Anda di halaman 1dari 12

Nama : Reza Putra Isnain

Nim : 041485476

1. Sebutkan perbedaan dari pajak, retribusi dan sumbangan ?


Jawab :

Mengenali perbedaan pajak, retribusi, dan sumbangan tentu sangat mudah. Apalagi bagi Anda yang
sudah familiar dengan istilah pajak. Belum lagi jika Anda memiliki kendaraan pribadi, Anda harus
membayarkan pajaknya selama periode tertentu. Sehingga, sudah pasti Anda tidak asing dengan
istilah pajak. Namun, apakah Anda juga familiar dengan istilah retribusi dan sumbangan?

Perlu Anda ketahui, selain pajak, terdapat kewajiban lain seorang warga negara, yakni retribusi dan
sumbangan. Pada dasarnya ketiga hal ini sama-sama bentuk pungutan yang dapat dipaksakan dan
digunakan dengan tujuan kesejahteraan berdasarkan peraturan yang berlaku. Nah, lalu apa sih
perbedaannya? Mari simak ulasannya di artikel ini.

Mengenal Pajak

Pajak merupakan iuran yang harus Anda setorkan ke negara dan sifatnya wajib. Jika iuran tersebut
tidak disetorkan, maka Anda akan dikenakan sanksi atas ketidaktaatan penyetoran pajak. Siapa saja
yang membayar pajak? Kontribusi wajib kepada negara ini harus dibayarkan oleh wajib pajak baik
perorangan maupun badan. Pajak yang disetorkan oleh wajib pajak nantinya akan digunakan oleh
negara untuk kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

Pajak itu sendiri terbagi menjadi 2 kategori besar, yakni Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Apakah
perbedaan dari keduanya? Mari simak penjelasannya di bawah ini:

1. Pajak Pusat

Sesuai dengan namanya, Pajak Pusat dipungut oleh pemerintah pusat. Jadi, sebagian besar Pajak
Pusat dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan. Segala bentuk administrasi
yang berkaitan dengan pajak pusat, wajib pajak akan diarahkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak, dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Berikut ini jenis pajak yang termasuk dalam Pajak Pusat:

• Pajak Penghasilan (PPh).


• Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
• Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
• Bea Meterai.

2. Pajak Daerah
Sementara, Pajak Daerah diatur oleh pemerintah dari daerah yang mencakup provinsi dan
kabupaten/kota. Untuk mengurus Pajak Daerah, Anda akan diarahkan ke Kantor Dinas Pendapatan
Daerah atau kantor lainnya yang dinaungi oleh pemerintah daerah setempat.

Nah, berikut ini macam-macam Pajak Daerah:

a. Pajak Provinsi:
• Pajak Kendaraan Bermotor.
• Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
• Pajak BBM (Bahan Bakar Kendaraan Bermotor).
• Pajak Air Permukaan.
• Pajak Rokok.
• Pajak Kabupaten/Kota:
• Pajak Hotel.
• Pajak Restoran.
• Pajak Reklame.
• Pajak Hiburan.
• Pajak Parkir.
• Pajak Air Tanah.
• Pajak Mineral Bukan Logam atau Bebatuan.
• Pajak Penerangan Jalan.
• Pajak Sarang Burung Walet.
• Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan.
• Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Nah, dalam pengelolaan Pajak Pusat, selain bisa melalui website resmi milik DJP, Anda bisa
percayakan pengelolaan perpajakan Anda dari mulai hitung, setor, dan lapor di ASP yang sudah
resmi bekerja sama dengan DJP, yakni OnlinePajak.

Apa saja pengelolaan Pajak Pusat yang bisa dilakukan di OnlinePajak? Anda bisa melakukan hitung,
setor, dan lapor dalam satu aplikasi, OnlinePajak untuk PPh 21, PPh 23, PPh Final, Pajak Pribadi, dan
PPN.

Aplikasi OnlinePajak juga merupakan aplikasi berbasis web yang bisa Anda gunakan kapan saja dan
di mana saja asalkan perangkat yang Anda gunakan terhubung dengan jaringan internet dengan
baik. Selain itu, Anda pun tidak perlu membuka banyak aplikasi untuk melakukan beragam transaksi
seperti setor dan lapor. Di OnlinePajak, Anda bisa melakukannya hanya dalam 1 aplikasi tersebut.

Bagaimana dengan keamanan OnlinePajak? Aplikasi perpajakan OnlinePajak sudah bisa dipastikan
aman dan terpercaya karena sudah terdaftar dan diawasi langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak
melalui Surat Keputusan No. KEP-528/PJ/2019. Nah, tunggu apalagi? Yuk, coba aplikasi OnlinePajak
sekarang juga!

Mengenal Retribusi
Setelah mengenal istilah pajak, selanjutnya mari ketahui juga istilah retribusi. Contoh sederhana dari
retribusi adalah iuran sampah atau bayar parkir. Sama dengan pajak yang diatur dalam undang-
undang, retribusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Retribusi.

Berdasarkan peraturan tersebut, retribusi adalah pungutan atas jasa maupun izin yang diberikan
pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi maupun badan. Pengelola retribusi ini adalah Dinas
Pendapatan Daerah. Untuk retribusi sendiri, Anda akan mendapatkan timbal balik secara langsung
atas pungutan atau kewajiban yang sudah kamu tuntaskan.

Retribusi sendiri terbagi menjadi 3, yakni:

1. Retribusi jasa umum.


2. Retribusi jasa usaha.
3. Retribusi Perizinan.

Retribusi jasa umum merupakan retribusi pelayanan kesehatan sampai pelayanan pendidikan.
Sedangkan, retribusi jasa usaha seperti tempat parkir hingga tempat-tempat perdagangan.
Selanjutnya, retribusi perizinan berkaitan dengan kepentingan perizinan, misalnya pendirian
pembangunan.

Mengenal Sumbangan

Selain pajak, istilah yang mungkin juga familiar di telinga Anda adalah sumbangan. Berbeda dengan
dua istilah sebelumnya, sumbangan sifatnya tidak wajib atau tidak memaksa. Penerima sumbangan
juga lebih beragam, bisa juga pemerintah, tapi bisa juga dari yayasan, lembaga kemanusiaan dan
semacamnya.

Contoh sederhananya, sebuah lembaga pendidikan berencana meningkatkanmutu layanan


pendidikan sekolah dengan melakukan penggalangan dana. Penggalangan dana ini diselenggarakan
melalui cara sumbangan, bukan pungutan. Artinya, sifatnya tidak memaksa atau sukarela.

Nah, dari sini, Anda mungkin sudah mendapatkan kesimpulan dari perbedaan pajak, retribusi, dan
sumbangan, bukan? Jadi, perbedaannya ada pada manfaat, fungsi, serta dasar hukumnya.

Kesimpulan

Perbedaan pajak, retribusi, dan sumbangan:

• Pajak sifatnya wajib dan ada sanksi hukum jika Anda tidak menyetor dan melapor pajak.
Dalam pajak, timbal balik tidak akan Anda rasakan secara langsung karena dampak dari
ketaatan Anda terhadap pajak dilihat dari bagaimana berjalannya pembangunan di
Indonesia. Jadi, dampaknya tidak hanya Anda sendiri yang merasakan, tapi masyarakat
secara umum juga dapat merasakan manfaat dari pembayaran pajak.
• Retribusi juga sifatnya wajib dan ada sanksi hukumnya juga jika tidak menyetorkan.
Biasanya, yang memungut retribusi ini bisa dari lembaga pemerintah maupun perseorangan
yang naungi oleh pemerintah. Berbeda dengan pajak, begitu Anda menyetorkan retribusi
Anda, maka saat itu pula Anda merasakan manfaat atau timbal baliknya. Misalnya, Anda
membayar retribusi untuk pemungutan sampah, maka sampah yang sudah tertimbun di
rumah Anda pun akan dibawa oleh petugas pemungut sampah.
• Berbeda dengan pajak dan retribusi, sumbangan sifatnya sukarela dan tidak memaksa. Tidak
ada sanksi dalam bentuk apapun jika Anda tidak memberikan sumbangan. Namun, jika Anda
berkontribusi memberikan sumbangan, sudah pasti akan membawa dampak baik bagi Anda
maupun bagi orang lain yang memang jauh lebih membutuhkan.

Sumber : https://www.online-pajak.com/seputar-pajak-pribadi/perbedaan-pajak-retribusi-dan-
sumbangan

2. Sebutkan penggolongan tarif pajak yang anda ketahui serta jelaskan secara singkat mengenai
perbedaannya !

Jenis Tarif Pajak, Pengelompokan Tarif Pajak dan Contohnya

Tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak
(WP). Besarnya tarif pajak ini dalam bentuk persentase yang ditetapkan oleh pemerintah. Ketahui
jenis tarif pajak, pengelompokan dan contohnya di sini.

Bicara tarif pajak terkadang memang agak membingungkan, karena ada banyak jenis tarif pajak dan
pengelompokannya.

Pengelompokan Pajak

Satu jenis pajak sebenarnya bisa dikelompokan dalam lebih dari satu kelompok pajak tertentu.

Pengelompokan pajak ini tergantung pada dasar pengelompokannya.

Pengelompokan pajak bisa berdasarkan tiga hal yaitu:

• Golongan
• Sifat
• Lembaga pemungutnya

a. Pajak Berdasarkan Golongan

Pajak yang dikelompokkan berdasarkan golongan dibelah lagi menjadi dua macam, yakni:

• Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang ditanggung sendiri oleh WP.

Contohnya, Pajak Penghasilan (PPh).

• Pajak tidak langsung


Adapun pajak tidak langsung kebalikan dari pajak langsung, yaitu bisa dibebankan ke pihak
lain.

Contohnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Pajak yang termasuk PPB ini bisa dibebankan kepada pihak lain yang bukan pemiliknya, tetapi bisa
dibebankan kepada pihak atau individu yang memanfaatkan.

b. Pajak Berdasarkan Sifat

Pajak juga dikelompokkan berdasarkan sifatnya, yakni:

• Pajak subjektif

Pajak subjektif adalah pajak yang dipungut berdasarkan kondisi WP. Contohnya, Pajak
Penghasilan (PPh).

• Pajak objektif

Sedangkan pajak objektif memiliki arti sebaliknya. Pajak ini dipungut berdasarkan keadaan
objek pajak.

Contohnya, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan PBB.

c. Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungutnya

Pajak dikelompokkan pula berdasarkan lembaga yang memungut pajak, yaitu:

• Pajak pusat

Seperti namanya, pajak pusat adalah pajak yang ditarik oleh pemerintah pusat dan uang
pajaknya dipakai untuk biaya pengeluaran atau biaya rumah tangga negara.

Contohnya, PPN, PPnBM, PPh dan meterai.

• Pajak daerah

Sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah untuk membiayai anggaran
pengeluaran rumah tangga daerah.

Pajak daerah ini biasa disebut PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

Contoh pajak daerah adalah pajak kendaraan, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak
penerangan jalan.

Pajak daerah dibagi lagi menjadi dua, yaitu:

• Pajak Provinsi yang contohnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
• Pajak Kabupaten atau Kota, contohnya Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Hiburan.

Jenis-Jenis Tarif Pajak

Ada beberapa jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif yang berbeda-beda.

Apa saja jenis-jenis tarif pajak ini, berikut penjelasan lengkapnya:


1. Tarif Pajak Proporsional

Tarif pajak proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi perubahan
terhadap dasar pengenaan pajak.

Dengan begitu, seberapa besarnya jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap.

Contohnya adalah PPN yang persentasenya 10% dan PBB dengan tarif 0,5%.

2. Tarif Pajak Tetap

Tarif pajak tetap atau yang nama lainnya tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap
tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya (tidak berubah-ubah).

Tarif pajak tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu sama sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Contohnya, Bea Meterai dengan nilai Rp3000 dan Rp6000.

Tapi, tarif bea meterai ini mulai 2021 berlaku meterai elektronik. Bea meterai terbaru naik menjadi
Rp10.000 dan merupakan single tarif.

3. Tarif Pajak Progresif

Jenis tarif pajak progreif ini, persentase tarifnya semakin besar mengikuti besaran nilai objek yang
dikenai pajak.

Artinya, semakin besar nilai objek pajak, maka semakin besar pula tarifnya.

Tarif pajak progresif ini dipecah lagi menjadi tiga, yaitu:

a. Tarif progresif-progresif

Tarif progresif-progresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya semakin besar
atau persentase akan naik sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya.

Di Indonesia, tarif pajak progresif ini diberlakukan untuk PPh WP individu (pribadi) yakni:

• Penghasilan kena pajak (gaji) sampai Rp50.000.000, tarif pajaknya 5%


• Penghasilan kena pajak lebih dari Rp50.000.000 – Rp250.000.000, tarif pajaknya 15%
• Penghasilan kena pajak lebih dari Rp250.000.000 – Rp500.000.000, tarif pajakya 25%
• Penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000, tarif pajaknya 30%

b. Tarif pajak progresif-tetap

Tarif progresif-tetap adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya tetap.

c. Tarif progresif-degresif

Tarif progresif-degresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya semakin
menurun (degresif).

4. Tarif Pajak Degresif

Tarif pajak degresif ini kebalikan dari tarif pajak progresif.

Tarif pajak degresif adalah nilai persentasenya semakin kecil jika nilai objek yang dikenai pajak
semakin besar.
Atau, persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin
meningkat.

Dengan begitu apabila persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil.

Akan tetapi, bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin
besar.

Ada tiga jenis tarif pajak degresif, yaitu:

• Tarif Degresif-Degresif

Tarif pajak degresif-degresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase tarifnya
semakin kecil.

• Tarif Degresif-Tetap

Tarif pajak degresif-tetap adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentasenya tetap.

• Tarif Degresif-Progresif

Tarif pajak degresif-progresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase tarifnya
makin besar.

5. Tarif Pajak Ad Valorem

Tarif pajak ad valorem adalah tarif dengan persentase khusus yang dikenakan pada harga suatu
barang.

Untuk memudahkan pemahaman tarif pajak ad valorem ini, berikut contohnya:

Perusahaan AAA mengimpor barang sebanyak 100 unit komputer dengan harga per unit Rp10 juta.
Jika tarif bea masuk impor barang tersebut 20%, maka nilai bea masuk yang harus dibayarkan
adalah:

Nilai barang impor = Jumlah Unit x Harga Per Unit

= 100 x Rp10.000.000

= Rp1.000.000.000

Bea Masuk =Tarif Bea Masuk x Nilai Barang Impor

= 20% x Rp1.000.000.000

= Rp200.000.000

6. Tarif Pajak Spesifik

Seperti namanya, tarif pajak spesifik adalah tarif pajak dengan jumlah tertentu dan dikenakan pada
suatu barang atau jenis barang tertentu.

Contoh kasus,

PT. AAA di Indonesia mengimpor mobil sedan dari Amerika Serikat sebanyak 100 unit. Apabila harga
satu mobil tersebut Rp100.000.000 dan tarif bea masuk atas impor barang Rp20.000.000 per unit,
maka jumlah bea masuk yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut sebagai berikut:
Jumlah mobil yang diimpor: 100 unit

Tarif bea masuk Rp20.000.000

Jumlah bea masuk yang harus dibayarkan

= Tarif Bea Masuk Per Unit x Jumlah Mobil

= Rp10.000.000 x 100

= Rp1.000.000.000

Sumber : https://klikpajak.id/blog/berita-regulasi/jenis-tarif-pajak-pengelompokan-tarif-pajak-dan-
contohnya/

3. Reformasi perpajakan saat ini sering dilakukan pemerintah diantaranya membuat sistem
administrasi perpajakan modern ? apakah reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah
efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia ! jelaskan secara ringkas beserta
contohnya!

Reformasi Administrasi Perpajakan

Sejak dijalankannya reformasi perpajakan tahun 1983 terdapat beberapa perubahan mendasar
dalam wajah perpajakan Indonesia. Perubahan tersebut mencakup pembaruan kebijakan perpajakan
(Tax Policy Reform) melalui perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM), Undang-
Undang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB). Perubahan tersebut ditujukan guna memberikan
kepastian hukum bagi sistem perpajakan Indonesia sehingga pencapaian penerimaan pajak dapat
dioptimalkan. Reformasi pajak tersebut mencakup 3 pilar, yaitu Kebijakan Pajak (Tax Policy),
Administrasi Pajak (Tax Administration), dan Peraturan Pajak (Tax Law). Salah satu pembaruan yang
berjalan cukup signifikan dan menjadi kunci dalam proses pemungutan pajak adalah pembaruan
administrasi perpajakan (Tax Administrative Reform).

Secara universal, administrasi pajak merupakan kunci keberhasilan dalam suatu kebijakan pajak.
Oleh karena itu, reformasi administrasi perpajakan harus dilakukan secara berkesinambungan
sehingga fungsi pelayanan dapat diberikan secara optimal kepada masyarakat. Reformasi
administrasi pajak idealnya merupakan instrumen untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP,
meningkatkan kepercayaan masyarakat (trust), dan meningkatkan integritas aparat pajak. Dengan
sistem administrasi yang baik, diharapkan pemerintah mampu mengoptimalkan realisasi penerimaan
perpajakan dan meningkatkan kepatuhan pajak. Ironisnya, kepatuhan pajak Indonesia masih
terbilang rendah, yang tergambarkan dalam stagnasi tax ratio yang masih berada di bawah negara
lain pada kisaran 12-13 persen. Capaian tax ratio Indonesia masih di bawah Filipina (14 persen),
Malaysia (16 persen), Thailand (17 persen), Korea Selatan (25 persen), Afrika Selatan (27 persen),
dan Brasil (34 persen), atau rerata negara berpenghasilan menengah-bawah (17 persen).

Salah satu bentuk reformasi perpajakan yang digalakkan adalah modernisasi administrasi pelayanan
pajak melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Tentunya administrasi perpajakan
sudah tidak relevan lagi menggunakan teknologi era pita kaset untuk dapat mendapatkan hasil
optimal di era digital ini. Hal tersebut penting dilakukan agar WP merasakan kemudahan dalam
mematuhi kewajiban perpajakannya. Salah satu penyebab dari minimnya kepatuhan WP adalah
proses administrasi yang sulit, tidak efektif, dan tidak efisien sehingga menimbulkan biaya
kepatuhan yang tidak sedikit. Tulisan ini akan membahas beberapa reformasi administrasi pajak
yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu di antaranya e-registration, e-filing, e-
billing.

e-Registration

Berbagai langkah telah dibuat oleh DJP sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan pada
wajib pajak. Pada tahun 2013 pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dimulai dengan
diterapkannya e-registration atau sistem pendaftaran WP secara online. Sistem ini memungkinkan
subjek pajak untuk mendaftarkan dirinya sebagai WP tanpa perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) tempat ia berdomisili. Hal tersebut dapat memudahkan WP yang tidak memiliki cukup waktu
untuk hadir ke KPP guna membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dalam proses e-registration,
WP hanya perlu mengisi formulir sesuai dengan petunjuk yang diberikan dan melakukan scan Kartu
Tanpa Penduduk (KTP) asli secara online. Setelah melakukan semua prosedur tersebut, WP cukup
menunggu kartu NPWP tersebut selesai dibuat dan dikirimkan ke alamat yang didaftarkan oleh WP.
Namun demikian, sistem ini masih memiliki beberapa kelemahan, di antaranya yaitu ketidakpastian
waktu pengiriman kartu NPWP.

eFilling Pajak

Efilling pajak merupakan bentuk modernisasi administrasi dari DJP sebagai sarana penyampaian
Surat Pemberitahuan (SPT) secara online melalui melalui situs jejaring efiling pajak dari DJP atau
penyedia jasa aplikasi yang ditunjuk DJP. Hal ini bertujuan agar WP tidak perlu lagi melakukan
pengisian SPT secara manual dan datang ke KPP untuk menyampaikan SPT-nya dengan antrean
panjang yang memakan banyak waktu. Dengan demikian, compliance cost WP dapat berkurang.
Proses pelaporan SPT Online melalui sistem ini dimulai dengan dengan mengajukan permohonan
pembuatan Electronic Filing Identification Number (EFIN) dengan mendatangi KPP terdekat. Setelah
mendapatkan EFIN, WP dapat mendaftarkan diri dan melakukan efiling di sistem efiling pajak.
Dengan terdaftarnya WP di sistem efiling pajak, WP dapat mengisi SPT secara online maupun
membuatnya secara offline terlebih dahulu melalui aplikasi e-SPT lalu mengunggah file csv sebagai
output-nya ke sistem efiling pajak.

Kelebihan dari sistem ini adalah compliance cost yang lebih hemat. Hal ini disebabkan WP tidak perlu
mengeluarkan biaya transportasi untuk pergi dan antre di KPP. Sepanjang terhubung dengan
internet, WP bisa lapor dari mana saja dan kapan saja. Terlebih lagi, efilling pajak sangat murah dan
ramah lingkungan, itulah konsep e-filling dengan semangat juang go green yang dalam pelaporannya
tidak sama sekali menggunakan berkas fisik berupa kertas dokumen. Namun demikian, WP tetap
harus menyiapkan dokumen pelengkap karena sewaktu-waktu dokumen tersebut dapat diminta
oleh Account Representative (AR). Lebih lanjut, sistem efilling pajak memudahkan WP menghitung
besarnya pajak terutang secara otomatis dan WP tinggal memasukan data yang dibutuhkan melalui
antarmuka yang user-friendly. Tampilan efiliing pajak dibuat menarik dan dapat diisi dengan mudah
melalui mode wizard atau WP dapat memilih mode manual. WP juga tidak perlu khawatir akan
kelengkapan data yang disampaikan karena sistem akan melakukan validasi dari pengisian SPT
tersebut.

Di sisi lain, efilling pajak masih memiliki kelemahan yaitu masih terbatasnya akses internet di
Indonesia dan kapasitas server DJP. Masalah tersebut sangat terasa ketika mendekati batas waktu
pelaporan SPT. Mayoritas WP cenderung mengakses efiling pajak saat mendekati batas waktu
sehingga server tidak mampu melayani permintaan WP dan pada akhirnya mengakibatkan situs
jejaring sulit diakses dan terhambatnya mendapatkan bukti pelaporan pajak. Hal tersebut
mengakibatkan ketidakpastian dan kekhawatiran bagi WP, terutama karena ancaman sanksi akibat
melewati tenggat waktu penyampaian SPT. Lebih lanjut, kekurangan efilling pajak lainnya adalah
sistem tersebut belum dapat mengakomodir pelaporan SPT Tahunan orang pribadi yang berbentuk
1770 dan PPh Pasal 25 nihil.

Kesimpulan

• Administrasi pajak merupakan kunci keberhasilan dalam suatu kebijakan pajak. Reformasi
administrasi pajak idealnya merupakan instrumen untuk meningkatkan kepatuhan sukarela
WP, meningkatkan kepercayaan masyarakat (trust), dan meningkatkan integritas aparat
pajak.
• Kepatuhan pajak Indonesia masih terbilang rendah, yang tergambarkan dalam stagnasi tax
ratio yang masih berada di bawah negara lain pada kisaran 12-13 persen.
• Melalui sistem e-registration, ebilling dan efiling pajak, sistem administrasi perpajakan
Indonesia menjadi lebih efisien.

4. Pajak haruslah dipungut berdasarkan suatu keadilan. Keadilan tersebut harus dituangkan, baik
dalam perundang-undangan maupun diwujudkan dalam pelaksanaannya. R. Santosa
Brotodihardjo, SH dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, menguraikan beberapa teori
utuk memberikan dasar menyatakan keadilan. Sebutkanlah teori yang mendasari keadilan yang
saudara/i ketahui !

1. Teori Asuransi
Menurut teori asuransi pembayaran pajak yang dilakukan oleh warga negara (masyarakat)
dipersamakan dengan pembayaran premi asuransi kepada negara, oleh karena negara dalam
tugasnya telah melindungi orang dan segala kepentingannya, (dianggap seolah-olah sebagai
asuransi).

Namun pokok pikiran tersebut secara luas kurang dapat diterima dengan alasan:

a. Negara tidak dapat dipersamakan dengan perusahaan asuransi, karena apabila terjadi kerugian
yang diderita masyarakat, negara tidak mengganti.

b. Tidak adanya hubungan langsung yang dapat ditunjuk antara jasa-jasa yang diterima dengan
jumlah pembayar pajak.

2. Teori Kepentingan

Menurut teori kepentingan, pembayaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat kepada negara
merupakan perwujudan dari peran serta masyarakat terhadap biaya kenegaraan dalam rangka
menjaga dan melindungi kepentingan masyarakat. Kepentingan tersebut termasuk perlindungan
atas jiwa dan harta bendanya. Sesuai dengan prinsip teori tersebut, seharusnya semakin banyak
kepentingan seseorang harus semakin banyak pula membayar pajak. Namun dalam kehidupan
sehari-hari hal tersebut sulit terlaksana karena misalnya orang yang miskin tentunya punya
kepentingan yang banyak (antara lain perlindungan jaminan sosial dan sebagainya), tetapi mereka
justru tidak membayar pajak. Karena tidak adanya hubungan langsung antara jumlah pajak yang
dibayarkan dengan kepentingan seseorang terhadap jasa pemerintah, maka teori ini pun kurang
dapat diterima.

3. Teori Gaya Pikul

Menurut teori gaya pikul, pembayaran pajak oleh masyarakat kepada negara agar memenuhi rasa
keadilan haruslah disesuaikan dengan gaya pikul masing-masing orang yang ukurannya adalah
besarnya penghasilan. Semakin besar gaya pikul seseorang berarti semakin besar pula jumlah beban
pajak yang akan dipikulkan kepadanya dan sebaliknya. Gaya pikul seseorang dapat diukur misalnya
dengan indikator penghasilan, kekayaan, pengeluaran (belanja) atau tanggungan keluarga dan
sebagainya.

4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti

Menurut teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti, pembayaran pajak oleh masyarakat kepada
negara dipandang sebagai suatu bentuk pembuktian rasa baktinya kepada negara. Kebaktian
tersebut dilakukan sehubungan dengan terlaksananya penyelenggaraan kepentingan umum. Dalam
teori ini dasar hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat dengan negara, karena hakikat
negara itulah maka timbul hak negara untuk memungut pajak.

5. Teori Asas Daya beli

Menurut teori asas daya beli, pembayaran pajak oleh masyarakat merupakan transfer daya beli dari
sektor swasta ke sektor pemerintah, dan ditransfer kembali ke masyarakat dengan maksud untuk
memelihara kehidupan masyarakat dan membawanya ke arah tertentu. Dasar keadilan dari
pemungutan pajak terletak pada penyelenggaraan kepentingan masyarakat, bukannya kepentingan
individu dan negara.

Dalam pemungutan pajak syarat keadilan (asas falsafah hukum) harus diwujudkan baik dalam prinsip
perundang-undangan maupun dalam pelaksanaan sehari-hari.
Keadilan tersebut umumnya dituangkan dalam hak dan kewajiban wajib pajak secara tegas, sehingga
betul-betul memberikan jaminan dan kepastian hukum.

Sumber : PAJA3345-M1

Anda mungkin juga menyukai