Anda di halaman 1dari 73

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT

SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM SPONS Petrosia alfiani DARI


KEPULAUAN BARRANG LOMPO

ABD.RAHMAN

H311 08 011

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

i
ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT
SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM SPONS Petrosia alfiani DARI
KEPULAUAN BARRANG LOMPO

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana sains

Oleh :

ABD.RAHMAN

H311 08 011

MAKASSAR

2014

ii
SKRIPSI

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT


SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM SPONS Petrosia alfiani DARI
KEPULAUAN BARRANG LOMPO

Disusun dan diajukan oleh

ABD.RAHMAN

H311 08 011

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama

Prof. Dr. H. Hanapi Usman, MS. Prof. Dr. Ahyar Ahmad


NIP. 19570228 198703 1 001 NIP. 19671231 199103 1 020

iii
(1) (2)
(Tuhan) Yang Maha Pemurah . Yang telah mengajarkan al Quran . Dia menciptakan

manusia(3). Mengajarnya pandai berbicara(4). Matahari dan bulan (beredar) menurut

(5)
perhitungan . Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada

(6)
Nya . Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)

(7)
. Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu(8). Dan tegakkanlah

(9)
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu . Dan Allah

telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya) (10). Di bumi itu ada buah-buahan dan

(11)
pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang . Dan biji-bijian yang berkulit dan

bunga-bunga yang harum baunya


(12)
. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah

yang kamu dustakan? (13) (QS. Ar Rahman: 1-13)

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan

Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

(QS. Al Isra: 85)

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha

Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha

Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari

(23)
apa yang mereka persekutukan . Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang

Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih

kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha

(24)
Bijaksana . (QS. Al Hasyr: 23-24)

Kupersembahkan karya kecil ini untuk Rabbku,


Kedua Orang Tuaku
Saudara-saudaraku dan
Orang-orang yang aku cintai dan mencintaiku karena Allah SWT.

iv
PRAKATA

Segala puji hanya milik Allah SWT atas nikmat tak berujung yang

dicurahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

judul “Isolasi, Identifikasi dan Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder Ekstrak

Kloroform Spons Petrosia alfiani dari Kepulauan Barrang Lompo”. Shalawat

serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga

dan sahabat-sahabat beliau. Salah satu keindahan di dunia ini yang akan selalu

dikenang adalah ketika kita bisa melihat atau merasakan sebuah impian menjadi

kenyataan. Dan inilah salah satu keindahan itu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat tersusun tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak baik materil maupun moril, olehnya itu kepada pihak yang

telah membantu, penulis menghaturkan banyak terima kasih. Terutama kepada

keluarga tercinta, Ayahanda Abu Hera, S.Sos dan Ibunda Hj. Haramiah atas

kesabaran dan doa yang tak pernah putus untuk anak-anaknya, saudaraku:

Hadijah, Arsyad, Muh. Raefathul, dan Sofyan Adi Wijaya terima kasih atas

segala kasih sayang dan pengertiannya, semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan kasih sayang-Nya. Terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Prof. Dr. H. Hanapi Usman, MS. selaku pembimbing utama dan Prof. Dr.

Ahyar Ahmad selaku pembimbing pertama yang telah berkenan meluangkan

banyak waktu, pikiran dan tenaga di sela-sela kesibukannya dalam

membimbing, memberi saran dan bantuan selama penelitian hingga

tersusunnya skripsi ini, mohon maaf jika kehendak tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Serta kepada dosen penguji, Dr. Hj. Nursiah La Nafie, M.Sc,

v
Dr. Muhammad Zakir, M.Si dan Dra. Hj. Rohani Bahar, M.Si., juga kepada

Ketua Jurusan Dr. Firdaus Zenta, M.S dan seluruh staf pengajar di Jurusan

Kimia FMIPA UNHAS yang senantiasa memberi bekal ilmu.

2. Saudara-saudaraku Mr.8 Community (Syarif “Hiperaktif”, Gilang “Rajin

Kuliah yah”, Imran & UC “sedikit lebay”, Ichar & Ulla “Playboy dikit”,

Haidil “IPK tertinggi”, Asman “dragon sky”, Hendra, Fadel, Lh14, Wida

& Kaltri “passappuru”, Ani “autis”, Salsa “njel”, Upe & Ajeng “galauers”,

Nano;Unhy;Vibe “ribut”, Nink, Meity “dikit emosional”, Nta “dietlah”,

Nia, Vega, Caca & Arfi “dikit kalem”, Ana “korean lovers”, Ama, Agu’ &

Tika “pendiam”, Lili “cikebers”, Nani, Dewi, Nataq, Ima, Ime’, Desi,

Nurul, Kis, Evo, Ayu, Denes “tomboy”, Defi, dan Feros) yang telah

memberi warna dalam hidup penulis baik itu suka maupun duka. Semoga

kedepannya kita semua bisa menjadi lebih baik lagi.

3. Buat “FaRah” yang telah menemani penulis selama ini baik suka maupun

duka, memberi semangat, dan motivasi.

4. Sahabat-sahabat sepenelitian Organik (Syarif, Mila, Cita, Selfi, Ulla, Imran)

di Laboratorium Kimia Organik. Kepada Kak Arti dan Pak Usman yang telah

menemani selama penelitian berlangsung. Tidak lupa juga saya ucapkan

banyak terima kasih untuk Ibu Tini, Pak Sugeng dan K’Anti yang telah

meluangkan banyak waktu untuk membantu selama penelitian berlangsung.

5. Sahabat-sahabatku MIPA 08 (Ammart, Fahry, Puang Saki, Arya, Aryo, Jaya,

Ahmi, Papank, Wira, Desta, Abel, Ihfa, Okvi, Fahrul “boncel”, Rian, Juma,

Hikmat, Fera, Daya, Suardi, Surach, dan masih banyak lagi yang belum

vi
sempat disebutkan namanya) terima kasih atas bantuannya dan canda tawanya

selama ini. Semoga kenangan itu tak akan hilang oleh waktu.

6. Saudara-saudaraku Keluarga Mahasiswa Kimia/KMK (Angkatan 2002, 2003,

2005, 2006, 2007, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013) yang tidak bisa disebutkan

satu per satu dalam kesempatan ini. Terima kasih atas semua bantuannya dan

kebersamaannya selama ini. Semoga jalinan kekeluargaan yang telah kita

bangun bisa kita pertahankan bersama.

7. Untuk (kak Nanang “CKP”, Kak Joe, Kak Gusti, Kak Dadank, Kak Ucup,

Kak Abel, Kak Fian, Kak Jamal, Kak Dede, Kak Cacank, Kak Uki, dan yang

lainnya yang belum sempat disebutkan) atas saran, kritik, nasehat, dan

ajarannya selama kita bersama.

8. Untuk Nag IPA 1 genkg (Toto, Gamal, Acha, Diman, Chani, Rahmat, Ita, Upi

Kecil, Upi Besar, Mayank, Ria, dan yang belum sempat disebutkan namanya)

terima kasih untuk canda tawanya.

9. Serta terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan secara

langsung maupun tidak langsung.

Penulis sadar akan kekurangan dalam skripsi ini baik materi maupun

teknik penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun dalam penulisan selanjutnya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

dalam memecahkan masalah pengobatan berbagai macam penyakit.

Penulis

2014

vii
ABSTRAK

Spons merupakan salah satu biota laut yang sangat prospektif sebagai sumber
senyawa-senyawa bahan alam yang memiliki aktivitas farmakologis. Isolasi dan
identifikasi metabolit sekunder dari ekstrak kloroform spons Petrosia alfiani asal
perairan Spermonde Sulawesi-Selatan telah dilakukan. Teknik isolasi dilakukan
dengan menggunakan metode maserasi, partisi, kromatografi kolom vakum, dan
kromatografi kolom gravitasi. Senyawa murni telah berhasil diisolasi, kemudian
diuji bioaktivitasnya dan diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis, FTIR,
dan NMR. Uji bioaktivitasnya mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococus aureus dengan diameter hambatan 13,8 mm (100 ppm); 16,2 mm
(50 ppm); 16,8 mm (10 ppm); 11,2 mm (1 ppm); 7,0 mm (kontrol negatif); 23,6
(kontrol positif), dan bakteri Escherichia coli dengan daya hambat 100 ppm (9,8
mm), 50 ppm (8,2 mm), 10 ppm (7,4 mm), 1 ppm (6,8 mm); kontrol positif (25,6
mm); kontrol negatif (7,0 mm), serta uji toksisitas dengan larva udang Artemia
salina Leach menghasilkan nilai LC50 sebesar 0,045 µg/mL (ppm). Identifikasi
senyawa dengan UV-Vis, FTIR, dan NMR memperoleh hasil berupa senyawa
β-sitosterol.

Kata kunci: Identifikasi, Spons Petrosia alfiani, Uji Bioaktivitas, β-sitosterol

viii
ABSTRACT

Sponge is one of marine biota that very prospective as natural material


compounds that has pharmacological activity. The isolation and identification of
secondary metabolites from extract chloroform of Petrosia alfiani sponge from
Spermonde Archipelago at south-Sulawesi has been done. The isolation technique
used in this study was maceration method, partition, vacuum column
chromatography, and gravitation column chromatography. Pure compound has
been isolated, then tested the group and its bioactivity and identified by UV-Vis
spectrophotometer, Fourier Transform Infrared spectroscopy (FTIR), and Nuclear
Magnetic Resonance (NMR). Bioactivity of the compound has been identified and
it be able to inhibition the growth of Staphylococcus aureus bacteria with the
obstruct diameter is 13.8 mm (100 ppm); 16.2 mm (50 ppm); 16.8 mm (10 ppm);
11.2 mm (1 ppm); 7.0 mm (negative control); 23.6 mm (positive control), and
Esherchia coli bacteria the inhibition is 100 ppm (9.8 mm), 50 ppm (8.2 mm), 10
ppm (7.4 mm), 1 ppm (6.8 mm), positive control (25.6 mm), negative control (7.0
mm), and toxicity test with shrimp larvae Artemia salina Leach and LC50 values
of 1.4719 µg/mL. The result of compounds identification with UV-Vis, FTIR, and
NMR was β-sitosterol compound.

Key Word; Identification, Petrosia alfiani sponge, Bioactivity, β-sitosterol

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ..................................................................... iv

PRAKATA .................................................................................................. v

ABSTRAK .................................................................................................. viii

ABSTRACT ................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

DAFTAR GRAFIK ..................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian............................................... 3

1.3.1 Maksud Penelitian................................................................ 3

1.3.2 Tujuan Penelitian ................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5

2.1 Senyawa Metabolit Sekunder ................................................ 5

2.2 Biologi Spons ......................................................................... 6

2.3 Spons Petrosia alfiani ........................................................... 9

2.3.1 Taksonomi........................................................................... 9

x
2.3.2 Morfologi ............................................................................ 9

2.4 Fitokimia Genus Petrosia ...................................................... 11

2.4.1 Steroid ................................................................................. 11

2.4.2 Alkaloid............................................................................... 11

2.4.4 Serebrosida.......................................................................... 13

2.5 Bioaktivitas ............................................................................ 13

2.5.1 Senyawa Antikanker ........................................................... 13

2.5.1.1 Cara Penetapan Aktivitas Antikanker P. cf. nigricans ... 15

2.5.2 Senyawa Antibakteri .......................................................... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................... 18

3.1 Bahan Penelitian .................................................................... 18

3.2 Alat Penelitian........................................................................ 18

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 18

3.4 Prosedur Kerja ...................................................................... 19

3.4.1 Penyiapan dan Pengolahan Sampel .................................... 19

3.4.2 Ekstraksi .............................................................................. 19

3.4.3 Isolasi ................................................................................. 19

3.4.4 Identifikasi ......................................................................... 20

3.4.5 Uji Bioaktivitas ................................................................. 20

3.4.5.1 Uji Antibakteri ................................................................ 20

3.4.5.2 Uji Antikanker ................................................................ 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 22

4.1 Penyiapan dan Pengolahan Sampel ....................................... 22

4.2 Ekstraksi................................................................................. 23

xi
4.3 Isolasi .................................................................................... 24

4.4. Identifikasi .......................................................................... 26

4.4.1 Spektrofotometer UV-Vis .................................................. 26

4.4.2 Spektroskopi FTIR ............................................................. 27

4.4.3 1H NMR ............................................................................. 28


13
4.4.4 C NMR ............................................................................ 30

4.5 Uji Bioaktivitas ..................................................................... 34

4.5.1 Antibakteri .......................................................................... 34

4.5.2 Uji Toksisitas ...................................................................... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 39

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 39

5.2 Saran ...................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 40

LAMPIRAN ................................................................................................ 44

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Spons Petrosia alfiani .............................................................. 10

Gambar 2. 24ξ-ethyl-cholesta-5-en-3β-ol ................................................... 11

Gambar 3. 24ξ-ethyl-cholesta-8(9)-en-3β-ol .............................................. 11

Gambar 4. 5α,8α-epidioxy-24ξ-ethyl-cholesta-6-en-3β-ol ......................... 11

Gambar 5. Lembehsterols A ....................................................................... 11

Gambar 6. Lembehsterols B........................................................................ 11

Gambar 7. Manzamine A ............................................................................ 12

Gambar 8. Xestomanzamine A ................................................................... 12

Gambar 9. Nigricinol [4-((1H-Indol-3-yl)methyl)-2-amino-5-(1H-indol-


3-yl)-3H-pyrrol-3-one] ................................................................................ 12

Gambar 10. Cribrostatin .............................................................................. 13

Gambar 11. Renierone ................................................................................ 13

Gambar 12. O-demethylrenierone .............................................................. 13

Gambar 13. Petrocerebroside 1 ................................................................... 13

Gambar 14. Petrocerebroside 2 ................................................................... 13

Gambar 15. Spons P. alfiani sebelum dan sesudah kering ......................... 22

Gambar 16. Spons P. alfiani setelah dihaluskan ......................................... 22

Gambar 17. KLT fraksi yang memiliki noda tunggal ................................. 25

Gambar 18. Hasil identifikasi spektrofotometer UV-Vis ........................... 26

Gambar 19. Hasil identifikasi spektroskopi FTIR ...................................... 27

Gambar 20. Hasil identifikasi 1H NMR ...................................................... 29

Gambar 21. Hasil identifikasi 13C NMR ..................................................... 32

xiii
Gambar 22. Struktur senyawa β-sitosterol .................................................. 34

Gambar 23. Bakteri uji yang telah dipreparasi............................................ 34

Gambar 24. Bakteri yang telah diuji dengan sampel .................................. 35

xiv
DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Mortalitas A. Salina ................................................................... 15

Grafik 2. Hubungan Log Konsentrasi dan Nilai Probit ............................ 38

xv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Uji BSLT Ekstrak Kasar P. cf. nigricans .......................... 16

Tabel 2. Hasil Pengukuran 1H NMR dan 13C NMR pada sampel.............. 33

Tabel 3. Pengukuran diameter zona hambat sampel terhadap bakteri uji . 35

Tabel 4. Hasil uji toksisitas dengan Artemia salina Leach ........................ 36

Tabel 5. Penentuan nilai LC50 .................................................................... 37

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan memilki garis pantai sepanjang lebih

kurang 81.000 km dengan wilayah laut yang sangat luas. Hal ini menjadikan

perairan Indonesia memilki potensi kekayaan alam yang besar dengan tingkat

keragaman hayati yang tinggi, di dalamnya terdapat berbagai jenis organisme laut.

Pemanfaatan organisme laut tidak hanya terbatas sebagai bahan makanan, tetapi

juga sebagai sumber bahan kimia alam yang berpotensi sebagai obat

(Handayani dkk., 2008).

Lingkungan laut merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat

melimpah. Senyawa bioaktif dari lingkungan laut yang secara umum berupa

senyawa metabolit sekunder sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan

obat. Senyawa bioaktif dari lingkungan laut juga dapat dijadikan sebagai senyawa

pemandu (lead compound) dalam sintesis obat-obatan baru (Nursid dkk., 2006).

Spons, alga, Coelenterata, dan Echinodermata adalah organisme bahari

yang merupakan sumber bahan bioaktif potensial untuk mengatasi berbagai

macam penyakit. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, spons

menduduki tempat teratas sebagai sumber senyawa aktif karena metabolit

sekunder pada spons memiliki keaktifan sebagai antimikroba, antivirus, dan

antikanker yang sangat berguna sebagai bahan baku obat (Soediro, 1999). Spons

merupakan salah satu biota laut yang potensial untuk diambil kandungan

metabolit sekundernya. Metabolit sekunder memiliki kemampuan sebagai

1
senyawa bioaktif sehingga sangat menjanjikan sebagai lead compound untuk

bahan yang memiliki aktivitas farmakologi (Rachmat, 2007).

Spons merupakan binatang berongga rapat tergolong sebagai filum

Porifera yang ditemukan dikarang-karang vertikal di daerah yang dangkal.

Indonesia kaya akan bermacam-macam jenis spons. Biota laut ini menghasilkan

berbagai senyawa kimia metabolit sekunder yang bersifat bioaktif. Senyawa kimia

tertentu dihasilkan untuk mempertahankan diri dari serangan predator, mengingat

struktur tubuhnya yang lunak dan menetap (Muniarsih, 2005).

Spons laut memiliki potensi bioaktif yang sangat besar. Selama 50 tahun

terakhir telah banyak kandungan bioaktif yang telah ditemukan. Kandungan

bioaktif tersebut dikelompokan beberapa kelompok besar yaitu antiflammantory,

antitumor, immunosuppessive, antivirus, antimalaria, antibiotik, dan antifouling

(Rasyid, 2009).

Spons Petrosia alfiani adalah spesies baru yang di temukan oleh De

Voogd dan Van Soest (2002) yang tersebar di kawasan perairan kepulauan

Spermonde, Barat-Selatan Sulawesi. P. alfiani berbentuk bulat (globular) besar

atau seperti ranting dengan panjang maksimum 20 cm, lebar 10 cm dan tinggi 4

cm. Berwarna kuning terang, berubah menjadi merah-coklat pada udara terbuka.

Dari beberapa penelitian telah dipublikasikan beberapa senyawa bioaktif dari

genus Petrosia diantarannya adalah asam kortikatat sebagai antijamur dari spons

Petrosia cortikata (Soediro, 1999), sedangkan data dari Van Soest dan Braekman

(1999) menemukan beberapa senyawa bioaktif dari family petrosidae diantaranya

polihidroksilat asetilin, siklik 3-alkilpiperidin, dan siklopropenasterol. Selain itu

beberapa senyawa aktif yang telah ditemukan dan dilaporkan dari genus Petrosia

2
adalah alkaloid manzamine-A bersifat sitotoksik (El sayed dkk., 2001). Pada

Petrosia sp. ditemukan senyawa poliasetilen, dideoxypetrosynol A yang

menunjukkan aktivitas antitumor pada sel melanoma kulit manusia (Cho dkk.,

2004). Aktivitas antibakteri juga ditemukan pada hasil isolasi dari spons laut

Petrosia contignata, yaitu, Taraxeron dan D-homoandrostan (Sutedja dkk., 2005).

Senyawa antibakteri epidioksi sterol dari spons laut Petrosia nigrans juga telah

diisolasi dan dikarakterisasi dengan rumus molekul C29H48O3 dengan nama 5,8-

epidioksi-24-etilkolest-6-en-3-ol (Handayani dkk., 2008).

Jenis spons P. alfiani banyak diperairan laut Indonesia namun belum

pernah diteliti kandungan kimianya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai isolasi senyawa metabolit sekunder dari spons jenis P.

alfiani dan uji bioaktivitas terhadap bakteri patogen dan larva udang Artemia

salina Leach.

1.2 Rumusan Masalah

1. Senyawa metabolit sekunder apa yang terkandung dalam ekstrak

kloroform spons Petrosia alfiani?

2. Apakah metabolit sekunder dari spons Petrosia alfiani aktif terhadap

bakteri patogen dan larva udang A. salina Leach?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengisolasi, mengidentifikasi dan uji

bioaktivitas senyawa metabolit sekunder spons Petrosia alfiani.

3
1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Mengisolasi dan memurnikan senyawa metabolit sekunder spons

P. alfiani.

2. Melakukan uji bioaktivitas terhadap bakteri patogen dan larva udang

A. salina Leach dari senyawa metabolit sekunder spons P. alfiani.

3. Menentukan struktur senyawa bioaktif spons P. alfiani yang memiliki

potensi sebagai antibakteri dan antikanker.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang jenis dan potensi senyawa metabolit

sekunder spons P. alfiani.

2. Dasar bagi pengembangan penelitian-penelitian lanjutan tentang senyawa

aktif dari spons P. alfiani.

3. Kemungkinan ditemukannya senyawa baru dalam P. alfiani mengingat

spesies ini tergolong baru.

4. Sebagai awal dari eksplorasi obat antibakteri dan antikanker yang baru..

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki

wilayah laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut, memiliki

sumber daya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam tersebut

adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian

dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota

laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang,

lebih dari 200 jenis ikan, dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustacea, spons,

algae, lamun, dan biota lainnya (Suparno, 2005).

Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang

yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut

ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar

dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat

(Muniarsih dan Rachmaniar, 1999).

2.1 Senyawa Metabolit Sekunder

Proses sintesis dan degradasi senyawa kimia dalam organisme dengan

sistem enzimatik disebut metabolisme. Jalur-jalur biosintetik (biosintetic

pathways) digunakan oleh semua makhluk hidup dalam memproduksi metabolit

yang essensial untuk kelangsungan hidup dan pertahaanan dirinya. Metabolit

primer yang digunakan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup diantaranya

adalah lemak, DNA, protein dan karbohidrat. Sedangkan metabolit sekunder atau

5
sering disebut dengan “natural product” yang diproduksi oleh organisme

mempunyai fungsi penting dalam ekologi (Murniasih, 2005).

Metabolit sekunder pada mulanya diasumsikan sebagai hasil samping atau

limbah dari organisme sebagai akibat produksi metabolit primer yang berlebihan.

Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terbukti bahwa

metabolit sekunder diproduksi oleh organisme sebagai respon terhadap

lingkungannya (Murniasih, 2005).

Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia alami yang

dapat ditemukan di alam dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan

obat-obatan dan untuk menujang berbagai kepentingan industri. Bahan ini tidak

akan pernah habis dan terus akan tercipta dengan struktur molekul yang

mengalami interkonversi sejalan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian

senyawa yang bersumber dari alam akan terus ada tercipta baik yang sudah pernah

ditemukan maupun yang baru dan belum diketemukan (Darminto dkk., 2009).

2.2 Biologi Spons

Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri

dari tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Amir dan

Budiyanto, 1996; Rachmaniar, 1996; Romimohtarto dan Juwana, 1999),

sedangkan menurut Warren (1982), Ruppert dan Barnes (1991), Filum Porifera

terdiri dari empat kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan

Sclerospongia. Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut.

Spons ini mempunyai struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulanya

terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Demospongiae adalah

kelompok spons yang terdominan diantara porifer, tersebar luas di alam, dengan

6
beragam jenis dan jumlah yang sangat banyak. Mereka sering berbentuk masif

dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan

kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri dari

silikat dan ada beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida, dan Verongida)

spikulanya hanya terdiri dari serat spongin, serat kollagen atau tidak memiliki

spikula. Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas, kebanyakan hidup di laut

dalam. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mangandung spongin (Warren,

1982; Ruppert dan Barnes, 1991; Brusca dan Brusca, 1990 dalam Suparno, 2005;

Amir dan Budiyanto, 1996; Romihmohtarto dan Juwana, 1999). Kelas

Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada perairan dalam di

terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau

terowongan diterumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang

kompleks, mempunyai spikula silikat dan serat spongin. Elemen-elemen ini

dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat

yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren, 1982;

Harrison dan De Vos, 1991; Ruppert dan Barnes, 1991).

Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai

Mei 1998 menurut Van Soest dan Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa,

yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae.

Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari kelas Demospongiae terutama dari

ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis),

Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100

jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida,

7
senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat

sedikit.

Ekstrak metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui

mempunyai sifat aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor (Kobayashi dan

Rachmaniar, 1999), antivirus (Munro dkk., 1989), anti HIV dan antiinflamasi,

antifungi (Muliani dkk., 1998), antileukimia (Soediro, 1999), penghambat

aktivitas enzim (Soest dan Braekman, 1999). Selain sebagai sumber senyawa

bahan alam, spons juga memiliki manfaat yang lain, seperti: digunakan sebagai

indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut (Amir, 1991)

Biota laut telah menjadi topik untuk investigasi sejumlah produk alami.

Kondisi laut yang ekstrim, yang berbeda dari teresterial, mampu menghasilkan

jenis senyawa aktif yang berbeda. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa

senyawa bioaktif dari karang laut berkhasiat sebagai antimikroba, antikanker, dan

antiinflamasi (Rachmaniar, 2003).

Kompleksnya komponen kimia dari ekstrak biota laut telah memacu

berkembangnya usaha isolasi dan karakterisasi senyawa. Seperti yang telah

dilakukan oleh Johannes (2008) melalui isolasi dan karakterisasi metabolit

sekunder Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux menemukan senyawa

(1) golongan asam karboksilat yaitu asam heksadekanoat, dan (2) golongan

steroid yaitu β-sitosterol. Namun sejauh mana tingkat toksisitas dan efektivitas

senyawa bioaktif tersebut perlu diteliti lebih lanjut.

8
2.3 Spons Petrosia Alfiani

2.3.1 Taksonomi

Klasifikasi spesies spons yang menjadi objek penelitian ini adalah sebagai

berikut (de Voogd & van Soest, 2002):

Domain : Eukaryota

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Radiata

Infrakingdom : Spongiaria

Phylum : Porifera

Subphylum : Cellularia

Class : Demospongiae

Subclass : Ceractinomorpha

Order : Haplosclerida

Suborder : Petrosina

Family : Petrosidae

Genus : Petrosia

Specific name : alfiani

Scientific name : Petrosia alfiani

2.3.2 Morfologi

Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisika, kimiawi,

dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka

dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat.

Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau

pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung

9
tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung memilki tubuh

yang simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih stabil

apabila dibandingkan dengan jenis yang sama pada perairan yang dangkal

(de Voogd & van Soest, 2002).

Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau

masif dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari segumpal jaringan

yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang,

tonggak, atau tumbuh-tumbuhan. Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih

teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-

bentuk yang dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis bercabang seperti

pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah.

Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum

pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0.9 m dan tebalnya 30,5 cm.

Jenis-jenis spons tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul

keluar dari badannya. Morfologi spons P. alfiani dapat dilihat pada gambar 1

(de Voogd & van Soest, 2002).

Gambar 1. Spons P. alfiani

10
2.4 Fitokimia Genus Petrosia

2.4.1 Steroid

Beberapa senyawa turunan steroid telah diisolasi dari spons Petrosia

nigricans yaitu 24ξ-ethyl-cholesta-5-en-3β-ol (2), 24ξ-ethyl-cholesta-8(9)-en-3β-

ol (3), 5α,8α-epidioxy-24ξ-ethyl-cholesta-6-en-3β-ol (4) (Aoki dkk., 2002).

H H
HO
HO 3
2

HO O

O
4

Lembehsterols A (5) dan B (6) adalah senyawa turunan steroid yang

diisolasi dari spons Petrosia strongylata (Aoki dkk., 2002).

H
H
H
NaO3SO
H
NaO3 SO

NaO3SO
NaO3 SO
H
OSO3 Na
6
5

2.4.2 Alkaloid

Famili petrosiidae (seperti, Xestospongia sp. dan Petrosia sp.), spons

Petrosia(Petrosia) Hoeksemai dilaporkan mengandung alkaloid manzamine. Dua

11
metabolit sekunder telah diisolasi dari spons Petrosia Hoeksemai yang dikoleksi

dari Pulau Menjangan, Bali-Indonesia. Senyawa tersebut adalah manzamine A (7)

dan xestomanzamine A (8). Senyawa alkaloid manzamine diketahui memiliki

aktivitas antimalaria dan anti-HIV (Murti, 2006).

N
N
H N
N
H

N
7
O
N 8
N
N
CH3

Senyawa baru alkaloid indol pertama kali dilaporkan oleh Ashour (2006)

dari spesies Petrosia nigricans yang beasal dari Pulau Barranglompo, Sulawesi-

Indonesia yaitu Nigricinol [4-((1H-Indol-3-yl)methyl)-2-amino-5-(1H-indol-3-yl)-

3H-pyrrol-3-one] (9).

NH2

O
N

N 9 N
H H

Sandoval dkk., telah menemukan turunan isoquinoline baru dari Petrosia

spp. (Order Haplosclerida, Family Petrosiidae) asal filipina yaitu cribrostatin (10),

dan dua senyawa lain yang telah diketahui yaitu renierone (11 R=OMe) dan O-

demethylrenierone (12 R=OH).

12
O O

R = OMe
HO3S
N
N
R
N R = OH
H
O O O

10 11, 12 O

O
O

2.4.3 Serebrosida

Dua senyawa baru serebrosida yang diisolasi dari Petrosi nigricans adalah

petrocerebroside 1 (21), petrocerebroside 2 (22) (Ashour, 2006).

O
C22 H45
OH
HN
C12H 25
HO
HO
HO H O O H O O OH
H
OH
H H HO H OH O
H
HO H C21 H43
H H
OH

13 HN
C11H 23
HO
HO
HO H O O H O O OH
H
14
OH
H H HO H OH
H
HO H
H H

2.5 Bioaktivitas

2.5.1 Senyawa Antikanker

Beberapa peneliti melaporkan bahwa aktivitas substansi dari laut antara

lain berkhasiat sebagai antimikroba, antivirus, anti HIV, antikanker dan

antiinflamasi (Satari, 1996). Senyawa tersebut merupakan metabolit sekunder

yang digunakan dalam sistem pertahanan diri, yaitu untuk mempertahankan hidup

dan menghindari gangguan dari organisme lain di lingkungan hidupnya. Karena

aktivitas farmakologinya maka senyawa tersebut memiliki prospek untuk diisolasi

dan dimanfaatkan dalam bidang pengobatan (Sardjoko, 1996).

13
Spons merupakan sumber senyawa bahan alam seperti terpenoid, steroid,

poliketida, alkaloid dan masih banyak lagi senyawa-senyawa yang lain. Senyawa-

senyawa tersebut memiliki potensi biomedik yang berguna bagi penyembuhan

penyakit tertentu pada manusia, misalnya sebagai antikanker, antibiotik,

antitumor, antiinflamasi, inhibitor enzim, dan sifat-sifat lainnya (Ralph, 1988).

Senyawa bioaktif ditemukan dari sekitar 11 genera spons. Tiga genera

spons yaitu Haliclona, Petrosia dan Discodemia memiliki efek antikanker

yang sangat kuat (Jha dan Zi-rong, 2004). Petrosia sp. yang berasal dari perairan

Korea mengandung senyawa bioaktif poliasetilen yang termasuk dalam golongan

alkohol. Senyawa ini memiliki aktifitas sitotoksik yang`kuat terhadap sel tumor

leukemia pada manusia (K-562) (Seo dkk., 1999), dapat menghambat replikasi

DNA secara in vitro (Kim dkk., 2002) dan dapat menginduksi apoptosis pada sel

melanoma kulit manusia (Cho dkk., 2004).

Dua senyawa yang diisolasi dari spons Petrosia sp. adalah senyawa

alkaloid yang menunjukkan tingkat toksisitas cukup tinggi terhadap larva

A. salina dengan LC50 masing-masing sebesar 7,23 µg/mL (isolat 1) dan

5,69 µg/mL (isolat 2). Sitotoksisitas terhadap sel myeloma menunjukkan nilai

LC50 masing-masing sebesar 16,95 µg/mL (isolat 1) dan 18,8 µg/mL (isolat 2).

Semakin lama waktu pemberian, kedua isolat tersebut semakin toksik yang

ditunjukkan dengan semakin rendahnya LC50 (Astuti, 2005).

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Sapar dkk (2004) pada spons

Biemna triraphis diperoleh isolat tunggal berupa senyawa berbentuk kristal

memiliki sifat dan karateristik yang sama dengan β-sitosterol (35). Selain itu, uji

bioaktivitas menunjukkan bahwa Biemna triraphis adalah bioaktif dengan nilai

14
LC50 terhadap Artemia salina sebesar 454 ppm, dan uji bioaktivitas terhadap

isolat kristal menunjukkan bahwa metabolit sekunder yang dikandungnya

adalah bioaktif dengan nilai LC50 sebesar 76 ppm.

2.5.1.1 Cara Penetapan Aktivitas Antikanker P. cf. nigricans

Viabilitas A. salina dan nilai LC50 hasil uji BSLT dari ekstrak metanol

P. cf. nigricans disajikan pada Grafik 1. Pada dosis ekstrak 1000 µg/mL

semua A. salina yang diuji mengalami kematian. Hasil perhitungan analisis

probit untuk mencari nilai LC50 disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada

Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai LC50 ekstrak metanol spons P.cf. nigricans

sebesar 23,4 µg/mL. Menurut McLaughlin & Rogers (1998) suatu ekstrak

termasuk dalam katagori sangat aktif apabila memiliki nilai LC50 < 30 ppm

(Nursid dkk., 2006).

120
100
% Kematian

80
60
40
20
0
10 1000
Dosis Ekstrak (µg/mL)

Grafik 1. Mortalitas A. Salina setelah pemberian ekstrak metanol P. cf. nigricans

15
Tabel 1. Hasil uji BSLT ekstrak kasar spons P. cf. nigricans

Dosis Log Dosis Kematian Nilai Probit Persamaan Garis LC50

10 1 30 4,48 Y = 1,805X + 2,52 23,45

100 2 80 5,84 R2 = 0,98

1000 3 100 8,09

2.5.2 Senyawa Antibakteri

Senyawa antibakteri yang dihasilkan dari actinomycetes asosiasi spons

berdasarkan data IR diduga merupakan senyawa turunan karboksilat serta isolat

actinomycetes yang diisolasi dari spons termasuk dalam genus Streptomyces sp.

yang menghasilkan metabolit sekunder aktif terhadap bakteri S.aureus resisten

antibiotik dengan kadar yang masih bisa menghambat yaitu 0,0195 µg

(Rante, 2010).

Bioaktifitas antibakteri ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa

jenis, seperti: Halichondria sp., Callyspongia pseudoreticulata, Callyspongia sp.

dan Auletta sp. (Suryati dkk., 1996). Beberapa spons yang belum diketahui

jenisnya, yang aktif terhadap bakteri Staphylococcus aures, Bacillus subtilis dan

Vibrio cholerae Eltor (Rachmaniar, 1996).

Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis:

Discodermiakiiensis, Cliona celata, lanthella basta, lanlhellcr ardis,

Psammaplysila purpurea, Agelas sceptrum, Phakelia .flabellata. Senyawa

antijamur telah diisolasi dari spons laut jenis: Jaspis sp, Jaspis johnstoni, Geodia

sp. Senyawa antitumor/antikanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina

fistularis, A. Aerophoba. Senyawa antivirus telah diisolasi dari spons laut jenis:

Cryptotethya crypta, Irciniavariabilis. Senyawa sitotoksik diisolasi dari spons laut

16
jenis: Axinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis, Spongia officinalis,

Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa, Ircinia sp. Senyawa

antienzim tertentu telah diisolasi dari spons laut jenis: Psammaplysilla purea

(Ireland dkk.,1989; Munro dkk., 1989).

17
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain spons Petrosia

alfiani, larutan metanol teknis, kloroform p.a., etil asetat p.a dan teknis, n-heksana

p.a dan teknis, aseton p.a, silika gel 60 (7733), silika gel 60 (7734), silika gel 60

(7730), plat KLT, KLT preparatif, pasir kuarsa, biakan murni E. coli, biakan

murni S. aureus, medium NA (nutrient Agar), DMSO (dimetil sulfoksida),

Chloramphenicol, dan kapas.

3.2 Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan antara lain peralatan gelas yang umum

digunakan di dalam laboratorium, rotavapor, timbangan digital, perangkat

kromatografi kolom vakum dan gravitasi, alat KLT (bak KLT, pipa kapiler,

pensil, cutter dan mistar), autoklaf, jangka sorong, ose, pembakar bunsen, paper

disc, cawan petri, inkubator, microplate, spektronik 20, vial, lampu UV-Vis 2600

Shimadzu, FTIR Prestige-21 Shimadzu, dan NMR 300 MHz Bruker.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan Desember 2012 di Laboratorium Kimia

Organik, Jurusan Kimia FMIPA dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Unhas. Pengambilan sampel spons dilakukan di sekitar Pulau Barang

Lompo Sulawesi Selatan.

18
3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Penyiapan dan Pengolahan Sampel

Sampel diambil langsung dari laut dengan menggunakan peralatan

SCUBA. Sampel segar dicuci dan dibersihkan kemudian disimpan dalam plastik.

Sampel kemudian disimpan dalam ice box sampai digunakan. Sebelum digunakan,

sampel dikeringkan dan digerus terlebih dahulu.

3.4.2 Ekstraksi

Sampel yang telah dikeringkan kemudian digerus dan ditimbang bobot

keringnya sebanyak 4 kg. Sampel kering kemudian dimaserasi dengan

menggunakan metanol selama 1 × 24 jam. Maserasi diulangi dengan volume

metanol yang sama beberapa kali. Hasil maserasi kemudian ditampung untuk

diuapkan menggunakan rotary evaporator.

Ekstrak metanol hasil penguapan dipartisi dengan kloroform dan

selanjutnya diuapkan lagi dengan menggunakan evaporator. Hasil penguapan

ekstrak dari fraksi kloroform lalu dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT)

dan diuji bioaktivitasnya sebagai antibakteri dan antikanker.

3.4.3 Isolasi

Ekstrak kloroform yang telah dikurangi pelarutnya kemudian dipisahkan

fraksi-fraksinya dengan memakai kromatografi kolom. Fraksinasi dilakukan

dengan kromatografi kolom vakum (KKV), dengan menggunakan eluen yang

bervariasi. Hasil fraksinasi dianalisis dengan KLT menggunakan eluen yang

sesuai agar dapat menggabungkan fraksi-fraksi yang sama.

19
Analisis dengan KLT dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi

pelarut. Maserat ditotolkan pada plat KLT yang memiliki silika gel sebagai

adsorben lalu dimasukkan di dalam tabung yang telah dijenuhkan dengan eluen.

Noda dari hasil totolan pada base line bergerak berdasarkan perbedaan kepolaran

dan dihasilkan noda-noda. Sistem ini dilakukan dengan prinsip trial and error

guna mencari eluen yang sesuai untuk fraksinasi. Eluen yang digunakan dapat

berupa campuran dua atau tiga pelarut. Kromatogram yang baik ditandai dengan

terpisahnya masing-masinng noda. Dari noda tersebut akan dihitung nilai Rf- nya.

Senyawa murni harus menunjukkan noda tunggal pada tiga macam sistem eluen.

3.4.4 Identifikasi

Pada tahap ini senyawa murni yang diperoleh diuji kemurniannya dengan

mengukur titik leleh dan juga analisis KLT pada tiga macam sistem eluen. Data

spektroskopi untuk penetapan struktur diperoleh dengan mengukur senyawa

murni melalui alat spektrofotometer UV-Vis, FTIR, 1H NMR, dan 13C NMR.

3.4.5 Uji Bioaktivitas

3.4.5.1 Uji Antibakteri

Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, yaitu dengan

cara larutan agar Tryptic Socy Borth (TBS) diautoklaf pada suhu 21 oC selama 20

menit, kemudian didinginkan pada suhu kamar. Selanjutnya, 1% biakan bakteri

dicampurkan dengan media yang masih cair. 15 mL agar bakteri dimasukkan ke

dalam petri steril kemudian ditutup rapat dan dibiarkan membeku. Kertas saring

steril dicelupkan ke dalam sampel kemudian dikibaskan hingga tidak ada cairan

yang menetes. Perlakuan kontrol (kontrol positif; Chloramphenicol dan kontrol

20
negatif: pelarut) dikerjakan seperti sampel. Kertas saring mengandung sampel

diletakkan terhadap kontrol positif dan negatif. Kultur diinkubasi dalam inkubator

pada suhu 37 oC dan RH 90% selam 2 hari dan dilanjutkan menjadi 3 hari.

Pengukuran dilakukan pada ukuran sona bening yang terbentuk disekitar cakram

kertas saring dengan menggunakan mistar geser.

3.4.5.2 Uji Toksisitas

Uji bioaktivitas yang dilakukan adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

yang dilakukan terhadap A. salina, prosedur uji aktivitasnya sebagai berikut:

Pengambilan sekitar 10-17 ekor Artemia salina berumur 48 jam ke dalam 100 mL

air laut sintetik dilakukan secara acak, dimasukan dalam flakton-flakton yang

telah diisi dengan sampel masing-masing 100 µL yang telah dilakukan

pengenceran sebagai berikut: sebanyak 200 µL sampel 1000 µg/mL dari fraksi

kloroform bioaktif yang diatur konsentrasinya dengan DMSO. Selanjutnya

pengenceran dilakukan dalam mikroplate dengan konsentrasi yang divariasi (0, 1,

5, 10, 50, 100) µg/mL dan volume sampel tiap lubang 100 µL secara triplo.

Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar dan selanjutnya jumlah

larva yang mati dan yang hidup dihitung dengan bantuan kaca pembesar serta

ditentukan nilai LC50 (µg/mL) dengan program Bliss Method (Meyer dkk., 1982).

21
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan dan Pengolahan Sampel

Sampel yang telah diambil dari laut kemudian dikeringkan selama kurang

lebih 1 minggu untuk mengeluakan kandungan air dalam sampel, karena sampel

yang masih basah memiliki struktur yang keras sehingga sulit untuk di gerus.

Sampel yang telah kering kemudian dipotong-potong


dipotong potong menjadi potongan kecil agar

nantinya mudah untuk dihaluskan menggunakan blender. Setelah halus, sampel

kembali dikeringkan 2-3


3 hari untuk memastikan kandungan airnya telah habis dan

beratnya ditimbang. Berat sampel yang diperoleh sebanyak 4,5 Kg.

Berikut gambar sampel sebelum dan sesudah di haluskan:

Gambar 15.. Spons Petrosia alfiani yang belum kering dan sudah kering

Gambar 16. Spons Petrosia alfiani sesudah dihaluskan

22
4.2 Ekstraksi

Sampel yang telah kering dan ditimbang sebanyak 4,5 Kg kemudian

dimasukkan ke dalam suatu wadah untuk memulai proses ekstraksi atau disebut

juga dengan maserasi. Proses maserasi ini dilakukan dengan merendam sampel

menggunakan metanol dalam wadah yang telah disiapkan, proses ini dilakukan

selama 4x24 jam untuk memastikan kandungan senyawa dalam sampel sudah

ditarik semuanya oleh metanol. Tiap kali selesai melakukan maserasi, hasilnya

ditampung dalam sebuah botol dan maserasi selanjutnya diganti dengan metanol

yang baru dan begitu seterusnya sampai 4 kali. Setelah maserasi, sampel

kemudian dievaporasi menggunakana alat rotary evaporator untuk mengurangi

pelarutnya dan membuat sampel menjadi lebih pekat. Hal ini dilakukan agar pada

proses ektrakasi selanjutnya menggunakan sedikit pelarut dan proses pemisahan

lebih efektif.

Sampel yang telah dipekatkan kemudian diekstraksi dengan pelarut

kloroform menggunakan corong pisah. Proses ini dilakukan dengan perbandingan

1:2 antara volume sampel dan pelarut, pelarut kloroform dan metanol sulit

terpisah karena perbedaan kepolaran yang kecil maka ditambahkan sedikit

akuades agar pemisahan dapat terjadi dengan baik. Proses ini dibiarkan selama

kurang lebih 24 jam untuk membuat kloroform dapat menarik senyawa dari

sampel secara maksimal. Saat proses ekstraksi terjadi, pelarut kloroform berada

pada bagian bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar daripada air dan

metanol. Olehnya itu pada saat pemanenan ekstrak kloroform menjadi lebih

mudah. Jumlah ekstrak kloroform yang diperoleh dalam proses ekstraksi ini

sebanyak 20, 1574 g.

23
Ekstrak kloroform yang telah diperoleh kemudian di kromatografi lapis

tipis (KLT) untuk mencari perbandingan eluen yang sesuai dan pemisahan

senyawa yang baik. Eluen yang digunakan berupa n-heksana, etil asetat,

kloroform, dan aseton. Keempat eluen inilah yang divariasikan perbandingannya

untuk mendapatkan pemisahan senyawa yang baik. Dalam penelitian ini

didapatkan perbandingan eluen dari n-heksana dan aseton yaitu 6:4. Eluen inilah

yang akan digunakan dalam proses pemisahan selanjutnya.

4.3 Isolasi

Tahapan isolasi ini dimulai dengan melakukan kromatografi kolom vakum

(KKV). Sebelum KKV dilakukan, terlebih dahulu ekstrak klorofom dikeringakan

agar menjadi padatan agar nantinya mudah untuk dilakukan KKV. Ekstrak yang

sudah kering sebanyak 10 g kemudian diimprek dengan menggunakan silika gel

tipe 7730 sampai sampel menjadi butiran-butiran halus yang persis dengan

struktur silika itu sendiri. Setelah itu barulah dilakukan KKV untuk memisahkan

senyawa menjadi beberapa fraksi-fraksi. Proses ini dilakukan dengan

menggunakan alat KKV dan silika gel tipe 7734, tahapan ini berlangsung dengan

menggunakan eluen n-heksana dan aseton dengan berbagai perbandingan mulai

dari 9:1 sampai 1:9. Setiap perbandingan eluen berbeda jumlah pemakaiannya,

contohnya 7:3 sebanyak 3 kali dan 6:4 sebanyak 4 kali. Hal ini tergantung dari

perbandingan eluen yang sesuai yang telah didapatkan pada tahap kromatografi

lapis tipis (KLT). Pada tahapan ini akan di peroleh beberapa fraksi yang kemudian

dianalisis dengan menggunakan KLT untuk mengetahui fraksi mana yang

memiliki noda yang sama untuk kemudian digabung menjadi satu.

24
Tahap berikutnya dilakukan kromatografi kolom gravitasi dari fraksi-

fraksi yang didapatkan pada kromatografi kolom vakum. Fraksi yang dikeringkan

dan ditimbang adalah isolat dengan perbandingan 7:3. Jumlah fraksi ini sebanyak

0.7 gram yang kemudian diimprek dengan silika dan dilanjutkan dengan kolom

gravitasi dengan eluen n-heksana dan etil asetat 4:6. Pada tahap ini didapatkan

beberapa fraksi yang kemudian di KLT untuk menentukan fraksi yang pergeseran

nodanya sama dan kemudian digabung.

Penggabungan fraksi mendapatkan 5 buah fraksi baru yang kemudian satu

diantara fraksi tersebut memiliki pemisahan noda yang baik (ada dua noda).

Untuk memurnikan fraksi tersebut dilakukan KLT preparatif dengan pelarut yang

sama (n-heksana:etil asetat 4:6). Hasil dari KLT preparatif disaring dengan

menggunakan pelarut etil asetat dan di KLT lagi untuk memastikan

kemurniannya, dan didapatkan hanya ada satu noda.

Gambar 17. Hasil KLT fraksi menghasilkan satu noda tunggal.

Fraksi tersebut diukur titik lelehnya dan didapatkan titik lelehnya

135-136 oC, hal ini dapat dikatakan telah murni karena range titik lelehnya hanya

1 derajat. Setelah itu kemudian diuji anti sitotoksik dan anti bakteri, diidentifikasi

dengan menggunakan alat UV-Vis, FTIR, dan NMR.

25
4.4 Identifikasi

Tahap identifikasi dilakukan dengan menggunakan instrumen


instrumen UV
UV-Vis,

FTIR, dan NMR proton dan karbon.


karbon

4.4.1
.1 Spektrofotometer UV-Vis
UV

Spektrosfotokopi UV-Vis adalah pengukuran jumlah radiasi


diasi UV
UV-vis yang

diserap oleh senyawa sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi. Panjang

gelombang serta intensitasnya ini tergantung dari jenis ikatan dan gugus

karakteristik dari molekul.


molekul. Sampel yang telah murni diencerkan dengan pelarut

etil asetat (sebagai pelarut) sebanyak 5 mL untuk kemudian di ukur menggunakan

spektrofotometer UV-Vis.
Vis. Berikut adalah hasil pengukuran sampel dengan

spektrofotometer UV-Vis.
Vis.

Gambar 18. Hasil identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis

Spektrum sinar ultraviolet


ultraviolet umumnya digunakan untuk mendeteksi

konjugasi. Pada umumnya, molekul tanpa ikatan rangkap atau dengan satu ikatan

rangkap saja tidak menyerap didaerah sinar tampak (250-800


(250 800 nm). Namun

demikian, sistem terkonjugasi memang menyerap dan semakin banyak


banyak konjugasi

semakin panjang panjang gelombangnya dari serapan maksimumnya.

26
Panjang gelombang maksimun pada spektrofotometer UV
UV-Vis yang

terukur sebesar 215 nm dengan absorbansi 0,006. Dengan demikian, senyawa

tersebut tidak memiliki ikatan rangkap atau hanya


hanya memiliki satu ikatan rangkap

karena menyerap sinar dibawah 250 nm.

4.4.2 Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectroscopy

Meski spektrum IR spesifik untuk setiap molekul, berbeda gugus fungsi

memberikan pita-pita
pita absorbsi di frekuensi yang sangat dekat. Hal ini berakibat

pada spektrum IR tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya


satu satunya cara indentifikasi

struktur molekul. Spektrum IR lebih sering digunakan untuk mengidentifikasi

keberadaan gugus fungsi yang memi


memiliki pita spesifik yang menonjol,
njol, yaitu: C
C=O,

O-H, N-H, C-O,


O, C=C, C≡N,
C dan NO2. Berikut adalah hasil pengukuran FTIR dari

sampel yang telah dimurnikan.

Gambar 19. Hasil identifikasi spektrofotometer FTIR pada sampel

Penyerapan pada spektrum FTIR menunjukkan adanya puncak pada

daerah 3421,72 (OH), 2958,80 dan 2866,22 (CH alifatik), 1666,50 (C=C),

1463,97 (CH2), 1375,25 (C-O),


(C O), dan 1055,06 (sikloalkana). Sedangkan menurut

27
Kamboj dan Saluja (2011) bahwa spektrum FTIR pada β-sitosterol menunjukkan

puncak serapan pada 3373,6 cm-1 (O-H); 2940,7 cm-1 dan 2867,9 cm-1 (C-H

alifatik); 1641,6 cm-1 (C=C ), puncak penyerapan lainnya termasuk 1457.3cm-1

(CH2); 1381,6 cm-1 (C-O), dan 1038,7 cm-1 (sikloalkana). Olehnya itu dari data

spektrum FTIR diatas dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut β-sitosterol.

4.4.3 Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H NMR)

Digunakan 1H NMR untuk mengukur banyaknya jumlah atom H dalam

suatu senyawa. Nilai pergeseran kimia, spin-spin splitting dan konstanta coupling

merupakan nilai-nilai yang harus dibandingkan. Nilai-nilai tersebut memberi juga

petunjuk mengenai perbedaan lingkungan suatu atom hidrogen di dalam molekul.

Penentuan struktur halus yang berupa puncak-puncak berganda, memberikan

petunjuk mengenai berbagai tipe H yang saling berdekatan satu sama lainnya.

Perbedaan dalam frekuensi resonansi adalah sangat kecil, sehingga sangat sukar

untuk mengukur secara tepat frekuensi resonansi setiap proton. Oleh karena itu

digunakan senyawa standar frekuensi yang ditambahkan dalam larutan senyawa

yang akan diukur, dan frekuensi resonansi setiap proton dalam cuplikan diukur

relatif terhadap frekuensi resonansin dari proton-proton senyawa standar. Salah

satu senyawa standar yang digunakan adalah tetrametilsilan (CH3)4Si yang disebut

TMS. Senyawa ini dipilih karena proton-proton dari gugus metil jauh lebih

terlindungi bila dibandingkan dengan kebanyakan senyawa cuplikan.

Inti atom yang mempunyai nilai geseran kimia (δ) daerah rendah (dekat

TMS) disebut high shielded field (daerah medan magnet tinggi), sedangkan daerah

makin jauh dari TMS disebut low shielded field (daerah medan rendah).

Pergeseran kimia diberi simbul δ, yang menyatakan bilangan untuk menunjukkan

28
sejauh mana resonansi proton digeserkan dari standar atau TMS dengan satuan

parts per million (ppm) terhadap frekuensi spektrometer yang dipakai. Harga δ

untuk suatu proton akan selalu sama tak tergantung apakah pengukuran dilakukan

pada 60 MHz atau 100 MHz. Berikut adalah hasil spektrum 1H NMR dari sampel

senyawa.

Gambar 20. Hasil identifikasi sampel dengan menggunakan 1H NMR

Data hasil pengukuran pergeseran kimia senyawa β-sitosterol yang telah

diteliti sebelumnya pada 1H NMR yaitu 3,53 (C3, tdd); 0,93 (C19, d); 0,84 (C24,

t); 0,83 (C26, d); 0,81 (C27, d); 0,68 (C28, s), 1,01 (C29, s) dan 13C NMR yaitu

72,0 (C3); 140,9 (C5); 121, 9 (C6); 19,2 (C19); 12,2 (C24); 20,1 (C26); 19,6

(C27); 19,0 (C28); 12,0 (C29) yang telah diperoleh dari ekstrak Rubus

suavissimus dengan pelarut diklorometana. Senyawa tersebut berbentuk bubuk

putih dan memiliki titik leleh 134-135 oC (Prakash dan Chaturvedula, 2012).

Pengukuran 1H NMR pada sampel memiliki puncak dengan pergeseran

kimia yaitu 3,52 (C3, tdd); 5,15 (C6, t); 0,94 (C19, d); 0,91 (C24, t); 0,86 (C26,

29
d); 0,84 (C27, d); 0,67 (C28, s); dan 1,002 (C29, s). Senyawa ini berbentuk

hamblur putih dengan titik leleh sebesar 135-136 oC. Hal ini serupa dengan

spektrum β-sitosterol yang telah ditemukan sebelumnya oleh Prakash dan

Chaturvedula (2012) sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa ini adalah

β-sitosterol.

4.4.4 Nuclear Magnetic Resonance Carbon (13C NMR)


13
Spektroskopi C NMR pada hakikatnya merupakan pelengkap NMR

proton, dan kombinasi kedua cara itu merupakan alat yang kuat pada penentuan

struktur. Nilai pergeseran kimia, spin-spin splitting dan konstanta coupling

merupakan nilai-nilai yang harus dibandingkan. Nilai-nilai tersebut memberi juga

petunjuk mengenai perbedaan lingkungan suatu atom karbon di dalam molekul.

Penentuan struktur memberikan petunjuk mengenai berbagai tipe C yang memiliki


13
pergeseran kimia yang sama dengan lainnya. Spektra C NMR hanya dapat

diperoleh dengan spektrometer yang sangat sensitif. Kelimpahan 13C yang rendah

akan mengurangi kerumitan spektra 13C dibandingkan spektra 1H NMR.

Interaksi antar karbon yang berdekatan diabaikan, tetapi karbon dapat

berinteraksi dengan proton yang diikat oleh masing-masing karbon menyebabkan

terjadinya spliting yang menunjukkan puncak (n + 1), n = jumlah H, oleh karena

itu sinyal masing- masing karbon dari:

1. Karbon metil (CH3-C) akan muncul 4 puncak

2. Karbon metilen (-CH2-) akan muncul 3 puncak

3. Karbon metil (-CH- ) akan muncul 2 puncak

4. Karbon kuarterner (-C-) akan muncul 1 puncak

30
13
Spektrum C NMR off resonansi ini memiliki keuntungan, karena

langsung dapat membedakan jenis-jenis karbon, namun akan menjadi sangat rumit

apabila banyak terdapat sinyal karbon yang saling overlap. Tipe spektrum karbon

yang kedua adalah spektrum dekopling-proton 13C, adalah suatu spektrum dimana
13
C tidak terkopling dengan 1H, jadi tidak menunjukkan pemisahan spin-spin.

Dekopling dapat dicapai secara elektronis dengan menggunakan suatu radio

frekuensi kedua terhadap sampel. Energi tambahan tersebut menyebabkan

terjadinya interkonversi cepat antara keadaan spin paralel dan antiparalel dari

proton-proton tersebut.

Akibatnya sebuah inti 13C hanya melihat suatu rata-rata dari dua keadaan

spin proton dan isyaratnya tak akan terurai. Karena tak ada penguraian dalam

suatu spektrum dekopling-proton, maka isyarat untuk tiap kelompok atom karbon

yang ekuivalen secara magnetik akan muncul sebagai suatu singlet. Untuk

membedakan jenis karbon, metil, metilen, metin, dan karbon kuarterner digunakan
13
analisis spektrum DEPT C NMR. DEPT 135o yang digunakan pada penelitian

ini akan memunculkan sinyal CH dan CH3 masing-masing berharga positif,

sedangkan sinyal CH2 akan muncul sebagai sinyal berharga negatif. Berikut

adalah hasil spektrum DEPT 13C NMR dari sampel senyawa.

31
Gambar 21. Hasil identifikasi sampel dengan menggunakan DEPT 13C NMR
13
Pengukuran C NMR yang telah dilakukan menunjukkan adanya 27

puncak atom karbon yang menandakan ada 2 puncak yang sama atau mengalami

kopling yaitu pada puncak dengan pergeseran kimia 42,4 (C4,13) dan 32,0 (C7,8).

Puncak lainnya yang temukan berada pada daerah 140,87 (C5) dan 121,86 (C6),

karbon ini memiliki pergeseran kimia yang cukup besar karena membentuk ikatan

rangkap. Pada daerah 71,95 (C3) yang terikat langsung pada atom O sehingga

pergeseran kimianya cukup besar. Kemudian terdapat juga pada daerah 56,9

(C14); 56,28 (C17); 50,26 (C9); 12,00 (C29); 19,5 (C28); 28,1 (C19). Hal ini

sesuai dengan pergeseran kimia pada β-sitosterol yang telah ditemukan oleh

Prakash dkk (2012) sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa ini adalah

β-sitosterol.

32
Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Hasil Pengukuran spektrum 1H NMR dan 13C NMR pada sampel
1 13
Posisi Atom Karbon H NMR C NMR
1 37,3
2 31,7
3 3,52 (tdd, 1H, J= 4.5, 4.2, 3.8 Hz) 71,95
4 5,35 (d, 2H) 42,4
5 140,87
6 5,15 (t, 1H, J= 6.4 Hz) 121,86
7 32,0
8 32,0
9 50,2
10 36,6
11 22,9
12 39,9
13 42,4
14 56,9
15 24,4
16 23,9
17 56,2
18 36,3
19 0,94 (d, 3H, J= 6.5 Hz) 28,1
20 35,9
21 28,3
22 42,4
23 22,9
24 0,91 (t, 3H, J= 7.2 Hz) 18,8
25 29,8
26 0,86 (d, 3H, J= 6.4 Hz) 22,7
27 0,84 (d, 3H, J= 6.4 Hz) 21,2
28 0,67 (s, 3H) 19,5
29 1,002 (s, 3H) 12,0

Olehnya itu, dengan menyatukan semua data yang didapat dari hasil identifikasi

dengan UV-Vis, FTIR, 1H NMR, dan 13


C NMR maka dapat disimpulkan bahwa

struktur senyawa yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari spons

Petrosia alfiani ekstrak kloroform dapat digambarkan seperti dibawah ini.

33
Gambar 22. Struktur senyawa β-sitosterol yang telah berhasil diidentifikasi dari
spons Petrosia alfiani

4.5 Uji Bioaktivitas

4.5.1 Uji Anti Bakteri

Medium agar yang telah dibuat dan membeku kemudian menjadi tempat

untuk membiakkan bakteri uji yaitu E. coli dan S. aureus. Kedua bakteri tersebut

kemudian digores pada masing-masing medium agar yang telah disiapkan dan

diletakkan kertas saring yang berukuran kecil diatasnya yang sebelumnya telah

direndam kedalam sampel uji, kontrol positif (chloramphenicol 30 µg), dan

kontrol negatif (pelarut). Konsentrasi senyawa dibuat sebanyak 500 ppm dengan

pelarut DMSO dan etil asetat 1:1 dan kemudian diencerkan dalam 100 ppm, 50

ppm, 10 ppm, dan 1 ppm.

Gambar 23. Bakteri E. coli (Kiri) dan S. aureus (kanan) yang telah dipreparasi
dengan sampel senyawa.

34
Campuran bakteri dan sampel kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan

suhu 37 oC selama 1x24 jam, diukur daya hambat sampel tehadap bakteri.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan mengukur

kedua diameter hambatan dan ditentukan rata-ratanya.

Gambar 24. Hasil pengujian daya hambat sampel senyawa terhadap bakteri E.
coli (kiri) dan S. aureus (kanan).

Tabel 3. Pengukuran diameter zona hambat sampel, kontrol positif, dan kontrol
negatif terhadap bakteri uji.

Konsentrasi Diameter Zona Hambat (mm)


(ppm) E. coli S. aureus
100 9,85 13,9
50 8,3 16,1
10 7,2 12,1
1 6,6 10,7
Kontrol Positif 25,6 23,6
Kontrol Negatif 7,0 7,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa sampel mampu menghambat

pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Pada bakteri E. coli menunjukkan

diameter zona hambat kontrol negatifnya sebesar 7 mm daya hambat sampel 100

ppm (9,85 mm), 50 ppm (8,3 mm), 10 ppm (7,2 mm), dan 1 ppm (6,6 mm),

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm, 50 ppm,

dan 10 ppm mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli namun tidak

sebesar diameter zona hambat kontrol positifnya (25,6 mm), sedangkan pada

konsentrasi 1 ppm tidak mampu menghambat bakteri E. coli.

35
Diameter zona hambat sampel pada bakteri S. aureus adalah 13,9 mm (100

ppm); 16,1 mm (50 ppm); 12,1 mm (10 ppm); 10,7 mm (1 ppm); 7,0 mm (kontrol

negatif). Dengan demikian senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan

bakteri S. aureus walaupun tidak sebaik kontrol positifnya yaitu sebesar 23,6 mm.

Ketidaksesuaian hambatan dengan konsentrasinya disebabkan oleh adanya

kontaminasi pada konsentrasi 100 ppm dan 10 ppm.

4.5.2 Uji Toksisitas

Sampel yang telah murni dilakukan uji bioaktivitas (toksisitas) dengan

menggunakan larva udang Artemia salina leach. Pengujian ini diawali dengan

cara mengairasi telur udang selama 2x24 jam. Setelah telur udang menetas

dilakukan pengujian terhadap larva udangnya. Sampel dibuat dalam konsentrasi

5000 ppm dengan menggunakan pelarut DMSO dan etil asetat, kemudian

diencerkan dalam beberapa konsentrasi yaitu 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm, 5 ppm, 1

ppm, serta kontrol negatif menggunakan pelarutnya, semuanya dibuat triplo.

Setiap konsentrasi sampel dimasukkan ke dalam botol pereaksi kecil lalu

ditambahkan 1 mL air laut. Dimasukkan larva udang pada masing-masing sampel

dan kontrol negatif sebanyak 10 buah dan ditambahkan air laut sampai 5 mL lalu

didiamkan selama 1x24 jam. Keesokan harinya, larva yang mati dihitung

jumlahnya seperti pada tabel berikut.

Tabel 4. Hasil uji toksisitas dengan Artemia salina Leach

Jumlah Kematian pada Jumlah Kematian pada


Konsentrasi (ppm)
Sampel Kontrol
100 12 8
50 18 16
10 17 8
5 8 12
1 7 9

36
Tabel diatas menunjukkan rata-rata larva udang yang mati selama 1x24

jam, dari data diatas kemudian dihitung persentase kematiannya dengan

menggunakan rumus:

Jumlah larva udang mati pada uji − jumlah larva udang mati kontrol
%kematian = ‫ ݔ‬100%
Jumlah larva udang mula − mula

Dengan menggunakan rumus diatas didapatkan persentase masing-masing

konsentrasi berturut-turut sebesar 13,3%; 6,67%; 30%; -13,3%; -6.67%. Dari

persen kematian, dicari angka/nilai probit tiap kelompok hewan uji melalui tabel,

menentukan log dosis tiap-tiap kelompok kemudian dibuat grafik dengan

persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit vs log konsentrasi, y = bx + a.

Dimana y: angka probit dan x: log konsentrasi, kemudian ditarik garis dari harga

probit 5 (= 50% kematian) menuju sumbu X, didapatkan log konsentrasi. Log

konsentrasi diantilogkan untuk mendapatkan harga LC50 atau LC50 dapat juga

dihitung dari persamaan garis lurus tersebut dengan memasukkan nilai 5 (probit

dari 50 % kematian hewan coba) sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log

konsentrasi. LC50 dihitung dan diperoleh dari antilog nilai x tersebut.

Tabel 5. Penentuan nilai LC50

Konsentrasi (ppm) Log Konsentrasi %Kematian Probit

100 2 13,3% 3,87

50 1,7 6,67% 3,45

10 1 30% 4,48

5 0,7 -13.3% 0

1 0 -6.67% 0

37
Log Konsentrasi vs Nilai Probit
5
4 y = -0.762x + 5.128
R² = 0.571

Probit
3
2 Series1
1 Linear (Series1)
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Log Konsentrasi Senyawa

Grafik 2. Hubungan antara log konsentrasi dengan nilai probit pada LC50

y = -0,762x + 5,128

5 = -0,762x + 5,128

5 – 5,128 = -0,762x

-0,128 = -0,762x

-0,128
x=
-0,762

x = 0,1679

LC50 = antilog 0,1679

= 1,4719 µg/mL (ppm)

Berdasarkan pada pernyataan Meyer (1982) bahwa senyawa dikatakan toksik

apabila mortalitas terhadap Artemia salina Leach yang ditimbulkan memiliki

harga LC50 < 1000 μg/mL dan sangat toksik apabila ≤ 30 μg/mL. Dan dari

perhitungan diatas diketahui nilai LC50 sebesar 1,4719 µg/mL (ppm) dan dapat

dikategorikan sangat toksik.

38
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini telah berhasil mengekstraksi dan mengisolasi senyawa murni

sebanyak 76 mg yang aktif terhadap terhadap larva udang Artemia salina Leach

dengan nilai LC50 sebesar 0,045 µg/mL (ppm), juga aktif terhadap bakteri E. coli

dengan nilai hambatan berturut-turut sebesar 100 ppm (9,85 mm), 50 ppm (8,3

mm), 10 ppm (7,2 mm), 1 ppm (6,6 mm); kontrol positif (25,6 mm); kontrol

negatif (7,0 mm), dan terhadap bakteri S. aereus denga nilai hambatan 13,9 mm

(100 ppm); 16,1 mm (50 ppm); 12,1 mm (10 ppm); 10,7 mm (1 ppm); 7,0 mm

(kontrol negatif); 23,6 (kontrol positif). Hasil identifikasi dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis, FTIR, dan NMR adalah senyawa β-sitosterol.

5.2 Saran

Riset lanjutan perlu dilakukan terhadap ekstrak kloroform dari spons

Petrosia alfiani terutama diarahkan untuk mengisolasi senyawa-senyawa bioaktif

dengan eluen yang berbeda mengingat senyawa yang diperoleh telah banyak

ditemukan sebelumnya dan diidentifikasi strukturnya agar kedepannya dapat

disintesis.

39
DAFTAR PUSTAKA

Amir, I., 1991, Fauna Sepon (Porifera) dari Terumbu Karang Genteng Besar,
Pulau-Pulau Seribu, Oseanologi di Indonesia, (24), 41 – 54.

Amir, I., dan Budiyanto, 1996, Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara
Umum, Oseana, 21(2), 15 – 31.

Aoki, S., Naka, Y., Itoh, T., Furukawa, T., Rachmat, R., Akiyama, S., and
Kobayashi, M., 2002, Lembehsterols A and B, Novel Sulfated Sterols
Inhibiting Thymidine Phosphorylase, from the Marine Spons Petrosia
strongylata, Chem. Pharm. Bull., 50(6) 827-830.

Ashour, M. A. A., 2006, Structure Elucidation of Bioactive Marine Natural


Products Using Modern Methods of Spectroscopy, diseretation.
Astuti, P., Alam, G., and Wahyuono, S., 2005, Bioactivity screening of sponss
collected from Bunaken, Menado by brine shrimp lethality test against
Artemia salina Leach. Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 238 – 243.

Cho, H. J., Ja Bae S., Kim, N. D., Jung, H. J., and Cho, Y. H., 2004, Induction of
Apoptosis by Dideoxypetrosynol A, A Polyasetylene from Spons Petrosia
sp., in Human Skin Melanoma Cells, International Journal of Molecular
Medicine, 1091-1096.

Darminto, Ali, A., Dini, I., 2009, Indentifikasi Senyawa Metabolit Sekunder
Potensial Menghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophyla dari
Kulit batang Tumbuhan Aveccennia spp., Jurnal Chemica, 10(2), 92 – 99.

De Voogd, N. J., and Van Soest, R. W. M., 2002, Indonesian Sponge of the Genus
Petrosia, Zool. Med. Leidan, 76.

El Sayed, K. L., Kelly, M., Kara, U. K., Ang, K. H., Katsuyama, I., Dunbar, D.C.,
Khan, A. A., and Hamann, M.T., 2001, New Manzamine Alkaloids with
Potent Activity against Infectious Disease, J. Am. Chem. Soc., 123, 1804 -
1808.

Handayani, D., Sayuti, N., dan Dachriyanus, 2008, Isolasi dan Karakterisasi
Senyawa Antibakteri Epidioksi Sterol dari Spons Laut Petrosia Nigrans,
Asal Sumatra Barat, Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi-II,
Universitas Lampung, 17-18 November 2008.

Ireland, C. M., Molinski, T. F., Roll, D. M., Zabriskie, T. M., McKee, T. C.,
Swersey, J. C., and Foster, M. P., 1989, Natural Product Peptides from
Marine Organisms, di Dalam Scheuer PJ (ed.), Bioorganic Marine
Chemistry, Springer – Verlag, 3, 1 – 27.

40
Jha, R. K., and Zi-rong, X., 2004, Biomedical compounds from marine
organism. Marine Drugs, 2, 123 – 146.

Johannes E., 2008, Isolasi, Karakterisasi da Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder


dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux Sebagai Bahan Dasar
Antimikroba, Program PascaSarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Kamboj, A., and Saluja, A. K., 2011, Isolation of Stigmasterol and β-Sitosterol
from Petroleum Ether Extract of Aerial Parts of Ageratum conyzoides
(Asteraceae), International Journal of Pharmacy and pharmaceutical
Sciences, 3(1), 94-96.

Kim, D. K., Lee, M.Y., Lee, H.S., Lee, D.S., Lee, J.R., Lee, B.J., and
Jung, J.H. 2002. Polyacetylenes from a marine spons Petrosia sp.
inhibit DNA replication at the level of initiation, Cancer Lett., 185(2), 95–
101

Kobayashi, M., dan Rachmaniar R., 1999, Overview of Marine Natural Product
Chemistry. Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98..
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 14 – 15 Oktober 1998, 23–
32.

McLaughlin, J.L., and Rogers, L.L., 1998, The use of biological assay to evaluate
botanicals. Drug Information Journal, 32, 513-524.

Meyer, N., N.R. Ferrigini, J.E. Putnam, D.E. Jacobsen, D.E. Nichols, and J.L.
McLaughlin. 1982. Brine shrimp: A. convenient general bioassay for
active plant constituents, Planta Med. 45, 31.

Muliani, Suryati, E., Tompo, A., Parenrengi, A., Rosmiati, 1998, Isolasi Bioaktif
Bunga Karang Sebagai Fungisida pad Benih Udang Windu Penaeus
monodon, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 4(2).

Munro, M. H. G., Luibrand, R. T., and Blunt, J. W., 1989, The Search for
Antivaral and Anticancer Compounds from Marine Organisms. Di dalam
Scheuer PJ (ed.). Bioorganic Marine Chemistry, 1, Springer – Verlag, 94 –
176.

Muniarsih, T., dan Rachmaniar R., 1999, Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba
dari Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosidings Seminar
Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jakarta, 14 – 15 Oktober 1998, 151 - 158.

Murniasih, 2005, Subtansi Kimia Untuk Pertahanan Diri Dari Hewan Laut Tak
Bertulang Belakang, Oseana, 30(2), 19-27.

41
Murti, Y. B., 2006, Isolation and structure elucidation of bioactive secondary
metabolites from sponss collected at Ujungpandang and in the Bali Sea,
Indonesia, Disertation.

Nursid, M., Wikata, T., Fajarningsih, N. D., dan Marraskuranto, E., 2006,
Aktivitas Sitotoksik, Induksi Apoptosis dan Ekspresi Gen p53 Fraksi
Metanol Spons Petrosia cf. nigricans terhadap Sel Tumor Hela, Jurnal
Pascapanan dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 1(2).

Prakash, I., and Chaturvedula, V. S. P., 2012, Isolation of Stigmasterol and


β-Sitosterol from the Dichloromethane Extract of Rubus suavissimus,
Internatioanal Current Pharmaceutical Journal, 1(9), 239-242.

Rachmaniar, R., 1996, Penelitian Produk Alam Laut Skreening Substansi Bioaktif,
Laporan Penelitian Tahun Anggaran 1995/1996, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Puslitbang Oseanologi.

Rachmaniar, R., 2003, Antikanker Swinholide A dari spons Theonella Swinhoei,


Jurnal Bahan Alam Indonesia, 2(4), 122.

Rachmat, R., 2007, Spons Indonesia Timur “Keragaman, Distribusi, Kelimpahan


dan Kandungan Metabolit Sekundernya”, Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia, 33, 123-138.

Ralph, D. F., 1988. What Are Sponnges?. Adapted From: Hooper, JNA.
Sponguide, version April 1988, Queensland Museum, Australia.

Rante, H., Wahyono, Murti, Y. B., dan Alam, G., 2010, Purifikasi dan
Karakterisasi Senyawa Antibakteri dari Actinomycetes Asosiasi Spons
Terhadap Bakteri Patogen Resisten, Majalah Farmasi Indonesia, 21(3),
158-165.

Rasyid, A. 2009. Senyawa – Senyawa Bioaktif dari Spons. Oseana. 34(2), 25-32.

Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 1999, Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut, Djambatan, Jakarta.

Ruppert, E. E., and Barnes, R. D., 1991, Invertebrates Zoology, Sixth Edition,
Saunders College Publishing, Philadelphia, New York, Chicago, San
Fransisco, Montreal, Toronto, London, Sidney, Tokyo, 68 – 91.

Sandoval, I. T., Davis, R. A., Bugni, T. S., Concepcion, G. P., Harper, M. K., and
Ireland, C. M., (tanpa tahun), Cytotoxic Isoquinoline Quinones from
Sponss of the Genus Petrosia.

Sapar, A., Kumanireng, A. S., Voogd, N. De., dan Noor, A., 2004, Isolasi dan
Penentuan Struktur Metabolit Sekunder Aktif dari Spons Biemna Triraphis

42
Asal Pulau Kapodasang (Kepulauan Spermonde), Marina Chimica Acta ,
5(1), 2-5.

Sarjoko, 1996. Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas, Rancangan Rasional


dalam Pengembangan Senyawa Bioaktif, Dibawakan pada Seminar sehari
Perspektif baru dalam Drug. Discovery, Ujung Pandang.

Satari, R. R, 1996, Penelitian Produk alamlaut di Indonesia, arah dan prospek,


Seminar Nasional Kimia Bahan Alam, Jakarta, 29-37.

Seo, Y., Cho, K.W., Lee, H.S., Rho, J.R., and Shin, J., 1999, New acetylenic enol
ethers of glycerol from the spons Petrosia sp. J. Nat. Prod, 62(1), 122–
126.

Soediro, I. S., 1999, Produk Alam Hayati Bahari dan Prospek Pemanfaatannya di
Bidang Kesehatan dan Kosmetika, Prosidings Seminar Bioteknologi
Kelautan Indonesia I ’98, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta,
14 – 15 Oktober 1998, 41 – 52.

Soest, R. W. M. V., and Braekman J. C., 1999, Chemosystematics of Porifera, A


Review, Memoir of the Queensland Museum, 44, 569 -589.

Suparno, 2005, kajian bioaktif spons laut (forifera:Demospongiae) suatu peluang


alternatif Pemanfaatan ekosistem karang Indonesia Dalam bidang
farmasi, Sekolah Pasca Sarjana, IPB-Bogor.

Sutedja, L., Udin, L. Z., dan Manupputy, A., 2005, Antimicrobial Activity of the
Spons Petrosia contignata Thiele, Sistem Informasi Dokumen
KegiatanPusat Penelitian Kimia LIPI, Bandung.

Tripathi, R. P., Tewari, N., Dwipedi, N., dan Vinod K. T., 2004, Fighting
Tuberculosis: An Old Diseases with New Challenges, Medicinal Research
Reviews, Wiley Periodicals.

Warren, L., 1982, Encyclopedia of Marine Invertebrates, Di dalam Walls JG


(ed.), 15 – 28.

43
Lampiran 1. Bagan Penyiapan Sampel

Sampel Kasar

• Dikeringkan
• Dipotong-potong
• Diblender/dihaluskan

Sampel Halus

44
Lampiran 2. Bagan Ekstraksi dan Fraksinasi

Spons (Petrosia alfiani) halus

- Dimaserasi dengan metanol 1 x 24


jam berkali-kali
- Disaring

Filtrat Residu

- Dievaporasi

Maserat kental metanol(mg)

- Ekstrasksi cair-cair dengan kloroform

Ekstrak kloroform (mg) Residu

- Dianalisis KLT
- Kromatografi Kolom dengan eluen yang sesuai

Fraksi-fraksi

- Dianalisis KLT
- Fraksi dengan noda yang sama digabung

Fraksi-fraksi baru

45
Lampiran 3. Bagan Isolasi Fraksi Aktif

Gabungan fraksi dengan noda yang sama

- Kromatografi Kolom dengan eluen yang sesuai

Fraksi-fraksi (mg)
- Dipreparatif dan disaring

Filtrat Crude kristal

- Kromatografi lapis tipis

Senyawa murni (mg)

- Pengukuran titik leleh


- Uji golongan
- Analisa spektroskopi
- Uji Bioaktivitas

Struktur senyawa
dan Aktivitas

46
Lampiran 4. Bagan Kerja Uji Bioaktivitas Pada A. salina dengan Metode
BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Sampel

- Dimasukkan 100 μL ke dalam plat uji (1000 ppm)


pada baris A sebanyak tiga kolom.
- Dipipet 10 μL ke baris B dan diencerkan dengan
aquades sampai 100 µL.
- Dipipet 10 µL ke baris C dan diencerkan dengan
aquades sampai 100 µL
- Seterusnya dengan cara yang sama sampai baris
terakhir secara triplo.

Baris A (100 ppm) Baris C (50 ppm)


ppmppppm)
Baris B (10 ppm) Baris D (5 ppm) Baris E (1 ppm)

- Ditambahkan 100 μL larutan garam yang mengandung


8-15 benur udang
- Dibiarkan selama 24 jam

Baris A (100 ppm) Baris C (50 ppm)


ppmppppm)
Baris B (10 ppm) Baris D (5 ppm) Baris E (1 ppm)
ppmppppm) ppmppppm)

- Dihitung jumlah rata-rata benur udang


yang mati dan yang hidup
- Harga LC50 Senyawa ditentukan dengan
menggunakan program Bills Methode

Nilai LC50

47
Lampiran 5. Bagan Kerja Uji Bioaktivitas pada Bakteri E. coli dan
S. aeureus dengan Metode Difusi Agar.

A. Pembuatan Media Kultur Tryptic Socy Borth

Agar Puder

- Sebanyak 30 g disuspensikan ke dalam 1 L aquades.


- Dipanaskan hingga larut.
- Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama
15 menit.

Media TBS

B. Pembiakan Bakteri Uji

Bakteri Uji

- Dioleskan pada media agar yang telah memadat.


- Disimpan dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 24
jam.
- Ditambahkan aquades steril dan dibuat suspensi
bakteri dengan konsentrasi 108 sel/mL.

Biakan Bakteri

C. Uji Bioaktivitas Antibakteri

Larutan Agar TBS

- Diautoklaf pada suhu 21 oC selama 20 menit.


- Didinginkan pada suhu kamar.
- Sebanyak 1 % biakan bakteri dicampurkan dengan
media yang masih cair.
- Dimasukkan 15 mL agar bakteri ke dalam cawan
petri steril kemudian ditutup rapat dan dibiarkan
membeku.
- Dicelupkan kertas saring ke dalam sampel kemudian
dikibaskan hingga tidak ada air yang menetes.

48
- Kertas saring mengandung sampel diletakkan terhadap
kontrol positif dan negatif.
- Kultur diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC
dan RH 90 % selama 2 hari.
- Dilakukan pengukuran pada sona bening yang
terbentuk disekitar cakram kertas saring dengan
menggunakan mistar geser.

Hasil

49
Lampiran 6. Hasil Identifikasi dengan proton NMR (1H NMR)

50
Lampiran 7. Hasil Identifikasi dengan karbon NMR (13C NMR)

51
Lampiran 8. Proses ekstraksi dan isolasi

Proses ekstraksi sebelum dan sesudah terpisah

Kromatografi kolom grafitasi

Hasil Kromatografi kolom grafitasi

KTL hasil koromatografi kolom

52
KLT preparatif untuk memurnikan

KLT hasil pemurnian dengan KLT preparatif

Mengeringkan sampel dengan evaporasi

53
Lampiran 9. Data Hasil Pengujian Toksisitas pada Artemia salina Leach

Jumlah larva yang mati pada Jumlah larva yang mati pada
Konsentrasi sampel kontrol
(ppm) Ulangan Ulangan
Jumlah Jumlah
1 2 3 1 2 3
1 0 5 2 7 2 3 4 9
5 4 1 3 8 3 3 6 12
10 6 9 2 17 3 3 2 8
50 7 6 5 18 6 6 4 16
100 4 3 5 12 3 2 3 8

54
Lampiran 10. Hasil Uji Antibakteri

Konsentrasi Diameter Zona Hambat (mm)


(ppm) E. coli Rata-rata S. aureus Rata-rata
1 6,8 6,4 6,6 11,2 10,8 10,7
10 7,4 7,0 7,2 11,8 12,4 12,1
50 8,2 8,4 8,3 16,2 16,0 16,1
100 9,8 9,9 9,85 13,8 14,0 13,9
Kontrol Positif 25,6 25,6 25,6 23,6 23,6 23,6
Kontrol Negatif 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0

55
Lampiran 11. Data Spektrofotometer UV-Vis

56
Lampiran 12. Peta lokasi pengambilan sampel dan letak geografisnya

Panjang
Luas Jarak
Nama Pulau Garis Pantai Letak Geografis
(ha) (km)
(km)
BT 119o23’30’’ dan
Lae-lae 11,6 2,4 1,2
LS 5o08’24’’
BT 129o24’04,9’’ dan
Kayangan 1,5 0,5 2,8
LS 5o6’49,5’’
BT 119o20’36,2’’ dan
Samalona 2,3 0,7 6,8
LS 05o07’30,4’’
BT 119o19’16,34” dan
Barrang Caddi 4,7 1,0 11,5
LS 5o4’49,6”
BT 119o19’48’’ dan
Barrang Lompo 19,2 1,9 12,77
LS 05o02’48’’
BT 119o16’00’’ dan
Kodingareng Keke 1,5 0,5 13,48
LS 05o08’54’’
BT 119o15’53,6” dan
Kodingareng Lompo 14 2,0 15,05
LS 5o8’48,7”
BT 119o19’48’’ dan
Bonetambung 5 0,7 17,87
LS 05o02’48’’
BT 119o12’34,92” dan
Lumu-lumu 3,75 0,7 27,54
LS 4o57’48,6’’
BT 119o5’46,8” dan
Langkai 26,6 2,2 35,8
LS 5o1’52,1”
BT 119o4’45,3” dan
Lanyukkang 6,3 1,8 40,17
LS 4o58’40,8”

57

Anda mungkin juga menyukai