Penilaian Kerja - Andreas Kresna
Penilaian Kerja - Andreas Kresna
Oleh :
dr. Andreas Kresna
NPM : 1806272954
Dosen Pembimbing :
Dr. Wisprayogie, M. Med (OM), SpOk
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu yang hal yang harus menjadi perhatian
bagi perusahaan. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2017 angka kecelakaan
kerja tercatat sebanyak 123.041 kasus dan mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada
tahun 2018 menjadi 173.105 kasus.1 Selain menimbulkan kerugian bagi pekerja itu sendiri,
kecelakaan kerja akan berdampak terhadap kerugian bagi perusahaan dan pemerintah. Selain
itu kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Indonesia sudah dilindungi oleh undang-undang
di mana berdasarkan pada Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
menyatakan bahwa upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dimaksudkan untuk
memberi jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di
tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.2 Salah satu bentuk upaya
pelaksanaan K3 adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera,
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, serta bebas pencemaran lingkungan
menuju peningkatan produktivitas sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.3
Salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yaitu dengan menggunakan
analisis risiko di mana terdapat beberapa langkah, seperti: mengetahui karakteristik tempat
kerja, identifikasi pajanan, penilaian risiko sebagai upaya investigasi dan mengetahui faktor
risiko, pengendalian risiko, dan dokumentasi. Tujuan dari analisis risiko untuk memberikan
informasi kepada manajemen saat mengambil tindakan dalam proses pengendalian risiko
bahaya di setiap proses kerja dalam perusahaan. Terdapat banyak tujuan dan sasaran analisis
risiko, tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan
pengeluaran biaya seminimal mungkin, namun tidak lupa untuk memperhatikan aspek
keselamatan dan kesehatan baik dari pekerja maupun lingkungan tempat kerja itu sendiri.4
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
1
Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja di laboratorium x
agar dapat bekerja dengan tingkat produktivitas tertinggi dengan tidak melupakan
aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
1.2.2. Tujuan khusus
1. Melakukan penilaian kesehatan kerja pada ruang pengambilan darah di
laboratorium x.
2. Mengevaluasi potensial bahaya kesehatan dan risiko kecelakaan kerja pada ruang
pengambilan darah di laboratorium x.
3. Merekomendasikan pengendalian terhadap bahaya potensial yang ada pada ruang
pengambilan darah di laboratorium x.
2
BAB 2
RISK ASSESSMENT
3
kemungkinan terjadinya bahaya (likelihood) dan tingkat keparahan yang diakibatkan
(severity).7
4
2.4. Proses Manajemen risiko
Terdapat beberapa langkah dalam proses manajemen risiko berdasarkan ISO 31000
yang pertama adalah menetapkan kriteria evaluasi risiko, yang terbagi menjadi dua,
yaitu: eksternal dan internal. Di mana yang dimaksud eksternal adalah regulasi dari
lingkungan, kondisi pasar, dan ekspektasi dari pengambil kebijakan, sedangkan internal
adalah organisasi pemerintah, budaya, standar dan peraturan, kapabilitas, kontrak,
ekspektasi dari pekerja, sistem informasi, dll.6
Langkah kedua adalah identifikasi risiko di tempat kerja, yang dimaksud yaitu hal-hal
apa saja yang dapat mencegah atau menghambat dari pekerja untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan oleh perusahaan atau tempat bekerja. Langkah ketiga yaitu analisis
risiko, dengan memahami sumber dan penyebab risiko; dengan cara memperhitungkan
probabilitas dan konsekuensi yang ada, untuk mengidentifikasi tingkat risiko. Langkah
keempat evaluasi risiko, dengan membandingkan hasil analisis risiko dengan kriteria
risiko untuk menentukan risiko mana yang dapat ditolelir. Langkah kelima risk
treatment, mengubah besarnya risiko dan hubungan konsekuensi, baik positif maupun
negatif, sehingga dapat tercapai benefit.6
5
Hal selanjutnya adalah dilakukan pengawasan dari review dengan cara mengukur
performa manajemen risiko dengan menggunakan indikator yang rutin dilakukan secara
periodik, melakukan pengecekan terhadap terjadinya penyimpangan dari rencana
manajemen risiko, pengecekan apakah manajemen risiko framework, kebijakan, dan
rencana masih relevan atau tidak, melakukan pelaporan terhadap setiap risiko, progres
dari rencana manajemen risiko dan seberapa baik kebijakan manajemen risiko di
terapkan. Meninjau ulang keberhasilan atau keefektivitasan dari manajemen risiko.6
Langkah selanjutnya adalah melakukan komunikasi dan konsultasi, terbagi menjadi
dua tahapan, yaitu tahapan awal dan lanjutan. Tahapan awal adalah membantu
memahami para pengambil kebijakan atau atasan yang bertanggung jawab untuk
memeriksa bahwa proses manajemen risiko difokuskan pada elemen yang tepat. Tahap
lanjutan membantu menjelaskan secara rasional untuk pengambilan keputusan dan
pilihan risk treatment yang tepat.6
Gambar 4. Alur dari kerangka manajemen risiko dan proses manajemen risiko6
6
BAB 3
7
Gambar 5. Pintu masuk ruang analis laboratorium
8
mandiri, maka admin akan menanyakan kepada pasien pemeriksaan apa saja yang ingin
dilakukan, setelah itu admin akan meregistrasi ke dalam sistem dan kemudian mencetak
hasil registrasi tersebut. Kemudian pasien diminta menunggu petugas analis
laboratorium untuk dilakukan pengambilan darah di ruang tersendiri (ruang
pengambilan sampel darah). Setelah petugas analis siap (menggunakan sarung tangan,
masker), pasien dipanggil untuk memasuki ruang pengambilan darah dan diminta untuk
duduk di kursi kemudian dilakukan pengambilan sampel darah. Sampel darah yang
terambil dimasukkan ke dalam tabung yang sesuai untuk dilakukan pemeriksaan,
kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam mesin untuk dilakukan analisis. Hasil
dari analisis akan terlampir pada layar monitor dan petugas akan melakukan
pencetakan, setelah dicetak hasil tersebut diberikan kepada admin untuk diberikan
kepada pasien.
Dilakukan
Pasien Menunggu pengambilan
Dilakukan analisis
Registrasi spesimen
datang petugas spesimen
9
Gambar 7. Alur proses pelayanan
Kamar
Kecil 1 Ruang
dokter
Kamar Ruang
pengambilan
Kecil 2 darah
D
Ruang M
Ruang
Laboratorium
I tunggu
analis
n
10
Gambar 9. Meja pendaftaran
4. Pemberian hasil
Pekerja: 2 orang
Deskripsi tugas: hasil yang diterima oleh petugas admin dicatat dan
kemudian diberikan kepada pasien
Penggunaan APD: tidak ada
11
3.5. Scope Penilaian Kesehatan Kerja
Pada makalah ini akan dibahas dan dijelaskan lebih lanjut mengenai penilaian
kesehatan kerja pada satu kegiatan saja, yaitu pada ruang pengambilan darah dengan
subjek pengambil darah.
Deskripsi tugas pada pengambil darah secara detail adalah petugas menyiapkan alat-
alat yang akan digunakan seperti: jarum suntik, alcohol swab, tabung penyimpanan
darah (tabung berisi Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), tabung LED, tabung
kosong), torniquet, sarung tangan, hansaplast, tempat pembuangan limbah (bekas
jarum suntik, maupun alcohol swab bekas pakai). Setelah alat-alat yang diperlukan
sudah siap tersedia, petugas memanggil pasien sesuai dengan nomor urutan dan
mempersilahkan pasien duduk di kursi yang telah tersedia, kemudian petugas
melakukan verifikasi ulang identitas pasien, setelah dipastikan identitas pasien sesuai
petugas memberikan label identitas pasien pada tabung yang akan digunakan, kemudian
petugas menggunakan sarung tangan latex, memasang torniquet pada lengan atas
pasien, melihat lipat lengan pasien, setelah dirasa dapat dilakukan penusukan, petugas
melakukan disinfeksi pada lipat lengan pasien yang akan dilakukan penusukan. Pada
saat pengambilan sampel darah berlangsung petugas membuka torniquet pada lengan
atas pasien. Setelah sampel darah sesuai dengan jumlah untuk pemeriksaan petugas
memasukkan sampel darah ke dalam tabung yang seusai. Setelah itu menutup bekas
luka penusukan, kemudian membawa sampel darah ke ruang laboratorium analis.
12
3.6. Identifikasi Bahaya Potensial, Gangguan Kesehatan, dan Kecelakaan Kerja Pada Proses Pengambilan Darah
13
dari pasien
dan atasan
Pengambilan Terpajan Bakteri Awkward Kerja Tertusuk Hepatitis B, C
sampel darah latex Virus position monoton jarum HIV
Jamur (membungku Pekerjaan Dermatitis
k dan menuntut kontak alergi
menunduk) ketelitian Muscle spasm
dan kehati- Tuberculosis
hatian Stress kerja
Tekanan ISPA
dari pasien
dan atasan
Pengantaran Lantai licin Terpajan Bakteri Kerja Terpeleset ISPA
sampel darah latex Virus monoton karena lantai TB
ke ruang Jamur Pekerjaan licin
analis menuntut
ketelitian
dan kehati-
hatian
Tekanan
dari pasien
dan atasan
14
3.7. Analisa Risiko Terjadinya Gangguan Kesehatan dan Kecelakaan Kerja
Hasil perkalian tersebut akan menghasilkan suatu nilai yang berfungsi untuk
menentukan skala prioritas dalam pengendalian risiko dapat dilihat berdasarkan tabel matriks
di bawah ini.
Tabel 1. Matriks Risk Rating berdasarkan National Health Service (NHS). United Kingdom8
15
Penatalaksanaan risiko:
16
3.8. Penilaian Kesehatan Kerja pada
Pengambil Darah
17
Stress kerja 2 2 4
Stress kerja 2 2 4
Ergonomi Muscle spasm 3 4 12
18
3.9. Tingkat Risiko Kerja pada Bagian Pengambil Darah
ISPA 9
19
Berdasarkan risk rating/prioritas risiko yang dilakukan di atas, terdapat dua risiko
yang masuk ke dalam kategori risiko tinggi (high), yaitu: muscle spasm dan ISPA yang
menjadi prioritas utama dilakukan pengendalian, namun karena adanya keterbatasan
waktu dalam proses pembelajaran ini, penulis hanya akan membahas mengenai skala
prioritas tertinggi saja, yakni: muscle spasm.
Dengan tujuan memberikan rekomendasi pengendalian yang tepat guna menurunkan
risiko gangguan kesehatan pada bagian pengambilan darah laboratorium x.
Pengendalian ini bertujuan agar pekerja dapat bekerja dengan aman, nyaman, dan
mencapai tingkat produktivitas seoptimal mungkin, selain itu dapat mengurangi biaya
untuk pengobatan yang berdampak pada profit perusahaan.
20
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA MUSCLE SPASM
4.3. Etiology
Spasme dapat terjadi ketika otot digunakan secara berlebihan, lelah, cedera
sebelumnya, atau tegang. Spasme dapat terjadi jika otot telah meregang berlebihan
atau jika telah dipertahankan dalam posisi yang sama untuk periode waktu yang
21
lama. Akibatnya, sel otot kehabisan energi dan cairan dan menjadi hyperexcitable,
menghasilkan kontraksi yang kuat. Spasme ini dapat melibatkan bagian dari otot,
seluruh otot, atau bahkan otot yang berdekatan, selain itu dehidrasi dan
kekurangan elektrolit juga dapat menyebabkan spasme otot dan kram.10
Sel-sel otot membutuhkan cukup air, glukosa, natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium untuk memungkinkan protein di dalamnya untuk berkontraksi.
Pasokan mineral yang abnormal dapat menyebabkan otot menjadi mudah
spasme.10
Aterosklerosis atau penyempitan arteri (penyakit arteri perifer) juga dapat
menyebabkan spasme otot dan kram, karena pasokan darah dan nutrisi yang tidak
memadai ke otot.10
Nyeri leher dan punggung kronis dapat menyebabkan spasme otot berulang.
Kelompok otot besar diantaranya leher, dinding dada, punggung atas, punggung
bawah, lengan, dan kaki. Spasme pada otot-otot ini dapat merupakan hasil dari
cedera atau dapat berkembang dari waktu ke waktu karena perubahan artritis di
tulang belakang. Obesitas dapat menyebabkan stres dan ketegangan pada otot-otot
penyangga tubuh, yang mengakibatkan spasme otot leher dan punggung atas dan
bawah. Penyakit sistemik seperti diabetes, anemia, penyakit ginjal, dan masalah
tiroid dan hormon lainnya juga berpotensi menyebabkan spasme otot.10
22
4.4. Patofisiologi Terjadinya Spasme Otot
23
Gambar 13. Contoh form brief survey
Selanjutnya jika perlu dapat melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan
penilaian tenaga medis yang dikira sesuai untuk menegakkan diagnosis,
contohnya seperti: darah lengkap, elektrolit, glukosa darah, fungsi ginjal, fungsi
tiroid, creatinin phosphokinase (CPK), EMG.10
24
Gambar 14. Contoh peregangan pada pekerja
Pada kasus pekerjaan dalam makalah ini yang memerlukan ketelitian, maka
sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti pada poin b.
25
Gambar 15. Rekomendasi posisi sesuai jenis pekerjaan
Aktual Standar
Ketinggian lemari peralatan & Pekerjaan memerlukan
kursi pasien tidak dapat di atur. ketelitian, untuk mengurangi
Pekerjaan menuntut ketelitian pembebanan statis pada otot bagian
dan pekerja dalam posisi berdiri belakang, maka tinggi landasan
kerja 5-10 sentimeter di atas tinggi
siku berdiri
26
BAB 5
REKOMENDASI PENGENDALIAN DAN EVALUASI
27
3. Pengendalian teknik (engineering control)
Pengendalian ini dilakukan dengan cara merancang ulang/memodifikasi
alat atau bahan yang dapat menjadi hazard bagi pekerja yang digunakan
saat ini. Teknik ini dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran tingkat
pencahayaan dan menilai kesesuaian dengan jenis pekerjaan yang
memerlukan ketelitian sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.
4. Pengendalian administrasi
Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur secara administrasi pada
sistem kerja, cara kerja, ataupun aturan dalam bekerja agar dapat
mengurangi timbulnya risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Hal yang
dapat dilakukan pada laboratorium x dengan cara:
Pembuatan SOP dan melakukan edukasi cara kerja yang baik dan benar,
serta membuat kebijakan tidak melakukan recapping jarum suntik habis
pakai, namun langsung membuang jarum tersebut ke kotak terstandarisasi
yang sudah disediakan.
Melakukan pemeriksaan kesehatan pra-kerja dan berkala minimal 1x
setahun. Pemeriksaan dasar terutama mencakup kesehatan fisik dan mental
secara umum, rontgen paru.
Melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit akibat kerja,
kecelakaan kerja, dan kejadian near miss.
Bekerjasama dengan pelayanan kesehatan terdekat untuk memberikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif.
5. Penggunaan APD
Penggunaan APD merupakan langkah terakhir jika ke empat langkah di
atas tidak dapat dilaksanakan, karena fungsi dari APD hanya bersifat
protektif namun tidak menghilangkan dari sumber bahaya yang ada.
Perusahaan wajib menyediakan APD yang sesuai bagi pekerjanya, seperti
sepatu anti slip, sarung tangan latex, namun jika ada yang alergi diganti
menggunakan sarung tangan nitrile, masker, dan jas lab. Perlu diingat
28
bahwa penggunaan APD membuat pekerja tidak nyaman, sehingga perlu
pengawasan yang ketat agar pekerja patuh untuk menggunakan APD
tersebut.
4.2. Evaluasi, Pemantauan, dan Dokumentasi
Evaluasi terhadap keberhasilan dari pengendalian risiko gangguan kesehatan
ataupun risiko kecelakaan kerja yang telah disebutkan di atas. Dilakukan juga
pemantauan terhadap kesehatan pekerja dengan melakukan pemeriksaan kesehatan
berkala, serta dilakukan pula pencatatan penyakit yang diderita oleh pekerja dan
pencatatan kecelakaan kerja.
29
BAB 6
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31
[cited 2019 Nov 25]; Available from:
https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/Permen_5_2018.pdf
32