Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

HASIL COACHING KEPEGAWAIAN

NAMA :

NIP :

PANGKAT/GOL :

JABATAN :

UNIT KERJA :

KABUPATEN BARITO KUALA


PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BAB I

PENDAHULUAN

Dengan mendasarkan pada ketentuan pasal 86 Ayat (2) UU No.5 Tahun 2014 tentang
ASN disebutkan bahwa setiap instansi pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin
terhadap PNS sertamelaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin, dengan mengingat
volume kasus pelanggaran disiplin yang sangat besar dan kompleksitas kasus per kasus
berbanding terbalik dengan tenaga/ sumber daya pemroses pada Biro SDM Kemenristekdikti,
dibutuhkan mekanisme/metode penanganan kasus pelanggaran disiplin yang cukup efektif
dan efisien.Penyelesaian kasus pelanggaran disiplin dan permasalahan kepegawaian lain pada
unit kerja secara langsung (on the spot) merupakan salah satu bentuk upaya instansi pembina
kepegawaian (Kementerian) memastikan agar setiap langkah-langkah yang diambil oleh
pejabat tata usaha negara dalam melakukan pembinaan disiplin PNS dapat
dipertanggungjawabkan dan memenuhi aspek formil maupun materil.
Pembinaan kasus disiplin PNS merupakan tanggungjawab dari level terendah dalam hal ini
atasan langsung pada unit terkecil sampai dengan Kementerian (sesuai dengan kewenangan
masing-masing), setiap tindakan pembiaran merupakan tindakan yang tidak dibenarkan, dan
dapat berdampak pada penjatuhan hukuman pada setiap pejabat yang tidak melakukan
pembinaan. Oleh karena hal tersebut, momen kegiatan seperti ini dapat dijadikan sebagai
harmonisasi pemikiran dan penyamaan persepsi antara Menteri selaku Pejabat Pembina
Kepegawaian dan Pejabat pengelola kepegawaian/ sumber daya manusia pada unit kerja.

Tujuan penegakan disiplin agar :


1. Harmonisasi/ penyamaan persepsi pemrosesan kasus disiplin
2. Memudahkan penyelesaian kasus disiplin dimasa yang akan datang
3. terhindar dari perbuatan maladministrasi yang dapat menimbulkan potensigugatan TATA
USAHA NEGARA
4. pemahaman terhadap peraturan
5. pemahaman teRhadap dampak dan resiko perbuatan
6. terselesaikannya kasus-kasus disiplin dan permasalahan kepegawaian
7. memberikan efek jera terhadap pelaku pelanggaran disiplin
8. terciptanya sumber daya manusia kemenristekdikti yang memiliki kinerja dengan kualitas
dan tingkat kedisiplinan yg tinggi
BAB II

ISI

A. Arah Kebijakan Manajemen Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Barito Kuala


1. UU Nomor 5 Tahun 2014
Salah satu paradigma baru UU ASN (UU Nomor 5 Tahun 2014) adalah
berkaitan dengan Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit, yang
berdasarkan pada kualifkasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan
tanpa membedakan latar belakang poltik, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis
kelamin, status pernikahan, umum, atau kondisi kecacatan. Manajemen ASN ini
meliputi Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Manajemen Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Disebutkan dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 itu, Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan
Manajemen ASN kepada Pejabat yang Berwenang di kementerian, sekretariat
jendral/sekretariat lembaga negara, sekretariat lembaga nonstruktural, sekretaris
daerah/provinsi dan kabupaten/kota.
Manajemen ASN diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna.
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN utk menghasilkan pegawai ASN yg
profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktek kkn.Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit
PNS dan PPPK yg diangkat oleh Pejabat pembina kepeg. & diserahi tugas dlm
suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan terdiri dari :
1. PNS adalah WNI yg memenuhi syarat tertentu, diangkat sbg peg ASN secara tetap
oleh PPK utk menduduki jabatan pemerintahan.
2. PPPK adalah WNI yg memenuhi syarat tertentu, yg diangkat berdasarkan
perjanjian kerja utk jangka waktu tertentu dlm rangka melaksanakan tugas
pemerintahan
Manajemen ASN meliputi manajemen PNS dan Manajemen PPPKDi
lingkungan Pemerintahan Kabupaten Barito Kuala jabatan ASN terbagi menjadi 3
yakni, Jabatan Administratif, Fungsional, dan Pimpinan Tinggi. Sedangkan untuk
SKPD terdiri dari 29 badan sesuai PP No. 18 Tahun 2016 yakni, Sekretaris Daerah,
Sekretaris DPRD, Inspektorat, Dinas Daerah, Satpol PP, serta Badan-badan.

2. PP No. 53 Tahun 2010


Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya
termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang dirasakan menjadi tanggung jawab.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, Disiplin adalah ketaatan
(kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dsb). Jadi, bila disimpulkan secara umum,
disiplin merupakan bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada sesuatu peraturan yang
telah dibuat.

KEWAJIBAN PNS
1. Mengucapkan sumpah/janji PNS
2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan
3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD Negara RITahun 1945, NKRI
4. Mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Melaksanakan tugas kedinasan yg dipercayakan kpd PNS dgn penuh
pengabdian,kesadaran, dan tanggung jawab
6. Menjungjung tinggi kehormatan negara , Pemerintah, dan martabat PNS
7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan diri sendiri, dan/atau
golongan
8. Memegang rahasia jabatan yg menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan
9. Bekerja dgn jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara
10. Melaporkan dgn segera kpd atasannya apabila mengetahui ada hal yg dpt
membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materii
11. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja
12. Mencapai sasaran kerja pegawai yg ditetapkan
13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dgn sebaik-baiknya
14. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kpd masyarakat
15 Membimbing bawahan dlm melaksanakan tugas
16 Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
17 Menaati peraturan kedinasan yg ditetapkan oleh pejabat yg berwenang.

LARANGAN
1. Menyalahgunakan wewenang
2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau oranglain
dengan menggunakan kewenangan orang lain
3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja utk negara lain dan/ atau
lembaga atau organisasi internasional
4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya
masyarakat asing
5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga
milik negara secara tdk sah
6. Melakukan kegiatan bersama dgn atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain
di dlm maupun di luar lingkungan kerjanya dgn tujuan utk keuntungan pribadi,
golongan,atau pihak lain, yg secara langsung atau tdk langsung merugikan Negara
7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kpd siapapun baik secara
langsung atau tdk langsung dan dgn dalih apapun utk diangkat dlm jabatan
8. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian apa saja dari siapapun juga yg
berhubungan dgn jabatan dan/ atau pekerjaannya
9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya
10. Melakukan suatu tindakan atau tdk melakukan suatu tindakan yg dpt menghalangi
atau mempersulit salah satu pihak yg dilayani sehingga mengakibatkan kerugian
bagi yg dilayani
11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan
12. Memberikan dukungan kpd calon Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, atau
DPRD dgn cara :
a. ikut serta sbg pelaksana kampanye
b. menjadi peserta kampanye dgn menggunakan atribut partaiatau atribut PNS
c. sbg peserta kampanye dgn mengerahkan PNS lain; dan/atau
d. sbg peserta kampanye dgn menggunakan fasilitas negara
13. Memberikan dukungan kpd calon Presiden/Wakil Presiden dgn cara :
a. membuat kptsn dan/atau tindakan yg menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye
b. Mengadakan kegiatan yg mengarah kpd keberpihakan terhadap pasangan calon
yg menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye
meliputi pertemuan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kpd PNS dlm
lingkungan unit kerja, anggota keluarga dan masyarak
14. Memberikandukungan kepada calon anggota DPDatau calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dgncara memberikan surat dukungan disertai
fotokopi KTPatau Surat Ket. Tanda Penduduk sesuai peraturanperundang-
undangan; dan
15. Memberikan dukungan kepada calon KepalaDaerah/Wakil Kepala Daerah dgn
cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye utk mendukung calon KepalaDaerah/Wakil
Kepala Daerah
b. menggunakan fasilitas yang terkait dgn jabatan dlm kegiatankampanye
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepadakeberpihakan terhadap pasangan
calon yg menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye
meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kpd PNS dl
lingkungan unit kerjanya,anggota keluarga, dan masyarakat.

3. PP Nomor 53 Tahun 2010


Sesuai dengan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
menjelaskan standar kedisiplinan serta larangan untuk ASN yang sifatnya mengikat
dan apabila dilanggar akan menerima konsekuensi sesuai aturan yang diatur secara
yuridis oleh undang-undang tersebut.
Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
dari:
1) teguran lisan;
2) teguran tertulis; dan
3) pernyataan tidak puas secara tertulis.
Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri dari:
1) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
2) penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
3) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri
dari:
1) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
2) pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
3) pembebasan dari jabatan;
4) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
5) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

PEJABAT YANG BERWENANG MENGHUKUM (PASAL 16 PP No.53


/2010)
a. Presiden
b. Pejabat Pembina Kepegawaian
c. Pejabat Struktural Eselon I, II, III, IV atau Pejabat lain ygsetara

PRINSIP PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN


Setiap penjatuhan hukuman Disiplin ditetapkan dengan keputusan pejabat yang
berwenang menghukum berdasarkan hasil pemeriksaan

Pembuktian Materiil Kasus Pelanggaran Disiplin dan Pembinaan dengan


melaksanakan setiap langkah prosedural formil merupakan prasyarat mutlak Sebelum
menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib :

1. Mempelajari dengan teliti hasil pemeriksaan (Kesesuaian Tuduhan dan Alat


Bukti)
2. Memperhatikan latar belakang dan faktor-faktor yang mendorong terjadinya
pelanggaran
3. Tegas menetapkan sanksi yang akan diberikan karena walaupun bentuk
pelanggaran yang terjadi sama, tetapi latar belakang dan faktor-faktor yang
mendorong kemungkinan berbeda, serta dampak yang ditimbulkan dari perbuatan
juga berbeda, maka jenis hukuman disiplin dapat berbeda pula.
4. Hukuman Disiplin bukan merupakan semata-mata sarana menghukum Pegawai,
namun demikian sebagai upaya pembinaan dengan tujuan memperbaiki sikap,
prilaku, etika Pegawai
5. PNS tdk dapat dijatuhi hukuman disiplin dua kali atau lebih untuk suatu
pelanggaran disiplin yang sama (nebis in idem)
6. PNS berdasarkan hasil pemeriksaan melakukan beberapa pelanggaran, kepadanya
hanya dijatuhi satu jenis hukuman disiplin yang terberat.
7. PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin, kemudian melakukan pelanggaran
yang sifatnya sama, maka dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari
hukuman disiplin yang pernah dijatuhkan

Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, kewenangan


menjatuhkan HD menjadi kewenangan Pejabat yang lebih tinggi, Apabila Pejabat
yang berwenang menghukum tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang
melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh
atasannya.

PRINSIP PEMBINAAN DISIPLIN DALAM PERATURAN PEMERINTAH


NOMOR 53 TAHUN 2010

“dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai
penyelenggara pemerintahanyang menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik (good governance), maka PNS sebagai unsur aparatur negara dituntut untuk
memiliki sikap Disiplin, Jujur, Adil, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan
tugas”.

DISIPLIN PNS adalah Kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati


kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati
ataudilanggar dijatuhi hukuman disiplin

PELANGGARAN DISIPLIN adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang
tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik
yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
 DISIPLIN PREVENTIF
tindakan pencegahan yg dilakukan utk mendorong PNS mentaati standar & norma
sehingga tdk terjadi pelanggaran di masa yang akan datang.
 DISIPLIN REPRESIF
tindakan langsung setelah terjadinya pelanggaran, tindakan ini dimaksudkan agar
pelanggaran yg terjadi tidak meluas.
 DISIPLIN PERSUASIF
penindakan disiplin sebagai sarana untuk membuktikan/ meyakinkan secara halus
bahwa aturan harus ditegakkan (sarana diseminasi aturan).
 DISIPLIN KURATIF
tindakan pemulihan paska terjadinya pelanggaran yaitu berupa penyadaran
terhadap pelaku pelanggaran agar tidak terjadi pengulangan pelanggaran di masa
yang akan datang (pendekatan simpatik secara personal atasan - bawahan)
KASUS DISIPLIN YANG UMUMNYA TERJADI
1. Tindak Pidana Umum, TP Korupsi, dan/atau kejahatan yang terkait dengan
jabatan;
2. Menjadi Anggota Parpol, menjadi anggota DPR/DPRD tanpa pengunduran diri;
3. Memberikan dukungan kepada salah satu calon Presiden, Wakil Presiden,
Anggota MPR/DPR/DPRD, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Partai Politik;
4. Bekerja pada Negara/ perusahaan/ LSM asing;
5. Pelanggaran Terhadap PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No.45 Tahun 1990;
6. Pelanggaran Tugas Belajar/ Ijin Belajar;
7. Pemalsuan Ijazah, Plagiat, dan kejahatan akademik lain;
8. Meninggalkan Tugas/ Tidak Masuk Kerja dan/atau tidak menaati ketentuan jam
kerja;
9. Dan perbuatan lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Landasan yuridis pembinaan disiplin PNS Pasal 86 UU No.5 Tahun 2014 jo.
Pasal 229 PP No. 11 Tahun 2017
 Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dlm kelancaran pelaksanaantugas, PNS
wajib mematuhi disiplin PNS
 melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin;
 PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin;
 Hukuman disiplin dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai disiplin sebagaimana diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

4. PP Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS


 Prestasi kerja : hasil kerja yang dicapai oleh setiap PNS pada satuan organisasi
sesuai dengan sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja.
 Sasaran Kerja Pegawai (SKP) : rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh
seorang
 Target : jumlah beban kerja yang akan dicapai dari setiap pelaksanaan tugas
jabatan.
 Perilaku kerja : setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh PNS
atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Unsur Penilaian Prestasi Kerja

1. Sasaran Kerja pegawai (SKP)


 Setiap PNS wajib menyusun SKP setiap tahun pada bulan Januari
 PNS yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai peraturan
disiplin PNS.
 SKP memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam
kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur, dan harus
disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai.
 Dalam hal SKP yang disusun oleh PNS tidak disetujui oleh Pejabat Penilai
maka keputusannya diserahkan kepada Atasan Pejabat Penilai dan bersifat
final.
 Dalam hal terjadi perpindahan pegawai setelah bulan Januari maka PNS ybs
tetap menyusun SKP pada awal bulan sesuai dengan surat perintah
melaksanakan tugas atau surat perintah menduduki jabatan.

Penilaian SKP Meliputi :


 Penilaian SKP dilakukan dengan memban-dingkan antara realisasi kerja
dengan target.
 Dalam hal realisasi kerja melebihi dari target, maka nilai SKP dapat lebih dari
100.
 Dalam hal kegiatan tugas jabatan didukung oleh anggaran maka penilaian
meliputi aspek biaya.
 Dalam hal SKP tidak tercapai yang diakibatkan oleh faktor diluar kemampuan
individu PNS maka penilaian didasarkan pada pertimbangan kondisi
penyebabnya.

2. Perilaku Kerja
Penilaian Perilaku Kerja Meliputi Aspek :
 Orientasi pelayanan ;
 Integritas ;
 Komitmen ;
 Disiplin ;
 Kerja sama ;
 Kepemimpinan.
Penilaian aspek kepemimpinan hanya dilakukan bagi PNS yang menduduki
jabatan struktural.

 Penilaian prestasi kerja dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam 1 (satu)
tahun.
 Penilaian prestasi kerja dilakukan setiap akhir Desember pada tahun yang
bersangkutan dan paling lama akhir Januari tahun berikutnya.
 Setiap instansi menyusun dan menetapkan standar teknis kegiatan sesuai dengan
karakteristik, sifat, jenis kegiatan, dan kebutuhan tugas masing-masing jabatan,
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala BKN.
Pejabat Penilai dan Atasan Pejabat Penilai adalah :
 Pejabat Penilai adalah atasan langsung dari PNS yang dinilai ;
 Pejabat Penilai wajib melakukan penilaian prestasi kerja terhadap setiap PNS di
lingkungan unit kerjanya.
 Pejabat Penilai yang tidak melaksanakan penilaian prestasi kerja dijatuhi hukuman
disiplin berdasarkan Peraturan Disiplin PNS.
 Pejabat Pembina Kepegawaian sebagai Pejabat Penilai dan/atau Atasan Pejabat
Penilai yang tertinggi di lingkungan masing2.
Pelaksanaan Penilaian :
 Hasil penilaian prestasi kerja diberikan langsung oleh Pejabat Penilai kepada PNS
yang dinilai.
 PNS yang dinilai dan telah menerima hasil penilaian prestasi kerja wajib
menandatangani serta mengembalikan kepada Pejabat Penilai paling lama 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterimanya hasil penilaian prestasi kerja.
 PNS yang dinilai dan/atau Pejabat Penilai tidak menandatangani hasil penilaian
prestasi kerja maka hasil penilaian prestasi kerja ditetapkan oleh Atasan Pejabat
Penilai.
 Hasil penilaian prestasi kerja diberikan langsung oleh Pejabat Penilai kepada PNS
yang dinilai.
 PNS yang dinilai dan telah menerima hasil penilaian prestasi kerja wajib
menandatangani serta mengembalikan kepada Pejabat Penilai paling lama 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterimanya hasil penilaian prestasi kerja.
 PNS yang dinilai dan/atau Pejabat Penilai tidak menandatangani hasil penilaian
prestasi kerja maka hasil penilaian prestasi kerja ditetapkan oleh Atasan Pejabat
Penilai.
 Pejabat Penilai wajib menyampaikan hasil penilaian prestasi kerja kepada atasan
pejabat penilai paling lama 14 hari sejak tanggal diterimanya penilaian prestasi
kerja.
 Hasil penilaian prestasi kerja mulai berlaku sesudah ada pengesahan dari Atasan
Pejabat Penilai.
 Pejabat Penilai berdasarkan hasil penilaian prestasi kerja dapat memberikan
rekomendasi kepada pejabat yang secara fungsional bertanggung jawab dibidang
kepegawaian sebagai bahan pembinaan terhadap PNS yang dinilai.
Keberatan Atas Hasil Penilaian :
1. Keberatan atas hasil penilaian dapat diajukan oleh PNS yang dinilai kepada
Atasan Pejabat Penilai disertai dengan alasan-alasannya paling lama 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya hasil penilaian prestasi kerja.
2. Terhadap keberatan, Atasan Pejabat Penilai meminta penjelasan kepada Pejabat
Penilai dan PNS yang dinilai.
3. Atasan Pejabat Penilai wajib menetapkan hasil penilaian prestasi kerja dan bersifat
final.
4. Atasan Pejabat Penilai dapat melakukan perubahan nilai prestasi kerja PNS.

Ketentuan Lain :
 Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Calon PNS.
 Penilaian bagi PNS yang diangkat sebagai pejabat negara atau pimpinan/anggota
lembaga nonstruktural dan tidak diberhentikan dari jabatan organiknya dilakukan
oleh pimpinan instansi yang bersangkutan berdasarkan bahan dari instansi tempat
yang bersangkutan bekerja.
 Penilaian bagi PNS yang sedang menjalankan tugas belajar di dalam negeri
dilakukan oleh Pejabat Penilai dengan menggunakan bahan penilaian prestasi
akademik yang diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah yang
bersangkutan.
 Penilaian bagi PNS yang menjalankan tugas belajar di luar negeri dilakukan oleh
Pejabat Penilai dengan menggunakan bahan penilaian prestasi akademik yang
diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah melalui Kepala
Perwakilan Republik Indonesia di negara ybs.
 Penilaian bagi PNS yang diperbantukan/dipekerjakan pada Pemprov / Pemkab /
Pemkot / Instansi Pemerintah lainnya dilakukan oleh Pejabat Penilai dimana yang
bersangkutan bekerja.
 Penilaian bagi PNS yang diperbantukan/dipekerjakan pada negara sahabat,
lembaga internasional, organisasi profesi, dan badan-badan swasta dilakukan oleh
pimpinan instansi induknya atau pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan bahan
yang diperoleh dari instansi tempat PNS ybs bekerja.
 DIKECUALIKAN dari kewajiban menyusun SKP :
 PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara atau pimpinan/anggota lembaga
nonstruktural dan diberhentikan dari jabatan organiknya ;
 Cuti Diluar Tanggungan Negara ;
 Masa Persiapan Pensiun ;
 Diberhentikan sementara ;
 Bagi PNS yang menjalani tugas belajar dan diperbantukan/dipekerjakan pada
negara sahabat, lembaga internasional, organisasi profesi, dan badan-badan
swasta.
 Penilaian prestasi kerja bagi PNS diatur tersendiri dalam Peraturan Kepala
BKN.
B. Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil

PP No. 10/1983 Jo. PP No.45/1990


Mengatur tentang:
1. Pelaporan Perkawinan dan Perceraian.
2. Izin Perkawinan dengan Istri ke-2, dst.
3. Izin Perceraian.
4. Hidup Bersama.
5. Pembagian Gaji terhadap Istri.
6. Menjadi Istri ke-2, dst.

Permasalahan
 PNS merasa tidak tahu kalau ada aturan terkait perkawinan dan perceraian
 PNS tidak bisa membedakan penggugat dan tergugat.
 Atasan setelah menerima laporan tidak melakukan pemeriksaan
 Tidak tahu cara membuat BAP

A. Perkawinan
Perkawinan sah ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/ rumah tangga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya/ kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Perkawinan dimaksud harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang


berlaku
 Pasal 2 ayat (1):
PNS yang melangsungkan perkawinan pertama wajib memberitahukan secara
tertulis kepada Pejabat melalui saluran hirarkhis dalam waktu selambat-lambatnya
1 (satu) tahun setelah perkawinan itu berlangsung.
Ketentuan ini juga berlaku bagi PNS yang berstatus janda atau duda yang
melangsungkan perkawinannya kembali.
 Pasal 2 ayat (1):
PNS yang melangsungkan perkawinan pertama wajib memberitahukan secara
tertulis kepada Pejabat melalui saluran hirarkhis dalam waktu selambat-lambatnya
1 (satu) tahun setelah perkawinan itu berlangsung.
Ketentuan ini juga berlaku bagi PNS yang berstatus janda atau duda yang
melangsungkan perkawinannya kembali.

B. Perceraian
Pasal 3 ayat (1):
PNS yang akanmelakukan perceraian wajib memperoleh izinatau surat
keterangan lebih dahulu dari Pejabat
 Pasal 5 Ayat (2):

Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari PNS dalam lingkungannya
baik untuk melakukan perceraian atau untuk beristri lebih dari seorang wajib
memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran
hirarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) Bulan TMT ia menerima
permintaan izin dimaksud.

 PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin tertulis dari Pejabat.

 PNS hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan-alasan yang sah yaitu
salah satu atau lebih alasan sebagai tersebut di bawah ini:

1. Salah Satu Pihak Berbuat Zina;


2. Salah Satu Pihak menjadi Pemabuk, Pemadat/Penjudi yang Sulit
Disembuhkan
3. Salah Satu Pihak Meninggalkan Pihak Lain Selama 2 (Dua) Tahun Berturut-
Turut Tanpa Izin dan Tanpa Alasan yang Sah;
4. Salah Satu Pihak Mendapat Hukuman Penjara 5 (Lima) Tahun atau Hukuman
yang Lebih Berat secara Terus Menerus Setelah Perkawinan Berlangsung;
5. Salah Satu Pihak Melakukan Kekejaman atau Penganiayaan Berat yang
Membahayakan Pihak Lain;
6. Antara Suami Istri Terus Menerus Terjadi Perselisihan dan Pertengkaran,
serta Tidak Ada Harapan untuk Hidup Rukun Lagi dalam Rumah Tangga;

PERMINTAAN IZIN UNTUK BERCERAI DITERIMA APABILA :


 Tidak bertentangan dengan ajaran/agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap
Tuhan YME;
 Ada alasan sebagaimana dimaksud dalam di atas (huruf a-f);
 Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal sehat.

PERCERAIAN YANG SAH MENURUT PASAL 39 UU NO. 1/1974


Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan keduanya

1. Syarat PNS Pria Berpoligami


PNS Pria dapat melakukan poligami, akan tetapi tidak demikian halnya dengan
PNS wanita yang tidak boleh berpoliandri serta tidak boleh menjadi salah satu istri
pria yang berpoligami. Namun, untuk seorang PNS Pria yang akan berpoligami, ada
syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut.
PNS yang akan beristri lebih dari seorang, wajib mendapat izin tertulis lebih
dahulu dari Pejabat.Izin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh
Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga
syarat kumulatif.
2. Hukuman Disiplin Berat berkaitan Perkawinan
PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010) bila:
a. Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat.
b. Tidak melaporkan perkawinanya yang kedua/ketiga/keempat kepada Pejabat
dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan
dilangsungkan.
c. PNS Wanita Tidak Diijinkan Menjadi Isteri Kedua, Ketiga, Keempat:
d. PNS wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat.
e. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat dilarang
menjadi PNS.
f. PNS wanita yang akan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria bukan PNS
wajib memperoleh ijin tertulis dari Pejabat dan memenuhi syarat sesuai Romawi
V angka 3SE BAKN No. 08/SE/1983.
3. Larangan PNS tentang pernikahan:
Hidup Bersama Di Luar Ikatan Perkawinan Yang Sah, serta PNS dilarang
hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah.Yang dimaksud hidup bersama
diluar perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan
wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah
merupakan suatu rumah tangga.
PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010) bila melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah dengan
wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya.
PNS dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sebagai PNS, apabila :
a. Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat;
b. Beristeri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat
c. Menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari PNS;
d. Menjadi isteri kedua/ketika/keempat dari pria yang bukan PNS tanpa memperoleh
izin lebih dahulu dari Pejabat;
e. Melakukan hidup bersama dengan pria/wanita di luar ikatan perkawinan yang sah
dan setelah diperingatkan secara tertulis oleh Pejabat, tidak menghentikan
perbuatan hidup bersama itu.

C. Pelayanan Administrasi Kepegawaian dalam Pembuatan Kartu Suami dan Kartu


Isteri berbasis Teknologi Informasi pada Sub. Bidang Kedudukan Hukum Pegawai
di BKD Barito Kuala
1. Pengertian
a. Kepada setiap Istri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Istri, disingkat KARIS,
dan kepada setiap Suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Suami, disingkat
KARSU
b. KARIS / KARSU adalah kartu identitas Isteri / Suami Pegawai Negeri Sipil dalam
arti bahwa pemegangnya adalah Isteri / Suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan
c. KARIS / KARSU berlaku selama yang bersangkutan menjadi Isteri / Suami sah
dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
d. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil
tanpa hak pensiun, maka KARIS / KARSU yang telah diberikan kepada Isteri /
Suaminya dengan sendirinya tidak berlaku lagi
e. Apabila seorang Isteri / Suami Pegawai Negeri Sipil bercerai, maka
KARIS/KARSU yang telah diberikan kepadanya, dengan sendirinya tidak berlaku
lagi tetapi apabila ia rujuk/kawin kembali dengan bekas suami/istrinya, maka
KARIS/KARSU tersebut dengan sendirinya berlaku kembali
f. Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti dengan hormat dengan hak pensiun, maka
KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada Isteri / Suaminya tetap berlaku,
begitu juga apabila Pegawai Negeri Sipil atau Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
meninggal dunia, maka KARIS/KARSU tetap berlaku selama masih ada janda /
duda / anak yang berhak atas pensiun.
2. KARIS / KARSU berfungsi sebagai :
a. Bukti pendaftaran Isteri / Suami sah PNS
b. Lampiran surat pengantar pengajuan pensiun Janda / Duda.
c. Untuk tertib administrasi kepegawaian.
3. Dasar Hukum
a. PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990
b. Kepka BAKN No. 1158a/KEP/1983 Tanggal 25 April 1983
c. Kepka BKN Nomor : 007/KEP/1988 Tanggal 3 Februari 1988
d. Kepka BKN Nomor : 021/KEP/1988 tanggal 27 Februari 1988
e. Surat Edaran Kepala BKN Nomor : 08/SE/1983 Tanggal 26 April 1983
Untuk Kabupaten Barito Kuala sedang menyiapkan pembuatan Kartu Suami dan Isteri
berbasis teknologi Informasi yang kedepannya akan dapat dinikmati seluruh ASN Barito
Kuala, namun masih dalam tahap pengembangan di sasarkan pada PNS Senior untuk uji
cobanya.
Pengelolaan kepegawaian yang bersifat manajerial maupunteknis administratif selalu
berhubungan dengan datakepegawaian, baik dalam bentuk data tercetak (arsip)
maupundata elektronik. Kualitas layanan administrasi kepegawaianberbanding lurus
dengan kualitas data kepegawaian.Pelayanan administrasi kepegawaian berbasis
InformasiTeknologi merupakan salah satu layanan dengan manfaatanteknologi informasi
untuk penyimpanan dan pengolahan datakepegawaian merupakan model layanan yang
efektif danefisien , yang nantinya akan berpengaruh besar juga terhadapkualitas layanan
administrasi kepegawaian.
Proyek perubahan Pelayanan Administrasi Kepegawaianmelalui sistem berbasis IT
pada Sub Bidang KedudukanHukum pegawai Badan Kepegawaian, Pendidikan
danPelatihan Kabupaten Barito Kuala, berisikan tahapan-tahapanpelaksanaan dalam
rangka memberikan pelayanan yang bisadi akses oleh semua Pegawai Negeri Sipil
khususnya yangbelum mempunyai Kartu Suami dan Kartu Istri dan dapatdiusulkan secara
online dan hanya melakukan input dari SKPDmasing-masing.

D. Tata Cara Pemberian CutiPegawai Negeri Sipil sesuai PERKA BKN NO 24


TAHUN 2017
Cuti diartikan sebagai keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu
tertentu.tujuan nya adalah adalah dalam rangka usaha untukmenjamin kesegaran jasmani
danrohani pegawai negeri sipil.
Berdasarkan pasal 310 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil dan poin B Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 24 Tahun 2017 tanggal 24
Desember 2017 tentang Tata Cara Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil ditegaskan
bahwa Cuti Pegawai Negeri Sipil terdiri dari : Cuti Tahunan, Besar, Sakit, Melahirkan,
Karena Alasan Penting, Cuti Bersama, Cuti Di Luar Tanggungan Negara.
1. Cuti Tahunan
Syarat pemberian :
a) PNS/CPNS dengan masa kerja paling sedikit 1 tahun
b) PNS Guru pada sekolah dan Dosen PT yg mendapat liburan sekolah
c) menurut per UU disamakan dengan PNS yg menggunakan Hak Cuti Tahunan.
Jangka waktu cuti :
a) 1 s/d 12 hari kerja per-tahun.
Alasan pemberian :
a) Pengajuan/permintaan PNS yang bersangkutan.
2. Cuti Besar
Syarat pemberian :
a) PNS dengan masa kerja paling sedikit 5 tahun.
Jangka waktu :
a) Paling lama 3 (tiga) bulan;
b) Pengambilan cuti besar kurang dari 3 (tiga) bulan, maka sisa cuti besar PNS
bersangkutan haknya menjadi hapus.
c) Alasan pemberian :
d) Pengajuan/permintaan PNS yang bersangkutan;
e) Alasan agama;
f) Keperluan/kepentingan lain;
g) Kelahiran anak keempat dan seterusnya.
3. Cuti Sakit
Syarat pemberian :
a) PNS.
b) Sakit.
c) Melampirkan surat keterangan sakit yang meliputi :
1) Surat keterangan dokter (1 s/d 14 hari kerja);
2) Surat keterangan dokter pemerintah (Lebih 14 hari kerja) atau;
3) Surat keterangan tim penguji kesehatan Kementrian Kesehatan
Jangka waktu cuti :
a) Bertahap berdasarkan kebutuhan :
b) 1 hari menyampaikan surat keterangan dokter;
c) 2 s/d 14 hari kerja;
d) Lebih 14 hari kerja s/d 12 bulan;
e) Lebih 12 bulan s/d 18 bulan dan/atau;
f) Di atas 18 bulan.
g) 1,5 (satu setengah) bulan bagi PNS yang mengalami gugur kandungan.
Alasan :
a) Sakit;
b) Gugur kandungan.
4. Cuti Melahirkan
Syarat pemberian :
a) PNS yang melahirkan anak pertama sampai dengan anak ketiga.
Jangka waktu cuti :
a) Paling lama 3 (tiga) bulan;
b) Dapat dibagi sebelum dan sesudah melahirkan (bebas tidak harus 1 bln sebelum
dan 2 bln sesudah melahirkan
c) Bisa langsung 3 bulan setelah melahirkan
Pengecualian
a) Anak ke 4, ke 5, ke 6 dst menggunakan CUTI BESAR
5. Cuti Karena Alasan Penting
Jangka waktu cuti :
a) Paling lama 1 (satu) bulan.
Alasan Pemberian :
a) Ibu, bapak, istri atau suami, anak, adik, kakak, mertua, menantu sakit
keras/meninggal dunia (dengan melampirkan surat keterangan rawat inap dari
Unit Pelayanan Kesehatan).
b) PNS yang istrinya melahirkan /operasi cesar (dengan melampirkan surat
keterangan rawat inap dari Unit Pelayanan Kesehatan).
c) Melangsungkan perkawinan.
d) Mengalami musibah kebakaran rumah/bencana alam dengan melampirkan surat
keterangan ketua RT atau yang lebih tinggi.
6. Cuti di Luar Tanggungan Negara
Syarat Pemberian :
a) PNS dengan masa kerja paling sedikit 5 tahun secara terus menerus;
Melampirkan :
a) Permohonan secara tertulis kepada PPK;
b) Surat penugasan;
c) Surat Keputusan Pengangkatan (suami/istri) dalam jabatan;
d) Surat keterangan dokter/dokter spesialis dan/atau;
e) Persetujuan Kepala BKN/Kepala Kantor Regional BKN.
Jangka Waktu Cuti :
a) Paling lama 3 tahun;
b) Dapat diperpanjang kembali selama 1 tahun
Alasan Pemberian :
a) Mengikuti/mendampingi suami/isteri tugas negara/tugas belajar di dalam/luar
negeri;
b) Mendampingi suami/isteri bekerja di dalam/luar negeri;
c) Menjalani program untuk mendapatkan keturunan;
d) Mendampingi anak berkebutuhan khusus;
e) Mendampingi suami/isteri/anak yang memerlukan perawatan khusus; dan /atau
f) Mendampingi/merawat orang tua/mertua yang sakit/uzur.
7. Cuti Bersama
Syarat Pemberian :
a) Bagi seluruh PNS;
b) Ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Jangka waktu cuti :
a) (Sesuai Keputusan Presiden).
b) Keterangan : Tidak mengurangi hak cuti tahunan.
Pejabat yang berwenang memberikan cuti :
1. Pejabat pembina kepegawaian (ppk)
2. Ppk dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat di lingkungannya.

Pendelegasian PyMC di Kab. Barito Kuala


 Cuti Tahunan JFU, JFT, Pejabat Struktural Esselon IV : Kepala BKPP
 Cuti Tahunan Pejabat Struktural Esselon III : Sekretaris Daerah
 Cuti Tahunan Pejabat Struktural Esselon II : Wakil Bupati Barito Kuala
 Cuti Melahirkan : Sekretaris Daerah
 Cuti Besar : Wakil Bupati Barito Kuala
 Cuti Sakit : Wakil Bupati Barito Kuala
BAB III
PENUTUP

Demikian Laporanhasil sosialisasi peraturan kepegawaian ini saya buat untuk


memenuhi salah satu tugas Kompetensi Teknis bidang Substantif, yang bertujuan untuk
memperluas wawasan, meningkatkan pengetahuan, informasi, dan keterampilan dalam
peraturan kepegawaian dalam mendukung pelaksanaan tugas Kepegawaian.
Saya menyadari bahwa banyaknya kekurangan dalam pembuatan laporan ini, untuk itu
saya mengharapkan kritik dan saran dari Bapak/Ibu untuk menjadikan laporan ini lebih baik
lagi.
Akhir dari penulisan laporan ini, saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan berpartisipasi dalam penyusunan laporan ini.

Marabahan, 2021
Penulis,

NAMA
NIP.

Anda mungkin juga menyukai