Anda di halaman 1dari 2

Dapat tantangan dari JCA untuk menceritakan kisah masa kecil

Buat saya ini merupakan tantangan yang berat, sebenarnya banyak kisah yang ada di kepala tapi
saya memang sulit untuk bisa menuliskan. Tapi akan saya coba menulis apapun hasilnya, mungkin
tidak enak dibaca, melompat-melompat, membuat bingung yang baca. BISMILLAH....

Mengingat masa kecil, duh.... seperti membuka lembaran-lembaran kertas, ingatan masa kecil yang
sangat banyak dan jika diceritakan dalam bentuk tulisan sepertinya akan berlembar-lembar, dan
berjilid-jilid. Kucoba membuka memori di masa kecil dengan membuka album foto lama yang entah
sudah berapa waktu tidak dibuka.

Kubuka album foto, kemudian saya cari foto masa kecil. Ketemu foto ketika saya berumur kira-kira 8
tahun. Di foto itu terlihat ibu yang masih langsing, ibu yang dikala itu sering sakit karena beberapa
kali keluar masuk rumah sakit karena pendarahan hebat yang dialaminya , bapak yang masih muda,
selalu menggantikan posisi ibu jika ibu sakit, seorang petani tulen yang hobby mencangkul, kata
bapak berada di sawah itu ayem, tentrem, melihat tanaman yang tumbuh padi yang menguning
menjadikan hati tenang. bapak saya yang super ganteng, baik hati dan jarang marah...hehehe.

Banyak peristiwa yang masih kuingat, tapi mungkin sepotong-sepotong, tidak detail (coba kalau dulu
suka nulis, tiap peristiwa ditulis pasti seru dan ketika baca berasa kembali di masa itu)...

Bapak seorang petani, ibu bekerja di sebuah Koperasi Unit Desa di desa kami, aku lahir sebagai anak
tunggal dari ibu bapak. Qodarullah ibu beberapa kali keguguran setiap kandungan memasuki usia 1-3
bulan, ini yang menyebabkan ibu secara fisik lemah, dan bapaklah yang selalu menggantikan peran
ketika ibu sakit. Masih melekat di ingatanku ketika ibu menemani saya main di teras rumah.
Kebiasaan di kampung kami kala itu kalau sore hari banyak anak-anak bermain di pelataran rumah,
sebenarnya tepatnya bukan pelataran tetapi lahan kosong diantara rumah satu dan rumah lain yang
saling berhadapan, di situlah tiap sore anak-anak bermain, ada yang petak umpet, ada yang gobak
sodor, ada yang main karet dan sebagainya, tanpa gadget dan listrik kala itu. Ibu duduk di teras, saya
bermain karet bersama teman-teman. Tiba-tiba saja dari kaki ibu mengalir darah segar, aku lari ke
dalam rumah berteriak minta tolong. Bapak segera bergegas keluar, di teras sudah banyak orang
mendatangi ibu, dan ibu segera dibopong dilarikan ke rumah sakit. Ini entah kejadian keberapa ibu
seperti ini. Tiap pendarahan ibu harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk segera mendapatkan
pertolongan kuret. Kalau pendarahan seperti ini memang harus segera dilakukan kuret, kata dokter.
Dan ketika kuret itu ibu akan merasakan sakit yang amat sangat. Jaman itu alat dan obat kedokteran
belum seperti sekarang, maka ketika saya sendiri harus dikuret ketika mengalami keguguran pada
kehamilan kedua, ibu sangat kuatir dan takut dikira sakit yang akan saya rasakan sama seperti yang
ibu rasakan. Yang saya ingat kalau ibu sedang sakit, maka ibu akan off dari segala pekerjaan rumah.
Bapaklah yang melakukan semuanya. Bapak selalu bangun pagi-pagi, saya bangun bapak sudah ada
di dapur, jangan bayangkan dapur seperti sekarang tinggal putar api nyala ya, waktu itu masih
menggunakan “pawon” , yang untuk mulai masak harus membuat api dengan kayu bakar, saya
bangun bapak sudah selesai “ngliwet”, saya disuruh nungguin api agar “nyugokake” kayu kalau api
hampir mati. Dalam keadaan seperti ini saya terpaksa belajar masak, entah hanya masak nasi, masak
sayur sederhana karena tidak tega melihat bapak melakukan sendiri. Selesai di dapur baru bapak
pergi ke sawah yang berjarak tidak jauh dari rumah, saya melihat keikhlasan bapak melakukan
semuanya. Bapak jarang menyuruh atau memerintah saya untuk melakukan atau membantu bapak,
tetapi saya yang merasa tidak enak sendiri jika saya duduk sementara bapak masih melakukan
pekerjaan rumah lainnya. Saya baru sadar saat ini bahwa keteladanan orang tua itu sangat penting,
seperti bapak mengajari saya banyak hal dari apa yang dilakukan bapak, bukan perintah dan bukan
dengan banyaknya nasehat. Nasehat diberikan sesuai porsi, selebihnya adalah contoh nyata.

Anda mungkin juga menyukai