Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sastra dalam bahasa-bahasa barat disebut literature (Inggris),
literatur (Jerman), litteratura (Perancis), letterkunde (Belanda) semuanya
berasal dari bahasa latin litteratura. Litteratura menurut asalnya dipakai
untuk tata bahasa dan puisi.
Sastra dalam bahasa Indonesia berarti bahasa/kata-kata/gaya
bahasa, karya tulis, yang memiliki ciri keaslian, keartistikan, keindahan
dalam ungkapannya, drama, epik, dan lirik (Siminto. 2009:5)
Sastra sebagi pembelajaran di sekolah menjadi materi yang
memiliki peranan penting untuk memicu kreativitas peserta didik.
Membaca karya sastra membuat pengindraan seseorang menjadi peka
terhadap realitas kehidupan. Panca indera yang peka akan melaahirkan
kepekaan penghayatan kehidupan sehingga mutu perbendaharaan
pengalaman menjadi unggul (Hidayat Arif: 2009:1)

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu ilmu sastra?
2. Bagaimana pembelajaran sastra?
3. Apa hubungan ilmu sastra dan pembelajaran sastra?

C. Tujuan
1. Mengetahui ilmu sastra.
2. Memahami pembelajaran sastra.
3. Mengerti hubungan ilmu sastra dan pembelajaran sastra.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ilmu Sastra
Mempelajari sastra tentunya tidak lepas dari ilmu sastra. Ilmu
sastra yaitu disiplin ilmu yang memiliki keterkaitan langsung dengan
kajian sastra. Ilmu sastra mempunyai ruang lingkup yang luas. Menurut
Asy-Syayib (Sangidu, 2005: 38) dalam Suminto: 2009: 12 ilmu sastra
adalah aturan-aturan (kaidah) dan pengetahuan-pengetahuan (repertoire)
yang dapat membantu pembaca (pembelajar) untuk memahami karya
sastra, menikmati, menganalisis, menginterpretasi, dan menciptakannya.
Ilmu yang dibutuhkan pembaca adalah ruang lingkup ilmu sastra, yaitu
sejarah sastra, kritik sastra, dan teori sastra.
Teori sastra merupakan bagian ilmu sastra yang membicarakan
pengertian-pengertian dasar tentang sastra, unsur-unsur pembangun karya
sastra, macam-macam sastra, perkembangan, dan kerangka pemikiran para
ahli sastra tentang sastra. Ilmu sastra diciptakan bukan khusus untuk
kepentingan ilmu sastra. Teori ini dimunculkan oleh pakar bidang ilmu
lain, yang mana teori tersebut dipandang mampu menjelaskan keberadaan
dan makna karya sastra secara ilmiah, dan dipergunakan setelah
dirumuskan untuk kepentingan ilmu sastra.
Sejarah sastra yaitu ilmu sastra yang memperlihatkan
perkembangan karya sastra, tokoh-tokohnya, dan ciri masing-masing tahap
perkembangan tersebut. Sejarah sastra mempelajari juga karya-karya sastra
yang menonjol, aliran-aliran yang mendasari suatu karya, situasi sosial
masyarakat, dan ideologi yang berpengaruh terhadap perkembangan karya
sastra.
Kritik sastra adalah bagian ilmu sastra yang pembahasannya
mengenai pemahaman, penghayatan, penafsiran, dan penilaian terhadap
karya sastra. Kritik sastra berfungsi untuk menempatkan karya sastra pada
posisinya yang jelas. Ketiga bagian ilmu sastra tersebut saling berkaitan
(Suminto. 2009: 12-13)

2
B. Pembelajaran Sastra
Secara mekanisme, pengajaran sastra di sekolah dapat mencapai
tiga pokok kemampuan belajar, yaitu pada kemampuan afektif,
kemampuan kognitif, dan kemampuan psikomotorik. Kemampuan afektif
yaitu kemampuan dasar manusia yang berkaitan dengan emosional
seseorang. Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang dimiliki
oleh manusia berdasarkan pikiran. Kemampuan psikomotorik adalah
kemampuan yang mengatur sisi kejiwaan untuk bertahan terhadap
berbagai persoalan. Ketiganya dapat ditemukan di dalam pengajaran sastra
(Hidayat, Arif. 2009: 1)
Namun, pembelajaran sastra di sekolah dewasa ini mengalami
perubahan signifikan. Banyak kalangan yang merasa sedih dan kecewa
dengan hasil tersebut. Para sastrawan mengeluh dengan hasil yang dicapai
oleh para guru di lapangan. Begitu juga masyarakat yang juga
mempertanyakan usaha yang dilakukan oleh para praktisi pendidikan.
Namun sebenarnya keluhan ini sejak dulu sudah ada (Warsiman. 2017: 5)
Anak didik dituntut untuk menghafal, mencatat, mencari berbagai
hal tentang sastra, dan kemampuan untuk itu dijadikan sebagai dasar
penetapan nilai oleh guru. Kenyataannya, pembelajaran sastra yang seperti
itu dapat membuat anak didik merasa jenuh dan bosan.
Tidak dapat dipungkiri jika pembelajaran sastra dewasa ini lebih
menekankan pada segi sejarah, teori, dan kritik, sedangkan sentuhan-
senthan pengalaman sastra diabaikan. Menurut Gani (1988: 168-169)
dalam Warsiman (2017: 6) pembelajaran sastra sering terjadi
kecenderungan membicarakan sejarah, teori, dan kritik. Dalam proses
pembelajarannya guru masih kerap tampil sebagai tokoh pemberi beban,
bukan sebagai tokoh pemberi teladan. Pola pembelajaran yang seperti ini
akan memunculkan pemahaman yang keliru tentang sastra.
Ada tiga hal yang memicu terjadinya ketidakberhasilan
pembelajaran sastra, yaitu:
1. Kurangnya pengetahuan dan kemampuan guru dalam bidang
kesastraan. Meski mereka adalah guru bahasa Indonesia, tetapi mereka

3
tidak memiliki minat tentang sastra, sedangkan materi sastra berada
dalam lingkup pelajaran bahasa Indonesia.
2. Terbatasnya buku dan bacaan yang tersedia untuk pembelajaran sastra
di sekolah. Meski buku-buku tentang bahasa selalu ada, akan tetapi
pemerintah tidak berkonsentrasi untuk menambah pengadaan buku-
buku tentang sastra. Hal ini menjadikan bahwa masalah sastra belum
mendapat perhatian serius.
3. Rendahnya minat membaca karya sastra para siswa. Persepsi yang aada
bahwa membaca karya sastra tidak mendapatkan faidah apa-apa kecuali
hanya menciptakan khayalan manusia. Lebih dari itu, dorongan untuk
menumbuhkan budaya membaca juga tidak didukung oleh lingkungan
(Warsiman. 2017: 6-7)
Berdasarkan keluhan yang dikemukakan tersebut, ada beberapa hal
yang perlu dicermati dalam pembelajaran sastra. Hal ini dapat dilihat dari
acuan kurikulum saat ini. Dalam berbagai aspek, pembelajaran sastra
diarahkan pada penumbuhan apresiasi sastra para siswa sesuai dengan
tingkat kematangan emosionalnya.
Apresiasi yaitu aktivitas memahami, menginterpretasi, menilai, dan
berakhir memproduksi sesuatu yang sejenis dengan karya sastra yang
diapresiasikan. Kegiatan ini tidak hanya bersifat reseptif, namun harus
juga bersifat produktif menghasilkan sesuatu secara aktif.
Pembelajaran sastra dan bahasa Indonesia memiliki peran sentral
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik.
Pembelajaran ini dapat menjadi tolak ukur keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran sastra dan bahasa
Indonesia diharapkan mampu membantu peserta didik mengenal dirinya,
budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,
serta menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif
yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran sastra dan bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa

4
Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, dan
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra Indonesia.
Peran guru bahasa dalam pendidikan paling dasar ada tiga prinsip,
yaitu:
1. Bahasa adalah media pembelajaran segala mata pelajaran di sekolah.
2. Bahasa adalah alat berpikir.
3. Bahasa adalah alat komunikasi.
Pendidikan juga diharapkan menyiapkan peserta didik agar mampu
bersosialisasi dan berkomunikasi secara fungsional dalam lingkungan.
Maka, penguasaan bahasa merupakan dasar dalam pendidikan sebagai
proses maupun pendidikan sebagai hasil.
Tujuan pendidikan adalah meningkatkan kualitas kemanusiaan
seseorang, maka tidak bisa tidak, pembelajaran sastra mesti diletakkan
sama pentingnya dengan pelajaran lain.
Karya sastra merupakan dunia kemungkinan. Ketika pembaca
berhadapan dengan karya sastra, maka ia berhadapan dengan kemungkinan
penafsiran. Setiap pembaca berhak dan sering kali berbeda hasil penafsiran
terhadap makn karya sastra. Pembaca dengan cakrawala harapan yang
berbeda akan mengakibatkan perebedaan penafsiran terhadap sebuah karya
sastra tertentu.
Hal ini berkaitan erat dengan masalah sifat, fungsi, dan hakikat
karya sastra. Sifat-sifat khas sastra di tunjukkan oleh aspek referensinya,
fiksionalitas, ciptaan, dan imajinatif. Fungsi sastra tergantung dari sudut
pandang sastra dan ditentukan juga oleh latar belakang ideologinya.
Hakikat keberadaan karya sastra selalau berada dalam ketegangan antara
konvensi dan inovasi. Ketiga hal tersebut yang menyebabkan masalah yang
luas dan kompleks dalam dunia sastra. Adanya beragam teori, pendekatan,
aliran dan beragamnya konsep estetik karya sastra. Inilah yang penting
dimengerti oleh guru sastra (Warsiman, 2017: 7-11)

C. Hubungan Ilmu Sastra dan Pembelajaran Sastra

5
Ada dua permasalahan dalam dunia sastra yang memerlukan
perhatian. Pertama adalah masalah teori sastra yang memiliki hubungan
dengan perkembangan ilmu sastra. Kedua yaitu pembelajaran sastra di
sekolah yang memiliki kaitan erat dengan metodologi pembelajaran sastra.
Keduanya menimbulkan kesenjangan. Pada satu sisi, teori sastra
berkembang pesat, dengan lahirnya berbagai teori pengkajian, sedangkan
dalam pembelajaran sastra di sekolah dari waktu ke waktu masih diwarnai
persoalan klasik, yakni metode pembelajaran yang digunakan guru kurang
bervariasi, guru tidak prefisional, buku –buku sastra banyak tidak tersedia
yang mana hal tersebut mempengaruhi keberhasilan pembelajaran sastra.
Pembelajaran sastra memiliki dua tujuan, yaitu:
1. Agar siswa memperoleh pengalaman bersastra.
2. Agar siswa memperoleh pengetahuan tentang sastra.
Pengalaman bersastra diperoleh melalui apresiasi (membaca,
mendengarkan, menonton karya sastra) dan ekspresi sastra (berdeklamasi,
bermain drama, mengarang esastraan). Pengetahuan sastra dapat dicapai
melalui pengetahuan siswa tentang sastra itu sendiri (mengenal unsur-
unsur pembangun sastra, sejarah, atau teori sastra).
Pembelajaran sastra yang menarik sangat berpengaruh terhadap
minat siswa untuk belajar sastra. Maka seorang guru harus lebih kreatif
dan inovatif dalam mengajarkan sastra, berusaha menciptakan suasana
belajar yang menarik dan menyenangkan. Seorang guru diharuskan
mampu menautkan antara pelajaran dengan kenyataan yang biasa
ditemukan dalam keseharian siswa/mahasiswa. Semisal terkait dengan
pembacaan puisi, guru dapat meminta siswa membacakan puisi tersebut
diiringi dengan musik.
Metode yang digunakan pun bisa dengan menggunakan VCD
pembelajaran, yang berisi para penyair dan pembacaan puisinya
merupakan alternatif lain untuk meningkatkan minat siswa terhadap puisi.
Media yang ditampilkan nantinya akan menumbuhkan minta siswa karena
mereka dapat melihat secara langsung pencipta dan cara membacakan
puisi.

6
Sastra merupakan bagian dari seni kreatif. Maka karya sastra bukan
hanya sekedar media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir,
melainkan media untuk menampung ide, teori, atau sistem berpikir
manusia. Karya sastra mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan
berusaha menyalurkan kebutuhan estetika manusia. Hal ini pun
menyebabkan jika seni sastra memvisualisasikan pengalaman hidup
manusia serta menyangkut sosial budaya, kesenian, dan sistem berpikir
manusia, menjadi saran untuk merenungi kehidupan, dan itulah mengapa
penting membaca karya sastra untuk memahami.
Konvensi sastra banyak ragamnya dan di dasarkan pada sifat-sifat
sastra dan genre sastra. Semisal, drama sebuah karya sastra yang
mempunyai bentuk berbeda dengan genre lainnya, berbeda dengan puisi
maupun novel. Penulisannya, isi, serta unsur-unsur yang membangun juga
berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui keluasan dan kedalaman
serta nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra (Warsima, 2017:
13-17)

7
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Menurut Asy-Syayib (Sangidu, 2005: 38) dalam Suminto: 2009: 12
ilmu sastra adalah aturan-aturan (kaidah) dan pengetahuan-
pengetahuan (repertoire) yang dapat membantu pembaca (pembelajar)
untuk memahami karya sastra, menikmati, menganalisis,
menginterpretasi, dan menciptakannya. Ilmu yang dibutuhkan
pembaca adalah ruang lingkup ilmu sastra, yaitu sejarah sastra, kritik
sastra, dan teori sastra.
2. Pembelajaran sastra dan bahasa Indonesia memiliki peran sentral
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik.
Pembelajaran ini dapat menjadi tolak ukur keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi.
3. Pembelajaran sastra yang menarik sangat berpengaruh terhadap minat
siswa untuk belajar sastra. Maka seorang guru harus lebih kreatif dan
inovatif dalam mengajarkan sastra, berusaha menciptakan suasana
belajar yang menarik dan menyenangkan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Arif. 2009. Pembelajaran Sastra di Sekolah. Jurnal Pemikiran Alternatif


Kependidikan 14 (2). Online. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2022.

Suminto. Purnama, Retno. 2009. Pengantar Memahami Sastra. Solo: eLtorros-


bukuKatta

Warsiman. 2017. Pengantar Pembelajaran Sastra: Sajian dan Kajian Hasil Riset.
Malang: UB Press.

Anda mungkin juga menyukai