Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

2.1. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

1. Pengertian

Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu

pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak

diperoleh setiap warga secara minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis

tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan

Layanan Umum kepada masyarakat 1.

Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif,

kurative dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

jalan, dan gawat darurat 2.

2. Jenis – Jenis Pelayanan Rumah Sakit

Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh

rumah sakit meliputi 3:

1) Pelayanan gawat darurat

2) Pelayanan rawat jalan

3) Pelayanan rawat inap

4) Pelayanan bedah

5) Pelayanan persalinan dan perinatologi

1
Menkes RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008.Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
2
Menkes RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008.Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
3
Menkes RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008.Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
6) Pelayanan intensif

7) Pelayanan radiologi

8) Pelayanan laboratorium patologi klinik

9) Pelayanan rehabilitasi medik

10) Pelayanan farmasi

11) Pelayanan gizi

12) Pelayanan transfusi darah

13) Pelayanan keluarga miskin

14) Pelayanan rekam medis

15) Pengelolaan limbah

16) Pelayanan administrasi manajemen

17) Pelayanan ambulans/kereta jenazah

18) Pelayanan pemulasaraan jenazah

19) Pelayanan laundry

20) Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit

21) Pencegah Pengendalian Infeksi

3. Standar Pelayanan Minimal Kamar Bedah

Instalasi kamar bedah memiliki 7 Standar Pelayanan Minimal, Yaitu 4:

1) Waktu tunggu operasi elektif

Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai

dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan

operasi mulai dilaksanakan. Standar yang sudah ditetapkan adalah ≤

2 hari.

2) Kejadian kematian di meja operasi


4
Menkes RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008.Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Kematian dimeja operasi adalah kematian yang terjadi di atas

meja operasi pada saat operasi berlangsung yang diakibatkan oleh

tindakan anastesi maupun tindakan pembedahan. Standar yang sudah

ditetapkan adalah ≤ 1%.

3) Tidak ada kejadian operasi salah sisi

Kejadian operasi salah sisi adalah kejadian dimana pasien

dioperasi pada sisi yang salah, misalnya yang semestinya dioperasi

pada sisi kanan, ternyata yang dilakukan operasi adalah pada sisi kiri

atau sebaliknya. Standar yang sudah ditetapkan adalah ≤ 100%.

4) Tidak adanya kejadian operasi salah orang

Kejadian operasi salah orang adalah kejadian dimana pasien

dioperasi pada orang yang salah. Standar yang sudah ditetapkan

adalah ≤ 100%.

5) Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi

Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian

pasien mengalami tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang

direncanakan. Standar yang sudah ditetapkan adalah ≤ 100%.

6) Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing pada tubuh pasien

setelah operasi

Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian

pasien mengalami tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang

direncanakan. Standar yang sudah ditetapkan adalah ≤ 100%.

7) Komplikasi anastesi karena over dosis, reaksi anantesi dan salah

penempatan endotracheal tube.


Komplikasi anastesi adalah kejadian yang tidak diharapkan

sebagai akibat komplikasi anastesi antara lain karena over dosis,

reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube. Standar

yang sudah ditetapkan adalah ≤ 6%.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan indikator area klinis

pelayanan anestesi5.

1) Standar ketenagaan

Pelayanan anestesi dan terapi intensif di rumah sakit

dilaksanakan melalui pendekatan tim yang terdiri dari spesialis

anestesiologi dan atau dokter peserta program pendidikan dokter

spesialis anestesiologi dan atau dokter lain serta dapat dibantu oleh

perawat anestesi6.

2) Beban Kerja

Beban kerja merupakan perbandingan antara jumlah tenaga

kesehatan khususnya tenaga perawat dengan volume kerja yang

harus disesuaikan pada suatu unit dalam jangka waktu tertentu 7.

Dimana beban kerja tenaga perawat yaitu melaksanakan pelayanan

kesehatan keperawatan disuatu rumah sakit yang seharusnya

berorientasi kepada tugas dan fungsinya, namun kenyataannya

seorang perawat yang ditempatkan di pelayanan kesehatan dasar

rumah sakit tidak sesuai dengan jumlah kunjungan, waktu kerja yang

5
Najori dan Kuntjoro T. 2010. Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi Di Rumag Sakit Umum
Daerah Sangau. (Jurnal). Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
6
Kemenkes RI. Standar Akreditasi Rumah Sakit edisi 1. Jakarta 2011
7
Undang - Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
2009.
terkadang lebih, melaksanakan tugas limpah dan melaksanakan

tugas administrasi 8.

3) Standar Sarana Pelayanan Anestesi

Sarana merupakan segala bentuk alat dan kelengkapan yang

dipakai dalam memberikan pelayanan9. Kualitas pelayanan

keperawatan anestesi didukung SDM yang terampil dan cukup serta

peralatan yang memadai sesuai standar. Kamar operasi merupakan

pelayanan yang berhubungan langsung dengan pasien yang lebih

banyak mempergunakan alat medis maupun non medis, kerusakan

alat sangat mempengaruhi performan kerja perawat anestesi10.

4) Standar Operasional Prosedur Pelayanan Anestesi

Standar operasional prosedur (SOP) adalah kebijakan bersama

antara pelaksana dan manajemen rumah sakit yang ditelaah secara

bersama dan diputuskan menjadi standar prosedur yang baku,

mempunyai waktu berlakunya dan harus komitmen dalam

pelaksanaannya11. SOP menjadi tanggungjawab tenaga kesehatan

dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standard

profesi, standar pelayanan rumah sakit dan harus dibekali peraturan,

pedoman, standard dan panduan untuk menyelenggarakan pelayanan

kesehatan termasuk pelayanan anestesiologi di rumah sakit.

5) Regulasi Pelayanan Anestesi

8
Kurniadi, A. 2013. Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya : Teori, Konsep dan. Aplikasi.
Jakarta: FKUI
9
Pohan, 2007. Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta. 
10
Najori, 2010. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta
11
Kepmenkes RI Nomor 129/Menkes/RI/II/2008. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, 2008
Regulasi dalam hal ini adalah Aturan, pedoman dan standar

dalam penyelenggaraan pelayanan anestesiologi. Permenkes No. 31

tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat Anestesi

Pasal 22 menyatakan bahwa, Dalam melaksanakan pelayanan

anestesi, Perawat Anestesi mempunyai hak :

a) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan

pelayanan anestesi sesuai dengan standar profesi Perawat

Anestesi

b) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien

dan/atau keluarga

c) Melaksanakan pelayanan sesuai dengan kompetensi

d) Menerima imbalan jasa profesi

e) Memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang

berkaitan dengan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

.2. Penundaan Waktu Operasi Elektif

1. Pengertian penundaan

Penundaan (delay) menurut adalah sebagian waktu pelaksanaan

yang tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan sehingga

menyebabkan satu atau beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda


12
atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang telah direncanakan .

Keterlambatan dalam pelayanan operasi merupakan tanda-tanda dari

kurang baiknya suatu system,Keterlambatan waktu operasi elektif adalah

Ervianto, W.I., 2004. Teori Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi. Penerbit : Andi,
12

Yogyakarta.
pelaksanaan tindakan pembedahan yang tidak sesuai dengan waktu yang

sudah dijadwalkan dan merupakan salah satu kurang baiknya mutu suatu

system 13.

2. Prosedur Operasi Elektif

1) System Penjadwalan Ruang Operasi

Instalasi kamar bedah merupakan salah satu bagian/ unit dari

rumah sakit yang melibatkan sumber daya yang memiliki

kompetensi khusus dan menggunakan peralatan medis berteknologi

tinggi, obat – obatan yang digunakan memiliki harga yang tinggi,

serta staf medis yang profesional dan berkompeten. Jadi sudah

menjadi kewajaran apabila kamar bedah menjadi sumber biaya

(income) terbesar operasional rumah sakit.

Kamar bedah merupakan suatu unit yang mempunyai sistem

terintegrasi, meliputi : ruang tunggu operasi, kamar operasi,

recovery room, kamar ganti, dan ruang persiapan. Sedangkan tim

bedah dalam pelaksanaan tindakan adalah dokter spesialis bedah,

dokter anestesi, perawat bedah dan perawat/ peñata anestesi.

Kegiatan operasi sendiri dibedakan menjadi dua macam,

yaitu :

a. operasi elektif

b. Operasi darurat

Pembagian ruang operasi dibedakan menjadi dua jenis, disesuaikan

dengan operasi yang akan ditangani, yaitu :

13
Wong, et al. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatrik. (alih bahasa: Andry Hartono, dkk).
Jakarta. EGC.
a. Ruangan non-emergency yaitu ruang operasi yang dikhususkan

menangani operasi elktif dan biasanya dibedakan sesuai

spesialisasinya.

b. Ruangan emergency yaitu ruang operasi yang dikhususkan

menangani operasi darurat dan biasanya dapat melayani segala

jenis spesialisasi operasi. Rata-rata rumah sakit memiliki lebih

banyak ruangan non-emergency dibandingkan dengan ruangan

emergency.

3. Konsep Penjadwalan Kamar Operasi

1) Pengertian Penjadwalan

Penjadwalan (scheduling) adalah pengaturan waktu dari suatu

kegiatan operasi. Penjadwalan mencakup kegiatan mengalokasikan

fasilitas, peralatan ataupun tenaga kerja bagi suatu kegiatan operasi

dan menentukan urutan pelaksanaan kegiatan operasi 14.

Penjadwalan dalam sebuah perencanaan akan dikaitkan dengan

pengaturan yang menunjukkan perencanaan dan pengelolaan sumber

daya baik personel maupun waktu 15.

2) Metode Penjadwalan Di Kamar Operasi

Ada dua cara dalam menentukan penjadawalan, open booking

dan block booking. Penjadwalan nonblock memang lebih mudah

Eddy Herjanto, 2010, Manajemen Operasi, ed: Revisi, Gramedia, Jakarta.


14

15
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2013. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan.
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
untuk diaplikasikan, tapi biasanya menyebabkan beberapa kerugian

diantaranya: antrian yang panjang, tingginya angka pembatalan,

tingginya overtime/lembur, timbul friksi antar operator dan dapat

menurunkan utilisasi. Sistem block menyediakan waktu kamar

operasi untuk satu tindakan tertentu atau dokter tertentu yang

ditentukan beberapa hari sebelum pembedahan dilakukan.

a. Open Booking

Menurut Erdogan dan Denton (2011) dalam Shylo et.al

(2012), dokter bedah bertanya waktu pembedahan dengan

memasukkan kasus mereka kepada tim penjadwalan, tim

penjadwalan yang bertugas mengakomodasi permintaan tersebut

dengan menyesuaikan dengan kapasitas kamar operasi. Jadwal

operasi dan penugasan staf biasanya ditentukan berdasarkan sistem

FCFS (First-Come, First-Served).

b. Block Booking

Menurut Erdogan dan Denton (2011) dalam Shylo et.al

(2012), Instansi kesehatan (atau dokter bedah) yang memberikan

pelayanan tertentu (seperti Opthalmology, Orthopedics,

Cardiology) akan ditugaskan pada blok waktu yang tetap (tidak

dapat berubah) yang digunakan untuk membagi akses ke kamar

operasi berdasakan spesialisasi yang berbeda. Penugasan seperti itu

biasanya direncanakan berdasarkan tren permintaan saat itu

(current demand) dan catatan utilisasi terdahulu. Selain, potensi

ketidakefisiensian dari penjadwalan block yang tidak seimbang,


metode ini masih dapat diterima, dikarenakan kenyamanan bagi

dokter bedah dan manajernya.

.3. Konsep Dasar Kamar Bedah

1. Pengertian

Kamar operasi atau kamar bedah atau yang lebih dikenal

dengan OK singkatan dari bahasa belanda Operation Kamer adalah

suatu ruangan atau unit dalam suatu rumah sakit yang khusus untuk

melakukan tindakan pembedahan baik segera ( emergensi ) maupun

yang berencana (elektif) yang membutuhkan keadaan suci hama atau

steril 16. Oleh karena itu kamar bedah harus dirancang khusus untuk

keperluan tersebut, antata lain letak nya, bentuknya dan luasnya sesuai

dengan kebutuhan masing-masing rumah sakit, disamping itu perlu

dipikirkan kenyamanan kerja bagi para petugas atau orang-orang yang

bekerja didalamnya.

Rancang bangun dan peralatan kamar operasi harus memenuhi

syarat agar dapat mendukung terselenggaranya pelayanan

pembedahan yang efektif dan didukung program pemeliharaan

peralatan kedokteran dan program pengamanan 17.

Setiap rumah sakit dalam merancang kamar bedahnya di

sesuaikan dengan bentuk dan posisi lahan yang tersedia. Sehingga

setiap rumah sakit mempunyai konsep bangunan kamar bedah yang

16
Djojosugito. M.Ahmad dan Roeshadi Djoko, dan Pusponegoro, Aryono.D. dan Supardi Imam
2001.
17
Depkes Ri. 1993 Pedoman Kerja Perawat Kamar Operasi. Depke RI, Dirjen Yanmed
,Direktorat Rumah Sakit Umum Dan Pendidikan.
berbeda-beda, tergantung dari tipe dan luas tanah yang dimiliki oleh

rumah sakit. Jumlah kamar bedah tergantung dari beberapa hal yaitu :

1) Jumlah dan lama waktu operasi yang dilakukan.

2) Jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi sarta sub spesialisasi

bersama fasilitas penunjang (alat-alat)

3) Pertimbangan antara operasi berencana dan operasi segera

4) Jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar bedah baik jam

perhari maupun dan hari perminggunya.

5) System dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas

dan penyediaan peralatan.

Selain itu ada juga yang menentukan jumlah kebutuhan kamar bedah

yaitu 25% dari total jumlah tempat tidur 18.

2. Sarana dan Prasarana Kebutuhan Ruang

a. Ruang Operasi Minor

Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan

pembedahan minor, ± 36 m2 , dengan ukuran ruangan panjang x

lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3 m 19.

Peralatan utama pada ruang operasi minor ini adalah :

a) Meja Operasi.

b) Lampu operasi tunggal.

c) Mesin Anestesi dengan saluran gas medik dan listrik

menggunakan pendan anestesi atau cara lain.

18
Hipkabi, 2010. Buku Kumpulan Materi Pelatihan Manajemen Kamar Bedah
19
Kemenkes RI, 2012. Buku Pedoman Teknis Bangunan RS Ruang Operasi.
d) Peralatan monitor bedah, dengan diletakkan pada pendan

bedah atau cara lain.

e) Film Viewer.

f) Jam dinding.

g) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.

h) Tempat sampah klinis.

i) Tempat linen kotor.

j) lemari obat/ peralatan dan lain-lain.

b. Ruang Operasi Umum

Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan

pembedahan umum minimal 42 m2 , dengan ukuran panjang x

lebar x tinggi adalah 7m x 6m x 3m.

Peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar

ini antara lain :

a) 1 (satu) meja operasi (operation table),

b) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari

lampu utama dan lampu satelit.

c) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing

untuk pendan anestesi dan pendan bedah.

d) 1 (satu) mesin anestesi,

e) Film Viewer.
f) Jam dinding.

g) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.

h) Tempat sampah klinis.

i) Tempat linen kotor.

j) dan lain-lain

c. Ruang Operasi Besar

Kebutuhan area ruang operasi besar minimal 50 m2 , dengan

ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m.

Peralatan kesehatan utama yang diperlukan, antara lain :

a) 1 (meja operasi khusus),

b) 1 (satu) lampu operasi,

c) 1 (satu) ceiling pendant untuk outlet gas medik dan outlet

listrik,

d) 1 (satu) ceiling pendant untuk monitor, mesin anestesi,

e) dan sebagainya.

Prasarana yang dibutuhkan pada ruang operasi bangunan rumah

sakit, meliputi :

a. Instalasi Mekanikal;

b. Instalasi Elektrikal;

c. Instalasi proteksi kebakaran.

.4. Standar Ketenagaan

Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan atau staffing merupakan

fungsi manajemen yang merupakan dasar pelaksanaan kegiatan


keperawatan 20. Perhitungan tenaga perwat sangatlah berhubungan dengan

beban kerja perawat.Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

mengkaji beban kerja tenaga perawat, yakni rasio pasien dibanding

perawat, rasio tempat tidur dibanding, serta perlunya memperhitungkan

tugas non-keperawatan yang dilakukan oleh perawat seperti transport

pasien 21.

Pedoman mengenai penghitungan kebutuhan tenaga kerja di Kamar

Operasi meliputi 22 :

a. Standar tenaga keperawatan di RS

Dasar perhitungan tenaga keperawatan dikamar operasi

a) Jumlah dan jenis operasi

b) Jumlah kamar operasi

c) Pemakaian kamar operasi

d) Tugas perawat dikamar operasi : Asisten operasi ,

Instrumentator, Perawat sirkuler ( 3 orang perawat/tim)

e) Ketergantungan pasien :

 Operasi besar : 5 jam/ 1 operasi

 Operasi sedang : 2 jam/ 1 operasi

 Operasi kecil : 1 Jam/ 1 operasi

20
Julia, P., Jabbar, A., Rambe, M., & Wahyuni, D. 2014. Analisis Kebutuhan Tenaga Perawat
Berdasarkan Beban Kerja Dengan Menggunakan Metode Workload Indicator Staff Need (Wisn)
Dan Work Sampling.
21
Kang, J. H., C. W. Kim and S. Y. Lee. 2016. Nurse-Patient Adverse Events depend on Nursing
Workload.
22
Depkes RI. 2005. Standar Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
(jml. Jam perawatan/hari x jml. Operasi) x jmlh. Perawat dalam tim + 1
Jam kerja efektif/hari

Contoh :

Jumlah pasien yang dilayani instalasi bedah sentral RS PKU

Wonosobo perhari rata-rata 5 orang dengan perincian sebagai

berikut :

 Operasi besar 3 orang

 Operasi sedang 1 orang

 Operasi kecil 1 orang

Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan sebagai berikut :

(3x5 jam) + (1x2 jam) + (1x1 jam)] x 3 = 54 : 7 = 8


7 jam

Jadi jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan diruang IBS adalah

8 orang, saat ini tenaga perawat bedah di IBS ada 6 orang sehingga

masih kurang

f) Ruang Penerimaan dan RR

 Ketergantungan pasien diruang penerimaan : 15 menit

 Menit Ketergantungan pasien di RR : 60 menit

1,25 x 5 = 0,89

g) Perawat Anestesi

(3x5 jam) + (1x2 jam) + (1x1 jam) x 1 = 2,5 + 0,9 = 3,4 orang

7 jam
Saat ini jumlah perawat anastesi yang ada di IBS ada 3 orang jadi

sesuai standar

Cara kedua untuk perhitungan kebutuhan perawat di kamar bedah

adalah :

b. Penghitungan perawat kamar bedah dengan KOREKSI

Rumus :

jml jam kep ×52 mgg ×7 hr × jml anggota tim × jml OK


+ Koreksi 10 %
jml mggefektif ×40 jam

Dengan catatan bila tidak ada tenaga CSSD Koreksi menjadi 25%.

Berdasarkan ketentuan rumus-rumus diatas maka IBS RS PKU

Muhammadiyah Wonosobo mengambil pendekatan rumus

penghitungan dengan KOREKSI :

6 x 52 x 7 x 3 x 3 = 19656 = 12.2+ 1.2 = 13 orang


40 x 40 1600

Total kebutuhan tenaga di IBS RS PKU Muhammadiyah Wonosobo

sejumlah 13 orang.

Penelitian oleh Chelsea, dkk menunjukkan bahwa komunikasi yang

efektif dapat menurunkan tingkat pembatalan operasi secara signifikan

dari 16.8% menjadi 8,8%, penundaan operasi elektif karena factor tenaga
sebagian besar disebabkan karena keterlambatan tim bedah seperti dokter

operator / dokter anastesi.

.6. Sarana dan Prasarana

Sarana prasarana yang dimaksud adalah tersedianya ruang operasi

dan fasilitas yang pendukungnya serta ketersediaan alat dan obat sesuai

dengan standar. Definisi ketersediaan ruang operasi adalah ruangan yang

disediakan secara khusus untuk tindakan operasi baik terencana (elektif)

ataupun operasi darurat (cito). Persyaratannya adalah ruangan dalam

keadaan steril dan lengkap dengan fasilitas peralatan penunjang di

ruangan tersebut, seperti lampu operasi, meja operasi, gas medis, alat

suction, mesin anestesi dan lain lainnya.

Hasil penelitian sebelumnya di RSUP Persahabatan Jakarta 5

menunjukkan bahwa faktor fasilitas adalah penyebab pembatalan atau

penundaan operasi elektif yang paling rendah yaitu sebesar 5,6%.9

Namun, penelitian di Malawi menunjukkan bahwa pembatalan operasi

akibat keterbatasan sumber daya atau infrastruktur adalah penyebab

paling utama yaitu sebesar 84,8%.


B. Kerangka Teori

Bagan 2.1
Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penundaan Operasi Elektif
Di Instalasi Kamar Bedah

Faktor yang mempengaruhi


penundaan operasi elektif :

1. Standar Ketenagaan
2. Beban Kerja
3. Standar sarana dan pra Penundaan
sarana
4. SOP Operasi Elektif
5. Regulasi Pelayanan Anestesi

Najori dan Kuntjoro T. 2010.

Sumber : Kemenkes RI. Standar Akreditasi Rumah Sakit edisi 1. Jakarta 2011

Anda mungkin juga menyukai