Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MENENTUKAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN

DOSENPENGAMPU : SUSILAWATI AMDAYANI,S.Si,M.Pd


: Dr. AYI DARMANA, M.Si.

KELOMPOK 2 :
DINA ASIMA OCTAVIA HUTABARAT (4203131009)
RAHMA FAUZIAH HERLANDA (4203131003)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
APRIL 2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Menetukan Skor dan Mengolah Data Hasil Pengukuran” ini tepat pada waktunya.Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen pengampu pada
mata kuliah “Evaluasi Penilaian Hasil Belajar Kimia”.Selain itu,makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang“Evaluasi Penilaian Hasil Belajar Kimia” bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Susilawati Amdayani,S,Si,M.Pd dan
Bapak Dr.Ayi Darmana,M.Si selaku Dosen pengampu mata kuliah “Evaluasi Penilaian Hasil
Belajar Kimia” yang telah memberikan tugas ini serta memberikan pengarahan,sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh
karena itu,kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, 27 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................


BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………………………..1

1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………….2

1.3 TUJUAN PENULISAN………………………………………………………………...2


BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN PERBEDAAN SKOR DENGAN NILAI .................................... 3

2.2 PENILAIAN .................................................................................................................... 4

2.3 TEKNIK PENGOLAHAN HASIL TES ......................................................................... 4

2.4 SKOR TOTAL ................................................................................................................ 7

2.5 KONVERSI SKOR ......................................................................................................... 8

2.6 PENGOLAHAN DATA HASIL TES……………………………………………….....8

2.7 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PAP DAN PAN…………………………….…17

2.8 TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES………………………………......................19

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN .............................................................................................................. 24

3.2 SARAN………………………………………………………………………………..24
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Evaluasi pembelajaran siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban
bagi setiap guru,karena hendaknya ia harus dapat memberikan informasi kepada lembaga
atau kepada siswa itu sendiri.Oleh karena itu,seorang guru hendaknya memahami tehnik
pemberian skor, bahkan langkah-langkah sebelum membuat tes pertanyaan.
Banyak beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa penilaian berbeda dengan
penskoran.Dalam makalah ini, dijelaskan dengan jelas perbedaan yang sangat mendasar
dalam melakukan evaluasi terhadap hasil tes peserta didik.Karena seringkali terjadi
kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian pencapaian belajar siswa.Banyak lembaga
pendidikan atau pengajar secara tidak sadar menganggap fungsi penilaian itu semata-mata
sebagai mekanisme untuk menyeleksi siswa atau mahasiswa dalam kenaikan kelas, kenaikan
tingkat, dan sebagai alat seleksi kelulusan pada akhir tingkat program.
Dalam makalah ini juga akan dibahas secara jelas tentang acuan penilaian yang
menjadi standar dalam memberi nilai dan skor dengan langkah-langkah yang jelas.Tes yang
seharusnya disusun adalah tes yang mengatur tingkat pencapaian mahasiswa terhadap
perilaku yang terdapat dalam tujuan intruksional.Tes tersebut mungkin tidak dapat mengukur
penguasaan siswa terhadap seluruh uraian guru dalam proses intruksional,sebab apa yang
diberikan pengajar selama proses tersebut belum tentu seluruhnya relevan dengan tujuan
intruksional. Isi pelajaran bukanlah kriteria untuk mengukur keberhasilan proses pelaksanaan
intruksional.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai
cara,salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai
dengan perkembangannya.Maka dari itu seorang guru harus mengetahui bagaimana cara atau
teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi siswanya, sudah sampai sejauhmana pencapaian
siswa dalam menguasai materi yang disampaikan.
Sebagai calon pendidik kita dituntut untuk bisa bekerja seprofesional mungkin untuk
menjadi guru yang profesional kita juga harus bisa menguasai hal-hal yang berkaitan dengan
proses kegiatan pembelajaran,dalam proses pembelajaran guru diharapkan mampu menilai
peserta didiknya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak didik tersebut
Pada penilaian hasil belajar ada standarisasi tersendiri agar penilaian tersebut tidak
menimbulkan kontroversi.Kita mengenal Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian
Acuan Norma (PAN),dua acuan inilah yang nantinya akan kita bahas pada makala
1
2.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut, maka muncullah rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan perbedaan skor dengan nilai ?
2. Bagaimanakah teknik pengolahan data hasil evaluasi ?
3. Bagaimanakah teknik pemeriksaan tes hasil belajar ?
4. Bagaimanakah cara mengkonversi skor ?
5. Bagaimanakah cara pengolahan data hasil tes : PAP dan PAN ?
2.3 TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dan perbedaan skor dengan nilai.
2. Mengetahui teknik pengolahan data hasil evaluasi.
3. Mengetahui teknik pemeriksaan tes hasil belajar.
4. Mengetahui cara mengkonversi skor.
5. Mengetahui cara pengolahan data hasil tes : PAP dan PAN

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN PERBEDAAN SKOR DENGAN NILAI

Skor adalah hasil pekerjaan menskor (memberikan angka) yang diperoleh dengan
jalan menjumlahkan angkaangka bagi setiap butir soal yang oleh testee telah dijawab dengan
betul.Secara rinci skor dibedakan atas 3 macam, yaitu :
1. Skor yang diperoleh (obtained score) adalah sejumlah biji yang dimiliki oleh teste
sebagai hasil mengerjakan tes.Kelemahan-kelemaha butir tes,situasi yang tidak
mendukung, kecemasan dan faktor lainnya dapat berakibat pada skor yang diperoleh.
2. Skor sebenarnya (true score) atau skor univers-skor alam (universe score), adalah nilai
hipotetis yang sangat tergantung dari perbedaan individu, berkenaan dengan
pengetahuan yang dimiliki secara tetap.
3. Skor kesalahan (error score), perbedaan antara skor yang diperoleh dan skor
sebenarnya disebut dengan istilah kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor,
atau skor kesalahan.

Contoh :
Tes hasil belajar suatu mata pelajaran bentuk tes objektif pilihan ganda dengan jumlah
butir tes 20 (dua puluh), apabila skor total dari 20 butir tes tersebut 100, maka setiap butir tes
jika peserta testee menjawab benar 1 (satu) butir tes maka skor dalah 100 : 20 = 5, jika benar
10, maka skor adalah 10 x 5 = 50. Angka 50 ini disebut skor (bukan nilai, dan atau bobot).
Nilai pada dasarnya angka atau huruf yang melambangkan seberapa jauh atau
seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap materi atau ubahan
yang diteskan sesuai dengan tujuan indikator yang telah ditentukan(Anas,2005). Nilai pada
dasarnya juga melambangkan penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee atas
jawaban betul yangdiberikan oleh testee dalam tes hasil belajar. Artinya makin banyak
jumlah butir soal dapat dijawab dengan betul, maka penghargaan yang diberikan oleh tester
kepada testee akan semakin tinggi, dan sebaliknya, jika jumlah butir item yang dapat dijawab
dengan betul itu hanya sedikit, maka penghargaan yang diberikan kepada testee juga kecil
atau rendah
Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-
angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa. Sedangkan nilai adalah angka
ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yaitu acuan normal atau acuan standar.

3
Pengubahan skor menjadi nilai dapat dilakukan untuk skor tunggal, misalnya sesudah
memperoleh skor ulangan harian atau untuk skor gabungan dari beberapa ulangan dalam
rangka memperoleh nilai akhir untuk rapor. Sebelum kita membicarakan pada pengubahan
skor menjadi nilai secara lebih lanjut, kami mengajak para pembaca unutk terlebih dahulu
memahami skor yang akan diubah.
2.2 PENILAIAN

Menurut Ralph Tyler (1950). Penilaian merupakan sebuah proses pengumpulan data
untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah
tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas
dikemukakan oleh dua orang ahli lain, yakni Cronbach dan Stufflebeam, yang menambahkan
bahwa proses penilaian bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi
digunakan untuk membuat keputusan.
Penilaian merupakan suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan
berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta
didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbanagan
tertentu. Penilaian adalah suatu proses pengumpulan informasi secara menyeluruh yang
dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui kemampuan atau keberhasilan siswa dalam
pembelajaran dengan menilai kinerja siswa baik kinerja secara individu maupun dalam
kegiatan kelompok.Penilaian itu harus mendapatkan perhatian yang lebih dari seorang guru.
Dengan demikian, penilaian tersebut harus dilaksanakan dengan baik, karena penilaian
merupakan komponen vital (utama) dari pengembangan diri yang sehat, baik bagi individu
(siswa) maupun bagi organisasi/kelompok.
Penilaian merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pembelajaran, sehingga perlu
diperhatikan pula tentang hal-hal yang terkait dengan penilaian dalam pembelajaran tersebut.
Sudjana menyatakan bahwa komponen-komponen penting dalam sebuah pengajaran itu ada
empat.Keempat komponen tersebut, diantaranya: tujuan, bahan, metode, dan alat serta
penilaian. Semua komponen tersebut harus dipenuhi dalam proses belajar mengajar, karena
setiap komponen saling berkaitan dan saling berpengaruh satu sama lain.
2.3 TEKNIK PENGOLAHAN HASIL TES

Banyak guru yang sudah mengumpulkan data hasil tes dari peserta didiknya, tetapi
tidak memperhatikan cara mengolahnya sehingga data tersebut menjadi mubazir (data tanpa
makna). Sebaliknya, jika hanya ada data yang relative sedikit, tetapi sudah mengetahui cara
pengolahannya, maka data tersebut akan mempunyai makna. Pada umumnya, pengolahan

4
data hasil tes menggunakan bantuan statistic. Analisis statistic digunakan jika ada data
kuantitatif, yaitu data-data yang berbentuk angka, sedangkan untuk data kualitatif, yaitu data
yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan statistic.
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada empat langkah
pokok yang harus ditempuh yaitu:
1. Menskor, yaitu memberi skor pada hasil tes yang dapat dicapai oleh peserta didik.
Untuk memproleh skor mentah di perlukan tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban,
kunci skoring, dan pedoman konversi
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai norma tertentu
3. Mengkonversikan skor standard kedalam nilai, baik berupa huruf atau angka
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
realibitas soal, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.

Bila semua jawaban siswa dalam suatu tes sudah diperiksa dan diberikan skor, maka
kita akan memperoleh skor akhir untuk setiap siswa. Skor inilah yang disebut dengan skor
mentahegiatan ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena menjadi dasar bagi
pengolahan hasil tes menjadi nilai prestasi. Kita tidak dapat menjadikan skor mentah ini
sebagai nilai akhir untuk siswa, kita harus mengubah dan mengolahnya terlebih dahulu
menjadi skor terjabar. Dalam mengolah skor mentah (raw score) menjadi nilai huruf dan skor
standart dengan urutan uraian sebagai berikut:
• Mengolah skor mentah menjadi nilai huruf
• Mengolah skor mentah menjadi skor standart 1-10
• Mengolah skor mentah menjadi skor standart Z dan T
Setelah hasil data dikumpulkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. Mengolah data berarti ingin
memberikan nilai dan makna terhadap data yang telah dikumpulkan.Teknik pemberian skor
Pemberian skor merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes, yaitu
proses perubahan jawaban–jawaban soal tes menjadi angka-angka. Dengan kata lain,
pemberian skor itu merupakan tindakan kuantitatif terhadap jawaban-jawaban yang diberikan
oleh testee dalam suatu tes hasil belajar.
Angka-angka hasil penilaian itu selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (grade) melaui proses
tertentu. Penggunaan symbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil tes itu ada yang tertuang
dalam bentuk angka dengan rentangan 0 -10, antara 0-100, dan ada pula yang menggunkaan
symbol huruf, yaitu huruf A,B,C,D, dan F (fail)

5
Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya disesuaikan
dengan bentuk-bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, apakah tes uraian ataukah tes
obyektif

a) Pemberian skor pada tes uraian

Dalam bentuk uraian biasanya skor mentah dicari dengan menguunakan sistem bobot.
Sistem bobot ada dua cara , yaitu:
Pertama,bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat
kesukarannya.Misalnya,untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6, untuk soal yang
sedang skor maksimumnya adalah 7 dan untuk soal yang sukar skor maksimumnya adalah
10. Cara ini tidak memungkinkan peserta didik mendapat skor maksimum sepuluh.
No soal Tingkata Jawaban Skor (x)
kesukaran
1 Mudah Betul 6
2 Sedang Betul 7
3 Sukar Betul 10
Jumlah 23

∑𝑋
Rumus : skor = ∑𝑆

Keterangan:
∑X = jumlah skor
S = jumlah soal
23
Jadi, skor peserta didik A= = 7,67
3

Kedua,bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan tingkat


kesukaran soal.Misalnya, soal yang mudah diberi bobot 3, soal yang sedang diberi bobot 4,
dan soal yang sukar di beri bobot 5. Cara ini memungkinkan peserta didik mendapat skor
sepuluh.

b) Pemberian skor mentah untuk tes objektif

Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal tes objektif, yaitu:
a. Tanpa rumus tebakan (Non-Guessing Formula)

6
Biasanya digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya. Caranya
adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang betul di beri skor 1,
dan jawaban yang salah diberi skor 0. Jadi, skor = jumlah jawaban yang betul
b. Menggunakan rumus tebakan (Gueesing Formula)

Biasanya rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah diujicobakan dan
dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya. Penggunaan rumus tebakan ini
bukan karena guru sudah mengetahui bahwa peserta didik itu menebak, tetapi tes bentuk
objektif ini sangat memungkinkan peserta didik untuk menebak. Adapun rumus tebakan
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Untuk item benar-salah (true-false), menjodohkan (matching), jawaban singkat(short
answer), dan melengkapi (complecatuion)

Rumus: S = ∑B-∑S
Keterangan: Skor = skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
2. Untuk item pilihan berganda (multiple choice)

∑𝑆
Rumus: S= ∑𝐵 − 𝑛−1

Keterangan: S = skor
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
N = jumlah alternative jawaban yang disediakan
1 = bilangan tetap
3. Untuk penskoran dengan butir beda bobot

(𝐵𝑥𝑏)
Rumus: Skor= ∑ 𝑥 100%
𝑆𝑖

Keterangan: B= Jumlah soal yang dijawab benar


B= Bobot setiap soal
Si= Skor ideal (skor yang mungkin dicapai jika semua soal di jawab benar)
2.4 SKOR TOTAL

Skor total adalah jumlah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk soal setelah diolah
dengan rumus tebakan (guessing formula) (Zainal Arifin, 2009: 231). Contoh skor total siswa

7
adalah 20 + 6 + 5 + 7 = 38. Skor ini merupakan skor mentah (raw score).Langkah selanjutnya
adalah mengolah skor mentah tersebut menjadi nilai-nilai jadi.

2.5 KONVERSI SKOR

Konversi skor adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta didik
kedalam skor terjabar atau standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan dan pengubahan skor menjadi
skor standard atau nilai yaitu :
a) Dalam pengolahan dan pengubahan skor menjadi skor standard atau nilai terdapat dua cara
yang dapat ditempuh yaitu :
1) Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu
pada kriterium (Criterion) atau sering juga disebut dengan patokan. Cara pertama ini
sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation. Di dunia pendidikan
Indonesia dikenal dengan istilah Penilain Acuan Patokan (PAP) ada juga yang
mengatakan dengan istilah Standar Mutlak.
2) Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan mengacu pada norma
atau kelompok. Cara kedua ini dikenal dengan istilah norm referenced evaluation. Di
dalam dunia pendidikan Indonesia dikenal dengan istilah Penilaian Acuan Norma
(PAN)
b) Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan berbagai macam skala,
misalnya : skala 5 (Stanfive), yaitu nilai standar berskala lima yang dikenal dengan istilah
nilai huruf A, B, C, D dan F. Skala sembilan (Stanine) yaitu nilai standar berskala sembilan
dimana rentang nilainya mulai dari 1 sampai dengan 9 (tidak ada nilai =0 dan >10), skala
sebelas (standard eleven/ eleven points scale) rentang nilai mulai dari 0 sampai dengan 10, z
score (nilai standar z), dan T score (nilai standar T).
2.6 PENGOLAHAN DATA HASIL TES

Setelah diperoleh skor setiap siswa,guru sebaiknya tidak tergesa-gesa dalam


menentukan prestasi belajar siswa yang didasarkan pada angka yang diperoleh setelah
membagi skor dengan jumlah soal,arena cara tersebut dianggap kurang proporsional.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa ada 2 pendekatan penafsiran hasil tes,
yaitu pendekatan PAP dan pendekatan PAN.
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

8
Penilaian Acuan Patokan yang dikenal juga dengan standar mutlak berusaha
menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang
telah ditetapkan.Sebelum hasil tes diperoleh atau bahkan sebelum kegiatan pengajaran
dilakukan,patokan yang akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan harus sudah
ditetapkan.
Dengan PAP,setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya.
Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat
dirancang,demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat di
kembangkan. Guru dan setiap siswa mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test).Perbedaan hasil tes akhir dengan
test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.Pembelajaran yang
menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada
kurikulum saat ini,PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan.PAP juga dapat
digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya
penguasaan materi,terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan,dan tidak dipenuhinya
nilai-nilai kelompok berdistribusi normal.PAP ini menggunakan prinsip belajar
tuntas (mastery learning).
Selain itu juga,PAP dapat mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan
instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya.Artinya,nilai-nilai yang diperoleh siswa
dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa tentang pengajaran sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu
bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga terkait. Selain itu,
nilai dari hasil PAP dapat dijadikan indikator untuk mengetahui sampai di mana tingkat
kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu.Sebagai contoh,untuk
dapat diterima sebagai calon penerbang setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi
badan sekurang-kurangnya 170 cm.Berdasarkan kriteria tersebut, maka siapapun yang tidak
memenuhi syarat akan dinyatakan gagal dalam tes dan tidak diterima sebagai siswa calon
penerbang.
Standar atau patokan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang dipergunakan
sebagai batasan-batasan penentuan kelulusan siswa atau batas pemberian nilai pada siswa.
Jika skor yang diperoleh siswa memenuhi batas minimal maka siswa dinyatakan telah
memenuhi tingkat penguasaan minimal terhadap materi yang disampaikan dan sebaliknya
jika siswa belum bisa memenuhi batas minimal yang ditentukan maka siswa dianggap belum
9
“lulus” atau belum menguasai materi.Karena batasan-batasan tersebut bersifat mutlak atau
pasti maka hasil yang diperoleh tidak dapat ditawar lagi.
Berhubung standar penilaian ditentukan secara mutlak,banyaknya siswa yang
memperoleh nilai tinggi atau jumlah kelulusan siswa akan mencerminkan penguasaannya
terhadap materi yang disampaikan.Pengolahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai oleh siswa, jika semua soal
dapat dijawab dengan betul.
b. Mencari rata-rata (X) ideal dengan rumus : X ideal = 0,5 x skor ideal.
c. Mencari simpangan baku (s) ideal dengan rumus : s ideal = 0,5 x X ideal.
d. Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan.
1) Skala Bebas
Ani,seorang pelajar di suatu SMA,pada suatu hari ia berlari-lari kegirangan setelah
menerima kembali kertas ulangan dari bapak Guru Matematika.Diamatinya sekali lagi angka
yang tertera di kertas itu tertulis angka 10,yaitu angka yang diperoleh Ani.Pada waktu
ulangan memang ani merasa ragu-ragu mengerjakannya.Rumus yang digunakan sedikit ingat
sedikit lupa.Dan ketika seluruh rumus hampir teringat, waktu yang disediakan telah habis.
Seberapa selesai soal itu dikerjakan kertas ulangan harus dikumpulkan.Setelah tiba di luar
kelas, Ani berdiskusi dengan kawan-kawannya.Ternyata cara mengerjakan dan pendapatnya
tidak sama dengan yang lain.Tetapi mereka juga tidak yakin mana yang betul.Oleh karena itu
ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan.Ditunjukkannya kertas
itu kepada kawan-kawannya.Baru sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah
menjadi malu tersipu-sipu.Apa sebab? Rupanya ia menyadari kebodohan-kebodohannya
karena setelah melihat angka yang diperoleh keempat orang kawannya, ternyata nilai Ani lah
yang paling kecil.Ada temannya yang mendapat 15,20, bahkan ada pula yang nilainya sampai
25.Dan kata guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka 25 itulah yang betul.
Dari gambaran ini nampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang suatu pengertian bahwa
angka 10 adalah tertinggi yang mungkin dicapai. Ini memang lazim, mungkin bukan hanya
Ani yang berpikiran demikian. Padahal pada waktu ulangan matematika ini, guru
memberikan angka paling tinggi 25 kepada mereka yang dapat mengerjakan seluruh soal
dengan betul.Cara pemberian angka seperti ini tidak salah.Hanya sayangnya, guru tersebut
barangkali perlu menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk
memberikan angka atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah biasa menggunakan
skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap.Ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini
10
semua tergantung dari banyak dan bentuk soal.Jadi angka tertinggi dari skala yang digunakan
tidak selalu sama.
2) Skala 1-10
Apa sebab Ani dan teman-temannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka
tertinggi untuk nilai? Hal ini disebabkan karena pada umumnya guru-guru di Indonesia
mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa dalam
rapor.Guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian
dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4
(selisih hamper 1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
3) Skala 1-100
Memang sebaiknya angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala
1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang agak kasar. Ada
sebenarnya hasil prestasi yang berada diantara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka
dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus
karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala 1-10 yang biasanya
dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64.
4) Skala Huruf
Selain menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf A, B, C,
D, dan E (ada juga yang menggunakan sampai dengan G tetapi pada umumnya hanya 5 huruf
Sebenarnya sebutan “skala” di atas ada yang mempersoalkan.Karena jarak antara huruf A dan
B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C,atau antara C dan D. Dalam
menggunakan angka dapat dibuktikan dengan garis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2
sama dengan jarak antara 2 dan 3.Demikian pula jarak antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5.
Akan tetapi justru karena alasan inilah akhirnya muncul pikiran untuk menggunakan huruf
sebagai alat penilaian. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunakan angka adalah
bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang memperoleh
angka 8 dalam sejarah tidak berarti memiliki kecakapan sebanyak dua kali lipat kecakapan
siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah
mempunyai 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan
angka hanya merupakan simbol yang menunjukkan urutan tingkatan. Siswa A yang
memperoleh angka 8 yang memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa B
yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika dibandingkan dengan
kecakapan C. jadi dalam tingkatan prestasi urutannya adalah C,A lalu B.
5) Rangking atau peringkat
11
Metode ini merupakan pendekatan penskalaan komparatif yaitu dengan menanyakan
kepada responden rangking (kesatu, kedua dan seterusnya).Teknik ini relatif lebih cepat dan
lebih mudah dipahami responden. Rapor sekarang sudah tidak ada lagi,sebagai gantinya ada
LHBS (Laporan Hasil Belajar Siswa) dan tanpa ranking .
PAP mencoba menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya
dengan patokan yang telah ditetapkan.Patokan ini biasanya ditetapkan sebelum pembelajaran
dimulai dan digunakan sebagai “standar kelulusan”.Standar kelulusan ini di dalam PAP
bersifat ajeg dan tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Berhubung standar penilaian ditentukan secara mutlak,maka banyaknya siswa yang
lulus dan memperoleh nilai tinggi akan mencerminkan prestasi siswa,sekaligus juga
mencerminkan penguasaannya terhadap bahan pelajaran.Sebagai konsekuensi logis
penggunaan standar mutlak ini,sangat mungkin terjadi bahwa sebagian besar siswa dalam
satu kelompok lulus dengan nilai tinggi,atau sebagian besar siswa tidak lulus karena
nilainya di bawah standar minimal,atau jumlah siswa yang mendapat nilai tinggi dan
rendah mungkin pula berimbang.Hasil pengolahan yang demikian jika digambarkan dalam
bentuk kurva yang akan berwujud kurva juling positif, kurva juling negatif, dan kurva
normal.
a. Penetapan Patokan
Penafsiran hasil tes yang mempergunakan PAP dilakukan dengan membandingkan
nilai hasil tes yang diperoleh siswa dengan patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Akan
tetapi kriteria yang dipergunakan untuk menetapkan besarnya patokan itu sendiri hingga kini
belum ada kesepakatan. Oleh karena itu, selama ini setiap sekolah biasanya bersepakat untuk
membuat patokan yang akan diberlakukan di tempat masing-masing.
b. Penggunaan PAP
PAP pada umumnya digunakan untuk menguji tingkat penguasaan bahan pelajaran.
Pengujian tingkat penguasaan bahan biasanya dilaksanakan pada pengajaran yang
berorientasi pada tujuan dan strategi belajar tuntas. Oleh karena itu nilai seorang siswa yang
ditafsirkan dengan standar mutlak, sekaligus menunjukkan tingkat penguasaan riilnya
terhadap bahan pelajaran dan juga merupakan standar pencapaian indikator sesuai dengan
standar ketuntasan belajar.
Agar nilai yang diperoleh siswa dapat berfungsi seperti yang diharapkan, yaitu
mencerminkan tingkat penguasaan siswa, maka alat tes yang dipergunakan harus dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi kelayakan, kesahihan, maupun keterpercayaannya.

12
Butir-butir tes yang disusun harus sesuai dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang
diberikan.
c. Kelebihan PAP
1) Hasil PAP merupakan umpan balik yang dapat digunakan guru sebagai introspeksi
tentang program pembelajaran yang telah dilaksanakan.
2) Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan tentang perlu atau
tidaknya penyajian ulang topik atau materi tertentu.
3) Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelaksanaan program remidial.
4) Dapat mengukur dan menilai penguasaan materi terhadap tujuan instruksional khusus
dan tujuan pembelajaran.
5) Langsung dapat menginterpretasikan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik
dari kinerja siswa.
6) Dapat menilai dan mengukur kemampuan penguasaan materi yang harus diketahui
siswa.
7) Efektif untuk pembelajaran individual.
d. Kelemahan PAP
1) Tidak dapat menunjukkan tingkat kedudukan kemampuan siswa terhadap
kelompoknya.
2) Sulit untuk menyatakan semua tujuan instruksional khusus secara eksplisit 90.
3) Tidak dapat digunakan untuk menilai dan mengukur kemampuan siswa dalam
kawasan yang luas.
4) Pola tujuan instruksional khusus membuat pembelajaran sangat terbatas demikian
pula proses belajar siswa.
e. Asumsi Dasar PAP
Pendekatan penilaian ini mendasarkan diri pada asumsi, bahwa :
1) Hal-hal yang harus dipelajari siswa mempunyai struktur hierarkis tertentu dan masing-
masing taraf tersebut harus dikuasai secara baik sebelum siswa melanjutkan ke tahap
selanjutnya.Contohnya dalam memahami materi 89 konversi nilai,mahasiswa harus
memahami terlebih dahulu materi parameter penilaian.
2) Evaluator dapat mengidentifikasi masing-masing taraf itu sampai tuntas atau setidak-
tidaknya mendekati tuntas, sehingga dapat disusun alat pengukurnya.Contohnya untuk
mengetahui apakah siswa telah mengetahui bagaimana menghitung nilai rata-rata hitung,
maka dapat dilakukan identifikasi sebagai berikut:apakah pembuatan tabel distribusi
frekuensi dari data kuantitatif yang akan dihitung rata-ratanya sudah benar.Jika tabel
13
distribusi frekuensi sudah benar,apakah tidak terdapat kekeliruan dalam menetapkan
midpoint bagi setiap interval nilainya.
2. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma dikenal juga dengan standar relatif atau norma kelompok.
Pendekatan penilaian ini menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkan
hasil tes dari siswa lain dalam kelompoknya.Alat pembanding tersebut yang menjadi dasar
standar kelulusan dan pemberian nilai ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh siswa
dalam satu kelompok.Dengan demikian,standar kelulusan baru dapat ditentukan setelah
diperoleh skor dari para siswa.Hal ini berarti setiap kelompok mempunyai standar masing-
masing dan standar satu kelompok tidak dapat dipergunakan sebagai standar kelompok yang
lain.Standar dari hasil tes sebelumnya pun tidak dapat dipergunakan sebagai standar sehingga
setiap memperoleh hasil tes harus dibuat norma yang baru.Yang dimaksud dengan norma
dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok,sedangkan yang dimaksud kelompok
adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut.Selain itu, nilai dari hasil PAN tidak
mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang
diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat kelompoknya.
Sebagai contoh, pada pelajaran bahasa Indonesia, siswa yang mendapat skor 80 di
kelas B akan mendapat nilai A,sedangkan di kelas C siswa yang mendapat skor 65 akan
mendapat nilai A juga.Mengapa bisa demikian? karena nilai yang didapat siswa hanya
dihubungkan dengan norma kelompoknya.Pada kelas C,norma kelompoknya rendah, maka
skor 65 saja sudah mendapat nilai A, dan pada kelas B norma kelompoknya tinggi, maka skor
80 baru bisa mendapat nilai A, sehingga skor 65 bisa bernilai C.
Dasar pemikiran dari penggunaan standar PAN adalah adanya asumsi bahwa di setiap
populasi yang heterogen terdapat siswa dengan kelompok baik, kelompok sedang dan
kelompok kurang.Pengolahan skor dengan PAN mengharuskan kita menghitung dengan
statistik.Perhitungan dilakukan atas skor akhir (penggabungan beberapa sumber skor).Ini
berarti bahwa standar kelulusan baru dapat ditentukan setelah diperoleh skor siswa.Jika
dibandingkan antara norma yang satu dengan yang lainnya mungkin saja akan ditemukan
standar yang sangat berbeda.Jika kelompok tertentu kebetulan siswanya pintar-pintar,maka
norma atau standar kelulusannya akan tinggi.Sebaliknya jika siswanya kurang pintar,maka
standar kelulusannya pun akan rendah. Itulah sebabnya pendekatan ini disebut standar relatif.
Langkah-langkah pengolahan data dengan pendekatan PAN adalah sebagai berikut :
a. Mencari skor mentah setiap siswa.
b. Menghitung rata-rata (X) aktual dengan rumus :
14
X aktual = Md + ( ƹfd ) i
n
Keterangan :
Md = mean duga
f = frekuensi
d = deviasi
fd = frekuensi hasil deviasi
n = jumlah sampel
i = interfal
c. Menghitung simpangan baku (s) aktual dengan rumus :

S=i n ( ƹfd² ) – ( ƹfd )²


n(n–1)
d. Menghitung pedoman konversi.
Contohnya diketahui 20 orang siswa mengikuti ujian akhir semester mata pelajaran
bahasa Arab, mereka memperoleh skor mentah sebagai berikut :
32, 36, 27, 50, 22, 21, 42, 46, 32, 31,
34, 35, 37, 43, 17, 28, 57, 57, 54, 51.
Langkah-langkah penyelesaiannya adalah :
1) Menyusun skor terkecil hingga terbesar
17, 21, 22, 27, 28,
31, 32, 32, 34, 35,
36, 37, 42, 43, 46,
50, 51, 54, 57, 57.
a) Mencari rentangan (range) yaitu skor terbesar dikurangi skor terkecil.
57 – 17 = 40
b) Mencari banyak kelas interval :
Banyak kelas = 1 + (3,3) log n
= 1 + (3,3) log 20
= 1 + (3,3) (1,3010)
= 1 + 4,2933 = 5,2933
= 6 (dibulatkan)
c) Mencari interval kelas :
I= Rentang = 33 = 6,2343 = 6 (dibulatkan)

15
Banyak Kelas 5, 2933
d) Menyusun daftar distribusi frekuensi :

2). Menghitung rata-rata aktual :

X aktual = Md + ( ƹfd ) i = 37 + ( 9 ) 6 = 39, 25


n 20
3). Menghitung simpanan baku aktual :
S=і n ( ƹfd² ) – ( ƹfd )² = 6 20 ( 55 ) – ( 9 )²

n(n–1) 20 ( 20 – 1 )

= 6 1100 – 81 = 6 2, 68158 = 8,78 380


4). Menyusun pedoman konversi
Pedoman konversi yang digunakan sama dengan PAP,hanya berbeda pada
penghitungan rata-rata dan simpangan baku.Secara sederhana,konversi nilai yang biasa
digunakan ada lima macam, yaitu :
a) Skala Lima (Stanfive) diwujudkan dengan 0,1,2,3,4,5 atau A,B,C,D,E.
b) Skala Sembilan (Stannine) diwujudkan dengan 1,2,3,4,5,6,7,8,9.
c) Skala Sepuluh (C-scale) diwujudkan dengan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.
d) Skala Sebelas (Staneleven), diwujudkan dengan 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.
e) Skala Seratus (T-Scale), diwujudkan dengan 0,1,2,3, s.d 100.

16
e. Keunggulan PAN
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti di bawah ini :
1) Hasil PAN dapat membuat guru bersikap positif dalam memperlakukan siswa sebagai
individu yang unik.
2) Hasil PAN akan merupakan informasi yang baik tentang kedudukan siswa dalam
kelompoknya.
3) PAN dapat digunakan untuk menyeleksi calon siswa yang dites secara ketat.
4) Dapat digunakan untuk mengukur dan menilai secara maksimal.
5) Dapat mengukur,menilai,dan menginterpretasikan kinerja siswa ditingkat tinggi pada
kawasan atau domain afektif dan psikomotorik.
6) Dapat membedakan kemampuan setiap siswa yang pintar dengan yang kurang pintar.
7) Efektif untuk menguji yang bersifat seleksi untuk tujuan tertentu.
f. Kelemahan PAN
1) Tidak memadai untuk mengukur dan menilai penguasaan materi dan keterampilan.
2) Hasil pengukuran dan penilaian tidak langsung dapat diinterpretasikan.
3) Tidak dapat menunjukkan kemampuan kesiapan dalam melanjutkan materi dari
pembelajaran selanjutnya.
g. Asumsi Dasar PAN
Pendekatan penilaian ini mendasarkan diri pada asumsi, bahwa :
1. Pada setiap populasi siswa yang sifatnya heterogen akan selalu didapati kelompok
“baik”,kelompok “sedang”,dan kelompok “kurang”.Dengan kata lain,setiap kegiatan
pengukuran dan penilaian hasil belajar,sebagian dari siswa tersebut nilai-nilai hasil
belajarnya terkonsentrasi atau memusat di sekitar nilai pertengahan (nilai rata-
rata),dan hanya sebagian kecil saja yang nilainya sangat tinggi atau sangat rendah.
2. Tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi relatif (relative
standing) dari para peserta tes dalam hal yang sedang dievaluasi itu, yaitu apakah
seorang siswa posisi relatifnya berada di “atas”, di “tengah”, ataukah di “bawah”.
Pendekatan PAN ini mendasarkan diri pada distribusi normal,walaupun kadar
kenormalannya tidak selalu sama untuk tiap kelompok.Dengan demikian,walau tiap-tiap
kelompok sama-sama menghasilkan kurva normal, mean kurva yang satu dengan kurva
lainnya mungkin saja berbeda.Sebagai konsekuensinya,seorang siswa yang memperoleh nilai
tinggi dalam suatu kelompok mungkin akan memperoleh nilai rendah jika ia dimasukkan ke
dalam kelompok lainnya,demikian pula sebaliknya.
2.7 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PAP DAN PAN
17
a. Persamaan PAN dan PAP :
Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa
persamaan sebagai berikut :
1) Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi
spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan.Tujuan tersebut termasuk
tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus.
2) Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relevan,digunakan sebagai subjek yang
hendak dijadikan sasaran evaluasi.Sampel yang diukur mempresentasikan populasi
siswa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3) Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa,kedua pengukuran
sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan
aturan dasar penulisan instrument.
4) Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
5) Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif,tes karangan,tes
penampilan atau keterampilan.
6) Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
7) Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
b. Perbedaan PAN dan PAP
1. PAN biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit butir tes
untuk setiap perilaku.PAP biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang
terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
2. PAN menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar
secara relatif. PAP menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang
tidak dapat dilakukan oleh setiap siswa.
3. PAN lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang
dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit. PAP mementingkan
butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan
tingkat kesulitannya.
4. PAN digunakan terutama untuk survey. PAP digunakan terutama untuk penguasaan.
PAN dimanfaatkan dalam :
a) Mengklasifikasi siswa dalam kelompoknya,
b) Menentukan peringkat siswa dalam grupnya,
c) Menyeleksi siswa berdasarkan prestasi apa adanya dan pembanding anggota kelompoknya.
PAP dimanfaatkan dalam :
18
a) Penentuan prestasi siswa dalam mencapai tujuan pengajaran,
b) Menyeleksi siswa atas dasar kualitas prestasi,
c) Mengukur keefektifan pengajaran (metode, teknik, pemilihan bahan, penggunaan alat,dsb),
d)Umpan balik bagi perbaikan pengajaran,
e) Mengetahui kelamahan atau kesulitan siswa untuk pengajaran remedial.
5. Pada jenis tesnya
Untuk PAN, tes yang digunakan adalah : a) Tes seleksi dengan acuan intra kelompok
(situasi pada kelompok tersebut), b) Tes prognostik, yang bertujuan membuat ramalan (dasar
: apabila seseorang menduduki tempat yang sama, semakin tampaklah tingkat kemampuan
orang tersebut).Sedangkan PAP, digunakan untuk tes : a) Tes seleksi dengan acuan diluar
kelompok, misalnya patokan tujuan yang harus dicapai (standar tertentu), b) Tes formatif (tes
pembinaan dalam pengajaran), termasuk tes unit, postes ulangan harian atau formatif, dan c)
Tes diagnosis, mengetahui jenis dan penyebab kesulitan belajar siswa.
2.8 TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES
Ada beberapa teknik pemeriksaan untuk mengukur prestasi siswa, yaitu :
1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes.Penskoran
adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu
proses pengolahan tertentu.Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang
dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan ada pula yang
dengan huruf A, B, C, D, dan E.Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk
soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif atau tes uraian.
a. Test Objektif
1) Pemberian skor untuk tes bentuk benar-salah
Dalam menentukan angka atau skor untuk tes bentuk benar-salah, kita dapat
menggunakan 2 cara,aitu tanpa rumus tebakan, dan dengan rumus tebakan. Tanpa rumus
tebakan adalah banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan
kunci, rumusnya adalah :
S = Jumlah jawaban yang betul.
Sedangkan dengan rumus tebakan adalah skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah
soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal yang salah, rumusnya adalah : S = R - W
Keterangan :
S = Score
19
R = Right
W = Wrong
Contoh:
a) Banyaknya soal = 10 butir
b) Yang betul = 8 butir soal
c) Yang salah = 2 butir soal
d) Maka skornya adalah = 8–2=6
Atau bisa juga dengan rumus : S = T – 2W
Keterangan :
T = Total,artinya jumlah soal dalam tes.
Jika berdasarkan contoh di atas maka perhitungan dengan menggunakan rumus yang kedua
adalah : S = 10 – (2 x 2) = 10 – 4 = 6.
2) Pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice)
Dengan tes bentuk pilihan ganda,siswa diminta melingkari salah satu huruf pilihan
jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran atau tanda silang (x) pada
tempat yang sesuai di lembar jawaban.
Dalam menentukan skor untuk tes pilihan ganda,dikenal 2 macam cara, yaitu tanpa
rumus tebakan,dan dengan rumus tebakan.Dengan rumus tebakan, rumusnya adalah : S = R -
W
n-1
Keterangan :
n = Banyaknya pilihan jawaban
1 = Bilangan tetap
Contoh:
a) Banyaknya soal = 10 butir
b) Banyaknya yang betul = 8 butir soal
c) Banyaknya yang salah = 2 butir soal
d) Banyaknya pilihan = 3 butir
e) Maka skornya adalah =S=8- 2 = 7
3-1
3) Pemberian skor untuk tes bentuk jawaban singkat (short answer test)
Tes bentuk jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk
kata atau kalimat pendek.Maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-

20
kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu pengertian.Dengan
persyaratan inilah maka bentuk tes ini dapat digolongkan ke dalam bentuk tes objektif.
Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja.Maka angka bagi tiap
nomor soal mudah ditebak,usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit,tetapi lebih sulit
daripada tes bentuk benar salah atau pilihan ganda.Dalam tes bentuk ini, sebaiknya tiap soal
diberi angka 2.Tetapi apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap, dan
kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1.
4) Pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)
Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana
jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya.
Karena tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks.
Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Rumusnya adalah : S =
R
b. Test Uraian
1) Pemberian skor untuk tes bentuk uraian
Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-
pokok jawaban yang kita kehendaki.Dengan demikian,maka akan mempermudah kita dalam
mengoreksi tes itu.
Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang diperoleh
akan sangat beraneka ragam. Langkah-langkah pemberian skornya adalah :
a) Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk memperoleh gambaran mengenai
lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.
b) Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap
diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya.
c) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
d) Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes
bentuk uraian.
Alternatif kedua untuk pemberian skor pada tes bentuk uraian adalah dengan
menggunakan cara pemberian angka yang relatif.Misalnya untuk suatu nomor soal, jawaban
yang paling lengkap hanya mengandung 3 unsur,padahal kita menghendaki 5 unsur, maka
untuk jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5,sedangkan yang menjawab
hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka lebih sedikit, yaitu misalnya 3,5; 2; 1,5; dan seterusnya.
Apa yang telah diterangkan di atas ini adalah cara memberikan angka dengan
menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok (norm referenced test).Apabila dalam
21
memberikan angka menggunakan atau mendasarkan pada standar mutlak (Criterion
referenced test),maka langkah-langkahnya adalah :
a) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci
jawaban yang telah disusun.
b) Membubuhkan skor di sebelah kiri setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor soal.
c) Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal.
Dengan cara ini maka skor yang diperoleh siswa tidak dibandingkan dengan
jawaban paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain,tetapi dibandingkan dengan jawaban
lengkap yang dikehendaki dan sudah ditentukan oleh guru.
2) Pemberian skor untuk tes bentuk tugas
Tolak ukur yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah :
a) Ketepatan waktu.
b) Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan dalam mengerjakan tugas.
Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran.
c) Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
d) Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan
oleh guru.
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing
aspek kriteria tersebut, misalnya :
a) Ketepatan waktu, diberi bobot 2.
b) Bentuk fisik, diberi bobot 1.
c) Sistematika, diberi bobot 3.
d) Kelengkapan isi, diberi bobot 3.
e) Mutu hasil, diberi bobot 3.
2. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Lisan
Pemeriksaan yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban-jawaban siswa pada
tes hasil belajar secara lisan pada umumnya bersifat subjektif, sebab dalam tes lisan itu guru
tidak berhadapan dengan lembar jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati, melainkan
berhadapan dengan individu atau makhluk hidup yang masing-masing mempunyai ciri dan
karakteristik berbeda sehingga memungkinkan bagi guru untuk bertindak kurang atau bahkan
tidak objektif.
Dalam hal ini, pemeriksaan terhadap jawaban siswa hendaknya dikendalikan oleh
pedoman yang pasti, misalnya sebagai berikut :

22
a. Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh siswa. Pernyataan tersebut mengandung makna
apakah jawaban yang diberikan oleh siswa sudah memenuhi semua unsur yang seharusnya
ada dan sesuai dengan kunci jawaban yang telah disusun oleh guru.
b.Kelancaran siswa dalam mengemukakan jawaban. Mencakup apakah dalam memberikan
jawaban lisan atas soal-soal yang diajukan, siswa sudah cukup lancar menjawabnya
sehingga mencerminkan tingkat pemahaman siswa terhadap materi pertanyaan yang
diajukan kepadanya.
c. Kebenaran jawaban yang dikemukakan siswa. Jawaban panjang yang dikemukakan oleh
siswa secara lancar dihadapan guru belum tentu merupakan jawaban yang benar sehingga
guru harus benar-benar memperhatikan jawaban siswa tersebut, apakah jawaban siswa itu
mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau sebaliknya.
d.Kemampuan siswa dalam mempertahankan pendapatnya.Maksudnya, apakah jawaban yang
diberikan dengan penuh kenyakinan akan terbukti kebenarannya atau tidak. Jawaban yang
diberikan oleh siswa secara ragu-ragu merupakan salah satu indikator bahwa siswa kurang
menguasai materi yang diajukan kepadanya.
3. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Perbuatan atau Sikap
Dalam tes perbuatan,pemeriksaan hasil-hasil tes nya dilakukan dengan
menggunakan observasi (pengamatan).Sasaran yang perlu diamati adalah sikap dan minat
siswa terhadap suatu pelajaran.Untuk dapat menilai hasil tes tersebut diperlukan adanya
instrument tertentu dan setiap gejala yang muncul diberikan skor tertentu pula. Misalnya
untuk mengukur sikap dan minat belajar, guru dapat menggunakan alat penilaian model
skala, seperti skala sikap dan skala minat. Skala sikap dapat menggunakan lima skala, yaitu :
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Skala yang digunakan adalah 5, 4, 3, 2, dan 1. Begitu juga dengan skala minat, guru
dapat menggunakan lima skala, seperti Sangat Berminat (SB), Berminat (B), Sama Saja (SS),
Kurang Berminat (KB), dan Tidak Berminat (TB).
4. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Psikomotor
Dalam tes psikomotor yang diukur adalah penampilan atau kinerja. Untuk
mengukurnya, guru dapat menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk kerja atau tes
identifikasi. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian yang
terentang dari sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), kurang baik (2), dan tidak baik (1).

23
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa pengolahan penilaian
merupakan sesuatu yang urgen untuk diaplikasikan di institusi pendidikan karena
menyangkut nasib terutama peserta didik dan tidak menimbulkan kerugian berbagai pihak.
Dala pengolahan hasil penilaian harus diperhatikan beberapa hal yaitu; teknik pengolahan
hasil tes, skor total (total score), konversi skor, cara memberi skor untuk skala sikap, cara
memberi skor untuk domain psikomotorik, dan pengolahan data hasil tes yang terdiri dua
cara penggunaan yaitu dengan menggunakan penilaian acuan patokan dan penilaian acuan
norma.
3.2 SARAN
Dengan dibuat makalah ini semoga pembaca lebih memahami tentang Penentuan skor
serta pengolahan data hasil pengukuran dalam pembelajaran kimia khususnya mampu
mendeskripsikan pengertian tes dalam pembelajaran matematika.Penulis menyadari
bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karenaitu, penulis meminta
saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan dalam makalah singkat ini

24
DAFTAR PUSTAKA

Alfath, K. (2019). Teknik Pengolahan Hasil Asesmen: Teknik Pengolahan Dengan


Menggunakan Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan
(PAP). Journal Al-Manar, 8(1), 1-28.
http://digilib.uinsby.ac.id/10938/5/Bab2.pdf. Diakses pada tanggal 27 April 2021
http://eprints.walisongo.ac.id/4083/3/103911064_bab2.pdf. Diakses pada tanggal 27 April 2021
Ramadhani, W. S., Murti, M., & Arsyam, M. (2021). TEKNIK PENGOLAHAN SKOR
HASIL EVALUASI.
Rofieq, A. (2008). Teknik Pemberian Skor Dan Nilai Hasil Tes

25
26

Anda mungkin juga menyukai