0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
280 tayangan4 halaman
Ida I Dewa Agung Istri Kanya adalah ratu Klungkung dari 1814-1850 yang dikenal karena memimpin perlawanan rakyat melawan invasi Belanda di Kusamba pada 1849. Ia berhasil membunuh Jenderal Belanda Michels dalam pertempuran tersebut. Istri Kanya dikenang sebagai sastrawan yang mencintai sastra dan menulis karya sastra seperti Pralambang Bhasa Wewatekan. Masyarakat Klungkung terus berjuang agar ia di
Ida I Dewa Agung Istri Kanya adalah ratu Klungkung dari 1814-1850 yang dikenal karena memimpin perlawanan rakyat melawan invasi Belanda di Kusamba pada 1849. Ia berhasil membunuh Jenderal Belanda Michels dalam pertempuran tersebut. Istri Kanya dikenang sebagai sastrawan yang mencintai sastra dan menulis karya sastra seperti Pralambang Bhasa Wewatekan. Masyarakat Klungkung terus berjuang agar ia di
Ida I Dewa Agung Istri Kanya adalah ratu Klungkung dari 1814-1850 yang dikenal karena memimpin perlawanan rakyat melawan invasi Belanda di Kusamba pada 1849. Ia berhasil membunuh Jenderal Belanda Michels dalam pertempuran tersebut. Istri Kanya dikenang sebagai sastrawan yang mencintai sastra dan menulis karya sastra seperti Pralambang Bhasa Wewatekan. Masyarakat Klungkung terus berjuang agar ia di
XI MIA 7 15 SMA Negeri 1 Denpasar Ida I Dewa Agung Istri Kanya adalah ratu yang memimpin Bali dari tahun 1814 sampai dengan tahun 1850; ia dikenal sebagai "Ratu Perawan Klungkung." Dewa Agung Istri Kanya dikenal karena memimpin perlawanan rakyat Klungkung menentang invasi Belanda di Desa Kusamba. Bersama Mangkubumi Dewa Agung Ketut Agung, Dewa Agung Istri Kanya mengarsiteki penyerangan balasan terhadap Belanda di Kusanegara yang berujung pada gugurnya pimpinan ekspedisi Belanda, Mayor Jenderal A.V. Michiels. Dewa Agung Istri Kanya dijuluki Belanda sebagai "wanita besi" karena telah mampu membunuh jenderal Belanda. Dewa Agung Istri Kanya dikenal menjalani pilihan melajang sepanjang hidupnya. Karena pilihan itu pula dia diberi nama Istri Kanya (kanya berarti melajang atau tidak kawin). Puisi mengenai dirinya, bertajuk "Dewa Agung Istri Kanya", berada dalam buku Feminist Poems oleh Nancy Quinn Collins, diterbitkan tahun 2016. Dewa Agung Istri Kanya merupakan putri dari Ida I Dewa Agung Putra yang dikenal juga dengan nama Ida I Dewa Agung Putra Kusamba (karena berkeraton di Kusamba). Ibunya berasal dari Karangasem, I Gusti Ayu Karang (I Gusti Ayu Pelung). Pada waktu masih kecil Ida I Dewa Agung Istri Kanya bernama Ida I Dewa Istri Muter. Ida I Dewa Agung Istri Kanya juga diberi nama Ida I Dewa Agung Istri Balemas karena Beliau tinggal di Balemas. Gusti Ayu Karang menemukan kondisi baru bagi Dewa Agung Istri Kanya untuk menjadi "Ratu Perawan Klungkung" di kemudian hari. Dewa Agung Istri Kanya memiliki seorang adik laki-laki, Dewa Agung Putra yang juga dikenal dengan nama Ida I Dewa Agung Putra Balemas. Nama ini diberikan karena adiknya ini tinggal di Balemas, salah satu bagian lokasi Istana Smarapura yang dianggap sebagai lokasi yang penting dan menempati status setingkat lebih rendah dari kamar raja (pesaren gede). Dewa Agung Istri Kanya juga tinggal di Balemas. Ida I Dewa Agung Istri Kanya adalah perempuan yang lahir di Puri Karangasem namun dibesarkan di dalam lingkungan keraton Semarapura. Beliau diasuh oleh kakeknya di Klungkung semenjak dewasa, yaitu Ida I Dewa Agung Sakti. Beliau tinggal terpisah dengan ayahanda dan ibunya Masa kanak-kanak Beliau sama seperti anak-anak pada umumnya yaitu gemar bermain. Namun sayangnya, tempat bermain hanya di lingkungan Istana saja. Di dalam istana, sebagai seorang keturunan bangsawan, Ida I Dewa Agung Istri Kanya mendapatkan pendidikan dari Bhagawanta istana mengenai ilmu ketatanegaraan, ilmu etika, ilmu moral, ilmu keagamaan, dan ilmu kepemimpinan. Dalam masa pemerintahan Ida I Dewa Agung Istri Kanya, terdapat nama-nama Bhagawanta seperti Ida Pedanda Wayan Pidada dan Ida Pedanda Gde Made Rai. Tokoh inilah yang menjadi mentor Ida I Dewa Agung Istri Kanya dalam memberikan pendidikan di dalam Istana sehingga tumbuh besar menjadi ratu yang hebat, rakawi dan pemimpin Perang Kusamba (1849). Dalam kehidupan sehari-hari, Beliau juga sangat gemar dalam membaca lontar, membaca kekawin Ramayana dan Mahabharata, juga menguasai beberapa wirama. Kemampuan lain yang dikuasai oleh Ida I Dewa Agung Istri Kanya ialah menulis. Setelah wabah penyakit, Dewa Agung Istri Kanya dan adik laki-lakinya melakukan restorasi istana tua Klungkung, dan juga mendukung pura-pura negara. Dia mendukung para pendeta untuk menulis puisi, dan menulis beberapa buku untuk dirinya sendiri. Kendati seorang wanita, Dewa Agung Istri Kanya diberi kepercayaan untuk memegang tampuk kepemimpinan Kerajaan Klungkung. Namun, belum ditemukan kata sepakat di antara para peneliti kapan sejatinya Dewa Agung Istri Kanya naik takhta. Ada yang menyebut Dewa Agung Istri Kanya naik takhta pada tahun1809, setelah wafatnya Dewa Agung Putra Kusamba, ada juga yang menyebut Istri Kanya naik takhta tahun 1822, setelah wafatnya Dewa Agung Putra Balemas. Namun, ada juga yang menyebut sebetulnya terjadi kompromi setelah wafatnya Dewa Agung Putra Kusamba. Dewa Agung Putra Balemas diangkat sebagai raja dibantu oleh Dewa Agung Istri Kanya. Pada tahun 1849 terjadi pertempuran di Kusamba yang bermula dari terdamparnya dua skoner (perahu) milik G.P. King, seorang agen Belanda yang berkedudukan di Ampenan, Lombok di pelabuhan Batulahak, di sekitar daerah Pesinggahan. Kapal ini kemudian dirampas oleh penduduk Pesinggahan dan Dawan. Raja Klungkung sendiri menganggap kehadiran kapal yang awaknya sebagian besar orang-orang Sasak itu sebagai pengacau sehingga langsung memerintahkan untuk membunuhnya. Oleh Mads Lange, seorang pengusaha asal Denmark yang tinggal di Kuta yang juga menjadi agen Belanda dilaporkan kepada wakil Belanda di Besuki. Residen Belanda di Besuki memprotes keras tindakan Klungkung dan menganggapnya sebagai pelanggaran atas perjanjian 24 Mei 1843 tentang penghapusan hukum Tawan Karang. Kegeraman Belanda bertambah dengan sikap Klungkung membantu Buleleng dalam Perang Jagaraga, April 1849. Karenanya, timbullah keinginan Belanda untuk menyerang Klungkung. Perang menegangkan pun pecah di Pura Goa Lawah. Namun, karena jumlah pasukan dan persenjatan yang tidak berimbang, laskar Klungkung pun bisa dipukul mundur ke Kusamba. Sore hari itu juga, Kusamba jatuh ke tangan Belanda. Laskar Klungkung mundur ke arah barat dengan membakar desa-desa yang berbatasan dengan Kusamba untuk mencegah serbuan tentara Belanda ke Istana Klungkung. Jatuhnya Kusamba membuat geram Dewa Agung Istri Kanya. Malam itu juga disusun strategi untuk merebut kembali Kusamba yang melahirkan keputusan untuk menyerang Kusamba 25 Mei 1849 dini hari. Beberapa jam kemudian, dipimpin Anak Agung Ketut Agung, sikep dan pemating Klungkung menyergap tentara Belanda di Kusamba. Kontan saja tentara Belanda yang sedang beristirahat itu kalang kabut. Dalam keadaaan kacau balau itu, Jenderal Michels berdiri di depan puri. Untuk mengetahui keadaan, tentara Belanda menembakkan peluru cahaya ke udara. Keadaan pun menjadi terang benderang. Justru keadaan ini dimanfaatkan laskar pemating Klungkung mendekati Jenderal Michels. Saat itulah, sebuah meriam yang dalam mitos Klungkung dianggap sebagai senjata pusaka dengan nama "I Selisik", konon bisa mencari sasarannya sendiri ditembakkan dan langsung mengenai kaki kanan Michels. Sang jenderal pun terjungkal. Kondisi ini memaksa tentara Belanda mundur ke Padangbai. Jenderal Michels sendiri yang sempat hendak diamputasi kakinya akhirnya meninggal dunia. Dua hari berikutnya, jasadnya dikirim ke Batavia. Klungkung sendiri kehilangan sekitar 800 laskar Klungkung termasuk 1000 orang luka- luka. Namun, Perang Kusamba tak pelak menjadi kemenangan gemilang karena berhasil membunuh seorang jenderal Belanda. Sangat jarang terjadi Belanda kehilangan panglima perangnya apalagi Michels tercatat sudah memenangkan perang di tujuh daerah. Selain memegang tampuk pemerintahan, Ida I Dewa Agung Istri Kanya mengisi waktu sebagai sastrawan dengan menggubah dan membuat kidung-kidung. Dewa Agung Istri Kanya tersohor sebagai salah seorang ratu yang sangat mencintai sastra. Pada masanya, seni makekawin atau mebebasan berkembang pesat. Dewa Agung Istri Kanya bukan semata seorang penikmat karya sastra, dia juga seorang pengarang besar (pengawi) pada zamannya. Karenanya, Dewa Agung Istri Kanya kerap dijuluki sebagai raja kawi (rakawi). Karena kecintaan dan perhatiannya yang besar pada sastra itu kemudian menempatkannya sangat istimewa di mata para pengawi. Karena itu dia mendapat nama Naranatha Kanya (dalam Astikayana), Wirya Kanya (dalam Babad Dalem), Nrpakanya (dalam Prthadharma), di samping Nrpatiwadhu, Rajadayita, juga Narendra Dayita. Karya-karyanya yang terkenal antara lain: Pralambang Bhasa Wewatekan dan Kidung Padem Warak, yang mengisahkan peristiwa-peristiwa yang paling mengesankan dalam hidupnya. Meski sejarah mencatat Dewa Agung Istri Kanya gigih berjuang melawan penjajah, hingga kini dia belum dinobatkan menjadi pahlawan nasional. Saat ini pemerintah kabupaten masih berusaha mengajukan kepada pemerintah pusat untuk menjadikan Ida I Dewa Agung Istri Kanya menjadi pahlawan nasional karena jasanya yang besar melawan penjajah. Beliau meninggal pada tahun 1871 karena usia senja. Sejak beberapa tahun terakhir, masyarakat Klungkung tiada putus memperjuangkan gelar pahlawan untuk perempuan tangguh ini. Untuk memenuhi berbagai persyaratan menerima gelar pahlawan, nama Dewa Agung Istri Kanya kini diabadikan sebagai nama Balai Budaya Kabupaten Klungkung. Selain itu, pemerintah Kabupaten Klungkung juga menghormati perjuangan Ida I Dewa Agung Istri Kanya lewat sebuah patung di perempatan Jalan By Pass Ida Bagus Mantra, wilayah Tihingadi, Kecamatan Dawan, Klungkung. Kini juga, sosok pejuang tersebut dibuatkan lagu yang digarap musisi papan atas asal Klungkung, Dewa Budjana bersama Henry Janawati, penyanyi Opera dari Nusa Penida berjudul Ida Dewa Agung Istri Kanya.