http://repositori.usu.ac.id
Utara Repositori Institusi
Skripsi Sarjana
USU
Fakultas Kedokteran
2018
Candra, Dikky
Universitas Sumatera Utara http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/13434
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN RISIKO TERJADINYA RINITIS AKIBAT
KERJA PADA PEKERJA USAHA KUE DAN ROTI
YANG TERPAJAN DEBU TEPUNG DI
KECAMATAN MEDAN PETISAH
SKRIPSI
Oleh:
DIKKY CANDRA 150100027
SKRIPSI
Oleh:
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian Hubungan Risiko Teijadinya Rinitis Akibat Keija pada
Pekoja Usaha Kue dan Roti yang Terpajan Debu Tepung
di Kecamatan Medan Petisah
Dikky Candra
Nam a Mahasiswa
Nomor Induk J50I00027
Program Pendidika Dokter Fakultas Universitas
Kedokteran
Studi n
Sum at era Utara
Telah be r basil dipertabankan di hadapan Komisi Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dckter
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Pembimbing
dr. Lokot
Donna NIP. 197410092003122001 NIP. 197410192001122001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk
mencapai kelulusan Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Adapun tujuan penulisan skripsi ini
adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep yang
menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang dilaksanakan ini
berjudul “Hubungan Risiko terjadinya Rinitis Akibat Kerja pada Pekerja Usaha
Kue dan Roti yang Terpajan Debu Tepung di Kecamatan Medan Petisah”.
Penulis menyadari bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala rasa
hormat, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), selaku Dekan Fakultas
Kedokteran rektor Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. dr. Devira Zahara, M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT-KL(K), selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan masukan bagi
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. dr. Lokot Donna Lubis, M.Ked (PA), Sp.PA, selaku Ketua Penguji yang
telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam
penyempurnaan skripsi ini.
5. dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed, selaku Anggota Penguji yang telah
memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan
skripsi ini.
6. dr. Iman Dwi Winanto,Sp.OT, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing selama menempuh pendidikan.
7. Seluruh pihak Pekerja kue dan roti di Kecamatan Medan Petisah yang telah
Penulis memahami sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi materi yang disampaikan maupun tata cara
penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, segala saran dan
kritik yang membangun dari pembaca sangatlah diharapkan guna menyempurnakan
hasil penelitian skripsi ini.
Dikky Candra
150100027
Halaman
Halaman Pengesahan......................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iv
Daftar Tabel................................................................................................ vi
Daftar Gambar................................................................................................. vii
Daftar Singkatan............................................................................................. viii
Abstrak............................................................................................................. ix
Abstract................................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum......................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian............................................................. 3
1.4.1 Bagi Pendidikan...................................................... 3
1.4.2 Bagi Masyarakat..................................................... 3
1.4.3 Bagi Peneliti............................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 4
2.1 Rinitis Akibat Kerja.......................................................... 4
2.1.1 Definisi ................................................................... 4
2.1.2 Epidemiologi ......................................................... 4
2.1.3 Etiologi................................................................... 5
2.1.4 Faktor Risiko.......................................................... 6
2.1.5 Klasifikasi............................................................... 7
2.1.6 Diagnosis...................................................................... 11
2.1.7 Pencegahan................................................................... 14
2.2 Kerangka Teori ...................................................................... 15
2.3 Kerangka Konsep .................................................................. 15
2.4 Hipotesis Penelitian ............................................................... 16
ABSTRAK
Latar Belakang. Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin pesat di dunia mengakibatkan meningkatnya
risiko kesehatan para pekerja, salah satunya adalah rinitis akibat kerja (RAK). Menurut EAACI (European
Academy of Allergy and Clinical Immunology), salah satu pekerjaan yang menyebabkan rinitis akibat kerja
adalah pekerja pembuat roti (18-29%). Tujuan. Untuk mengetahui hubungan risiko terjadinya rinitis akibat
kerja pada pekerja usaha kue dan roti yang terpajan debu tepung di Kecamatan Medan Petisah. Metode.
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain potong lintang. Kelompok yang diteliti pada penelitian ini
adalah responden yang terpapar debu tepung dan responden yang tidak terpajan debu tepung. Pengumpulan
data menggunakan kuesioner untuk menilai hubungan risiko terjadinya rinitis akibat kerja pada pekerja usaha
kue dan roti yang terpajan debu tepung di Kecamatan Medan Petisah. Hasil. Dari 86 orang responden, 18
orang menderita RAK (20,9%) dengan prevalensi RAK ringan, sedang, dan berat berturut-turut 83,3%,
16,7%, dan 0%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang secara signifikan berhubungan dengan
kejadian RAK adalah tempat kerja (p value = 0,001*, OR=7,5). Kesimpulan. Hasil penelitian ini
menunjukkan prevalensi RAK pada pekerja usaha kue dan roti di Kecamatan Medan Petisah adalah 20,9%.
Terdapat hubungan antara tempat kerja dengan RAK pada pekerja usaha kue dan roti.
Kata kunci: rinitis akibat kerja, debu tepung, pekerja usaha kue dan roti
Background. The increasing population growth in the world has resulted in increasing health risks for worker,
one of which is occupational rhinitis. According to EAACI (European Academy of Allergy and Clinical
Immunology), one of the jobs that caused occupational rhinitis is bakers (1829%). Objectives. To discover the
relationship of the risk of occupational rhinitis in bakers who were exposed to flour dust at Medan Petisah sub-
District. Method. This study was an analytic study with cross-sectional design. The group which was
researched in this study was respondents who were exposed to flour dust, and were not exposed to flour dust.
Data collected using questionnaire to assess the relationship of the risk of occupational rhinitis in bakers who
were exposed to flour dust at Medan Petisah sub-District. Results. From 86 respondents, 18 were occupational
rhinitis (20.9%) with the prevalences of mild, moderate and severe occupational rhinitis are 83.3%, 16.7%,
and 0%. Multivariate analysis showed that the factors that remains significantly associated with the incidence
of occupational rhinitis is workplace (p value = 0.001*, OR = 7.5). Conclusion. The results of this study
indicate the prevalence of occupational rhinitis in bakers at Medan Petisah sub-district is 20.9%. There is a
relationship between workplace and occupational rhinitis in bakers.
PENDAHULUAN
1
Universitas Sumatera Utara
2
rinitis akibat kerja (European Academy of Allergy and Clinical Immunology, 2009).
Meskipun sudah banyak penelitian yang dilakukan menyangkut rinitis akibat
kerja, namun masih sedikit informasi yang didapat mengenai epidemiologi pada
industri terigu. Beberapa penelitian cross sectional, menunjukkan adanya gejala
yang berhubungan dengan tempat kerja pada 6-30% pekerja yang memiliki
pajanan tinggi terhadap debu terigu. Insidens alergi saluran napas akibat kerja pada
pekerja pabrik terigu dan toko roti dilaporkan tinggi pada beberapa negara
(Manuputty et al, 2010).
Di Indonesia, penelitian tentang pajanan debu tepung pernah dilakukan pada
tahun 2009 oleh Universitas YARSI dan didapati hasil 39,6 % yang menderita
rinitis akibat kerja dengan pajanan >4-8 jam dan 19,4 % tidak menderita sedangkan
29,9% yang tidak menderita rinitis akibat kerja selama pajanan 0-4 jam dan 11,1%
mengalami rinitis (Manuputty et al., 2010).
Sedangkan di Sumatera Utara khususnya USU (Universitas Sumatera Utara)
belum pernah melakukan penelitian ini dan mengenai besarnya hubungan risiko
terjadinya rinitis akibat kerja, dengan pekerjaan sebagai usaha toko kue dan roti
yang terpajan debu tepung masih belum dilaporkan.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Dalam analisis data di Amerika Serikat dari 2007, jumlah total cedera dan penyakit
akibat pekerjaan dilaporkan sekitar 9 juta orang. Dengan asumsi jumlah total orang yang
dipekerjakan di Amerika Serikat 120 juta, prevalensinya sekitar 7,5%. Jumlah ini
kemungkinan diragukan, karena prevalensi mungkin lebih tinggi. Namun, keseluruhan
prevalensi rinitis akibat kerja tetap tidak jelas karena kurangnya standar untuk diagnosis
rinitis akibat kerja (Stevens et al., 2015).
Sedangkan dari data Iran, tentang “Prevalence of Asthma and Rhinitis in Bakery
Workers in the City of Sanandaj, Iran ” oleh N. Sigari, et al., dengan prevalensi yang
sesuai dengan gejala dan tanda-tanda rinitis adalah 77 (9,9%) dari 776 pekerja (Sigari et
al., 2007).
Di Indonesia, belum pernah dilakukan penelitian secara keseluruhan pada semua
pekerja untuk melihat proporsinya. Meskipun demikian, banyak sekali penelitian telah
mempublikasikan tentang prevalensi dan kejadian rinitis akibat kerja pada profesi
tertentu. Misalnya penelitian pada tahun 1990-an melaporkan bahwa risiko paling tinggi
rinitis akibat pekerjaan adalah tukang roti, peternak,
4
Universitas Sumatera Utara
pekerja pengolahan makanan, dokter hewan, petani, perakit produk elektronik, dan
pembuat perahu. Belakangan ini, prevalensi rinitis akibat kerja di kalangan tukang roti di
Norwegia diperkirakan antara 23 dan 50%. Sedangkan pada penelitian hewan coba di
laboratorium ditemukan keseluruhan prevalensi rinitis akibat kerja pada rentang 10
hingga 42%. Secara keseluruhan, sensitisasi terhadap bulu dan tepung menjadi dua agen
paling umum yang terkait dengan rinitis akibat kerja (Stevens et al., 2015).
Survei tenaga kerja yang terpapar pada agen yang sensitif mengindikasikan bahwa
rinitis akibat kerja 2 hingga 4 kali lebih umum terjadi daripada asma akibat kerja,
meskipun kontribusi paparan tempat kerja terhadap paparan rinitis masih belum
diketahui (European Academy of Allergy and Clinical Immunology, 2009).
2.1.3 ETIOLOGI
Ada lebih dari 200 agen yang dikaitkan dengan rinitis akibat kerja. Agen penyebab
untuk penyakit ini dapat secara luas diklasifikasikan berdasarkan berat molekulnya.
Agen molekul tinggi biasanya lebih dari 10 kDA, sedangkan agen molekul rendah
biasanya kurang dari 10 kDA.
Agen dengan berat molekul tinggi cenderung organik dan berasal dari tumbuhan
(misalnya, lateks karet alam, tepung), mikroorganisme (misalnya, jamur, enzim bakteri),
atau hewan (misalnya, bulu binatang, ikan). Contoh rinitis akibat kerja yang terjadi
akibat tepung yaitu termasuk pekerja pembuat pizza yang terpapar tepung, seorang
petani padi, dan petani lain yang bekerja mencampurkan tepung sari pada tanaman
(Stevens et al., 2015).
Berbeda dengan Agen molekul tinggi, Agen molekul rendah kebanyakan senyawa
anorganik termasuk diisosianat, anhidrida, logam, dan obat-obatan tertentu. Misalnya:
trimellitic anhydride dan hexahydrophthalic anhydride yang berhubungan dengan rinitis
akibat kerja pada pekerja industri (Stevens et al., 2015). Menurut EAACI, prevalensi dan
agen penyebab etiologi rinitis akibat kerja dideskripsikan di tabel 2.1.
Tabel 2. l.Prevalensi rinitis akibat kerja (European Academy of Allergy and Clinical Immunology,
2009).
Agen-agen Pekerjaan Prevalensi (%)
Agen molekul tinggi
Hewan laboratorium Pekerja laboratorium 6-33
Alergen lain yang berasal dari Pekerja kurungan babi 8-23
hewan
Serangga, kutu Pekerja laboratorium dan petani 2-30
Debu gandum Grain elevator 28-64
Tepung terigu Tukang roti 18-29
Latex Petugas kesehatan, pekerja pabrik 9-20
tekstil
Alergen tumbuhan lainnya Pekerja industri tembakau, karpet, 5-36
cabe, teh, kopi, coklat, buah kering
dan pekerja saffron
Enzim biologi Petugas farmasi, Pekerja industri 3-87
detergen
Ikan dan makanan laut berprotein Ikan trout, udang, kepiting dan 5-24
pekerja kerang; aquarist & pekerja
pabrik makanan ikan
Agen molekul rendah
Diisosianat Tukang cat, pelukis 36-42
Anhidrat Pekerja kimia, pekerja kondensor 10-48
listrik
Debu kayu Tukang kayu, pembuat mebel 10-36
Logam (platinum) Pekerja kilang logam (platinum) 43
Obat-obatan (psyllium, spiramisin, Petugas kesehatan, petugas farmasi 9-41
piperasilin)
Bahan kimia Pewarna yang reaktif, serat sintetis, 3-30
kapas, persulfat, tata rambut, pulp &
kertas, manufaktur sepatu (industri)
2.1.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi rinitis akibat kerja dibagi menjadi 2 yaitu (Silvia & Alejandro, 2016):
1. Agen rinitis yang tidak disebabkan mekanisme imun.
2. Agen rinitis yang disebabkan mekanisme imun.
Gambar 2.1 Klasifikasi rinitis terkait kerja (European Academy of Allergy and Clinical
Immunology, 2009).
Rinitis akibat kerja dibagi menjadi rinitis alergi dan non alergi yaitu:
1. Rinitis Alergi
Rinitis alergi adalah penyakit simtomatis pada hidung yang terinduksi oleh proses
inflamasi yang diperantarai oleh IgE pada mukosa hidung setelah terpajan alergen.
Karakteristik gejala rinitis alergi adalah bersin berulang, hidung tersumbat, hidung berair
dan hidung gatal. Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas atas
yang sangat sering dijumpai, dilaporkan prevalensi mencapai 40% dari populasi umum.
Menurut Perhimpunan Ahli Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher
(PERHATI-KL), gejala-gejala rinitis alergi memberikan dampak buruk terhadap kualitas
hidup penderita, baik berupa gangguan aktivitas sehari-hari ditempat kerja, belajar
maupun gangguan tidur (Trimartani et al., 2016).
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi WHO (World
Health Organization) initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi:
1. Intermitten (kadang-kadang) yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/ minggu atau
kurang dari 4 minggu.
2. Persisten/ menetap yaitu bila terjadi gejala lebih dari 4 hari/ minggu dan lebih
dari 4 minggu.
Sedangkan untuk derajatnya, rinitis alergi dibagi menjadi 2 yaitu;
1. Ringan yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang menganggu.
2. Sedang-berat yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan pada gejala ringan
di atas yaitu gangguan tidur, aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar,
bekerja dan hal yang menganggu lainnya.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi
alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan
puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 2448 jam (Soepardi et
al., 2015).
rinitis non alergi masih belum diketahui secara pasti. Sedangkan gejala rinitis non alergi
ditandai dengan gejala utama yaitu hidung tersumbat dan rinore. Sebaliknya, gejala
seperti rinitis alergi, pruritus pada hidung, bersin, dan keluhan pada bagian mata jarang
terjadi. Pada rinitis non alergi gejala dapat terjadi secara persisten, intermiten, atau
musiman dan dapat terjadi sebagai respons terhadap perubahan iklim yang dipengaruhi
oleh suhu, kelembaban, dan tekanan udara (Russell & Michael, 2013).
Pada rinitis non alergi, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-
spesifik, seperti asap rokok, bau menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan
pedas, udara dingin dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar,
kelelahan dan stress/ emosi. Pada keadaan normal faktor- faktor tadi tidak dirasakan
sebagai gangguan oleh individu (Soepardi et al., 2015).
Data epidemiologi rinitis non alergi sangat terbatas. Meskipun secara epidemiologi
sangat terbatas tetapi diperoleh data lebih dari 200 juta orang didiagnosis dengan rinitis
non alergi di seluruh dunia. Penelitian tentang rinitis non alergi pernah dilakukan di
Singapura dengan hasil diagnosis yaitu didapati hasil 24,9% dari 6600 anak-anak dengan
gejala rinitis (usia rata-rata 7,8 tahun). Chiang dkk., melaporkan bahwa rinitis non alergi
lebih umum terjadi pada anak- anak di bawah 6 tahun dibandingkan dengan rinitis
alergi, sementara diagnosis rinitis alergi meningkat seiring bertambahnya usia, dan
rinitis non alergi menurun hingga 10%-15% (Hellings et al., 2017).
Rinitis non alergi akibat kerja dibagi menjadi 3 yaitu RUDS (Reactive Upper
Dysfunction Syndrome), rinitis iritan dan rinitis korosif.
A. RUDS (Reactive Upper Dysfunction Syndrome)
Biasanya terjadi akibat diinduksi bahan-bahan iritan. Biasanya ditandai dengan
gejala mata seperti terbakar, gangguan pada hidung dan tenggorokan serta batuk (Malo
et al., 2013).
B. Rinitis Iritan
Rinitis iritan akibat pekerjaan, terjadi karena terpapar oleh iritan-iritan. Gejala
rinitis iritasi termasuk ketidaknyamanan pada hidung, rinorea, kongesti, sakit kepala,
dan kadang-kadang bisa terjadi epistaksis. Sejumlah bahan kimia di industri dan proses
manufaktur yang berbeda telah dikaitkan dengan rinitis iritan pada pekerja. Diantaranya
adalah pekerja kayu, penggilingan bumbu, paparan bahan bakar abu minyak, asap nikel,
atau dicumylperoxide dalam industri, dan penggunaan glutaraldehyde (Shusterman,
2014).
C. Rinitis korosif
Rinitis korosif merupakan keadaan paling parah yang disebabkan oleh pajanan
terhadap bahan-bahan seperti gas kimia beracun dengan konsentrasi tinggi seperti sulfur
dioksida, amonia dan klorin, serta dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa
(Papadopoulos, 2015).
2.1.6 DIAGNOSIS
2.1.6.1 Anamnesis
Evaluasi rinitis akibat kerja harus dimulai dengan menanyakan riwayat medis yang
terperinci. Karakteristik gejala dan durasi harus dijelaskan, dan hal apa yang
memperburuk atau faktor-faktor pengurang harus diidentifikasi. Riwayat pekerjaan juga
harus dievaluasi dari berapa lama orang itu bekerja sebelum gejala tersebut berkembang,
serta agen apa saja yang mengakibatkan terjadinya rinitis saat di tempat kerja dan jika
gejala membaik saat pasien berada jauh dari lingkungan kerja maka agen tersebut yang
menyebabkan terjadinya RAK (Stevens et al., 2015).
Jenis kuesioner yang dapat digunakan yaitu RCAT (Rhinitis Control Assessment
Test) atau TNSS (TotalNasal Symptom Score) yang berisi gejala yang sering timbul yaitu
pilek, hidung tersumbat, bersin, hidung gatal, dan gangguan penghidu (anosmia).
Kemudian penilaian dilakukan dengan skor 0, 1, 2, dan 3, dimana 0 apabila tidak
mengalami gejala tersebut, 1 jika merasakan gejala ringan namun dirasa tidak
menganggu, 2 jika merasakan gejala masih bisa ditoleransi, 3 jika merasakan gejala
berat hingga mengalami gangguan aktivitas bahkan gangguan tidur (Damayanti, 2016).
kerja dimulai
Menurut EAACI, algoritma diagnostik pada rinitis akibat
datang dengan
dengan detail riwayat klinis dan medis. Pada pasien-pasien yang
gejala seperti berikut harus dicurigai merupakan rinitis:
1. Bersin;
2. Hidung gatal;
3. Hidung tersumbat; dan
4. Rinorea, dengan atau tanpa gangguan pada hidung dan atau hipersekresi
(Ballal, 2016).
Gambar 2.3 Algoritma diagnosis rinitis akibat kerja (Rosenstreich et al., 2016).
2.1.7 PENCEGAHAN
2.1.7.1 Strategi pencegahan primer
Ditujukan untuk mencegah penyakit berkembang. Maka, hal ini penting untuk
mengurangi atau menghilangkan pajanan ke agen yang tersensitisasi ditempat kerja,
dengan cara:
• Memperbaiki ventilasi;
• Menggunakan lebih sedikit bahan kimia yang berbahaya;
• Memakai pakaian pelindung dan masker;
• Pindahkan pekeija ke area paparan yang lebih rendah di tempat kerja.
| ! : tidak diteliti
i______i
Gambar 2.4.Kerangka teori penelitian.
2.3 KERANGKA KONSEP
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah:
METODE PENELITIAN
( ZaV2PQ+ZP7P1Q1+P2QA2
n= I P1-P2
17
Universitas Sumatera Utara
1
8
Keterangan :
n
estimasi besar sampel
Za
deviat baku normal untuk a. Karena nilai interval kepercayaan yang
diinginkan adalah sebesar 95% maka nilai a (tingkat kemaknaan)
yang dipilih adalah 5% (0,05) maka besar Za = (1,96) deviat baku
zp
beta (kesalahan tipe 2 ditetapkan sebesar 20% maka nilai ZP =
(0,84))
P2
proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya (Setiawathi, 2013)
= (0,28)
Q2
1 - P2 (0,72)
P1
proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti (0,5)
Q1
1 - P1 (0,5)
P1 - P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna (0,22)
proporsi total = (P1+P2)/2 (0,39)
1 - P (0,61)
'1,96-^2x0,39x0,61 + 0,84^0,5x0,5+0,28x0,72^
n= i 0,5-0,28
Penelitian ini dilakukan di Toko kue dan roti di kecamatan Medan Petisah
yang berada di kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data primer yang merupakan data yang didapat langsung dari
pekerja kue dan roti di Kecamatan Medan Petisah. Jumlah seluruh responden
yang terkumpul dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebanyak 86
orang.
Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Distribusi berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, riwayat merokok, lama paparan,
tempat kerja, dan pemakaian alat pelindung diri (APD).
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia
10-19 tahun 9 10,4
20-29 tahun 47 54,6
30-39 tahun 17 19,8
40-49 tahun 12 14
50-59 tahun 0 0
60-69 tahun 1 1,2
Jenis Kelamin
Laki-laki 30 34,9
Perempuan 56 65,1
Merokok
Ya 15 17,4
Tidak 71 82,6
Lama paparan
> 8 jam 80 93
≤ 8 jam 6 7
Tempat kerja
Pengolahan 42 48,8
Non-Pengolahan 44 51,2
APD
Memakai 41 47,7
Tidak memakai 45 52,3
21
Universitas Sumatera Utara
2
2
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dari 86 orang responden terdapat 18 orang yang
menderita RAK (20,9%) sedangkan yang tidak menderita RAK yaitu 68 orang
(79,1%). Berdasarkan klasifikasi RAK, paling banyak responden yang menderita
RAK ringan (83,3%), sedangkan hanya 3 orang yang menderita RAK sedang
(16,7%).
Hubungan Merokok, Lama Paparan, Tempat Kerja, Usia dan Pemakaian APD dengan
RAK
Tabel 4.3 Hubungan merokok, lama paparan, tempat kerja, usia, dan pemakaian APD dengan RAK
Variabel RAK Tanpa RAK Total P value
N % N % N %
Merokok
Ya 4 22,2 11 16,2 15 17,4 0,548
Tidak 14 77,8 57 83,8 71 82,6
Lama Paparan
> 8 jam 17 94,4 63 92,6 80 93,0 0,790
≤ 8 jam 1 5,6 5 7,4 6 7,0
Tempat Kerja
Pengolahan 15 83,3 27 39,7 42 48,8 0,001*
Non-Pengolahan 3 16,7 41 60,3 44 51,2
Usia
< 40 tahun 10 55,6 46 67,6 56 65,1 0,339
≥ 40 tahun 8 44,4 22 32,4 30 34,9
Pemakaian APD
Memakai 11 61,1 30 44,1 41 47,7 0,199
Tidak memakai 7 38,9 38 55,9 45 52,3
Dari tabel 4.3 menunjukkan hubungan merokok dengan RAK pada pekerja kue
dan roti di kecamatan Medan Petisah. Kejadian RAK yang terjadi pada responden
dengan kebiasaan merokok sebanyak 4 responden (22,2%) dan tanpa RAK sebanyak
11 responden (16,2%). Sedangkan kejadian RAK yang terjadi pada responden yang
tidak merokok sebanyak 14 orang (77,8%) dan tanpa RAK sebanyak 57 responden
(83,8%). Setelah dilakukan uji hipotesis diperoleh nilai p value adalah 0,548 (p>0,05)
yang berarti tidak tedapat hubungan antara merokok dengan kejadian RAK.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Setiawathi (2013) dengan p
value 0,59 (p> 0,05) dan Ngahane et al (2014) dengan p value adalah 0,36 yang
menunjukkan tidak terdapat hubungan antara merokok dengan risiko terjadinya RAK.
Akan tetapi, hasil penelitian ini bertentangan dengan Bhatt et al (2016) dengan p value
adalah 0,044 (p< 0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan antara merokok dan
RAK.
Menurut ACAAI (American college of Allergy, Asthma, and Immunology), Merokok
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya asma dan rinitis. Merokok dapat
menyebabkan rinitis dengan menginduksi terjadinya sumbatan pada hidung serta
menurunkan mekanisme aktivitas mukosiliar (ACAAI, 2009). Hal ini bertentangan
dengan penelitian dikarenakan kemungkinan faktor debu gandum lebih besar dari faktor
terjadinya RAK. Misalnya pada pekerja laboratorium, beberapa alergen kimia di tempat
kerja lebih kuat menyebabkan RAK daripada yang lain, seperti asam, senyawa
anhidrida, dan isosianat (Ballal, 2016).
Dari tabel 4.3 menunjukkan hubungan usia dengan RAK pada pekerja kue dan
roti di kecamatan Medan Petisah. Kejadian RAK yang teijadi pada responden dengan
usia di bawah 40 tahun sebanyak 10 responden (55,6%) dan tanpa RAK sebanyak 46
responden (67,6%). Kejadian RAK yang terjadi pada responden dengan usia di atas 40
tahun sebanyak 8 responden (44,4%) dan tanpa RAK sebanyak 22 responden (32,4%).
Setelah dilakukan uji hipotesis diperoleh nilai p value adalah 0,339 (p> 0,05) yang
berarti tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian RAK.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Setiawathi (2013) dengan p value
adalah 0,28 dan Ngahane et al (2014) dengan p value adalah 0,078 (p>0,05) yang
menunjukkan tidak terdapat hubungan antara usia dengan RAK. Tetapi hal ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohammadien et al (2013) dengan
p value adalah 0,029 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan antara usia dengan
RAK.
Tingkat IgE berubah seiring dengan bertambahnya usia. Tingkat puncak IgE terjadi
pada dekade pertama atau kedua dalam kehidupan. Tingkat IgE turun secara bertahap
hingga sekitar usia 40 tahun dan setelah itu tingkat IgE konstan (WHO, 1999). Hal ini
bertentangan dengan hasil dikarenakan debu tepung gandum merupakan alergen dan
juga sebagai iritan yang dapat menyebabkan timbulnya rinitis, sehingga kejadian rinitis
akibat kerja tidak tergantung dengan umur yang akan mengalami penurunan dan
cenderung stabil setelah umur 40 tahun (Said et al., 2017).
Dari tabel 4.3 menunjukkan hubungan pemakaian APD dengan RAK pada
pekerja kue dan roti di kecamatan Medan Petisah. Kejadian RAK yang terjadi pada
responden dengan pemakaian APD (masker) yang baik sebanyak 11 responden (61,1%)
dan tanpa RAK sebanyak 30 responden (44,1%). Kejadian RAK yang terjadi pada
responden dengan pemakaian APD yang tidak baik sebanyak 7 responden (38,9%) dan
tanpa RAK sebanyak 38 responden (55,9%). Setelah dilakukan uji
hipotesis diperoleh nilai p value adalah 0,199 (p> 0,05) yang berarti tidak terdapat
hubungan antara pemakaian APD dengan kejadian RAK.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Setiawathi (2013) dengan p
value adalah 0,96 (p>0,05) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara pemakaian
APD dengan RAK. Tetapi hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Damayanti (2016) dengan p value adalah 0,013 (p < 0,05) yang menyatakan terdapat
hubungan antara pemakaian APD dengan RAK.
APD merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh
terhadap bahaya-bahaya kecelakaan keija, dimana secara teknis dapat mengurangi
tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi (Zahara et al, 2017). Hal ini
bertentangan dengan penelitian dikarenakan penggunaan APD yang kurang baik ataupun
tidak menggunakan APD saat bekerja, dari hasil penelitian masih didapatkan banyak
responden yang menggunakan APD yang kurang baik yaitu menggunakan masker hanya
kadang-kadang sehingga risiko terjadinya RAK dapat meningkat.
5.1 KESIMPULAN
1. Hasil penelitian di kecamatan Medan Petisah menunjukkan sebanyak 18
pekerja (20,9%) menderita RAK dan 68 pekerja (79,1%) tidak menderita
RAK.
2. Hasil analisa bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan antara umur
dengan rinitis akibat kerja.
3. Hasil analisa bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan antara
pemakaian APD dengan rinitis akibat kerja.
4. Hasil analisa bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lama
paparan dengan rinitis akibat kerja.
5. Hasil analisa bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara tempat
kerja dengan rinitis akibat kerja. Risiko pekerja di bagian Pengolahan 7,5
kali lebih besar daripada pekerja yang bekerja di bagian Non-
Pengolahan.
6. Hasil analisa bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan antara
merokok dengan rinitis akibat kerja.
5.2 SARAN
1. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pekerja yang terpapar debu
tepung dengan penggunaan masker (APD) yang kurang baik sangat
berisiko terjadinya RAK sehingga disarankan untuk dapat diberikan
penyuluhan bagaimana menggunakan APD saat bekerja dan
menggunakan APD secara benar sehingga menurunkan risiko dari RAK.
2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk meneliti standar
pengunaan APD (masker) yang lebih aman untuk digunakan dan
berkualitas serta jenis masker yang digunakan untuk dapat menurunkan
risiko RAK.
3. Peneliti selanjutnya dapat mencari hubungan antara jenis kelamin pekerja
di toko kue dan roti dengan kejadian RAK dan faktor-faktor yang
mempengaruhi hubungan tersebut.
4. Peneliti selanjutnya dapat menghitung konsentrasi paparan debu tepung
pada tempat pekerja membuat kue dan roti serta menghubungkannya
dengan lama paparan debu tepung yang dapat menimbulkan RAK.
DAFTAR PUSTAKA
ACAAI, 2009. Tobacco Smoke has harmful impact on Asthma, Rhinitis and Immunity.
[Online] Available at: http://acaai.org/news/tobacco-smoke-has- harmful-
impact-asthma-rhinitis-and-immunity.
Bhatt, R., Tabiyar, J. & Sekar, N.R., 2016. Effects of exposure to flour dust on
respiratory symptoms offlour mill workers in Ahmedabad city, vol.7, no. 2, pp.
96-100.
Ballal, S.G., 2016. Occupational Rhinitis Revisited: Emphasis on the Risk Factors in
Saudi, vol. 4, no. 3, pp. 154-63.
Dahlan, M.S., 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. 3rd ed. Jakarta:
Salemba Medika.
Damayanti, A.R., 2016. Faktor risiko rinitis akibat kerja pada pekerja pengecatan
mobil pengguna cat semprot.
Hellings, P.W., Klimek, L., Cingi, C., Agache, I., Akdis, C., Bachert, C., Bousquet,
et al., 2017. Non-allergic rhinitis: Position paper of the European Academy, vol.
72, no. 11, pp. 1657-1665.
Jonaid, B.S., Rooyackers, J., Stigter, E., Portegen, L., Krop, E., Heederik, D., 2017.
predicting occupational asthma and rhinitis in bakery workers reffered for
clinical evaluation, vol. 74, pp. 564-572.
KEMENKES RI, 2015. Situasi Kesehatan Kerja. Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementerian kesehatan RI.
Malo, J.-l., Chan-Yeung, M. & Bernstein, D.I., 2013. Asthma in the Workplace,
Fourth Edition. [Online] Available at: https://books.google.co.id/books?id=
nZUAAAAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_
r&cad=0#v=onepage&q&f=false.
3
0
Manuputty, A.C., Rahardjo, S.P., Djamin, R. & Perkasa, F., 2010. jurnal
kedokteran YARSI. Hubungan pajanan debu terigu terhadap kualitas hidup
penderita Rinitis akibat kerja, vol. 18, no. 1, pp. 51-62.
Mohammadien, H.A., Hussein, M.T. & El-Sokkary, R.T., 2013. Egyptian Journal
of Chest Diseases and Tuberculosis. Effects of Exposure to flour dust on
respiratory symptoms and pulmonary function of mill workers, vol. 62, no. 4, pp.
745-753.
Ngahane, B.H.M., Ze, E.A., Nde, F., Ngomo, E., Njankouo, Y.M., Njock, L.R.,
2014. Prevalence and risk factors for allergic rhinitis in bakers in Doula,
Cameroon, vol. 4, no. 8, pp. 1-16.
Papadopoulos, N.G., Bernstein, J.A., Demoly, P., Dykewicz, M., Fokkens, W. and
Hellings, P.W., 2015. Phenotypes and endotypes of rhinitis and their impact on
management: a PRACTALL report, vol.70, no.5, pp. 474-494.
Perecinsky, S., Legath, E., Varga, M., Javorsky, M., Batora, I. and Klimentova, G.,
2014. OCCUPATIONAL RHINITIS IN THE SLOVAK, vol. 22, no.4, pp. 257-
261.
Pols, D.H.J., Wartna,J.B., Moed, H., Alphen, E.I.V, Bohnen, A.M., 2016. Atopic
dermatitis, asthma and allergic rhinitis in general practice and the open
population: a systemic review. vol.34, no. 2, pp. 143-50.
Rosenstreich, D.L., Fried, M.P., Vos, G.S.d. & Jackman, A.H., 2016. Manual of
Allergy and Clinical Immunology for Otolaryngologists. [Online] Available at:
https://books.google.co.id/books?id=vj4qCgAAQBAJ&pg=PA290&lpg=
PA290&dq=occupational+rhinitis+diagnosis+algorithm&source=bl&ots=62e
hr5-2W Q& sig=akbZyR8wOwmvsz4Zlp3 qgNduWcY&hl=en& sa=X&ved=
2ahUKEwj2xrvog77aAhVHLo8KHakGBbY4HhDoATABegQIBhAB#v=one
page&q=occupati.
Russell A. Settipane, M.D. & Michael A. Kaliner, M.D., 2013. Nonallergic rhinitis,
vol. 27, no. 3, pp. 48-51.
Said, A.M., AbdelFattah, E.B. & Almawardi, A.-A.M., 2017. Egyptian Journal of
Chest Diseases and Tuberculosis. Effects on respiratory system due to exposure
to wheat flour, vol. 66, no. 3, pp. 537-548.
Scadding, G.K., Kariyawasam, H.H., Scadding, G., Mirakian, R., Buckley, R.J.,
Dixon, T., Durham, S.R., Farooque, S., Jones, N., Leech, S., Nasser, S.M.,
Powell, R., Roberts, G., Rotiroti, G., Simpson, A., Smith, H. and Clark, A.T.,
2017. BSACI guideline for the diagnosis and management of allergic, vol. 47,
no. 7, pp.856-889.
Setiawathi, N.P., 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi rinitis akibat kerja pada
pekerja pembuat roti.
Sigari, N., Rahimi, E., Yazdanpanah, K. & Sharifian, A., 2007. Prevalence of
Asthma and Rhinitis in Bakery Workers, vol. 6, no. 4, pp. 215-218.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J. & Restuti, R.D., 2015. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga,Hidung,Tenggorok,Kepala dan Leher. 7th ed. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Stevens, W.W., Grammer, L.C., 2015. Occupational Rhinitis: an Update, vol. 15,
no. 1, pp.487.
Trimartani, Rasad, S.A., Rosalina, D., Endiyarti, F., Rohdiana, D., Subagyo, H.A.,
2016. Panduan Praktik Klinis Tindakan dan Clinical Pathway. [Online]
Available at: http://perhati-kl.or.id/wp-content/uploads/2017/08/PPK-PPKT-
CP_PP_PERHATI-KL_Vol-2.pdf.
Zahara, R.A., Effendi, S.U. & Khairani, N., 2017. Jurnal Ilmu Kesehatan.
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri ditinjau dari Pengetahuan dan
Perilaku pada Petugas Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit, vol. 2, pp. 153-58.
Riwayat Pendidikan :
: 2003-2009 :
1. SD Swasta PKMI Pantai Labu
2009-2012 :
2. SMP Swasta PKMI Pantai Labu
2012-2015 :
3. SMA Swasta PKMI Lubuk Pakam
2015-sekarang
4. Fakultas Kedokteran USU
Riwayat Pelatihan :
1. Peserta MMB FK USU 2015
2. Peserta Pelatihan Balut Bidai TBM FK USU 2015
3. Peserta Seminar dan Demo Deteksi dan Tatalaksana Gangguan Pendengaran pada Anak dan Dewasa RS USU 2018
Riwayat Organisasi :
1. Anggota KMB USU tahun 2015
2. Anggota MIND FK USU tahun 2015
Lampiran A. Lembar Pernyataan Orisinalitas
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh Saijana Kedokteran
pada Program Studi Pend id ik an Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil kary'a orang lain dalam penulisan skripsi
ini, telah penulis cantumkan sumbemya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.
Apabila di kemudian hari temyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil kary'a penulis sendiri
atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis
sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraluran pemndang-nndangan yang berlaku.
Medan, 11 Desember2018
PenuUs.
[T &RAi ,)
WIPE L,
AB8C2AFF00868622
fHimmu
«uwAH
Dikky Candra NIM. 150100027
Lampiran B. Surat Ethical Clearance
Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/RSUP H Adam Malik Medan, setelah dilaksanakan pembahasan dan
penilaian usulan penelitian berdasarkan kaidah Neuremberg Code dan Deklarasi Helsinki, dengan
ini memutuskan protokol penelitian yang berjudul
Persetujuan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan santpai dengan batas waktu pelaksanaan
penelitian seperti tertera dalam protokol dengan masa berlaku maksimum selama 1 (satu) tahun
Lampiran C. Surat Izin Penelitian
Yth :
Toko Usaha Kue Dan Roti
Kecamatan Medan Petisah
Di-
TEMPAT
Dengan hormat, berkenaan dengan kegiatan Skripsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU
Angkatan 2015, maka kami mohon kepada Mahasiswa tersebut di bawah ini:
Nama : Dikky Candra
NIM :150100027
JUDUL : Hubungan Risiko Terjadinya Rintiis Akibat Keija Pada Pekeija Usaha Kue
dan Roti Yang Terpajan Debu Tepung di Kecamatan Medan Petisah Pembimbing :
Dr.dr. Devira Zahara, M.Ked(ORL-HNS), SpTHT-KL(K)
Dapat diberi izin Penelitian di Institusi yang Bapak/Ibu Pimpin, dalam rangka pengtmipulan
data untuk penulisan Skripsi tersebut.
Demikian Atas bantuan dan perhatian mengenai hal ini kami ucapkan terima kasih.
Wakil Dekan I
Tembusan:
- Pertinggal
Lampiran D. Lembar Penjelasan
Dengan hormat,
Saya, Dikky Candra, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
saat ini sedang melakukan penelitian untuk melengkapi skripsi yang menjadi kewajiban
saya untuk menyelesaikan pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Adapun judul penelitian saya adalah “Hubungan Risiko Terjadinya
Rinitis Akibat Kerja pada Pekerja Usaha Kue dan Roti yang Terpajan Debu Tepung di
Kecamatan Medan Petisah”.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan risiko terjadinya rinitis akibat
kerja pada pekerja usaha roti yang terpajan debu tepung. Penelitian ini bermanfaat untuk
melihat faktor risiko apa saja yang mempengaruhi kejadian rinitis pada para pekerja usaha
kue dan roti di Kecamatan Medan Petisah, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan
sehubungan dengan faktor risiko yang didapat.
Penelitian ini dilakukan dengan cara yaitu subjek penelitian akan diminta untuk
mengisi identitas diri dan kuesioner berjumlah 20 soal. Jumlah subjek yang diikutsertakan
dalam penelitian ini adalah berjumlah 76 orang.
Partisipasi Saudara/i bersifat sukarela dan tanpa paksaaan. Identitas pribadi Saudara/i
sebagai partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan
untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini, Saudara/i tidak akan dikenai biaya apapun. Bila
terdapat hal yang kurang dimengerti, dapat langsung menanyakan kepada saya sebagai
peneliti, atau menghubungi saya:
Nama : Dikky Candra No. HP :
081973149117
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaan waktu
Saudara/i untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.
Medan,_____Agustus 2018
Peneliti,
Dikky Candra
Lampiran E. Lembar Informed Consent
Dengan ini telah mendapat penjelasan dan memahami sepenuhnya tentang penelitian yang
akan dilakukan:
Judul Penelitian : Hubungan Risiko Teijadinya Rinitis Akibat Keija pada
Pekerja Usaha Kue dan Roti yang Terpajan Debu Tepung di
Kecamatan Medan Petisah Nama Peneliti : Dikky Candra
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Dengan ini menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela. Bila
sewaktu-waktu saya berniat mengundurkan diri, maka kepada saya tidak dikenakan sanksi
apapun.
Medan, 2018
Mahasiswa Peneliti Peserta Penelitian,
(Dikky Candra)
38
□ Ya Siapa?____________
□ Tidak
2.25 .639 20
es
io
n
er
44
3 3 3at
10. —
—
—
— 2 2 2 — 1 0a
31. HSP 17 P T P 13 2 3 T 3 4
11. DJL 40 P T — —
P 2 2 Y 3 1 045
32. NH 35 P T — —
P 1 2 3 Y 1 13 0
12. RS 26 P T — —
P 3 2 3 T —
2
33. HO 45 L Y —10 —2 P 3 2 3 Y —1 1 0
13. F 44 L T P 3 1 3 T 3 4
34. JS 40 L Y 10 6 P 3 2 3 Y 1 2 5
14. S 39 P T — —
P 3 2 2 Y 2 2 5
35. BT 40 L Y 8 3 P 3 2 3 Y 2 1 1
15. SY 40 P T — —
P 3 2 2 Y 1 1 0
36. ND 35 P T — —
P 2 2 3 Y 2 1 5
16. DP 23 L Y 5 10 P 1 2 3 Y 1 1 0
37. MN 44 L Y 5 5 P 2 2 1 Y 2 1 0
17. AW 21 L T — —
P 2 2 2 Y 1 2 0
38. FI
FA 30 P
P T
T
— —
P
P 1 2 3 Y
Y 2 2 3
18. 20 — —
2 2 2 1 1 0
39. MF 34 L Y 1 5 P 3 2 3 Y 2 1 0
19. YR 20 P T — —
P 1 1 2 Y 1 1 0
40. AI 28 P T — —
P 3 2 3 Y 2 1 0
20. M 29 P T — —
P 3 2 2 Y 1 1 0
41. NA 35 P T — —
P 1 2 3 Y 1 1 0
21. HS 30 L T — —
P 2 2 2 Y 1 1 0
42. DT 21 P T — —
P 1 2 3 T —
3 0
22. AY 30 L Y 10 5 P 3 2 3 Y 2 2 8
43. PS 23 P T — —
NP 1 2 3 T —
3 04
23. AN 26 L Y 3 2 P 2 2 2 Y 1 2
44.
24. JD
ED 25 L
L Y
Y 23 45 NP
P 2 2 23 T
Y
—
3 0
28 2 1 1 1 0
45. BA 21 L Y 2 4 NP 1 2 2 T —
3 2
46. RA 38 P T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
47. MW 28 L Y 10 20 NP 3 2 3 Y 1 1 0
—
48. FS 21 L Y 4 10 NP 2 2 3 T 3 7
49. ZM 23 P T — —
NP 2 2 2 T —
3 5
50. ES 24 L T — —
NP 2 2 2 T — Universitas Sumatera
3 Utara 3
51. MH 22 P T — —
NP 2 2 2 Y 1 1 0
L
a
m
52. MA 30 P T — —
NP 2 2 2 Y 1 1 0pi
53. IN 19 P T — —
NP 1 2 3 T —
3 0r
54. MY 30 P T — —
NP 3 2 3 T —
3 0a
55. NI 28 P T — —
NP 1 2 2 T —
3 0n
56. DA 27 P T — —
NP 1 2 3 T —
3 0H
57. MF 23 P T — —
NP 2 2 3 T —
3 0.
58. DW 20 P T — —
NP 1 2 3 T —
3 0M
59. SI 21 L T — —
NP 2 2 2 T —
3 2a
st
60. SH 25 P T — —
NP 2 2 2 T —
3 0
e
61. VAF 24 P T — —
NP 2 2 2 T —
3 0
r
62. FR 19 L T — —
NP 2 2 2 T —
3 0
D
63. AS 24 L T — —
NP 2 2 2 T —
3 2
at
64. LMP 19 P T — —
NP 1 2 3 T —
3 0a
65. NM 24 P T — —
NP 3 2 3 T —
3 246
—
66. E 40 L Y 3 3 NP 2 2 2 T 3 0
67. DD 28 P T — —
NP 1 2 3 Y 1 1 0
68. AL 19 L T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
69. RY 22 L T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
70. AR 21 P T — —
NP 3 2 2 Y 1 1 0
—
71. JT 22 L Y 4 3 NP 3 2 2 T 3 0
72. FN 24 L T — —
NP 2 2 2 T —
3 0
73. NT 23 P T — —
NP 3 2 2 Y 1 1 0
74. FY 20 P T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
75. SG 21 L T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
76. WN 21 P T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
77. SML 36 P T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
79. AY 18 P T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
78. SNA 33 P T NP 3 3 T 3
— — —
2 0
80. BA 33 L T — —
NP 3 2 3 Y 1 1 0
81. ER 45 L T — —
NP 3 2 2 Y 1 1 0
82. MR 35 P T — —
NP 3 2 2 T —
3 0
83. CAL 32 P T — —
NP 3 2 2 T —
3 0
84. SS 28 P T — —
NP 3 2 3 T —
3 0
85. TT 28 P T — —
NP 2 1 2 T — Universitas Sumatera
3 Utara 0
86. RS 25 P T — —
NP 2 1 2 T —
3 0
L
a
m
pi
r
a
n
H
.
M
a
st
e
r
D
at
a
47
Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance Exact Sig. Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square .916a 1 .339
Continuity Correction13 .461 1 .497
Likelihood Ratio .894 1 .344
Fisher's Exact Test .408 .246
Linear-by-Linear Association .905 1 .341
N of Valid Cases 86 | |
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.28.
'
b. Computed only for a 2x2 table
RAK * APD
Crosstab
APD
Tidak
memakai Memakai Total
TNSS_KEL Tidak RAK Count 38 30 68
% within TNSS_KEL 55.9% 44.1% 100.0%
RAK Count 7 11 18
% within TNSS_KEL 38.9% 61.1% 100.0%
Total Count 45 41 86
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significanc Exact Sig. Exact Sig.
Value df e (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.648a 1 .199
Continuity Correction3 1.037 1 .309
Likelihood Ratio 1.654 1 .198
Fisher's Exact Test .289 .154
N of Valid Cases 86
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
8.58.
b. Computed only for a 2x2 table
Bagian
Non
Pengolahan Pengolahan Total
TNSS_KEL Tidak RAK Count 41 27 68
% within TNSS_KEL 60.3% 39.7% 100.0%
RAK Count 3 15 18
% within TNSS_KEL 16.7% 83.3% 100.0%
Total Count 44 42 86
% within TNSS KEL 51.2% 48.8% 100.0%
RAK * Bagian
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic Exact Exact
Significance Sig. (2- Sig. (1-
Value Df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 10.842 1 .001
Continuity Correction3 9.166 1 .002
Likelihood Ratio 11.590 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
N of Valid Cases 86
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.79.
b. Computed only for a 2x2 table