Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Delta

Istilah "delta" berasal dari bahasa Yunani kuno. Pada abad ke-5 SM, Herodotus menggunakan
istilah tersebut untuk menggambarkan Delta Nil di Mesir, karena memiliki bentuk segitiga yang
mirip dengan huruf Yunani delta yang berkaitan sekali dengan bencana banjir di pesisir,
gelombang air laut, erosi gelombang air laut dan badai angin menuju ke laut. . Delta adalah
bentuk daratan yang dibuat di atau dekat muara sungai. Mereka disebabkan oleh sedimen,
biasanya lumpur, yang terkikis ke sungai dan terbawa ke mulut sungai, tempat sedimen
diendapkan. Ada dua jenis aksi yang diciptakan oleh sistem aliran - erosi dan pengendapan.
Bentang alam delta dibuat oleh kedua tindakan tersebut. Sedimen aluvial terkikis di hulu dan
terbawa ke mulut sungai, di mana endapan tersebut disimpan. Kecepatan air diperlambat di dekat
muara sungai saat memasuki dataran datar, terutama di sungai yang besar. Kecepatan lambat
tersebut menyebabkan sedimen mengendap dan membentuk lapisan sedimen. Ketika sedimen
berlebih, seperti saat banjir, material tersebut akan menyumbat aliran air dan akhirnya
membentuk delta.

Jika kita hanya membahas mengenai arti atau pengertian dari delta itu sendiri maka kita bisa
menemukan 3 buah pengertian dari delta yang cukup terkenal, yaitu

1. Pengertian Delta Menurut Coleman, 1968; Scott & Fischer, 1969:

Dalam pengertian ini dikatakan bahwa delta adalah pengendapan yang terbentuk karena
diakibatkan adanya aktivitas sungai maupun muara sungai, aktivitas ini berakibat pada
munculnya endapan sedimentasi yang menghasilkan progradasi yang tidak teratur dan terjadi
pada garis pantai.

2. Pengertian Delta Menurut Elliot, 1986 dalam Allen, 1997:

Dalam pengertian ini dikatakan bahwa delta adalah bagian dari pantai yang lebih menjorok ke
laut. Bagian ini terbentuk dari adanya endapan sedimentasi sungai yang memasuki laut, danau
laguna, serta sedimentasi ini memiliki volume yang lebih besar dari kemampuan pendistribusian
kembali oleh proses yang ada.

3. Pengertian Delta Menurut Boggs (1987):

Sedangkan dalam pengertian ini, delta dikatakan merupakan endapan tang dibentuk oleh adanya
proses sedimentasi fluvial memasuki kawasan air yang tenang.
Unsur – unsur dasar delta :
Pada delta terdapat beberapa unsur yang mencirikan daerah tersebut merupakan sebuah delta
diantaranya adalah
1. Sungai
Sebagai sarana pengangkut material. Sedimen yang diangkut dalam saluran sungai akan
diendapkan dan akhirnya membentuk delta yang tersusun dari akumulasi lumpur dan pasir yang
tebal.
2. Delta Plain (Dataran Delta)
bagian delta yang beradadidataran, umumnya merupakan rawa – rawa dan payau dengan
drainase yang buruk dan di dalamnya sungai mengalir yang akhirnya mencapai lautan.
3. Distributaries
Saluran-saluran kecil di delta plain yang mengangkut sedimen dari saluran sungai yang besar dan
didistribusikan melalui saluran-saluran yang berada di delta
4. Delta Front / Delta Slope
Bagian delta yang berada di depan delta plain, dan merupakan laut dangkal
5. Pro Delta
Bagian terdepan dari delta yang menuju ke laut lepas

Pembentukan delta dikontrol oleh interaksi yang rumit antara berbagai faktor yang
berasal/bersifat fluviatil, proses di laut dan kondisi lingkungan pengendapan. Faktor-faktor
tersebut meliputi iklim, pelepasan air, muatan sedimen, proses yang terjadi di mulut sungai,
gelombang (wave), pasang surut (tide), arus, angin, luas shelf, dan lereng (slope), tektonik, dan
geometri cekungan penerima (receiving basin) akan mengontrol distribusi, orientasi, dan
geometri internal endapan delta (Wright et al., 1974, vide Walker, 1984).

Delta sungai atau kuala adalah sebuah endapan yang terjadi di muara sungai. Bentang
alam ini terbentuk ketika air sungai bertemu dengan badan air lain, yang umumnya adalah laut
atau danau. Agar delta sungai dapat terbentuk, laju arus air pada bagian sungai tersebut haruslah
lemah atau pelan supaya sedimen bisa terendap.

Delta memperlihatkan banyak macamnya dalam bentuk dan lekuk. Pada puncak delta,
saluran sungai terbagi dalam beberapa cabang–cabang yang menyebar dan disebut distribution
yang melintang pada permukaan delta melepaskan endapan pada ujung delta.
Beberapa delta mempunyai kenampakan seperti kipas alluvial, tetapi berbeda–beda satu sama
lain, perbedan tersebut yaitu:
1. Pengendapan pada delta disebabkan oleh pengurangan kecepatan aliran yang masuk
ke dalam air laut yang tetap (laut atau danau)
2. Perluasan delta secara vertikal terbatas, air the base level merupakan dari
pertumbuhan ke atas.
3. Kemiringan permukaan delta dapat diketahui lebih datar daripada besar kipas
alluvial.
Delta sungai terbentuk ketika sebuah sungai membawa sedimen:
1. Terbentuk dari sebuah danau, laut, atau waduk
2. Sungai lain yang tidak dapat menghilangkan sedimen yang cukup cepat untuk
menghentikan pembentukan delta, atau
3. Daerah pedalaman di mana air menyebar keluar dan sedimen yang tersimpan.
Ketika memasuki aliran air, tidak lagi terbatas untuk menyalurkan dan mengembang lebar
aliran air. Aliran ini berekspansi dan menghasilkan penurunan kecepatan aliran, yang
mengurangi kemampuan aliran untuk mengangkut sedimen. Akibatnya, sedimen menetes
keluar dari aliran dan deposit air. Seiring waktu, proses ini akan membangun saluran
tunggal lobus delta, mendorong mulutnya ke dalam genangan air.

Adapun syarat-syarat dari terbentuknya suatu delta, diantaranya sebagai berikut  :

1. Ada sungai yang menuju ke laut atau danau


2. Lautnya dangkal
3. Dari waktu ke waktu material batuan yang diendapkan di dalam laut atau juga danau
cukup besar.
4. Gelombang atau juga arus laut yang ada sangat kecil
5. Tidak terdapat gerakan tektonik yang menyebabkan penurunan dasar laut atau juga danau
di tempat muara sungai tersebut
6. Arus pasang surut tidak kuat
7. Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan yang minimum
8. Jumlah bahan yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak
9. Laut pada daerah muara sungai cukup tenang
10. Pantainya relative landai
11. Bahan-bahan hasil sedimentasi tidak terganggu oleh aktifitas air laut
12. Tidak ada gangguan tektonik (kecuali penurunan dasar laut seimbang dengan
pengendapan sungai, misal Delta Missisipi.

Klasifikasi Delta
Pengertian Klasifikasi
• Klasifikasi merupakan suatu usaha pengelompokan berdasarkan kesamaan sifat, fisik
yang dapat teramati. Dalam hal klasifikasi delta, ada beberapa klasifikasi yang sering
digunakan. Klasifikasi delta yang sering digunakan adalah klasifikasi menurut Galloway,
1975 dan klasifikasi menurut Fisher, 1969. Dalam klasifikasi ini, Fisher menyimpulkan
bahwa proses pembentukan delta dipengaruhi oleh dua faktor pengontrol utama yaitu
proses fluvial dan pasokan sedimen, serta proses asal laut (marine processes).
Berdasarkan dominasi salah satu faktor tersebut, Fisher dalam klasifikasinya membagi
delta menjadi dua kelompok yaitu delta yang bersifat high constructive, apabila proses
fluvial dan pasokan sedimen yang dominan mengontrol pembentukan delta dan delta
yang bersifat high desctructive apabila proses asal laut yang lebih dominan. Pada gambar
klasifikasi Fisher dapat dilihat beberapa geometri delta berdasarkan proses dominan
yang mengontrolnya menurut Fisher et al., (1969)
• Dasar klasifikasi :
- Proses fluvial dan influks sedimen.
- Proses laut (gelombang dan arus bawah permukaan).
Dibagi menjadi 3 kelas, yaitu :
• Delta Cuspate
• Delta Lobate
• Delta Elongate / Bird Food Delta

Delta Cuspate Delta Elongate


(Delta Ebro) (Sungai Mississippi)
Delta Lobate

(Sungai Danube)

Dalam klasifikasi Galloway (1975) ditampilkan beberapa contoh delta di dunia yang mewakili
tipikal proses yang relatif dominan bekerja membentuk setiap tipikal delta, sebagai contoh
fluvial dominated delta akan membentuk delta yang berbentuk elongate contohnya adalah Delta
Missisipi, kemudian tide dominated delta akan membentuk delta yang berbentuk estuarine
contohnya Delta Gangga- Brahmaputra, selanjutnya wave dominated delta akan menghasilkan
delta yang berbentuk cuspate contohnya Delta San Fransisco. Namun, pada dasarnya setiap delta
yang terdapat di dunia tidaklah murni dihasilkan oleh dominasi salah satu faktor pengontrol di
atas, namun lebih merupakan hasil interaksi antara dua atau bahkan tiga faktor pengontrol,
sebagai contoh Delta Mahakam dan Delta Ebro yang berbentuk lobate yang dihasilkan utamanya
dari proses fluvial dan tidal dengan sedikit pengaruh gelombang (wave).

Dasar : dominasi proses fluvial,

gelombang dan pasang surut, yaitu :

•Delta bird foot : jika pengaruh fluvial paling dominan.

•Delta Cuspate : jika pengaruh gelombang paling dominan.

•Delta Estuarine : jika pengaruh pasang surut paling dominan.


Delta Bird Foot/Kaki Burung Delta Estuarine
(Delta Citarum) (Delta Amazon)

Delta Cuspate
(Delta Ebro)

• Menurut Galloway (1975) dan Serra (1990), berdasarkan proses yang berpengaruh didalamnya,
delta dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
1. Fluvial Dominated Delta
Bentuk delta ini terjadi jika gelombang,
arus pasang surut, dan arus sepanjang pantai lemah, volume sedimen yang dibawa dari sungai tinggi,
maka akan terjadi progradasi yang cepat ke arah laut dan akan berkembang suatu variasi karakteristik dari
lingkungan pengendapan yang didominasi sungai.
Pada bagian delta ini mempunyai bentuk
channel dan sheet dengan kontinuitas tubuh pasir jelek sampai sedang. Delta yang didominasi sungai
dicirikan dengan batu pasir dan batu lanau yang masif sampai berlapis baik dan mungkin memperlihatkan
graded bedding. Pasir delta front memperlihatkan banyaknya pengaruh sungai dalam pengendapan
distribusi lingkungan mouth bar. Jumlah bioturbasi bervariasi tergantung pada rata-rata sedimentasi dan
ukuran butir dari suplai sedimen. Variasi pembelokan dalam sistem fluvial biasanya menghasilkan suatu
pengkasaran ke arah atas yang tidak teratur. Progradasi ke arah laut yang sangat cepat membuat delta tipe
ini memiliki sekuen coarsening upward (mengkasar keatas). Geometri endapan yang dihasilkan dari tipe
delta ini yaitu berbentuk lobate dengan mekanisme akresi lateral yang kuat sehingga menghasilkan
lentikuler units. Batu pasir cenderung menjadi lentikuler sampai tabular untuk distributary mount bar,
bergradasi menjadi sand sheets.

2. Wave Dominated Delta


Delta yang didominasi gelombang dan
biasanya terdiri dari rangkaian fasies yang saling berhubungan dan mengkasar ke atas secara menerus
yang merupakan karakteristik dari pantai yang dipengaruhi gelombang. Struktur sedimen yang umum
dijumpai antara lain ripple dan humocky yang merupakan indikator pengendapan yang tinggi.
3. Tide-Influence Delta
Merupakan area dimana tingkat pasang
surut tinggi, sehingga aliran balik kemungkinan akan terjadi sumber energi utama yang memisah
sedimen. Lingkungan ini menunjukkan kombinasi pengaruh dari sungai, gelombang dan proses pasang-
surut. Lingkungan ini mempunyai bentuk geometri channel dan ridge dengan kenampakan kontinuitas
batupasir jelek sampai sedang dengan penyebaran tegak garis pantai. Struktur sedimen yang umumnya
berkembang adalah laminasi dan ripple. Masuknya pasang-surut pada delta front yang berprogradasi,
seperti pada Mahakam juga memeperlihatkan beberapa pengasaran ke atas. Allen (1997) telah
mendiskripsikan ritme pasang-surut dengan indikator pasang-surut dalam pasir delta front adalah
hearingbone cross bedding.

Proses yang mempengaruhi pembentukan delta


Hehanusa et al. (1975) mengemukakan bahwa delta merupakan hasil interaksi proses fluvial dan
marin sehingga dinamika delta tidak terlepas dari dua hal di atas. Hal ini ditunjukan oleh maju
atau mundurnya garis pantai delta, yakni maju pada bagian yang mendapatkan imbuhan sedimen
dan mundur pada bagian yang mengalami abrasi. Kuat lemahnya pengaruh proses marin dan
proses fluvial mempengaruhi jenis delta yang terjadi. Proses fluvial terjadi akibat aliran air dari
aktivitas erosi, transportasi, dan sedimentasi. Sedangkan proses marin adalah proses yang terjadi
akibat dari aktifitas gelombang laut (marin). Material sedimentasi berasal dari hasil erosi yang
terangkut melalui sungai yang kemudian diendapkan yang nantinya akan menghasilkan variasi
bentuklahan. Apabila pengaruh proses fluvial lebih kuat dibanding proses marin, maka akan
terbentuk Delta Kipas (lobate) seperti Delta Mahakam di Kutai Kalimantan dan Delta Kaki
Burung (elongate) yang termasuk high constructive deltas. Jika pengaruh proses marin lebih kuat
maka akan terbentuk Delta Lancip (Cuspate) yang termasuk high-destructive deltas.
Reineck dan Singh (1975) menyatakan bahwa kenampakan delta terkontrol oleh morfologi
pesisir, arah dan intensitas gelombang, tingkat pengangkutan sedimen pesisir, serta julat pasang
surut. Faktor-faktor tersebut di atas ternyata mempunyai pengaruh yang berbeda-beda, sehingga
membentuk berbagai macam tipe delta yang berlainan.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada bentuk lahan delta disebabkan oleh proses-proses yang
bekerja pada bentuklahan itu. Sunarto (2004) menyatakan bahwa tenaga alami yang bekerja di
daerah kepesisiran (coastal) yakni angin, gelombang, arus, dan pasang surut. Tenaga ini baik
langsung maupun tidak langsung akan ikut mempengaruhi morfodinamika delta. Selain keempat
tenaga alami tersebut, berikut adalah proses yang berkaitan atau berpengaruh pada proses
pembentuka delta:
1) Angin (wind)
Angin termasuk tenaga yang secara tidak langsung mempengaruhi bentukan delta.
Duxbury et al. (2002) mengemukakan, bahwa kebanyakan tenaga untuk membangkitkan
gelombang laut adalah angin. Menurut Selby (1985) tiupan angin lemah yang melintasi
permukaan air laut dapat diamati dari riak permukaan air, akan tetapi riak-riak yang
teratur tidak akan dapat dihasilkan hingga gelombang mempunyai kecepatan lebih dari
1,1 m/dt. Bretschneider menyatakan bahwa kecepatan angin lebih dari 10 knot atau lebih
dari 19 km/jam atau lebih dari 5 m/detik adalah suatu kecepatan angin yang dianggap
mampu membangkitkan gelombang (Sunarto, 2004)
2) Gelombang Laut (wave)
Di atas sudah dijelaskan bahwa tiupan angin di permukaan air laut menyebabkan
permukaan air laut itu menjadi gelombang. Gelombang ialah gerakan berayun tubuh air
laut yang diwujudkan oleh naik turunnya permukaan air secara bergantian (Snead, 1982).
Gelombang laut memiliki bentuk dan dimensi. Bentuk gelombang secara ideal adalah
bentuk sinus. Gelombang berbentuk sinus memiliki puncak dan lembah gelombang,
karena itu suatu gelombang memiliki dimensi tinggi. Tinggi gelombang (H) ialah jarak
vertikal antara puncak dan lembah. Oleh karena gelombang berbentuk sinus, maka suatu
gelombang memiliki dimensi panjang. Panjang gelombang (L) ialah jarak horizontal
yang diukur dari titik puncak suatu gelombang hingga titik puncak pada gelombang
berikutnya yang berurutan. Dimensi gelombang berikutnya adalah periode gelombang (T)
yaitu waktu yang dibutuhkan untuk satu panjang gelombang melintasi satu titik. Dimensi
gelombang yang terakhir adalah kecepatan gelombang (C) yaitu merupakan
perbandingan panjang gelombang dengan periode gelombang (Bird, 2006). Summerfield
(1991) menyatakan bahwa ada hubungan antara kecepatan angin dengan tinggi
gelombang, yang secara empiris telah ditentukan berdasarkan bukti-bukti obsevasi seperti
berikut ini, Tinggi Gelombang H = 0,031 U2 ( dalam meter), dimana U adalah kecepatan
angin yang terjadi di laut (Summerfield, 1991). Gelombang penting untuk dipelajari,
karena gelombang memiliki energi, maka gelombang mampu menentukan bentuk pantai,
tipe pantai, memilahkan sedimen di permukaan pantai, serta mampu mengangkut
sedimen (Kasim,1993). Perkembangan suatu garis pantai pada muara sungai sangat
dipengaruhi oleh energi gelombang sepanjang pantai tersebut. Energi gelombang
merupakan mekanisme penting dalam merubah dan mencetak sediment delta yang berada
dilaut menjadi suatu bentuk tubuh pasir didaerah pantai.
3) Arus Laut (Current)
Arus laut merupakan tenaga marin yang berpengaruh terhadap daerah pesisir. Menurut
Duxbury et al. (2002) arus laut yang berpengaruh terhadap perkembangan pantai adalah
arus pasang surut (tidal current), arus menuju pantai (onshore current), arus susur pantai
(longshore current), dan arus balik (rip current). Arus pasut berlangsung ketika air laut
bergerak ke arah daerah pesisir pada saat pasang dan berbalik mengalir ke arah laut pada
saat surut. Ketika terjadi arus pasang dan kemudian berubah menjadi arus surut, terjadi
suatu periode air tenang dimana kecepatan arus pasang sangat lambat, berhenti, dan
kemudian berbalik arah. Arus menuju pantai (onshore current) terjadi pada saat
gelombang yang bergerak ke arah pantai menghasilkan arus pada zona empasan (surf
zone). Arus menuju pantai ini membawa sedimen dari laut menuju ke pantai dan
mengendapkannya di pantai (Duxbury et al., 2002). Arus susur pantai (longshore current)
ialah arus laut yang terdapat di zona empasan, yang umumnya bergerak sejajar garis
pantai, yang ditimbulkan gelombang pecah yang membentuk sudut terhadap garis pantai.
Arus yang menyusuri dan sejajar pantai ini umumnya merupakan hasil gelombang yang
datang pada perairan pantai yang dangkal pada sudut yang kurang dari normal terhadap
garis pantai dan kontur bawah laut. Arus susur pantai merupakan pengisi bagi arus balik
(Snead, 1982). Arus balik berperan dalam menyebarkan sedimen dari pantai ke lepas
pantai (Derbyshire et al., 1979). Arus pantai/laut mengorientasikan tubuh-tubuh pasir
hingga berbentuk sejajar atau hamper sejajar dengan arah aliran sungai.
4) Pasang Surut (Tide)
Pasang surut air laut merupakan fluktuasi ritmik muka air laut yang diakibatkan oleh
pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari, terhadap massa
air laut di bumi. Pengaruh gaya tarik bulan terhadap muka air laut di bumi lebih besar
2,34 kali daripada pengaruh gaya tarik matahari (Duxbury et al., 2002). Pada saat
berlangsung air pasang disebut air naik (flood tide) dan kedudukan muka laut mencapai
puncaknya disebut air tinggi (high water). Pada saat berlangsung air surut disebut air
turun (ebb tide) dan kedudukan muka laut mencapai titik rendahnya disebut air rendah
(low water). Beda tinggi antara air tinggi dan air rendah disebut sebagai julat pasut (tidal
range). Pasang purnama atau pasang perbani (spring tide) terjadi ketika kedudukan bulan
segaris dengan matahari, yakni pada saat Bulan Purnama dan saat Bulan Mati. Pada saat
pasang purnama ini terjadi julat pasur terbesar, sehingga terjadi pula kedudukan muka
laut tinggi tertinggi (highest high water) dan kedudukan muka laut tendah terendah
(lowest low water). Pasang mati (neap tide) terjadi ketika seperempat bulan awal dan
seperempat bulan akhir. Pada saat berlangsung pasang mati terjadi julat pasut terkecil
(Hutabarat dan Evans, 1985; Duxbury et al., 2002; Sunarto, 2004; Bird, 2006).
Berdasarkan besarnya julat pasut, maka pasang surut di suatu pantai dapat
diklasifikasikan menjadi:
a) mikropasut, dengan julat pasut < 2 meter,
b) mesopasut, dengan julat pasut 2-4 meter,
c) makropasut, dengan julat pasut > 4 meter
Beberapa delta mayor didunia didominasi oleh aktifitas pasang yang kuat. Diantaranya
adalah delta Gangga-Brahmanaputra di Bangladesh dan delta Ord di Australia.
5) Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi dalam semua komponen dari
system sungai. Pada daerah tropis, penyediaan volume air permukaan besar. Pelapukan
fisika dan kimia berpengaruh terhadap tingkat sedimentasi. Pada lingkungan
pengendapan beriklim tropis juga dijumpai pengawetan material organic seperti gambut
yang terdapat didaerah delta.
6) Debit Air
Debit sungai tergantung dari faktor iklim yang dapat mempengaruhi bentuk geometri dari
delta. Kecenderungan air sangat penting terhadap kecepatan dan pola pertumbuhan suatu
delta. Delta dengan debit air dan sedimennya tinggi serta konstan tiap tahunnya (Delta
Missisipi), menghasilkan suatu tubuh pasir yang panjang dan lurus serta umumnya
membentuk sudut yang besar terhadap garis pantai. Sebaliknya bila produk sediment
serta variasi debit air tiap tahunnya berbeda, maka terjadinya perombakan tubuh-tubuh
pasir yang tadinya diendapkan, oleh proses-proses laut dan cenderung membentuk tubuh
delta yang sejajar dengan garis pantai.
7) Produk Sedimen
Pengaruh produk sediment dalam pembentukan suatu delta sangatlah besar artinya. Delta
tidak akan terbentuk jika produk sedimennya terlalu kecil.
8) Kelerengan Paparan
Kelerengan paparan benua sangat berperan dalam menentukan pola perpindahan delta,
yang terjadi dalam waktu yang cukup lama.
9) Bentuk Cekungan Penerima dan Proses Tektonik
Bentuk cekungan penerima merupakan pengontrol terhadap konfigurasi delta serta pola
perubahannya. Daerah dengan tektonik yang aktif dengan akumulasi sediment yang
sedikit, sulit terbentuk delta. Sebaliknya untuk daerah dengan tektonik pasif dan
akumulasi sediment yang banyak akan terbentuk delta yang baik pula.

CONTOH STUDI KASUS 1 : DINAMIKA MORFOLOGI DAERAH SISI


LUAR (OUTER) DELTA MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR,
INDONESIA
Dari hasil penelitian sisi luar delta Mahakam dapat ditarik beberapa kesimpulan seperti dibawah
ini. Kajian citra satelit Landsat tahun 1973- 1978, 1992 dan citra satelit Landsat tahun 2001 menunjukan
bahwa dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun, perubahan garis pantai di kawasan delta Mahakam tidak
cukup signifikan walaupun tingkat sedimentasi meningkat luar biasa, ada kemungkinan telah terjadi
keseimbangan antara proses pengendapan ulang sedimen dalam jumlah banyak dengan proses erosi di
mana sedimen tersebut tergerus dan terbawa oleh arus laut sehingga garis pantai relatif tetap;
(kiri) Intensitas sedimentasi delta Mahakam semakin jelas dan meluas terutama di bagian selatan delta, walaupun demikian, pada Citra Landsat
TM 2001 tidak menunjukan adanya perubahan garis pantai yang jelas di daerah delta Mahakam (kanan)

Proses progradasi dari delta Mahakam teramati dengan jelas di mana kontur kedalaman 5 m
sampai 20 m telah bergeser ke arah laut atau ke tenggara. Hal tersebut akibat penimbunan sedimen dalam
jumlah yang cukup berarti di kawasan muara Pegah (delta Mahakam);
Pada musim peralihan, dengan debit menengah (bukan tertinggi), pengaruh massa air tawar yang
berasal dari sungai Mahakam berpengaruh pada perairan muara hingga pada kedalaman 10 m pada saat
kondisi surut. Massa air laut berpengaruh pada perairan sungai hingga hulu Muara Pegah, Handil dan
muaramuara sekitarnya pada saat pasang. Pada saat pasang naik, air laut mendorong massa air menuju
hulu (ke utara), dan sebaliknya pada kondisi menuju surut, massa air dari sungai Mahakam mendorong
massa air menuju muara (ke selatan).
Proses erosi secara kontinu terjadi di Perairan Muara Pegah sebagai pengaruh dari besarnya debit
sungai yang mengalir melalui muara menuju laut lepas, di mana debit tersebut cukup kuat untuk
menggerus dasar perairan;
Proses erosi sebagai akibat kondisi arus pasang surut juga terlihat di luar muara Pantai Muara
Pegah, akan tetapi besarnya sangat bergantung terhadap kondisi arus;
Interaksi antara arus sungai, debit, kandungan sedimen terlarut dengan pasang surut laut dan arah
gelombang laut sangat berpengaruh terhadap pembentukan morfologi bagian luar delta Mahakam (outer
delta), khususny

Sumber : Permana, H., Hananto, N.D., Ma’ruf, M., Kusmanto, E., Santoso, P.D., Avianto, P. 2008.
DINAMIKA MORFOLOGI DAERAH SISI LUAR (OUTER) DELTA MAHAKAM KALIMANTAN
TIMUR, INDONESIA.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwix2J_9lvvvAhWGSH0KHVlnDSsQFjABeg
QIAhAD&url=http%3A%2F%2Fejournal.mgi.esdm.go.id%2Findex.php%2Fjgk%2Farticle%2Fdownload
%2F147%2F137&usg=AOvVaw3yBeLqUQIxEjEEFckceoNK
Contoh studi kasus ke-2 :
ANALISIS SEDIMEN DAN PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN: DAERAH KASUS DELTA
MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR
Eksploitasi sumberdaya minyak dan gas bumi di Delta Mahakam diiringi dengan pengembangan
kawasan pesisirnya yang menimbulkan gangguan lingkungan dan ekosistem disana. Sebagai contoh
dampak aktivitas manusianya adalah berkurangnya tanaman manggrove akibat lahannya digunakan untuk
daerah pertambakan ikan. (Hussin, drr 2003).
Pembukaan lahan Delta Mahakam mengakibatkan perubahan dinamika sedimentasi dan
lingkungan kawasan pesisir. Perubahan gradien pantai ini adalah salah satu bukti daerah penyelidikan
mengalami abrasi. Selain itu adanya perubahan ini dijadikan sebagai alur transportasi batubara yang
berdampak perubahan kualitas lingkungan di kawasan perairan Delta Mahakan.
. Akibat pembabatan hutan mangrove di Delta Mahakam, pulau-pulau kecil itu di kawasan itu
terancam tenggelam karena abrasi. Kondisi lingkungan ini dihadapkan pada pilihan yang sulit bagi
pemerintah daerah setempat karena harus menanggung risiko kerusakan lingkungan dan kehilangan
potensi pendapatan, serta harus menjaga kawasan pengeboran minyak dan gas di Delta Mahakam yang
menjadi sumber devisa negara.
Analisis sedimen sering digunakan sebagai indikator lingkungan. Dalam tulisan ini analisis
sedimen dibatasi pada unsur utama dan unsur logam berat dalam sedimen yang digunakan sebagai
indikator lingkungan terutama berhubungan dengan lingkungan hidup.
Analisis kimia pada suatu contoh sedimen digunakan untuk mengidentifikasi komposisi kimia
suatu endapan sedimen. Komposisi kimia tersebut meliputi kandungan unsur utama dan unsur jejak (trace
elements) yang dapat memberikan informasi tentang batuan sumber (source rocks) dari suatu endapan
sedimen klastik.

Endapan pasir yang terdapat di perairan Delta Mahakam telah mengalami pemisahan mekanis
yang cukup kuat terhadap fraksi lempungnya sehingga banyak mengandung silika, sedangkan lempung
banyak mengandung alumina dan besi.
Perubahan kondisi lingkungan yang terjadi di Delta Mahakam hanya sejauh perubahan fisika
geometri sebagai dampak aktivitas manusia. Dampak aktivitas manusia tersebut seperti erosi di kawasan
muka delta menjadi lebih besar karena lahan hutan bakau sebagai penyangga (buffer) pantai beralih
fungsi. Hasilnya luas area dataran delta menjadi berkurang, sebaliknya alur-alur pasang surut bertambah
lebar. Jadi erosi yang terjadi sekarang kemungkinan lebih besar dibandingkan kecepatan sedimentasi
Delta Mahakam yang relatif sangat kecil sekitar 0. 5 cm/tahun (Darlan, drr., 2003).
Maka dapat disimpulkan bahwa hutan mangrove di kawasan Delta Mahakam merupakan salah
satu parameter kelestarian lingkungan, alih fungsi hutan mangrove di kawasan ini untuk berbagai
kepentingan menyebabkan proses erosi lebih meningkat dibandingkan proses sedimentasi, pulau-pulau
kecil yang tenggelam dan alu-alur pasang surut bertambah lebar di sekitar dataran delta adalah sebagai
bukti Delta Mahakam mengalami proses destruktif, kerusakan kondisi lingkungan Delta Mahakam tidak
memberikan dampak terhadap kuallitas baku mutu sedimen dan air secara kimiawi.

Sumber : Darlan, Yudi, Udaya Kamiludin, L. Arifin.2009.Analisis Sedimen dan Perubahan Kondisi
Lingkungan: Daerah Kasus Delta Mahakam Kalimantan Timur.7 No-1.24-28
https://www.researchgate.net/publication/328312884_ANALISIS_SEDIMEN_DAN_PERUBAHAN_KO
NDISI_LINGKUNGANDAERAH_KASUS_DELTA_MAHAKAM_KALIMANTAN_TIMUR/link/5db
6e9b692851c577ed151cb/download

Anda mungkin juga menyukai