Rifki 1
Rifki 1
ABD.RAHMAN
H311 08 011
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
i
ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI BIOAKTIVITAS METABOLIT
SEKUNDER EKSTRAK KLOROFORM SPONS Petrosia alfiani DARI
KEPULAUAN BARRANG LOMPO
Oleh :
ABD.RAHMAN
H311 08 011
MAKASSAR
2014
ii
SKRIPSI
ABD.RAHMAN
H311 08 011
iii
(1) (2)
(Tuhan) Yang Maha Pemurah . Yang telah mengajarkan al Quran . Dia menciptakan
(5)
perhitungan . Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada
(6)
Nya . Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)
(7)
. Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu(8). Dan tegakkanlah
(9)
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu . Dan Allah
telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya) (10). Di bumi itu ada buah-buahan dan
(11)
pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang . Dan biji-bijian yang berkulit dan
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari
(23)
apa yang mereka persekutukan . Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang
kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
(24)
Bijaksana . (QS. Al Hasyr: 23-24)
iv
PRAKATA
Segala puji hanya milik Allah SWT atas nikmat tak berujung yang
serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga
dan sahabat-sahabat beliau. Salah satu keindahan di dunia ini yang akan selalu
dikenang adalah ketika kita bisa melihat atau merasakan sebuah impian menjadi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat tersusun tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak baik materil maupun moril, olehnya itu kepada pihak yang
keluarga tercinta, Ayahanda Abu Hera, S.Sos dan Ibunda Hj. Haramiah atas
kesabaran dan doa yang tak pernah putus untuk anak-anaknya, saudaraku:
Hadijah, Arsyad, Muh. Raefathul, dan Sofyan Adi Wijaya terima kasih atas
1. Prof. Dr. H. Hanapi Usman, MS. selaku pembimbing utama dan Prof. Dr.
tersusunnya skripsi ini, mohon maaf jika kehendak tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Serta kepada dosen penguji, Dr. Hj. Nursiah La Nafie, M.Sc,
v
Dr. Muhammad Zakir, M.Si dan Dra. Hj. Rohani Bahar, M.Si., juga kepada
Ketua Jurusan Dr. Firdaus Zenta, M.S dan seluruh staf pengajar di Jurusan
Kuliah yah”, Imran & UC “sedikit lebay”, Ichar & Ulla “Playboy dikit”,
Haidil “IPK tertinggi”, Asman “dragon sky”, Hendra, Fadel, Lh14, Wida
& Kaltri “passappuru”, Ani “autis”, Salsa “njel”, Upe & Ajeng “galauers”,
Nia, Vega, Caca & Arfi “dikit kalem”, Ana “korean lovers”, Ama, Agu’ &
Tika “pendiam”, Lili “cikebers”, Nani, Dewi, Nataq, Ima, Ime’, Desi,
Nurul, Kis, Evo, Ayu, Denes “tomboy”, Defi, dan Feros) yang telah
memberi warna dalam hidup penulis baik itu suka maupun duka. Semoga
3. Buat “FaRah” yang telah menemani penulis selama ini baik suka maupun
di Laboratorium Kimia Organik. Kepada Kak Arti dan Pak Usman yang telah
banyak terima kasih untuk Ibu Tini, Pak Sugeng dan K’Anti yang telah
Ahmi, Papank, Wira, Desta, Abel, Ihfa, Okvi, Fahrul “boncel”, Rian, Juma,
Hikmat, Fera, Daya, Suardi, Surach, dan masih banyak lagi yang belum
vi
sempat disebutkan namanya) terima kasih atas bantuannya dan canda tawanya
selama ini. Semoga kenangan itu tak akan hilang oleh waktu.
2005, 2006, 2007, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013) yang tidak bisa disebutkan
satu per satu dalam kesempatan ini. Terima kasih atas semua bantuannya dan
7. Untuk (kak Nanang “CKP”, Kak Joe, Kak Gusti, Kak Dadank, Kak Ucup,
Kak Abel, Kak Fian, Kak Jamal, Kak Dede, Kak Cacank, Kak Uki, dan yang
lainnya yang belum sempat disebutkan) atas saran, kritik, nasehat, dan
8. Untuk Nag IPA 1 genkg (Toto, Gamal, Acha, Diman, Chani, Rahmat, Ita, Upi
Kecil, Upi Besar, Mayank, Ria, dan yang belum sempat disebutkan namanya)
9. Serta terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan secara
Penulis sadar akan kekurangan dalam skripsi ini baik materi maupun
teknik penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
Penulis
2014
vii
ABSTRAK
Spons merupakan salah satu biota laut yang sangat prospektif sebagai sumber
senyawa-senyawa bahan alam yang memiliki aktivitas farmakologis. Isolasi dan
identifikasi metabolit sekunder dari ekstrak kloroform spons Petrosia alfiani asal
perairan Spermonde Sulawesi-Selatan telah dilakukan. Teknik isolasi dilakukan
dengan menggunakan metode maserasi, partisi, kromatografi kolom vakum, dan
kromatografi kolom gravitasi. Senyawa murni telah berhasil diisolasi, kemudian
diuji bioaktivitasnya dan diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis, FTIR,
dan NMR. Uji bioaktivitasnya mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococus aureus dengan diameter hambatan 13,8 mm (100 ppm); 16,2 mm
(50 ppm); 16,8 mm (10 ppm); 11,2 mm (1 ppm); 7,0 mm (kontrol negatif); 23,6
(kontrol positif), dan bakteri Escherichia coli dengan daya hambat 100 ppm (9,8
mm), 50 ppm (8,2 mm), 10 ppm (7,4 mm), 1 ppm (6,8 mm); kontrol positif (25,6
mm); kontrol negatif (7,0 mm), serta uji toksisitas dengan larva udang Artemia
salina Leach menghasilkan nilai LC50 sebesar 0,045 µg/mL (ppm). Identifikasi
senyawa dengan UV-Vis, FTIR, dan NMR memperoleh hasil berupa senyawa
β-sitosterol.
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
PRAKATA .................................................................................................. v
ABSTRACT ................................................................................................ ix
2.3.1 Taksonomi........................................................................... 9
x
2.3.2 Morfologi ............................................................................ 9
2.4.2 Alkaloid............................................................................... 11
2.4.4 Serebrosida.......................................................................... 13
4.2 Ekstraksi................................................................................. 23
xi
4.3 Isolasi .................................................................................... 24
LAMPIRAN ................................................................................................ 44
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
Gambar 22. Struktur senyawa β-sitosterol .................................................. 34
xiv
DAFTAR GRAFIK
Halaman
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
kurang 81.000 km dengan wilayah laut yang sangat luas. Hal ini menjadikan
perairan Indonesia memilki potensi kekayaan alam yang besar dengan tingkat
keragaman hayati yang tinggi, di dalamnya terdapat berbagai jenis organisme laut.
Pemanfaatan organisme laut tidak hanya terbatas sebagai bahan makanan, tetapi
juga sebagai sumber bahan kimia alam yang berpotensi sebagai obat
melimpah. Senyawa bioaktif dari lingkungan laut yang secara umum berupa
obat. Senyawa bioaktif dari lingkungan laut juga dapat dijadikan sebagai senyawa
pemandu (lead compound) dalam sintesis obat-obatan baru (Nursid dkk., 2006).
antikanker yang sangat berguna sebagai bahan baku obat (Soediro, 1999). Spons
merupakan salah satu biota laut yang potensial untuk diambil kandungan
1
senyawa bioaktif sehingga sangat menjanjikan sebagai lead compound untuk
Indonesia kaya akan bermacam-macam jenis spons. Biota laut ini menghasilkan
berbagai senyawa kimia metabolit sekunder yang bersifat bioaktif. Senyawa kimia
Spons laut memiliki potensi bioaktif yang sangat besar. Selama 50 tahun
(Rasyid, 2009).
Voogd dan Van Soest (2002) yang tersebar di kawasan perairan kepulauan
atau seperti ranting dengan panjang maksimum 20 cm, lebar 10 cm dan tinggi 4
cm. Berwarna kuning terang, berubah menjadi merah-coklat pada udara terbuka.
genus Petrosia diantarannya adalah asam kortikatat sebagai antijamur dari spons
Petrosia cortikata (Soediro, 1999), sedangkan data dari Van Soest dan Braekman
beberapa senyawa aktif yang telah ditemukan dan dilaporkan dari genus Petrosia
2
adalah alkaloid manzamine-A bersifat sitotoksik (El sayed dkk., 2001). Pada
menunjukkan aktivitas antitumor pada sel melanoma kulit manusia (Cho dkk.,
2004). Aktivitas antibakteri juga ditemukan pada hasil isolasi dari spons laut
Senyawa antibakteri epidioksi sterol dari spons laut Petrosia nigrans juga telah
diisolasi dan dikarakterisasi dengan rumus molekul C29H48O3 dengan nama 5,8-
pernah diteliti kandungan kimianya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai isolasi senyawa metabolit sekunder dari spons jenis P.
alfiani dan uji bioaktivitas terhadap bakteri patogen dan larva udang Artemia
salina Leach.
3
1.3.2 Tujuan Penelitian
P. alfiani.
4. Sebagai awal dari eksplorasi obat antibakteri dan antikanker yang baru..
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
wilayah laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut, memiliki
sumber daya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam tersebut
dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota
laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang,
lebih dari 200 jenis ikan, dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustacea, spons,
yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut
adalah lemak, DNA, protein dan karbohidrat. Sedangkan metabolit sekunder atau
5
sering disebut dengan “natural product” yang diproduksi oleh organisme
limbah dari organisme sebagai akibat produksi metabolit primer yang berlebihan.
obat-obatan dan untuk menujang berbagai kepentingan industri. Bahan ini tidak
akan pernah habis dan terus akan tercipta dengan struktur molekul yang
senyawa yang bersumber dari alam akan terus ada tercipta baik yang sudah pernah
ditemukan maupun yang baru dan belum diketemukan (Darminto dkk., 2009).
Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri
dari tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Amir dan
sedangkan menurut Warren (1982), Ruppert dan Barnes (1991), Filum Porifera
Sclerospongia. Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut.
terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Demospongiae adalah
kelompok spons yang terdominan diantara porifer, tersebar luas di alam, dengan
6
beragam jenis dan jumlah yang sangat banyak. Mereka sering berbentuk masif
dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan
kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri dari
spikulanya hanya terdiri dari serat spongin, serat kollagen atau tidak memiliki
dalam. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mangandung spongin (Warren,
1982; Ruppert dan Barnes, 1991; Brusca dan Brusca, 1990 dalam Suparno, 2005;
terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan bawah laut atau
terowongan diterumbu karang. Semua jenis ini adalah bertipe leuconoid yang
dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada rangka basal kalsium karbonat
yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat (Warren, 1982;
Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai
Mei 1998 menurut Van Soest dan Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa,
yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae.
Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100
7
senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat
sedikit.
Rachmaniar, 1999), antivirus (Munro dkk., 1989), anti HIV dan antiinflamasi,
aktivitas enzim (Soest dan Braekman, 1999). Selain sebagai sumber senyawa
bahan alam, spons juga memiliki manfaat yang lain, seperti: digunakan sebagai
Biota laut telah menjadi topik untuk investigasi sejumlah produk alami.
Kondisi laut yang ekstrim, yang berbeda dari teresterial, mampu menghasilkan
jenis senyawa aktif yang berbeda. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa
senyawa bioaktif dari karang laut berkhasiat sebagai antimikroba, antikanker, dan
(1) golongan asam karboksilat yaitu asam heksadekanoat, dan (2) golongan
steroid yaitu β-sitosterol. Namun sejauh mana tingkat toksisitas dan efektivitas
8
2.3 Spons Petrosia Alfiani
2.3.1 Taksonomi
Klasifikasi spesies spons yang menjadi objek penelitian ini adalah sebagai
Domain : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Radiata
Infrakingdom : Spongiaria
Phylum : Porifera
Subphylum : Cellularia
Class : Demospongiae
Subclass : Ceractinomorpha
Order : Haplosclerida
Suborder : Petrosina
Family : Petrosidae
Genus : Petrosia
2.3.2 Morfologi
Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisika, kimiawi,
Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau
pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung
9
tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung memilki tubuh
yang simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih stabil
apabila dibandingkan dengan jenis yang sama pada perairan yang dangkal
Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau
masif dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari segumpal jaringan
yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang,
teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-
bentuk yang dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis bercabang seperti
pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah.
Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum
pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0.9 m dan tebalnya 30,5 cm.
keluar dari badannya. Morfologi spons P. alfiani dapat dilihat pada gambar 1
10
2.4 Fitokimia Genus Petrosia
2.4.1 Steroid
H H
HO
HO 3
2
HO O
O
4
H
H
H
NaO3SO
H
NaO3 SO
NaO3SO
NaO3 SO
H
OSO3 Na
6
5
2.4.2 Alkaloid
11
metabolit sekunder telah diisolasi dari spons Petrosia Hoeksemai yang dikoleksi
N
N
H N
N
H
N
7
O
N 8
N
N
CH3
Senyawa baru alkaloid indol pertama kali dilaporkan oleh Ashour (2006)
dari spesies Petrosia nigricans yang beasal dari Pulau Barranglompo, Sulawesi-
3H-pyrrol-3-one] (9).
NH2
O
N
N 9 N
H H
spp. (Order Haplosclerida, Family Petrosiidae) asal filipina yaitu cribrostatin (10),
dan dua senyawa lain yang telah diketahui yaitu renierone (11 R=OMe) dan O-
12
O O
R = OMe
HO3S
N
N
R
N R = OH
H
O O O
10 11, 12 O
O
O
2.4.3 Serebrosida
Dua senyawa baru serebrosida yang diisolasi dari Petrosi nigricans adalah
O
C22 H45
OH
HN
C12H 25
HO
HO
HO H O O H O O OH
H
OH
H H HO H OH O
H
HO H C21 H43
H H
OH
13 HN
C11H 23
HO
HO
HO H O O H O O OH
H
14
OH
H H HO H OH
H
HO H
H H
2.5 Bioaktivitas
yang digunakan dalam sistem pertahanan diri, yaitu untuk mempertahankan hidup
13
Spons merupakan sumber senyawa bahan alam seperti terpenoid, steroid,
poliketida, alkaloid dan masih banyak lagi senyawa-senyawa yang lain. Senyawa-
yang sangat kuat (Jha dan Zi-rong, 2004). Petrosia sp. yang berasal dari perairan
alkohol. Senyawa ini memiliki aktifitas sitotoksik yang`kuat terhadap sel tumor
leukemia pada manusia (K-562) (Seo dkk., 1999), dapat menghambat replikasi
DNA secara in vitro (Kim dkk., 2002) dan dapat menginduksi apoptosis pada sel
Dua senyawa yang diisolasi dari spons Petrosia sp. adalah senyawa
5,69 µg/mL (isolat 2). Sitotoksisitas terhadap sel myeloma menunjukkan nilai
LC50 masing-masing sebesar 16,95 µg/mL (isolat 1) dan 18,8 µg/mL (isolat 2).
Semakin lama waktu pemberian, kedua isolat tersebut semakin toksik yang
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Sapar dkk (2004) pada spons
memiliki sifat dan karateristik yang sama dengan β-sitosterol (35). Selain itu, uji
14
LC50 terhadap Artemia salina sebesar 454 ppm, dan uji bioaktivitas terhadap
Viabilitas A. salina dan nilai LC50 hasil uji BSLT dari ekstrak metanol
P. cf. nigricans disajikan pada Grafik 1. Pada dosis ekstrak 1000 µg/mL
probit untuk mencari nilai LC50 disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada
Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai LC50 ekstrak metanol spons P.cf. nigricans
sebesar 23,4 µg/mL. Menurut McLaughlin & Rogers (1998) suatu ekstrak
termasuk dalam katagori sangat aktif apabila memiliki nilai LC50 < 30 ppm
120
100
% Kematian
80
60
40
20
0
10 1000
Dosis Ekstrak (µg/mL)
15
Tabel 1. Hasil uji BSLT ekstrak kasar spons P. cf. nigricans
actinomycetes yang diisolasi dari spons termasuk dalam genus Streptomyces sp.
(Rante, 2010).
dan Auletta sp. (Suryati dkk., 1996). Beberapa spons yang belum diketahui
jenisnya, yang aktif terhadap bakteri Staphylococcus aures, Bacillus subtilis dan
antijamur telah diisolasi dari spons laut jenis: Jaspis sp, Jaspis johnstoni, Geodia
sp. Senyawa antitumor/antikanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina
fistularis, A. Aerophoba. Senyawa antivirus telah diisolasi dari spons laut jenis:
16
jenis: Axinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis, Spongia officinalis,
antienzim tertentu telah diisolasi dari spons laut jenis: Psammaplysilla purea
17
BAB III
METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain spons Petrosia
alfiani, larutan metanol teknis, kloroform p.a., etil asetat p.a dan teknis, n-heksana
p.a dan teknis, aseton p.a, silika gel 60 (7733), silika gel 60 (7734), silika gel 60
(7730), plat KLT, KLT preparatif, pasir kuarsa, biakan murni E. coli, biakan
Alat penelitian yang digunakan antara lain peralatan gelas yang umum
kromatografi kolom vakum dan gravitasi, alat KLT (bak KLT, pipa kapiler,
pensil, cutter dan mistar), autoklaf, jangka sorong, ose, pembakar bunsen, paper
disc, cawan petri, inkubator, microplate, spektronik 20, vial, lampu UV-Vis 2600
18
3.4 Prosedur Kerja
SCUBA. Sampel segar dicuci dan dibersihkan kemudian disimpan dalam plastik.
Sampel kemudian disimpan dalam ice box sampai digunakan. Sebelum digunakan,
3.4.2 Ekstraksi
metanol yang sama beberapa kali. Hasil maserasi kemudian ditampung untuk
ekstrak dari fraksi kloroform lalu dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT)
3.4.3 Isolasi
19
Analisis dengan KLT dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi
pelarut. Maserat ditotolkan pada plat KLT yang memiliki silika gel sebagai
adsorben lalu dimasukkan di dalam tabung yang telah dijenuhkan dengan eluen.
Noda dari hasil totolan pada base line bergerak berdasarkan perbedaan kepolaran
dan dihasilkan noda-noda. Sistem ini dilakukan dengan prinsip trial and error
guna mencari eluen yang sesuai untuk fraksinasi. Eluen yang digunakan dapat
berupa campuran dua atau tiga pelarut. Kromatogram yang baik ditandai dengan
terpisahnya masing-masinng noda. Dari noda tersebut akan dihitung nilai Rf- nya.
Senyawa murni harus menunjukkan noda tunggal pada tiga macam sistem eluen.
3.4.4 Identifikasi
Pada tahap ini senyawa murni yang diperoleh diuji kemurniannya dengan
mengukur titik leleh dan juga analisis KLT pada tiga macam sistem eluen. Data
murni melalui alat spektrofotometer UV-Vis, FTIR, 1H NMR, dan 13C NMR.
cara larutan agar Tryptic Socy Borth (TBS) diautoklaf pada suhu 21 oC selama 20
dalam petri steril kemudian ditutup rapat dan dibiarkan membeku. Kertas saring
steril dicelupkan ke dalam sampel kemudian dikibaskan hingga tidak ada cairan
20
negatif: pelarut) dikerjakan seperti sampel. Kertas saring mengandung sampel
diletakkan terhadap kontrol positif dan negatif. Kultur diinkubasi dalam inkubator
pada suhu 37 oC dan RH 90% selam 2 hari dan dilanjutkan menjadi 3 hari.
Pengukuran dilakukan pada ukuran sona bening yang terbentuk disekitar cakram
Uji bioaktivitas yang dilakukan adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Pengambilan sekitar 10-17 ekor Artemia salina berumur 48 jam ke dalam 100 mL
air laut sintetik dilakukan secara acak, dimasukan dalam flakton-flakton yang
pengenceran sebagai berikut: sebanyak 200 µL sampel 1000 µg/mL dari fraksi
5, 10, 50, 100) µg/mL dan volume sampel tiap lubang 100 µL secara triplo.
Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar dan selanjutnya jumlah
larva yang mati dan yang hidup dihitung dengan bantuan kaca pembesar serta
ditentukan nilai LC50 (µg/mL) dengan program Bliss Method (Meyer dkk., 1982).
21
BAB IV
Sampel yang telah diambil dari laut kemudian dikeringkan selama kurang
lebih 1 minggu untuk mengeluakan kandungan air dalam sampel, karena sampel
yang masih basah memiliki struktur yang keras sehingga sulit untuk di gerus.
Gambar 15.. Spons Petrosia alfiani yang belum kering dan sudah kering
22
4.2 Ekstraksi
dimasukkan ke dalam suatu wadah untuk memulai proses ekstraksi atau disebut
juga dengan maserasi. Proses maserasi ini dilakukan dengan merendam sampel
menggunakan metanol dalam wadah yang telah disiapkan, proses ini dilakukan
selama 4x24 jam untuk memastikan kandungan senyawa dalam sampel sudah
ditarik semuanya oleh metanol. Tiap kali selesai melakukan maserasi, hasilnya
ditampung dalam sebuah botol dan maserasi selanjutnya diganti dengan metanol
yang baru dan begitu seterusnya sampai 4 kali. Setelah maserasi, sampel
pelarutnya dan membuat sampel menjadi lebih pekat. Hal ini dilakukan agar pada
lebih efektif.
1:2 antara volume sampel dan pelarut, pelarut kloroform dan metanol sulit
akuades agar pemisahan dapat terjadi dengan baik. Proses ini dibiarkan selama
kurang lebih 24 jam untuk membuat kloroform dapat menarik senyawa dari
sampel secara maksimal. Saat proses ekstraksi terjadi, pelarut kloroform berada
pada bagian bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar daripada air dan
metanol. Olehnya itu pada saat pemanenan ekstrak kloroform menjadi lebih
mudah. Jumlah ekstrak kloroform yang diperoleh dalam proses ekstraksi ini
23
Ekstrak kloroform yang telah diperoleh kemudian di kromatografi lapis
tipis (KLT) untuk mencari perbandingan eluen yang sesuai dan pemisahan
senyawa yang baik. Eluen yang digunakan berupa n-heksana, etil asetat,
didapatkan perbandingan eluen dari n-heksana dan aseton yaitu 6:4. Eluen inilah
4.3 Isolasi
agar menjadi padatan agar nantinya mudah untuk dilakukan KKV. Ekstrak yang
tipe 7730 sampai sampel menjadi butiran-butiran halus yang persis dengan
struktur silika itu sendiri. Setelah itu barulah dilakukan KKV untuk memisahkan
menggunakan alat KKV dan silika gel tipe 7734, tahapan ini berlangsung dengan
dari 9:1 sampai 1:9. Setiap perbandingan eluen berbeda jumlah pemakaiannya,
contohnya 7:3 sebanyak 3 kali dan 6:4 sebanyak 4 kali. Hal ini tergantung dari
perbandingan eluen yang sesuai yang telah didapatkan pada tahap kromatografi
lapis tipis (KLT). Pada tahapan ini akan di peroleh beberapa fraksi yang kemudian
24
Tahap berikutnya dilakukan kromatografi kolom gravitasi dari fraksi-
fraksi yang didapatkan pada kromatografi kolom vakum. Fraksi yang dikeringkan
dan ditimbang adalah isolat dengan perbandingan 7:3. Jumlah fraksi ini sebanyak
0.7 gram yang kemudian diimprek dengan silika dan dilanjutkan dengan kolom
gravitasi dengan eluen n-heksana dan etil asetat 4:6. Pada tahap ini didapatkan
beberapa fraksi yang kemudian di KLT untuk menentukan fraksi yang pergeseran
diantara fraksi tersebut memiliki pemisahan noda yang baik (ada dua noda).
Untuk memurnikan fraksi tersebut dilakukan KLT preparatif dengan pelarut yang
sama (n-heksana:etil asetat 4:6). Hasil dari KLT preparatif disaring dengan
135-136 oC, hal ini dapat dikatakan telah murni karena range titik lelehnya hanya
1 derajat. Setelah itu kemudian diuji anti sitotoksik dan anti bakteri, diidentifikasi
25
4.4 Identifikasi
4.4.1
.1 Spektrofotometer UV-Vis
UV
diserap oleh senyawa sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi. Panjang
gelombang serta intensitasnya ini tergantung dari jenis ikatan dan gugus
spektrofotometer UV-Vis.
Vis. Berikut adalah hasil pengukuran sampel dengan
spektrofotometer UV-Vis.
Vis.
konjugasi. Pada umumnya, molekul tanpa ikatan rangkap atau dengan satu ikatan
26
Panjang gelombang maksimun pada spektrofotometer UV
UV-Vis yang
memberikan pita-pita
pita absorbsi di frekuensi yang sangat dekat. Hal ini berakibat
daerah 3421,72 (OH), 2958,80 dan 2866,22 (CH alifatik), 1666,50 (C=C),
27
Kamboj dan Saluja (2011) bahwa spektrum FTIR pada β-sitosterol menunjukkan
puncak serapan pada 3373,6 cm-1 (O-H); 2940,7 cm-1 dan 2867,9 cm-1 (C-H
(CH2); 1381,6 cm-1 (C-O), dan 1038,7 cm-1 (sikloalkana). Olehnya itu dari data
suatu senyawa. Nilai pergeseran kimia, spin-spin splitting dan konstanta coupling
petunjuk mengenai berbagai tipe H yang saling berdekatan satu sama lainnya.
Perbedaan dalam frekuensi resonansi adalah sangat kecil, sehingga sangat sukar
untuk mengukur secara tepat frekuensi resonansi setiap proton. Oleh karena itu
yang akan diukur, dan frekuensi resonansi setiap proton dalam cuplikan diukur
satu senyawa standar yang digunakan adalah tetrametilsilan (CH3)4Si yang disebut
TMS. Senyawa ini dipilih karena proton-proton dari gugus metil jauh lebih
Inti atom yang mempunyai nilai geseran kimia (δ) daerah rendah (dekat
TMS) disebut high shielded field (daerah medan magnet tinggi), sedangkan daerah
makin jauh dari TMS disebut low shielded field (daerah medan rendah).
28
sejauh mana resonansi proton digeserkan dari standar atau TMS dengan satuan
parts per million (ppm) terhadap frekuensi spektrometer yang dipakai. Harga δ
untuk suatu proton akan selalu sama tak tergantung apakah pengukuran dilakukan
pada 60 MHz atau 100 MHz. Berikut adalah hasil spektrum 1H NMR dari sampel
senyawa.
diteliti sebelumnya pada 1H NMR yaitu 3,53 (C3, tdd); 0,93 (C19, d); 0,84 (C24,
t); 0,83 (C26, d); 0,81 (C27, d); 0,68 (C28, s), 1,01 (C29, s) dan 13C NMR yaitu
72,0 (C3); 140,9 (C5); 121, 9 (C6); 19,2 (C19); 12,2 (C24); 20,1 (C26); 19,6
(C27); 19,0 (C28); 12,0 (C29) yang telah diperoleh dari ekstrak Rubus
putih dan memiliki titik leleh 134-135 oC (Prakash dan Chaturvedula, 2012).
kimia yaitu 3,52 (C3, tdd); 5,15 (C6, t); 0,94 (C19, d); 0,91 (C24, t); 0,86 (C26,
29
d); 0,84 (C27, d); 0,67 (C28, s); dan 1,002 (C29, s). Senyawa ini berbentuk
hamblur putih dengan titik leleh sebesar 135-136 oC. Hal ini serupa dengan
β-sitosterol.
proton, dan kombinasi kedua cara itu merupakan alat yang kuat pada penentuan
diperoleh dengan spektrometer yang sangat sensitif. Kelimpahan 13C yang rendah
30
13
Spektrum C NMR off resonansi ini memiliki keuntungan, karena
langsung dapat membedakan jenis-jenis karbon, namun akan menjadi sangat rumit
apabila banyak terdapat sinyal karbon yang saling overlap. Tipe spektrum karbon
yang kedua adalah spektrum dekopling-proton 13C, adalah suatu spektrum dimana
13
C tidak terkopling dengan 1H, jadi tidak menunjukkan pemisahan spin-spin.
terjadinya interkonversi cepat antara keadaan spin paralel dan antiparalel dari
proton-proton tersebut.
Akibatnya sebuah inti 13C hanya melihat suatu rata-rata dari dua keadaan
spin proton dan isyaratnya tak akan terurai. Karena tak ada penguraian dalam
suatu spektrum dekopling-proton, maka isyarat untuk tiap kelompok atom karbon
yang ekuivalen secara magnetik akan muncul sebagai suatu singlet. Untuk
membedakan jenis karbon, metil, metilen, metin, dan karbon kuarterner digunakan
13
analisis spektrum DEPT C NMR. DEPT 135o yang digunakan pada penelitian
sedangkan sinyal CH2 akan muncul sebagai sinyal berharga negatif. Berikut
31
Gambar 21. Hasil identifikasi sampel dengan menggunakan DEPT 13C NMR
13
Pengukuran C NMR yang telah dilakukan menunjukkan adanya 27
puncak atom karbon yang menandakan ada 2 puncak yang sama atau mengalami
kopling yaitu pada puncak dengan pergeseran kimia 42,4 (C4,13) dan 32,0 (C7,8).
Puncak lainnya yang temukan berada pada daerah 140,87 (C5) dan 121,86 (C6),
karbon ini memiliki pergeseran kimia yang cukup besar karena membentuk ikatan
rangkap. Pada daerah 71,95 (C3) yang terikat langsung pada atom O sehingga
pergeseran kimianya cukup besar. Kemudian terdapat juga pada daerah 56,9
(C14); 56,28 (C17); 50,26 (C9); 12,00 (C29); 19,5 (C28); 28,1 (C19). Hal ini
sesuai dengan pergeseran kimia pada β-sitosterol yang telah ditemukan oleh
Prakash dkk (2012) sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa ini adalah
β-sitosterol.
32
Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Hasil Pengukuran spektrum 1H NMR dan 13C NMR pada sampel
1 13
Posisi Atom Karbon H NMR C NMR
1 37,3
2 31,7
3 3,52 (tdd, 1H, J= 4.5, 4.2, 3.8 Hz) 71,95
4 5,35 (d, 2H) 42,4
5 140,87
6 5,15 (t, 1H, J= 6.4 Hz) 121,86
7 32,0
8 32,0
9 50,2
10 36,6
11 22,9
12 39,9
13 42,4
14 56,9
15 24,4
16 23,9
17 56,2
18 36,3
19 0,94 (d, 3H, J= 6.5 Hz) 28,1
20 35,9
21 28,3
22 42,4
23 22,9
24 0,91 (t, 3H, J= 7.2 Hz) 18,8
25 29,8
26 0,86 (d, 3H, J= 6.4 Hz) 22,7
27 0,84 (d, 3H, J= 6.4 Hz) 21,2
28 0,67 (s, 3H) 19,5
29 1,002 (s, 3H) 12,0
Olehnya itu, dengan menyatukan semua data yang didapat dari hasil identifikasi
struktur senyawa yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari spons
33
Gambar 22. Struktur senyawa β-sitosterol yang telah berhasil diidentifikasi dari
spons Petrosia alfiani
Medium agar yang telah dibuat dan membeku kemudian menjadi tempat
untuk membiakkan bakteri uji yaitu E. coli dan S. aureus. Kedua bakteri tersebut
kemudian digores pada masing-masing medium agar yang telah disiapkan dan
diletakkan kertas saring yang berukuran kecil diatasnya yang sebelumnya telah
kontrol negatif (pelarut). Konsentrasi senyawa dibuat sebanyak 500 ppm dengan
pelarut DMSO dan etil asetat 1:1 dan kemudian diencerkan dalam 100 ppm, 50
Gambar 23. Bakteri E. coli (Kiri) dan S. aureus (kanan) yang telah dipreparasi
dengan sampel senyawa.
34
Campuran bakteri dan sampel kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan
suhu 37 oC selama 1x24 jam, diukur daya hambat sampel tehadap bakteri.
Gambar 24. Hasil pengujian daya hambat sampel senyawa terhadap bakteri E.
coli (kiri) dan S. aureus (kanan).
Tabel 3. Pengukuran diameter zona hambat sampel, kontrol positif, dan kontrol
negatif terhadap bakteri uji.
diameter zona hambat kontrol negatifnya sebesar 7 mm daya hambat sampel 100
ppm (9,85 mm), 50 ppm (8,3 mm), 10 ppm (7,2 mm), dan 1 ppm (6,6 mm),
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm, 50 ppm,
sebesar diameter zona hambat kontrol positifnya (25,6 mm), sedangkan pada
35
Diameter zona hambat sampel pada bakteri S. aureus adalah 13,9 mm (100
ppm); 16,1 mm (50 ppm); 12,1 mm (10 ppm); 10,7 mm (1 ppm); 7,0 mm (kontrol
bakteri S. aureus walaupun tidak sebaik kontrol positifnya yaitu sebesar 23,6 mm.
menggunakan larva udang Artemia salina leach. Pengujian ini diawali dengan
cara mengairasi telur udang selama 2x24 jam. Setelah telur udang menetas
5000 ppm dengan menggunakan pelarut DMSO dan etil asetat, kemudian
diencerkan dalam beberapa konsentrasi yaitu 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm, 5 ppm, 1
dan kontrol negatif sebanyak 10 buah dan ditambahkan air laut sampai 5 mL lalu
didiamkan selama 1x24 jam. Keesokan harinya, larva yang mati dihitung
36
Tabel diatas menunjukkan rata-rata larva udang yang mati selama 1x24
menggunakan rumus:
Jumlah larva udang mati pada uji − jumlah larva udang mati kontrol
%kematian = ݔ100%
Jumlah larva udang mula − mula
persen kematian, dicari angka/nilai probit tiap kelompok hewan uji melalui tabel,
Dimana y: angka probit dan x: log konsentrasi, kemudian ditarik garis dari harga
konsentrasi diantilogkan untuk mendapatkan harga LC50 atau LC50 dapat juga
dihitung dari persamaan garis lurus tersebut dengan memasukkan nilai 5 (probit
dari 50 % kematian hewan coba) sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log
10 1 30% 4,48
5 0,7 -13.3% 0
1 0 -6.67% 0
37
Log Konsentrasi vs Nilai Probit
5
4 y = -0.762x + 5.128
R² = 0.571
Probit
3
2 Series1
1 Linear (Series1)
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Log Konsentrasi Senyawa
Grafik 2. Hubungan antara log konsentrasi dengan nilai probit pada LC50
y = -0,762x + 5,128
5 = -0,762x + 5,128
5 – 5,128 = -0,762x
-0,128 = -0,762x
-0,128
x=
-0,762
x = 0,1679
harga LC50 < 1000 μg/mL dan sangat toksik apabila ≤ 30 μg/mL. Dan dari
perhitungan diatas diketahui nilai LC50 sebesar 1,4719 µg/mL (ppm) dan dapat
38
BAB V
5.1 Kesimpulan
sebanyak 76 mg yang aktif terhadap terhadap larva udang Artemia salina Leach
dengan nilai LC50 sebesar 0,045 µg/mL (ppm), juga aktif terhadap bakteri E. coli
dengan nilai hambatan berturut-turut sebesar 100 ppm (9,85 mm), 50 ppm (8,3
mm), 10 ppm (7,2 mm), 1 ppm (6,6 mm); kontrol positif (25,6 mm); kontrol
negatif (7,0 mm), dan terhadap bakteri S. aereus denga nilai hambatan 13,9 mm
(100 ppm); 16,1 mm (50 ppm); 12,1 mm (10 ppm); 10,7 mm (1 ppm); 7,0 mm
5.2 Saran
dengan eluen yang berbeda mengingat senyawa yang diperoleh telah banyak
disintesis.
39
DAFTAR PUSTAKA
Amir, I., 1991, Fauna Sepon (Porifera) dari Terumbu Karang Genteng Besar,
Pulau-Pulau Seribu, Oseanologi di Indonesia, (24), 41 – 54.
Amir, I., dan Budiyanto, 1996, Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara
Umum, Oseana, 21(2), 15 – 31.
Aoki, S., Naka, Y., Itoh, T., Furukawa, T., Rachmat, R., Akiyama, S., and
Kobayashi, M., 2002, Lembehsterols A and B, Novel Sulfated Sterols
Inhibiting Thymidine Phosphorylase, from the Marine Spons Petrosia
strongylata, Chem. Pharm. Bull., 50(6) 827-830.
Cho, H. J., Ja Bae S., Kim, N. D., Jung, H. J., and Cho, Y. H., 2004, Induction of
Apoptosis by Dideoxypetrosynol A, A Polyasetylene from Spons Petrosia
sp., in Human Skin Melanoma Cells, International Journal of Molecular
Medicine, 1091-1096.
Darminto, Ali, A., Dini, I., 2009, Indentifikasi Senyawa Metabolit Sekunder
Potensial Menghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophyla dari
Kulit batang Tumbuhan Aveccennia spp., Jurnal Chemica, 10(2), 92 – 99.
De Voogd, N. J., and Van Soest, R. W. M., 2002, Indonesian Sponge of the Genus
Petrosia, Zool. Med. Leidan, 76.
El Sayed, K. L., Kelly, M., Kara, U. K., Ang, K. H., Katsuyama, I., Dunbar, D.C.,
Khan, A. A., and Hamann, M.T., 2001, New Manzamine Alkaloids with
Potent Activity against Infectious Disease, J. Am. Chem. Soc., 123, 1804 -
1808.
Handayani, D., Sayuti, N., dan Dachriyanus, 2008, Isolasi dan Karakterisasi
Senyawa Antibakteri Epidioksi Sterol dari Spons Laut Petrosia Nigrans,
Asal Sumatra Barat, Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi-II,
Universitas Lampung, 17-18 November 2008.
Ireland, C. M., Molinski, T. F., Roll, D. M., Zabriskie, T. M., McKee, T. C.,
Swersey, J. C., and Foster, M. P., 1989, Natural Product Peptides from
Marine Organisms, di Dalam Scheuer PJ (ed.), Bioorganic Marine
Chemistry, Springer – Verlag, 3, 1 – 27.
40
Jha, R. K., and Zi-rong, X., 2004, Biomedical compounds from marine
organism. Marine Drugs, 2, 123 – 146.
Kamboj, A., and Saluja, A. K., 2011, Isolation of Stigmasterol and β-Sitosterol
from Petroleum Ether Extract of Aerial Parts of Ageratum conyzoides
(Asteraceae), International Journal of Pharmacy and pharmaceutical
Sciences, 3(1), 94-96.
Kim, D. K., Lee, M.Y., Lee, H.S., Lee, D.S., Lee, J.R., Lee, B.J., and
Jung, J.H. 2002. Polyacetylenes from a marine spons Petrosia sp.
inhibit DNA replication at the level of initiation, Cancer Lett., 185(2), 95–
101
Kobayashi, M., dan Rachmaniar R., 1999, Overview of Marine Natural Product
Chemistry. Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98..
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 14 – 15 Oktober 1998, 23–
32.
McLaughlin, J.L., and Rogers, L.L., 1998, The use of biological assay to evaluate
botanicals. Drug Information Journal, 32, 513-524.
Meyer, N., N.R. Ferrigini, J.E. Putnam, D.E. Jacobsen, D.E. Nichols, and J.L.
McLaughlin. 1982. Brine shrimp: A. convenient general bioassay for
active plant constituents, Planta Med. 45, 31.
Muliani, Suryati, E., Tompo, A., Parenrengi, A., Rosmiati, 1998, Isolasi Bioaktif
Bunga Karang Sebagai Fungisida pad Benih Udang Windu Penaeus
monodon, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 4(2).
Munro, M. H. G., Luibrand, R. T., and Blunt, J. W., 1989, The Search for
Antivaral and Anticancer Compounds from Marine Organisms. Di dalam
Scheuer PJ (ed.). Bioorganic Marine Chemistry, 1, Springer – Verlag, 94 –
176.
Muniarsih, T., dan Rachmaniar R., 1999, Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba
dari Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosidings Seminar
Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jakarta, 14 – 15 Oktober 1998, 151 - 158.
Murniasih, 2005, Subtansi Kimia Untuk Pertahanan Diri Dari Hewan Laut Tak
Bertulang Belakang, Oseana, 30(2), 19-27.
41
Murti, Y. B., 2006, Isolation and structure elucidation of bioactive secondary
metabolites from sponss collected at Ujungpandang and in the Bali Sea,
Indonesia, Disertation.
Nursid, M., Wikata, T., Fajarningsih, N. D., dan Marraskuranto, E., 2006,
Aktivitas Sitotoksik, Induksi Apoptosis dan Ekspresi Gen p53 Fraksi
Metanol Spons Petrosia cf. nigricans terhadap Sel Tumor Hela, Jurnal
Pascapanan dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 1(2).
Rachmaniar, R., 1996, Penelitian Produk Alam Laut Skreening Substansi Bioaktif,
Laporan Penelitian Tahun Anggaran 1995/1996, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Puslitbang Oseanologi.
Ralph, D. F., 1988. What Are Sponnges?. Adapted From: Hooper, JNA.
Sponguide, version April 1988, Queensland Museum, Australia.
Rante, H., Wahyono, Murti, Y. B., dan Alam, G., 2010, Purifikasi dan
Karakterisasi Senyawa Antibakteri dari Actinomycetes Asosiasi Spons
Terhadap Bakteri Patogen Resisten, Majalah Farmasi Indonesia, 21(3),
158-165.
Rasyid, A. 2009. Senyawa – Senyawa Bioaktif dari Spons. Oseana. 34(2), 25-32.
Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 1999, Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut, Djambatan, Jakarta.
Ruppert, E. E., and Barnes, R. D., 1991, Invertebrates Zoology, Sixth Edition,
Saunders College Publishing, Philadelphia, New York, Chicago, San
Fransisco, Montreal, Toronto, London, Sidney, Tokyo, 68 – 91.
Sandoval, I. T., Davis, R. A., Bugni, T. S., Concepcion, G. P., Harper, M. K., and
Ireland, C. M., (tanpa tahun), Cytotoxic Isoquinoline Quinones from
Sponss of the Genus Petrosia.
Sapar, A., Kumanireng, A. S., Voogd, N. De., dan Noor, A., 2004, Isolasi dan
Penentuan Struktur Metabolit Sekunder Aktif dari Spons Biemna Triraphis
42
Asal Pulau Kapodasang (Kepulauan Spermonde), Marina Chimica Acta ,
5(1), 2-5.
Seo, Y., Cho, K.W., Lee, H.S., Rho, J.R., and Shin, J., 1999, New acetylenic enol
ethers of glycerol from the spons Petrosia sp. J. Nat. Prod, 62(1), 122–
126.
Soediro, I. S., 1999, Produk Alam Hayati Bahari dan Prospek Pemanfaatannya di
Bidang Kesehatan dan Kosmetika, Prosidings Seminar Bioteknologi
Kelautan Indonesia I ’98, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta,
14 – 15 Oktober 1998, 41 – 52.
Sutedja, L., Udin, L. Z., dan Manupputy, A., 2005, Antimicrobial Activity of the
Spons Petrosia contignata Thiele, Sistem Informasi Dokumen
KegiatanPusat Penelitian Kimia LIPI, Bandung.
Tripathi, R. P., Tewari, N., Dwipedi, N., dan Vinod K. T., 2004, Fighting
Tuberculosis: An Old Diseases with New Challenges, Medicinal Research
Reviews, Wiley Periodicals.
43
Lampiran 1. Bagan Penyiapan Sampel
Sampel Kasar
• Dikeringkan
• Dipotong-potong
• Diblender/dihaluskan
Sampel Halus
44
Lampiran 2. Bagan Ekstraksi dan Fraksinasi
Filtrat Residu
- Dievaporasi
- Dianalisis KLT
- Kromatografi Kolom dengan eluen yang sesuai
Fraksi-fraksi
- Dianalisis KLT
- Fraksi dengan noda yang sama digabung
Fraksi-fraksi baru
45
Lampiran 3. Bagan Isolasi Fraksi Aktif
Fraksi-fraksi (mg)
- Dipreparatif dan disaring
Struktur senyawa
dan Aktivitas
46
Lampiran 4. Bagan Kerja Uji Bioaktivitas Pada A. salina dengan Metode
BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
Sampel
Nilai LC50
47
Lampiran 5. Bagan Kerja Uji Bioaktivitas pada Bakteri E. coli dan
S. aeureus dengan Metode Difusi Agar.
Agar Puder
Media TBS
Bakteri Uji
Biakan Bakteri
48
- Kertas saring mengandung sampel diletakkan terhadap
kontrol positif dan negatif.
- Kultur diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC
dan RH 90 % selama 2 hari.
- Dilakukan pengukuran pada sona bening yang
terbentuk disekitar cakram kertas saring dengan
menggunakan mistar geser.
Hasil
49
Lampiran 6. Hasil Identifikasi dengan proton NMR (1H NMR)
50
Lampiran 7. Hasil Identifikasi dengan karbon NMR (13C NMR)
51
Lampiran 8. Proses ekstraksi dan isolasi
52
KLT preparatif untuk memurnikan
53
Lampiran 9. Data Hasil Pengujian Toksisitas pada Artemia salina Leach
Jumlah larva yang mati pada Jumlah larva yang mati pada
Konsentrasi sampel kontrol
(ppm) Ulangan Ulangan
Jumlah Jumlah
1 2 3 1 2 3
1 0 5 2 7 2 3 4 9
5 4 1 3 8 3 3 6 12
10 6 9 2 17 3 3 2 8
50 7 6 5 18 6 6 4 16
100 4 3 5 12 3 2 3 8
54
Lampiran 10. Hasil Uji Antibakteri
55
Lampiran 11. Data Spektrofotometer UV-Vis
56
Lampiran 12. Peta lokasi pengambilan sampel dan letak geografisnya
Panjang
Luas Jarak
Nama Pulau Garis Pantai Letak Geografis
(ha) (km)
(km)
BT 119o23’30’’ dan
Lae-lae 11,6 2,4 1,2
LS 5o08’24’’
BT 129o24’04,9’’ dan
Kayangan 1,5 0,5 2,8
LS 5o6’49,5’’
BT 119o20’36,2’’ dan
Samalona 2,3 0,7 6,8
LS 05o07’30,4’’
BT 119o19’16,34” dan
Barrang Caddi 4,7 1,0 11,5
LS 5o4’49,6”
BT 119o19’48’’ dan
Barrang Lompo 19,2 1,9 12,77
LS 05o02’48’’
BT 119o16’00’’ dan
Kodingareng Keke 1,5 0,5 13,48
LS 05o08’54’’
BT 119o15’53,6” dan
Kodingareng Lompo 14 2,0 15,05
LS 5o8’48,7”
BT 119o19’48’’ dan
Bonetambung 5 0,7 17,87
LS 05o02’48’’
BT 119o12’34,92” dan
Lumu-lumu 3,75 0,7 27,54
LS 4o57’48,6’’
BT 119o5’46,8” dan
Langkai 26,6 2,2 35,8
LS 5o1’52,1”
BT 119o4’45,3” dan
Lanyukkang 6,3 1,8 40,17
LS 4o58’40,8”
57