Oleh:
Mirnawati
SMA Yapis Manokwari Papua Barat
Abstrak
Pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal dari hari ke hari semakin sarat
dengan berbagai persoalan. Tampaknya, pembelajaran sastra memang
pembelajaran yang bermasalah sejak dahulu. Keluhan-keluhan para guru, siswa,
dan sastrawan tentang rendahnya tingkat apresiasi sastra selama ini menjadi bukti
kongkret adanya sesuatu yang tidak beres dalam pembelajaran sastra di lembaga
pendidikan formal. Permasalahan itu muncul disebabkan beberapa faktor,
rendahnya mutu atau kualitas pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah
selama ini disebabkan oleh banyak hal, mulai dari kurikulum, guru, siswa, sarana
prasarana, rendahnya pemahaman konsep tentang sastra. Berbagai solusi yang
dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut di antaranya jadikan sekolah sebagai
lahan sastra, pembelajaran yang Inovatif, membelajarkan sastra dengan
pendekatan pragmatik sastra, bergerak dari praktik bersastra ke teori bersastra,
peran lembaga penyedia guru dan pemberdayaan berkelanjutan, sistem evalauasi
khusus sastra, penerapan dalam konteks di sekolah.
PENDAHULUAN
Sastra pada hakikatnya merupakan “prasasti” kehidupan; tempat
proyeksikannya berbagai fenomena hidup dan kehidupan hingga ke ceruk-ceruk
batin manusia. Sastra bisa menjadi bukti sejarah yang otentik tentang peradaban
manusia dari zaman ke zaman. Hal ini bisa terjadi lantaran sastra tak pernah
dikemas dalam situasi yang kosong. Artinya, teks sastra tak pernah terlepas dari
konteks sosial-budaya masyarakatnya. Dengan kata lain, teks sastra akan
mencerminkan situasi dan kondisi masyarakat pada kurun waktu tertentu. Sebagai
sebuah produk budaya, dengan sendirinya teks sastra tak hanya merekam
kejadian-kejadian faktual pada kurun waktu tertentu, tetapi juga menafsirkan dan
mengolahnya hingga menjadi adonan teks yang indah, subtil, dan eksotis.
Seiring dengan dinamika peradaban yang terus bergerak menuju proses
kesejagatan, sastra menjadi makin penting dan urgen untuk disosialisasikan dan
“dibumikan” melalui institusi pendidikan. Karya sastra memiliki peranan yang
cukup besar dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang. Hal ini
dijelaskan pula oleh Semi dalam Taufik Ampera (2010:10) bahwa sastra lahir
oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia,
52
53
“keterlibatan jiwa”, antara pembaca dan sastrawan, atau antara pembaca dengan
tokoh tertentu maupun peristiwa tertentu yang dikisahkan dalam karya sastra yang
dibaca.
Langkah-langkah ke arah mengakrabi sastra sebagaimana dijelaskan di
atas ini merupakan suatu proses yang saling berhubungan secara aktif dan
dinamis. Semakin tinggi minat sastra seseorang, semakin tekun pula orang itu
membaca karya-karya sastra yang diminatinya. Dan bersamaan dengan itu, proses
perkembangan segenap daya-daya roh atau aspek-aspek spiritual orang itu
semakin baik dari waktu ke waktu.
Langkah keempat adalah “mengungkapkan penghayatan dan pengalaman
sastra” yang diperoleh dari ketekunan mengakrabi sastra. Langkah ini dapat
dilakukan melalui forum pembacaan karya sastra (cerpen, novel, puisi), dialog dan
diskusi dan seminar sastra. Forum-forum ini merupakan kegiatan yang positif
dalam menumbuhkembangkan minat sastra ke arah semakin mengakrabi sastra.
kelompok sudah mendapatkan hasil analisis seluruh unsur intrinsik dengan cara
bekerja sama dengan kelompok lain. Kegiatan akhir sebagai langkah ketujuh
adalah mempresentasikan hasil diskusi, kelompok lain hanya menanggapi karena
pada prinsipnya hasil seluruh kelompok sudah terangkum pada satu kelompok.
Kegiatan ini akan memupuk kerja sama, saling menghormati, kreatif berpikir,
berperan serta aktif.
akan lebih efektif. Mereka bisa saling berbagi pengalaman dan berdiskusi.
Simulasi pengajaran sastra yang ideal bisa dipraktikkan bersama-sama, sehingga
guru bahasa memperoleh gambaran konkret tentang cara menyajikan apresiasi
sastra yang sebenarnya kepada siswa. Dalam situasi demikian, guru bahasa
menjadi figur sentral dalam menaburkan benih dan menyuburkan apresiasi sastra
di kalangan peserta didik. Kalau pengajaran sastra diampu oleh guru yang tepat,
imajinasi siswa akan terbawa ke dalam suasana pembelajaran yang dinamis,
inspiratif, menarik, kreatif, dan menyenangkan. Sebaliknya, jika pengajaran sastra
disajikan oleh guru yang salah, bukan mustahil situasi pembelajaran akan terjebak
dalam atmosfer yang kaku, monoton, dan membosankan. Imbasnya, gema
apresiasi sastra siswa tidak akan pemah bergeser dari “lagu lama”, terpuruk dan
tersaruk-saruk.
KESIMPULAN
Rendahnya mutu atau kualitas pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
sekolah selama ini disebabkan oleh banyak hal, mulai dari kurikulum, guru, siswa,
sarana prasarana, rendahnya pemahaman konsep tentang sastra. Untuk mengatasi
hal tersebut diperlukan suatu solusi yaitu jadikan sekolah sebagai lahan sastra,
pembelajaran yang Inovatif, menggunakan pendekatan pragmatik sastra,
pembelajaran praktik bersastra ke teori bersastra, dibutuhkan peran lembaga
penyedia guru, sistem evalauasi khusus sastra, dan penerapan dalam konteks di
sekolah.
Pengajaran sastra di sekolah direalisasikan secara tepat sehingga dapat
memberikan manfaat yang besar kepada siswa, terutama dalam menambah
pengetahuan, pengalaman, dan wawasan tentang hidup dan kehidupan.
62
DAFTAR PUSTAKA
Ampera, Taufik. 2010. Pengajaran Sastra. Widya Padjadjaran. Bandung.
Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra,Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis
Aktifitas . Ombak: Yogyakarta.
http://pancalongka.blogspot.com/2012/11/problematika-pengajaran-sastra
di.htmlProblematika Pengajaran Sastra di Sekolah, diakses 20 Desember
2013
http://gemasastrin.wordpress.com/2007/05/01/mencari-solusi-pengajaran-sastra-
indonesia/ diakses 22 Desember 2013
http://jelajahduniabahasa.wordpress.com/2012/10/11/problematika-pengajaran-
sastra-di-lembaga-pendidikan-formal/ diakses 25 Desember 2013