NITYĀKṢARA JAWA1
(Pengetahuan Aksara Jawa)
Oleh
Setya Amrih Prasaja,S.S.2
PENGANTAR
Tulisan ini berjudul Nityākṣara Jawa, adapun pemberian judul apabila diartikan secara
harfiah maka, (niti) ; pengetahuan, (akṣara) ; tulisan. Tulisan ini sedikit
banyak akan membahas aksara Jawa mulai dari tata penulisan yang lazim digunakan pada
kropak rontal – rontal kakawin maupun kidung Jawa Kuna (Kawi), tata penulisan Sriwedari
tahun 1926, adapun tata penulisan aksara Jawa hasil Konggres Bahasa Jawa II Malang 1996,
dan Keputusan tiga Gubernur, JATENG, DIY, serta JATIM tahun 2002 tidak dibahas dalam
tulisan ini.
Tulisan sederhana sebagai media untuk memudahkan kita memahami tata penulisan
aksara Jawa dari masa lalu sehingga masa sekarang. Mengapa begitu penting untuk diangkat
lagi, salah satunya tentu sebagai media pengingat untuk kita bersama, khususnya bagi orang
1 Disampaikan pada Workshop “Unicode Aksara Jawa dalam Ranah Sistem Operasi Windows dan Smart Phone
Android”., MGMP Bahasa Jawa SMA/SMK/MA Kabupaten Bantul, 13 Februari 2015. di MAN Gandekan
2 Guru Bahasa Jawa SMA Negeri 1 Sanden.
Jawa, bahwa aksara Jawa merupakan bagian yang seharusnya tidak bisa dipisahkan dengan
aksara Jawa. Sebagaimana aksara Kanji dan bahasa China, maupun Jepang, bahasa Arab
dengan Hijaiyahnya, dan lain sebagainya. Selain daripada itu, tulisan ini juga sebagai bentuk
penghargaan atas berhasilnya aksara Jawa masuk dalam database unicode untuk aksara –
aksara sedunia, sehingga dirasa perlu untuk sesering mungkin, atau kalau bisa aksara Jawa
Dengan masuknya aksara Jawa dalam unicode, maka membuat aksara Jawa bisa dengan
leluasa digunakan pada perangkat – perangkat digital, seperti PC, Netbook, Tablet, Gadget.
Sehingga impian sebagian masyarakat Jawa untuk bisa mengetik aksara Jawa pada perangkat
digital mereka semakin mudah, kita bisa menimati sms dengan menggunakan aksara Jawa,
Dengan mempelajari aksara Jawa dengan seksama, tentunya akan sangat penting untuk
menghindarkan carut marutnya penulisan – penulisan bahasa Jawa dalam aksara Latin, seperti
yang berserak di kalangan masyarakat Jawa, baik dari kalangan elite, sebagian akademisi, para
kaum golongan jurnalis, maupun masyarakat Jawa pada umumnya. Tentu saja hal itu terjadi
bagai takterbendung, karena selama ini bahasa Jawa yang memiliki sistem alphabetik atau
aksara sendiri justru lebih menikmati meminjam aksara Latin, ketimbang mencoba untuk tetap
memadukan aksaranya sendiri, hal yang tidak pernah akan terjadi pada bahasa Arab dan huruf
Hijaiyahnya, China dengan Kanji, bahasa Thai dengan akson Thai, dan bahasa – bahasa yang
Semoga kumpulan sedikit pengetahuan tentang aksara Jawa ini, bisa membuka pikiran,
dan memperluas wacana kita tentang aksara Jawa, yang seharusnya menjadi aksara resmi dari
bahasa Jawa.
ABA
MARDI KAWI
Mardi Kawi adalah salah satu karya buku monumental karya W.J.S. Poerwadarminta, Mardi
Kawi terdiri dari tiga jilid, jilid kesatu memuat Wyākarana Kawi, jilid kedua memuat Waosan Kawi
Dalah Jarwa Utawi Katranganipun, dan jilid ketiga memuat Kawi – Jarwa. Buku ini merupakan
kumpulan tulisan tentang tata tulis aksara Jawa, yang lazim digunakan pada karya sastra Jawa
Kuna, dalam kropak rontal – rontal masa kejayaan Hindu di pulau Jawa.
Mardi Kawi memudahkan bagi kita untuk bisa membaca, dan mengetahui tata penulisan
aksara Jawa Kuna pada masanya, sehingga Mardi Kawi lebih tepat dikatakan sebagai buku
pedoman pembacaan karya – karya klasik Jawa Kuna yang tata penulisannya masih mengindahkan
tata tulis dan hukum bunyi bahasa Sanskṛêta yang terasa rumit, dan membagi susunan aksaranya
sesuai dengan artikulasi aksara tersebut diucapkan. Di bawah ini bisa sedikit dicermati susunan
aksara Devanagari, dan aksara Jawa baik langgam seperti dalam rontal – rontal kakawin yang
berkembang di Bali maupun aksara Jawa yang berkembang di Jawa.
CARAKAN
DEVANAGARI KAWI LATIN
BALI JAWA
k ꦏ ꦏ ꦏ CD ka
o ꦑ ꦑ ꦑ E CF kha
g ꦒ ꦒ ꦒ G CH ga
" ꦓ ꦓ ꦓ I CJ gha
' ꦔ ꦔ ꦔ K CL nga
t ꦠ ꦠ ꦠ CM ta
q ꦡ ꦡ ꦡ N O tha
d ꦢ ꦢ ꦢ P CQ da
x ꦣ ꦣ ꦣ R CS ḍa
n ꦤ ꦤ ꦤ T na
[ ꦟ ꦟ ꦟ U CV ṇa
Q ꦛ ꦛ ꦛ W CX ṭa
F ꦝ ꦝ ꦝ Y CZ dha
p ꦥ ꦥ ꦥ [ C\ pa
) ꦦ ꦦ ꦦ ] C^ pha
b ꦧ ꦧ ꦧ _ C` ba
É ꦨ ꦨ ꦧ a Cb bha
m ꦩ ꦩ ꦩ c Cd ma
c ꦕ ꦕ ꦕ e Cf ca
D ꦖ ꦖ ꦖ g Ch cha
j ꦗ ꦗ ꦗ я Ci ja
H ꦙ ꦙ ꦙ j Ck jha
| ꦚ ꦚ ꦚ l Cm ña
] ꦘ ꦘ ꦘ n Co jna / dnya
y ꦪ ꦪ ꦾ p q ya
r ꦫ ꦫ ꦿ r ra
ꦬ ꦬ ꦬ s Ct rṛa
l ꦭ ꦭ ꦭ u Cv la
v ꦮ ꦮ ꦮ w x wa
z ꦯ ꦯ ꦯ y Cz ça
; ꦰ ꦰ ꦱ {
C ṣa
s ꦱ ꦱ ꦸꦥ 5 C|\ sa
h ꦲ ꦲ ꦲ } C~ ha
A ꦄ ꦄ ꦄ C a
Aa ꦄꦴ ꦄꦴ ꦄꦴ 8 C8 ā
@ ꦌ ꦌ ꦌ C e
@e ꦍ ꦍ ꦍ C ai
# ꦅ ꦅ ꦅ C i
$ ꦆ ꦆ ꦆ C ï
% ꦈ ꦈ ꦈ C u
AaE ꦎ ꦎ ꦎ C o
& ꦉ ꦉ ꦽ rê
¨ ꦉꦴ ꦉꦴ ꦽꦴ 8 8 rö
¤ ꦊ ꦊ ꦊ C lê
¥ ꦋ ꦋ ꦋ C lö
i ꦶ C wulu
[i]
I ꦷ C dirgha melik
[ï]
u ꦸ | suku
[u]
U ꦹ dirgha mendhut
[ü]
- ꦼ C6 pêpêt
[ê]
a ꦴ C8 dirgha raswadi
[ā]
ae ꦺ ꦴ
C C8 taling tarung
[o]
e ꦺ C taling
[é / è]
@e ꦻ C dirgha muré
[ai]
AaE ꦻ ꦴ
C C8 dirgha muré tarung
[au]
R ꦂ C layar
[ŕ]
< ꦁ C cecak
[ŋ]
> ꦃ C: wignyan
[ḥ]
- ꦾ q péngkal
[-ýa-]
- ꧊ adêg - adêg
- ꧋ adêg - adêg
, ꧈ koma
. ꧉ titik
- ꧃ pada andhap
- ꧄ pada madya
- ꧅ pada luhur
1 ꧑ B 1
2 ꧒ 2
3 ꧓ 3
4 ꧔ ¡ 4
5 ꧕ ¢ 5
6 ꧖ £ 6
7 ꧗ ¤ 7
8 ꧘ ¥ 8
9 ꧙ ¦ 9
8u¨ e g y я j l n
tālawya / langit -
langit ca cha ça ja jha ña dnja
© Y Zª W « { Y ¬ U
müŕḍhanya / lidah ṭa ṭtha ṣa ḍa ḍdha ṇa
P N 5 P R
dantya / gigi ta tha sa da dha na
{§ [ ] _ a c
--
oṣṭya / bibir pa pha ba bha ma
PIJª 8 8 8 8
dirgha Swara Swara Swara Swara Swara Swara Swara
panjang ā ai ï ü au rêu lêu
mandaswara p u w
kaṇṭya E G I K
tālawya e g я j l n l
mürḍanya W « Y ¬ U {
oṣṭya [ ] _ a c
N P R 5 danta
Tabel gugus konsonan di atas hanya berlaku pada kasus ketika aksara – aksara tersebut
dalam posisi mendapatkan pasangan jadi tidak serta merta ketika berbeda warga dituliskan
sebagaimana daftar gugus konsonan, karena kebanyakan bahasa Kawi (Jawa Kuna) banyak
mengambil kosakata Sanskṛta maka, penulisan aksara akan sangat dimungkinkan berbeda untuk
membedakan arti, contoh :
Carakan
Sanskṛta 3
Latin Arti
Bali Jawa
sur ꦱꦸꦫ ° sura dewa
dn ꦢꦤ P dana sakit
gn ꦒꦤ G gana langit
g[ ꦒꦟ GU gaṇa kelompok
3 Aksara yang terdapat dan digunakan dalam rontal – rontal kakawin berbahasa Jawa Kuna.
sk ꦱꦏ 5 saka tiang
gt ꦒꦠ G gata adalah
gq ꦓꦛ IW ghaṭa kuali
Catatan : ketika mendapat pasangan selain huruf tersebut di atas tetap tidak berubah
menjadi l. aturan ini berlaku ketika dua aksara tersebut terdapat dalam satu kata.
Perhatikan baik – baik, kenapa pada kasus ini berubahnya menjadi l, dan pasangan, lalu
2. Aksara dantya yang mendapat pasangan aksara dari gugus aksara golongan murdhanya :
Catatan : ketika mendapat pasangan selain huruf tersebut di atas tetap tidak berubah
menjadi U.
3. Aksara 5 dantya yang mendapat pasangan aksara dari gugus aksara golongan murḍanya :
Catatan : 5 ketika mendapat pasangan selain huruf tersebut di atas tetap 5 tidak berubah
menjadi {.
4. Aksara 5 dantya yang mendapat pasangan aksara dari gugus aksara golongan osṭanya :
Catatan : 5 ketika mendapat pasangan selain huruf tersebut di atas tetap 5 tidak berubah
menjadi {.
5. Aksara 5 dantya yang mendapat pasangan aksara dari gugus aksara golongan tälawya :
Catatan : 5 ketika mendapat pasangan selain huruf tersebut di atas tetap 5 tidak berubah
menjadi y.
c5iPº
ꦩꦯꦗꦶ ꦢ꧀ cyi Pº Tidak ditulis maçjid masjid
c{i Pº
6. Aksara 5 dantya yang mendapat pasangan aksara dari gugus aksara golongan kaṇṭya :
Catatan : 5 ketika mendapat pasangan selain huruf tersebut di atas tetap 5 tidak berubah
menjadi {.
7. Aksara 5 dantya yang mendapat pasangan aksara dari gugus aksara golongan mandaswara :
Catatan : 5 ketika mendapat pasangan selain huruf tersebut di atas tetap 5 tidak berubah
menjadi y.
5vcº
ꦅꦯꦭ ꦩ꧀ yv cº Tidak ditulis içlam islam
{v cº
AÊA
SASTRA LAMPAH
Yang dimaksud sastra lampah dalam penulisan aksara Jawa adalah, menghidupkan kembali
unsur konsonan di akhir sebuah kata, apabila bertemu dengan unsur vokal, atau dengan kata lain
apabila ada unsur konsonan mati bertemu dengan awal vokal pada kata berikutnya, maka
penulisannya melebur dengan menghidupkan kembali konsonan akhir tadi.
Contoh dalam penulisan :
Carakan Keterangan
ꦲꦊꦥꦶꦏꦔꦸꦩꦃ ꦲꦊꦥ꧀ ꦅꦏꦁ ꦈꦩꦃ
6[ 6[º
têkapira têkapira
ꦱꦔꦶꦤꦸꦗꦫꦤꦮꦮꦁ ꦱꦁ ꦅꦤꦸꦗꦫꦤ꧀ ꦮꦮꦁ
wÐc5 Ñ wÐcº 5 Ñ
awighnam astu awighnam astu
ꦱꦔꦸꦠꦠ ꦫꦶ ꦱꦁ ꦈꦠꦠ ꦫꦶ
5ÁM 5 M
sang uttari saŋ uttari
ꦄꦺꦏꦴꦤꦏꦸꦩꦴꦗꦫꦶ ꦄꦺꦏꦴꦤ꧀ ꦄꦏꦸ ꦩꦗꦫ꧀ ꦅ
Ò[Ó KD }Ô
°: Ò[º KD }º Ô°:
kasrêpan ri tingkah i musuḥ kasrêpan ri tingkah i musuḥ
ꦭꦸꦩꦶꦲꦠꦿꦶꦱꦁ ꦭꦸꦩꦶꦲꦠ꧀ ꦫꦶ ꦱꦁ
Õc}Ö5 Õc}º 5
lumihat ṛi saŋ lumihat ri saŋ
ꦥꦺꦏꦴꦤꦿꦶꦥꦠꦶꦏ꧀ ꦥꦺꦏꦴꦤ꧀ ꦫꦶ ꦥꦠꦶꦏ꧀
×ÎK
ª u5º ׺ Î u5º
wukir mwang alas wukir mwaŋ alas
ꦪꦠꦤꦔꦸꦠꦸꦱ ꦪ ꦠꦤ꧀ ꦄꦔꦸꦠꦸꦱ
[6K
6 w
º [6Ù wº
pêtêng i walêk pêtêŋ i walêk
ꦠꦴꦩꦤꦉꦥꦠ꧀ ꦠꦴꦩꦤ꧀ ꦄꦉꦥꦠ꧀
perhatikan ;
menggunakan r
ꦩꦸꦫꦸꦧꦫꦭ
ꦶꦁ ꦔꦶꦠ꧀ Penulisannya tetap kenapa bisa demikian, kok
aksara warga Ô Y ¸
Zª sehingga tidak berlaku
r namun menggunakan CÃ
Pengkhususan :
5 berubah menjadi y.
5+ CÃ 5Ã Æ
5+ CV 5V {V
+ CÃ + C6 Ã6 ¾
A A
TENTANG AKSARA SIGÊG
K dan } serta q
[5º pasaŕ
cº kamaŕ
5[º sapaŕ
å: kisṛuḥ
æc kṛama
Ôç mudṛa
Pengecualian ;
contoh di bawah ini tidak diperlakukan seperti pada
kolom atas karena pada kasus penulisan di bawah
merupakan kasus adanya hukum sastra lampah.
Sehingga pelatinannya sesuai pelatinan [r] bukan [ṛ].
wå: wis ruh
}[]5{WN«
tersebut
5º + w ꦱꦮꦮꦫ
5º + w 5èª
saŕwa saŕwwa
ꦱꦸꦪꦪꦫ
°º + p
°pªº
suŕya
suŕyya
ꦄꦗꦗꦫ
º + я
яªº
aŕja
aŕjja
ꦮꦟꦟꦫ
wº + U
wUVª
waŕṇa
waŕṇṇa
ꦩꦢꦢꦶꦂ
cº + P
cPQé
maŕdi
maŕddi
Sigeg K Kº Seperti pada tata tulis aksara Jawa Sriwedari
[5 pasaŋ
À kunaŋ
ꦏꦸꦢ ꦔ ꦏꦸ ÀP K ê kudangku
5w: sawaḥ
5w}ê sawahku
sandhangan wignyan C:
satu kata.
C,
Gwpº Gw
wKD pº wKD
kata.
567 sêtya
5w}ê sawahku
A¡A
TENTANG SAṆDHI
Bahasa Jawa kuna atau Kawi, mengenal penulisan kata yang disaṇdhikan, adapun yang
dimaksud dengan saṇdhi adalah, sambungan, terusan, antara dua buah aksara vokal ;
1). Aksara vokal [a] bertemu dengan aksara vokal [a] maka penulisannya menggunakan
sandhangan C8 raswadi [ā], penggunaan saṇdhi terjadi bisa karena ada ater – ater (awalan),
maupun panambang (akhiran) maupun dua kata yang bertemu dalam penulisan :
Carakan Latin Carakan Latin
ꦥꦴꦗꦫ꧀
[ + яº pa + ajaŕ pājaŕ
[8яº
ꦩꦴꦔꦼꦤꦔꦼꦤ꧀
c + K6K6º ma + angên - angên māngên - angên
c8K6K6º
ꦏꦴꦭꦥ꧀
+ u[º ka + alap kālap
8u[º
ꦥꦴꦏꦣꦶꦥꦠꦶ
[ + R[ paka + adhipati pakādhipati
[8R[
ꦥꦶꦤꦏꦴꦒꦿ
[ + à pinaka + agra pinakāgra
[8à
ꦱꦴꦠꦸꦱ꧀
5 + Ø5º sa + atus sātus
58Ø5º
ꦩꦏꦴꦢꦶ
c + P maka + adi makādi
c8P
ÕK8
ꦠꦠꦴ
8 + tatā + a tatā
8
ꦮꦮꦤ꧀
ww + C C6 º wawa + ên wawan
wwº
ꦕꦫꦶꦠꦤ꧀
e + C C6 º carita + ên caritan
eº
ꦮꦏꦠ ꦤ꧀
wM + C C6 º wakta + ên waktan
wM º
Catatan ; dalam bahasa Jawa yang lebih muda, apabila ada vokal [a] bertemu dengan C C6 º
ꦮꦂꦤꦤꦼꦤ꧀
w + C C6 º waŕna + ên waŕnanên
w6º
ꦮꦮꦤꦼꦤ꧀
ww + C C6 º wawa + ên wawanên
ww6º
ꦕꦫꦶꦠꦤꦼꦤ꧀
e + C C6 º carita + ên caritanên
e6º
ꦮꦏꦠ ꦤꦼꦤ꧀
wM + C C6 º wakta + ên waktanên
wM 6º
3). Aksara vokal [a] bertemu dengan [i] menjadi C [è], atau .... :
º
ꦺꦩꦔꦼꦠ꧀
c + K6º ma + ingêt mèngêt
cK6º
ꦺꦩꦏꦼꦭ꧀
c + 6uº ma + ikêl mèkêl
c6uº
ꦺꦥꦤꦏ꧀
[ + º pa + inak pènak
[º
ꦺꦏꦏꦸ
+ À ka + iku kèku
À
ꦩꦺꦏꦧꦸ
c + Ü maka + ibu makèbu
cÜ
ꦺꦱꦱꦶ
5 + 5 sa + isi sèsi
55
ꦩꦩꦺꦣ
ccR + mamadha + i mamadhè
ccR
4). Aksara vokal [a] bertemu dengan [u] menjadi C.....C8 [o], atau .... :
ꦺꦩꦴꦤꦼꦁ
c + Ù a + unêŋ monêŋ
c8Ù
ꦺꦥꦴꦠꦸꦱꦤ꧀
[ + Ø5º a + utusan potusan
[8Ø5º
ꦺꦏꦴꦕꦥ꧀
+ e[º a + ucap kocap
8e[º
c8P
ꦥꦶꦤꦺꦏꦴꦥꦗꦶꦮ
[ + [яw a + upajiwa pinakopajiwa
[8[яw
ꦥꦺꦏꦴꦥꦪ
[ + [p a + upaya pakopaya
[8[p
6). Aksara vokal [a] bertemu dengan [o] menjadi C....C8 [o] :
8). Aksara vokal [i] atau C [i] bertemu dengan C [i] menjadi C [ï] :
ꦥꦶꦤ ꦔ ꦏ
ꦏꦮ ꦼꦤ꧀
[ K ê + 6º pinangku + akên pinangkwakên
[ K
ï 6º
cð
ꦧꦸꦫꦮꦤ꧀꧈ꦧꦸꦮꦫꦤ꧀
ÜÞ + º buru + an buŕwan
ÜxºÜwªº
11). Aksara vokal [u] atau | [u] bertemu dengan C [i] menjadi Cx [wi] :
12). Aksara vokal [u] atau | [u] bertemu dengan C C6..º [ên] menjadi |C º [un] :
ꦥꦶꦠꦸꦲꦸꦤ꧀
[ØÏ + C C6 º pituhu + ên pituhun
[ØϺ
ꦥꦭꦸꦤ꧀
[Õ + C C6 º palu + ên palun
[Õº
ꦅꦔꦸꦤ꧀
Á + C C6 º ingu + ên Ingun
Áº
Catatan ; dalam bahasa Jawa yang lebih muda, apabila ada vokal [a] bertemu dengan C C6 º
ꦥꦭꦸꦤꦼꦤ꧀
[Õ + C C6 º palu + ên palunên
[Õ6º
ꦅꦔꦸꦤꦼꦤ꧀
Á + C C6 º ingu + ên ingunên
Á6º
Õc6Uñ
ꦫꦸꦩꦼꦔꦮꦏꦼꦤ꧀
Þc6K68 + 6º rumêngö + akên rumêngwakên
Þc6ò6º
ꦏꦉꦔꦮꦤ꧀
K68 + º karêngö + an karêngwan
òº
14). Aksara vokal C6 C8 [ö/eu] bertemu dengan C C6 º [ên], ditulis .... C68º [ön] :
ꦅꦮꦼꦴꦤ꧀
w68 + C C6 º iwö + ên iwön
w68º
15). Aksara vokal C[i] bertemu dengan [a], ditulis .... q [ya] :
ꦮꦼꦔꦾ
w6K + wêngi + a wêngya
w6ó
ꦏꦊꦧꦮꦶꦁ ôÛ + Ü +
ꦈ ꦰꦶ ꦰꦴ
ꦟ ꦔ ꦏꦮꦶꦁ ꦭꦧꦸ { {8
V K ïÛ uö { {
V + + À + + uö
A¢A
CONTOH KUTIPAN DALAM NASKAH
1). ARJUNAWIWĀHA
꧋ꦄ ꦩ ꦧꦼ ꦏꦸꦥꦁꦥꦫꦩꦴꦡꦫꦥꦟꦣꦶꦠꦲꦸꦮꦸꦱꦭꦶꦩꦥꦢꦸꦥꦺꦏꦁꦯꦹꦤꦾꦠꦴꦠꦤꦸꦥꦺꦏꦁꦮꦶꦰꦪꦥꦿ
c `6 À\[c8Nª[USÏ×5vc\÷\±¸8Ì\w{p;p8
Ambêk saŋ parama aŕtha paṇḍita huwus limpad sakèŋ çünyatā tan sangkèŋ wiṣaya
prayojana nira lwiŕ sanggraha iŋ lokita siddhā niŋ yaçawiŕya don ira sukhā ning rat
kiningkiŋ nira santoṣa ahêlêtan kêliŕ sira sakèŋ saŋ hyaŋ jagad karaṇa.
2). LUBDAKA
꧋ꦱꦁꦲꦾꦁꦤꦶꦁꦲꦾꦔꦩꦹꦠꦶꦂꦤꦶꦰꦏ ꦭꦱꦶꦫꦴꦠꦶꦏꦶꦤꦼꦤꦾꦼꦥꦶꦔꦏꦧꦮꦠꦤꦭꦒꦼꦴ ꦱꦡꦹ ꦭꦴꦏꦴꦫꦱꦶꦫꦥꦿ
ꦱꦏꦼꦤꦱ
ꦶꦁ ꦩꦔꦏ ꦤꦔꦲꦶꦁꦥꦶꦤꦿꦶꦃꦥꦿꦶꦲꦕ
ꦶ ꦶ ꦠꦠ ꦤꦶꦔꦭꦸ
ꦲꦸ ꦤꦤꦸꦒꦿꦲꦤꦠꦸꦭꦸꦱꦢꦶꦒꦺ
ꦗ ꦪꦁꦭꦔꦼꦴ꧉
5ùÛùK©é{Du586¸6[KôvG68 5ú u885; { X
Û5cKD K~Û[Ó
:;}e M KþÕÌà}ØÕ5PG
i puK68
Saŋ hyaŋ niŋ hyang amüŕti niṣkala sira ati kinênyêp ing akabwatan langö sthülākāra sira
pṛatiṣṭita hanèŋ hṛêdaya kama lamadhya nityaça dhyāna mwaŋ stuti küṭamantṛa japa mudṛa
linêkasakên iŋ samangkana nghiŋ pinṛiḥ – pṛih i citta ni nghulun anugṛahana tulusa digjaya
iŋ langö.
3). SUTASOMA
꧋ꦯꦿꦷ ꦧꦗꦿꦘꦴꦟꦯꦹꦤꦾꦴꦠꦩꦏꦥꦫꦩꦱꦶꦫꦴꦤꦶꦤꦢꦾ ꦫꦶꦔꦿꦠꦮꦶꦺꦯꦰꦭꦷꦭꦴꦯꦸꦢꦣꦥꦿꦠꦶꦺ ꦰ ꦛꦁ ꦲꦽ
ꦢꦪꦗꦪꦗꦪꦴꦔꦏꦼ ꦤꦩꦲꦴꦱꦮꦒꦫꦺꦭꦴꦺꦏꦏ ꦕ ꦺ
ꦖ ꦠꦿ ꦠꦁꦯꦫꦷꦫꦴꦔꦲꦸꦫꦶꦥꦶꦱꦲꦤꦤꦶꦁꦨꦸꦨꦮꦫꦃꦱꦮꦃꦥꦿ
Ppяpяp8KD6 d}8ÈGªu8 e
h ý y8Kþ[5}Ûª:È:;
Çrï Bajṛajñāṇa çünya atmaka parama sira anindya ring rat waçéṣa lïlā çuddha pṛatiṣṭa iŋ
hṛêdaya jaya – jaya angkên mahā swaŕgaloka ékacchattra iŋ çarïra anghuripi sahana niŋ
bhuŕ bwaḥ swaḥ pṛakïrṇa sākṣāt candṛa aŕka püŕṇadbhuta ri wijil ira n sangka riŋ
boddhacitta.
4). ADIPARWA
꧋ꦲꦤꦱꦶꦫꦧꦿꦴꦲꦩꦟꦨꦒꦮꦴꦺꦤꦣꦴꦩꦾꦔꦫꦤꦶꦫ꧈ꦥꦠꦥꦤꦶꦫꦫꦾꦫꦴꦺꦪꦴꦣꦾꦴꦮꦶꦰꦪ꧉
ꦲꦤꦠꦯꦶ ꦰꦾꦤꦶꦫꦠꦶꦒꦁꦱꦶꦏ꧈
ꦶ ꦔꦫꦤꦶꦫꦱꦔꦸꦠꦩꦤꦾꦸ꧈ꦱꦔꦴꦫꦸꦟꦶꦏ꧈ꦱꦁꦺꦮꦢ꧉ꦏꦥꦮꦥꦶꦤ
ꦏꦏꦶꦺꦤꦴꦤꦶꦫꦪꦴꦱꦮꦲꦫꦸꦩꦸꦲꦸꦤ꧀꧈ꦏꦩꦼꦤꦴꦤꦶꦫꦺꦮꦲꦤꦫꦶꦱꦁꦲꦾꦁꦣꦩꦩꦫꦯꦴꦠꦿ ꦱ ꧉ꦪꦠꦤ
ꦠꦱꦔꦴꦫꦸꦟꦶꦏꦴꦔꦸꦭꦲꦏꦼꦤꦸꦥꦏꦿꦩꦤꦶꦁꦱꦮꦃ꧈ꦒꦶꦤꦮꦪꦏꦼꦤꦶꦫ꧉ꦱꦼꦣꦼꦔꦲꦪꦸꦠꦸꦮꦸꦃꦤꦶ
ꦏꦁꦮꦷꦗ꧈ꦠꦼꦏꦠꦁꦮꦴꦃꦱꦲꦮꦽꦰ ꦛꦶ ꦥꦴꦠ꧈ꦲꦸꦢꦤꦢꦽꦱ꧀꧈ꦄꦭꦃꦠꦒꦊꦁꦤꦶꦏꦁꦱꦮꦃ꧉ꦱꦏꦫꦶꦮꦼ
ꦢꦶꦤꦫ
ꦶ ꦴꦤꦏ ꦲꦶꦧꦼꦏꦤꦺꦠꦴꦺꦪꦏꦁꦥꦫꦶ꧈ꦠꦶꦤ ꦩ ꦧꦏꦤꦶꦫꦠꦪꦠꦥꦮꦤꦺꦱꦴꦺꦮꦅꦏꦁꦺꦮ꧉ꦄ
ꦮꦃꦺꦢꦱꦁꦒꦸꦫꦸ꧉ꦺꦩꦴꦗꦨꦫꦒꦮꦴꦺꦤꦣꦴꦩꦾꦫꦶꦱꦶꦫꦏꦶꦺꦤꦴꦤꦠ ꦪꦱꦶꦫꦴꦮꦸꦔꦮ꧉ꦄꦤꦏꦸꦱꦔꦴꦫꦸ
}5ß8}dUaGw8S8K[[ ª8p8û8w{p}
y
G5
K5Ác5K8ÞU5wPÚ[
8p85w}ÞÔϺc68w}5ùRcdªy8ý 5 p
5K8ÞU8Áu}6Ì\æcÛ5w:Gwp656R6K}ìØ×:
wя6w8:5}{X [8ÏP5ºu:G5w:5w6
P
8D }_68p[ c `pÚ58ww
P5Þc8яaªGw8S85
8M p58×òÀ5K8ÞU
Hana sira brāhmaṇa, Bhagawān Dhomnya ngaranira, patapanira ŕ ayodhyā wiṣaya. Hana
ta sira çiṣyanira tigaŋ siki, ngaranira sang Utamanyu, sang Āruṇika, sang wéda. Kapwa
pinarïkṣanira, yan tuhu guru çuçrüṣa, guru bhakti. Kramanya dé nira amarïkṣa, sang
Āruṇika kinonira ya asawaha rumuhun. Kamênānira wéhana ri saŋ hyaŋ Dharmaçāstṛa.
Yatna ta sang Aruṇika angulahakên sakṛamaniŋ sawaḥ, ginawayakênira. Sêdhênga hayu
tuwuḥ nikaŋ wïja têka taŋ wāh saha wṛêṣṭipāta, hudan adṛês. Alaḥ ta galêŋ nikaŋ sawaḥ.
Saka ri wêdi nira ankahibêkana toya ikaŋ pari, tinambaknira ta ya tapwa na sauwi ikaŋ wé.
Alaḥ têkā tambaknikā. Luwaḥ tinambaknira. Tan wṛiŋ dé ya nira i wêkasan tinambakên ta
awaknira iŋ wé manglöṇḍö. Taŕ molah irikaŋ rahina wêngi. Katon ta awaknira ngko nèŋ
sawaḥ dé saŋ guru. Mojaŕ Bhagawān dhomnya ri sira, kinon ta ya sira awungwa. Anaku
sang Āruṇika, atyanta riŋ dhāraṇa, pawungwa ta anaku. Sang Uddalāka ngaranta, Apan
manambakakên awakta riŋ wé, makanimitta bhakti riŋ guru. Kita anêmwa suka, siddhi
mantra wākbajṛa sira.
5). BHĀRATAYUDDHA
꧋ꦅꦫꦶꦏꦠꦱ ꦔ ꦓꦺꦛꦴꦠꦏ ꦕꦏꦶꦺꦤꦴꦤꦩꦥꦒꦴꦏꦏꦫ ꦱꦸꦠ꧈ꦠꦼꦏꦥꦶꦫꦏꦽ ꦰ ꦟꦥꦴꦡꦫꦩꦤꦼꦲꦼꦩꦸꦫꦗꦶ
ꦯꦏꦠꦶ ꦤꦫ
ꦶ ꧈ꦱꦔꦶꦤꦸꦗꦫꦤꦮꦮꦁꦩꦱꦼꦩꦸꦒꦗꦗꦶꦂꦠꦲꦰꦫ ꦩꦉꦏꦩꦮꦕꦤꦨꦒꦾꦪꦤꦲꦤꦥꦺꦏꦴꦤꦿꦶꦥ
ꦠꦶ ꦏꦤꦽ ꦥꦠꦶ꧉
[
Irika ta saŋ Ghaṭotkaca kinon mapag aŕkka suta, têkap ira Kṛêṣṇa Pāŕtha manêhêŕ muji
çakti nira, sang inujaran wawaŋ masêmu gaŕjitta haŕṣa marêk, mawacana bhagya yan hana
pakon ri patik nṛêpati.
6). BHĀRATAYUDDHA
꧋ꦊꦁꦊꦁꦫꦴꦩꦾꦤꦶꦏꦁꦯꦯꦴꦔꦏ ꦏꦸꦩꦼꦚꦩꦫꦔꦽ ꦔ ꦫꦹ
ꦒ ꦩꦤꦶꦁꦥꦸꦫꦷ꧈ꦩꦔꦏꦶ ꦤꦠ ꦤꦥꦱꦶꦫꦶꦁꦲꦊꦥꦶꦏꦔꦸꦩꦃ
ꦗꦶ꧈ꦈ ꦔ ꦒꦮ ꦤ ꦧꦴꦤꦸꦩꦠꦷꦪꦤꦴꦩꦽꦩꦭꦔꦼꦴꦩꦮꦁꦤꦴꦡꦢꦸꦺꦪꦾꦫꦴꦣꦤ꧉
c8 5 ÔªÞßÛuKº6îÌ\èªcU M w¸
Û 5×588Ø\6°я K
b8Ìcp8ËcuK68Î8N÷íª8R
Lêng – lêng rāmya nikaŋ çaçāngka kumeñaŕ mangṛêngga rüm niŋ purï, mangkin tan pasiriŋ
halêp ikang umaḥ mās lwiŕ murub riŋ langit, tekwan saŕwwa maṇik tawiŋnya sinawuŋ sākṣāt
sêkaŕ niŋ suji, unggwan Bhānumatï yanāmṛêm alangö mwaŋ nātha Duryodhana.
7). BHĀRATAYUDDHA
꧋ꦺꦩꦃꦫꦲꦶꦤꦴꦱꦼꦩꦸꦧꦁꦴꦲꦾꦔꦫꦸꦟꦏꦢꦶꦺꦤꦠꦿꦤꦶꦺꦔꦴꦓꦫꦥꦸꦃ꧈ꦯꦧꦢꦤꦶꦺꦏꦴꦏꦶꦭꦫꦶꦁ
ꦏꦤꦶꦒꦫꦱꦏꦼꦠꦼꦤꦶꦂꦏꦶꦢꦸꦤ
ꦁ ꦶꦔꦏꦹꦁ꧈ꦭꦮꦶꦮꦸꦫꦮꦸꦱꦶꦁꦮꦶꦤꦶꦥꦚꦕꦥꦥꦼꦠꦏꦶꦔꦪꦩꦮꦤ꧈ꦫꦶꦁꦥꦒꦤ꧀ꦩꦿꦴ
ꦏꦔꦸꦲꦸꦃꦨꦿꦩꦫꦴꦔꦿꦨꦱꦏꦸꦱꦸꦩꦫꦶꦁꦥꦫꦲꦱꦾꦤꦫꦹꦩ꧀꧈
c:}856Ô_8ùKÞUPÖK8I¿:y_Q8uÛ
G566é÷
Küðת×5Ûw[lf[[6KpÎÛ[GºC98Á
Ï:c8øa5À°cÛ[}Åcº
Mèh rahina asêmu bāŋ hyaŋ Aruṇa kadi nétṛa niŋ ogha rapuḥ, çabda ni kokila riŋ kanigara
sakêtêŕ ni kiduŋ niŋ aküŋ, lwiŕ wuwus iŋ winipañca papêtak iŋ ayam wana riŋ pagagan,
7). RĀMĀYAṆA
꧋ꦗꦲꦤꦷꦁꦪꦲꦤꦶꦁꦠꦭꦒꦏꦢꦶꦭꦔꦶꦠ꧀ꦩ ꦩ ꦧꦁ ꦠꦁꦥꦴꦱꦮꦸꦭꦤꦸꦥꦩꦤꦶꦏꦴ꧈ꦮꦶ ꦤꦠꦁ ꦠꦸꦭꦾꦁꦏꦸꦱꦸꦩꦪ
ꦱꦸꦩꦮꦸꦫ꧀ꦭꦸꦩꦿꦺꦥꦮꦏꦁꦱꦫꦶꦏꦢꦶꦗꦭꦢ꧉
c׺CÕ9Ú5PяuP
Jahnï yāhniŋ talaga kadi langit, mambaŋ taŋ pās wulan upama nikā, wintaŋ tulyaŋ kusuma
ya sumawuŕ, lumṛa pwa ikaŋ sari kadi jalada.
8). SUNDAYANA
꧄ꦄꦮꦶꦓꦤꦩ ꦱ ꦠꦸ꧈ꦏꦮꦱꦶꦠꦥꦤꦢꦶꦪꦾꦫꦫꦶꦁꦮꦶꦭꦠꦶ ꦏꦠ ꧈ꦱꦁꦤꦺꦡꦁꦩꦗꦥꦲꦶꦠꦭꦸꦩꦿꦃꦮꦶꦪꦫꦤꦶꦫ꧈
ꦤꦴꦩꦯꦿꦶ ꦄꦪꦩꦸꦮꦮꦫ꧈ꦗꦗꦏꦮꦤꦫꦴꦥꦼꦏꦶꦏ꧀ꦩꦲꦴꦥꦿꦠꦴꦥ꧈ꦠꦶꦤꦸꦠꦸꦥꦤꦒꦫꦶ꧄
8cÄ pÔèªяяwª8[6ºCc}8;8[ÌØ\G
Awighnam astu, kawasita pandiŕya riŋ Wilatikta, saŋ nātha iŋ Majapahit lumṛaḥ wiŕyanira,
nāma śṛi Ayam – Uŕwa, Jajakawaŕna apekik, mahāpṛatāpa, tinut iŋ sanagari.
ꦤꦫꦮꦤꦸꦥꦥꦿꦠꦶ ꦔꦏ ꦲꦶꦔꦒꦩꦏꦁꦱꦶꦤꦼꦭꦭꦶꦂꦫꦫ
ꦶꦁ ꦱꦾꦥꦸꦂꦧ꧄
RÍ6 ¿яuºCcØ5}Û5KRØw}Q\i
6 6ø°Ô
R Zя
"Ì\; KD }KGc56u
v#
Û Å¿_
Dhan warnanên ṣira ta pun wujil, matuŕ sira iŋ sang adhinira ratu wahdat pan jênêngé
sumuŋkêm anèŋ lêbu talapakan saŋ mahamuni sang adhêkêh iŋ Bénaŋ mangké atur sendu,
CATATAN :
Mencermati dan melihat beberapa hal dalam tata penulisan aksara Jawa Kuna (Kawi),
seperti yang telah dirangkum dalam serat Mardi Kawi, karangan W.J.S. Poerwadarminta, maka bisa
disimpulkan, bahwa tata penulisan aksara Jawa yang terangkum merupakan pengamatan dari karya
tulisan sastra Jawa Kuna (kakawin), Jawa Pertengahan (Kidung), dan Klasik (Macapat) ;
1). Tata tulis Kawi atau Jawa Kuna, diwakili oleh naskah – naskah kakawin. Penulisan kosakata
Jawa Kuna yang mengadopsi dari bahasa Sanskṛeta masih diperlakukan sama seperti
penulisan pada aksara Devanagarinya, begitu juga susunan aksara Jawa masih mengikuti
kaidah hukum bunyi bahasa Sanskṛeta.
2). Melatinkan bahasa Jawa Kuna dalam aksara Jawa, tidak bisa serta merta seperti pada
pelatinan aksara Jawa dengan menggunakan pedoman KBJ, karena pada kasus bahasa Jawa
Kuna dengan aksara Jawa, pelatinan harus mengindahkan tata tulis aksara Jawa, bukan
sebaliknya, hal ini terjadi karena tata penulisan Jawa pada bahasa Jawa Kuna tidak didasarkan
bagaimana kata – kata tersebut ditulis dalam aksara Latin. Aksara Jawa masih murni
digunakan sebagai aksara untuk menuliskan bahasa Jawa, beda dengan ejaan KBJ dimana
aksara Jawa sudah kehilangan fungsi karena kosakata Jawa ditulis dalam aksara Latin baru
dialih aksarakan Jawa. Untuk itu dalam kasus melatinkan aksara Jawa pedoman lama
sebelum KBJ, maka diperlukan sebuah daftar transliterasi seperti di bawah ini ;
a. Pelatinan aksara } [ha], dan C: (wignyan) ;
ß}dU bṛahmaṇa
5w: sawaḥ
dilatinkan r я raja
cº marak
5èª saŕwwa
æc kṛama
Pengecualian :
karena pada dasarnya sandhangan
cakra adalah bentuk lain dari
pasangan aksara [ra], namun
karena letak [ra] tidak melebur
dalam satu kata, maka tetap
dilatinkan [r] tidak [ṛ] ;
Õc}Ö5 lumihat ri saŋ
K dilatinkan ng 5K sanga
C dilatinkan ŋ Û riŋ
5 ri saŋ
l dilatinkan ñ lw ñawa
¸ dilatinkan ny °¸ sunya
AÊA
SRIWEDARI
Àw56ºC_$P}
Tidak ditulis :
Àw5%ºC_&P:}
Adapun : }ì meskipun bukan kata dasar tidak ditulis ; :}ì karena
2). Kata dasar yang terdiri tiga suku kata, berawal vokal nglegena [å], walaupun
G5uwcw_Rp
3). Kata dasar yang terdiri tiga suku kata, berawal konsonan nasal, ditulis seperti pada
pengucapannya ;
4). Suku kata yang bukan suku kata akhir tidak boleh menggunakan pêpêt layar, jika
ÀÀ*я+Õww
Kecuali pada kata asing atau serapan asing, yang akan diperjelas ;
,_%-яQuºC;855\%_uº
5). Jika dalam satu kata, pasangan eя tidak boleh menjadi pasangan harus
l contoh ; [lf[li
Namun apabila perlu untuk memenuhi guru wilangan pada tembang, boleh ditulis ;
u[_Õ.
7). P8l dan 58l semua ditulis dengan taling – tarung, bukan suku.
8). Kata asing yang telah diserap dalam bahasa Jawa, penulisannya sesuai dengan
PPя666ºCR6R%GW
Û Üw
2). Kata kerja yang kata dasarnya awalnya luluh dengan awalan anuswara, jika
3). Kata :
yang awalannya tidak luluh dengan awal kata dasar, harus mendapat sandhangan
pêpêt ; 6PPº
4). Kata yang berawal ; } jika mendapat awalan ; [; tidak berubah ;
[}À:[}w8ºC[}u
[pG6cºC;p8G
+ ÑuºCя
v6 ºCGv6 tidak ditulis [ ÑuºCяºCG
G6c
d6 ºC}_b
2). Imbuhan ; }
a. Jika berada di belakang suku kata terbuka [a], tetap ditulis ; }_5}
wulu [i], atau taling [é,è], meskipun suku kata akhirnya bukan ; p
wpRwp tetapi penulisan ; ;pp}6;p} tidak
ditulis ; ;ppp;pp
suku [u], atau taling - tarung [o], meskipun suku kata akhirnya bukan ; w
Þw_8P8w
3). Imbuhan ; } jika bertemu suku kata terbuka [a], berubah menjadi ; dados
4). Imbuhan ; } jika bertemu suku kata terbuka, diimbuhi }º dulu ;
[R ---- cR
_Ï ---- } c b}8
a. Jika pada suku kata terbuka yang mendapat sandhangan ; wulu atau taling,
Jika pada suku kata terbuka yang mendapat sandhangan suku atau taling
tarung, maka tidak luluh, awal imbuhan tidak luluh, awal imbuhan berubah
menjadi ; w
uÀ ---- uÀwº
6). Imbuhan }6º apabila bertemu dengan suku kata akhir terbuka [a,i,u,é,o],
Ïя ---- Ïя6º
[Ì ---- [Ì6º
7). Imbuhan } apabila bertemu suku kata terbuka [a,i,u,é,o], mendapat pelancar
}_ ----- }_
uÀ ----- u8
a. Jika bertemu suku kata terbuka, suku kata terbuka tersebut diakhiri konsonan
[k] terlebih dahulu, imbuhan tetap } apabila suku kata tersebut
berakhir [i] ditulis menjadi [è], apabila berakhir [u], ditulis [o] ;
[ ----- [~
}я ----- Kя8~
menjadi
9). Imbuhan apabila bertemu suku kata berakhir konsonan, tidak berubah ;
Namun jika diperlukan untuk menambah jumlah suku kata, imbuhan bisa
10) Imbuhan }¿º apabila bertemu suku kata terbuka, berubah menjadi ¿º
.
0w ---- 0w¿º tidak ditulis 0w¿º
V. DWI PURWA
Perulangan yang mengulang sandhangan swara ;
ØÀ ---- ØØÀ
dwi lingga, suku kata awal kata yang diulang tidak luluh ;
}Õº ---- }Õ~Õº tidak }ÕÕº
VIII. KATA }
Û
Kata yang berawal : }u jika berada di belakang : }Û tidak berubah ;
IX. PASANGAN w
Pasangan atau panjing w tidak diperkenankan dipasangkan pada aksara yang telah
menjadi pasangan :
X. AKSARA MURDA
1). Aksara Murda hanya untuk kepentingan fonetik. Maksudnya hanya sebagai
UV
ª U harus ditulis
depannya dipangku ;
×uº;uº
}P8uv6K }6P8uv
6
Pasangan tetap 8
C
1.) Aksara rékan untuk menuliskan kosakata serapan asing yang perlu diperjelas.
2.) Aksara rékan tidak menjadi pasangan, aksara konsonan di depannya harus
dipangku;
ÔºC9 K_ uºCG:
3.) Aksara rékan apabila mendapat sandhangan ; wulu, pêpêt, cécak atau layar ;
f+iki+ /,
Angka Romawi boleh digunakan pada penulisan sastra (aksara) Jawa, yaitu untuk
Aksara Latin beserta angkanya jika ditulis bersanding dengan aksara Jawa, sejajar, jadi
Aksara Arab beserta angkanya jika ditulis bersanding dengan aksara Jawa, sejajar, jadi
XVII. ANGKA ; 2
PEMBAHASAN
I
KATA DASAR
1). Penulisan kata dasar dengan merangkap aksara, hal tersebut hanya karena kebiasaan,
atau meniru penulisan dalam bahasa Sanskṛêta, misal ; e M _ê dan lainnya.
Karena dirasa sudah tidak ada fungsinya, maka sekarang e M --- e _ê ---
_À begitu juga penulisan ; Ø w _ seharusnya juga ditulis Ø
w _$
menjadi ¸
2). Kata dasar tiga suku kata, yang berawal vokal, pengucapan suku kata awal diucapkan
seperti bunyi pepet [ê], namun penulisan aksara Jawa tidak menggunakan sandhangan
3). Kata dasar tiga suku kata, yang berawal nasal, pengucapannya ada dua macam, dibaca
[ê], atau [å], maka pada penulisan aksara Jawa seyogyanya disesuaikan dengan
pengucapannya.
4). C yang berada pada awal suku kata diucapkan dan ditulis
}я ----- я
Maka kata ; [Õ apabila mengikuti kaidah pengucapan bahasa Jawa, maka seyogyanya
5). Golongan aksara harus dicermati, tidak hanya bagi awalan anuswara saja, namun berlaku
P menjadi PQ _ menjadi _ c b e menjadi elf berubahnya C menjadi
6). Lainnya ;
II
KATA JADIAN DENGAN AWALAN
1). Awalan anuswara yang luluh dengan kata yang diberi awalan ditulis tanpa , }:
3). Pada masa lalu, awalan 6 tidak ada, yang ada :
4). Kata yang berawal } mendapat awalan [ ; ditulis } atau p
III
KATA JADIAN DENGAN SISIPAN
1). Supaya runtut dengan lainnya, sisipan dan c penulisan kata yang mendapat
sisipan atau u harus ditarik menjadi яº jika dirasa perlu bisa
2). rangkap tidak berasalan, hal ini hanya terbawa kebiasaan, sehingga tidak ada
IV
KATA JADIAN DENGAN AKHIRAN
1). Akhiran ; } jika berada pada kosakata terakhir terbuka [å], tidak berubah tetap ditulis
} jika suku kata akhirnya mendapat wulu [i], atau taling [é], akhiran } berubah
menjadi p jika mendapat suku [u], atau taling tarung [o], maka ditulis w
2). Akhiran ; } jika berada disuku kata akhir terbuka mendapat pelancar bunyi
3). Akhiran } :
maka ; cR + } = cR
7). Bagi kata yang bersuku kata akhir terbuka maka mendapat akhiran } mendapat
pertolongan pelancar
u ----- Kv~
penulisan ; Kv~
AKSARA MURDA
Aksara murda dalam penulisan, U { UX cyi Pº }{X mencontoh
tata penulisan lama atau dalam hal ini Sanskṛêta, namun tidak sempurna, karena banyak yang
tidak konsisten, maka lebih baik dihilangkan, begitu juga nama gunung, sungai, hewan dan lain
sebagainya tidak ditulis dengan aksara murda, karena yang demikian meniru penggunaan
4
kapital pada aksara Latin, jadi aksara murda hanya untuk kepentingan fonetis .
4 Aksara Murda digunakan dalam penulisan untuk menekankan kosakata bahasa Kawi yang masih dipertahankan tata
bahasa dan ejaannya. Jadi tidak disamakan dengan Kapital dalam aksara Latin.
VI
AKSARA SWARA
VII
AKSARA RÉKAN
Penulisan ;
cGÃ_
> º tidak ditulis cG:º
C _º
cPQ_
: º tidak ditulis cP:ºCP_º
Ô[v5
> º tidak ditulis Ô[:ºCu5º
REFERENSI
Stoomdrukkerij De Bliksem
Widyastuti, Sri Hartati. 2001. Suluk Wujil Suntingan Teks dan Tinjauan Semiotik. Semarang :
Topografischen Dients.
Zoetmulder, P.J. 1994. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Djambatan.
.......................... 1995. Kamus Jawa Kuna – Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.