Anda di halaman 1dari 23

RISET AKUNTANSI DAN AUDITING

“ Artikel Riset tentang Relevansi Data Akuntansi dan Audit ”

DOSEN PENGAMPU
Dr. Eka Ardhani Sisdyani, S.E., M .COM., Ak.

KELOMPOK 4 :

Gede Rudi Harta Pratama Giri 06


Ni Putu Ema Leonita Andini 08
Kadek Ria Fitriani 11
Ida Ayu Wayan Uttamagana 12

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................................i


Daftar Isi ..................................................................................................................ii
Artikel 1 Country-Specific Factors Related to Financial Reporting and the Value
Relevance of Accounting Data
Fenomena Penelitian ............................................................................................................1
Research Gap ...................................................................................................................1
Tujuan Penelitian ..................................................................................................................2
Landasan Teori ...................................................................................................................2
Rerangka Konspetual............................................................................................................6
Metode Penelitian .................................................................................................................6
Hasil Penelitian ...................................................................................................................7
Implikasi ................................................................................................................12
Kritik dan Saran Untuk Pengembangan Penelitian Selanjutnya.........................................12
Artikel 2 Audit Tenure, Auditor Rotation, and Audit Quality: The Case of Indonesia.......13
Fenomena Penelitian ..........................................................................................................13
Research Gap .................................................................................................................14
Tujuan Penelitian................................................................................................................14
Penelitian Sebelumnya........................................................................................................15
Rerangka Konspetual .........................................................................................................16
Metode Penelitian ...............................................................................................................16
Hasil Penelitian .................................................................................................................17
Implikasi ................................................................................................................18
Kritik dan Saran Untuk Pengembangan Penelitian Selanjutnya.........................................19
Daftar Pustaka.............................................................................................................................21

ii
Artikel 1

Judul : Country-Specific Factors Related to Financial Reporting and


the Value Relevance of Accounting Data
Penulis : Ashiq Ali dan Lee-Seok Hwang
Tahun : 2000
Penerbit : Journal of Accounting Research Vol.38 No.1
Halaman : 1-21

1. Fenomena Penelitian
Penelitian ini berdasarkan perdebatan tentang standarisasi internasioanal praktik
akuntansi. Penelitian ini juga berdasarkan masih terjadi perdebatan dan menjadi
pertanyaan apakah relevansi nilai dari laporan keuangan tersebut dapat diterima sebagai
acuan pengaturan standar pelaporan keuangan. Tidak jelas apakah relevansi nilai laporan
keuangan diterima di semua yurisdiksi sebagai pertimbangan utama dalam penetapan
standar pelaporan keuangan. Terlebih lagu setiap negara memiliki faktor spesifik negara.
Negara-negara dengan permintaan informasi yang rendah dari laporan keuangan yang
dipublikasikan cenderung menerapkan praktik akuntansi yang menghasilkan data
akuntansi dengan relevansi nilai yang rendah. Negara-negara tersebut mungkin enggan
untuk mengadopsi praktik akuntansi yang menekankan relevansi nilai.

“Our results on the relations between country-specific factors and value relevance are
pertinent to the debate on international standardization of accounting practices. For
example, the basis of the International Accounting Standards Committee (IASC)
conceptual framework is the value relevance of financial reports (Choi et al. [1992]). “
(halaman 3)

“However, it is not clear that value relevance of financial reports is accepted in all
jurisdictions as the primary consideration in financial reporting standard setting. We
show that countries with low demand for information from published financial reports
tend to employ accounting practices that produce accounting data with low value
relevance. Such countries might be reluctant to adopt accounting practices that
emphasize value relevance.” (halaman 3)

2. Research Gap
Studi sebelumnya memeriksa praktik akuntansi negara menurut kesamaan
keseluruhan dalam praktik negara mereka. MGM menggabungkan temuan penelitian
sebelumnya untuk mengklasifikasikan negara menjadi empat cluster akuntansi: British
American, Continental, South American, dan Mixed Economy. Negara sampel peneliti
termasuk dalam kelompok model Inggris-Amerika atau Kontinental. MGM juga mencatat
bahwa praktik akuntansi model Inggris-Amerika berorientasi pada kebutuhan
pengambilan keputusan investor dan kreditor dan, oleh karena itu, data akuntansi
cenderung lebih relevan dengan nilai. Peneliti mengkodekan negara-negara model

1
Kontinental sebagai 0 dan negara-negara model Inggris-Amerika sebagai 1 dan merujuk
ke variabel-variabel sebagai Kelompok Akuntansi. Variabel Cluster Akuntansi
menggabungkan perbedaan dalam praktik pengukuran akuntansi di seluruh negara.
Karena aturan pajak bisa sangat berpengaruh pada akuntansi keuangan.

“Prior studies examine countries' accounting practices according to the overall


similarities in their practices (see, e.g., Frank [1979], Nair and Frank [1980], Nobes
[1983], and Salter and Doupnik [1992]).3 MGM aggregate the findings of prior research
to classify countries into four accounting clusters: British American, Continental, South
American, and Mixed Economy. Our sample countries fall in either the British-American
or the Continental model cluster. MGM also note that British-American model
accounting practices are oriented toward the decision-making needs of investors and
creditors and, therefore, the accounting data are likely to be more value relevant. We
code the Continental model countries as 0 and British-American model countries as 1
and refer to the variables as the Accounting Cluster. The Accounting Cluster variable
aggregates differences in accounting measurement practices across countries. Since tax
rules can be especially influential on financial accounting” (halaman 5)

3. Tujuan Penelitian
Menyelidiki hubungan antara ukuran relevansi nilai data akuntansi keuangan dan
beberapa faktor spesifik negara.

“This paper explores relations between measures of the value relevance financial
accounting data and several country specific factors suggested in prior research.”
(halaman 1)

4. Landasan Teori

1. Country-Specific Factors
a. Financial System  Berglof (1990) menunjukkan dua jenis sistem keuangan, yaitu
sistem keuagan berorientasi bank dan sistem keuangan berorientasi pasar. Pada sistem
berorientasi perbankan, bisnis umumnya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan
bank-bank mereka, yang memasok sebagian besar kebutuhan modal. Bank memiliki
utang yang terkonsentrasi dan dalam jangka panjang, serta kepemilikan ekuitas. Bank
juga memiliki akses langsung ke informasi perusahaan untuk mengurangi permintaan
penerbitan laporan keuangan. Lain halnya dengan sistem berorientasi pasar, dimana
dalam sistem berorientasi pasar terdapat banyak investor dan tanpa akses langsung ke
informasi perusahaan. Para investor cenderung bergantung pada pengungkapan
akuntansi keuangan untuk memperoleh informasi yang akan digunakan dalam penilaian
sekuritas dan dalam pemantauan manajemen. Oleh karena itu, sistem berorientasi pasar

2
diharapkan menunjukkan relevansi nilai yang lebih besar pada pengungkapan akuntansi
keuangan.

“Berglof 1990 sugest two types of financial systems bank oriented and market oriented.
In bank oriented systems. In bank-oriented systems, businesses generally have very
close ties to their banks, which supply most of their capital needs banks have
concentrated and long term debt and equity holdings and banks have direct to company
information, reducing the demand for published financial statements. Market oriented
systems, on the other hand, contain numerous diverse investors without direct access to
company information. Investors are likely to rely heavily on financial accounting
disclosures to obtain information to be used in security valuation and monitoring
management. Therefore market oriented systems are expected to exhibit greater value
relevance of financial accounting disclosure.” (halaman 3-4)

2. Financial Reporting
a. Source of GAAP  Pengukuran didasarkan pada pengaturan standar, apakah hanya
berdasarkan peraturan pemerintahan atau melibatkan pihak swasta.
“Using data from AJLZ, we code our sample according to whether generally accepted
accounting principles are determined solely by the government or whether the private
sector also participate.” (halaman 3-4)

b. Accounting Cluster  Pengukuran didasarkan pada pengelompokkan praktik akuntansi


Continental atau British-American. Model Continental memiliki kecenderungan peran
profesi akuntansi yang terbatas, sedangkan model British-American cenderung
didominasi oleh peran profesi akuntansi, sedangkan peran pemerintah terbatas, selain itu
model ini menekankan pada kepentingan pasar modal dan penyajian yang jujur, wajar
dan dapat diaudit.

“Prior studies examine countries' accounting practices according to the overall


similarities in their practices (see, e.g., Frank [1979], Nair and Frank [1980], Nobes
[1983], and Salter and Doupnik [1992]).3 MGM aggregate the findings of prior
research to classify countries into four accounting clusters: British American,
Continental, South American, and Mixed Economy. Our sample countries fall in either
the British-American or the Continental model cluster. MGM also note that British-
3
American model accounting practices are oriented toward the decision-making needs of
investors and creditors and, therefore, the accounting data are likely to be more value
relevant. We code the Continental model countries as 0 and British-American model
countries as 1 and refer to the variables as the Accounting Cluster. The Accounting
Cluster variable aggregates differences in accounting measurement practices across
countries. Since tax rules can be especially influential on financial accounting.”
(Halaman 5)

c. Financial-Tax Alignment  Pengukuran didasarkan pada keselarasan pajak dan


keuangan, apakah keselarasannya dinilai tinggi atau rendah.

“Financial-Tax Alignment. We use the level of spending on external auditing services to


indicate the importance or the extent of demand for financial accounting (MGM). As the
value (or importance) of financial accounting increases, so too should the value
relevance of financial reports. For 14 of our 16 sample countries, MGM report total
fees of the country's ten largest accounting firms as a percentage of the country's gross
domestic product for 1990.5 We refer to this variable as Spending on Auditing
Services.” (halaman 6)

d. Spending on Auditing Services  Pengukuran didasarkan pada total biaya dari 10


perusahaan akuntan terbesar suatu negara sebagai persentase dari produk domestik
bruto.

“We use AJLZ's data to code our sample as high (0) versus low (1) alignment of
financial and tax accounting. We refer to this variable as Financial-Tax Alignment. We
use the level of spending on external auditing services to indicate the importance or the
extent of demand for financial accounting (MGM). As the value (or importance) of
financial accounting increases, so too should the value relevance of financial reports.
For 14 of our 16 sample countries, MGM report total fees of the country's ten largest
accounting firms as a percentage of the country's gross domestic product for 1990.5 We
refer to this variable as Spending on Auditing Services.” (halaman 6)

e. Principal Factor  Merupakan faktor utama yang diperoleh dari analisis faktor dengan
masukan dari 6 variabel di atas.
4
“The principal factor obtained from a factor analysis, with input being the above six
variables.” (Halaman 8)

3. Value Relevance of Accounting Data


a. Value Relevance of Earnings  Pengukuran didasarkan pada 2 metode, yaitu
Regression Approach dan Hedge Portfolio Approach.
“Regression approach and hedge portfolio approach.” (halaman 10-11)

b. Value Relevance of Accruals  Relevansi nilai akrual dinilai berdasarkan pengaruh


praktik akuntansi yang terutama mempengaruhi akrual dan bukan cash, sehingga
peneliti menguji secara berbeda hubungan antara relevansi nilai akrual dan country-
specific factors.

“Accounting practices primarily influence accruals and not cash, we examine


separately the association between the value relevance of accruals and country specific
factors.” (halaman 13)

c. Combined Value Relevance Earning & Book Value of Equity  Akuntansi dalam sistem
keuangan berbasis bank-oriented cenderung menekankan penilaian pada neraca untuk
memastikan apakah perusahaan mempertahankan sumber yang cukup untuk membayar
utang, sehingga peneliti mempertimbangkan relevansi nilai dari laba dan nilai buku
ekuitas.

“Accounting rules in bank oriented financial systems tend to emphasize valuing balance
sheet items to ensure that firms maintain sufficient resources to repay debt (Joss and
Lang (1994) and Gray, Campbell, and Shaw (1984)). We therefore consider the value
relevance of both earnings and book value of equity.” (halaman 13)

d. Control for the Price Leading Financial Report Effect  Pengukuran didasarkan pada
analisis regresi 15 bulan dan 24 bulan market-adjusted returns.

“Equation use Ret 24 defined as returns for 24 month ending 3 month after the end of
fiscal year t. if all information in the earnings of fiscal year t is reflected in the 15month
returns, then the estimates of a1 + a2 and b1+b2 should be the same. (halaman 16)

5
5. Rerangka Konspetual

Faktor Khusus
Negara
Relevansi Nilai Data
Akuntansi
Pelaporan
Keuangan

6. Metode Penelitian
Peneliti mengumpulkan data akuntansi, harga saham, dan return saham melalui
database Global Vantage 1995. Data yang dikumpulkan dari tahun 1986-1995. Analisis
data mengenai masing-masing observasi firm-year dilakukan dengan perhitungan level
dan perubahan laba tahunan dan aliran kas dari operasi, nilai pasar ekuitas di awal tahun
fiskal, dan return saham.
Penelitian ini menggunakan pengujian Spearman Correlations untuk mengetahui
apakah ada keterkaitan yang kuat pada sebagian besar variabel yang berbeda, serta
menggunakan Factor Analysis untuk menyelidiki apakah variabel-variabel yang
digunakan dapat mewakili faktor spesifik pada negara-negara yang diuji. Selain
melakukan pengujian terhadap kelima hipotesis, dengan menggunakan persamaan regresi
yang diestimasi dengan pooled time series dan cross section. Namun, dilakukan juga
pengujian tambahan untuk mengontrol pengaruh price leading financial reports terhadap
hubungan pengukuran relevansi nilai dan faktor spesifik negara.
Untuk menguji relevansi nilai laba menggunakan Regression Approach untuk
membandingkan kekuatan penjelas pada laba di negara-negara yang berbeda, disesuaikan
dengan perbedaan tahun, industri dan ukuran perusahaannya, serta Hedge Portfolio
Approach untuk mengontrol perbedaan antarnegara dalam penyebaran market-adjusted
returns dan tidak memaksakan hubungan yang linear antara return dan laba. Analisis
regresi 15 bulan dan 24 bulan market-adjusted returns juga digunakan untuk menghitung
Price Leading Financial Report Effect.

“Our sample consists of firm-year observations from 16 non-U.S. countries; U.S. firms
are used as controls. Countries must have at least 60 usable firm-year observations.
Accounting data, stock price, and stock returns for 1986-95 are from the 1995 Global
Vantage database. We use the criteria of AJLZ and focus on industrial firms (SIC 2000-
3999 or 5000-5999) in each country. Global Vantage distinguishes each firm-year
observation according to one of 12 accounting standards (domestic standard, modified
U.S. standard, etc.) and one of four levels of consolidation (full consolidation, no
consolidation, etc.).8 Following AJLZ, we consider data prepared according to domestic
standards and full consolidation for our primary sample” (halaman 9)

6
7. Hasil Penelitian
Tabel 4 melaporkan korelasi Spearman antara ukuran relevansi nilai, DIF1,
DIFPRET, DIF2_3, dan DIF4, dan variabel yang mewakili faktor spesifik negara. Semua
korelasi berada dalam arah yang diprediksi dan signifikan pada tingkat 0,06 atau lebih
baik. Hasil ini mendukung hipotesis hubungan antara relevansi nilai dan pelaporan
keuangan terkait faktor spesifik negara. Selanjutnya, kami memeriksa besarnya
perbedaan dalam relevansi nilai data akuntansi di seluruh negara, menggunakan
ekspektasi yang kami kembangkan sebelumnya. Untuk tujuan ini, delapan negara dengan
nilai-nilai Principal Factor yang tinggi, suatu ukuran gabungan dari semua faktor spesifik
negara, dimasukkan ke dalam grup A, dan delapan lainnya ke grup B. negara-negara Grup
(B) diharapkan memiliki negara-negara yang tinggi (rendah). ) relevansi nilai. Analisis
pertama menggunakan ukuran relevansi nilai berbasis regresi dari pendapatan. Median
DIF1 (didefinisikan sebagai R persamaan (1) dikurangi median R? Persamaan (1) untuk
100 sampel AS yang cocok) untuk negara grup A dan grup B masing-masing adalah
-0,010 dan -0,094. Median ini dihitung menggunakan nilai DIF1 yang dilaporkan dalam
tabel 3. Median kekuatan penjelas dari sampel AS yang cocok (didefinisikan sebagai
median R2 dari persamaan (1) untuk 100 sampel AS yang cocok) yang sesuai dengan
delapan negara di kelompok A dan kelompok B masing-masing adalah 0,158 dan 0,134.
Median ini dihitung menggunakan nilai yang dilaporkan dalam kolom 2 (R persamaan
(1), AS) dari tabel 3. Dengan demikian, relevansi nilai data akuntansi untuk negara-
negara kelompok A, rata-rata, 6,3% (D 0,010 / 0,158 ) lebih sedikit, dan negara-negara
kelompok B adalah 70,2% (= 0,094 / 0,134) lebih kecil dari pada AS. Perbedaan antara
kedua kelompok adalah

7
63,9% (70,2% - 6,3%). Perbedaan yang dihitung serupa menggunakan DIFPRET
DIF2 3, dan DIF4, bukan DIF1, masing-masing adalah 23,3%, 63,0%, dan 72,5%. Hasil ini
menunjukkan besarnya perbedaan relevansi nilai antara dua kelompok negara yang
diharapkan memiliki relevansi nilai tinggi versus rendah dari data akuntansi.
Pengendalian terhadap Efek Laporan Keuangan Terkemuka Harga
Penelitian sebelumnya (misalnya, Jacobson dan Aaker [1993]) menunjukkan bahwa, relatif
terhadap negara-negara yang berorientasi pasar, di negara-negara yang berorientasi bank,
informasi dalam laporan keuangan lebih cenderung tercermin dalam pengembalian periode
memimpin daripada pengembalian kontemporer. Efek ini akan mengecilkan ukuran relevansi
nilai berbasis pengembalian kontemporer untuk negara-negara berorientasi bank, dan dengan
demikian menyebabkan hubungan palsu antara ukuran relevansi nilai dan karakteristik sistem
keuangan. Kami merujuk pada pernyataan yang meremehkan tersebut sebagai efek laporan
keuangan terdepan harga. Untuk mendokumentasikan efek ini, kami menggunakan prosedur
yang mirip dengan Kothari dan Sloan [1992] dan memperkirakan dua model berikut:
Ret15 = a + a, AElPit-1 + ag EIPit-1 + Uit- (5)
Ret24 = bo + bị AEJPH -1 + b2 EPit-1 + 4it- (6
Equation (5) sama dengan (1), kecuali variabel return dinamai Ret15, untuk
menunjukkan bahwa selama 15 bulan berakhir 3 bulan setelahnya akhir tahun fiskal t.

8
Persamaan (6) menggunakan Ret24 yang didefinisikan sebagai pengembalian selama 24
bulan yang berakhir 3 bulan setelah akhir tahun fiskal t. Koefisien respon laba dalam (5) dan
(6) diberikan oleh a + + bg, masing-masing (Ali dan Zarowin [1992]). Jika semua informasi
dalam pendapatan tahun fiskal t direfleksikan dalam pengembalian 15 bulan, maka perkiraan
a + ag dan b + bg harus sama. Namun, jika beberapa informasi anyelir dimasukkan ke dalam
harga sebelum 15 bulan, maka (b, bg)> (a ag) (lihat Kothari dan Sloan [1992]). 18 Jadi, rasio
(a + ag) / (b, + bg) mencerminkan sejauh mana informasi laba ditangkap dalam
pengembalian kontemporer dibandingkan dengan pengembalian periode terkemuka.
Tabel 5 melaporkan estimasi a + ag, bı + b2 dan (a + ag) / (b + by) untuk semua
negara sampel. Perhatikan bahwa (b, + bo)> (sampel Inggris dan sampel AS yang cocok
untuk Irlandia, menunjukkan bahwa di hampir semua negara sampel beberapa informasi
penghasilan dimasukkan ke dalam pengembalian periode awal. Kolom terakhir pada tabel 5
melaporkan DIFTIME , perbedaan (a + a9) / (b, + bo) suatu negara dan median untuk sampel
AS yang cocok. Perbandingan dengan kontrol sampel AS yang cocok untuk pengaruh vear,
industri, dan ukuran perusahaan pada sejauh mana pue + ag) kecuali di

DIFTIME berkorelasi dengan karakteristik sistem keuangan, Debt-Asset Ratio


(Korelasi Spearman = Rasio Perusahaan Domestik-ke-Populasi (p 0,42; p = 0,05, satu sisi).
Korelasi ini menunjukkan bahwa, relatif terhadap negara-negara berorientasi pasar, bank -
negara-negara berorientasi dicirikan oleh efek laporan keuangan terdepan harga yang lebih
besar, yaitu, informasi pendapatan tercermin lebih banyak dalam pengembalian periode-
memimpin daripada dalam pengembalian kontemporer.Hasil ini, berdasarkan sampel dari 16
negara, menggeneralisasi Jacobson dan Aaker [1993] perbandingan Jepang (negara
berorientasi bank) dan Amerika Serikat (negara berorientasi pasar) .
Salah satu implikasi dari efek harga terdepan laporan keuangan yang lebih besar
untuk negara-negara berorientasi bank adalah bahwa berbasis pengembalian -0.47
kontemporer; p 0,03, satu sisi) dan% 3D ukuran relevansi nilai diremehkan untuk negara-
negara ini. Efek ini mungkin berkontribusi pada relevansi nilai yang relatif rendah yang

9
diamati untuk negara-negara ini (tabel 3 dan 4). Ukuran spesifik negara lain yang
dipertimbangkan dalam studi ini berkorelasi dengan ukuran sistem keuangan (lihat tabel 2).
Dengan demikian, efek laporan keuangan terkemuka harga juga dapat mempengaruhi
korelasi antara pengukuran relevansi nilai berbasis pengembalian kontemporer dan ukuran
khusus negara lainnya.
Kami mengontrol harga laporan keuangan terkemuka yang berpengaruh pada ukuran
relevansi nilai berbasis regresi pendapatan, D / FI, sebagai berikut. Pertama, kita membagi
Rs persamaan (1) dengan estimasi valucs dari (1 + (a + ag) / (b + bg)) dari negara terkait.
Jika R untuk suatu negara kecil karena sebagian besar informasi pendapatan dimasukkan
dalam laba periode-periode, perkiraannya dari (1+ (+ ag) / (b Jadi, membagi R dengan (1+ (a,
+ ag) ) / h + by)) memberikan penyesuaian ad hoc untuk efek laporan keuangan terkemuka
harga. Kami menggunakan Rs yang disesuaikan untuk menghitung ukuran DIFI yang
disesuaikan dan menyebutnya sebagai ADIFI. Kami juga menyesuaikan ukuran relevansi
vnlue lainnya untuk mendapatkan ADIFPRET ADIF2 3, dan ADIFA.
Seperti yang ditunjukkan dalam tabel 6, korelasi Spearman antara ukuran relevansi nilai yang
disesuaikan dan ukuran faktor khusus negara umumnya lebih kecil daripada yang didasarkan
pada ukuran relevansi nilai yang tidak disesuaikan. Penurunan terbesar diamati. untuk
korelasi antara ukuran relevansi nilai laba berbasis portofolio lindung nilai, ADIFPRET dan
Debe-Asset Ratio, ukuran sistem keuangan (dari -0,46, p = 0,04 pada tabel 4 hingga-0,21, p
0,21) Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh harga laporan keuangan terkemuka
meningkatkan korelasi antara ukuran relevansi nilai yang tidak disesuaikan dan faktor
khusus negara. Namun, sebagian besar korelasi berdasarkan ukuran penyesuaian nilai
relevansi tetap signifikan pada tingkat 0,10 atau lebih baik, dalam arah yang diprediksi.
Pengecualian adalah korelasi ADEPRET dengan Deb-Asser Ratio dan Accounting Custer (p-
0.21 dan p-0.12. Masing-masing). Namun, kedua variabel ini berkorelasi dengan ukuran
relevansi nilai yang disesuaikan lainnya, ADIFT, ADIF2_3, dan ADIF4. Dengan demikian,
hipotesis hubungan antara relevansi nilai dan faktor spesifik negara setelah mengendalikan
harga bg)) juga kecil.

10
1) Hipotesis 1 diterima, yaitu value relevance dan financial reporting berhubungan
dengan country-specific factors. Seluruh korelasi berada pada arah yang diperkirakan
dan signifikan pada tingkat yang ditentukan.
2) Hipotesis 2 diterima, yaitu terdapat hubungan antara value relevance dan country-
specific factors dengan kontrol price leading financial report effects.

8. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan data akuntansi keuangan
dari perusahaan manufaktur di 16 negara untuk 1986-95, nilai relevansi laporan keuangan
lebih rendah: (1) untuk negara-negara dengan sistem keuangan yang berorientasi pada
bank dibandingkan dengan berorientasi pada pasar; (2) pada kondisi badan-badan sektor
swasta tidak terlibat dalam proses penetapan standar; (3) pada kondisi praktik akuntansi
mengikuti model negara Continental yang bertentangan dengan model British-America;
(4) pada kondisi peraturan pajak memiliki pengaruh lebih besar pada pengukuran
akuntansi keuangan; dan (5) pada kondisi pengeluaran pada jasa audit relatif rendah.
Selain itu, hasil yang kuat untuk pengukuran-pengukuran alternatif data akuntansi
keuangan (pengukuran relevansi nilai) dan hasil penelitian memiliki indikasi yang kuat
untuk menggunakan pengukuran relevansi nilai yang disesuaikan untuk mengontrol efek
price leading financial reports.

“Using financial accounting data from manufacturing firms in 16 countries for 1986-
95, we demonstrate that the value relevance of financial reports is lower for countries

11
where the financial systems are bank oriented rather than market oriented; where
private-sector bodies are not involved in the standard-setting process; where accounting
practices fol- low the Continental model as opposed to the British-American model;
where tax rules have a greater influence on financial accounting mea- surements; and
where spending on auditing services is relatively low.” (page 20)

9. Implikasi
Implikasi pada penelitian ini adalah riset ini memberikan informasi mengenai
hubungan antara ukuran relevansi nilai data akuntansi dan beberapa faktor spesifik dari
negara yang disarankan dalam penelitian sebelumnya. Riset ini juga dapat menjadi
pertimbangan perusahaan untuk dapat menerapkan sistem pelaporan keuangan yang tepat
agar memperoleh relevansi nilai yang baik.

10. Kritik dan Saran Untuk Pengembangan Penelitian Selanjutnya


Kritik untuk penelitian ini adalah penelitian ini hanya menggunakan kondisi praktik
akuntansi mengikuti model negara 2 cluster yaitu Continental dan British-America. Jadi
tidak merepresentasikan kondisi praktik akuntansi seluruh dunia.
Saran yang dapat diberikan adalah untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan
faktor spesifik negara lainnya dengan relevansi nilai terkait dengan isu terbaru perdebatan
mengenai standar internasional praktik-praktik akuntansi.

12
Artikel 2

Judul : Audit Tenure, Auditor Rotation, and Audit Quality: The Case of
Indonesia
Penulis : Sylvia Veronica Siregar, Fitriany Amarullah, Arie Wibowo dan
Viska Anggraita
Tahun : 2012
Penerbit : Asian Journal of Business and Accounting, Vol. 5 No. 1
Halaman : 55-74

1. Fenomena Penelitian
Banyak perusahaan besar yang runtuh, seperti Enron dan WorldCom di Amerika
Serikat, telah dikaitkan dengan kualitas audit yang buruk terkait dengan kurangnya
independensi auditor. Dugaan “kegagalan audit” ini dianggap terjadi karena auditor gagal
mendeteksi atau melaporkan kesalahan / salah saji material dalam laporan keuangan.
Rotasi auditor wajib sering kali disarankan sebagai cara untuk memperkuat independensi
dan mengurangi insiden kegagalan audit.
Sarbanes-Oxley Act of 2002 selanjutnya mensyaratkan rotasi mitra audit setidaknya
sekali setiap lima tahun. Di Inggris Raya, rotasi partner audit telah menjadi persyaratan
selama bertahun-tahun, dan pada Januari 2003, periode maksimum rotasi partner utama
dikurangi dari tujuh menjadi lima tahun.
Dalam kasus Indonesia, runtuhnya banyak perusahaan dan bank selama krisis Asia
tahun 1997-1998 juga menimbulkan kekhawatiran tentang kualitas audit yang buruk
terkait dengan kurangnya independensi auditor. Hanya beberapa bulan setelah berlakunya
Sarbanes-Oxley Act pada Juli 2002 di A.S., pada September 2002, Menteri Keuangan
Indonesia menandatangani Keputusan tentang Jasa Akuntan Publik (Keputusan Menteri
Keuangan No. 423 / KMK.06 / 2002). Keputusan ini mengamanatkan rotasi partner
auditor selama tiga tahun dan rotasi firma audit selama lima tahun. Keputusan ini direvisi
dengan PMK No. 17 / PMK.01 / 2008 dimana pembatasan pemberian jasa perusahaan
audit diubah menjadi paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut.
Pada tahun 2011 pemerintah mengeluarkan UU Akuntan Publik yang memberikan
kewenangan kepada Kementerian Keuangan untuk menentukan perlu tidaknya aturan
rotasi berlaku. Hingga saat ini Kementerian Keuangan belum mengeluarkan aturan baru
terkait rotasi akuntan publik (auditor).

“Many major corporate collapses, such as Enron and WorldCom in the United States,
have been attributed to poor audit quality associated with a perceived lack of auditor
independence. These alleged “audit failures” were deemed to have occurred because
auditors failed to either detect or report material errors/misstatements in the financial
statements. Mandatory auditor rotation has frequently been suggested as a means of
strengthening independence and reducing the incidence of audit failure” (halaman 55-56)

“The Sarbanes-Oxley Act of 2002 further requires audit partner rotation at least once
every five years. In the UK, audit partner rotation has been a requirement for many

13
years, and in January 2003, the maximum period for rotation of the lead partner was
reduced from seven to five years.” (halaman 56-57)

“In the case of Indonesia, collapses of many companies and banks during the Asian crisis
in 1997-1998 have also raised concerns about the poor audit quality associated with a
perceived lack of auditor independence. Only a few months after the enactment of the
Sarbanes-Oxley Act in July 2002 in the U.S., in September 2002, the Indonesian Finance
Minister signed a Decree on Public Accountant Services (Finance Minister Decree No.
423/KMK.06/2002). This decree mandates auditor partner rotation for three years and
audit firm rotation for five years. This decree was revised with the PMK No.
17/PMK.01/2008 where restrictions on the provision of services of audit firms was
changed to a maximum of 6 (six) consecutive fiscal years. In 2011 the government issued
a Public Accountant Law that gives authority to the Ministry of Finance to determine
whether or not to apply the rotation rule. Until now the Ministry of Finance has not
issued any new rules regarding the rotation of the public accountant (auditor).” (halaman
57-58)

2. Research Gap
Kebanyakan studi sebelumnya hanya menyelidiki rotasi perusahaan audit atau rotasi
mitra audit, penelitian ini memeriksa hubungan non linier antara masa kerja audit dan
kualitas audit, yang jarang diteliti dalam studi sebelumnya.

“Second, we examine the nonlinear relationship between audit tenure and audit quality,
which has rarely been examined in prior studies. Third, we examine the effects of both
audit tenure and auditor rotation. Fourth, we provide evidence on audit tenure and
auditor rotation, both at partner level and firm level. Most prior studies only investigate
either audit firm rotation or audit partner rotation.” (halaman 59)

3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini menguji periode sebelum peraturan auditor wajib dan periode
setelahnya. Kedua, peneliti memeriksa hubungan non linier antara masa kerja audit dan
kualitas audit, yang jarang diteliti dalam studi sebelumnya. Ketiga, peneliti memeriksa
efek dari tenur audit dan rotasi auditor. Keempat, peneliti memberikan bukti tenur audit
dan rotasi auditor, baik di tingkat partner maupun di tingkat perusahaan.

“Our study has four contributions. First, we examine the period before mandatory
auditor regulation and the period after. Second, we examine the nonlinear relationship
between audit tenure and audit quality, which has rarely been examined in prior studies.
Third, we examine the effects of both audit tenure and auditor rotation. Fourth, we
provide evidence on audit tenure and auditor rotation, both at partner level and firm
level. Most prior studies only investigate either audit firm rotation or audit partner
rotation.” (halaman 59)

14
4. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai dasar pembangunan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Geiger dan Raghunandan (2002) menemukan bahwa terdapat lebih banyak
kegagalan pelaporan audit pada tahun-tahun awal hubungan auditor-klien
dibandingkan ketika auditor telah melayani klien tersebut untuk masa kerja yang
lebih lama.
b) Johnson dkk. (2002) menyelidiki hubungan antara masa jabatan kantor audit dan
akrual diskresioner absolut. yang menunjukkan bahwa tenur perusahaan audit
yang lama tidak terkait dengan penurunan kualitas laba.
c) Myers dkk. (2003) menyelidiki hubungan antara masa perusahaan audit dan dua
ukuran akrual: akrual diskresioner dan akrual saat ini. mereka tidak menemukan
bukti bahwa masa jabatan kantor audit yang lebih lama dikaitkan dengan kualitas
laba yang lebih rendah.
d) Chi dan Huang (2005) menemukan bahwa akrual diskresioner awalnya dikaitkan
secara negatif dengan masa kerja mitra audit dan masa kerja perusahaan audit,
tetapi asosiasi menjadi positif setelah masa jabatan melebihi lima tahun.
e) Chen et al. (2008) melaporkan hubungan negatif antara masa kerja mitra audit dan
nilai absolut akrual tak terduga, dari sampel perusahaan Taiwan dari 1990-2001.
f) Chi, Huang, Liao, dan Xie (2009). Mereka memeriksa rotasi mitra yang terjadi di
bawah rezim rotasi wajib yang diperkenalkan dari tahun 2004. Meskipun mereka
menemukan beberapa hasil yang konsisten dengan kualitas audit yang lebih tinggi
untuk perusahaan yang tunduk pada rotasi wajib, ini tidak berlaku ketika
perusahaan yang sama digunakan sebagai kontrol
g) Kim, Min, & Yi (2004) menemukan bahwa akrual tak terduga lebih rendah (yaitu,
kurang positif) pada tahun-tahun setelah rotasi auditor wajib. Tetapi penulis
mengakui bahwa peralihan wajib ke auditor yang ditunjuk biasanya mengikuti dan
/ atau bertepatan dengan kesulitan keuangan yang signifikan, serta masalah tata
kelola perusahaan yang lebih luas.
h) Vanstraelen (2000) menemukan bahwa hubungan auditor-klien jangka panjang
secara signifikan meningkatkan kemungkinan opini wajar tanpa pengecualian.
i) Davis dkk. (2003) memberikan bukti bahwa masa kerja audit dikaitkan dengan
kualitas pelaporan keuangan yang lebih rendah, dan mereka menyarankan bahwa
manajemen memperoleh fleksibilitas pelaporan yang lebih besar dan mampu
memenuhi perkiraan laba dengan lebih mudah, karena masa kerja auditor
meningkat.
j) Chung (2004) menemukan bahwa akrual diskresioner oleh perusahaan yang
memenuhi persyaratan rotasi menurun setelah diteruskan ke rezim rotasi wajib.
k) Mayangsari dan Wahyuni (2005) menyelidiki pengaruh masa kerja perusahaan
audit terhadap kualitas laba dan Mayangsari dan Sudibyo (2005) menyelidiki
pengaruh masa kerja audit terhadap kemungkinan litigasi auditor. Kedua
penelitian menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan dan linier antara
masa kerja audit dan kualitas laba (probabilitas litigasi auditor).

15
5. Rerangka Konspetual

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kualitas laba sebagai ukuran kualitas audit.
Earning terdiri dari dua elemen: akrual dan arus kas. Peneliti fokus pada komponen akrual
pendapatan karena komponen pendapatan akrual tunduk pada ketidakpastian yang lebih
besar daripada komponen arus kas. Manfaat menggunakan akrual diskresioner sebagai
ukuran kualitas audit adalah bahwa hal tersebut mencerminkan penegakan standar
akuntansi auditor.

Ada hubungan non-linier (kuadrat dan cekung) antara masa kerja audit dan kualitas audit.
Karena peneliti mengukur kualitas audit dengan akrual diskresioner, di mana akrual
diskresioner yang lebih tinggi menunjukkan kualitas audit yang lebih rendah, peneliti
mengandaikan bahwa hubungan antara masa kerja auditor dan akrual diskresioner adalah
kuadrat dan konveks. Oleh karena itu, kami merumuskan hipotesis berikut

H1a: Hubungan antara masa kerja mitra audit dan akrual diskresioner adalah non-linier
(kuadrat dan konveks)
H1b: Hubungan antara masa jabatan KAP dan akrual diskresioner adalah non-linier
(kuadrat dan konveks)

Seperti disebutkan di atas, baik pendukung maupun penentang rotasi auditor wajib
memiliki argumen mereka sendiri dengan bukti untuk mendukung mereka. Namun,
argumen mana yang valid, merupakan pertanyaan empiris. Karenanya, peneliti tidak
membuat prediksi untuk hipotesis berikut:

H2a: Rotasi mitra audit dikaitkan dengan akrual diskresioner


H2b: Rotasi perusahaan audit dikaitkan dengan akrual diskresioner

“H1a: The relationship between audit partner tenure and discretionary accruals is non-
linear (quadratic and convex) H1b: The relationship between audit firm tenure and
discretionary accruals is non-linear (quadratic and convex) As mentioned above, both
proponents and opponents of mandatory auditor rotation have their own arguments with
evidence to support them. However, which arguments are valid, is an empirical question.
Hence, we make no prediction for the following hypotheses: H2a: Audit partner rotation
is associated with discretionary accruals H2b: Audit firm rotation is associated with
discretionary accruals” (Halaman 64)

16
6. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua periode observasi dalam penelitian ini: tahun 1999 -
2001 untuk mewakili tahun-tahun sebelum peraturan wajib rotasi auditor (KMK No. 423 /
KMK.06 / 2002) dan tahun 2004-2008 untuk tahun-tahun setelah peraturan wajib rotasi
auditor. Kami mengecualikan tahun 2002 dan 2003, karena itu adalah tahun-tahun
pertama penerapan regulasi.
Peneliti menggunakan SPEC, BIG4, LEV, GROWTH, dan SIZE sebagai variabel
kontrol. SPEC, BIG4, GROWTH, dan SIZE diharapkan memiliki hubungan negatif
dengan akrual diskresioner, sedangkan LEV diharapkan memiliki hubungan positif.
Adapun model penelitian untuk menguji hipotesis adalah:

ABSDACit = α0 + α1PTENUREit + αa2 PTENURE2it + α3 FTENUREit +


α4FTENURE2it + α5PROTATIONit + α6FROTATIONit + α7SPECit +
α8BIG4t + α9LEVit + α10GROWTHit + α11SIZEit + εit

a) DAC = absolute discretionary accruals


b) PTENURE = lamanya waktu Partner Audit menjadi auditor di suatu perusahaan
pada tahun tertentu (jumlah tahun).
c) FTENURE = lamanya Kantor Akuntan Publik menjadi auditor pada suatu
perusahaan pada tahun tertentu (jumlah tahun).
d) PROTATION = variabel dummy, 1 jika ada rotasi partner audit dan 0 sebaliknya
e) FROTATION = variabel dummy, 1 jika ada rotasi partner audit dan 0 sebaliknya
f) SPEC = variabel dummy, 1 jika perusahaan diaudit oleh auditor khusus
(memiliki> 10% pangsa pasar dalam suatu industri, berdasarkan total aset
kliennya) dan 0 sebaliknya.
g) BIG4 = variabel dummy, 1 jika perusahaan diaudit oleh Big4 dan 0 sebaliknya
h) LEV = debt-to-total asset
i) GROWTH = price-to-book value
j) SIZE = logaritma natural dari nilai buku akhir dari total aset

“We use SPEC, BIG4, LEV, GROWTH, and SIZE as control variables. SPEC, BIG4,
GROWTH, and SIZE are expected to have negative relationships with discretionary
accruals, whereas LEV is expected to have positive relationships. We used two
observation periods in this study: year 1999 – 2001 to represent years before mandatory
auditor rotation regulation (KMK No. 423/KMK.06/2002) and year 2004-2008 for years
after the mandatory auditor rotation regulation. We excluded years 2002 and 2003,
because those were the first years of implementating the regulation.” (halaman 65-66)

7. Hasil Penelitian
Dari hasil regresi pada dapat dilihat bahwa hipotesis 1a dan 1b mengenai hubungan
non linier antara masa jabatan auditor (baik untuk mitra audit maupun KAP) tidak
didukung. AUDIT PARTNER TENURE memiliki hubungan signifikan negatif dengan
akrual diskresioner untuk periode sebelum regulasi rotasi auditor wajib, tetapi memiliki
hubungan signifikan positif yang signifikan untuk periode setelahnya. Temuan ini

17
menunjukkan bahwa sebelum rotasi auditor menjadi wajib, masa kerja mitra audit yang
lebih lama dikaitkan dengan kualitas audit yang lebih tinggi (akrual diskresioner yang
lebih rendah), sedangkan setelah rotasi auditor menjadi wajib, masa kerja mitra audit
yang lebih lama dikaitkan dengan kualitas audit yang lebih rendah. Tidak ada hubungan
yang signifikan antara AUDIT FIRM TENURE dan discretionary accrual untuk periode
sebelum regulasi wajib auditor, tetapi ada hubungan positif untuk periode setelahnya.
Hasil positif untuk tenur KAP sejalan dengan hasil rotasi partner audit juga.
Pada pengujian regresi AUDIT PARTNER ROTATION bertanda negatif, AUDIT
FIRM ROTATION bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
melakukan rotasi partner audit memiliki discretionary accruals (kualitas audit yang lebih
tinggi) lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan rotasi partner
audit, tetapi perusahaan yang melakukan rotasi perusahaan audit memiliki discretionary
accruals (kualitas audit yang lebih rendah) lebih tinggi daripada perusahaan tanpa rotasi
perusahaan audit. Sebaliknya, tidak ada hasil yang signifikan baik bagi mitra audit
maupun rotasi KAP pada tahun-tahun setelah peraturan tersebut. Hasil ini menunjukkan
bahwa rotasi partner audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit tetapi hanya dalam
situasi sukarela (tidak diwajibkan oleh regulasi) dan setelah regulasi auditor diamanatkan
tidak ada bukti bahwa hal tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas
audit. Pengaruh yang tidak signifikan dari rotasi auditor terhadap kualitas audit
menunjukkan bahwa rotasi auditor wajib yang ada mungkin bukan mekanisme yang
efektif untuk meningkatkan kualitas audit.
LEV dan SIZE merupakan satu-satunya variabel kontrol yang memiliki hasil yang
konsisten seperti yang diperkirakan. Temuan ini konsisten dengan hipotesis 'perjanjian
utang' dan hipotesis 'biaya politik'. SPEC hanya berpengaruh negatif pada discretionary
accruals (efek positif terhadap kualitas audit) pada periode sebelum regulasi. Hal ini
mungkin karena adanya regulasi baru lainnya selain rotasi auditor wajib yang
meningkatkan kualitas seperti penerapan konvergensi IFRS, sehingga akan memitigasi
pengaruh SPEC terhadap kualitas audit. Perusahaan yang diaudit oleh BIG4 memiliki
akrual diskresioner yang lebih rendah daripada perusahaan yang diaudit oleh perusahaan
akuntansi non Big 4 hanya pada tahun-tahun setelah peraturan tersebut. karena pada
periode tersebut suatu KAP harus menyewa KAP baru setelah 5 tahun, dan BIG 4
memiliki sumber daya, sumber daya manusia, dan kualitas yang lebih baik daripada KAP
non Big 4 pada penugasan tahun pertama, meskipun terdapat familiarity effect.
PERTUMBUHAN, bagaimanapun, memiliki hasil yang tidak konsisten antara kedua
periode. Ini mungkin karena proxy yang kami pilih (PBV) bukanlah proxy terbaik untuk
pertumbuhan. Nilai pasar dapat mencakup elemen subjektif seperti pandangan analis dan
spekulasi dan nilai buku dapat bergantung pada estimasi subjektif aset

“From regression results in Panel A and Panel B of Table 3, we can see that
hypotheses 1a and 1b regarding nonlinear relationships between auditor tenure (both for
audit partner and audit firm) are not supported. AUDIT PARTNER TENURE has a
negative significant relationship with discretionary accruals for the period before
mandatory auditor rotation regulation, but it has a positive significant relationship for
the period after. These findings indicate that before auditor rotation became mandatory,

18
longer audit partner tenure was associated with higher audit quality (lower discretionary
accruals), whereas after auditor rotation became mandatory, a longer audit partner
tenure became associated with lower audit quality. There is no significant relationship
between AUDIT FIRM TENURE and discretionary accruals for the period before auditor
mandatory regulation, but there is a positive relationship for the period after. The
positive result for audit firm tenure is consistent with audit partner rotation result as
well.” (Halaman 66-67)
“AUDIT PARTNER ROTATION had negative signs, while AUDIT FIRM ROTATION
had positive signs. These indicate that firms which do audit partner rotation have lower
discretionary accruals (higher audit quality) than firms without audit partner rotation,
but firms which have audit firm rotation have higher discretionary accruals (lower audit
quality) than firms without audit firm rotation. In contradiction, there are no significant
results for both audit partner and audit firm rotation in the years after the regulation.
These results suggest that audit partner rotation has positive effects on audit quality but
only in voluntary situations (not mandatory by regulation) and that after auditor
regulation is mandated there is no evidence that it has a positive and significant effect on
audit quality. The insignificant affect of auditor rotation on audit quality suggests that the
existing mandatory auditor rotation may not be an effective mechanism to increase audit
quality.” (Halaman 67-68)
“LEV and SIZE are the only control variables which have consistent results as
predicted. These findings are consistent with the ‘debt covenant’ hypothesis and the
‘political cost’ hypothesis. SPEC only has negative effects on discretionary accruals
(positive effect on audit quality) in the period before the regulation. This may be due to
the existence of other new regulations besides mandatory auditor rotation that enhance
quality such as the adoption of IFRS convergence, so it will mitigate SPEC’s effect on
audit quality. Firms audited by the BIG4 had lower discretionary accruals than firms
audited by non Big 4 accounting companies only in the years after the regulation.
because in that period a firm had to hire a new public accounting firm after 5 years, and
the BIG 4 had better resources, human capital, and quality than the non-Big 4 in the first
year assignment, despite the familiarity effect. GROWTH, however, had inconsistent
results between both periods. This maybe because the proxy we chose (PBV) was not the
best proxy for growth. Market value may include such subjective elements as analyst
views and speculation and book value may depend on subjective estimation of assets”
(Halaman 68-69)

8. Kesimpulan
Hasil kami menunjukkan bahwa masa kerja audit yang lebih lama dikaitkan dengan
kualitas audit yang lebih rendah untuk periode setelah rotasi auditor wajib, tetapi
sebaliknya untuk periode sebelum menjadi wajib, masa kerja audit yang lebih lama
meningkatkan kualitas audit. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rotasi auditor
sebelum regulasi (rotasi sukarela) memang meningkatkan kualitas audit, sedangkan rotasi
auditor wajib tidak menunjukkan pengaruh positif terhadap kualitas audit. Secara
keseluruhan, kami tidak menemukan bukti yang kuat untuk mendukung anggapan bahwa
rotasi auditor wajib yang ada efektif untuk meningkatkan kualitas audit.

19
“Our results show that longer audit tenure became associated with lower audit quality
for the period after mandatory auditor rotation, but conversely for the period before it
became mandatory, longer audit tenure increased audit quality. The results also show
that auditor rotation before regulation (voluntary rotation) did increase audit quality,
whereas mandatory auditor rotation does not show having positive effects on audit
quality. Overall, we do not find strong evidence to support the notion that the existing
mandatory auditor rotation is effective to increase audit quality” (halaman 70)

9. Implikasi
Hasil temuan ini dapat menjadi masukan berharga bagi regulator untuk menimbang
kembali aturan rotasi di Indonesia. Penurunan kualitas audit yang mengikuti aturan rotasi
mengindikasikan perlunya mekanisme lain yang diciptakan oleh lembaga akuntan publik
Indonesia (IAPI) seperti peer review dan pelatihan yang efektif untuk meningkatkan
kompetensi auditor. Implikasi lainnya adalah keinginan untuk memperkaya literatur
Indonesia tentang hubungan antara rotasi auditor, masa kerja audit, dan kualitas audit
dalam konteks negara berkembang, dan mendukung kemungkinan penelitian di masa
mendatang.

“The results of these findings can be a valuable input for regulators to reconsider the
rules of the rotation in Indonesia. The decline in audit quality following the rules of
rotation indicates the need for other mechanisms created by the institutions of public
accountants Indonesia (IAPI) such as peer review and effective training to improve the
competence of auditors. The other implication is the desirability of enriching Indonesia’s
literature on the relationship between the auditor rotation, audit tenure, and audit quality
in the context of developing countries, and supporting future possible research” (halaman
71)

10. Kritik dan Saran Untuk Pengembangan Penelitian Selanjutnya


Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, peneliti hanya
menggunakan akrual diskresioner sebagai proksi dari kualitas audit. Kedua, peneliti
belum memeriksa hubungan antara masa kerja audit dan rotasi auditor terhadap kualitas
audit untuk setiap industri. Ketiga, peneliti belum menganggap variabel tata kelola
perusahaan sebagai variabel yang dapat mempengaruhi hubungan antara masa kerja audit
dan rotasi auditor dengan kualitas audit. Penelitian lebih lanjut tentang rotasi audit dapat
menguji pengaruh dari kuasi dan rotasi kanan terhadap kualitas audit. Studi lebih lanjut
dapat menggunakan proxy lain untuk kualitas audit atau menggunakan beberapa proxy
untuk kualitas audit.

20
DAFTAR PUSTAKA

Country-Specific Factors Related to Financial Reporting and the Value Relevance of


Accounting Data. Ashiq Ali dan Lee-Seok Hwang. 2000. Journal of Accounting
Research Vol.38 No.1. Pp 1-21
Audit Tenure, Auditor Rotation, and Audit Quality: The Case of Indonesia. Sylvia Veronica
Siregar, Fitriany Amarullah, Arie Wibowo dan Viska Anggraita. 2012. Asian Journal
of Business and Accounting, Vol. 5 No. 1. Pp 55-74

21

Anda mungkin juga menyukai