Anda di halaman 1dari 4

TUGAS SEJARAH

BIOGRAFI
IDA I DEWA AGUNG ISTRI KANYA

Ni Putu Dinda Mirayanti


XI MIA 7
15
SMA Negeri 1 Denpasar
Ida I Dewa Agung Istri Kanya adalah ratu yang memimpin Bali dari tahun 1814 sampai
dengan tahun 1850; ia dikenal sebagai "Ratu Perawan Klungkung." Dewa Agung Istri Kanya
dikenal karena memimpin perlawanan rakyat Klungkung menentang invasi Belanda di Desa
Kusamba. Bersama Mangkubumi Dewa Agung Ketut Agung, Dewa Agung Istri Kanya
mengarsiteki penyerangan balasan terhadap Belanda di Kusanegara yang berujung pada
gugurnya pimpinan ekspedisi Belanda, Mayor Jenderal A.V. Michiels. Dewa Agung Istri Kanya
dijuluki Belanda sebagai "wanita besi" karena telah mampu membunuh jenderal Belanda. Dewa
Agung Istri Kanya dikenal menjalani pilihan melajang sepanjang hidupnya. Karena pilihan itu
pula dia diberi nama Istri Kanya (kanya berarti melajang atau tidak kawin). Puisi mengenai
dirinya, bertajuk "Dewa Agung Istri Kanya", berada dalam buku Feminist Poems oleh Nancy
Quinn Collins, diterbitkan tahun 2016.
Dewa Agung Istri Kanya merupakan putri dari Ida I Dewa Agung Putra yang dikenal
juga dengan nama Ida I Dewa Agung Putra Kusamba (karena berkeraton di Kusamba). Ibunya
berasal dari Karangasem, I Gusti Ayu Karang (I Gusti Ayu Pelung). Pada waktu masih kecil Ida
I Dewa Agung Istri Kanya bernama Ida I Dewa Istri Muter. Ida I Dewa Agung Istri Kanya juga
diberi nama Ida I Dewa Agung Istri Balemas karena Beliau tinggal di Balemas. Gusti Ayu
Karang menemukan kondisi baru bagi Dewa Agung Istri Kanya untuk menjadi "Ratu Perawan
Klungkung" di kemudian hari.
Dewa Agung Istri Kanya memiliki seorang adik laki-laki, Dewa Agung Putra yang juga
dikenal dengan nama Ida I Dewa Agung Putra Balemas. Nama ini diberikan karena adiknya ini
tinggal di Balemas, salah satu bagian lokasi Istana Smarapura yang dianggap sebagai lokasi yang
penting dan menempati status setingkat lebih rendah dari kamar raja (pesaren gede). Dewa
Agung Istri Kanya juga tinggal di Balemas.
Ida I Dewa Agung Istri Kanya adalah perempuan yang lahir di Puri Karangasem namun
dibesarkan di dalam lingkungan keraton Semarapura. Beliau diasuh oleh kakeknya di Klungkung
semenjak dewasa, yaitu Ida I Dewa Agung Sakti. Beliau tinggal terpisah dengan ayahanda dan
ibunya
Masa kanak-kanak Beliau sama seperti anak-anak pada umumnya yaitu gemar bermain.
Namun sayangnya, tempat bermain hanya di lingkungan Istana saja. Di dalam istana, sebagai
seorang keturunan bangsawan, Ida I Dewa Agung Istri Kanya mendapatkan pendidikan
dari Bhagawanta istana mengenai ilmu ketatanegaraan, ilmu etika, ilmu moral, ilmu keagamaan,
dan ilmu kepemimpinan. Dalam masa pemerintahan Ida I Dewa Agung Istri Kanya, terdapat
nama-nama Bhagawanta seperti Ida Pedanda Wayan Pidada dan Ida Pedanda Gde Made Rai.
Tokoh inilah yang menjadi mentor Ida I Dewa Agung Istri Kanya dalam memberikan pendidikan
di dalam Istana sehingga tumbuh besar menjadi ratu yang hebat, rakawi dan pemimpin Perang
Kusamba (1849). Dalam kehidupan sehari-hari, Beliau juga sangat gemar dalam
membaca lontar, membaca kekawin Ramayana dan Mahabharata, juga menguasai
beberapa wirama. Kemampuan lain yang dikuasai oleh Ida I Dewa Agung Istri Kanya ialah
menulis.
Setelah wabah penyakit, Dewa Agung Istri Kanya dan adik laki-lakinya melakukan
restorasi istana tua Klungkung, dan juga mendukung pura-pura negara. Dia mendukung
para pendeta untuk menulis puisi, dan menulis beberapa buku untuk dirinya sendiri. Kendati
seorang wanita, Dewa Agung Istri Kanya diberi kepercayaan untuk memegang tampuk
kepemimpinan Kerajaan Klungkung. Namun, belum ditemukan kata sepakat di antara para
peneliti kapan sejatinya Dewa Agung Istri Kanya naik takhta. Ada yang menyebut Dewa Agung
Istri Kanya naik takhta pada tahun1809, setelah wafatnya Dewa Agung Putra Kusamba, ada juga
yang menyebut Istri Kanya naik takhta tahun 1822, setelah wafatnya Dewa Agung Putra
Balemas. Namun, ada juga yang menyebut sebetulnya terjadi kompromi setelah wafatnya Dewa
Agung Putra Kusamba. Dewa Agung Putra Balemas diangkat sebagai raja dibantu oleh Dewa
Agung Istri Kanya.
Pada tahun 1849 terjadi pertempuran di Kusamba yang bermula dari terdamparnya
dua skoner (perahu) milik G.P. King, seorang agen Belanda yang berkedudukan
di Ampenan, Lombok di pelabuhan Batulahak, di sekitar daerah Pesinggahan. Kapal ini
kemudian dirampas oleh penduduk Pesinggahan dan Dawan. Raja Klungkung sendiri
menganggap kehadiran kapal yang awaknya sebagian besar orang-orang Sasak itu sebagai
pengacau sehingga langsung memerintahkan untuk membunuhnya. Oleh Mads Lange, seorang
pengusaha asal Denmark yang tinggal di Kuta yang juga menjadi agen Belanda dilaporkan
kepada wakil Belanda di Besuki. Residen Belanda di Besuki memprotes keras tindakan
Klungkung dan menganggapnya sebagai pelanggaran atas perjanjian 24 Mei 1843 tentang
penghapusan hukum Tawan Karang. Kegeraman Belanda bertambah dengan sikap Klungkung
membantu Buleleng dalam Perang Jagaraga, April 1849. Karenanya, timbullah keinginan
Belanda untuk menyerang Klungkung.
Perang menegangkan pun pecah di Pura Goa Lawah. Namun, karena jumlah pasukan dan
persenjatan yang tidak berimbang, laskar Klungkung pun bisa dipukul mundur ke Kusamba. Sore
hari itu juga, Kusamba jatuh ke tangan Belanda. Laskar Klungkung mundur ke arah barat dengan
membakar desa-desa yang berbatasan dengan Kusamba untuk mencegah serbuan tentara Belanda
ke Istana Klungkung. Jatuhnya Kusamba membuat geram Dewa Agung Istri Kanya. Malam itu
juga disusun strategi untuk merebut kembali Kusamba yang melahirkan keputusan untuk
menyerang Kusamba 25 Mei 1849 dini hari.
Beberapa jam kemudian, dipimpin Anak Agung Ketut Agung, sikep dan pemating
Klungkung menyergap tentara Belanda di Kusamba. Kontan saja tentara Belanda yang sedang
beristirahat itu kalang kabut. Dalam keadaaan kacau balau itu, Jenderal Michels berdiri di depan
puri. Untuk mengetahui keadaan, tentara Belanda menembakkan peluru cahaya ke udara.
Keadaan pun menjadi terang benderang. Justru keadaan ini dimanfaatkan laskar pemating
Klungkung mendekati Jenderal Michels. Saat itulah, sebuah meriam yang dalam mitos
Klungkung dianggap sebagai senjata pusaka dengan nama "I Selisik", konon bisa mencari
sasarannya sendiri ditembakkan dan langsung mengenai kaki kanan Michels. Sang jenderal pun
terjungkal. Kondisi ini memaksa tentara Belanda mundur ke Padangbai. Jenderal Michels sendiri
yang sempat hendak diamputasi kakinya akhirnya meninggal dunia. Dua hari berikutnya,
jasadnya dikirim ke Batavia.
Klungkung sendiri kehilangan sekitar 800 laskar Klungkung termasuk 1000 orang luka-
luka. Namun, Perang Kusamba tak pelak menjadi kemenangan gemilang karena berhasil
membunuh seorang jenderal Belanda. Sangat jarang terjadi Belanda kehilangan panglima
perangnya apalagi Michels tercatat sudah memenangkan perang di tujuh daerah.
Selain memegang tampuk pemerintahan, Ida I Dewa Agung Istri Kanya mengisi waktu
sebagai sastrawan dengan menggubah dan membuat kidung-kidung. Dewa Agung Istri Kanya
tersohor sebagai salah seorang ratu yang sangat mencintai sastra. Pada masanya,
seni makekawin atau mebebasan berkembang pesat. Dewa Agung Istri Kanya bukan semata
seorang penikmat karya sastra, dia juga seorang pengarang besar (pengawi) pada zamannya.
Karenanya, Dewa Agung Istri Kanya kerap dijuluki sebagai raja kawi (rakawi).
Karena kecintaan dan perhatiannya yang besar pada sastra itu kemudian
menempatkannya sangat istimewa di mata para pengawi. Karena itu dia mendapat
nama Naranatha Kanya (dalam Astikayana), Wirya Kanya (dalam Babad Dalem),
Nrpakanya (dalam Prthadharma), di samping Nrpatiwadhu, Rajadayita, juga Narendra Dayita.
Karya-karyanya yang terkenal antara lain: Pralambang Bhasa Wewatekan dan Kidung Padem
Warak, yang mengisahkan peristiwa-peristiwa yang paling mengesankan dalam hidupnya.
Meski sejarah mencatat Dewa Agung Istri Kanya gigih berjuang melawan penjajah,
hingga kini dia belum dinobatkan menjadi pahlawan nasional. Saat ini pemerintah kabupaten
masih berusaha mengajukan kepada pemerintah pusat untuk menjadikan Ida I Dewa Agung Istri
Kanya menjadi pahlawan nasional karena jasanya yang besar melawan penjajah. Beliau
meninggal pada tahun 1871 karena usia senja.
Sejak beberapa tahun terakhir, masyarakat Klungkung tiada putus memperjuangkan gelar
pahlawan untuk perempuan tangguh ini. Untuk memenuhi berbagai persyaratan menerima gelar
pahlawan, nama Dewa Agung Istri Kanya kini diabadikan sebagai nama Balai Budaya
Kabupaten Klungkung. Selain itu, pemerintah Kabupaten Klungkung juga menghormati
perjuangan Ida I Dewa Agung Istri Kanya lewat sebuah patung di perempatan Jalan By Pass Ida
Bagus Mantra, wilayah Tihingadi, Kecamatan Dawan, Klungkung. Kini juga, sosok pejuang
tersebut dibuatkan lagu yang digarap musisi papan atas asal Klungkung, Dewa Budjana bersama
Henry Janawati, penyanyi Opera dari Nusa Penida berjudul Ida Dewa Agung Istri Kanya.

Anda mungkin juga menyukai