Pajak dibayarkan oleh masyarakat dalam bentuk pribadi ataupun badan yang
disebut dengan wajib pajak. Meskipun bersifat wajib dan memaksa, wajib pajak
hakikatnya memiliki standar tertentu. Artinya, tidak semua warga Indonesia wajib
membayar pajak. Hal tersebut diatur dalam undang-undang dengan aturan dan syarat
yang jelas sehingga diharapkan pajak yang wajib ini tidak memberatkan. Justru, dengan
adanya pajak ini menjadi salah satu cara kerja sama pemerintah dengan masyarakat dalam
membangun dan menyongsong kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia dari segi
yang berkaitan langsung dengan pajak ini.
Meskipun sudah diatur dengan jelas dan rapih di dalam undang-undang, pajak
masih kurang dipercaya oleh masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kurangnya edukasi
serta pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan dan realisasi pajak. Saat ini, seperti
yang terlihat di media-media, banyak masyarakat yang memiliki kepercayaan rendah
terhadap pemerintah. Melalui media sosial, banyak segala jenis berita yang dapat
disebarluaskan dengan mudah. Termasuk berita yang tidak benar keberadaannya atau
hoax. Berita seperti ini yang sejak dulu telah memecah bangsa menjadi beberapa bagian
karena banyaknya provokator yang membuat kisah fiktif mengenai keburukan
pemerintah. Maka dari itu, pentingnya mengetahui peran-peran pajak bagi Bangsa
sebelum menilai sesuatu dari perspektif yang belum jelas validasi dan kebenarannya.
Terdapat empat fungsi pajak secara garis besar yaitu fungsi anggaran, fungsi
mengatur, fungsi stabilitas dan fungsi redistribusi pendapatan. Fungsi anggaran
merupakan fungsi pajak dalam berperan langsung menjadi salah satu sumber pemasukan
negara untuk pembangunan nasional seperti pembangunan sekolah, infrastruktur
transportasi, pem bangunan fasilitas kesehatan dan juga pembangunan fasilitas umum
lainnya. Contoh fungsi anggaran pajak seperti pada tahun 2017 dimana pajak menjadi
sumber pendapatan terbesar negara untuk melaksanakan pembangunan nasional dan
mencapai 83%. Kedua, ada fungsi mengatur yaitu fungsi pajak sebagai alat pemerintah
dalam mengatur kebijakan negara dalam bidang ekonomi. Ketiga, fungsi stabilitas pajak
yaitu fungsi pajak dalam mengatur keseimbangan ekonomi di Indonesia yang salah
satunya adalah menjaga atau mencegah serta mengatasi adanya deflasi dan inflasi.
Terakhir ada fungsi redistribusi pendapatan yaitu fungsi pajak sebagai alat pemerintah
dalam mengupayakan pemerataan pendapatan penduduk Indonesia dengan pembukaan
lapangan kerja.
Ada dua jenis pajak di Indonesia, yaitu pajak negara dan pajak daerah. Perbedaan
yang paling mudah diidentifikasi dari keduanya yaitu tingkatan lembaga berwenang yang
memungut pajak tersebut. Pajak negara dipungut oleh pemerintah pusat sedangkan pajak
daerah dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak negara biasa juga disebut dengan pajak
pusat dikelola langsung oleh pemerintah pusat untuk membiayai Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Begitupun dengan pajak daerah, dikelola langsung oleh
pemerintah daerah dan untuk membiayai pengeluaran daerah. Hakikatnya kedua pajak ini
sama-sama dipungut dan dikelola oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan
negara ataupun daerah yang bertujuan untuk memberikan fasilitas maksimal kepada
rakyat. Jadi, pajak ini adalah hal yang diberikan dan diperuntukan bagi rakyat yang
membayar pajak itu sendiri.
Kedua, ada prosedur Official Assesment System. Prosedur yang satu ini memiliki
sifat yang berbanding terbalik dengan Self Assesment System. Hal tersebut terlihat dalam
pertukaran peran wajib pajak dan petugas pajak. Wajib pajak hanya berperan pasif dan
penghitungan serta penetapan pajak sepenuhnya dilakukan oleh petugas pajak (fiskus).
Biasanya prosedur ini diterapkan bagi wajib pajak yang dinilai belum mampu atau tidak
dapat bertanggung jawab dalam pelaporan dan penghitungan secara mandiri. Prosedur
yang satu ini dapat berhasil apabila fiskus yang bertugas memiliki kualitas dan kuantitas
yang memadai serta bertanggung jawab.
Terakhir yaitu prosedur Withholding System. Dalam prosedur yang satu ini
pembayaran tidak melalu petugas pajak maupun kantor pajak. Contohnya seperti
pemotongan langsung dari gaji karyawan oleh bendahara instansi secara otomatis sesuai
pajak wajib pajak yang terutang. Prosedur yang satu ini dianggap menjadi pembayaran
pajak paling mudah dan dinilai adil karena melalu pihak ketiga. Ketiga prosedur
pembayaran pajak di atas sebenarnya memiliki tahapan yang sama. Perbedaan dari
prosedur-prosedur di atas ada pada pelaku-pelaku yang menjalankan tahapan dari masing-
masing prosedur.
Dari beberapa prosedur yang ada apakah dapat dikatakan sistem pembayaran
pajak di Indonesia sudah efektif dan bersih? Hingga kini masih banyak masyarakat yang
merasa tidak percaya dengan kedudukan pajak karena definisi pajak yang disebutkan
adalah bersifat memaksa dan wajib dibayarkan. Sedangkan, banyak masyarakat yang
merasa bahwa meskipun pembayaran pajak yang bersifat memaksa ini perlu kesadaran
dan inisiatif dari masyarakat itu sendiri, pajak tak jauh dari sekedar pungutan yang
memberatkan. Selain karena definisinya, banyaknya fasilitas yang dinilai belum
maksimal membuat masyarakat bertanya-tanya apakah pajak benar-benar digunakan
dengan semestinya. Padahal, perlu disadari bahwa pembayaran pajak dan pembangunan
nasional yang maksimal merupakan dua hal yang tidak bisa dijalankan satu-satu. Artinya,
jika masyarakat ingin melihat pembangunan nasional di negara kita berjalan dengan
lancer maka pembayaran pajak juga harus dilakukan, dua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan. Banyaknya masyarakat yang tidak mengerti tata cara dan hal-hal mengenai
pelaporan pajak juga menjadi salah satu kendala pajak di Indonesia masih sangat jauh
dari kata efektif. Tak hanya masyarakat yang bersifat perseorangan, perusahaan dan
lembaga-lembaga di Indonesia yang kiranya tidak mau bertanggung jawab atas pajak
terutangnya harus diberikan edukasi dan peringatan tegas agar roda perekonomian dan
pembangunan nasional dapat berjalan baik se-Indonesia Raya.
Masalah lain yang membuat banyaknya masyarakat yang belum membayar pajak
dapat datang dengan alasan kurangnya efisiensi dan kemudahan dalam membayar pajak,
ketidaksadaran atau tidak adanya tanggung jawab dalam gotong royong ekonomi demi
membangun Indonesia, dan sikap sikap buruk mengenai pembayaran pajak lainnya. Hal
seperti ini dapat menyebabkan goyahnya stabilitas pemerintahan karena ketidakpercayaan
dan dukungan dari masyarakat kepada program unggul ataupun pembangunan bangsa
yang sangat berguna bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di zaman yang semakin lama semakin canggih, tak dapat disangkal teknologi
yang berkembang begitu pesat hingga tak mudah diterima oleh semua orang. Seperti
definisinya, teknologi merupakan solusi dalam pemecahan masalah mendasar di
peradaban manusia (Sardar, 1987). Dalam berbagai bidang, teknologi telah membantu
meringankan dan memudahkan segala urusan manusia. Fitur online ataupun pengendalian
kegiatan dan kehadiran diri dalam suatu acara dari jarak jauh menjadi yang paling tren
saat ini. Apalagi di tengah pandemi dimana kita harus sejarang mungkin berada di
kerumunan dan tetap di dalam rumah demi menjaga diri dari wabah virus yang tengah
melanda.
Salah satu contoh hasil kemajuan teknologi yang paling baru saat ini adalah
pembayaran non-cash bahkan jika kita tetap datang ke gerai terkait. Pembayaran virtual
ini sedang gencar diberlakukan oleh perusahaan perusahaan e-commerce. Kemudahan
seperti inilah yang dicari orang-orang di era globalisasi ini. Penyimpanan uang serta
transaksi yang dapat dilakukan dalam satu perangkat, yaitu gadget atau smartphone yang
juga sebagai perangkat orang-orang dalam menyimpan buku kontak, media foto atau
audio serta media sosial mereka. Selain itu, e-commerce transaksi online yang digunakan
pun cenderung tidak memberlakukan bunga sepeserpun sehingga orang-orang merasa
tidak dirugikan dengan menggunakan aplikasi aplikasi tersebut dalam mengelola
keuangan mereka.
Begitu pula bagi administrasi pajak ini. Banyak masyarakat yang menginginkan
kemudahan dalam pembayaran pajak juga. Dengan pembayaran pajak yang menggunakan
sistem online dengan peningkatan kemudahan mobilisasinya diharapkan akan
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi aktif membayar pajak dan
berkontribusi dalam pembangunan nasional. Selain itu, e-faktur juga diharapkan dalam
meminimalisir nota pembayaran pajak fiktif atau pemalsuan dan manipulasi pajak. Hal ini
sejalan dengan teori bahwa pemalsuan atau manipulasi pajak dapat diminimalisir dengan
penyederhanaan atau peningkatan kemudahan pembayaran pajak (Goodwin dan
Hardwick, 2009).
E-faktur atau pajak elektronik merupakan inovasi terbaru yang diterapkan oleh
Direktorat Pajak sejak tahun 2016 dimana pembayaran pajak oleh wajib pajak dapat
dilakukan secara online dimana saja dan kapan saja melalui aplikasi digital milik
Direktorat Pajak. Pajak elektronik ini diharapkan akan meningkatkan kepedulian dan
kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya terhadap negara karena
prosedur dalam melaksanakan hal tersebut sudah menjadi lebih mudah. Selain itu, e-
faktur ini juga akan mempercepat segala proses wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban pajaknya karena semuanya dilakukan secara otomatis dan terurut dengan
waktu yang lebih cepat atau lebih efisien. Meskipun begitu, pelaksanaan pajak elektronik
ini tetap ketat bahkan dikatakan menjadi lebih ketat dan terjaga karena resiko terjadinya
human error atau kesalahan dalam penginputan, pelaporan, pengecekan serta proses
lainnya yang disebabkan oleh kelalaian manusia akan dengan mudah dihindari. Selain itu,
adanya calo pajak ilegal maupun hubungan dengan ‘orang dalam’ yang sering
disalahgunakan oleh wajib pajak dalam melarikan diri dari kewajibannya juga dapat
dihilangkan. Semua ini dapat terjadi karena segala data dan informasi sudah tersimpan
dalam sistem yang akan otomatis dijalankan tanpa harus diinput ulang. Yang menjadi PR
bagi pemerintah khususnya divisi Direktorat Pajak saat ini adalah dengan memperbaiki
dan meningkatkan pelayanan, dedikasi, serta tanggung jawab para petugas di dalam
sistem tersebut agar terus dijalankan secara efektif, efisien, jujur dan bersih. Dengan
rancangan yang sudah sangat baik ini sekarang giliran seluruh pelaku dan objek dari
pajak inilah yang harus menjalankannya dengan maksimal dan memanfaatkannya untuk
menuju pembangunan nasional yang maksimal pula.
Dari berbagai jurnal dan referensi, rupanya e-faktur memberikan dampak yang
bervariasi terhadap masing-masing penelitian yang dilakukan. Indikator dalam penelitian-
penelitian tersebut pun cenderung sama sehingga belum diketahui penyebab atau
perbedaan yang menyebabkan hasil penelitian yang berbeda juga. Segala kebijakan yang
kontroversial dibuat oleh pemerintah sekiranya selalu dapat diibaratkan sebagai sebuah
koin yang memiliki dua sisi, yakni dampak positif dan dampak negatif. Meskipun begitu,
kemudahan demi kemudahan terus ditorehkan oleh pemerintah demi mencapai target
pemenuhan kewajiban pajak bagi para wajib pajak, khususnya para Pengusaha Kena
Pajak (PKP)
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Anwar dkk (2020) dengan judul Dampak
Penerapan E-Faktur dan Efisiensi Pengisian SPT Terhadap Motivasi Memenuhi
Kewajiban Perpajakan, menunjukkan hasil penelitian bahwa e-faktur memberikan
dampak positif berupa peningkatan kesadaran dan motivasi memenuhi kewajiban pajak
bagi para wajib pajak. Berdasarkan data dari responden dalam penelitian jurnal tersebut,
hal di atas tercapai seiring dengan sistem online administrasi pajak yang semakin efektif
dan baik. Masih berdasarkan jurnal yang sama, alasan mengapa masyarakat banyak yang
mulai memiliki kesadaran dan motivasi dalam memenuhi kewajiban pajak melalui e-
faktur ini adalah karena prosedur yang lebih sederhana. Selain itu, dokumen-dokumen
cetak yang diperlukan dalam melaporkan pajak kini hanya perlu diunggah. Bagi
Pengusaha Kena Pajak, keunggulan seperti ini dapat menghemat pengeluaran biaya cetak
segala dokumen administrasi dalam melaporkan pajak. Tak hanya bagi para wajib pajak,
e-faktur ini juga sangat membantu kantor pajak dalam efisisensi waktu dan tempat dalam
pengecekan dan pengawasan terhadap kewajiban pajak para wajib pajak yang dilaporkan
dan harus dibayarkan. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Husnurrosyidah dan Suhadi
(2017) yang berjudulPengaruh E-filling, E-billing, dan E-faktur Terhadap Kepatuhan
Pajak pada BMT se-Kabupaten Kudus menyatakan hasil penelitian ini bahwa e-filling,
e-billing dan e-faktur berpengaruh terhadap tingkat Kepatuhan Pajak BMT se-Kabupaten
Kudus.
Pada penelitian yang sama, terdapat indikator lain yaitu berupa pertanyaan
mengenai tujuan pembuatan dan pelaksanaan e-faktur. Rata-rata responden memberikan
respon yang sangat baik dan positif. Hal ini berimplikasi terhadap pencapaian kemajuan
direktorat pajak dalam teknologi dan modernisasi sistem administrasi pajak. E-faktur ini
juga menjadi salah satu upaya dalam melawan dan membasmi penggelapan serta
manipulasi pajak. Hal yang sama sudah dibuktikan di Brasil bahwa dengan pajak
elektronik, Brasil berhasil mengupayakan pembersihan terhadap penggelapan pajak
secara efektif dalam beberapa tahun. Tak hanya di Brasil, pajak elektronik atau e-faktur
juga memberikan dampak yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak di Korea
Selatan (Hyung Chul Lee, 2016). Sebuah pencapaian besar atas langkah tepat yang
dilakukan direktorat pajak ini sungguh harus diapresiasi dan kita sebagai masyarakat
wajib pajak juga perlu mendukung dan membantu pemerintah dalam memaksimalkan
program kerja ini.
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Siska Permata Sari dkk (2020) yang
berjudul Pengaruh Penerapan E-Faktur terhadap Tingkat Kepatuhan PKP dengan
Pemahaman Internet Sebagai Variabel Moderasi, yang di dalamnya menggunakan
penelitian dengan responden para pengusaha kena pajak, penggunaan pajak elektronik
atau e-faktur justru meningkatkan kasus penggelapan, manipulasi serta pencetakan pajak
fiktif oleh para wajib pajak dari kalangan pengusaha kena pajak. Penelitian ini dilakukan
di KPP Pratama Palembang Seberang Ulu menggunakan metode kuesioner terhadap 35
responden yang memiliki status Pengusaha Kena Pajak yang aktif dan terdaftar (telah
dikukuhkan direktorat pajak) sebagai wajib pajak Pengusaha Kena Pajak. Hasil dari
penelitian ini cukup mengejutkan karena jauh berbeda dengan beberapa penelitian
sebelumnya. Selain itu, setelah melihat hasil penelitian jurnal yang satu ini, diidentifikasi
ternyata sudah banyak penelitian sebelumnya yang menemukan pengaruh nol dari pajak
elektronik ini terhadap peningkatan kepatuhan dan keaktifan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban pajaknya.
Kesimpulan
Kebijakan dalam pajak oleh pemerintah selama sudah sangat maksimal demi
meningkatkan kesadaran dan motivasi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
pajaknya. Segala inovasi berusaha dicari oleh pemerintah agar mendapat hasil yang
maksimal dan sampai pada target. Namun, segala hal yang direncanakan manusia tidak
mungkin luput dari resiko dan hal-hal yang tidak diinginkan. Sebuah kebijakan pastinya
memiliki dampak positif dan juga dampak negatif. Contohnya pada kebijakan pajak
elektronik satu ini dimana mendapatkan respon dan hasil yang berbeda-beda meskipun
indikator dan variabelnya cenderung sama. Hingga saat ini kurangnya sikap tanggung
jawab masih menjadi masalah besar dalam berbagai bidang di Indonesia. Dari dua
sumber penelitian dapat dilihat bahwa hasil yang muncul secara signifikan
memperlihatkan dampak pajak elektronik yang berbeda. Salah satu sumber memberikan
hasil bahwa terjadi peningkatan angka peran aktif masyarakat yang sudah melaksanakan
wajib pajak dengan prosedur apapun. Sedangkan dari sumber yang lain terdapat hasil
yang mencemaskan yaitu justru angka penggelapan dan manipulasi pajak semakin mudah
dan marak terjadi di masa pajak elektronik ini.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan ini dapat dikatakan berhasil
dan efektif apabila mindset atau pola pikir masyarakat serta sikap tanggung jawab
mayarakat perlu ditingkatkan juga. Meskipun dengan fasilitas yang memadai dan
prosedur yang tidak sulit, jika tidak ada kesadaran, motivasi dalam memenuhi kewajiban
pajak serta rasa tanggung jawab dalam kerja sama ekonomi membangun bangsa sendiri,
tidak akan dicapai sebuah hasil yang maksimal. Kita sebagai salah satu masyarakat harus
selalu mendukung dan menyongsong banga dengan cara memaksimalkan program
pemerintah yang sejatinya adalah untuk memajukan bangsa kita sendiri. Selain itu, kita
juga harus saling mengingatkan dan saling mengajak dalam memenuhi kewajiban pajak.
Semoga dengan kebijakan dan prosedur administrasi perpajakan yang semakin mudah
dan praktis dapat meningkatkan jumlah wajib pajak yang melaksanakan kewajiban
pajaknya serta pembangunan nasional demi kemajuan bangsa dapat dilakukan dengan
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Unknown. 2013. Pajak Dalam Era Kemajuan Teknologi Informasi. Diakses dari
https://news.detik.com/adv-todaynews-detikcom/d-2416090/pajak-
dalam-era-kemajuan-teknologi-informasi pada 30 April 2021. Pukul
12.11 WIB.