiri,
7. pemecahan masalah,
8. mengundang berpikir, berdiskusi, dan berpartisipasi aktif siswa.

Sementara itu, alat peraga dalam pembelajaran matematika berfungsi untuk, di


antaranya:
1. menambah motivasi siswa untuk belajar matematika,
2. siswa akan lebih mudah memahami dan mengerti konsep-konsep
matematika yang abstrak,
3. membantu daya tilik ruang dengan bantuan benda-benda ruang yang nyata
seperti kubus, bola, dan sebagainya,
4. siswa menyadari adanya hubungan antara konsep-konsep matematika
dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, atau antara ilmu dengan alam
sekitar dan masyarakat,
5. konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, dapat
dijadikan objek penelitian dan dapat juga dijadikan alat untuk peneltian ide-ide
baru dan relasi-relasi baru.

Pada dasarnya, secara individu kemampuan anak dalam memahami suatu konsep
berbeda-beda, bahkan akan dicapai melalui tingkat yang berbeda-beda pula. Hal
terpenting yang harus diperhatikan guru dalam menyampaikan konsep matematika di
SD adalah penggunaan benda-benda konkret yang jika memungkinkan ada disekitar
kehidupan sehari-hari anak. Tanpa menggunakan pendekatan ini, maka konsep-konsep
abstrak dalam matematika tidak akan bermakna bagi siswa, dan pada akhirnya dapat
diterka bahwa siswa akan mengalami kesulitan untuk menyerap konsep-konsep dalam
materi berikutnya. Beranjak dari benda-benda konkret tersebut, guru kemudian
diharapkan untuk mengupayakan adanya proses berabstraksi. Proses ini menurut
Cooney biasanya diupayakan pada saat siswa telah menyadari adanya kesamaan di
antara perbedaan-perbedaan yang ada atau kesamaan hasil dari proses yang berbeda.
Selanjutnya, menurut Djaali, setiap konsep abstrak dalam matematika yang baru
dipahami anak perlu segera diberikan penguatan supaya mengendap, melekat, dan
tahan lama tertanam sehingga menjadi miliknya dalam pola pikir maupun pola
tindakannya (internalisasi). Untuk keperluan inilah diperlukan belajar melalui berbuat
dan mengerti. (tidak hanya menekankan pada proses hafalan saja). Untuk

3
mengajarkan matematika pada siswa SD melalui pendekatan tersebut mutlak harus
menggunakan alat peraga untuk memudahkan guru mengenalkan konsep kepada
mereka. Anak seusia mereka pada umumnya tidak mudah membayangkan sesuatu yang
abstrak, sehingga dengan adanya bantuan alat peraga dirasakan sangat efektif.

Kriteria Pemilihan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika

Bila ditinjau dari wujudnya, alat peraga dalam pembelajaran matematika dapat
dikelompokkan ke dalam alat peraga benda asli (selanjutnya disebut alat peraga
benda asli, seperti: pohon kelapa, ayam, bangun-bangun geometri dari bongkahan kayu
atau kawat, dan sebagainya), dan alat peraga benda tiruan (alat peraga yang
digunakan bukan benda asli, seperti: patung gajah, gambar kubus, gambar pohon,
gambar kelereng, dan sebagainya yang selanjutnya disebut alat peraga benda tiruan).
Agar alat peraga dapat berfungsi sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu
diperhatikan beberapa persyaratan dalam pengadaannya.
Pengadaan alat peraga untuk pembelajaran matematika hendaknya memiliki
karakteristik dan sifat-sifat berikut:
1. Tahan lama (terbuat dari bahan-bahan yang cukup kuat)
2. Bentuk dan warnanya menarik
3. Sederhana dan mudah dikelola (tidak rumit)
4. Ukurannya sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik anak
5. Dapat menyajikan konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar,
ataupun diagram
6. Sesuai dengan konsep matematika
7. Dapat memperjelas konsep matematika
8. Peragaan itu supaya menjadi dasar tumbuhnya konsep berpikir abstrak
bagi siswa (sebagai sarana untuk membimbing proses abstraksi siswa terhadap
suatu konsep)
9. Dapat dimanipulasikan (diraba, dipegang, dipindahkan, dimainkan,
dipasangkan, dicopot, dan sebagainya)
10. Dapat berfaedah.

Namun demikian, tidak selamanya penggunaan alat peraga membuahkan hasil sesuai
dengan yang diharapkan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan penggunaannya justru
membuat siswa menjadi bingung. Kegagalan menggunakan alat peraga akan nampak
apabila:
1. Generalisasi konsep abstrak dari representasi hal-hal yang konkret tidak
tercapai
2. Alat peraga yang digunakan hanya sekedar sajian yang di dalamnya tidak
memiliki nilai-nilai untuk menunjang konsep-konsep dalam matematika
3. Disajikan pada saat yang tidak tepat
4. Diberikan pada anak yang sebenarnya tidak memerlukan

4
5. Tidak menarik dan mudah rusak, bahkan mempersulit konsep yang sedang
dipelajari

Mengingat tidak selamanya penggunaan alat peraga membuahkan hasil belajar yang
baik, maka selain mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut, untuk dapat memilih
alat peraga yang tepat harus pula memperhatikan 5 (lima) hal sebagai berikut, yakni:
tujuan, materi pelajaran, strategi pembelajaran, kondisi, dan siswa yang belajar.
Dengan memperhatikan kelima hal tersebut, diharapkan guru dapat menghindari
faktor-faktor yang terdapat dalam kategori gagalnya penggunaan alat peraga.

Jenis-jenis Alat Peraga yang Sesuai Kebutuhan Siswa

Guru yang berkecimpung dalam pembelajaran matematika di SD seyogyanya


mengetahui jenis-jenis alat peraga yang digunakan untuk membelajarkan matematika
sesuai batas takar berpikir anak (tahap operasi konkret), serta mampu memanfaatkan
beragam jenis alat peraga tersebut secara tepat guna. Alat peraga yang berupa
benda-benda konkret tidak memiliki prinsip kerja, tetapi penggunaannya dapat
memberikan makna atau pemahaman anak yang cukup berarti terhadap suatu konsep.
Kancing baju dan lidi, misalnya, dapat digunakan untuk menjelaskan operasi hitung
pada sistem bilangan asli atau cacah, misal untuk melakukan penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian. Alat ini biasa digunakan pada siswa kelas 1, 2,
dan 3. Sementara itu, potongan-potongan karton dapat digunakan untuk menjelaskan
secara konkret hasil-hasil dari operasi hitung pada bilangan pecahan (biasanya
digunakan pada siswa kelas 3 dan 4). Bangun-bangun geometri digunakan oleh siswa
kelas 4, 5, dan 6 saat siswa tersebut diperkenalkan dengan bangun datar maupun
bangun ruang.

Selain benda-benda konkret tersebut, terdapat jenis alat peraga yang pada saat
digunakan harus memperhatikan prinsip-prinsip kerjanya. Jenis alat ini biasanya
berbentuk paket dan mempunyai nama khusus. Yang termasuk ke dalam jenis alat ini
adalah sebagai berikut:

1. Neraca Bilangan
Alat ini terdiri atas batang berskala, jarum keseimbangan, dan batu timbangan.
Alat ini biasanya digunakan untuk menjelaskan cara menentukan hasil dari operasi
hitung pada bilangan Asli dan Cacah (untuk bilangan-bilangan sampai dengan 10),
serta diperuntukkan bagi siswa kelas 1.

2. Batang Cuisenaire
Alat ini dalam satu setnya terdiri atas 10 batang dengan ukuran dan warna
tertentu yang mewakili bilangan tertentu. Misal, batang dengan ukuran 1 x 1 x 1
cm2 berwarna putih dan mewakili bilangan 1, batang dengan ukuran 2 x 1 x 1 cm 2

5
berwarna merah mewakili bilangan 2, dan sebagainya. Alat peraga ini biasanya
digunakan untuk menjelaskan operasi hitung untuk tingkatan yang lebih sulit pada
bilangan Asli dan Cacah serta sifat-sifatnya (kelas 2). Di samping itu dapat juga
digunakan untuk menunjukkan bilangan pecahan tertentu serta operasi hitung
pada bilangan pecahan (kelas 3, 4, dan 5).

3. Blok Dienes
Alat ini terdiri atas kubus-kubus kecil dengan ukuran 1 x 1 x 1 cm 2 sebagai satuan,
balok-balok dengan ukuran 1 x 1 x 10 cm 2 sebagai puluhan, balok-balok dengan
ukuran 10 x 1 x 10 cm2 sebagai ratusan, serta kubus-kubus dengan ukuran 10 x 10
x 10 cm2 sebagai ribuan. Dalam pembelajaran matematika, alat ini digunakan
menghitung berbagai bilangan dasar. Oleh karena itu, alat ini sering pula disebut
alat peraga nilai tempat. Alat ini biasa digunakan untuk siswa kelas 1, 2, 3, dan 4.

4. Tangga, Pita, atau Balok Garis Bilangan


Ketiga alat ini lebih cenderung merupakan alat permainan matematika, dan pada
umumnya ketiga alat ini digunakan untuk mengenalkan atau melakukan operasi
hitung dasar pada sistem bilangan bulat. Tangga garis bilangan terbuat dari
triplek yang bentuknya memanjang. Pada potongan triplek tersebut dibuat skala
yang berurutan dan jarak antar skalanya sama. Alat ini disebut tangga garis
bilangan, sebab pada saat menggunakannya harus meniti mistar yang berskala
tersebut. Selanjutnya, untuk memperagakan alat tersebut biasanya diperlukan
pemeraga (model) yang diperankan oleh siswa (siswa melakukan loncatan-loncatan
maju ataupun mundur di atas mistar dan setiap loncatannya mengandung makna
atau mewakili bilangan-bilangan yang dioperasikan).

Sementara itu, Pita Garis Bilangan adalah alat bantu sejenisnya yang dibuat dari
karton duplek, dan di dalam penggunaannya memiliki prinsip kerja yang sama
dengan tangga garis bilangan. Jika pada tangga garis bilangan model yang
dijadikan pemeraga adalah siswa sendiri, maka dalam pita garis bilangan peran
siswa sebagai model digantikan oleh orang-orangan atau mobil-mobilan yang
terbuat dari karton duplek juga. Sedangkan Balok Garis Bilangan merupakan
bentuk modifikasi dari tangga maupun pita garis bilangan dengan pertimbangan
bahwa alat ini lebih memenuhi kriteria atau syarat dari pengadaan alat peraga
(lebih kuat dan tahan lama). Alat ini terbuat dari kayu kaso 4 x 6 cm dan pada
bagian atasnya diberi lubang-lubang skala untuk pijakan model. Panjang alat ini
kurang lebih 1,5 m dan mempunyai dua warna (misal, pada skala yang mewakili
bilangan positif diberi warna biru sedangkan pada skala yang mewakili bilangan
negatif diberi warna kuning). Model yang digunakan untuk melakukan peragaan
berupa wayang-wayangan (wayang golek atau wayang kulit, atau wayang lainnya).
Penggunaan semua alat peraga ini, selain untuk membantu siswa dalam
mendapatkan hasil operasi hitung yang dikehendaki, dapat juga digunakan sebagai

6
jembatan untuk menggambarkan bentuk garis bilangan terhadap operasi hitung
yang ditanyakan. Semua alat peraga ini diperuntukkan bagi siswa SD kelas 5 saat
mereka mempelajari pokok bahasan bilangan bulat.

5. Manik-manik
Alat peraga ini terbuat dari karton duplek dan berbentuk bulatan-bulatan
setengah lingkaran yang apabila pada bagian sisi diameternya dihimpitkan akan
membentuk lingkaran penuh. Alat ini digunakan untuk membelajarkan bilangan
bulat (untuk siswa SD kelas 5), dan dibuat dalam 2 (dua) warna. Satu warna (misal
biru) untuk menandakan atau mewakili bilangan positif, sedangkan warna lainnya
(misal kuning) untuk menandakan bilangan negatif. Dalam alat ini, bilangan nol
(netral) diwakili oleh dua buah manik-manik dengan warna berbeda yang
dihimpitkan pada sisi diameternya sehingga membentuk lingkaran penuh.
Penggunaan alat peraga ini, selain untuk membantu siswa mendapatkan hasil
operasi hitung yang dikehendaki, dapat juga dimanfaatkan untuk melatih pola
(logika) berpikir siswa dalam memahami suatu memecahkan suatu persoalan.

Kiranya masih banyak lagi jenis-jenis alat peraga (yang memiliki prinsip kerja) untuk
siswa di SD yang tidak dapat diutarakan satu-persatu ke dalam makalah ini, seperti
alat-alat peraga sederhana yang dapat dibuat sendiri oleh guru atau siswa dengan
menggunakan karya seni yang ada dalam komunitasnya, permainan anak tradisional
(congklak, dll.), serta alat-alat peraga yang cukup canggih, seperti program Computer
Assisted Instruction yang banyak digunakan untuk drill and practice, dan simulasi
dalam pembelajaran matematika.

Namun demikian, adalah sangat penting bagi guru untuk mengetahui kedudukan alat-
alat peraga dalam pembelajaran matematika berdasarkan hukum-hukum kekekalan
yang berlaku. Sebab hukum-hukum kekekalan tersebut dapat digunakan sebagai acuan
untuk menggunakan alat peraga kepada siswa agar penggunaannya dapat menjadi
efektif. Dalam pembelajaran matematika, terdapat 4 (empat) hukum kekekalan, yaitu:
hukum kekekalan luas, hukum kekekalan panjang, hukum kekekalan volume, dan hukum
kekekalan banyaknya. Alat peraga yang digunakan untuk menjelaskan secara konkret
mengenai luas suatu daerah (misal, potongan karton) digolongkan pada alat peraga
yang mengacu pada hukum kekekalan luas. Alat peraga yang digunakan untuk
melakukan operasi hitung dasar pada bilangan asli, cacah, pecahan, ataupun bilangan
bulat digolongkan dalam alat peraga yang mengacu pada hukum kekekalan panjang
(misal, tangga, pita, atau balok garis bilangan, neraca bilangan, mistar hitung, dan
batang cuisenaire). Sementara itu, yang alat peraga yang mengacu pada hukum
kekekalan volume salah satunya adalah alat peraga blok Dienes, sedangkan alat peraga
nilai tempat (seperti abakus biji, abakus Rusia, abakus Cina, atau abakus Romawi)
termasuk dalam alat peraga yang mengacu pada hukum kekekalan banyaknya.

7
Umumnya alat peraga yang mengacu pada hukum kekekalan banyaknya berfungsi
sebagai alat kalkulasi dan untuk menunjukkan nilai tempat suatu bilangan.

Merancang Penggunaan Alat Peraga Secara Bijak

Penggunaan alat peraga secara bijak hendaknya dapat mewadahi bergeraknya arah
pikiran (pola pikir) anak sampai anak tersebut mengerti makna dari konsep abstrak
yang sedang dipelajari. Dengan kata lain, bahwa penggunaan alat peraga mestinya
dapat dijadikan sebagai sarana untuk memberi makna dan sekaligus jembatan untuk
melakukan proses abstraksi. Pada kenyataannya, proses abstraksi merupakan tahapan
belajar matematika yang sangat jarang dilakukan guru di dalam kelas. Bagi siswa di
sekolah dasar proses abstraksi ini sangat berarti agar siswa nantinya tidak
berperilaku seperti “robot”. Pengetahuan yang didapat dari manipulasi atau peragaan
terhadap benda-benda konkret belum cukup dijadikan bekal bagi siswa agar siswa
dapat menjawab suatu permasalahan dalam situasi yang lain. Sebagai contoh, siswa
yang hanya dapat menjumlahkan dua bilangan bulat dengan menggunakan alat peraga
balok garis bilangan akan merasa kesulitan ketika diminta untuk menentukan hasil
penjumlahan dua bilangan bulat dengan angka yang cukup besar, seperti: 117 + (-49)
ataupun -58 + (-79) jika belum melewati proses abstraksi. Mengapa? Karena pada alat
peraga yang digunakan tidak memuat bilangan-bilangan yang besar tersebut. Biasanya
bilangan-bilangan yang tertera pada alat tersebut terletak pada interval -15 sampai
15. Karena itulah, proses abstraksi menjadi penting bagi siswa.

Sebagai gambaran, berikut disajikan bagaimana sebenarnya bahwa penggunaan alat


peraga dapat dijadikan sarana untuk keperluan proses abstraksi.

Alat peraga “Balok Garis Bilangan”


Alat peraga ini termasuk dalam alat peraga yang tergolong mempunyai prinsip kerja.
Sementara itu, proses kerjanya berpedoman pada hukum kekekalan panjang, bahwa
panjang keseluruhan sama dengan panjang masing-masing bagian-bagiannya . Prinsip
kerja yang harus diperhatikan dalam melakukan operasi penjumlahan maupun
pengurangan dengan menggunakan alat ini adalah sebagai berikut :
1. Posisi awal benda yang menjadi model harus berada pada skala nol.
2. Jika bilangan pertama bertanda positif, maka bagian muka model menghadap ke
bilangan positif dan kemudian melangkahkan model tersebut ke skala yang sesuai
dengan besarnya bilangan pertama tersebut. Proses yang sama juga dilakukan
apabila bilangan pertamanya bertanda negatif.
3. Jika model dilangkahkan maju, dalam prinsip operasi hitung istilah maju diartikan
sebagai tambah (+), sedangkan jika model dilangkahkan mundur, istilah mundur
diartikan sebagai kurang (-).
4. Gerakan maju atau mundurnya model tergantung dari bilangan penambah dan
pengurangnya. Untuk gerakan maju, jika bilangan penambahnya merupakan

8
bilangan positif maka model bergerak maju ke arah bilangan positif, dan
sebaliknya jika bilangan penambahnya merupakan bilangan negatif, maka model
bergerak maju ke arah bilangan negatif. Untuk gerakan mundur, apabila bilangan
pengurangnya merupakan bilangan positif maka model bergerak mundur dengan
sisi muka model menghadap ke bilangan positif, dan sebaliknya apabila bilangan
pengurangnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak mundur dengan
sisi muka menghadap ke bilangan negatif.

Akhir dari penggunaan alat ini adalah untuk mengarahkan pola berpikir siswa agar
dapat memahami konsep yang berlaku pada bilangan bulat, bahwa a – b = a + (-b) atau
a – (-b) = a + b. Agar sampai pada pemahaman yang diharapkan, maka kepada siswa
diberikan beberapa kasus pada operasi hitung bilangan bulat yang berbentuk a + (-
b) dan a – b ataupun bentuk a – (-b) dan a + b. Misal, bentuk operasi hitung yang akan
diperagakan adalah 3 + (-5) dan 3 – 5. Dengan menggunakan balok garis bilangan, maka
proses kerja yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Untuk 3 + (-5):
1 Tempatkan model pada skala nol
dan menghadap ke bilangan
positif -
6-5-
4-3-
2-10123456

2 Langkahkan model tersebut satu


langkah demi satu langkah maju
dari angka 0 sebanyak 3 skala. -
6-5-
4-3-
2-10123456

Hal ini untuk menunjukkan


bilangan pertama dari operasi
tersebut, yaitu positif 3.

3 Karena bilangan penjumlahnya


merupakan bilangan negatif,
maka pada skala 3 tersebut -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
posisi muka model harus kita
hadapkan ke bilangan negatif.

4 Karena operasi hitungnya


berkenaan dengan penjumlahan,
yaitu oleh bilangan (-5) berarti -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

model tersebut harus dilang-


kahkan maju dari angka 3 satu
langkah demi satu langkah
sebanyak 5 skala.

9
5 Posisi terakhir dari model pada langkah 4 di atas terletak pada skala -2,
dan ini menunjukkan hasil dari 3 + (-5). Jadi 3 + (-5) = -2.

Untuk 3 – 5:
1 Tempatkan model pada skala nol
dan menghadap ke bilangan
positif.
-
6-5-
4-3-
2-10123456

2 Langkahkan model tersebut satu


langkah demi satu langkah maju
dari angka 0 sebanyak 3 skala
(untuk menunjukkan bilangan
-
6-5-
4-3-
2-10123456

pertama, positif 3).

3 Karena operasi hitungnya


berkenaan dengan pengurangan,
maka langkahkan model tersebut
mundur dari angka 3 satu
-
6-5-
4-3-
2-10123456

langkah demi satu langkah


sebanyak 5 skala dengan posisi
muka model tetap menghadap ke
bilangan positif.

4 Posisi terakhir dari model pada langkah 3 di atas terletak pada skala -2,
dan ini menunjukkan hasil dari 3 – 5. Jadi 3 – 5 = -2.

Untuk kelancaran penggunaan alat peraga, sajikanlah bentuk-bentuk operasi yang lain
yang masih sejenis dengan bentuk a + (-b), misal: 1 + (-4); 3 + (-5); 2 + (-7); dan
sebagainya dan juga yang masih sejenis dengan bentuk a – b, misal: 1 – 4; 3 – 5; 2 –
7; dan sebagainya. Sebagai catatan, angka-angka yang dilibatkan dalam operasi
tersebut hendaknya diupayakan sama. Hal ini bertujuan untuk memancing pola pikir
siswa agar proses abstraksinya berjalan.

Selanjutnya, ketika siswa sudah mampu mencari hasil penjumlahan dua bilangan bulat
yang berbentuk a + (-b) dan mampu mencari hasil dari pengurangan yang berbentuk a
– b (syarat b > a) dengan menggunakan alat peraga balok garis bilangan, maka proses
berabstraksi dapat dimulai. Karena pada saat itu, siswa telah menyadari adanya
kesamaan hasil yang didapat, yaitu: hasil dari 1 + (-4) dan 1 – 4 sama-sama bilangan -3;
hasil dari 3 + (-5) dan 3 – 5 sama-sama bilangan -2; hasil dari 2 + (-7) dan 2 – 7 sama-
sama bilangan -5; dan sebagainya. Selanjutnya, dengan bantuan guru melalui proses
tanya jawab, siswa diharapkan mampu menghubungkan dua kondisi tersebut sampai

10
dapat menyimpulkan bahwa: a – b = a + (-b) yang merupakan konsep pengurangan pada
bilangan bulat. Namun, jauh sebelum hal ini dilakukan, proses berabstraksi dapat pula
diupayakan pada saat menentukan hasil penjumlahan dua bilangan bulat yang
berbentuk a + (-b) sebelum dikaitkan dengan bentuk pengurangan a – b. Sebab, untuk
bentuk a + (-b) pun umumnya siswa mengalami kesulitan menentukan hasilnya jika
tanpa bantuan alat peraga. Masalahnya hasil penjumlahan dalam bentuk ini dapat
merupakan bilangan positif dan dapat juga berupa bilangan negatif. Jadi, dalam
kondisi ini kiranya guru perlu menekankan adanya proses abstraksi untuk merumuskan
suatu pola atau aturan yang dapat dijadikan acuan oleh siswa untuk menentukan hasil
dari operasi penjumlahan yang berbentuk a + (-b) dengan a dan b untuk angka-angka
yang lain.

Dalam situasi di kelas, agar proses abstraksi berjalan dengan baik dan lancar, maka
penggunaan alat peraga yang mendukung tercapainya pemahaman anak terhadap suatu
konsep perlu dimaksimalkan. Sebab, kegiatan nyata dengan menggunakan alat peraga
umumnya sangat efektif untuk membantu siswa saat berabstraksi dan menangkap
prinsip-prinsip yang dapat dijadikan acuan untuk memahami konsep abstrak dalam
matematika. Biasanya, kegiatan yang sangat menonjol saat guru melakukan proses
abstraksi adalah selain adanya aktifitas peragaan alat bantu, juga terlihat aktifitas
tanya jawab dari guru kepada siswa yang bertujuan untuk menggiring pola pikir siswa
agar dapat menemukan suatu aturan, yang kiranya dapat dijadikan sebagai acuan
untuk mengenalkan konsep abstrak. Di mana aturan yang dirumuskan ini seolah-olah
merupakan hasil penemuan siswa. Jadi, tanpa bantuan alat peraga diperkirakan guru
akan merasa kesulitan untuk melakukan proses abstraksi.

Berikut dipaparkan pula kebermaknaan penggunaan alat peraga ini pada sisi yang lain.
Misalkan gambar model pada posisi akhir peragaan dari 2 contoh di atas dihilangkan,
maka akan terlihat bentuk peragaan garis bilangan dalam proses yang sebenarnya baik
untuk operasi 3 + (-5) maupun untuk operasi 3 – 5.

-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

3 + (-5) 3-5

Kedua peragaan garis bilangan di atas memperlihatkan dengan jelas kepada kita
bahwa terdapat proses yang berbeda untuk menunjukkan hasil dari 3 + (-5) dan 3 – 5.
Peragaan garis bilangan untuk bentuk 3 + (-5) hasilnya ditunjukkan oleh ujung anak
panah, sedangkan bentuk operasi 3 – 5 hasilnya ditunjukkan oleh ujung pangkal
panah. Berarti, untuk menentukan hasil dari operasi bilangan bulat jika peragaannya
menggunakan garis bilangan, bilangan yang ditunjuk sebagai hasil tidak selalu

11
berorientasi pada ujung anak panah, pangkal panahpun dapat digunakan sebagai
penunjuk hasil.

Berdasarkan temuan di lapangan, banyak sekali buku-buku pelajaran matematika di


sekolah dasar ataupun guru-guru yang mengajarkannya tanpa memperhatikan dengan
benar prinsip-prinsip kerja dari penggunaan garis bilangan. Peragaan-peragaan yang
dilakukan selalu berorientasi pada hasil yang ditunjukkan oleh ujung anak panah. Kalau
penggunaan garis bilangan selalu berorientasi pada hasil yang ditunjukkan oleh ujung
anak panah, maka kita akan mengalami kesulitan untuk memperagakan bentuk-bentuk
operasi hitung seperti : 5 – (-6), (-3) – (-7), (-4) – 8, dan sebagainya. Oleh karenanya,
banyak buku-buku pelajaran maupun guru-guru yang mengajarkan bilangan bulat
sangat jarang dan bahkan tidak pernah memberikan contoh penggunaan garis bilangan
untuk bentuk operasi a – b dengan a < b atau b < 0 yang menggunakan pendekatan
prinsip kerja balok garis bilangan di atas. Kalaupun ada, maka bentuk operasinya telah
diubah terlebih dahulu berdasarkan konsep bahwa a – b = a + (-b) atau a – (-b) = a + b.
Hal ini tentunya tidak menyelesaikan masalah, karena guru tetap tidak bisa menjawab
“kenapa mesti jadi seperti itu dan bagaimana menunjukkan letak kesamaannya ? “, dan
juga menutupi proses sebenarnya dari bentuk operasi di atas.

Selain garis bilangan, alat peraga bilangan bulat yang dapat digunakan adalah manik-
manik yang berbentuk setengah lingkaran yang apabila diameternya dihimpitkan atau
digabungkan akan membentuk lingkaran penuh. Selain itu, manik-manik dapat
berbentuk segitiga sama sisi yang apabila sisi miringnya dihimpitkan akan membentuk
bangun persegi. Bentuk alat ini dapat juga dimodifikasi ke dalam bentuk-bentuk
lainnya, yang penting bentuk modifikasi alat tersebut haus sesuai dengan prinsip
kerja alat peraga tersebut. Alat peraga manik-manik terdiri atas dua warna, satu
warna untuk menandakan atau mewakili bilangan bulat positif, sedangkan warna yang
satunya lagi untuk menandakan atau mewakili bilangan bulat negatif. Bagaimana
dengan nol ? Nol diwakili oleh dua manik-manik yang berbeda warna dihimpitkan.

Alat peraga pecahan


Berdasarkan hasil observasi pada beberapa SD negeri dan swasta di wilayah Ciputat,
Pamulang dan Pondok Cabe, serta berdasarkan hasil seminar lokakarya Pusat
Penelitian UT dengan guru-guru SD negeri dan swasta, ditemukan bahwa konsep
pecahan merupakan konsep yang sulit dipahami siswa SD. Bahkan lebih dari itu, hasil
penelitian Tim Bank Dunia tentang kemampuan dasar penguasaan matematika SD oleh
guru SD di Indonesia, menunjukkan bahwa masih cukup banyak guru SD yang memiliki
kelemahan penguasaan operasi bilangan pecahan.

Dalam hal ini, tidak mudah membawa para siswa untuk mampu memahami konsep
pecahan dan makna pecahan. Guru disarankan menggunakan dan memanfaatkan benda-
benda manipulatif dan keadaan yang realistik di sekitar kehidupan dan lingkungan

12
siswa. Dengan benda-benda manipulatif tersebut diharapkan para siswa mempunyai
pengalaman memanipulasikan sendiri benda-benda itu untuk memahami konsep dan
makna, sehingga mereka akan lebih mendalami dan menghayati konsep matematika
yang sedang mereka pelajari. Dengan pengalaman yang realistik, sesuai dengan
keadaan di sekitar kehidupan dan lingkungan mereka, mereka akan merasakan bahwa
matematika mempunyai kaitan nyata dan manfaat dengan situasi yang mereka alami
setiap hari.

Benda-benda manipulatif atau alat peraga dalam mengajarkan konsep pecahan dipilih
benda yang mempunyai bentuk teratur. Hal ini perlu diperhatikan guru, karena jika
benda tersebut tidak teratur, guru akan mendapatkan kesulitan dalam membagi-bagi
benda tersebut menjadi bagian-bagian yang kongruen yang sesuai dengan nilai
pecahan yang diinginkan. Selain itu, akan menyulitkan siswa dalam mencerna konsep
pecahan yang diberikan, karena bentuk, besar atau kecilnya benda selalu menjadi
perhatian siswa. Sebaiknya tidak menggunakan benda tiga dimensi pada awal
pengenalan konsep, karena kesamaan bagian-bagian itu tidak dapat dikontrol siswa.
Gunakanlah kertas, tali atau pita, agar siswa dapat memeriksa dengan mudah
kesamaannya. Kalau terpaksa menggunakan benda tiga dimensi sebaiknya
menggunakan benda atau alat peraga buatan pabrik.

Alat peraga benda geometri


Pembelajaran geometri khususnya yang berkaitan dengan materi geometri ruang
seringkali dirasa sulit dipahami oleh siswa. Salah satu penyebab yang dirasakan oleh
siswa adalah lemahnya kemampuan ruang siswa. Lemahnya kemampuan keruangan ini
sangat terkait dengan penyajian (gambar) benda-benda dimensi tiga yang disajikan
dalam media dua dimensi (papan tulis dan kertas).

Menurut teori Van Hiele, siswa akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam
belajar geometri, yaitu : tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap
deduksi, dan tahap akurasi. Dalam tahapan-tahapan tersebut, terlihat bahwa tahap
pengenalan dan tahap analisis sangat bepengaruh pada tahapan-tahapan berikutnya.
Jika seorang siswa pada tahap ini sudah mengalami kesulitan, maka dia akan lebih
sulit untuk mencapai tahap-tahap berikutnya. Oleh karena itu, alat peraga benda-
benda geometri amat membantu siswa pada kedua tahapan tersebut.

Yang perlu dihindari dalam pemilihan alat peraga ini adalah representasi benda
geometri yang dapat menyesatkan. Misalnya alat peraga segitiga yang terbuat dari
tripleks (ada daerahnya), maka siswa akan mempunyai pengertian yang salah bahwa
segitiga itu berdaerah, bukan hanya kerangka (sisi-sisinya). Definisi segitiga yang
dipakai di SD adalah rangkanya.

Alat peraga benda-benda geometri terdiri dari :

13
1. benda geometri bidang, misalnya bermacam-macam segitiga, persegi,
persegipanjang, lingkaran, trapesium dan jajargenjang baik yang beraturan
maupun yang tidak.
2. benda geometri ruang, misalnya bermacam-macam kubus, balok, limas, kerucut,
bola, dan tabung

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat alat peraga benda-benda geometri,


selain kayu dan kertas, misalnya penyedot minuman, karton, kertas manila, dan
sebagainya. Alat peraga lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran geometri
bidang adalah papa paku. Papan paku ini sangat praktis untuk anak belajar maupun
guru dalam mengajar. Guru atau siswa dapat dengan cepat membuat bermacam-
macam bentuk geometri bidang (segitiga, segiempat, trapesium, dan sebagainya) oleh
gelang karet pada sebuah papan paku.

Demikianlah sekilas mengenai pentingnya menggunakan alat peraga yang


keberadaannya dapat digunakan sebagai sarana untuk memberi makna dan proses
abstraksi siswa, sekaligus untuk membuat suasana pembelajaran menjadi
menyenangkan bagi siswa. Mudah-mudahan melalui sajian makalah ini implikasinya
dapat meminimalkan kesan negatif siswa terhadap pelajaran matematika.

14

Anda mungkin juga menyukai