Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

Penilaian Kesehatan Kerja Pada


Bagian Pengambilan Darah di Laboratorium x
Mata Kuliah Higiene Industri Terapan

Oleh :
dr. Andreas Kresna
NPM : 1806272954

Dosen Pembimbing :
Dr. Wisprayogie, M. Med (OM), SpOk

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


KEDOKTERAN OKUPASI DEPARTEMEN ILMU
KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu yang hal yang harus menjadi perhatian
bagi perusahaan. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2017 angka kecelakaan
kerja tercatat sebanyak 123.041 kasus dan mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada
tahun 2018 menjadi 173.105 kasus.1 Selain menimbulkan kerugian bagi pekerja itu sendiri,
kecelakaan kerja akan berdampak terhadap kerugian bagi perusahaan dan pemerintah. Selain
itu kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Indonesia sudah dilindungi oleh undang-undang
di mana berdasarkan pada Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
menyatakan bahwa upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dimaksudkan untuk
memberi jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di
tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.2 Salah satu bentuk upaya
pelaksanaan K3 adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera,
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, serta bebas pencemaran lingkungan
menuju peningkatan produktivitas sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.3

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yaitu dengan menggunakan
analisis risiko di mana terdapat beberapa langkah, seperti: mengetahui karakteristik tempat
kerja, identifikasi pajanan, penilaian risiko sebagai upaya investigasi dan mengetahui faktor
risiko, pengendalian risiko, dan dokumentasi. Tujuan dari analisis risiko untuk memberikan
informasi kepada manajemen saat mengambil tindakan dalam proses pengendalian risiko
bahaya di setiap proses kerja dalam perusahaan. Terdapat banyak tujuan dan sasaran analisis
risiko, tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan
pengeluaran biaya seminimal mungkin, namun tidak lupa untuk memperhatikan aspek
keselamatan dan kesehatan baik dari pekerja maupun lingkungan tempat kerja itu sendiri.4

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum

1
Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja di laboratorium x
agar dapat bekerja dengan tingkat produktivitas tertinggi dengan tidak melupakan
aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
1.2.2. Tujuan khusus
1. Melakukan penilaian kesehatan kerja pada ruang pengambilan darah di
laboratorium x.
2. Mengevaluasi potensial bahaya kesehatan dan risiko kecelakaan kerja pada ruang
pengambilan darah di laboratorium x.
3. Merekomendasikan pengendalian terhadap bahaya potensial yang ada pada ruang
pengambilan darah di laboratorium x.

2
BAB 2

RISK ASSESSMENT

2.1. Risk Assessment


Berdasarkan Canadian Center for Occupational Health and Safety (CCOHS) risk
assessment atau penilaian risiko merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keseluruhan proses atau metode di mana dilakukannya identifikasi
pajanan dan faktor risiko yang berpotensi menyebabkan kerugian atau kecelakaan
(hazard identification), analisis dan evaluasi faktor risiko yang berhubungan dengan
pajanan yang ada (risk analysis and risk evaluation), menentukan langkah yang tepat
untuk mengeliminasi atau mengendalikan pajanan apabila pajanan tersebut tidak dapat
dieliminasi (risk control).5

Gambar 1. Proses risk assessment (ISO 31000)6

2.2. Hazard dan Risiko


Hazard atau pajanan merupakan suatu istilah yang digunakan dalam dunia kesehatan
dan keselamatan kerja. Pengertian Hazard atau pajanan itu sendiri memiliki banyak
arti, berdasarkan Occupational Health and Safety arti dari pajanan adalah sumber atau
bahan yang berpotensi menyebabkan kerugian pada pekerja, dan istilah kerugian yang
dimaksud adalah cedera fisik atau kerugian yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan. Sedangkan yang dimaksud dengan risiko adalah kombinasi antara

3
kemungkinan terjadinya bahaya (likelihood) dan tingkat keparahan yang diakibatkan
(severity).7

2.3. Kerangka Manajemen Risiko


Pentingnya dari kerangka manajemen risiko adalah untuk menentukan bagaimana
manajemen risiko terintegrasi dengan sistem manajemen organisasi. Dalam kerangka
manajemen risiko terdiri dari tiga poin penting, yaitu: arsitektur risiko, strategi, dan
protokol, arsitektur risiko memiliki peran dan tanggung jawab individu dan komite
dalam proses manajemen risiko, sedangkan strategi berfungsi untuk menetapkan tujuan
dari manajemen risiko dalam suatu perusahaan, dan protokol adalah implementasi dari
strategi dan pengelolaan dari risiko (prosedur, indikator, pelaporan risiko, dan prosedur
eskalasi).6

Gambar 2. Kerangka manajemen risiko6

4
2.4. Proses Manajemen risiko

Gambar 3. Proses manajemen risiko (ISO 31000)6

Terdapat beberapa langkah dalam proses manajemen risiko berdasarkan ISO 31000
yang pertama adalah menetapkan kriteria evaluasi risiko, yang terbagi menjadi dua,
yaitu: eksternal dan internal. Di mana yang dimaksud eksternal adalah regulasi dari
lingkungan, kondisi pasar, dan ekspektasi dari pengambil kebijakan, sedangkan internal
adalah organisasi pemerintah, budaya, standar dan peraturan, kapabilitas, kontrak,
ekspektasi dari pekerja, sistem informasi, dll.6
Langkah kedua adalah identifikasi risiko di tempat kerja, yang dimaksud yaitu hal-hal
apa saja yang dapat mencegah atau menghambat dari pekerja untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan oleh perusahaan atau tempat bekerja. Langkah ketiga yaitu analisis
risiko, dengan memahami sumber dan penyebab risiko; dengan cara memperhitungkan
probabilitas dan konsekuensi yang ada, untuk mengidentifikasi tingkat risiko. Langkah
keempat evaluasi risiko, dengan membandingkan hasil analisis risiko dengan kriteria
risiko untuk menentukan risiko mana yang dapat ditolelir. Langkah kelima risk
treatment, mengubah besarnya risiko dan hubungan konsekuensi, baik positif maupun
negatif, sehingga dapat tercapai benefit.6

5
Hal selanjutnya adalah dilakukan pengawasan dari review dengan cara mengukur
performa manajemen risiko dengan menggunakan indikator yang rutin dilakukan secara
periodik, melakukan pengecekan terhadap terjadinya penyimpangan dari rencana
manajemen risiko, pengecekan apakah manajemen risiko framework, kebijakan, dan
rencana masih relevan atau tidak, melakukan pelaporan terhadap setiap risiko, progres
dari rencana manajemen risiko dan seberapa baik kebijakan manajemen risiko di
terapkan. Meninjau ulang keberhasilan atau keefektivitasan dari manajemen risiko.6
Langkah selanjutnya adalah melakukan komunikasi dan konsultasi, terbagi menjadi
dua tahapan, yaitu tahapan awal dan lanjutan. Tahapan awal adalah membantu
memahami para pengambil kebijakan atau atasan yang bertanggung jawab untuk
memeriksa bahwa proses manajemen risiko difokuskan pada elemen yang tepat. Tahap
lanjutan membantu menjelaskan secara rasional untuk pengambilan keputusan dan
pilihan risk treatment yang tepat.6

Gambar 4. Alur dari kerangka manajemen risiko dan proses manajemen risiko6

6
BAB 3

RUANG PENGAMBILAN DARAH

3.1. Profil Perusahaan


 Nama Perusahaan : Laboratorium x
 Lokasi : Jakarta Barat
 Bidang Usaha : Kesehatan
 Bentuk Usaha : Swasta
 Mulai Berdiri : 1987
 Luas Lahan : 75 m2
 Jumlah Karyawan : 25 orang
 Jam Kerja : Senin-Sabtu pk 07.00 - pk 16.00
 Jumlah Kunjungan : 40-60 pasien/hari

7
Gambar 5. Pintu masuk ruang analis laboratorium

3.2. Data Kesehatan di Tempat Kerja


 Tidak ada data pemeriksaan kesehatan pra-kerja dan pemeriksaan berkala
 Tidak ada data kesehatan dan kecelakaan di tempat kerja
 Pernah terjadi beberapa kali kecelakaan kerja namun tidak ada data lengkap
mengenai detail kejadian (tertusuk jarum)
 Keluhan pekerja: pegal pada punggung, pinggang dan kaki (sering dikeluhkan),
Sakit kepala (jarang)
 Seluruh pekerja pria merokok rata-rata ± 6-8 batang per hari.
3.3. Proses Kerja Laboratorium x
Proses kerja di laboratorium x bermula sejak pasien datang dan melakukan registrasi
pada pendaftaran. Jika pasien sudah membawa blangko pemeriksaan laboratorium dari
dokter, maka admin akan meregistrasi sesuai dengan permintaan di blangko tersebut,
namun jika pasien tidak membawa dokter dan ingin memeriksakan laboratorium secara

8
mandiri, maka admin akan menanyakan kepada pasien pemeriksaan apa saja yang ingin
dilakukan, setelah itu admin akan meregistrasi ke dalam sistem dan kemudian mencetak
hasil registrasi tersebut. Kemudian pasien diminta menunggu petugas analis
laboratorium untuk dilakukan pengambilan darah di ruang tersendiri (ruang
pengambilan sampel darah). Setelah petugas analis siap (menggunakan sarung tangan,
masker), pasien dipanggil untuk memasuki ruang pengambilan darah dan diminta untuk
duduk di kursi kemudian dilakukan pengambilan sampel darah. Sampel darah yang
terambil dimasukkan ke dalam tabung yang sesuai untuk dilakukan pemeriksaan,
kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam mesin untuk dilakukan analisis. Hasil
dari analisis akan terlampir pada layar monitor dan petugas akan melakukan
pencetakan, setelah dicetak hasil tersebut diberikan kepada admin untuk diberikan
kepada pasien.

Gambar 6. Ruang pengambilan sampel darah

Dilakukan
Pasien Menunggu pengambilan
Dilakukan analisis
Registrasi spesimen
datang petugas spesimen

Admin memberikan Hasil diberikan ke Pencetakan hasil


hasil ke pasien admin

9
Gambar 7. Alur proses pelayanan

Kamar

Kecil 1 Ruang
dokter
Kamar Ruang
pengambilan
Kecil 2 darah

D
Ruang M
Ruang
Laboratorium
I tunggu
analis
n

Gambar 8. Denah laboratorium x

3.4. Metode Kerja


Pada metode kerja dijelaskan lebih terperinci sejak pasien datang hingga pasien
pulang.
1. Proses pendaftaran/registrasi pasien
 Jumlah Pekerja: 2-3 orang
 Deskripsi tugas: pekerja menyambut pasien, menanyakan apakah pasien sudah
membawa blangko pemeriksaan, jika belum pekerja menanyakan dan
menjelaskan apa saja yang ingin pasien periksakan. Setelah itu pasien
melakukan pembayaran dan menunggu di ruang tunggu untuk dilakukan
pengambilan sampel darah.
 Penggunaan APD: tidak menggunakan

10
Gambar 9. Meja pendaftaran

2. Proses pengambilan darah oleh analis


 Pekerja: 1 orang
 Deskripsi tugas: pekerja memanggil pasien yang sudah terdaftar ke dalam
ruang pengambilan darah, melakukan verifikasi identitas ulang, kemudian
melakukan pengambilan sampel darah melalui lipat lengan kiri/kanan pasien
kemudian memasukkan sampel darah ke dalam tabung yang sesuai untuk
dilakukan analisis.
 Penggunaan APD: sarung tangan latex

3. Proses analisa sampel darah dan pencetakan hasil


 Pekerja: 1 orang
 Deskripsi tugas: tabung sampel darah dibawa ke ruang laboratorium analis
kemudian dimasukkan ke dalam mesin periksa yang sesuai, setelah selesai
dilakukan analisa, hasil tersebut akan dicetak dan diberikan kepada admin
 Penggunaan APD: sarung tangan latex

4. Pemberian hasil
 Pekerja: 2 orang
 Deskripsi tugas: hasil yang diterima oleh petugas admin dicatat dan
kemudian diberikan kepada pasien
 Penggunaan APD: tidak ada

11
3.5. Scope Penilaian Kesehatan Kerja
Pada makalah ini akan dibahas dan dijelaskan lebih lanjut mengenai penilaian
kesehatan kerja pada satu kegiatan saja, yaitu pada ruang pengambilan darah dengan
subjek pengambil darah.
Deskripsi tugas pada pengambil darah secara detail adalah petugas menyiapkan alat-
alat yang akan digunakan seperti: jarum suntik, alcohol swab, tabung penyimpanan
darah (tabung berisi Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), tabung LED, tabung
kosong), torniquet, sarung tangan, hansaplast, tempat pembuangan limbah (bekas
jarum suntik, maupun alcohol swab bekas pakai). Setelah alat-alat yang diperlukan
sudah siap tersedia, petugas memanggil pasien sesuai dengan nomor urutan dan
mempersilahkan pasien duduk di kursi yang telah tersedia, kemudian petugas
melakukan verifikasi ulang identitas pasien, setelah dipastikan identitas pasien sesuai
petugas memberikan label identitas pasien pada tabung yang akan digunakan, kemudian
petugas menggunakan sarung tangan latex, memasang torniquet pada lengan atas
pasien, melihat lipat lengan pasien, setelah dirasa dapat dilakukan penusukan, petugas
melakukan disinfeksi pada lipat lengan pasien yang akan dilakukan penusukan. Pada
saat pengambilan sampel darah berlangsung petugas membuka torniquet pada lengan
atas pasien. Setelah sampel darah sesuai dengan jumlah untuk pemeriksaan petugas
memasukkan sampel darah ke dalam tabung yang seusai. Setelah itu menutup bekas
luka penusukan, kemudian membawa sampel darah ke ruang laboratorium analis.

Gambar 10. Alur Proses Kerja Pengambilan Sampel

12
3.6. Identifikasi Bahaya Potensial, Gangguan Kesehatan, dan Kecelakaan Kerja Pada Proses Pengambilan Darah

Bahaya Potensial Risiko


Risiko Penyakit
Bagian Fisik Kimia Biologi Ergonomi Psikososial Kecelakaan
Akibat Kerja
Kerja
Menyiapkan  Bakteri  Awkward  Kerja   Muscle spasm
alat  Virus position monoton  Stress kerja
 Jamur (membungku (wawancara)
k dan
menunduk)
Memanggil  Lantai  Bakteri  Kerja  Terpeleset  ISPA
dan verifikasi licin  Virus monoton karena lantai  TB
pasien  Jamur  Pekerjaan licin
menuntut
ketelitian
dan kehati-
hatian
 Tekanan
dari pasien
dan atasan
Menggunakan  Terpajan  Bakteri  Kerja  Dermatitis
APD bahan  Virus monoton kontak iritan
kimia dari  Jamur  Pekerjaan  Dermatitis
antiseptik menuntut kontak alergi
(hand ketelitian  Stress kerja
sanitizer) dan kehati-  ISPA
 Terpajan hatian
latex  Tekanan

13
dari pasien
dan atasan
Pengambilan  Terpajan  Bakteri  Awkward  Kerja  Tertusuk  Hepatitis B, C
sampel darah latex  Virus position monoton jarum  HIV
 Jamur (membungku  Pekerjaan  Dermatitis
k dan menuntut kontak alergi
menunduk) ketelitian  Muscle spasm
dan kehati-  Tuberculosis
hatian  Stress kerja
 Tekanan  ISPA
dari pasien
dan atasan
Pengantaran Lantai licin  Terpajan  Bakteri  Kerja  Terpeleset  ISPA
sampel darah latex  Virus monoton karena lantai  TB
ke ruang  Jamur  Pekerjaan licin
analis menuntut
ketelitian
dan kehati-
hatian
 Tekanan
dari pasien
dan atasan

14
3.7. Analisa Risiko Terjadinya Gangguan Kesehatan dan Kecelakaan Kerja

Analisis risiko gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja dilakukan dengan


mengalikan fungsi consequence dengan likelihood. Dimana consequence sebagai tingkat
keparahan suatu gangguan kesehatan atau kecelakaan kerja, sedangkan likelihood
kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.8

Risiko = Hazard severity (consequence) x likelihood of occurance

Hasil perkalian tersebut akan menghasilkan suatu nilai yang berfungsi untuk
menentukan skala prioritas dalam pengendalian risiko dapat dilihat berdasarkan tabel matriks
di bawah ini.

Tabel 1. Matriks Risk Rating berdasarkan National Health Service (NHS). United Kingdom8

15
Penatalaksanaan risiko:

Tabel 2. Tingkat Keparahan (Consequence) (dengan perubahan)8

Tabel 3. Kemungkinan Terjadinya (Likelihood) (dengan perubahan)8

16
3.8. Penilaian Kesehatan Kerja pada
Pengambil Darah

Hazard Akibat Consequence Llikelihood Tingkat risiko

Terpajan Dermatitis kontak


3 1 3
Antiseptik iritan
Kimia
Terpajan sarung Dermatitis kontak
3 1 3
tangan latex alergi
Hepatitis B, C 5 1 5
Bakteri, Virus,
Jamur HIV 5 1 5
Biologi
(Tertular penyakit Tuberculosis 4 1 4
dari pasien)
ISPA 3 3 9
Psikologi Stress kerja 2 2 4

17
Stress kerja 2 2 4
Stress kerja 2 2 4
Ergonomi Muscle spasm 3 4 12

18
3.9. Tingkat Risiko Kerja pada Bagian Pengambil Darah

Hazard Akibat Tingkat Risiko


Awkward position (membungkuk dan menunduk) Muscle spasm 12

ISPA 9

Bakteri, virus, jamur (tertular penyakit dari pasien) Hepatitis B, C 5


HIV 5
Tuberculosis 4
Kerja monoton Stress kerja 4
Pekerjaan menuntut ketelitian dan kehati-hatian Stress kerja 4
Tekanan dari pasien dan atasan Stress kerja 4
Lantai licin Terpeleset 4

Terpajan antiseptik Dermatitis kontak iritan 3


Dermatitis kontak alergi
Terpajan sarung tangan latex 3

19
Berdasarkan risk rating/prioritas risiko yang dilakukan di atas, terdapat dua risiko
yang masuk ke dalam kategori risiko tinggi (high), yaitu: muscle spasm dan ISPA yang
menjadi prioritas utama dilakukan pengendalian, namun karena adanya keterbatasan
waktu dalam proses pembelajaran ini, penulis hanya akan membahas mengenai skala
prioritas tertinggi saja, yakni: muscle spasm.
Dengan tujuan memberikan rekomendasi pengendalian yang tepat guna menurunkan
risiko gangguan kesehatan pada bagian pengambilan darah laboratorium x.
Pengendalian ini bertujuan agar pekerja dapat bekerja dengan aman, nyaman, dan
mencapai tingkat produktivitas seoptimal mungkin, selain itu dapat mengurangi biaya
untuk pengobatan yang berdampak pada profit perusahaan.

20
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA MUSCLE SPASM

4.1. Definisi Muscle Spasm


Muscle spasm adalah kontraksi otot yang tidak disengaja yang dapat
menyebabkan rasa sakit yang hebat. Ketika sendi facet tulang belakang menjadi
terluka atau meradang, otot-otot yang ada pada tulang belakang dapat terjadi
kekakuan/kejang yang menyebabkan nyeri punggung bawah dan keterbatasan
gerak.9,10

4.2. Anatomi Otot


Otot adalah struktur kompleks yang menyebabkan gerakan pada tubuh. Terdapat
tiga jenis otot pada tubuh:10wedr
 Otot jantung yang berfungsi memompa darah.
 Otot rangka menggerakkan bagian luar tubuh, seperti lengan dan kaki,
leher, punggung, batang, dan wajah.
 Otot polos menggerakkan jaringan lunak di dalam tubuh. Contohnya
termasuk otot-otot yang melapisi kerongkongan, lambung, dan usus, otot-
otot yang melapisi arteri-arteri besar, dan otot-otot uterus.

Gambar 11. Perbedaan jenis otot

4.3. Etiology
Spasme dapat terjadi ketika otot digunakan secara berlebihan, lelah, cedera
sebelumnya, atau tegang. Spasme dapat terjadi jika otot telah meregang berlebihan
atau jika telah dipertahankan dalam posisi yang sama untuk periode waktu yang

21
lama. Akibatnya, sel otot kehabisan energi dan cairan dan menjadi hyperexcitable,
menghasilkan kontraksi yang kuat. Spasme ini dapat melibatkan bagian dari otot,
seluruh otot, atau bahkan otot yang berdekatan, selain itu dehidrasi dan
kekurangan elektrolit juga dapat menyebabkan spasme otot dan kram.10
Sel-sel otot membutuhkan cukup air, glukosa, natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium untuk memungkinkan protein di dalamnya untuk berkontraksi.
Pasokan mineral yang abnormal dapat menyebabkan otot menjadi mudah
spasme.10
Aterosklerosis atau penyempitan arteri (penyakit arteri perifer) juga dapat
menyebabkan spasme otot dan kram, karena pasokan darah dan nutrisi yang tidak
memadai ke otot.10
Nyeri leher dan punggung kronis dapat menyebabkan spasme otot berulang.
Kelompok otot besar diantaranya leher, dinding dada, punggung atas, punggung
bawah, lengan, dan kaki. Spasme pada otot-otot ini dapat merupakan hasil dari
cedera atau dapat berkembang dari waktu ke waktu karena perubahan artritis di
tulang belakang. Obesitas dapat menyebabkan stres dan ketegangan pada otot-otot
penyangga tubuh, yang mengakibatkan spasme otot leher dan punggung atas dan
bawah. Penyakit sistemik seperti diabetes, anemia, penyakit ginjal, dan masalah
tiroid dan hormon lainnya juga berpotensi menyebabkan spasme otot.10

22
4.4. Patofisiologi Terjadinya Spasme Otot

Gambar 12. Patofisiologi terjadinya spasme otot

4.5. Penegakkan Diagnosis Muscle Spasm


Seperti halnya dalam menegakkan diagnosis pada umumnya, untuk menegakkan
diagnosis spasme otot perlu dilakukan anamnesis yang lengkap baik anamnesis
secara umum maupun yang lebih spesifik sepertinya riwayat pekerjaan, cara
bekerja, serta lingkungan kerja. Setelah anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik
yang menyeluruh yang diawali dengan pemeriksaan tanda vital kemudian
pemeriksaan fisik dari kepala hingga ke kaki, serta melakukan pemeriksaan yang
lebih spesifik pada organ yang dikeluhkan, namun pada pemeriksaan ini dapat
tidak ditemukan kelainan yang berarti. 10 Terdapat beberapa alat bantu untuk
menilai kemungkinan terjadinya gangguan otot rangka (GOTRAK), yang di
dalamnya termasuk spasme otot, antara lain: brief survei, rapid upper limb
assessment (RULA), rapid entire body assessment (REBA)

23
Gambar 13. Contoh form brief survey
Selanjutnya jika perlu dapat melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan
penilaian tenaga medis yang dikira sesuai untuk menegakkan diagnosis,
contohnya seperti: darah lengkap, elektrolit, glukosa darah, fungsi ginjal, fungsi
tiroid, creatinin phosphokinase (CPK), EMG.10

4.6. Tatalaksana Muscle Spasm


Tatalaksana pada spasme otot lebih kepada pengobatan simtomatis dan
penanggulangan pada etiologi utama, contohnya seperti melakukan rehidrasi pada
pasien yang spasme otot karena dehidrasi.
Untuk tatalaksana medikamentosa pada fase akut yang dapat diberikan adalah
pemberian obat pereda nyeri golongan OAINS/NSAID, muscle relaxant, serta
vitamin B-complex.10
Untuk pencegahan harus dilakukan peregangan secara berkala setiap 2 jam
selama kurang lebih 10-15 menit sesuai dengan peraturan yang berlaku.11

24
Gambar 14. Contoh peregangan pada pekerja

4.7. Peraturan Berdasarkan Jenis Pekerjaan


Berdasarkan peraturan menteri tenaga kerja terdapat rekomendasi yang dapat
dilakukan berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan, antara lain:
a. Pekerjaan memerlukan penekanan (kerja berat), tinggi landasan kerja 10-
15 sentimeter di bawah tinggi siku berdiri.
b. Pekerjaan memerlukan ketelitian, untuk mengurangi pembebanan statik
pada otot bagian belakang, maka tinggi landasan kerja 5-10 sentimeter di
atas siku berdiri.
c. Pekerjaan ringan, tinggi landasan kerja sedikit lebih rendah dari tinggi siku
berdiri.

Pada kasus pekerjaan dalam makalah ini yang memerlukan ketelitian, maka
sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti pada poin b.

25
Gambar 15. Rekomendasi posisi sesuai jenis pekerjaan

4.8. Perbandingan Analisis Aktual dengan Standar


Berdasarkan hasil analisis dan tinjauan pustaka, didapatkan terlihat perbedaan
antara aktual dan standar yang berlaku sesuai dengan peraturan pemerintah yang
berlaku, antara lain:

Aktual Standar
 Ketinggian lemari peralatan &  Pekerjaan memerlukan
kursi pasien tidak dapat di atur. ketelitian, untuk mengurangi
 Pekerjaan menuntut ketelitian pembebanan statis pada otot bagian
dan pekerja dalam posisi berdiri belakang, maka tinggi landasan
kerja 5-10 sentimeter di atas tinggi
siku berdiri

Oleh karena itu, perlunya dilakukan pengendalian yang sesuai untuk


menanggulangi bahaya potensial yang ada, dalam hal ini gangguan kesehatan
muscle spasm pada pengambil darah.

26
BAB 5
REKOMENDASI PENGENDALIAN DAN EVALUASI

4.1. Rekomendasi Pengendalian


Pengendalian terhadap hazard dan paparan pada bagian pengambilan darah
laboratorium x merupakan upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan pekerja
melalui upaya promotif, preventif, modifikasi lingkungan dan proses kerja,
kebijakan administratif, serta penggunaan APD. Dalam melakukan pengendalian
ini, pastilah tidak semua potensi bahaya dapat dilakukan pengendalian. Hal ini
bergantung pada kemampuan perusahaan tersebut, baik dalam segi dana, sumber
daya manusia, maupun hal-hal pokok yang tidak dapat diubah, sebagai contoh alat
yang digunakan. Oleh sebab itu diperlukan adanya prioritas pengendalian yang
dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan pekerja.
Pengendalian terutama dipusatkan terhadap sumber potensi bahaya yang
paling besar menimbulkan risiko gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, yaitu
posisi badan yang tidak ergonomis dalam hal ini membungkuk dan menunduk.
Pengendalian potensi bahaya yang lain dapat dilakukan jika perusahaan mampu dan
mungkin untuk dilakukan.
Pengendalian potensi bahaya kesehatan dan keselamatan pekerja dapat
dilakukan dengan lima cara:
1. Pengendalian dengan eliminasi
Pengendalian dengan eliminasi berarti tidak menggunakan alat atau bahan
yang dapat menjadi hazard bagi pekerja yang digunakan saat ini. Namun
hal ini tentu saja tidak dapat dilakukan.

2. Pengendalian dengan substitusi


Pengendalian dengan substitusi berarti mengganti alat atau bahan yang
dapat menjadi hazard bagi pekerja yang digunakan saat ini. Hal ini
mungkin dapat dilaksanakan dengan mengganti kursi yang digunakan
untuk duduk pasien dengan kursi yang dapat diatur ketinggiannya pada
saat pengambilan sampel darah, sehingga petugas tidak perlu melakukan
awkward position (membungkuk dan menunduk) pada saat pengambilan
sampel.

27
3. Pengendalian teknik (engineering control)
Pengendalian ini dilakukan dengan cara merancang ulang/memodifikasi
alat atau bahan yang dapat menjadi hazard bagi pekerja yang digunakan
saat ini. Teknik ini dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran tingkat
pencahayaan dan menilai kesesuaian dengan jenis pekerjaan yang
memerlukan ketelitian sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.

4. Pengendalian administrasi
Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur secara administrasi pada
sistem kerja, cara kerja, ataupun aturan dalam bekerja agar dapat
mengurangi timbulnya risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Hal yang
dapat dilakukan pada laboratorium x dengan cara:
 Pembuatan SOP dan melakukan edukasi cara kerja yang baik dan benar,
serta membuat kebijakan tidak melakukan recapping jarum suntik habis
pakai, namun langsung membuang jarum tersebut ke kotak terstandarisasi
yang sudah disediakan.
 Melakukan pemeriksaan kesehatan pra-kerja dan berkala minimal 1x
setahun. Pemeriksaan dasar terutama mencakup kesehatan fisik dan mental
secara umum, rontgen paru.
 Melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit akibat kerja,
kecelakaan kerja, dan kejadian near miss.
 Bekerjasama dengan pelayanan kesehatan terdekat untuk memberikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif.

5. Penggunaan APD
Penggunaan APD merupakan langkah terakhir jika ke empat langkah di
atas tidak dapat dilaksanakan, karena fungsi dari APD hanya bersifat
protektif namun tidak menghilangkan dari sumber bahaya yang ada.
Perusahaan wajib menyediakan APD yang sesuai bagi pekerjanya, seperti
sepatu anti slip, sarung tangan latex, namun jika ada yang alergi diganti
menggunakan sarung tangan nitrile, masker, dan jas lab. Perlu diingat

28
bahwa penggunaan APD membuat pekerja tidak nyaman, sehingga perlu
pengawasan yang ketat agar pekerja patuh untuk menggunakan APD
tersebut.
4.2. Evaluasi, Pemantauan, dan Dokumentasi
Evaluasi terhadap keberhasilan dari pengendalian risiko gangguan kesehatan
ataupun risiko kecelakaan kerja yang telah disebutkan di atas. Dilakukan juga
pemantauan terhadap kesehatan pekerja dengan melakukan pemeriksaan kesehatan
berkala, serta dilakukan pula pencatatan penyakit yang diderita oleh pekerja dan
pencatatan kecelakaan kerja.

29
BAB 6

KESIMPULAN

1. Manajemen risiko merupakan hal yang penting dilakukan untuk menciptakan


lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat sehingga dapat mencegah terjadinya
gangguan kesehatan dan keselamatan pekerja, produktivitas pekerja akan meningkat,
dan menurunkan biaya pengobatan sehingga akan meningkatkan profit perusahaan.
2. Perusahaan harus segera melakukan pengendalian yang mampu laksana sesuai dengan
skala prioritas yang sudah tertera di atas, sehingga dapat mencegah terjadinya
gangguan kesehatan dan keselamatan pekerja.
3. Perusahaan wajib menyediakan APD yang sesuai bagi pekerjanya, seperti sepatu anti
slip, sarung tangan latex, namun jika ada yang alergi diganti menggunakan sarung
tangan nitrile, masker, dan jas lab.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. BPJS Ketenagakerjaan. Angka Kecelakaan Kerja Cenderung Meningkat, BPJS


Ketenagakerjaan Bayar Santunan Rp1,2 Triliun [Internet]. 2019 [cited 2019 Sep 22].
Available from: https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/23322/Angka-
Kecelakaan-Kerja-Cenderung-Meningkat,-BPJS-Ketenagakerjaan-Bayar-Santunan-
Rp1,2-Triliun
2. Kementerian Tenaga Kerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Republik Indones. 2003;
3. Kemenaker RI. Undang- Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja. 2009;(September):1–2.
4. Dietmar B, Kohstall T. The return on prevention: Calculating the costs and benefits of
investments in occupational safety and health in companies. Summary of results -.
Brain Res [Internet]. 2011;(September):107–13. Available from:
http://www.internationalsosfoundation.org/?wpfb_dl=32
5. CCOHS. Risk Assessment : OSH Answers [Internet]. 2017 [cited 2019 Sep 24].
Available from: https://www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/risk_assessment.html
6. Marsden E. The ISO 31 000 standard on risk management. 2017; Available from:
https://risk-engineering.org/static/PDF/slides-ISO31000-risk-management.pdf
7. Canadian Centre for Occupational Health and Safety(Ccohs). Hazard and Risk : OSH
Answers [Internet]. 2017 [cited 2019 Sep 24]. Available from:
https://www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/hazard_risk.html
8. Trust HP, Version RS. Risk Management Strategy and Policy. 2008;(September
2007):1–15.
9. Health V. Muscle Spasm Definition | Back Pain and Neck Pain Medical Glossary
[Internet]. 2019 [cited 2019 Dec 29]. Available from: https://www.spine-
health.com/glossary/muscle-spasm
10. Wedro B. Muscle Spasms Causes, Treatment, Medications & Symptoms [Internet].
2019 [cited 2019 Dec 29]. Available from:
https://www.medicinenet.com/muscle_spasms/article.htm
11. MENTERI KETENAGAKERJAAN, INDONESIA R. PERATURAN MENTERI
KETENAGA KERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENT
ANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN KERJA. 2018

31
[cited 2019 Nov 25]; Available from:
https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/Permen_5_2018.pdf

32

Anda mungkin juga menyukai