Anda di halaman 1dari 341

i

TENTANG PROPERTI
ii
DAFTAR ISI

TENTANG PROPERTI i
DAFTAR ISI ii
Menuai Laba dari Properti 1
MEMBACA PELUANG PASAR BISNIS
APARTEMEN DI KOTA DEPOK 5
Segmentasi Pasar dan Analisis Demografi 10
Ekspansi Bisnis / Pengembang Lokal Siap
Bersaing di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.
2015, Sektor Properti Pulih 20
Menerawang Bisnis Properti Tahun 2014 34
Sektor Properti Sumbang 28 Persen
Pertumbuhan Ekonomi 42
2015, Sektor Properti Makin Mempesona 44
Investasi Properti pada 2015 Menggiurkan 48
Sektor Properti Masih Seksi, Belum Terdapat
Indikasi Bubble 54
PROSPEK INDONESIA MENJADI TUJUAN
UTAMA INVESTASI PROPERTI DI DUNIA 59
2014: Satu Tahun Di Batas Real Estate 68
Tahun 2015 Pasar Properti Bakal Terjerembab? 73
Tahun 2015 Pasar Properti Bakal Terjerembab? 78
Ekonomi Lesu, Pengembang Tetap Luncurkan
Proyek Baru 83
Pasca-Pemilu, Sentimen Pasar Properti Tetap
iii
Positif 87
Tahun Depan Pasar Perkantoran Jakarta
Cenderung "Flat" 91
QE Berakhir, Pasar Properti Tetap Menarik 94
Apartemen Supermewah di Jakarta Tembus
Rp 33 Miliar per Unit 97
Tahun Depan, Bisnis Properti Hadapi
Penyesuaian Harga BBM 101
AFTA 2015 Menguntungkan Pengembang
Lokal 104
Tahun Depan, Pertumbuhan Properti
Mencapai 10 - 15 Persen 107
Jatuhnya Harga Minyak Dunia Berkah Buat
Bisnis Properti Indonesia 112
Tahun Depan, Prospek Properti Jauh dari
Suram 117
Harga Properti Singapura 10 Kali Lebih Tinggi
Dibanding Indonesia 121
Tren Properti 2015: Positif di Semua
Subsektor! 124
Surabaya Makin Diperhitungkan! 129
Puncak Group Kuasai Pasar Apartemen
Surabaya 136
Pertumbuhan Hotel Berbintang di Bogor Dua
Kali Lipat! 139
Apartemen Mahasiswa Makin "Nge-tren" di
Surabaya 143
iv
Harga Minyak Anjlok, Bisnis Ritel dan Logistik
Paling Diuntungkan 147
Kapitalisasi Pasar Properti Tahun Ini Naik 8
Persen 151
"Di Mana Ada Bank Asing, di Situ Properti
Tumbuh Pesat" 157
Transaksi Rumah Jadebotabek Stabil 161
Harga Perkantoran Premium Jakarta Termahal
Kedua di Asia Tenggara 164
Harga Tanah dan Properti di Dua Kawasan Ini
Bakal Meroket 168
Pasar Menggiurkan, 7.956 Kondotel Sesaki
Bali 173
Nih, Tiga Daerah Paling "Hot" untuk Investasi
Properti! 176
Investasi di Sektor Properti Tahun Ini Meroket
Tajam 181
Jakarta, Jabar, Jatim, dan Bali Masih Favorit
Investasi 184
Apartemen Makin Digandrungi, Ini
Sebabnya... 188
Kalau Mau Maju, Bangun "One City One
Factory"! 191
CEO Jababeka: Kawasan Industri Itu Properti
Emas 195
Kawasan Industri di Koridor Timur Jakarta
Mendominasi Pasar 200
Dampak Moratorium, Pasokan Mal Jakarta
v
Seret 203
Kelangkaan Lahan Picu Harga Apartemen
Terus Meroket 207
Menggiurkan... Kondominium Sewa
Mendominasi Pasar 80 Persen! 211
Apartemen Menengah Laku Keras 214
Harga Lahan Kawasan Industri Stabil 217
Bangun 159 Hotel, Indonesia Nomor Dua di
Asia 221
Tak Hanya Yogyakarta, Bandung Pun Disesaki
Pusat Belanja 227
Bisnis Properti di Indonesia "Enggak Ada
Matinya"... 231
Indonesia, "Investor Darling" Tahun Ini 237
Catat, "Daerah Mati" untuk Investasi Properti 243
Sepuluh Tahun Lagi, yang Tinggal di Rumah
Hanya Kalangan Berduit 249
Ini Kawasan yang Masuk Kategori "Sunrise" 254
Rupiah Terjengkang, Bisnis Properti Jalan
Terus 262
Perhatian, "Kepala Naga" sedang Menghadap
ke Barat! 266
Menurut Kalender Tiongkok, Memulai Bisnis
Properti Tahun Ini Akan Menguntungkan 271
Pengembang Indonesia Tahan Banting, Dollar
Menguat Tak Masalah 275
Dollar Perkasa, Harga Properti Komersial
vi
Melonjak 30 Persen 278
Gelombang Investasi Asia "Hantam" Eropa 281
Harga Minyak Anjlok Tak Pengaruhi Bisnis
Properti Indonesia 285
Bisnis Perkantoran Belum "Over Supply" 289
Rupiah Terjerembab Bikin Ongkos Konstruksi
Membengkak 20 Persen 294
Perbedaan Kelas Pusat Belanja Hanya Isi Perut
dan Gaya Hidup 298
Lampu Kuning Bisnis Properti! 304
Indonesia, Negara Favorit Investasi Properti 310
Bisnis Properti Bakal Terpuruk? Nanti Dulu... 315
Nasib Sektor Properti Kuncinya Ada di Jokowi 324
Perhotelan Jabodebek Alami Kontraksi 29,17
Persen 329
Harga Apartemen di Jakarta, Bogor, Depok,
dan Bekasi Turun! 333
1

Menuai Laba dari Properti

Properti merupakan pilihan investasi


yang terbilang populer dan banyak
diminati berbagai kalangan. Survei
yang dilakukan PESONA tahun 2011
terhadap wanita usia 35-45 tahun
menunjukan bahwa 78% memiliki
investasi properti. Jenis investasi ini
dianggap lebih aman dan prospektif,
karena nilainya terus naik. Hasil
investasinya bisa berupa arus uang
aktif dari biaya sewa yang diterima
secara rutin, dan arus uang pasif dari
capital gain atau selisih dari harga beli
dan harga jual. Lalu, jika ingin
investasi di sektor properti, apa saja
yang harus diperhatikan?
Bunga rendah, hasil maksimal
Nilai investasi properti di masa
mendatang diperkirakan semakin
meroket. Salah satu penyebabnya
adalah suku bunga bank yang
semakin rendah. Contohnya suku
2

bunga Bank Indonesia yang hanya 6%


per tahun. Menurut pengamat
properti sekaligus Direktur Eksekutif
Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI),
Panangian Simanungkalit, kondisi
tersebut merupakan sinyal positif bagi
investasi properti. Anda yang ingin
membeli properti melalui KPR untuk
dijadikan investasi, tentunya akan
lebih diuntungkan. Sebab cicilan
kreditnya menjadi tidak terlalu besar
akibat suku bunga yang turun.
Dengan adanya sistem KPR,
pembelian properti lebih dipermudah.
Properti yang Anda beli melalui KPR
tersebut bisa disewakan. Bahkan Anda
bisa membayar seluruh cicilan
pinjaman ke bank dari hasil uang sewa
atau biasa disebut properti premium.
Apartemen paling diminati
Sebelum memutuskan untuk membeli
investasi properti, pakar perencana
keuangan, Safir Senduk menyarankan
agar Anda menetapkan tujuan
investasi secara terukur. “Buat
3

perhitungan berapa banyak jumlah


modal yang dimiliki dan target
keuntungan yang diharapkan dalam
kurun waktu tertentu,” kata Safir.
Misalnya, dari dana Rp 200 juta yang
ditanamkan bisa berkembang menjadi
Rp 1 miliar dalam waktu 5 tahun. Cari
informasi tentang nilai properti saat
ini untuk mengestimasi harga sewa.
Berdasarkan kalkulasi tersebut, Anda
bisa memperkirakan produk properti
yang tepat sesuai tujuan investasi
Anda; apakah memilih rumah,
apartemen, ruko, atau lainnya, serta
berapa banyak unit yang bisa dibeli
sesuai target yang ingin dicapai.
Panagian mengungkapkan bahwa
harga properti secara umum akan naik
rata-rata 10% per tahun. Lebih
spesifiknya, tingkat kebutuhan
apartemen akan terus naik,
diperkirakan 13% per tahun.
Sementara rumah 11%, ruko 12%, dan
townhouse 10%. Apartemen juga
diprediksi memiliki capital rate tinggi,
sekitar 7%-10%. Namun perlu diingat,
4

nilai yang dihitung dari apartemen


hanyalah bangunan dan fasilitas yang
diberikan, dan tak bisa memiliki hak
atas tanah. Berbeda dengan rumah,
Anda bisa memiliki hak atas tanah
yang harganya terus naik, meskipun
nilai bangunannya menyusut dari
waktu ke waktu.
Pertimbangkan pula lokasi, kualitas,
bangunan, dan fasilitas apartemen
yang tersedia untuk mendeteksi
apakah apartemen tersebut akan
memiliki nilai investasi yang
menguntungkan atau tidak.
“Mengingat apartemen hanya
memiliki hak pakai dalam waktu
tertentu, pastikan target keuntungan
dari biaya sewa dan capital gain bisa
dicapai sebelum waktu pakainya
habis,” papar Panangian. Ia
mengungkapkan, jangka waktu sewa
paling tepat untuk investasi
apartemen adalah 2-3 tahun.
5

MEMBACA PELUANG PASAR


BISNIS APARTEMEN DI
KOTA DEPOK

OCTOBER 9, 2011
Perkembangan Apartemen di Kota
Depok
Sudah tidak asing lagi kita melihat
apartemen di lingkungan kota
Depok.Menjamurnya apartemen-
apartemen tersebut mungkin
disebabkan oleh beberapa hal. Banyak
yang melihat peluang atau hasil yang
menjanjikan jika membangun
apartemen khususnya untuk kota
penyannga Jakarta yakni Depok. Pasar
bisnis apartemen mungkin memiliki
suatu strategi khusus dalam
memasarkan apartemen. Mungkin
bisnis apartemen memiliki nilai jual
yang tinggi apalagi ditengah kondisi
sosial yang telah berubah. Berikut hal-
hal perubahan yang terjadi mengapa
apartemen laris diminati banyak
6

orang-orang di lingkungan perkotaan:


1. Perubahan Geografis
Perubahan Geografis merupakan
perubahan letak. Letak Kota Depok
yang memang didaerah pinggir
Ibukota Jakarta merupakan daerah
yang diminati untuk pemukiman.
Banyak orang yang bekerja di Jakarta
namun mereka memilih untuk
berdomisili di kota Depok. Alasan
mereka mungkin karena letak kota
Depok yang mungkin memang tidak
terlalu jauh dari Jakarta. Inilah
mungkin yang membuat para
pengusaha dalam bisnis apartemen
melihat adanya peluang pasar yang
besar.
2. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang mungkin
terjadi terletak dari budaya dan sifat
manusia zaman sekarang yang sudah
berpikir modern. Saat ini banyak
orang yang ingin tinggal di
apartemen sebab mereka melihat
7

bahwa apartemen memiliki


keunggulan-keunggulan dan
kenyamanan tersendiri. Mereka
merasa lebih praktis kalau tinggal di
apartemen. Dari segi keamanan juga
apartemen memiliki standar
keamanan yang tinggi. Maka dari itu
banyak diantara orang-orang
perkotaan memilih tinggal di
apartemen.
3. Perubahan Pendidikan
Salah satu penyebab banyaknya orang
yang tinggal di apartemen di kota
Depok salah satunya yaitu karena di
Depok merupakan kota pelajar. Ada
dua Universitas besar yang berada di
kota Depok yakni Universitas
Indonesia (UI) dan Universitas
Gunadarma. Tidak sedikit
mahasiswa/mahasiswi dari kedua
universitas tersebut merupakan
mahasiswa/i yang datang dari luar
Jabodetabek. Maka dari itu disini lah
peran developer apartemen untuk
mengembangkan usaha tersebut.
8

Karena apartemen termasuk pilihan


hunian yang nyaman bagi para
mahasiswa/i.
4. Perubahan Ekonomi
Mayoritas penghuni apartemen di
kota Depok juga berasal dari luar kota
Depok khususnya Jakarta. Perubahan
ekonomi yang terjadi yaitu pada saat
ini banyak orang yang memilih
apartemen dari segi ekonomis.
Apartemen dijadikan suatu investasi
jangka panjang. Maksudnya,
apartemen memiliki nilai ekonomis
yang tinggi di kemudian hari. Jadi
karena kebutuhan akan adanya hunian
apartemen tinggi maka harga jual dari
apartemen tersebut juga akan
meningkat
5. Perubahan Budaya
Pikiran modern yang melandaskan
banyak orang yang sekarang beralih
ke apartemen. Sebabnya apartemen
memiliki berbagai macam keunggulan
terutama bagi kehidupan di
9

perkotaan. Aktivitas yang padat


sehari-hari membuat apartemen
memiliki nilai plus dalam segi
fasilitasnya. Inilah sekarang sudah
mulai membudaya di lingkungan
perkotaan. Pola pikir dan kebiasaan
masyarakat pun sudah berubah. Inilah
yang menjadi salah satu celah para
development apartemen membaca
peluang pasar.
10

Segmentasi Pasar dan


Analisis Demografi

OCTOBER 3, 2012
A. Pengertian segmentasi
pasar menurut ahli
Menurut Hermawan Kartajaya dkk
(2003) dalam bukunya Rethinking
Marketing segmentasi berarti „melihat
pasar secara kreatif‟. Segmentasi
merupakan seni mengidentifikasikan
serta memanfaatkan peluang-peluang
yang muncul di pasar. Segmentasi
memungkinkan pemasar menghindari
persaingan langsung. Ini
dimungkinkan karena mereka bisa
“tampil beda” dengan kompetitornya,
melalui perbedaan harga, corak,
kemasan, daya tarik promosi, cara
distribusi dan service memadai.
Pride & Ferrel (1995) Mengatakan
bahwa segmentasi pasar adalah suatu
proses membagi pasar ke dalam
segmen-segmen pelanggan potensial
11

dengan kesamaan karakteristik yang


menunjukkan adanya kesamaan
perilaku pembeli dan sebagai suatu
proses pembagian pasar keseluruhan
menjadi kelompok–kelompok pasar
yang terdiri dari orang–orang yang
secara relatif memiliki kebutuhan
produk yang serupa.
Swastha & Handoko (1997)
mengartikan segmentasi pasar
sebagai kegiatan membagi–bagi
pasar/market yang bersifat heterogen
kedalam satuan–satuan pasar yang
bersifat homogen.
B. Dasar-dasar segmentasi
Variabel-variabel yang berbeda
dipergunakan untuk membentuk
segmen pasar konumen. Variabel-
variabel tersebut dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar.
Beberapa peneliti mencoba
membentuk segmen dengan melihat
pada karakteistik/sifat konsumen.
Pada umumnya mereka menggunakan
segmen demografis, geografis dan
12

psikografis.
B. Manfaat dan Kelemahan
Segmentasi
Banyaknya perusahaan yang
melakukan segmentasi pasar atas
dasar pengelompokkan variabel
tertentu. Dengan menggolongkan
atau mensegmentasikan pasar seperti
itu, dapat dikatakan bahwa secara
umum perusahaan mempunyai
motivasi untuk mempertahankan dan
meningkatkan tingkat penjualan dan
yang lebih penting lagi agar operasi
perusahaan dalam jangka panjang
dapat berkelanjutan dan kompetitif
(Porter, 1991).
Manfaat yang lain dengan dilakukan-
nya segmentasi pasar, antara lain:
1. Perusahaan akan dapat
mendeteksi secara dini dan
tepat mengenai
kecenderungan-
kecenderungan dalam pasar
yang senantiasa berubah.
13

2. Dapat mendesign produk


yang benar-benar sesuai
dengan permintaan pasar.
3. Dapat menentukan kampanye
dan periklanan yang paling
efektif.
4. Dapat mengarahkan dana
promosi yang tersedia melalui
media yang tepat bagi
segmen yang diperkirakan
akan menghasilkan
keuntungan yang lebih besar.
5. Dapat digunakan untuk
mengukur usaha promosi
sesuai dengan masa atau
periode-periode dimana
reaksi pasar cukup besar.
Gitosudarmo (2000) menambahkan
manfaat segmentasi pasar ini, sebagai
berikut:
1. Dapat membedakan antara
segmen yang satu dengan
segmen lainnya.
2. Dapat digunakan untuk
14

mengetahui sifat masing-


masing segmen.
3. Dapat digunakan untuk
mencari segmen mana yang
potensinya paling besar.
4. Dapat digunakan untuk
memilih segmen mana yang
akan dijadikan pasar sasaran.
Sekalipun tindakan segmentasi
memiliki sederetan keuntungan dan
manfaat, namun juga mengandung
sejumlah resiko yang sekaligus
merupakan kelemahan-kelemahan
dari tindakan segmentasi itu sendiri,
antara lain:
1. Biaya produksi akan lebih
tinggi, karena jangka waktu
proses produksi lebih pendek.
2. Biaya penelitian/ riset pasar
akan bertambah searah
dengan banyaknya ragam dan
macam segmen pasar yang
ditetapkan.
3. Biaya promosi akan menjadi
15

lebih tinggi, ketika sejumlah


media tidak menyediakan
diskon.
4. Kemungkinan akan
menghadapi pesaing yang
membidik segmen serupa.
Bahkan mungkin akan terjadi
persaingan yang tidak sehat, misalnya
kanibalisme sesama produsen untuk
produk dan segmen yang sama.
C. Klasifikasi/Pembagian
Segmentasi Pasar :
– Segmentasi Geografis, membagi
pasar menjadi unit-unit geografis
yang berbeda-beda seperti negara,
wilayah negara bagian, kabupaten,
kota atau pemukiman.
– Segmentasi Demografis, Upaya
membagi pasar menjadi sejumlah
kelompok berdasarkan variable-
variabel seperti usia, gender, ukuran
keluarga, siklus hidup keluarga,
pendapatan, pekerjaann, pendidikan,
agama, ras dan kebangsaan.
16

– Segmentasi Psikografis, Upaya


membagi pembeli menjadi kelompok-
kelompok yang berbeda berdasarkan
kelas social, gaya hidup atau
karakteristik kepribadian.
– Segmentasi Tingkah Laku,
Segmentasi tingkah laku
mengelompokkan pembeli
berdasarkan pada pengetahuan, sikap,
penggunaan atau reaksi mereka
terhadap suatu produk. Banyak
pemasar yakin bahwa variabel tingkah
laku merupakan awal paling baik
untuk membentuk segmen pasar.
Segmentasi perilaku dapat diukur
menggunakan indikator sebagai
berikut (Armstrong, 1997):
1. Manfaat yang dicari
Salah satu bentuk segmentasi
yang ampuh adalah
mengelompokkan pembeli
menurut manfaat berbeda
yang mereka cari dari produk.
Segmentasi manfaat
menuntut ditemukannya
17

manfaat utama yang dicari


orang dalam kelas produk,
jenis orang yang mencari
setiap manfaat dan merek
utama yang mempunyai
setiap manfaat. Perusahaan
dapat menggunakan
segmentasi manfaat untuk
memperjelas segmen manfaat
yang mereka inginkan,
karakteristiknya serta merek
utama yang bersaing. Mereka
juga dapat mencari manfaat
baru dan meluncurkan merek
yang memberikan manfaat
tersebut.
2. Status Pengguna
Pasar dapat disegmentasikan
menjadi kelompok bukan
pengguna, mantan pengguna,
pengguna potensial,
pengguna pertama kali dan
pengguna regular dari suatu
produk. Pengguna potensial
dan pengguna regular
mungkin memerlukan
18

imbauan pemasaran yang


berbeda.
3. Tingkat Pemakaian
Pasar dapat juga
disegmentasikan menjadi
kelompok pengguna ringan,
menengah dan berat. Jumlah
pengguna berat sering kali
hanya persentase kecil dari
seluruh pasar, tetapi
menghasilkan persentase
yang tinggi dari total
pembelian. Pengguna produk
dibagi menjadi dua bagian
sama banyak, sebagian
pengguna ringan dan
sebagian lagi pengguna berat
menurut tingkat pembelian
dari produk spesifik.
4. Status Loyalitas
Sebuah pasar dapat juga
disegmentasikan berdasarkan
loyalitas konsumen.
Konsumen dapat loyal
terhadap merek, toko dan
19

perusahaan. Pembeli dapat


dibagi menjadi beberapa
kelompok menurut tingkat
loyalitas mereka. Beberapa
konsumen benar-benar loyal,
mereka selalu membeli satu
macam merek. Kelompok lain
agak loyal,mereka loyal pada
dua merek atau lebih dari satu
produk atau menyukai satu
merek tetapi kadang-kadang
membeli merek lain. Pembeli
lain tidak menunjukkan
loyalitas pada merek apapun.
Mereka mungkin ingin
sesuatu yang baru setiap kali
atau mereka membeli apapun
yang diobral.
20

Ekspansi Bisnis /
Pengembang Lokal Siap
Bersaing di Era Masyarakat
Ekonomi ASEAN. 2015, Sektor
Properti Pulih

Jumat, 24 Oktober 2014 02:47:31


Tantangan berat dihadapi pengusaha
properti menjelang pemberlakuan
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
pada 2015. Seperti apa kesiapan
pengembang lokal hadapi MEA 2015?
Pemerintahan baru di bawah
kepemimpinan Presiden Joko Widodo
(Jokowi) diharapkan mampu
mendukung pengembangan sektor
properti, terutama hunian untuk
masyarakat menengah bawah.
Namun, di saat optimisme muncul di
bawah kepemimpinan Jokowi,
pengembang lokal harus bersiap
menghadapi masuknya pesaing dari
mancanegara, yakni era MEA.
Beragam persoalan masih membekap
21

industri properti di Indonesia


menjelang MEA 2015. Misalnya, terkait
sumber daya manusia (SDM) yang
mengerjakan konstruksi. Di negara-
negara kompetitor, banyak yang lebih
maju SDM-nya sehingga saat
mengerjakan proyek konstruksi bisa
lebih cepat dan efisien.
Karena itulah perlu pemihakan
pemerintah kepada pengembang
lokal saat MEA 2015 dilaksanakan.
Meski begitu, beberapa pengembang
optimistis pengusaha properti lokal
dan nasional mampu bersaing dengan
pengembang negara kompetitor saat
MEA 2015 direalisasikan karena sudah
berpengalaman dan tangguh.
Menurut Tomi Wistan, Wasekjen DPP
REI, masalah MEA 2015 tetap perlu
diantisipasi. Hambatan-hambatan
nontarif tetap perlu dibuat agar tidak
kalah dengan pelaku usaha dari
negara-negara kompetitor. Namun,
secara umum, REI optimistis para
pengembang tidak mengkhawatirkan
implementasi Masyarakat Ekonomi
22

ASEAN yang akan dimulai pada 2015


itu.
Tomi menganggap pengembang
sebagai peluang besar untuk
mengembangkan bisnis properti di
dalam dan luar negeri. "Anggapan itu
mengacu pada kemungkinan besar
semakin mudahnya pengembang
Indonesia mendapatkan dana
pinjaman untuk pengembangan
properti baik secara langsung melalui
pengusaha asing di ASEAN atau dari
perbankannya," kata Tomi, belum lam
ini.
Seperti diketahui, suku bunga kredit
perbankan di Indonesia cenderung
lebih tinggi dari negara asing.
Menurut dia, bila mendapatkan
pinjaman dengan suku bunga lebih
murah dan prosesnya cepat dari
pengusaha atau bank asing saat MEA
sudah berjalan, tentunya pengembang
memilih dana itu dan dampaknya
pembangunan properti meningkat
pesat.
23

Pengusaha asing diyakini tertarik


dengan bisnis properti di Indonesia
dengan dua perhitungan yakni
kebutuhan yang masih sangat besar
dan termasuk murahnya biaya
membangun properti akibat harga
lahan yang lebih murah dibandingkan
di negara lain.
"Harga properti di Indonesia semakin
dinilai lebih murah oleh asing karena
nilai tukar mata uang Indonesia yang
rata-rata lebih rendah dibandingkan
negara di ASEAN lainya," kata Tomi.
Dengan masuknya MEA, pertumbuhan
properti yang melambat tahun ini
diharapkan bisa bergerak naik di
tahun 2015. Kalau tahun ini,
pertumbuhan properti diperhitungkan
di bawah angka tahun lalu yang sudah
10 persen, maka tahun 2015
diharapkan kembali pulih bahkan
meningkat dari 2013.
Dia menjelaskan tahun ini,
melemahnya permintaan properti
terjadi di semua segmen dampak daya
beli yang melemah di tengah
24

terjadinya kenaikan harga jual akibat


banyak faktor mulai kenaikan bunga
kredit kepemilikan rumah (KPR)
hingga harga lahan, bahan bangunan
dan biaya perizinan yang semakin
mahal. "Mengacu pada perhitungan
adanya MEA dan ditambah kondisi
politik Indonesia yang semakin
membaik, maka diyakini bisnis
properti akan pulih di 2015," katanya.
Tata Regulasi
Sementara itu, pengamat properti, Ali
Tranghanda, mengatakan dalam
menghadapi persaingan di MEA 2015,
pengembang dalam negeri Indonesia
dinilai akan terhambat oleh
permasalahan regulasi. Permasalahan
regulasi yang melanda dipandang
pasti akan membuat Indonesia
tertinggal.
Para pengembang pada dasarnya
harus selalu siap menghadapi
berbagai kondisi yang ada. Akan
tetapi, regulasi khususnya terkait
kepemilikan asing masih belum
25

diberlakukan di Indonesia sampai saat


ini. Hal tersebut sangat disayangkan
karena sektor properti di Indonesia
sangat menarik bagi para investor
asing untuk menanamkan modalnya.
Namun, para investor asing tersebut
masih dilanda keraguan karena
masalah sertifikat tanah yang hingga
kini dianggap tidak jelas. Padahal,
brand Indonesia di dalam sektor
properti tergolong kuat, ditambah
dengan pasar yang luar biasa besar.
“Hanya saja, masalah peraturan yang
harus diperhatikan,” kata Ali belum
lama ini.
Seperti diketahui, REI kini terus
mendorong diberlakukannya
kebijakan kepemilikan properti oleh
warga negara asing di Indonesia.
Aturan ini dipandang akan
mendukung Indonesia dalam bersaing
dengan pengembang negara lain
dalam menghadapi masyarakat
ekonomi Asean yang akan
diberlakukan pada 2015. Terkait
aturan tersebut, Indonesia bisa
26

menggunakan benchmark pada


Singapura dan Australia.
Selain regulasi terkait kepemilikan
asing, kewajiban sertifikasi juga dinilai
bisa melibatkan pihak pengembang
sektor properti di Indonesia. Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman
dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun (rusun)
memiliki sejumlah substansi poin
menarik yang sayangnya dapat
menimbulkan masalah baru.
UU tersebut menyebutkan bahwa
perlu adanya sertifikasi pelaku
pembangunan. Sertifikasi bisa
menjamin kualitas pembangunan
rumah layak huni. Ada dua jenis
keahlian yang akan disertifikasi, yakni
tenaga perencana perumahan dan
tenaga ahli perencana Pra Sarana
Utilitas (PSU).
Sertifikasi ini sendiri merupakan
amanah Undang-undang No 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan
27

Kawasan Permukiman, yakni Pasal 13 j.


Sertifikasi dan kualifikasi keahlian ini
dilakukan terhadap orang dan badan
penyelenggara pembangunan
perumahan.
Meski begitu, kewajiban adanya
sertifikasi ini justru dipandang mampu
menimbulkan masalah. Beberapa
masalah itu diantaranya kerumitan
birokrasi dan tambahan biaya,
khususnya biaya aksesor dan biaya uji
kompetensi. Namun tambahan biaya
tersebut oleh lembaga sertifikasi
dinilai tidak akan membuat proyek
menjadi terlambat. Peraturan
mengenai sertifikasi dan lembaga
yang mengeluarkan sertifikasi
tersebut kini sedang dibahas dan
ditargetkan rampung sebelum akhir
tahun 2013 ini.
“Indonesia hingga saat ini masih
belum memiliki Undang-Undang
Properti. Karena itu, maka semua yang
berkaitan dengan bangunan, seperti
hunian atau komersil, dipaksakan
masuk dalam satu perangkat. Padahal,
28

sektor ini membutuhkan instrumen


lain,” kata Ali.
Keberadaan UU Nomor 1/2011 adalah
titik balik dari perkembangan
perumahan dan kawasan
permukiman, sementara UU Nomor
20/2011 adalah titik balik dari
penyelenggaraan rusun di Indonesia.
Investasi Bakal Terus Membaik
Pengembang swasta akan menyambut
kedatangan pasar bebas ASEAN atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015. MEA 2015 memiliki peluang
besar bagi perusahaan properti.
"Acara besar MEA 2015 kita harapkan
ada kesempatan bisa naik lagi. Kita
melihat hal itu, MEA beri dampak
yang besar terhadap perusahaan
properti," ujar Presiden Direktur
sekaligus Chief Executive Officer
Intiland, Hendro S Gondokusumo, di
Jakarta, Rabu (22/10).
Dia menjelaskan perseroan tidak akan
takut persaingan pasar bebas 2015
29

sehingga perseroan akan


mengembangkan terus rencana yang
baik agar perseroan tidak kalah
dengan perusahaaan-perusahaan
properti negara tetangga. “Dengan
pasar bebas kita enggak ada
pengaruhnya sementara ini. Harga
properti lebih murah saya tidak yakin.
Tetap enggak akan murah walau ada
MEA, karena komponen
pengembangnya dari lokal," kata
Hendro.
Selama ini, perusahaan juga sudah
bekerja sama dengan operator asing,
tetapi ruang lingkup yang
mengendalikan semua proyek tetap
perseroan sendiri. Kebutuhan asing
juga tergantung apa yang
dikembangkan dan sedang digarap
oleh perseroan. "Kalau bisa dikerjakan
sendiri, kita hanya sendiri. Ada juga
dengan asing, tapi tergantung juga.
Sejauh ini banyak pekerjaan yang kita
lakukan sendiri," tandasnya.
Sebelumnya, Amran Nukman, Ketua
Dewan Pimpinan Daerah Real Estate
30

Indonesia (DPD) REI DKI Jakarta,


mengungkapkan MEA 2015 akan
memicu tren positif. Pelambatan yang
terjadi pada bisnis properti di
semester I tahun 2014 ini terjadi
karena adanya beberapa faktor
penyebabnya. Dari sisi politik, hajatan
pemilihan umum (pemilu) membuat
sebagian pengembang dan investor
properti menahan diri.
“Selain itu, ada juga sedikit ganjalan
terkait aturan Bank Indonesia yang
memberlakukan aturan loan to value
(LTV) pada tahun lalu sehingga
memaksa kelas menengah mengambil
aksi wait and see. Kedua faktor ini
sedikit banyak mengganjal laju
pertumbuhan properti Indonesia,”
terang Amran di kantornya, kawasan
Rasuna Episentrum, Jakarta, belum
lama ini.
Ke depan, terang dia, diyakini
investasi akan membaik terkait
dengan stabilitas ekonomi makro
dengan didukung oleh kebijakan
moneter, fiskal, dan sektor riil. Selain
31

itu, komitmen pemerintah pusat dan


daerah untuk meningkatkan daya
saing juga menjadi faktor pendukung
pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain,
prospek perbaikan kinerja salah
satunya didorong oleh industri
properti.
Dengan adanya dukungan positif
tersebut, Amran yakin tahun depan
sektor properti akn tetap tumbuh dan
prospeknya cerah. Sikap wait and see
tersebut, menurutnya, akan berujung
pada beberapa faktor, seperti wajah
kabinet pemerintahan baru,
bagaimana kebijakan bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi, dan
stabilitas suku bunga.
Kondisi pelambatan ini tak perlu
dirisaukan karena properti adalah
instrumen investasi jangka panjang.
Seiring dengan potensi pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kebutuhan,
prospek investasi properti juga bakal
kembali mencorong. Perlambatan
yang ada saat ini bukan berarti
stagnan, tapi masih tetap tumbuh.
32

Dia melanjutkan tahun depan


merupakan tahun krusial bagi
Indonesia. Mulai berlakunya ASEAN
Free Trade Area (AFTA) dan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
membuat Indonesia menjadi wilayah
yang mudah dimasuki bangsa lain
untuk bekerja di berbagai bidang, tak
terkecuali bisnis properti yang akan
diramaikan oleh banyak investor
asing.
Menanggapi hal tersebut, para
pengembang yang tergabung dalam
DPD REI Jakarta mengaku akan
bersaing sekuat mungkin dengan
mereka. Pengembang justru akan
merangkul mereka sebagai mitra
bisnis. "Masuknya pihak asing tidak
membuat kami takut. Kami justru akan
bersinergi dengan mereka dan tidak
mengganggap mereka sebagai pihak
lawan," ujarnya.
Sinergi tersebut akan dilakukan para
pengembang dengan cara
menyediakan lahan kepada pihak
asing. Sementara itu, untuk timbal
33

baliknya mereka akan menyediakan


dana bagi pengembang untuk
membangun proyeknya. "Dengan
upaya kerja sama itu diharapkan
pengembang di DKI Jakarta memiliki
sumber dana baru dengan bunga
lebih murah dibandingkan dengan
bunga bank," kata Amran.
Sinergi dengan pihak asing, lanjut
Amran, mungkin tidak akan berguna
bagi pengembang-pengembang kecil.
Maka dari itu, peran pemerintah pada
2015 nanti adalah membantu
pengembang-pengembang kecil
tersebut bersaing dengan investor
asing.
34

Menerawang Bisnis Properti


Tahun 2014

Eva Martha Rahayu | October 18, 2013


Tahun ini penjualan dan permintaan
bisnis properti di Jabodetabek secara
umum meningkat, meski tidak
sesignifikan dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya. Selain itu, kondisi
politik di tahun 2014 membuat
pengusaha dan konsumen properti
sangat berhati-hati dalam mengambil
keputusan bisnisnya. Sehingga kondisi
tersebut membuat pengembang
properti, investor dan konsumen
menahan diri untuk mengambil
keputusan di akhir tahun 2013 hingga
awal tahun 2014.
“Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor seperti ketidakstabilan nilai
tukar mata uang rupiah terhadap
dolar Amerika. tingkat inflasi yang
mencapai angka 7,49 persen pada
bulan Agustus 2013. Dan juga,
kebijakan terbaru Bank Indonesia
35

yang menaikkaan suku bunga,” Arief


Rahardjo, Senior Associate Director
Research and Advisory dari Cushman
& Wakefield. Inflasi sendiri mencapai
angka 7,49 persen pada bulan
Agustus 2013. Sedangkan kenaikan
suku bunga sendiri mencapai 7,25
persen.
Salah satu sektor properti yang tidak
mengalami pertumbuhan
dibandingkan tahun lalu adalah sektor
properti perkantoran. Pertumbuhan
properti di sektor pasar perkantoran
CBD Jakarta di tahun 2014
diperkirakan mengalami peningkatan
pasokan menjadi 399.000 meter
persegi. Hal ini lebih tinggi 25 persen
dibandingkan tahun 2013.
Namun, tingkat hunian sendiri
mengalami penurunan menjadi 90-92
persen. Kenaikan harga sewa juga
menurun sebesar 15 persen
dibandingkan tahun 2013, ini
disebabkan langkah untuk
mengantisipasi tingginya pasokan di
36

tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh


para pembeli-pembeli besar yang
lebih berhati-hati dalam menyiasati
kondisi ekonomi Indonesia maupun
global di tahun 2014.
Sektor properti lain seperti pusat
perbelanjaan di tahun 2014 juga tidak
mengalami peningkatan nyata. Hal ini
disebabkan di tahun depan hanya ada
satu pusat perbelanjaan strata-title
baru dan 7 pusat perbelanjaan baru.
Total penyerapan di tahun 2014
diperkirakan akan mencapai 160.800
meter persegi. Kondisi ini 19 persen
lebih sedikit dibandingkan tahun lalu.
Harga sewa untuk sektor properti ini
sendiri diperkirakan stabil di tahun
2014. Namun ada beberapa pemilik
pusat perbelanjaan yang berencana
meninjau ulang untuk menyesuaikan
konsesi nilai tukar dolar Amerika.
Sedangkan beberapa reatailer yang
menjual barang-barang impor lebih
memilih menunggu untuk
memperluas dan menambah tokonya.
37

Penjualan kondomonium sendiri di


Jabodetabek pada tahun 2013 akan
meningkat sebesar 5,4 persen
dibandingkan tahun 2012. Saat ini,
telah terjual sebanyak 21.059 unit
kondomonium. Di akhir tahun 2013
penjualan kondomonium eksisting
diperkirakan mencapai 95,8 persen.
Sedangkan tingkat pra penjualan
mencapai 60 persen.
Tahun 2013 kondomonium akan
bertambah pasokan baru sebanyak
22.167 unit sehingga total
kondomonium untuk Jabodetabek
sebanyak 127.960 unit. Pasokan
kondomonium sepanjang tahun 2013
mencapai 113.478 unit. Secara
keseluruhan tingkat hunian tidak
mengalami banyak perubahan
dibandingkan tahun lalu yang
mencapai 58,9 persen. Sepanjang
tahun 2013 harga jual rata-rata
kondomonium yang berlokasi di
wilayah CBD diperkirakan akan
mencapai Rp 29,9 juta per meter
persegi. Untuk wilayah primer
38

mencapai Rp 28,3 juta per meter


persegi.
Sedangkan prospek tahun 2014,
penjualan kondomonium diperkirakan
akan meningkat cukup signifikan
dengan terjualnya sebanyak 39.090
unit. Peningkatan penjualan juga
diikuti harga jual per unitnya. Untuk
wilah CBD diperkirakan mencapai Rp
36 juta per meter persegi. Sedangkan
di wilayah primer menjadi Rp 34,2 juta
per meter persegi. Namun
pertumbuhan harga diperkirakan akan
lambat karena persaingan pasar yang
ketat.
Tahun 2014 diperkirakan tidak jauh
berbeda. Rendahnya permintaan akan
sektor industri di tahun 2013,
diperkirakan hanya akan ada 100
hektar pasokan baru.
Untuk penjualan pada sektor
perumahan Jabodetabek sendiri
mengalami sedikit pemulihan di
semester pertama tahun ini. Namun
menjelang bulan September terjadi
39

perlambatan pasar, hal ini disebabkan


kenaikan suku bunga Kredit Pinjaman
Rumah (KPR) di mana pembiayaan ini
merupakan yang paling banyak
diminati pasar.
Bagaimana dengan sektor properti
perumahan? Permintaan sektor
properti perumahaan sendiri pada
tahun 2013 diperkirakan mengalami
pertumbuhan sebesar 3,9 persen.
Namun besarnya penjualan sebanyak
11.152 unit pada tahun ini justru lebih
rendah 13 persen dibandingkan
dengan tahun lalu.
Tahun 2014, diperkirakan pasokan
akan berjalan lambat. Pertumbuhan
hanya 3 persen. Sedangkan untuk
permintaanya sendiri diperkirakan
hanya sebesar 3,7 persen, lebih
rendah 2 persen dibandingkan tahun
lalu.
Sedangkan, pasar sektor apartemen
sewa Jakarta di tahun 2014
diperkirakan akan mengalami
penurunan tingkat huni rata-rata
40

sebesar 0,8 persen sehingga menjadi


60,7 persen. Hal ini disebabkan
tingginya angka pasokan baru
apartemen yang bertambah sebanyak
16,529 unit.
Sedangkan sektor properti hotel pada
tahun 2014 mengalami pertumbuhan
permintaan. “Selain dari para
pelancong, kenaikan tamu seperti
NGO atau dari partai-partai politik
yang akan hadir pada masa pemilihan
umum tahun 2014,” kata Arief.
Diperkirakan tingkat hunian hotel
keseluruhan mencapai 74,4 persen,
angka tersebut naik dibandingkan
tahun 2013 yang sebesar 73 persen.
Harga sewa kamar sendiri juga akan
mengalami peningkatan rata-rata
menjadi Rp 950 ribu, naik
dibandingkan tahun lalu sebesar Rp
865 ribu.
Bisnis properti yang mengalami
penurunan paling terasa di tahun
2014 adalah bisnis properti sektor
industri mengalami penurunan. Hal ini
41

disebabkan terjadi penurunan


permintaan lahan industri sebesar 200
hektar atau turun 63 persen dibanding
tahun lalu. Hal ini disebabkan tidak
adanya permintaan dari perusahaan-
perusahaan industri utama, terutama
sektor otomotif.
Namun, telah terdeteksi adanya
pasokan tahunan yang cukup besar.
Hal ini disebabkan tingginya
permintaan lahan di tahun 2011-2012.
Tingginya pasokan dibandingkan
permintaan membuat peningkatan
harga tanah tidak signifikan.
Diperkirakan akhir tahun 2013
peningkatan harga tanah hanya
sebesar 13,5 persen. Jauh berbeda
dibandingkan tahun 2012 yang
mengalami peningkatan sebanyak 52
persen.
42

Sektor Properti Sumbang 28


Persen Pertumbuhan
Ekonomi

Senin, 25 November 2013 11:57 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Asosiasi pengembang Real Estat
Indonesia (REI) yang telah
bekerjasama dengan Universitas
Indonesia, mendapatkan data sektor
properti menyumbang pertumbuhan
ekonomi sebesar 28 persen.
Pertumbuhan dari sektor properti di
Indonesia ditinjau dari pengeluaran
konsumsi sektor bangunan.
"Dari data itu, pusat penelitian
Universitas Indonesia menyimpulkan
bahwa peranan dan kontribusi sektor
perumahan di Indonesia terhadap
pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,"
ujar Ketua REI Setyo Maharso saat
memberikan sambutan di Musyawarah
Nasional Real Estat Indonesia XIV,
Senin (25/11/2013).
43

Karena itu, Setyo berharap dukungan


penuh pemerintah dan otoritas
moneter untuk memajukan sektor
perumahan. Hal ini agar sektor
perumahan (real estat) dapat
berkembang jauh lebih besar lagi.
"Sektor perumahan bisa tetap menjadi
lokomotif pertumbuhan ekonomi
nasional," ujar Setyo.
Setyo menegaskan dalam tiga dekade
terakhir, sektor perumahan akan
memiliki peran yang sangat penting
terhadap perekonomian suatu negara.
Jika didukung oleh regulasi yang baik,
sektor properti bisa menjadi kunci
utama pembangunan negara.
"Peranan sektor perumahan terhadap
ekonomi di suatu negara khususnya
produk domestik bruto adalah sangat
signifikan," jelas Setyo.
44

2015, Sektor Properti Makin


Mempesona

Selasa, 09 Desember 2014


Sektor properti makin bergairah,
pembangunan properti terus
bertumbuh di sejumlah lokasi di
Jakarta.
Sejumlah analisis memprediksi, bisnis
properti di tahun 2015 akan lebih
bergairah dibanding tahun 2014.
Menurut Colliers International,
sejumlah transaksi real estate di Asia
akan meningkat secara substansial.
“Tahun 2015, pasokan properti akan
bertambah dan mengalami
peningkatan dibeberapa segmen.
Pasokan tersebut diharapkan akan
memenuhi kebutuhan para konsumen
dan investor," ungkap Dennis Yeo,
Interim Chief Executive Officer Colliers
International Asia.
Menurutnya, berdasarkan klasifikasi,
tren properti tahun 2015 akan
45

bergeser menyesuaikan kebutuhan.


Akan ada pergeseran sikap investor
secara global, dimana permintaan
properti akan lebih besar dan mampu
meningkatan jumlah transaksi.
“Tahun ini, akan banyak investor
asing menanamkan modal di sektor
properti, khususnya di Asia. Mereka
(investor) melihat, adanya
peningkatan saham sebagai
kesempatan untuk memperbaiki
pertumbuhan investasi di 2015,”
terangkan Dennis.
Hasil riset Jones Lang Lasalle (JLL)
memaparkan, perkembangan pasar
properti Indonesia pada kuartal II-
2014 secara perlahan mengalami
peningkatan. Tingginya minat
masyarakat terhadap properti terlihat
masih besar. JLL memprediksi, sektor
properti akan kembali tumbuh mulai
tahun depan.
Meski di 2014, sektor ruang kantor,
perumahan dan pusat perbelanjaan
sempat melemah, tahun 2015
46

diprediksi akan kembali bangkit.


Pasokan ruang kantor akan
bertambah, seiring banyaknya
pembangunan proyek baru dan harga
sewa pun bergerak naik.
Maraknya proyek cluster baru,
penjualan perumahan diprediksi akan
naik secara bertahap. Harga properti
berpotensi naik di wilayah incaran
investor. Di sektor pusat perbelanjaan,
permintaannya akan bergerak naik,
banyak peritel baru dan ekspansi dari
peritel lama.
Kendati dibayangi perlambatan,
namun realisasi investasi di sektor
properti selama semester I-2014
tercatat sebesar Rp9,2 triliun. Data
Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM), menunjukkan jumlah tersebut
berasal dari investasi asing senilai
USD403,3 juta atau ekuivalen dengan
Rp4,6 triliun.
Investasi dalam negeri mencapai
Rp4,6 triliun, jumlah ini melampaui
capaian realisasi investasi sektor
47

properti sepanjang 2013 yang hanya


Rp7,4 triliun. Seluruh nilai investasi
tersebut direalisasikan dalam 180
proyek properti, mencakup
perumahan (real estate), kawasan
industri, dan perkantoran terkait
aktivitas bisnis yang tersebar di kota-
kota besar di seluruh Indonesia. (Foto
: Dedy Mulyadi)
48

Investasi Properti pada 2015


Menggiurkan

Rabu, 31 Desember 2014 − 10:23


WIB
Sejumlah gedung perkantoran di
kawasan Jakarta Selatan. Investasi
properti untuk rumah tapak maupun
bangunan vertikal diyakini
menguntungkan pada 2015.
PENGEMBANGproperti optimistis
pasar properti Indonesia akan kembali
cerah pada 2015, meskipun pada 2014
terjadi perlambatan akibat situasi
politik di Indonesia.
Tingginya inflasi dan suku bunga
diyakini tidak memberikan dampak
pada investasi di sektor properti. “
Properti masih menjadi instrumen
investasi yang menggiurkan,” ujar
CEO Samara Dana Property Nathalia
Sunaidi di Jakarta kemarin. Menurut
Nathalia, properti jenis landed house
atau rumah tapak diyakini akan
49

memberikan return lebih besar


dibandingkan dengan properti high
rise .
Berdasarkan riset untuk property
landed bisa mencapai sekitar 20%
gain yang bisa diraih,” tutur CEO
Rotterdam Property ini. Menurut
Nathalia, lahan yang semakin
berkurang dan tingginya permintaan
masyarakat akan properti membuat
harga properti semakin tinggi. Bagi
Nathalia juga, Indonesia adalah
surganya properti sebab akan selalu
untung jika berinvestasi di Indonesia.
“Di Indonesia, meski Anda salah pilih
lokasi rumah, harga tetap naik.
Namun, investor properti harus pintar,
lokasi kita semakin baik, harganya
semakin tinggi. Ini hanya berlaku di
Indonesia,” ujar Nathalia. Bersama
perusahaannya, Rotterdam Properti
dan Samara Dana Properti, Nathalia
telah membangun proyek di Jakarta
dan sekitarnya seperti Rotterdam
Residence, Rotterdam Business Center,
50

Rotterdam Depok Residence, dan


Calabasas Residence.
Proyek-proyek yang digarapnya
tersebut terhitung cukup sukses dan
mampu terjual dalam waktu singkat.
Nathalia memaparkan, tahun depan
Rotterdam Property dan Samara Dana
Property akan mengembangkan dua
kawasan hunian landed house di
kawasan Bekasi dan hunian vertikal
apartemen di kawasan Tangerang
Banten.
Associate Director Ray White Erwin
Karya mengatakan, kawasan di
wilayah koridor timur Jakarta seperti
Bekasi memiliki keunggulan dari segi
harga. Harga tanah di kawasan ini
masih jauh lebih murah dibandingkan
dengan kawasan barat, seperti
Serpong, Tangerang, Banten. Ketua
DPD REI Jakarta Amran Nukman
mengatakan, 2014 menjadi tahun
politik. Oleh karena itu, para
pengembang properti wait&see.
Namun, dirinya yakin bahwa iklim
51

investasi akan semakin membaik


terutama bila dikaitkan dengan
stabilitas ekonomi makro yang
didukung kebijakan moneter, fiskal,
dan sektor riil. “Komitmen
pemerintah pusat dan daerah untuk
meningkatkan daya saing juga
menjadi faktor pendukung
pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain,
proyek perbaikan kinerja, salah
satunya didorong oleh industri
properti,” katanya.
Dengan adanya dukungan positif
tersebut, dia meyakini bahwa 2015
sektor properti akan tumbuh dan
memiliki prospek yang cerah. “Selain
itu, berbagai proyek infrastruktur yang
terus berkembang di Jakarta dan
sekitarnya akan mendorong
pertumbuhan properti tahun depan.
Seperti pembangunan MRT, jalan tol,
dan rute busway baru yang tentunya
akan memberikan efek positif,”
ungkap Amran.
Kondisi perlambatan yang terjadi saat
52

ini tak perlu dirisaukan karena


properti merupakan instrumen
investasi jangka panjang. “Seiring
dengan potensi pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kebutuhan,
prospek investasi properti juga akan
kembali mencorong. Perlambatan
yang ada saat ini bukan berarti
stagnan, tapi masih tetap tumbuh,”
tegasnya Anton Setorus, Head of
Research Jones Lang LaSalle,
menuturkan investasi properti pada
2015 akan kembali normal.
Membaiknya investasi karena
kepastian pemimpin baru
pascapemilu. “Mulai normal pada
2015, setelah ada kepastian pemimpin
baru, proyek infrastruktur muncul, dan
pada saat itu investasi properti akan
muncul kembali,” jelas Anton.
Pertumbuhan properti pada tahun
depan akan lebih tinggi dibandingkan
2014.
Faktor loan to value (LTV) terkait
besaran down payment (DP) bagi
53

pembeli rumah pertama, kedua, dan


ketiga akan memengaruhi permintaan
akan properti pada tahun ini. “Faktor
di atas akan memengaruhi
permintaan, karena konsumen akan
beradaptasi, namun permintaan akan
perumahan masih tidak terlalu
rendah,” jelasnya.
Diperkirakan pada 2015, pertumbuh-
an properti akan mencapai 20- 30%,
sedangkan pada 2014 pertumbuhan
properti hanya berkisar sebesar 15-
20%. Pertumbuhan pada 2014 di
bawah 2013 yang sebesar 20%.
54

Sektor Properti Masih Seksi,


Belum Terdapat Indikasi
Bubble

26 September 2013
Jakarta – Besarnya pangsa pasar
menengah ke atas terus mengerek
tingginya permintaan maupun harga
dari sektor properti. Konsultan
properti internasional yang berbasis di
Amerika Serikat Jones Lang Las-Salle
mencatat adanya kenaikan
permintaan dan harga sepanjang
semester pertama tahun ini.
Perningkatan tersebut terjadi di
segmen komersial maupun
resindesial.
Head of Research Jones LangLaSalle
Anton Sitorus mengemukakan, di
sektor perkantoran komersial,
penyerapan ruang kantor di kawasan
central business district (CBD) selama
kuartal kedua 2013 menapai 93.400
meter persegi.
55

Sedangkan penyerapan perkantoran


komersial hinggal akhir paro pertama
tahun ini mencapai 213.400 meter
persegi. Itu merupakan total
penyerapan dari total existing supply
atau pasokan yang telah ada sebesar
4,7 juta meter persegi.
“Capaian tersebut naik 35 persen jika
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu (year-on-year/YoY),”
paparnya di kantornya kemarin(17/7).
Tidak pelak, penyerapaan yang tinggi
itu mendorong kenaikan harga sewa
properti perkantoran dalam satu
semester secara bervariasi, yakni 14-
23 persen. Dengan tingkat hunian
sebesar 92 persen, harga sewa ruang
kantor dikawasan CBD kurang lebih
Rp 228.100 per meter persegi.
Tren peningkatan harga sewa itu juga
direspons oleh perkantoran di luar
CBD, yakni mencapai 8-20 persen
sejak awal tahun. Dengan existing
supply mencapai 1,7 juta meter
persegi, harga sewa pasar perkantoran
56

di luar CBD mencapai Rp 146 ribu per


meter persegi.
“Penyerapan ruang kantor di luar
CBD sudah mencapai 34.800 meter
persegi per kuartal satu dan sebanyak
81.400 meter persegi pada semester
pertama. Tingkat hunianpun naik
menjadi 93 persen,” terang Project
Leasing Jones Lang LaSalle Angela
Wibawa.
Bagaimanaa performa sektor
resindensial?Head of Residential
Jones Lang LaSalle Luke Rowe
memaparkan, penjualan sektor
kondominium strata di pasar primer di
Jakarta pada kuartal kedua memiliki
posisi yang hampir sama dengan
periode triwulan pertama, yakni
sekitar 4.280 unit. Sepanjang semester
pertama tahun ini harga
kondominium di Jakarta pun ikut naik
di kisaran 11-17 persen. “Permintaan
end-user terhadap hunian vertikal di
dalam kota meningkat. Apalagi, saat
ini Jakarta merupakan wilayah bertaraf
57

internasional,” terangnya.
Rowe menjelaskan, selama kuartal
kedua para pengembang telah
meluncurkan proyek 4ribu unit
kondominium strata. Sedangkan total
proyek yang dibangun saat ini lebih
dari 37.800 unit dengan catatan 70
persen telah terserap oleh pasar.
“Kami memproyeksikan peluncuran
proyek kondominium baru terus
berlangsung dalam beberapa triwulan
ke depan. Namun, ini cenderung
melambat pada periode pemilu tahun
depan,” katanya.
Di sisi lain, Country Head Jones Lang
LaSalle Todd Lauchlan mengatakan,
perkembangan positif sektor properti
di Indonesia masih akan berlanjut.
Bahkan perkembangan tidak akan
hanya dinikmati oleh pasar Jakarta,
namun juga sejumlah kota besar di
tanah air. “Pasar properti Indoensia
masih relatif aman dari dampak
kemungkinan crash atau bubble.
Situasi sekarang berbeda jauh jika
58

dibandingkan dengan 1997-1998”,


terangnya.
Lauchlan menilai, kondisi di Indoensia
saat ini belum mengindikasikan dua
aspek bubble real estate. Yakni,
kenaikan harga yang sangat tidak
masuk akal dan kredit macet properti.
Tidak hanya itu, kendati mengalami
pertumbuhan, perkembangan
properti di Indonesia masih terjaga.
Pada 2012, rasio kredit properti
terhadap total pangsa pinjaman relatif
rendah, yakni 13,6 persen, jika
dibandingkan dengan 1995 dan 1997
yang menembus 20 persen dan 17
persen.
Jika dibandingkan dengan PDB, rasio
kredit properti di Indonesia juga
masih rendah sebesar 4,5 persen.
Padahal, rasio kredit properti Malaysia
mencapai 31 perseen dan Hongkong
42 persen. (gal/c4/sof)
59

PROSPEK INDONESIA
MENJADI TUJUAN UTAMA
INVESTASI PROPERTI DI
DUNIA

Date: May 8, 2013

1. Perkembangan Investasi
Properti di Indonesia
Indonesia saat ini tengah menikmati
pesatnya pertumbuhan ekonomi
disaat pada umumnya negara-negara
di dunia sedang dilanda krisis
keuangan, terutama negara-negara
Eropa dan Amerika. Dengan
pertumbuhan ekonomi diatas 6
persen, saat ini Indonesia merupakan
termasuk negara triliuner dari segi
PDB dan tergabung dalam kelompok
20 negara terkaya didunia dari sektor
PDB. Dengan total PDB sebesar 1
triliun USD dan pendapatan perkapita
sebesar 3000 USD lebih, menjadikan
Indonesia masuk dalam negara
60

berpendapatan kelas menengah di


dunia. Aliran investasi asing atau
foreign direct investment ke Indonesia
semakin meningkat dan merupakan
yang terbesar di Asia Tenggara.
Meningkatnya aliran investasi
tersebut, pemerintah Indonesia juga
telah mencanangkan sebuah program
terutama di sektor infrastuktur yaitu
MP3EI. Megaproyek MP3EI diharapkan
dapat memberikan efek nyata bagi
perekonomian nasional disaat
booming investasi yang terjadi di
Indonesia saat ini.
Salah satu booming investasi yang
berkembang pesat di Indonesia saat
ini adalah investasi di sektor properti.
Menurut Ketua Umum Dewan
Pengurus Pusat Real Estat Indonesia
(REI) Setyo Maharso dalam
pembukaan pameran properti REI
Expo 2013, Sabtu (4/5/2013), di
Jakarta, Indonesia masih menjadi
negara tujuan untuk investasi di
bidang properti. Hal itu terlihat dari
banyaknya investor dari negara lain
61

yang berminat menanamkan


modalnya dalam bidang properti di
negara ini. Geliat pertumbuhan
investasi di sektor properti tidak
hanya terjadi di Jabodetabek saja.
Banyak daerah-daerah diluar pulau
Jawa yang sektor propertinya mulai
berkembang, seperti Riau, Sumatera
Selatan, Sulawesi Selatan, dan
Sulawesi Utara. Pada pameran REI
sebelumnya di Pekanbaru
menghasilkan Rp 60 Milliar,
Palembang Rp 90 Milliar, dan di
Manado Rp 195 Milliar.
Selain itu, banyak kalangan pengamat
properti meramalkan bahwa Kurang
dari sepuluh tahun ke depan, sektor
properti di Indonesia bakal turut
berperan sebagai salah satu sumber
kekuatan ekonomi dunia. Indonesia
pada tahun 2021 digadang-gadang
menjadi negara dengan nilai
kontribusi industri properti terbesar
ke tujuh di dunia, mengalahkan Korea
Selatan, Kanada, dan Jepang. Merujuk
data yang diolah dari IMF dan
62

Pramerica Real Estate Investors


Research, pada 2011, kontribusi
properti komersial Indonesia hanya
USD 189,1 miliar. Nilai tersebut
tumbuh mencapai 200 persen pada
2021 mendatang menjadi USD 563
miliar. Total kontribusi Indonesia pun
sebesar 2,5 persen, hanya berbeda
tipis dengan Inggris yang
menyumbang 2,6 persen dengan nilai
industri sebesar USD 582,2 miliar.
Indonesia pun tercatat sebagai salah
satu negara yang mengalami
akselerasi industri properti yang
tinggi, selain Tiongkok, India, Rusia,
dan Brasil. Di tahun 2012 Indonesia
akan menempati urutan urutan
ketujuh setelah China, Amerika
Serikat, India, Russia, Brazil dan
Inggris. Namun sebaliknya, beberapa
negara yang saat ini tergolong negara
maju, justru mengalami kemunduran
kontribusi industri properti. Melihat
potensi tersebut, Bank Indonesia
masih optimis menilai peluang
invesatasi properti di Indonesia untuk
63

tumbuh lebih besar lagi. Selain itu,


menurut Bank Indonesia potensi
resiko buble property di Indonesia
masih sangat jauh.
Berdasarkan riset Urban Land Institue,
New York, Amerika Serikat di tahun
2013 menempatkan Jakarta sebagai
lokasi investasi properti paling
menarik dan menemapti urutan
pertama di Asia Pasifik. Peringkat
Jakarta yang menempati urutan
pertama di Asia Pasifik sangat
mencengangkan, karena ranking
tersebut melesat dari sebelumnya
pada 2012 Jakarta berada di urutan
nomor 11 dan an pada 2011,
Indonesia ada di urutan nomor 14.
Berada di urutan pertama, Jakarta
unggul diatas Singapura yang pada
tahun 2012 lalu menempati urutan
pertama. Jakarta saat ini unggul diatas
kota-kota di Asia Pasifik seperti
Singapura, Shanghai, Sydney,
Chongqing, Beijing, Guangzhou,
Melbourne, Taipei, dan Ho Chi Minh
City.
64

2. Alasan Indonesia Menjadi


Lokasi Investasi Properti Terbaik di
Dunia
Terdapat beberapa alasan mengapa
Indonesia dijadikan lokasi untuk
investasi properti terbaik di Indonesia.
Stabilitas politik dan ekonomi di
Indonesia dinilai sangat membantu
dalam menciptakan iklim investasi
asing di Indonesia yang semakin
meningkat. Menurut Panangian
Simanungkalit, pengamat properti
sekaligus pemilik Panangian School of
Property, Investasi properti di negara
kita memang semakin menarik,
bahkan, beliau menilai investasi
properti di Indonesia merupakan satu-
satunya yang paling menguntungkan
di dunia. Pertama, kebijakan
pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan invesatasi properti juga
ikut berperan dalam meningkatkan
investasi properti di Indonesia. Salah
satu kebijakan pemerintah tersebut
adalah Kebijakan Bank Indonesia
memangkas suku bunga acuan atau BI
65

rate hingga level terendah pada


November 2011 lalu akan menjadi
bahan bakar penggerak bisnis
properti di Tanah Air. Dengan BI rate
hanya 6%, banyak pihak
memperkirakan, pasar properti di
Indonesia bakal booming tahun ini.
Prospek investasi di sektor ini pun
semakin memikat.
Kedua, kebutuhan masyarakat akan
properti masih sangat tinggi.
Setidaknya masih terdapat 14 juta dari
61 juta keluarga di Indonesia yang
belum memiliki rumah. Sehingga
tidak hanya pemerintah, tetapi
dibutuhkan bantuan peran dari semua
kalangan untuk memenuhi kebutuhan
akan properti tersebut. Ketiga,
pemerintah semakin kesulitan
menyediakan rumah bagi keluarga
kelas menengah ke bawah.
Berdasarkan fakta yang ada,
permintaan rumah di Indonesia
mencapai 900.000 unit per tahun,
sementara pasokan hunian hanya
80.000 unit dalam setahun. Ketiga,
66

semua segmen pasar properti di


Tanah Air sudah terbuka luas untuk
investasi, termasuk pasar kelas
masyarakat kebawah. Sedangkan di
luar negeri, bisnis properti untuk
pasar kelas menengah ke bawah
tertutup untuk pengembang dan
investor. Hal tersebut disebabkan
pasokan properti kelas menengah ke
bawah dikendalikan oleh pemerintah
di beberapa negara tersebut.
Seiring kian banyaknya perjanjian
perdagangan bebas, serta mulai
berlakunya Masyarakat Ekonomi
Asean (AEC) 2015, kebutuhan
property bagi orang asing juga makin
besar. Terlebih lagi investasi asing ke
depan juga makin berlipat, termasuk
relokasi industri dari Tiongkok akibat
makin tingginya upah buruh dan
biaya produksi di Negeri Tirai Bambu
tersebut. Pembangunan infrastruktur
besarbesaran yang direncanakan
pemerintah lewat Masterplan
Percepatan dan Perluasan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), tentu akan
67

membawa efek domino luar biasa.


Dengan infrastruktur yang kian bagus,
otomatis kebutuhan property juga
bakal meningkat. Dari ilustrasi di atas
terbaca jelas bahwa sektor properti
masih jauh dari tanda-tanda bubble.
Permintaan masih tinggi, pasokan
masih terbatas. Harga juga masih
dalam batas wajar. Namun demikian,
pemerintah masih memiliki pekerjaan
rumah, yakni peraturan kepemilikan
asing yang belum juga beres hingga
saat ini. Masalah lain yang juga mesti
dituntaskan adalah status hukum
tanah yang kerap tidak jelas dan
tumpang tindih, serta perizinan yang
masih berbelit. Lebih dari itu, ekspansi
property yang agresif mesti perlu
dipantau agar tetap berada dalam
koridor kehatihatian bagi Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
68

2014: Satu Tahun Di Batas


Real Estate

December 12, 2014 · Author: Lamudi


Dengan menurunnya pasar properti
Cina setelah perkembangan pesatnya,
2014 adalah tahunnya pasar real
estate negara berkembang menjadi
fokus. Seiring berakhirnya tahun ini,
Lamudi melihat kembali ke 12 bulan
belakangan di sektor properti negara-
negara ini.
Di Asia, Cina mengalami penurunan
drastis di bidang real estate pada awal
tahun, dengan jatuhnya harga dan
aktivitas konstruksi. Namun di wilayah
lain, pertumbuhan tinggi yang terlihat
di pasar properti Asia Tenggara tahun-
tahun belakangan berlanjut selama
2014, sebagian besar disebabkan oleh
kekuatan fundamental di makro
ekonomi.
Di Indonesia misalnya, pertumbuhan
di sektor properti terus didorong oleh
pesatnya pertumbuhan kelas
69

menengah, yang pada tahun 2013


telah meningkat 37 persen dari tahun
2004 menjadi sebesar 56,7 persen.
Meski aktivitasnya sempat menurun
karena segala isu politik dan ekonomi
lainnya, jumlah populasi Indonesia
yang besar ini tidak mungkin
dilewatkan para investor sebagai
peluang yang menguntungkan.
Situasi di Filipina sementara itu,
diuntungkan oleh permintaan yang
stabil akan real estate komersil dari
sektor business process outsourcing
(BPO). Jose Romarx Salas, Kepala Riset
dan Konsultasi di Pinnacle Real Estate
Consulting Services, baru-baru ini
mengatakan kepada Lamudi bahwa
harga properti di Filipina mencapai
tingkat sebelum krisis Asia tahun lalu
secara nominal. “Tapi ini bukan
merupakan indikasi bahwa
gelembung terbentuk karena ada
permintaan riil untuk rumah dan dolar
nyata yang berasal dari sektor BPO
dan luar negeri pengiriman uang
pekerja Filipina. Ini mendorong
70

permintaan konsumen untuk


perumahan,” kata Salas.
Meski adanya reformasi ekonomi dan
politik di wilayah tersebut, banyak
pasar negara berkembang yang
menarik perhatian para investor
internasional. Properti sektor di
Myanmar misalnya, yang mempunyai
ciri khas bahwa permintaan yang kuat
disana bahkan menyaingi persediaan
sehingga mendorong kenaikan harga
properti khusunya di pusat Yangon.
Sementara itu, ekspansi industri
pariwisata Sri Lanka telah membukan
banyak kesempatan bagi investor dan
developer dengan kenaikan hingga 10
persen pada November tahun ini.
Kebijakan pajak baru di Meksiko
mempunyai pengaruh besar di pasar
properti di sana. Semua penjualan real
estate, termasuk tanah, akan
dikenakan maksimum pembebasan
pajak. Penjualan dari semua properti
akan dikenakan limit sebesar 3.6 juta
peso. Di Amerika Latin lainnya, 2014
71

juga melihat adanya kenaikan angka


dari bisnis real estate di Kolombia
yang berpindah online. Pengenalan
portal properti online memungkinkan
perusahaan untuk memperluas
strategi pemasaran real estate dan
membangun pengenalan merek,”
Guillermo Santamaría Alvarado,
Direktur Administrasi perusahaan
properti Julio Corredor y Cia,
mengatakan kepada Lamudi.
Di Timur Tengah, Arab Saudi terus
bergulat dengan kekurangan
perumahannya. Pada bulan Maret,
Kementrian Perumahan
mengumumkan skema baru untuk
mengatasi kekurangan tersebut,
dengan menyisihkan 67 Miliar USD
untuk membangun 500.000 di tahun
mendatang. Kekurangan yang
disebabkan oleh meningkatnya
populasi di Kerajaan tersebut juga
telah mengangkat harga properti
menurut riset terakhir Knight Frank di
pasar residensial Riyadh.
72

Setelah memperbarui standar PDB di


Nigeria, negara tersebut kini
mengalahkan Afrika Selatan sebagai
ekonomi terbesar di Afrika. Hasil yang
sama juga terlihat di Kenya, dimana
pembaruan standar tersebut
menaikan ekonomi sebesar 25.3
persen untuk mengklaim status
menengah. Sebagaimana CEO dari
agensi real estate Fine & Country
West Africa, Udo Okonjo mengatakan:
“Pembaruan standar dari PDB
Nigeria .. telah membuka percakapan
serius di antara investor lokal dan
internasional. Nigeria jelas merupakan
pemain depan dengan kesempatan
yang menawarkan tingkat
pengembalian yang lebih baik
daripada ekonomi berkembang
lainnya, meski dengan resiko yang
lebih bisa dikurangi.”
73

Tahun 2015 Pasar Properti


Bakal Terjerembab?

Kamis, 9 Oktober 2014 | 08:59 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai
indikator yang memperlihatkan
pertumbuhan negatif, dikhawatirkan
dapat memicu pasar properti bakal
terpuruk pada tahun 2015 mendatang.
Terlebih jika nilai tukar rupiah masih
fluktuatif cenderung terus melemah,
ekonomi melambat, dan pengurangan
stimulus pendanaan oleh The Fed.
Senior Associate Director Office
Service Colliers International
Indonesia, Sutrisno R Soetarmo, tak
menampik pasar properti bakal terus
tertekan pada tahun depan. Terutama
bila berbagai indikator ekonomi tidak
menampakkan pemulihan. Hal itu
ditandai dengan menurunnya kinerja
pasar perkantoran komersial akibat
penundaan aksi ekspansi perusahaan
domestik dan asing maupun
perusahaan yang baru akan menjajaki
74

pasar Indonesia.
"Fenomena kemerosotan kinerja
sektor properti terutama perkantoran
komersial sebetulnya sudah terlihat
sejak awal 2014. Terjadi koreksi harga
sewa akibat permintaan mengalami
kontraksi. Pasar perkantoran yang
sebelumnya diprediksi pulih setelah
mengalami perlambatan penyerapan
pada 2013, ternyata berjalan tidak
sesuai ekspektasi," papar Sutrisno,
Selasa (7/10/2014).
Kenyataannya, lanjut dia, tingkat
serapan tidak mengalami kenaikan.
Sejak awal tahun sampai September
2014 tingkat serapan hanya pada level
200.000 meter persegi, sementara
proyeksi 400.000 meter persegi.
Beberapa pemilik dan pengelola
gedung perkantoran, baik yang
bertarif dollar AS maupun rupiah,
sudah mulai menyesuaikan harga
sewa sejak awal semester dua ini. Tak
hanya mengoreksi harga sewa
transaksi, melainkan juga harga sewa
75

penawaran.
Konsultan properti global lainnya,
Knight Frank Indonesia bahkan
mencatat, tingkat serapan
perkantoran pada kuartal III tahun ini
hanya seluas 1.008 meter persegi. Ini
artinya, rekor terendah dalam sepuluh
tahun terakhir.
Director Commercial Knight Frank
Indonesia, Sindiani Surya Adinata,
menyebutkan, rendahnya tingkat
serapan perkantoran ini bukan karena
terbatasnya pasokan, melainkan
melemahnya permintaan.
"Banyak perusahaan skala
multinasional yang sebelumnya
berencana ekspansi untuk
memperluas bisnisnya, justru
menundanya dan lebih memilih wait
and see. Mereka sebelumnya
menunggu Pemilihan Presiden hingga
Joko Widodo (Jokowi) terpilih, tapi
setelah itu menunggu lagi hingga
kemudian kabinet yang sesuai
preferensi pasar terpilih sampai
76

kemudian mereka postponed," papar


Sindiani, kepada Kompas.com, Rabu
(8/10/2014).
Dia menambahkan, kendati kondisi
politik tidak secara langsung dapat
memengaruhi bisnis properti, karena
merupakan investasi jangka panjang
(long term investment), namun
investor asing sangat
mempertimbangkan stabilitas politik
dan keamanan.
"Pasar akan sangat menunggu dengan
antusias apakah Jokowi mampu
membentuk kabinet yang sesuai
dengan preferensi mereka," ujar
Sindiani.
Sementara pendiri Ciputra Group,
Ciputra, justru optimistis, pasar
properti Indonesia dapat terus
bertahan dalam dua hingga tiga
tahun ke depan. Kendati ekonomi
melemah dan tingkat inflasi
berpotensi melonjak akibat kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kita akan terus berkembang. Kita
77

ciptakan market sendiri. Karena kalau


tidak ada market, properti akan
lambat. Pasar properti Indonesia
paling bagus dalam dua hingga tiga
tahun ke depan. Kita akan bangun
market menjadi lebih berkembang,"
urai Ciputra, Rabu (8/10/2014).
Ciputra yakin, Indonesia bahkan masih
akan lebih baik di antara sesama
negara Asia Tenggara lainnya jika
Masyarakat Ekonomi ASEAN berlaku
pada 2015 mendatang.
"Meskipun ada potensi hambatan
kenaikan BBM yang memicu inflasi,
properti justru lebih laku. Investor
akan memilih properti ketimbang
deposito. Kalau dananya ditempatkan
di bank, bunganya tetap, belum lagi
dipotong cost of fund. Biaya uang jadi
naik. Mending beli properti," papar
Ciputra.
78

Tahun 2015 Pasar Properti


Bakal Terjerembab?

Kamis, 9 Oktober 2014 | 08:59 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai
indikator yang memperlihatkan
pertumbuhan negatif, dikhawatirkan
dapat memicu pasar properti bakal
terpuruk pada tahun 2015 mendatang.
Terlebih jika nilai tukar rupiah masih
fluktuatif cenderung terus melemah,
ekonomi melambat, dan pengurangan
stimulus pendanaan oleh The Fed.
Senior Associate Director Office
Service Colliers International
Indonesia, Sutrisno R Soetarmo, tak
menampik pasar properti bakal terus
tertekan pada tahun depan. Terutama
bila berbagai indikator ekonomi tidak
menampakkan pemulihan. Hal itu
ditandai dengan menurunnya kinerja
pasar perkantoran komersial akibat
penundaan aksi ekspansi perusahaan
domestik dan asing maupun
perusahaan yang baru akan menjajaki
79

pasar Indonesia.
"Fenomena kemerosotan kinerja
sektor properti terutama perkantoran
komersial sebetulnya sudah terlihat
sejak awal 2014. Terjadi koreksi harga
sewa akibat permintaan mengalami
kontraksi. Pasar perkantoran yang
sebelumnya diprediksi pulih setelah
mengalami perlambatan penyerapan
pada 2013, ternyata berjalan tidak
sesuai ekspektasi," papar Sutrisno,
Selasa (7/10/2014).
Kenyataannya, lanjut dia, tingkat
serapan tidak mengalami kenaikan.
Sejak awal tahun sampai September
2014 tingkat serapan hanya pada level
200.000 meter persegi, sementara
proyeksi 400.000 meter persegi.
Beberapa pemilik dan pengelola
gedung perkantoran, baik yang
bertarif dollar AS maupun rupiah,
sudah mulai menyesuaikan harga
sewa sejak awal semester dua ini. Tak
hanya mengoreksi harga sewa
transaksi, melainkan juga harga sewa
80

penawaran.
Konsultan properti global lainnya,
Knight Frank Indonesia bahkan
mencatat, tingkat serapan
perkantoran pada kuartal III tahun ini
hanya seluas 1.008 meter persegi. Ini
artinya, rekor terendah dalam sepuluh
tahun terakhir.
Director Commercial Knight Frank
Indonesia, Sindiani Surya Adinata,
menyebutkan, rendahnya tingkat
serapan perkantoran ini bukan karena
terbatasnya pasokan, melainkan
melemahnya permintaan.
"Banyak perusahaan skala
multinasional yang sebelumnya
berencana ekspansi untuk
memperluas bisnisnya, justru
menundanya dan lebih memilih wait
and see. Mereka sebelumnya
menunggu Pemilihan Presiden hingga
Joko Widodo (Jokowi) terpilih, tapi
setelah itu menunggu lagi hingga
kemudian kabinet yang sesuai
preferensi pasar terpilih sampai
81

kemudian mereka postponed," papar


Sindiani, kepada Kompas.com, Rabu
(8/10/2014).
Dia menambahkan, kendati kondisi
politik tidak secara langsung dapat
memengaruhi bisnis properti, karena
merupakan investasi jangka panjang
(long term investment), namun
investor asing sangat
mempertimbangkan stabilitas politik
dan keamanan.
"Pasar akan sangat menunggu dengan
antusias apakah Jokowi mampu
membentuk kabinet yang sesuai
dengan preferensi mereka," ujar
Sindiani.
Sementara pendiri Ciputra Group,
Ciputra, justru optimistis, pasar
properti Indonesia dapat terus
bertahan dalam dua hingga tiga
tahun ke depan. Kendati ekonomi
melemah dan tingkat inflasi
berpotensi melonjak akibat kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kita akan terus berkembang. Kita
82

ciptakan market sendiri. Karena kalau


tidak ada market, properti akan
lambat. Pasar properti Indonesia
paling bagus dalam dua hingga tiga
tahun ke depan. Kita akan bangun
market menjadi lebih berkembang,"
urai Ciputra, Rabu (8/10/2014).
Ciputra yakin, Indonesia bahkan masih
akan lebih baik di antara sesama
negara Asia Tenggara lainnya jika
Masyarakat Ekonomi ASEAN berlaku
pada 2015 mendatang.
"Meskipun ada potensi hambatan
kenaikan BBM yang memicu inflasi,
properti justru lebih laku. Investor
akan memilih properti ketimbang
deposito. Kalau dananya ditempatkan
di bank, bunganya tetap, belum lagi
dipotong cost of fund. Biaya uang jadi
naik. Mending beli properti," papar
Ciputra.
83

Ekonomi Lesu, Pengembang


Tetap Luncurkan Proyek Baru

Jumat, 10 Oktober 2014 | 11:05 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi
ketidakpastian ekonomi saat ini tetap
dipandang pengembang sebagai
kesempatan untuk terus menciptakan
pasar baru. Beberapa di antaranya
bahkan meluncurkan proyek-proyek
anyar dan berani menargetkan
penjualan triliunan rupiah.
Wakil Presiden Direktur PT Agung
Podomoro Land Tbk., Indra Wijaya,
mengutarakan optimismenya terkait
sektor properti, khususnya subsektor
hunian vertikal. Menurutnya, bisnis
properti akan jalan terus, meskipun
ekspektasi pertumbuhannya tidak
sekencang tahun 2013 yang bisa
mencapai kisaran 20 persen hingga 30
persen.
"Tahun ini, tumbuh 10 persen sampai
15 persen saja sudah bagus.
Jangankan belasan persen, flat saja
84

harusnya kita bersyukur. Di negara


lain, malah anjlok. Terkait itu, target
kami pun moderat, meskipun secara
internal kami bisa melampauinya,"
papar Indra kepada Kompas.com,
Jumat (10/10/2014).
APLN, kata Indra, menargetkan
penjualan marketing tahun ini Rp 5,5
triliun. Hingga September 2014 sudah
terealisasi Rp 5 triliun.
"Pencapaian tersebut di luar proyek-
proyek yang masih dalam tahap test
the water seperti Pluit City yang
izinnya belum turun. Penjualan awal
(pre sales) proyek ini luar biasa tinggi.
Namun, kami baru berani
mengumumkan nilainya jika izin
sudah turun, demikian halnya dengan
proyek lainnya yang masih menunggu
perizinan. Kalau diakumulasikan
jumlah penjualan bisa lebih dari Rp 5
triliun," ungkap Indra.
Tahun depan, lanjut dia, Pluit City
mungkin akan resmi diluncurkan
kepada publik, bersamaan dengan
85

proyek lainnya. Karena pihaknya


tinggal menunggu perizinan tahap
akhir. "Amdal dan izin lain-lainnya
sudah dipenuhi, tinggal izin
membangun saja," tandasnya.
Keyakinan Indra tidak hanya berani
meluncurkan proyek baru, melainkan
juga meningkatkan target perolehan
pendapatan. "Tahun depan, kami
menargetkan pertumbuhan
pendapatan 10 hingga 20 persen
lebih tinggi dari target tahun ini Rp
1,4 triliun. Target tahun ini memang
sedikit meleset karena ada transaksi
besar yang gagal dilakukan senilai Rp
500 miliar," ucap Indra.
Sementara itu, PT Paramount
Enterprise International akan melansir
pergudangan bertajuk Bezpark
Commercial Center sebanyak 200 unit
di Balaraja, Tangerang, pertengahan
Oktober ini.
Menurut Sekretaris Perusahaan PT
Paramount Enterprise International,
Esther Yuanita, ekspansi bisnis
86

tersebut dipicu fenomena pasar yang


menunjukkan pertumbuhan
permintaan.
"Kebutuhan akan pergudangan
modern demikian kuat. Kebutuhsan
itu berasal dari perusahaan-
perusahaan logistik, distribusi,
trading, dan lain sebagainya.
Kebetulan lokasi kami di Balaraja,
Tangerang, dekat dengan bandara
internasional Soekarno-Hatta, jadi
memudahkan penyewa untuk
melakukan aktivitas bisnisnya," kata
Esther.
Paramount mengharapkan dapat
meraup dana dari penjualan Bezpark
Commercial Center ini senilai Rp 500
miliar.
87

Pasca-Pemilu, Sentimen
Pasar Properti Tetap Positif

Rabu, 15 Oktober 2014 | 14:53 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivitas
pasar properti Indonesia masih
menunjukkan persepsi positif pasca
pemilu 2014, meskipun pertumbuhan
ekonominya melambat, rupiah
terpuruk, dan tingginya tingkat suku
bunga. Hal itu terungkap dalam riset
JLL pada kuartal III 2014.
Director Strategic JLL, Herully
Suherman, mengatakan seluruh
subsektor properti mulai perkantoran
hingga sektor ritel masih mendapat
sentimen positif pasar.
"Perkantoran komersial masih
memperlihatkan performa
meyakinkan yang ditandai tingkat
hunian di central business district
yang stabil berada di sekitar 94
persen. Tidak banyak berubah
daripada triwulan sebelumnya," ujar
Herully kepada Kompas.com, Rabu
88

(15/10/2014).
Herully menambahkan, hal itu juga
berlaku pada tingkat hunian
perkantoran di luar kawasan CBD
yang juga masih stabil, yakni
mencapai 90 persen. Sementara itu,
untuk apartemen strata, menurut
Head of Residential JLL, Luke Rowe,
menampilkan kinerja pertumbuhan
paling signifikan dalam tiga kuartal
terakhir ini.
"Penyerapan apartemen strata
melonjak 20 persen dari kuartal
sebelumnya atau menembus angka
4.900 unit sehingga secara umum
jumlah penyerapan apartemen strata
dalam tiga kuartal mencapai 12.000
unit," jelas Luke.
Sentimen positif, tambah luke, akan
terus berlanjut hingga 2017
mendatang, saat sejumlah 56.000
apartemen strata telah mencapai
tingkat penjualan sebesar 78 persen
pada kuartal III 2014. Adapun di
subsektor ritel, tingkat hunian relatif
89

stabil pada level 93 persen.


Menurut Head of Retail JLL, James
Austen, peritel memang masih hati-
hati dalam melakukan perluasan
usaha mengingat kondisi ekonomi
yang terjadi, namun persepsi positif
masih akan terjadi hingga 2015
mendatang. pasa kuartal III saja ruang
yang terserap seluas 41.900 meter
persegi dengan dibukanya St Moritz
Mall di Jakarta Barat," ujar Austen.
Dengan melihat kondisi aktual
demikian, Country Head JLL
Indonesia, Todd Lauchlan, mengaku
optimistis pasar properti Indonesia
masih akan terus mendapat
kepercayaan pasar. Terlebih
pemerintahan mendatang yang
dipimpin presiden baru dengan
wacana reformasinya di berbagai
sektor.
"Tentu saja, ini dapat meningkatkan
peluang pasar properti nasional yang
lebih maju seperti wacana
kepemilikan asing yang tentunya
90

dapat membuka kesempatan bagi


pelaku industri properti bersaing di
tingkat regional," ujar Todd.
91

Tahun Depan Pasar


Perkantoran Jakarta
Cenderung "Flat"

Kamis, 30 Oktober 2014 | 07:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor
perkantoran diperkirakan mengalami
stagnasi pada 2015 mendatang. Hal
tersebut dimungkinkan, karena
pasokan (supply) bakal lebih banyak
ketimbang permintaan (demand).
Menurut CEO Leads Property
Indonesia, Hendra Hartono, selama
tiga tahun terakhir kondisi permintaan
memang melebihi pasokan. Itu
ditandai oleh maraknya aksi ekspansi
perusahaan-perusahaan multinasional
dan nasional, serta aktivitas investor.
"Namun, tahun depan akan flat saat
banyak proyek perkantoran rampung
pembangunannya dan masuk pasar
secara bersamaan," ujar Hendra,
kepada Kompas.com, Rabu
(29/10/2014).
92

Hendra menuturkan, stagnasi juga


dipengaruhi oleh pertumbuhan
ekonomi yang melambat sehingga
memengaruhi penundaan ekspansi
bisnis.
"Tapi kebutuhan akan tetap ada
sehingga transaksi tidak terlalu sepi.
Kebutuhan ini berasal dari perusahaan
yang perlu ruang lebih besar, relokasi,
dan naik kelasnya start up company
atau pebisnis pemula yang
membutuhkan ruang perkantoran
lebih representatif," kata Hendra.
Berdasarkan data Colliers
International Indonesia, pasokan
perkantoran baru yang akan
memenuhi pasar CBD Jakarta pada
2015, sebanyak 607.462 meter
persegi. Sementara itu, pasokan
hingga akhir 2014 nanti akan
mencapai 2,5 juta meter persegi atau
lebih dari separuh pasokan total
kumulatif 4,8 juta per meter persegi.
Sebanyak 50 persen di antaranya
sudah terserap dalam bentuk
komitmen awal. Adapun pra
93

komitmen untuk tambahan


perkantoran baru yang masuk 2015
baru mencapai 25 persen.
94

QE Berakhir, Pasar Properti


Tetap Menarik

Senin, 10 November 2014 | 18:02 WIB


KOMPAS.com - Pasar dan aktivitas
investasi properti diprediksi bakal
semakin aktif dan menarik, kendati
Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed,
mengakhiri program enam tahun
pelonggaran kuantitatif (quantitative
easing atau QE).
Pelonggaran moneter tersebut
dilakukan pasca krisis finansial global
dengan tujuan menggenjot
pertumbuhan ekonomi Amerika
Serikat. Kini, usai QE dicabut, banyak
pihak berspekulasi bahwa bisnis
properti akan ikut terdampak.
Namun, para pengamat justru
mengatakan hal sebaliknya. Kepala
Riset Pasar Modal Asia Pasifik JLL,
Megan Walters, menekankan, bahwa
investor akan terus melihat properti
sebagai aset inti yang sangat menarik.
Asia Pasifik akan tetap menarik karena
95

investor internasional terus melakukan


diversifikasi portofolio mereka di
kawasan ini.
"Pelaksanaan program QE di negara
maju memang berpengaruh signifikan
terhadap pasar-pasar berkembang,
khususnya kawasan Asia Pasifik.
Pasalnya arus modal dari negara maju
begitu deras mengalir ke kawasan ini.
Hal tersebut mendorong suku bunga
global lebih rendah dan investor
percaya diri menanamkan tambahan
modal tambahan ke sektor properti
demi mengejar keuntungan," papar
Walters dalam keterangan pers tertulis
kepada Kompas.com, pekan lalu.
Dia melanjutkan, di Asia Pasifik, kedua
faktor tersebut menciptakan
gelombang investasi di sektor
properti yang menyebabkan
pemerintah Tiongkok, Hongkong dan
Singapura menerapkan peraturan
untuk mendinginkan pasar. Peraturan
tersebut terutama difokuskan pada
properti perumahan.
96

"Akhir dari pelonggaran moneter ini


akan memutus upaya-upaya
pendinginan. Dampak potensialnya
adalah tingkat bunga naik dan
ekspektasi harga sewa seperti
perkantoran komersial di kawasan
Asia Pasifik harus diperhitungkan
kembali," tambah Walters.
Menurut survei JLL, dalam sembilan
bulan pertama 2014, arus modal
global dan investasi antar-regional ke
pasar komersial Asia Pasifik melebihi
jumlah tahun lalu sebesar 35 persen.
Melanjutkan pemulihan ekonomi di
AS tampaknya memberikan
kepercayaan bagi investor global
dengan dukungan dana kuat, untuk
berinvestasi di Asia Pasifik.
97

Apartemen Supermewah di
Jakarta Tembus Rp 33 Miliar
per Unit

Selasa, 18 November 2014 | 19:03 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Harga
properti, khususnya apartemen
supermewah, di Jakarta terus
melambung tinggi. Jika tahun lalu
harga rerata masih berada pada
kisaran Rp 46 juta per meter persegi,
tahun ini menjadi rerata sekitar Rp 50
juta per meter persegi.
Tahun depan harga-harga itu
diprediksi akan melesat lagi, mencapai
rerata Rp 55 juta per meter persegi.
Posisi angka tertinggi saat ini masih
didominasi apartemen supermewah di
kawasan central business distric (CBD)
Jakarta.
Satu di antara apartemen
supermewah sedang dipasarkan
adalah Raffles Residence di dalam
area pengembangan Ciputra World 1
98

Jakarta. Saat ini posisi harga hunian


jangkung yang hanya tersedia 88 unit
itu sudah mencapai Rp 33 miliar per
unit untuk ukuran 400 meter persegi
atau Rp 82,5 juta per meter persegi di
luar pajak.
Menurut CEO Ciputra Group, Candra
Ciputra, harga tersebut masih akan
berubah tahun depan. Kenaikannya
bisa menca[ai lima hingga delapan
persen.
"Kami putuskan untuk menaikkan
harga jual bukan hanya karena
didorong perubahan harga BBM, tapi
karena demand-nya memang tinggi.
Walau harganya mahal, tapi sudah
terokupasi 80 persen," kata Candra
kepada Kompas.com, Selasa
(18/11/2014).
Saat ini, meskipun harga apartemen
supermewah tersebut terus meroket,
menurut Country Head JLL Indonesia,
Todd Lauchlan, masih jauh lebih
rendah ketimbang harga apartemen di
Bangkok, Kuala Lumpur, terlebih di
99

Singapura.
"Harga properti kita masih sangat
rendah jika dikomparasikan dengan
harga properti di pasar-pasar utama
dunia. Tapi, potensi kenaikan dan
pertumbuhan justru tinggi. Hal ini
mempertimbangkan tingginya
kebutuhan akan hunian berkualitas,
berkelas, di lokasi premium dan juga
potensi investasi," ujar Todd.
Hal senada juga dikatakan Direktur
Eksekutif Indonesia Property Watch
(IPW) Ali Tranghanda. Dia
berpendapat, apartemen supermewah
di Indonesia, khususnya Jakarta, masih
paling rendah harganya.
"Padahal, pasarnya terus meningkat
dan menjadi tuntutan kebutuhan
karena menawarkan prestise, praktis,
modernitas, gaya hidup dan
kebanggaan. Harga apartemen
supermewah punya potensi
meningkat lebih tinggi karena
pasokannya kurang dan pasar di
segmen ini akan terus ada, bahkan
100

terus meningkat," imbuh Ali.


Selain Raffles Residence, apartemen
supermewah lainnya yang saat ini
tengah meramaikan pasar Jakarta dan
menjadi bidikan UNHWI (ultra high
networth individual) adalah
Anandamaya Residence yang digarap
Astra Land dan Hongkong Land,
Langham Residences, Casa Domaine,
Pondok Indah Residence, dan
Pakubuwono Signature. Kisaran harga
apartemen tersebut mencapai Rp 50
juta hingga Rp 60 juta per meter
persegi di luar pajak.
101

Tahun Depan, Bisnis Properti


Hadapi Penyesuaian Harga
BBM

Selasa, 25 November 2014 | 11:04 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Tantangan
bisnis dan industri properti pada 2015
mendatang akan semakin berat.
Beratnya tantangan itu terutama akan
terjadi pada semester pertama
dibandingkan semester berikutnya.
CEO Leads Property Indonesia,
Hendra Hartono, mengemukakan
pendapat itu terkait prospek bisnis
dan industri properti Indonesia
kepada Kompas.com, Senin
(24/11/2014). Menurut dia, beratnya
tantangan tersebut disebabkan oleh
kondisi pasar yang masih menunggu
penyesuaian harga pasca-kenaikan
bahan bakar minyak (BBM).
Pertumbuhan pasar properti
diperkitakan mencapai angka moderat
10 persen hingga 15 persen.
102

"Seperti biasanya, kenaikan harga


BBM akan memicu kenaikan harga
lainnya, termasuk penyesuaian harga
properti. Tapi, mengingat harga
properti sudah tinggi, seharusnya
kenaikan harga tidak melonjak
drastis," ujar Hendra, Senin
(24/11/2014).
Namun demikian, lanjut Hendra, pada
2015 nanti akan berlangsung lebih
baik ketimbang kondisi 2014. Faktor
kepercayaan pebisnis lokal maupun
internasional terhadap kinerja dan
integritas pemerintah pusat dan
daerah akan menstimulasi aktivitas
pertumbuhan properti.
"Investor akan melihat peluang
pangsa pasar yang besar dan
transparansi prosedur investasi yang
semakin baik dan jelas sehingga bisa
lebih mengarah kepada nilai investasi
yang lebih besar dan jangka waktu
lebih panjang," jelas Hendra.
Dia melanjutkan, daya beli dan jangka
waktu penyerapan juga akan bergerak
103

seperti pada 2012 lalu. Tetapi,


penyerapan itu tak setajam lonjakan
2011-2012 karena harga properti saat
itu berangkat dari titik terendah (low
base) sehingga lonjakan harga bisa
menembus angka 40 persen sampai
50 persen.
"Meskipun lonjakan harga tidak
setajam tiga tahun lalu, namun
kemampuan daya beli pasar dan
penyerapan produk properti akan
berlangsung sehat dan dinamis,"
tandasnya.
104

AFTA 2015 Menguntungkan


Pengembang Lokal

Rabu, 26 November 2014 | 20:06 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun
depan, Indonesia akan menyongsong
ASEAN Free Trade Area atau Kawasan
Perdagangan Bebas ASEAN.
Kesepakatan ini, memungkinkan
negara-negara yang tergabung, dapat
bersaing secara bebas di kawasan
ASEAN. Artinya, pengembang di
kawasan tersebut dapat dengan
mudah berekspansi lintas negara,
termasuk ke Indonesia.
Meski begitu, hal tersebut tidak
sepenuhnya dianggap benar oleh
Konsultan Trimegah Securities
Timothy Alamsyah. "Sebenarnya tidak
perlu tunggu AFTA, sekarang sudah
ada transaksi asing masuk ke
Indonesia," ujar Tim saat seminar "The
Future of Real Estate in The Emerging"
di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu,
(26/11/2014).
105

Tim menuturkan, perusahaan otomotif


misalnya, semakin ekpansif merambah
Bekasi dan daerah Jawa Barat, antara
lain Cikarang dan Karawang. Padahal,
AFTA baru berlaku mulai tahun depan.
Mengenai anggapan bahwa AFTA
membuka lebih banyak kesempatan
bagi pengembang luar untuk masuk
ke Indonesia, hal tersebut belum
dapat dipastikan. Pasalnya,
pemerintah memiliki batasan-batasan
tersendiri bagi pihak asing, sebut saja
larangan bagi asing untuk memiliki
tanah atau properti di Indonesia.
Selain itu, produk pengembang luar
juga tidak bisa langsung diterima oleh
masyarakat Indonesia.
"Alasannya, perusahaan properti harus
tahu lingkungan kita (Indonesia).
Untuk berkembang, perlu ada
bantuan expert (ahli) dari Indonesia,"
kata Tim.
Bentuk erja sama dengan
pengembang lokal, tambah dia,
adalah dengan mendirikan CV. Hal ini
106

memudahkan pengembang luar untuk


masuk ke Indonesia. Keuntungannya
bagi pengembang lokal, yaitu mereka
bisa mendapatkan properti yang jauh
lebih bagus daripada properti di
Indonesia yang sudah ada. Selain itu,
pengembang lokal juga mendapatkan
akses untuk mengembangkan
perusahaan ke luar Indonesia.
Sementara itu, menurut konsultan
properti Knight Frank, pertambahan
tajam nampak pada pembangunan
apartemen kondominium di Asia
Tenggara. Di Indonesia, terdapat
pertumbuhan 184 persen untuk harga
rumah di Jakarta selama dua tahun
terakhir. Angka ini berpotensi terus
bertambah mengingat pertambahan
jumlah konsumen kelas menengah
yang membutuhkan hunian di pusat
kota.
107

Tahun Depan, Pertumbuhan


Properti Mencapai 10 - 15
Persen

Sabtu, 29 November 2014 | 13:38 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Pertumbuhan pasar properti pada
2015 mendatang diprediksi mencapai
10 persen hingga 15 persen. Meski
tetap tumbuh positif, namun lebih
rendah dari pencapaian 2012 dan
2013 yang berada pada kisaran 20
persen hingga 30 persen.
Demikian pendapat beberapa
pengembang yang dirangkum
Kompas.com dalam kesempatan
berbeda, terkait pandangan mereka
terhadap kondisi pasar properti 2015
mendatang.
"Pertumbuhan ekonomi memang
melemah, tidak sekuat 2013 atau
2014. Tapi, jangan lupa, kue pasar
properti kita masih sangat besar. Itu
yang tidak dimiliki oleh negara-
108

negara lainnya. Secara demografi pun,


jumlah populasi dengan daya beli
yang meningkat semakin bertambah,"
jelas Presiden Direktur PT Ciputra
Residences, Budiarsa Sastrawinata,
Jumat (28/11/2014).
Hal senada dikatakan Direktur Utama
PT Summarecon Agung Tbk.,
Johannes Mardjuki. Menurut dia,
pertumbuhan pasar properti masih
positif. Masyarakat banyak yang
menunda pembelian pada tahun ini,
namun akan melakukan transaksi
tahun depan.
"Sekitar 10 persen sampai 15 persen
pertumbuhannya. Itu merupakan
angka moderat. Namun bisa lebih dari
itu. Oleh karenanya kami berani
melansir produk-produk baru. Tahun
depan mulai memasarkan
Summarecon Bogor," buka Johannes,
Kamis (27/11/2014).
Sementara itu, CEO PT Puriampera
Intipratama, Dhanial Djawas, mengaku
optimistis melihat tingkat konfirmasi
109

yang tinggi atas perkantoran yang


dikembangkannya, AD Premier.
"Tingkat konfirmasi perkantoran kami
sudah empat lantai terisi. Itu berasal
dari perusahaan-perusahaan yang
ekspansi dan relokasi. Yang
mengincar, lebih banyak lagi, karena
kami masih menahan untuk
dikeluarkannya harga baru," tutur
Dhanial.
Kenaikan suku bunga
Bertubi-tubi tantangan dihadapi
sektor properti Indonesia, mulai
kebijakan pengetatan kredit Bank
Indonesia, Pemilihan Umum, kenaikan
BBM hingga lonjakan suku bunga
acuan (BI Rate). Tantangan tersebut
menstimuli perubahan suku bunga
kredit properti yang tidak dipandang
negatif oleh pengembang.
Menurut Direktur PT Ciputra Property
Tbk., Artadinata Djangkar, suku bunga
lebih dipengaruhi oleh kondisi
eksternal negara. Sementara itu, tiga
110

faktor lainnya merupakan persoalan


internal dalam negeri.
"Jadi, tantangan pasar properti
Indonesia sebetulnya hanya tiga yakni
pengetatan kredit, kenaikan BBM dan
Pemilihan Umum. Itu pun justru
membuat pertumbuhan sektor
properti Indonesia lebih wajar dan
sehat," ujar Artadinata.
Pasar domestik yang sangat besar,
tambah dia, merupakan kekuatan
yang akan memicu pertumbuhan. Saat
ini, pasar domestik telah bergeser
menjadi real demand (kebutuhan
nyata) ketimbang dua atau tiga tahun
lalu yang justru masih dikuasai
investor dan spekulan.
"Saat ini komposisi real demand lebih
banyak sekitar 55 persen hingga 60
persen, sedangkan investor sekitar 40
persen. Itu terjadi pada proyek
apartemen Amsterdam di Ciputra
International. Konsumen investor
paling banter membeli hanya 4 unit.
Itu pun untuk diinvestasikan sebagai
111

tempat tinggal anaknya kelak," kata


Artadinata.
112

Jatuhnya Harga Minyak Dunia


Berkah Buat Bisnis Properti
Indonesia

Rabu, 10 Desember 2014 | 09:04 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Harga
minyak dunia yang anjlok menjadi 68
dollar AS per barrel berdampak positif
terhadap sektor properti Indonesia.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan
Kebijakan Publik Universitas Gajah
Mada Yogyakarta dan juga ekonom PT
Bank Permata Tbk, A Tony
Prasetiantono, mengatakan hal
tersebut kepada Kompas.com, Selasa
(9/12/2014).
"Sektor properti tetap masih
menjanjikan peluang asalkan
pengembang mampu mencari
segmentasi terbaik untuk beragam
variasi lokasi. Kejelian dan kreativitas
inilah yang menjadi kunci
pertumbuhan positif sektor properti,"
papar Tony.
113

Dia menambahkan, properti akan


tetap tumbuh positif karena
perekonomian Indonesia mendapat
"berkah" dari penurunan harga
minyak dunia. Dengan begitu
kemungkinan besar pemerintah tidak
lagi memberi subsidi untuk bahan
bakar minyak (BBM) jenis premium
RON 88. Ini artinya negara punya
tambahan dana sebesar Rp 291 triliun.
"Nah dana tersebut dapat
direalokasikan untuk hal-hal produktif
dan langsung menyentuh sasaran
penduduk miskin. Seperti
pembangunan infrastruktur jalan,
jembatan, waduk, jaringan kereta
listrik, transportasi publik dan juga
bandara yang akan menjadi stimulus
fiskal yang besar dan dapat menjalar
ke sektor properti" tutur Tony.
Jika pembangunan infrastruktur
terealisasi, tambah dia, maka akan
sangat mempengaruhi sektor properti
yang dapat tumbuh lebih dinamis.
Karena properti erat kaitannya dengan
pembangunan infrastruktur.
114

Pertumbuhan akan semakin melesat


bila Bank Indonesia (BI) selaku
regulator juga dapat
mempertahankan suku bunga acuan
(BI Rate) hingga tahun depan. Bahkan,
kata Tony, harus diturunkan bila inflasi
dapat ditahan maksimal 7,5 persen
hingga akhir tahun 2014.
"BI Rate yang ditahan, dapat
membantu mendorong industri
properti melaju lebih kencang.
Menurut saya, tidak ada urgensinya
bagi BI menaikkan suku bunga tempo
hari. Kenapa? BI terlalu reaktif dan
terburu-buru. Hasilnya pasar malah
bereaksi negatif karena pasar belum
butuh kenaikan BI Rate," tandas dia.
Investasi Asing
Tahun 2015 juga akan diwarnai
semakin derasnya investasi asing
(foreign dircet investment atau FDI).
Pertumbuhan diperkirakan mencapai
15 persen. Lebih kencang ketimbang
Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN).
115

"FDI 2015 bakal naik 15 persen. Ini


dimungkinkan karena simpati
internasional terhadap Indonesia,
terutama Joko Widodo dan Kabinet
Kerja. Selain itu, harga lahan dan
tenaga kerja kita masih lebih
kompetitif dibanding di Tiongkok,
Thailand, atau Vietnam," ujar Tony.
Ada pun negara yang menambah
investasinya adalah Singapura, dan
Tiongkok. Banyak investor Tiongkok
yang perlu penyaluran investasi,
karena biaya di negaranya demikian
mahal. Demikian halnya dengan
investor Singapura, akan semakin
melirik Indonesia.
Presiden Direktur PT Ciputra
Residences, Budiarsa Sastrawinata,
juga sependapat dengan Tony.
Menurut dia, FDI semakin bertambah.
Ini terindikasi dari tingkat okupansi
pekantoran Grade A sebanyak 70
persen dikuasai perusahaan
multinasional dan yang terkait.
"Meski permintaan perkantoran Grade
116

A tak sebanyak tahun 2013, catatan


tahun ini membuktikan peningkatan
permintaan dari perusahaan asing.
Tahun depan justru akan lebih besar
dari tahun ini karena FDI melonjak,"
tutur Budiarsa.
117

Tahun Depan, Prospek


Properti Jauh dari Suram

Selasa, 9 Desember 2014 | 19:33 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Prospek
bisnis properti tahun depan diprediksi
tetap tumbuh positif, terutama
produk-produk untuk segmen kelas
menengah. Segmen kelas menengah
Indonesia pada 2015 nanti bakal
tumbuh menjadi sekitar 90 juta orang
dengan daya beli tinggi.
Tak hanya itu. Kebutuhan hunian juga
bertambah banyak terkait
pertumbuhan populasi 1,49 persen
per tahun. Di sisi lain, backlog
(ketimpangan pasokan dan
kebutuhan) hunian mencapai sekitar
15 juta unit per 2013.
Demikian rangkuman pendapat
pengamat dan pelaku industri dan
bisnis properti di sela-sela diskusi
interaktif Housing Estate-Prospek dan
Peluang Bisnis Properti 2015, kepada
Kompas.com, Selasa (9/12/2014).
118

Ekonom Bank Permata yang juga


Kepala Pusat Studi Ekonomi dan
Kebijakan Publik Universitas Gajah
Mada Yogyakarta, A Tony
Prasetiantono, menjabarkan bahwa
pertumbuhan bisnis dan industri
properti berpeluang besar dan
menjanjikan.
"Jadi, jangan khawatir kepada para
pebisnis properti, karena pemerintah
punya cadangan dana Rp 291 triliun
dari pengurangan subsidi bahan bakar
minyak (BBM) yang akan dialihkan
untuk menggenjot pembangunan
infrastruktur," ujar Tony.
"Nah, pembangunan infrastruktur ini
sangat terkait erat dengan
pembangunan properti.
Pergerakannya akan semakin aktif dan
dinamis pada tahun depan,"
tambahnya.
Selain itu, lanjut Tony, pertumbuhan
akan semakin melesat, bila Bank
Indonesia selaku regulator
melonggarkan pengetatan kredit
119

properti. Terlebih kredit pemilikan


rumah (KPR) melalui penurunan
ketentuan loan to value (LTV) dari
sebelumnya 30 persen hingga 50
persen menjadi 10 persen hingga 20
persen untuk segmen menengah
bawah.
"Demikian juga dengan suku bunga.
Saya tidak melihat urgensinya sama
sekali BI menaikkan BI Rate menjadi
7,75 persen. Penurunan harga BBM
dunia akan mengamankan fiskal
negara. Kenaikan BI Rate itu terlalu
reaktif, terbukti respon pasar negatif.
Jadi, kalau suku bunga KPR sekitar 12-
14 persen untuk KPR akan semakin
memacu pertumbuhan properti,
sementara untuk korporasi sekitar 10
persen ke bawah idealnya," tandas
Tony.
Presiden Direktur PT Ciputra
Residences, Budiarsa Sastrawinata,
berpendapat senada. Dia optimistis
sektor properti masih berjalan positif.
"Terlebih untuk sub sektor perumahan
120

tapak dan apartemen. Namun


pertumbuhan akan lebih tinggi jika
alokasi subsidi BBM dialihkan untuk
properti," kata Budiarsa.
Adapun GM Bahtera Mulia
Propertindo, Feldrik Citra, juga
berharap BI menurunkan suku bunga
dan mengubah ketentuan LTV.
Pasalnya, ketika LTV mulai
diberlakukan, penjualan turun 20
persen.
"Kami memberikan subsidi kepada
konsumen dan mereka antusias tetap
membeli produk kami. Dengan
demikian kami berharap LTV
diturunkan karena pasar masih
demikian banyak yang belum
tergarap," ujar Feldrik yang
memasarkan Permata Cimanggis, dan
Cibubur Residences.
121

Harga Properti Singapura 10


Kali Lebih Tinggi Dibanding
Indonesia

Kamis, 11 Desember 2014 | 12:15 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan
riset yang dilakukan konsultan
properti Knight Frank, Jakarta
mengalami kenaikan harga properti
tertinggi di dunia selama periode
September 2013-2014. Harga properti
di Jakarta naik 27,3 persen, sementara
di Los Angeles, Amerika Serikat, hanya
16,3 persen.
Namun begitu, Marketing Director
Podomoro City, Matius Yusuf
mengatakan belum ada potensi
terjadinya gelembung properti yang
diakibatkan kenaikan harga properti
melebihi kewajaran. Dia menampik
adanya gelembung properti (bubble).
"Di Indonesia tidak mungkin bubble.
Kita lihat, properti Indonesia masih
sangat murah," ujar Matius, Rabu
122

(10/12/2014).
Dia membandingkan kondisi properti
Indonesia dengan Singapura. Saat
berkunjung ke Singapura, Matius
menemukan iklan pemasaran unit
apartemen Lucky Plaza. Lalu, dia
menghubungi bagian pemasaran
untuk menanyakan harga satu unit
apartemen di sana.
"Ternyata, satu unit (apartemen)
dengan dua kamar di sana (Singapura)
harganya Rp 30 miliar. Bayangkan,
satu unit harganya segitu di
Singapura. Di Indonesia apartemen
mewah dua kamar itu seharga Rp 2
sampai Rp 3 miliar," kata Matius.
Hal ini, lanjut Matius, menunjukkan
bahwa harga properti Singapura bisa
10 kali lebih tinggi dibandingkan
Indonesia. Dia memperkirakan, selisih
harga yang sangat jauh antara
Singapura dan Indonesia ini
berdasarkan penghitungan luas
ruangan atau bangunan yang
berbeda.
123

"Kalau di sana (Singapura), hitungnya


pakai square feet (kaki persegi),
sedangkan di Indonesia, pakai square
meter (meter persegi)," jelas Matius.
Seperti diketahui, lanjut dia, satu kaki
persegi adalah sama dengan sebelas
meter persegi. Kesimpulannya,
dengan menggunakan meter persegi,
penjualan apartemen dan Indonesia
bisa sebelas kali lebih murah
dibandingkan Singapura yang
menggunakan kaki persegi. Dengan
demikian, harga properti Singapura
tidak akan terkejar, meski di Indonesia
harganya naik beberapa kali lipat.
124

Tren Properti 2015: Positif di


Semua Subsektor!

Selasa, 13 Januari 2015 | 15:55 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah
mengalami perlambatan pada 2014
akibat aksi penundaan pembelian dan
ekspansi pengembangan, tren pasar
properti tahun ini justru positif di
semua subsektor.
Demikian proyeksi Associate Director
Research Colliers International
Indonesia, Ferry Salanto, dalam
paparan Jakarta and Surabaya
Property Market Report, di Jakarta,
pada Selasa (13/1/2015).
"Tahun 2015 akan lebih baik
dibanding 2014. Tumbuh positif.
Banyak investor (pengembang dan
perusahaan) yang mulai melakukan
eksekusi rencana bisnisnya pada
tahun ini setelah menundanya tahun
lalu," ujar Ferry.
Tahun lalu, lanjut Ferry, tantangannya
125

banyak. Di antaranya aktivitas politik


terkait pemilihan umum legislatif dan
presiden, kenaikan bahan bakar
minyak (BBM), pengetatan kredit Bank
Indonesia, dan pelemahan Rupiah.
"Pertumbuhan positif, akan dialami
semua subsektor baik apartemen,
perkantoran komersial, pusat belanja
(ritel), hotel, maupun kawasan
industri. Namun, subsektor yang
paling punya kesempatan besar untuk
terus tumbuh adalah ritel," tambah
Ferry.
Terlebih isu moratorium pusat belanja
di Jakarta, kata Ferry, menjadi peluang
bagi pengembang untuk membangun
di kawasan pinggiran, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi serta kota
lainnya, terutama Surabaya.
Menariknya, tambah Ferry, Surabaya
menjadi tujuan ekspansi kedua para
peritel setelah Jakarta. Mereka mulai
membawa brand internasional macam
Stradivarius, Zara, New Look, dan
Victoria Secret. Meski bukan brand
126

premium, setidaknya Surabaya dilirik


peritel karena menawarkan peluang
menjanjikan.
"Pasar ritel Surabaya mencatat
performa positif. Secara tahunan,
tingkat hunian naik menjadi 87 persen
tahun 2014. Sementara tahun 2013
hanya 83 persen. Tarif sewa juga kami
prediksi akan mengalami kenaikan
seiring meningkatnya tingkat
okupansi. Meski demikian, tarif sewa
masih 20 persen lebih rendah
ketimbang tarif sewa pusat belanja di
Jakarta," jelas Ferry.
Berbeda dengan subsektor
perkantoran. Menurut Director Office
Services Colliers International
Indonesia, Bagus Adikusumo, meski
tetap positif, namun akan mengalami
penurunan tingkat hunian dari rerata
95 persen tahun lalu, menjadi sekitar
91 persen.
"Penurunan tingkat hunian
disebabkan melonjaknya pasokan
baru kurun 2015-2019 seluas 600.000
127

meter persegi. Namun begitu, pra


komitmen masih stabil. Dari total
pasokan seluas itu, 300.000 meter
persegi di antaranya sudah mendapat
konfirmasi penyewa," tandas Bagus.
Selain penurunan, kemungkinan
terjadinya koreksi harga juga sangat
terbuka. Terutama untuk gedung-
gedung dengan tarif dalam mata
uang dollar AS. Terdepresiasinya
Rupiah menjadi pendorong utama
penyesuaian harga ini.
"Jadi, prospek pasar perkantoran
tahun ini akan sangat bergantung
pada performa tiga bulan pertama
2015. Jika semua angka asumsi
ekonomi makro diimplementasikan,
terutama pertumbuhan ekonomi 5-5,5
persen serta alokasi APBN-P yang
dialihkan ke sektor infrastruktur senilai
Rp 291 triliun, maka subsektor
perkantoran akan lebih pesat lagi
pertumbuhannya," papar Bagus.
Dia menuturkan, ekspektasi tinggi
bisa terwujud jika dana pengalihan
128

senilai Rp 291 triliun sudah mulai


dikucurkan untuk pengembangan
infrastruktur awal tahun. Hal ini akan
menciptakan banyak lapangan kerja,
mendatangkan investor baik asing
maupun domestik, yang pada
gilirannya menstimulasi kebutuhan
ruang perkantoran.
"Investor-investor tersebut tentu saja
membutuhkan ruang perkantoran
representatif sebagai address bagi
kehadiran mereka di Indonesia,"
pungkas Bagus.
129

Surabaya Makin
Diperhitungkan!

Selasa, 13 Januari 2015 | 18:43 WIB


SURABAYA, KOMPAS.com - Surabaya,
kota terbesar kedua di Indonesia
semakin diperhitungkan. Ibu kota
Jawa Timur ini telah bertransformasi
demikian signifikan sehingga menjadi
incaran perusahaan-perusahaan
nasional dan juga multinasional
merealisasikan ekspansi bisnisnya.
Hal tersebut terindikasi dari
menjamurnya pengembangan pusat
belanja (ritel), perkantoran,
apartemen, dan perhotelan. Bahkan
merek-merek internasional yang
sebelumnya hanya bisa ditemui di
Jakarta, kini juga merambah Surabaya.
Associate Director Research Colliers
International Indonesia, Ferry Salanto,
mengemukakan, Surabaya
memperlihatkan pertumbuhan cukup
tinggi terutama di subsektor
perkantoran. Semua wilayah, kecuali
130

Surabaya Utara, yakni pusat, barat,


selatan, dan timur, berkembang pesat.
"Jika pada 2014, jumlah perkantoran
secara kumulatif seluas 291.262 meter
persegi, maka dalam kurun tiga tahun
mendatang yakni 2015-2018 akan
bertambah menjadi 800.000 meter
persegi. Jumlah ini berasal dari 19
gedung," papar Ferry kepada
Kompas.com, Selasa (13/1/2014).
Dengan demikian, lanjut Ferry,
Surabaya mengalami lonjakan gedung
perkantoran sebesar 200 persen!
Menariknya, kata Ferry,
pengembangan perkantoran
mengalami pergeseran. Dari
sebelumnya terkonsentrasi di
Surabaya Pusat, seperti Jl Embong
Malang, dan Jl Tunjungan, mulai
menyebar ke selatan, timur dan barat
seiring pesatnya pengembangan
properti multifungsi.
"Pengembangan perkantoran di
ketiga wilayah tersebut merupakan
bagian dari komponen pembangunan
131

properti multifungsi. Selain


perkantoran terdapat juga apartemen
dan pusat belanja. Ini dilakukan untuk
menarik densitas populasi sekaligus
menghidupkan kegiatan bisnis dalam
satu area," tutur Ferry.
Terbatasnya ketersediaan lahan dan
rencana pembangunan infrastruktur
terpadu seperti jalan lingkar luar
(middle east ring road atau MERR),
mass rapid transit (MRT) merupakan
stimulan yang mendorong ledakan
perkantoran di sana.
Dia melanjutkan, strategi tersebut
terbukti berhasil meningkatkan
tingkat serapan. Alhasil sepanjang
2010-2014, tingkat serapan lebih
tinggi dibanding laju pertumbuhan
pasokan sekitar 4 persen menjadi 87,3
persen. Pada gilirannya, tingginya
tingkat serapan ini memacu kenaikan
harga sewa sebesar 14,3 persen
menjadi rerata sekitar Rp 99.662 per
meter persegi per bulan.
Apartemen
132

Seperti halnya perkantoran, pola


distribusi apartemen juga semakin
merata, yakni di Surabaya barat,
selatan dan timur.
Kendati pasar apartemen di Kota
Pahlawan ini hanya 12 persen dari
jumlah unit apartemen di Jakarta
namun pertumbuhannya begitu tinggi
yakni 142 persen. Pasokan pada 2015
hingga 2018 mendatang sebanyak
25.844 unit yang berasal dari 27
proyek.
Demikian halnya dengan tingkat
serapan yang berada pada posisi 80
persen menstimulasi meroketnya
harga jual. Menurut Ferry, jika harga
jual pada 2012 rerata Rp 14,7 juta per
meter persegi untuk apartemen kelas
menengah, pada 2013-2014 berubah
menjadi rerata Rp 17,9 juta.
Sementara harga apartemen kelas
atas saat ini berada pada posisi rerata
Rp 35 juta per meter persegi.
Pusat belanja
133

Berlakunya moratorium pusat belanja


di Jakarta membuat peritel-peritel
macam Mitra Adi Perkasa Group,
Transmahagaya Group, dan Valiram
Group, memalingkan orientasi
ekspansinya ke Surabaya. Tingkat
kebutuhan ruang ritel pun melesat
cepat. Sementara pasokan pusat
belanja eksisting terbatas.
Mudah ditebak bila kemudian para
peritel mengincar pusat-pusat belanja
yang masih dalam tahap
pengembangan. Sebut saja H&M dan
Uniqlo yang sudah memberikan
komitmen terhadap pusat belanja
yang masih dalam tahap konstruksi.
Selain merek kelas menengah di atas,
Surabaya juga menjadi wilayah
ekspansi brand premium macam Louis
Vuitton, Burberry, Balenciaga, Yves
Saint Laurent, Boss, Michael Kors, Toni
Dress, Rolex, Tag Heuer dan Victoria's
Secret yang akan buka di Tunjungan
Plaza V.
Beberapa peritel lainnya juga tak
134

kalah ekspansif, seperti Marks and


Spencer, Zara, Stradivarius, Cotton On,
New Look, dan lain-lain.
Masuknya nama-nama beken tersebut
berkontribusi besar terhadap kinerja
tingkat hunian pusat belanja sekitar
87 persen atau naik 3,2 persen secara
tahunan 2013-2014. Demikian halnya
dengan sewa yang naik menjadi
sekitar Rp 310.000-Rp 350.000 per
meter persegi per bulan.
Ada pun jumlah pasokan hingga 2018
mendatang akan sebesar 350.750
meter persegi yang berasal dari 14
pusat belanja.
Hotel
Setelah mengalami stagnasi selama
lebih dari satu dekade, sektor
perhotelan Surabaya kembali bangkit.
Sepanjang 2014, kota ini dipenuhi
lima hotel bintang tiga baru dengan
jumlah kamar sebanyak 724 unit.
Sementara hotel bintang lima diisi
oleh Pullman yang menggantikan
135

Meritus Surabaya City Center.


Sehingga secara kumulatif, terdapat
7.865 kamar hingga Desember 2014.
Jumlah tersebut akan berubah seiring
pesatnya pengembangan hotel baru
akibat tingginya permintaan terkait
bisnis MICE (meeting, incentives,
convention and exhibition), dan turis
domestik.
"Hingga 2017 mendatang terdapat
7.242 kamar dari 36 hotel baru yang
didominasi kelas bintang tiga sebesar
51 persen. Sementara bintang 4
sebanyak 41 persen dan bintang lima
sebanyak 5 persen," tutur Ferry.
Dari segi tingkat pengisian kamar
(TPK), kinerja hotel Surabaya memang
menurun menjadi sekitar 55 persen.
Namun tarif rerata harian justru
meningkat. Untuk hotel bintang tiga
naik tipis 1,63 persen. Diikuti hotel
bintang lima yakni 3,79 persen dan
hotel bintang empat sebesar 13,91
persen.
136

Puncak Group Kuasai Pasar


Apartemen Surabaya

Rabu, 14 Januari 2015 | 07:35 WIB


SURABAYA, KOMPAS.com -
Pengembang yang berbasis di
Surabaya, Puncak Group, menguasai
jumlah pasokan apartemen hingga
Desember 2014. Dari total jumlah
kumulatif 18.153 unit yang masuk
pasar ibu kota Jawa Timur, 5.778 unit
atau 32 persen di antaranya berasal
dari pengembang ini.
Associate Director Research Colliers
International Indonesia, Ferry Salanto,
mengungkapkan hal tersebut dalam
paparan Jakarta and Surabaya Market
Report, Selasa (13/1/2015).
"Sepanjang tahun 2014, Puncak Group
berhasil menyelesaikan pembangunan
Puncak Permai untuk Tower A, B, dan
C, dan Puncak Kertajaya untuk Tower
A dan B," ujar Ferry.
Menyusul Puncak Group adalah
137

Pakuwon Group. Raksasa Surabaya


dengan kapitalisasi Rp 23,1 triliun ini
memasok 5.083 unit apartemen yang
berasal dari lima proyek. Kelima
proyek tersebut adalah Water Place,
Educity, Condominium Regency,
Grande Waterplace, De Residences
dan East Coast Apartment.
"Perbedaan Puncak Group dan
Pakuwon Group adalah jumlah unit
dalam satu proyek. Puncak Group
membangun sedikit proyek dengan
jumlah unit masif. Sedangkan
Pakuwon membangun proyek lebih
banyak namun dengan jumlah unit
lebih sedikit," jelas Ferry.
Pengembang lainnya yakni
Gunawangsa Group berada di posisi
tiga pemasok apartemen terbanyak
dengan tujuh persen atau 1.271 unit.
Berikutnya Aktifitas Putra Mandiri
dengan 1.089 unit atau enam persen,
dan Ciputra Group 908 unit atau lima
persen. Sementara 22 persen sisa
pasokan apartemen diproduksi
sejumlah pengembang lainnya.
138

Komposisi nyaris serupa juga terjadi


untuk pasokan tahun 2015 hingga
2018 yang akan datang. Puncak Group
masih menguasai pasar dengan 32
persen atau 8.270 unit dari total
pasokan baru 25.844 unit dari 27
proyek.
Pakuwon Group teraktif kedua dengan
27 persen atau 6.978 unit. Disusul
Gunawangsa Group sebanyak 10
persen atau 2.584 unit, dan PT Tlatah
Gemah Anugerah dengan lima persen
atau 1.292 unit.
Ciputra Group bergeser ke posisi lima
bersama dengan PT PP Properti yang
masing-masing memasok tiga persen
atau 775 unit. Sedangkan 20 persen
pasokan lainnya diproduksi sejumlah
pengembang berbeda.
139

Pertumbuhan Hotel
Berbintang di Bogor Dua Kali
Lipat!

Rabu, 14 Januari 2015 | 18:46 WIB


BOGOR, KOMPAS.com - Siapa tak
kenal Bogor? Kota ini tersohor sebagai
kota hujan dengan daya tarik Kebun
Raya Bogor sebagai destinasi wisata.
Bogor juga dikenal sebagai tempat
peristirahatan.
Jaraknya yang hanya 60 kilometer dari
Jakarta, menjadikan pertumbuhan
kota ini tak kalah pesat dibanding
dengan kawasan satelit lainnya seperti
Tangerang, Bekasi, dan Depok.
Bahkan, di sektor perhotelan, Bogor
lebih unggul.
Menurut catatan HVS, penyedia data
perhotelan global, sampai akhir 2014,
terdapat 17 hotel berbintang baik
berasal dari jaringan lokal, maupun
internasional. Jumlah ini terus
bertambah menjadi dua kali lipatnya
140

pada 2016 mendatang menjadi 32


hotel dengan 2.969 kamar.
Data HVS juga menyebutkan
compound annual growth rate (CAGR)
hotel di Bogor sebesar 40 persen
selama periode enam tahun, mulai
2011 hingga 2016.
Pasar hotel Bogor sendiri didominasi
pengunjung domestik dari total 1,78
juta pengunjung. Terutama mereka
yang berasal dari Jakarta yang
menguasai sebesar 90 persen, dan
wilayah penyangga lainnya sebanyak
2 persen. Sementara turis asing
berasal dari Singapura, Jepang,
Belanda, dan Tiongkok dengan posisi
4 persen. Ada pun sejumlah 4 persen
sisanya berasal dari negara-negara
asing lainnya.
"Pasar hotel Bogor mengalami
pertumbuhan eksponensial. Kota ini
menikmati keuntungan dari
kedekatannya dengan Jakarta sebagai
pusat bisnis dan pemerintahan.
Kebutuhan untuk meeting sangat
141

tinggi, selain faktor kunjungan


wisatawan," tulis HVS.
Ke depan, lanjut laporan tadi, Bogor,
akan menjadi kekuatan besar sebagai
salah satu pasar hotel yang
menjanjikan. Kota ini memiliki
keunggulan dan keunikan khas, di
antaranya keamanan, stabilitas politik,
dan kondisi natura, sebagai destinasi
ideal.
"Hal tersebut mendorong confidence
level (tingkat kepercayaan) investor
untuk melakukan ekspansi di Bogor,"
tambah HVS.
Ada pun merek-merek hotel yang
akan beroperasi hingga 2016
mendatang adalah Aston Sentul
Resorts and Conference Center
sebanyak 220 kamar, Holiday Inn
Express Bogor (170 kamar), ibis Bogor
(120 kamar), Swissbel Hotel Pakuan
Suites and Residences (180 kamar),
Novotel Resort Sentul City (230
kamar), dan Park Royal Rainbow Hills
Bogor (225 kamar).
142

Kemudian The Alana Sentul City


sebanyak 271 kamar, Royal Tulip
Gunung Geulis Bogor (200 kamar),
Golden Tulip Essential Sentul (150
kamar), Harper Puncak Gate Bogor
(303 kamar), Pullman Vimala Hills (250
kamar), Hyatt Regency Sentul 225
kamar.
Sedangkan hotel baru yang sedianya
beroperasi tahun 2014 lalu adalah
Harris Puncak Bogor sebanyak 138
kamar dan Best Western Bogor Icon
(287 kamar).
143

Apartemen Mahasiswa Makin


"Nge-tren" di Surabaya

Kamis, 15 Januari 2015 | 14:22 WIB


SURABAYA, KOMPAS.com - Tren
apartemen untuk mahasiswa semakin
marak di Surabaya. Terutama di
wilayah Surabaya Timur. Hal ini terkait
dengan lokasi kampus macam Intitut
Teknologi Sepuluh November (ITS),
Universitas Airlangga dan sejumlah
perguruan tinggi swasta lainnya yang
terkonsentrasi di sana.
Beberapa pengembang
memanfaatkan peluang ini dengan
membangun ribuan unit apartemen.
Sebut saja PT Pakuwon Jati Tbk yang
mengembangkan apartemen Educity
sebanyak 3.500 unit dalam empat
menara. Menyusul kemudian PT Adhi
Persada Properti yang menggarap
Grand Taman Melati senilai Rp 500
miliar sebanyak 1.053 unit.
Associate Director Colliers
International Indonesia, Ferry Salanto,
144

mengatakan apartemen khusus untuk


mahasiswa akan menjadi tren tahun
ini dan tahun-tahun mendatang.
"Banyak konsumen yang membeli,
dan pasarnya terbilang lumayan besar.
Motif mereka selain untuk ditempati
juga untuk investasi dan disewakan
kembali kepada para mahasiswa
dengan tarif bulanan," ujar Ferry,
Selasa (13/1/2015).
Direktur Keuangan PT Pakuwon Jati
Tbk, Minarto Basuki, mengungkapkan
hal senada, bahwa ceruk pasar
apartemen menengah khusus
mahasiswa, keluarga muda sekaligus
profesional muda, sangat besar.
Namun, mereka tidak memiliki
kemampuan untuk membeli rumah
tapak.
"Mereka selama ini menyewa kamar
kost atau rumah kontrakan dengan
harga sewa sekitar Rp 2,5 juta hingga
Rp 3 juta per bulan. Dengan ditambah
sekitar Rp 1 juta-Rp 1,5 juta, mereka
sudah dapat mencicil dan memiliki
145

tempat tinggal sendiri," ujar Minarto


kepada Kompas.com, Kamis
(15/1/2015).
Dia menuturkan, dengan patokan
harga kurang dari Rp 10 juta per
meter persegi, Educity yang
diluncurkan pada 2011 disambut
antusias pasar. Saat ini, sudah 80
persen terjual. Alhasil, harga pun
mengalami lonjakan tajam. Posisi
harga aktual mencapai Rp 20 juta per
meter persegi.
"Sementara harga rumah tapak di
wilayah Rungkut dan sekitarnya sudah
menyentuh level Rp 1,5 miliar untuk
dimensi 160 meter persegi. Harga
lebih tinggi yakni sekitar Rp 4,5 miliar
dibanderol untuk hunian tapak di
Pakuwon City," ucap Minarto.
Lonjakan harga Educity tersebut, kata
Minarto, dimungkinkan karena
sebagian besar unit dibeli oleh
pembeli pertama atau (end user) yang
langsung menempati propertinya.
Sementara sebagian lainnya dibeli
146

untuk disewakan kembali.


Sedangkan harga Grand Taman Melati
berkisar antara Rp 300 juta hingga Rp
400 juta. Adhi Persada Properti,
merancang apartemen ini dengan
komposisi terbesar adalah tipe studio.
Disusul kemudian unit dua kamar
tidur.
"Fenomena apartemen murah ini akan
terus berlanjut, seiring proses
urbanisasi yang terjadi di Kota
Surabaya. Selain itu, warga pendatang
dari kota lain di Pulau Jawa dan luar
Pulau Jawa, yang berbisnis dan
bersekolah, turut mendongkrak
meningkatnya kebutuhan apartemen
di kota Surabaya," tandas Minarto.
Selain Pakuwon dan Adhi Persada,
menurut data Colliers International
Indonesia, pengembang lainnya yang
aktif membangun apartemen untuk
mahasiswa adalah PT PP Properti,
Puncak Group, dan PT Aktifitas Putra
Mandiri.
147

Harga Minyak Anjlok, Bisnis


Ritel dan Logistik Paling
Diuntungkan

Jumat, 16 Januari 2015 | 10:53 WIB


KOMPAS.com - Harga minyak global
yang terjun bebas sejak enam bulan,
justru berdampak signifikan terhadap
pasar properti Asia Pasifik, terutama
pengembang pusat belanja (ruang
ritel) dan logistik untuk kepentingan
industri.
Menurut JLL, terdapat tiga keuntungan
yang bisa dimanfaatkan, pertama,
empat dari lima negara pengimpor
minyak ada di kawasan Asia Pasifik.
Kedua, penurunan harga minyak akan
sangat mendukung produksi industri.
Ketiga, permintaan industri ritel akan
tumbuh seiring jatuhnya harga-harga
barang konsumsi.
Analisa JLL juga menyebutkan,
penurunan harga minyak saat ini
berbeda ketimbang 2009 lalu yang
148

dipicu melorotnya permintaan.


Fenomena sekarang terjadi karena
melonjaknya jumlah pasokan. Harga
minyak mentah Brent saat ini berada
pada level 50 dollar AS per barel,
demikian halnya dengan harga
minyak AS yang turun di bawah 50
dollar AS per barel.
Dengan demikian, negara-negara Asia
Pasifik yang masih bergantung pada
energi impor dapat memperkuat
posisinya sebagai pengekspor barang.
Pasalanya, pengeluaran energi
menjadi jauh lebih rendah. Pada
gilirannya, hal tersebut akan
meningkatkan neraca perdagangan
dan mendukung tingkat pertumbuhan
yang lebih tinggi lagi di pasar Asia
Pasifik.
Senior Manager Asia Pacific Capital
Market JLL, Nicholas Wilson,
mengatakan, para pemenang utama
dalam pasar properti di kawasan Asia
Pasifik adalah ritel dan logistik.
Keduanya akan mendapatkan
keuntungan dari meningkatnya neraca
149

rumah tangga, seperti biaya energi


yang sangat menyerap pendapatan
konsumen sehingga menggerus daya
beli.
Hal ini akan menghasilkan lonjakan
permintaan barang dan mendukung
perdagangan daring atau e-
commerce. Sementara pasar logistik
akan mendapatkan keuntungan dari
penurunan biaya transportasi sebagai
komponen kunci.
"Pengembang properti juga melihat
beberapa manfaat dari penurunan
harga bahan bangunan dan biaya
transportasi yang akan mengurangi
tekanan pada pengeluaran
konstruksi," tutur Wilson dalam
keterangan tertulis kepada
Kompas.com, Kamis (15/1/2015).
Wilson melanjutkan, meskipun dari 20
besar eksportir minyak secara
keseluruhan, tidak ada yang berada di
wilayah Asia Pasifik, tetapi,
menariknya, empat dari lima negara
pengimpor minyak ada di wilayah ini.
150

Keempatnya adalah Tiongkok, Jepang,


India dan Korea Selatan.
151

Kapitalisasi Pasar Properti


Tahun Ini Naik 8 Persen

Senin, 19 Januari 2015 | 13:14 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kapitalisasi
pasar properti tahun ini diprediksi
meningkat delapan persen. Kenaikan
tidak terlalu tinggi seperti tahun
2012-2013 yang mencapai 15 persen,
namun sudah mulai tumbuh.

Direktur Eksektutif Pusat Studi


Properti Indonesia (PSPI), Panangian
Simanungkalit, mengungkapkan hal
tersebut kepada Kompas.com, Senin
(19/1/2015).
"Pasar properti tahun ini bangkit lagi,
setelah melemah tahun lalu. Meski
tidak beranjak jauh tapi ada
pertumbuhan. Dan ini merupakan
sinyal positif bagi para pelaku bisnis
properti," ujar Panangian.
Dia menuturkan, pertumbuhan
delapan persen merupakan fenomena
152

menarik. Pasalnya, Indonesia masih


dihantui fluktuasi inflasi, dan
tingginya suku bunga yang
dipengaruhi faktor eksternal.
Tahun 2013 inflasi sekitar 8,3 persen
dan tahun 2014 sekitar 8,3 persen
sementara tahun ini, Panangian
memperkirakan inflasi bisa ditekan 4,5
persen-5 persen.
"BI Rate pun akan berubah jadi 8
persen terkait rencana The Fed yang
akan menaikkan suku bunga
acuannya. jadi angka pertumbuhan
delapan persen sudah terhitung bagus
buat pasar properti Indonesia," tutur
Panangian.
Hunian mendominasi
Ada pun subsektor yang akan
mendominasi pasar pada tahun 2015,
kata Panangian, adalah apartemen
untuk kelas menengah bawah di
dalam kota Jakarta dengan harga Rp
600 juta-Rp 1 miliar.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya
153

yang dikuasi investor, apartemen-


apartemen yang masuk pasar tahun
2015 secara mayoritas akan dibeli
oleh pengguna akhir (end user).
"Kalangan menengah bawah ini yang
menjadi captive market buat produk
apartemen dengan luas 36 meter
persegi, 45 meter persegi, dan 60
meter persegi," ucap Panangian.
Sementara perumahan berada di
posisi kedua yang diburu pasar.
Rumah-rumah seharga Rp 400 juta
hingga Rp 600 juta menjadi
primadona. Panangian menegaskan,
meski perumahan tersebut
dikembangkan "di ujung dunia", akan
tetap dibeli oleh konsumen kelas
menengah bawah.
"Subsektor ruko akan mengikuti arah
pengembangan perumahan. Di mana
perumahan dibangun, di situ pasti ada
ruko. Nah, ruko-ruko yang menempel
dengan perumahan yang punya
prospek cerah tahun ini," ujar
Panangian.
154

Dia menambahkan, berbeda halnya


dengan ruko yang dikembangkan di
kawasan-kawasan favorit seperti
Kelapa Gading, Serpong, Puri Indah,
dan Pondok Indah, yang justru bakal
mengalami stagnasi.
"Kalau harga ruko sudah menembus
angka Rp 2 miliar ke atas, itu sudah
tidak feasible dan saya tegaskan tidak
akan laku. Contohnya ruko di St
Moritz Puri Indah, Lippo mengalami
kesulitan menjualnya karena pasar
tidak sanggup menyerapnya," terang
Panangian.
Demikian halnya dengan rumah-
rumah bandar (townhouse) di Kemang
dan Pondok Indah, Jakarta Selatan,
akan mengalami nasib serupa yakni
mandek dalam penjualan.
Perkantoran masih positif
Subsektor lain yang diprediksi bakal
mengalami pertumbuhan positif
adalah perkantoran. Menurut data
PSPI, pasokan perkantoran baru seluas
155

300.000 hingga 350.000 meter


persegi, akan terserap maksimal.
"Pemilu yang berlangsung aman,
kondisi keamanan dan politik yang
stabil, meyakinkan perusahaan
nasional dan multinasional untuk
mengeksekusi rencana bisnis mereka.
Dengan begitu, harga eruang
perkantoran baik sewa maupun strata
tidak akan terkoreksi. Pertumbuhan
masih akan terjadi sebesar 8 persen
hingga 10 persen," tandas Panangian.
Positifnya bisnis perkantoran, tambah
dia, karena investasi asing akan
tumbuh tahun 2015. Presentasi Joko
Widodo di ajang KTT APEC Beijing,
Tiongkok, tahun lalu, serta kebijakan
penghematan energi, dan ambisi
menggenjot pertumbuhan ekonomi
hingga 7 persen, mendapat respon
positif dari pelaku usaha.
"Terlebih pembangunan infrastruktur
dasar dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) menyangkut
jalan tol, pelabuhan, bandara,
156

dermaga diyakini menstimulasi


perekonomian seluruh kawasan di
Indonesia. Hal ini, pada gilirannya
akan memacu investasi asing yang
butuh banyak ruang perkantoran,"
pungkas Panangian.
157

"Di Mana Ada Bank Asing, di


Situ Properti Tumbuh Pesat"

Senin, 19 Januari 2015 | 19:23 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat
properti yang juga Direktur Eksekutif
Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI),
Panangian Simanungkalit,
mengatakan, kehadiran bank asing di
kota-kota besar dan lapis kedua
merupakan pertanda bahwa bisnis
properti di daerah tersebut punya
prospek bagus.
"Di mana ada bank asing, di situ bisnis
properti tumbuh pesat," ujar
Panangian terkait fenomena
pertumbuhan bisnis properti di
daerah kepada Kompas.com, Senin
(19/1/2015).
Menurut dia, kehadiran bank asing di
kota-kota semacam Pekanbaru,
Medan, Balikpapan, Batam, dan
Makassar terbukti mendongkrak
pertumbuhan bisnis properti.
158

"Di Pekanbaru terdapat CIMB Niaga,


Commonwealth Bank, DBS Bank, dan
BII Maybank. Kehadiran mereka
seiring dengan pertumbuhan
propertinya. Lihat saja ada banyak
pembangunan hotel, pusat belanja,
apartemen, dan juga perkantoran,"
imbuh Panangian.
Hotel dibutuhkan, kata dia, karena
permintaan dari para pelancong bisnis
dan pelancong wisata yang
menunjukkan tren meningkat. Per
November 2014 kunjungan ke kota-
kota tersebut mengalami lonjakan
tajam.
Jumlah kunjungan internasional ke
Pekanbaru, contohnya, secara tahunan
naik 5,83 persen menjadi 23.800 turis
dari sebelumnya 23.860. Demikian
halnya ke Medan, jumlah kunjungan
tumbuh 3,99 persen menjadi 205.461
orang. Lonjakan terbesar dialami
Batam, yakni sebesar 8,42 persen
menjadi 1.282.203 kunjungan.
"Pertumbuhan kunjungan tersebut
159

jelas menstimulasi kenaikan


permintaan fasilitas akomodasi.
Dengan begitu tingkat okupansi pun
ikut bergerak positif yang pada
gilirannya mendorong pengembang
membangun hotel-hotel baru," tandas
Panangian.
Sementara ruang perkantoran
dibutuhkan, tambah Panangian, untuk
memenuhi permintaan ekspansi
perusahaan dan para pebisnis.
Terlebih direalisasikannya
pembangunan infrastruktur dasar
sebagai bagian dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) oleh pemerintah hingag 2019
mendatang.
Pembangunan infrastruktur tentu akan
menyedot banyak perusahaan,
pebisnis baru, dan juga tenaga kerja.
Mereka, menurut Panangian, butuh
kantor, butuh rumah, butuh hiburan,
dan juga butuh kredit dan biaya-biaya
lainnya.
"Bank-bank asing, perusahaan
160

nasional dan multinasional itu kan


butuh ekspansi memperluas pasar
melayani para turis asing dan
ekspatriat. Kalau sudah ekspansi
berarti butuh ruang kantor baru kan?
Nah, di situlah pasar pasti (captive
market)-nya. Selain bank asing
dengan back up office-nya, terdapat
juga perusahaan yang bergerak di
sektor perdagangan, manufaktur,
perkebunan, dan pertambangan," ujar
Panangian.
Demikian halnya dengan apartemen
dan perumahan. Hunian akan tetap
menempati posri pertama dalam
alokasi rumah tangga, korporat yang
punya program pemilikan rumah bagi
karyawan (home ownership program),
dan juga investor.
"Pasar hunian strata dan sewa bakal
menunjukkan kenaikan. Ini terutama
didorong oleh faktor jumlah populasi
dan juga berpindahnya orang-orang
dari desa ke kota demi mendapatkan
pekerjaan," pungkas Panangian.
161

Transaksi Rumah
Jadebotabek Stabil

Selasa, 20 Januari 2015 | 18:33 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Penjualan
rumah selama semester II 2014
tercatat relatif stabil. Aktivitas politik
dan kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) tidak terlalu
memengaruhi keputusan konsumen,
terutama pengguna akhir (end user)
untuk membeli rumah.
Peneliti Cushman and Wakefield
Indonesia, Anindya Prayascitta
Samesti, mengatakan hal tersebut
kepada Kompas.com, Selasa
(20/1/2015).
"Sejauh ini, penjualan semester II 2014
relatif stabil. Meskipun belum semua
data terkumpul lengkap, tapi data
yang sudah masuk menunjukkan
kecenderungan stabilitas penjualan.
Tahun ini pun para pengembang yang
kami survei menyatakan
optimismenya dapat mencapai
162

penjualan positif," ujar Anindya.


Anindya melanjutkan, transaksi
penjualan semester II 2014 tidak jauh
berbeda dengan pencapaian pada
semester I 2014 maupun enam bulan
tahun sebelumnya.
Pada semester I 2014, transaksi
penjualan dari 30 proyek perumahan
di Jadebotabek, menembus angka Rp
8,3 triliun. Angka transaksi itu sedikit
menurun dibandingkan pencapaian
pada semester I tahun 2013 senilai Rp
8,35 triliun.
Rata-rata penjualan rumah pada enam
bulan pertama tahun lalu mencapai
100 unit per bulan per perumahan.
Jumlah tersebut berkurang sebanyak
13 unit atau minus 11 persen
dibandingkan dengan rerata
penjualan pada semester I tahun lalu.
Kontribusi terbesar penjualan
perumahan berasal dari Tangerang,
disusul Bogor, dan Depok, kemudian
Bekasi. Mayoritas transaksi penjualan
masih berasal dari segmen atas, yaitu
163

sebesar 30 persen dari total transaksi,


atau sedikit lebih lebih banyak dari
segmen menengah atas yakni 29
persen.
Ada pun rumah paling diminati pasar
seharga Rp 2,3 miliar sampai Rp 4,8
miliar dengan luas bangunan 195-269
meter persegi, dan luas tanah 220-300
meter persegi.
Sementara rumah segmen menengah
tercatat sebanyak 24 persen dari total
transaksi. Harga unit berkisar antara
Rp 876 juta hingga Rp 1,2 miliar
dengan luas bangunan 47 meter
persegi hingga 90 meter persegi dan
luas tanah 62-105 meter persegi yang
paling diminati.
Untuk segmen bawah menempati
porsi 28,48 persen. Tipe paling diincar
konsumen adalah rumah senilai Rp
161 juta hingga Rp 380 juta dengan
dimensi bangunan 33-34 meter
persegi dan luas lahan 78-90 meter
persegi.
164

Harga Perkantoran Premium


Jakarta Termahal Kedua di
Asia Tenggara

Kamis, 22 Januari 2015 | 11:59 WIB

Knight Frank
165

Sepuluh kota yang menawarkan harga


perkantoran premium termahal di
dunia.
JAKARTA, KOMPAS.com - Menurut
hasil riset Global Commercial Property
2015 keluaran Knight Frank,
perkantoran premium Jakarta
menempati posisi kedua termahal di
Asia Tenggara setelah Singapura.

Harga jual ruang kantor premium


Jakarta saat ini mencapai angka 5.690
dollar AS atau setara Rp 70,4 juta per
meter persegi. Dengan uang 100 juta
dollar AS (Rp 1,2 triliun), jumlah
belanja perkantoran perusahaan
multinasional, ruang kantor premium
yang bisa dimiliki seluas 17.572 meter
persegi.
Sementara harga perkantoran
Singapura sendiri saat ini berada pada
posisi 28.340 dollar AS atau ekuivalen
dengan Rp 350,7 juta per meter
persegi. Bangkok di urutan ketiga
dengan 3.967 dollar AS (Rp 49,06 juta)
per meter persegi, dan Kuala Lumpur
166

dengan 2.923 dollar AS (Rp 36,1 juta)


per meter persegi.

Meski demikian, haga jual gedung


perkantoran premium di ibu kota
Indonesia ini masih jauh lebih murah
ketimbang Seoul, Shanghai, Madrid,
dan Dubai.

Jangan bicara perkantoran di


Hongkong, karena harganya termahal
di dunia yakni 70.000 dollar AS (Rp
866,3 juta) per meter persegi. Jadi,
dengan uang di kantong sebanyak
100 juta dollar AS, Anda hanya bisa
membeli ruang kantor seluas 1.427
meter persegi.

Hasil riset tersebut juga mengatakan,


secara global, Jakarta menempati
posisi ke 27 termahal dari 32 kota
dunia yang disurvei.

Ada pun sepuluh kota dengan harga


perkantoran premium termahal, selain
Hongkong, juga Singapura, Tokyo
167

dengan 27.453 dollar AS (Rp 339,7


juta) per meter persegi, Paris dengan
25.033 dollar AS (Rp 309,8 juta) per
meter persegi, London dengan 22.557
dollar AS (Rp 279 juta) per meter
persegi, dan Zurich 20.565 dollar AS
(Rp 254,5 juta) per meter.

Berikutnya Jenewa 20.524 dollar AS


(Rp 254 juta) per meter persegi, New
York 16.310 dollar AS (Rp 201 juta) per
meter persegi, Stockholm 14.165
dollar AS (Rp 175 juta) per meter
persegi, dan Oslo 13.061 dollar AS (Rp
161,6 juta) per meter persegi.
168

Harga Tanah dan Properti di


Dua Kawasan Ini Bakal
Meroket

Jumat, 23 Januari 2015 | 13:42 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak seperti
Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan
Jakarta Selatan yang sudah mapan
dengan harga tanah dan properti
sangat tinggi, Jakarta Barat, dan
Jakarta Timur punya peluang besar
untuk tumbuh lebih pesat.
Member Broker Century 21 Indonesia,
Ali Hanafia, memastikan hal tersebut
terkait fenomena bisnis properti di
Jakarta, kepada Kompas.com, Jumat
(23/1/2015). Kondisi kedua kawasan
tersebut dinilai Ali, under valued (di
bawah harga pasar).
"Tanah di area premium Jakarta Timur
yakni Pulo Gebang, contohnya,
harganya masih berada di kisaran Rp
15 juta. Padahal, Pulo Gebang
merupakan kawasan yang dijadikan
169

sebagai Sentra Primer Baru Timur


(SPBT)," kata Ali.
Di SPBT ini pula telah dibangun
terminal modern terpadu Pulo
Gebang yang bisa diakses masyarakat
dari seluruh Jakarta, dan kawasan
perbatasan Bekasi. Selain itu, moda
Transjakarta juga bisa melintasi
kawasan ini. Pendek kata aksesibilitas
dan infrastruktur Pulo Gebang sama
memadainya dengan kawasan lain di
Jakarta.
Megaproyek Sentra Timur Residences
yang dikembangkan PT Bakrie
Pangripta Loka berkolaborasi dengan
Perum Perumnas, menurut Ali, ikut
menciptakan geliat transaksi properti.
Demikian halnya beberapa
pengembangan apartemen dan pusat
belanja lainnya di luar SPBT seperti
Basura City, Cassablanca East
Residences, Pulomas City, dan lain-
lain.
Sedangkan di area premium Jakarta
Barat, yakni Puri Indah, harga tanah
170

dan properti masih berada pada level


Rp 25 juta hingga Rp 30 juta per
meter persegi. Padahal, dengan
kelengkapan fasilitas umum, fasilitas
sosial, serta kedekatannya dengan
Bandara Internasional Soekarno-
Hatta, seharusnya nilai tanah dan
propertinya bisa mencapai kisaran Rp
35 juta per meter persegi.
Beberapa megaproyek macam St
Moritz Penthouse and Residences, Puri
Indah CBD, dan Ciputra International,
turut mendongkrak reputasi Jakarta
Barat sebagai opsi investasi
selanjutnya.
"Kedua kawasan tersebut punya
potensi untuk tumbuh lebih pesat
lagi. Saya prediksi kenaikan harganya
bisa sampai 20 persen hingga 30
persen tahun ini, seiring banyaknya
proyek properti, infrastruktur, dan
fasilitas yang dibangun," papar Ali.
Dia menambahkan, selain
pembangunan fisik, permintaan tanah
dan properti di Jakarta Barat dan
171

Timur juga terus menguat. Banyak


pembeli yang berasal dari Jakarta
Utara, jenuh dengan tempat
tinggalnya dan relokasi ke Jakarta
Barat.
"Selain itu, kita mengenal adanya
siklus. Tahun ini giliran Jakarta Barat
dan Jakarta Timur yang akan
menonjol dan jadi incaran investor,"
kata Ali.
Melambat
Sementara pergerakan harga tanah
dan properti di ketiga kawasan
lainnya justru semakin terbatas.
Pasalnya, selain harganya sudah
tinggi, sehingga potensi
pertumbuhannya tipis, juga karena
Jakarta Barat dan Jakarta Timur mulai
mengejar ketinggalannya.
"Harga tanah dan properti di area
premium Jakarta Utara yakni Kelapa
Gading sudah mencapai posisi Rp 50
juta hingga Rp 80 juta per meter
persegi. Sementara di Jakarta Selatan
172

yakni Pondok Indah, Senopati, dan


Brawijaya sudah bertengger di angka
Rp 80 juta hingga Rp 120 juta per
meter persegi," ujar Ali.
Dengan demikian, imbuh dia, potensi
untuk naik harga lagi cenderung
menipis. Pertumbuhan diperkirakan
hanya berkisar 10 persen hingga 15
persen. Ali kemudian mengacu
kepada hasil transaksi yang
dibukukannya pada awal Januari ini
yang melambat dibanding periode
yang sama tahun 2014 lalu.
"Transaksi tetap ada, namun
volumenya tidak besar. Pasar masih
melakukan penyesuaian dan juga
momentum Imlek membuat
konsumen menunda pembelian,"
tambah Ali.
173

Pasar Menggiurkan, 7.956


Kondotel Sesaki Bali

Senin, 9 Februari 2015 | 07:00 WIB


DENPASAR, KOMPAS.com - Selain
sektor perhotelan, kondominium-
hotel (kondotel) pun mengalami
pertumbuhan signifikan di Bali.
Bahkan, menurut JLL Indonesia,
pertumbuhannya mencapai 62 persen
hingga akhir 2016 mendatang.
Pasokan baru yang masuk ke pasar
dalam dua tahun tersebut sebanyak
3.308 unit. Dari total jumlah pasokan
baru tersebut, sebesar 78 persen di
antaranya merupakan kondotel kelas
menengah dan 22 persen kelas atas.
Sedangkan pasokan eksisting
sejumlah 4.908 unit, dengan proporsi
kelas menengah sebanyak 81 persen,
dan kelas atas 19 persen. Dengan
demikian, total kumulatif kondotel
yang menyesaki Bali hingga 2016
sejumlah 7.956 unit yang terbagi
dalam 79 persen kelas menengah, dan
174

21 persen kelas atas.


Wilayah Kuta Selatan dianggap paling
favorit sebagai lokasi pengembangan
kondotel, yakni 47 persen dari total
3.308 pasokan baru. Menyusul tempat
kedua Kuta Pusat sebanyak 25 persen,
Kuta Utara 23 persen, dan Denpasar
lima persen.
Sebagian besar dari total pasokan
baru yang akan datang menawarkan
21 hingga 28 hari per tahun kepada
pemilik untuk dapat menempati
propertinya.
Tak hanya pasokan yang mengalami
pertumbuhan, harga kondotel pun
tercatat terus menunjukkan kenaikan
signifikan. Untuk kondotel kelas
menengah, saat ini berada pada
kisaran Rp 24 juta hingga Rp 48 juta
per meter persegi. Sedangkan kelas
atas sudah menyentuh level Rp 42
juta hingga Rp 64 juta per meter
persegi.
Demikian halnya dengan tingkat
penjualan. Untuk kelas menengah
175

sebanyak 82 persen di antara pasokan


baru sudah terjual, sedangkan kelas
atas sebanyak 52 persen.
"Pasar domestik menempati porsi
mayoritas dari total jumlah investor
yang membeli kondotel di Bali.
Mereka mengharapkan ekspektasi
tinggi terhadap sewa, pengembalian
investasi, atau pun buy back
guarantee," tulis JLL.
176

Nih, Tiga Daerah Paling "Hot"


untuk Investasi Properti!

Selasa, 10 Februari 2015 | 21:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kendati
eskalasi pertumbuhan properti tahun
ini tidak sekuat dua tahun lalu, namun
optimisme masih tetap ada. Terlebih
di daerah-daerah spesifik dengan
masyarakat berdaya beli tinggi.
Co-founder and Managing Director
Lamudi Indonesia, Karan Khetan,
mengatakan, ada tiga kota di luar
kawasan Jadebotabek, Bandung,
Surabaya, Medan, dan Makassar, yang
tahun ini bakal menjadi area paling
"hot" untuk investasi dan bisnis
properti.
"Ketiga kota tersebut adalah
Pekanbaru di Riau, Balikpapan di
Kalimantan Timur, dan Manado di
Sulawesi Utara. ketiga kota ini punya
keunggulan spesifik yang tidak
dimiliki kota-kota lainnya dan kami
prediksi akan terus tumbuh dan
177

menjadi pilihan investasi," tutur Karan


kepada Kompas.com, Selasa
(10/2/2015).
Pekanbaru, kata Karan, unggul karena
kota ini merupakan rumah bagi
beberapa perusahaan multinasional,
terutama di sektor minyak-gas, dan
perkebunan. Pertumbuhan
ekonominya di atas 8 persen,
memungkinkan daya konsumsi
masyarakatnya bergerak dinamis.
"Karena itu kebutuhan properti,
terutama hunian, dan komersial terus
menunjukkan pertumbuhan di kota
ini. Prediksi kami, tahun ini,
pengembangan rumah akan
meningkat, demikian pula geliat untuk
perhotelan, dan pusat belanja. Ada
banyak ekspatriat yang membutuhkan
hunian," kata Karan.
Dalam catatan Kompas.com, banyak
pengembang Nasional yang
menggarap kota ini. Satu di antaranya
Ciputra Group. Setelah membangun
portofolio Citra Garden Pekanbaru,
178

Citra Land Pekanbaru, dan Mal Ciputra


Seraya Pekanbaru, mereka akan
berekspansi mdengan mendirikan
Ciputra Business Park.
Selain Ciputra, Pekanbaru juga dilirik
Paramount Land. Bersama Basko
Group, Paramount Land meneruskan
pengembangan Green City seluas 2,4
hektar yang sempat tertunda
pembangunannya selama hampir tiga
tahun.
Secara umum, tak kurang dari enam
pengembangan properti multifungsi
(mixed use project) yang merangkum
hotel, apartemen, pusat belanja, dan
pusat konvensi yang ada di kota ini.
Keenam proyek tersebut adalah Green
City Pekanbaru, Sentra Komersial
Arengka, Riau Town Square, Sadira
Plaza dan Tangram Hotel, Pekanbaru
Park, dan The Peak.
"Sementara Balikpapan, merupakan
magnet paling kuat di Kalimantan.
Kota ini punya kelebihan yakni
infrastruktur yang menunjang bisnis di
179

sektor pertambangan migas,


batubara, dan juga jasa. Kalangan
pendatang menstimulasi
pertumbuhan konsumsi di Balikpapan.
Sehingga banyak pembangunan mal
baru di sini," imbuh Karan.
Saat ini, terdapat setidaknya empat
pusat belanja yang tengah
dikembangkan yakni Pentacity Mall,
The Plaza Balikpapan, Borneo Bay
Mall, dan Balikpapan Supermall. Satu
di antaranya bahkan merupakan pusat
belanja dengan genre gaya hidup
dengan kelas tertinggi di Kalimantan.
Balikpapan, lanjut dia, adalah
pendorong utama sektor properti di
luar Jawa dan Sumatera. Tahun 2015
ini Karan memprediksi ada banyak
investasi masuk, terutama yang
berasal dari investor domestk.
"Terakhir Manado. Kota ini kaya akan
destinasi wisata. Dengan demikian
jenis properti yang bakal berkembang
adalah yang menunjang industri
pariwisata seperti hotel, vila, dan
180

ruang-ruang pertemuan untuk


kegiatan meeting, incentives, and
exhibition (MICE)," kata Karan.
Beberapa raksasa properti sudah
masuk ke kota ini. Sebut saja Sinarmas
Land, Lippo Karawaci, Ciputra Group,
dan menyusul nama-nama lainnya.
Hal ini merupakan indikator kuat
Manado jadi opsi investasi utama di
Pulau Sulawesi.
"Harga lahan dan propertinya masih
terhitung rendah ketimbang Makassar.
Namun begitu, peluang
pertumbuhannya lebih tinggi, karena
Manado berangkat dari nol,
sedangkan Makassar sudah lebih dulu
eksis. Jadi pertumbuhan harga di
Makassar menipis," pungkas Karan.
181

Investasi di Sektor Properti


Tahun Ini Meroket Tajam

Rabu, 11 Februari 2015 | 06:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Pertumbuhan investasi di sektor
properti tahun 2015 bakal melonjak
tajam. Hal ini dimungkinkan karena
kondisi ekonomi dan politik Nasional
membaik, sehingga pasar properti
dan iklim bisnis secara umum, akan
mengalami pertumbuhan.
CEO Leads Property Indonesia,
Hendra Hartono, memprediksi nasib
bisnis properti tahun ini kepada
Kompas.com, Selasa (10/2/2015).
"Lonjakan investasi properti tak hanya
dari investasi dalam negeri langsung
(domestic direct investment atau DDI),
melainkan juga foreign direct
investment atau investasi asing
langsung (FDI)," tutur Hendra.
Mengutip data Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), Hendra
182

memaparkan, investasi properti FDI


melonjak 11 persen lebih tinggi
menjadi Rp 15,6 triliun ketimbang
pencapaian tahun 2014 sebesar Rp
14,1 triliun. Rata-rata pertumbuhan
per tahun atau compound annual
growth rate (CAGR) sebesar 11 persen.
Sementara untuk DDI bakal meroket
166 persen dari realisasi 2014 senilai
Rp 13,1 triliun menjadi Rp 33 triliun.
Hal ini diperkuat oleh data
Pricewterhouse Cooper (PwC) tahun
2014 yang menyebut bahwa sebanyak
57 persen dari investor-investor besar
Nasional akan meningkatkan investasi
mereka dalam kurun waktu 12 bulan
yang akan datang (tahun ini).
Rencana pembangunan infrastruktur
pemerintah dari pengalihan subsidi
bahan bakar minyak (BBM)
mendorong peningkatan investasi
tersebut.
"Jadi, penanaman modal di sektor
properti saat ini sampai akhir 2015
masih menarik," tandas Hendra.
183

Ada pun investor asing yang akan


aktif mengembangkan proyek berasal
dari Singapura, Hongkong, dan
Jepang.
DKI, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali
masih merupakan wilayah favorit.
Sedangkan daerah luar Jawa akan
bertumbuh karena pemerintah fokus
pada hilirisasi produk mineral dan
agro dan terdapatnya pembangunan
15 kawasan industri, 13 di antaranya
berada di luar Pulau Jawa.
184

Jakarta, Jabar, Jatim, dan


Bali Masih Favorit Investasi

Rabu, 11 Februari 2015 | 12:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Empat
wilayah masih merupakan favorit
untuk investasi di sektor properti.
Keempat wilayah tersebut adalah DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan
Bali.
Menurut riset Leads Property
Indonesia, keempat wilayah tersebut
tak hanya menjadi sasaran investasi
asing domestik (domestic direct
investment atau DDI), melainkan juga
investasi asing langsung (foreign
direct investment atau FDI).
"Ada pun investor asing yang akan
aktif mengembangkan proyek
properti berasal dari Singapura,
Hongkong, dan Jepang," ujar CEO
Leads Property Indonesia, Hendra
Hartono, kepada Kompas.com, Selasa
(10/2/2015).
185

Investasi properti FDI tahun ini


diprediksi melonjak 11 persen lebih
tinggi menjadi Rp 15,6 triliun
ketimbang pencapaian tahun 2014
sebesar Rp 14,1 triliun. Rata-rata
pertumbuhan per tahun atau
compound annual growth rate (CAGR)
sebesar 11 persen.
Sementara untuk DDI bakal meroket
166 persen dari realisasi 2014 senilai
Rp 13,1 triliun menjadi Rp 33 triliun.
Hal ini diperkuat oleh data
Pricewterhouse Cooper (PwC) tahun
2014 yang menyebut bahwa sebanyak
57 persen dari investor-investor besar
Nasional akan meningkatkan investasi
mereka dalam kurun waktu 12 bulan
yang akan datang (tahun ini).
Co-founder and Managing Director
Lamudi Indonesia, Karan Khetan,
mengatakan, aktifitas pengembangan
di wilayah DKI Jakarta masih
didominasi oleh pengembangan
apartemen, kondominium, dan
properti komersial seperti
186

perkantoran.
"Sementara di wilayah pinggiran atau
sub-urban, aktif oleh pengembangan
perumahan dan fasilitas komersial
penunjang seperti pusat belanja.
Seiring perubahan gaya hidup dan
meningkatnya populasi, masyarakat
pinggiran tak harus ke pusat kota
Jakarta," ujar Karan.
Wilayah pinggiran DKI Jakarta macam
Serpong, Bintaro, Tangerang, Bekasi,
Depok, masih menjadi primadona
masyarakat untuk tinggal dan
beraktivitas. Demikian halnya dengan
wilayah Bandung, Surabaya, Malang,
dan Bali.
Dalam catatan JLL, Bali diminati untuk
pengembangan hotel, vila, dan
kondotel. Untuk hotel hingga 2018
mendatang akan masuk pasokan baru
sebanyak 15.300 kamar. 17 persen
atau 2.601 di antaranya merupakan
hotel mewah.
Sedangkan kondotel mencatat
pertumbuhan 62 persen hingga akhir
187

2016 mendatang. Pasokan baru yang


masuk ke pasar dalam dua tahun
tersebut sebanyak 3.308 unit. Dari
total jumlah pasokan baru tersebut,
sebesar 78 persen di antaranya
merupakan kondotel kelas menengah
dan 22 persen kelas atas.
Sementara pasokan eksisting sejumlah
4.908 unit, dengan proporsi kelas
menengah sebanyak 81 persen, dan
kelas atas 19 persen. Dengan
demikian, total kumulatif kondotel
yang menyesaki Bali hingga 2016
sejumlah 7.956 unit yang terbagi
dalam 79 persen kelas menengah, dan
21 persen kelas atas.
Bagaimana dengan daerah di luar
Pulau Jawa? Menurut prediksi Leads,
akan ikut bertumbuh secara signifikan
karena pemerintah fokus pada
hilirisasi produk mineral dan agro.
Bakal direalisasikannya pembangunan
15 kawasan industri, 13 di antaranya
berada di luar Pulau Jawa, akan
semakin mendongkrak pertumbuhan
tersebut.
188

Apartemen Makin
Digandrungi, Ini Sebabnya...

Kamis, 12 Februari 2015 | 11:08 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Head of
Research Savills PCI Anton Sitorus
mengatakan, dalam kurun waktu
beberapa tahun terakhir, peminat
apartemen meningkat. Dibandingkan
era tahun 2000, selama sepuluh tahun
ini apartemen banyak diburu pembeli.
Para pembeli tersebut didominasi
oleh penghuni tetap dan investor.
Anton menilai, para end user membeli
apartemen karena kehidupan kota
yang semakin tak menentu.
Sementara itu, bagi investor,
apartemen dianggap sebagai aset
yang bisa digunakan di masa depan.
"Sejak 2013, porsi end user naik akibat
situasi kota yang tidak mendukung
untuk mereka pulang ke rumah,
misalnya macet," ujar Anton pada
paparan 'Jakarta Property Market
Outlook' di Panin Tower, Jakarta, Rabu
189

(11/2/2015).
Anton menjelaskan, para investor
yang saat ini membeli unit dalam
jumlah banyak atau lebih dari satu
bisa memanfaatkannya dalam
beberapa waktu mendatang.
Sementara itu, senada dengan Anton,
President Director Savills PCI Jeffry
Hong, para investor membeli unit
apartemen dan menyimpannya untuk
keluarga mereka. Apartemen menjadi
invetasi keluarga.
"Orang-orang sekarang membeli
untuk masa depan. Dua, tiga unit, atau
satu lantai apartemen, dengan
harapan anak-anak mereka kembali
dari sekolahnya," jelas Hong.
Persiapan itu, lanjut dia, dimanfaatkan
selama anak-anak mereka belum bisa
menghuni unitnya. Seperti diketahui,
harga sewa unit apartemen tidak akan
turun.
"Kelak di 2015 dan seterusnya, harga
sewa apartemen bisa mengalami
peningkatan sampai 20 persen," tutur
190

Hong.
Adapun menurut Technical Advisor,
Rupert Provest, peningkatan minat
masyarakat terhadap apartemen juga
diakibatkan banyaknya fasilitas yang
ditawarkan, mulai fasilitas keamanan
hingga hiburan.
"Keamanan terjamin, ada fasilitas-
fasilitas penunjang, kolam renang,
mal. Ini seperti gaya hidup baru yang
lebih menyenangkan yang tidak
didapatkan dari rumah tapak," kata
Rupert.
191

Kalau Mau Maju, Bangun


"One City One Factory"!

Kamis, 12 Februari 2015 | 16:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - CEO PT
Jababeka Tbk., SD Darmono,
mengatakan, Indonesia bisa maju
pesat dengan perekonomian yang
tumbuh merata di semua kota melalui
penerapan konsep "one city one
factory".
Jika konsep ini berjalan, kata
Darmono, bisa dipastikan dapat
menciptakan ribuan lapangan kerja.
Pada gilirannya perekonomian
bergerak dinamis, dan pendapatan
masyarakat pun meningkat.
"Kami sudah membuktikan di Kota
Jababeka. Terdapat 1.650 perusahaan
yang beroperasi. Perusahaan-
perusahaan ini mempekerjakan ribuan
karyawan. Nah, ribuan karyawan ini
tentunya membutuhkan hunian
sebagai tempat tinggal, pusat belanja,
pasar untuk kebutuhan sehari-hari,
192

dan komersial lainnya," papar


Darmono kepada Kompas.com, di
sela-sela CEO Gathering: ‘Indonesia
Economic Perspective, Infrastructure
and Manufacture, Investment
Opportunities, and Challenges For The
Next Years", di Jakarta, Kamis
(12/2/2015).
Menurut Darmono, implikasi
pengembangan "satu kota satu
kawasan industri" tersebut luar biasa
besar. Kota-kota bisa menjadi mandiri
dan berkelanjutan dengan kualitas
hidup, dan kehidupan yang lebih baik.
Jababeka sendiri tengah berupaya
mencari mitra strategis untuk
mendanai pengembangan 100
kawasan industri atau 100
pengembangan kota baru di seluruh
Indonesia. Darmono menuturkan, dari
seratus rencana pengembangan
kawasan industri atau kota baru,
empat di antaranya sedang dalam
proses konstruksi.
Keempat kawasan industri atau kota
193

baru tersebut adalah Kawasan Industri


Cilegon seluas 1.000 hektar, Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Lesung,
Kawasan Industri Kendal seluas 2.700
hektar, Kawasan Ekonomi Khusus
Morotai.
Sementara 96 lainnya direncanakan
tersebar merata di seluruh Indonesia,
mulai dari Banda Aceh di Sumatera,
hingga Sorong dan Kalimana di
Papua.
"Ada pun kota-kota lainnya yang kami
nilai sangat potensial untuk segera
dikembangkan adalah Bengkulu,
Majalengka, Gresik, Cirebon, Demak,
dan Madura. Namun, karena lahan
kosong kota-kota tersebut terbatas,
pengembangan pun tidak bisa lebih
luas lagi. Paling banter 1.000-2.000
hektar," tandas Darmono.
Sementara kebutuhan lahan untuk
pengembangan kawasan industri atau
kota baru minimal 10.000 hektar.
Luasnya lahan ini dimaksudkan agar
pengembangan kota menjadi lebih
194

fleksibel dan dinamis, baik dirancang


sebagai peruntukan hunian, industri,
perhotelan, bisnis, maupun
perkantoran.
195

CEO Jababeka: Kawasan


Industri Itu Properti Emas

Kamis, 12 Februari 2015 | 14:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia
masih dianggap sebagai destinasi
utama investasi negara-negara di
Asia, termasuk Jepang, dan Korea
Selatan. Selain memiliki potensi pasar
besar dengan jumlah populasi lebih
dari 230 juta jiwa, secara geografi juga
luas dan strategis.
"Indonesia bahkan terlalu besar untuk
digarap sendiri oleh pemerintah
dalam memacu perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi. Swasta harus
dilibatkan. Bagaimana caranya? Beri
swasta kemudahan perizinan, maka
kami akan mengembangkan kawasan
industri dan city development," papar
CEO PT Jababeka Tbk., SD Darmono,
kepada Kompas.com, di sela-sela
acara CEO Gathering: ‘Indonesia
Economic Perspective, Infrastructure
and Manufacture, Investment
196

Opportunities, and Challenges For The


Next Years', Kamis (12/2/2015).
Lebih jauh Darmono menjelaskan,
perizinan harus disertai pengawasan
(controlling) agar investor asing
nyaman dan percaya diri masuk
Indonesia.
"Kawasan industri itu merupakan
properti emas, properti bintang lima.
Semua terjamin untuk berinvestasi di
sini. Semua ada, perumahan, hotel,
pusat belanja, pergudangan, dan lain
sebagainya. Lapangan kerja yang
tercipta juga luar biasa besar dan ini
membantu meningkatkan
perekonomian. Jadi, pemerintah out
source-kan saja untuk pengembangan
kota-kota baru," tandas Darmono.
Dia menegaskan, terkait rencana
pemerintah untuk mengembangkan
14 kawasan industri baru, tak mungkin
seluruhnya bisa digarap sendiri oleh
pemerintah. Jika diserahkan ke swasta,
pemerintah tinggal memberikan izin
dan mengawasi saja. Selanjutnya,
197

pemerintah daerah (Pemda) yang


memiliki domisili, mengatur izin-izin
pengembangannya termasuk IMB dan
lain sebagainya.
100 KI dan kota baru
Jababeka sendiri tengah berupaya
mencari mitra strategis untuk
mendanai pengembangan 100
kawasan industri atau 100
pengembangan kota baru di seluruh
Indonesia. Menurut Darmono, dari
seratus rencana pengembangan
kawasan industri atau kota baru,
empat di antaranya sedang dalam
proses konstruksi.
Keempat kawasan industri atau kota
baru tersebut adalah Kawasan Industri
Cilegon seluas 1.000 hektar, Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Lesung,
Kawasan Industri Kendal seluas 2.700
hektar, Kawasan Ekonomi Khusus
Morotai.
Sementara 96 lainnya direncanakan
tersebar merata di seluruh Indonesia,
198

mulai dari Banda Aceh di Sumatera,


hingga Sorong dan Kalimana di
Papua.
"Khusus di luar Pulau Jawa, kami
membutuhkan lahan minimal 10.000
hektar untuk pengembangan kawasan
industri dan kota baru ini. Untuk itu,
kami akan menggandeng mitra-mitra
strategis asing seperti dari Jepang dan
Korea Selatan. Mereka sangat
berminat," ungkap Darmono.
Deputi Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Bidang Promosi
Penanaman Modal, Himawan
Hariyoga, membenarkan, investor
Jepang dan Korea Selatan sangat
meminati menanamkan modal di
Indonesia. Terutama di sektor
manufaktur dan otomotif yang tentu
saja membutuhkan ruang-ruang
industri untuk operasionalisasi
mereka.
"Dari empat komitmen investasi, dua
di antaranya berasal dari sektor
industri otomotif dengan lokasi
199

ekspansi di Jawa Barat, industri


surfaktan di Dumai (Riau), dan Cilegon
(Banten). Sementara dua lainnya
merupakan properti taman bertema
(theme park), dan pembibitan dan
budidaya pertanian," ujar Himawan.
200

Kawasan Industri di Koridor


Timur Jakarta Mendominasi
Pasar

Selasa, 17 Februari 2015 | 15:18 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kawasan
industri di koridor timur Jakarta,
Bekasi, dan Karawang, mendominasi
pasar sepanjang 2014. Hal ini
dimungkinkan karena infrastrukturnya
paling siap, ketimbang di koridor
barat seperti Serang, dan Cilegon,
Banten.
Terlebih, rencana pengembangan
infrastruktur jalan tol Cikampek-
Palimanan yang bisa mengerek
permintaan lebih tinggi lagi. Menurut
Head of Research and Advisory
Cushman & Wakefield Arief Rahardjo,
tol ini rencananya akan mulai
beroperasi pada musim Lebaran tahun
2015.
"Implikasinya, pasokan baru lahan
industri siap-bangun dari kawasan
201

industri baru di Karawang yang masuk


ke pasar pada kuartal pertama 2015
akan bertambah menjadi 10.700
hektar," ujar Arief, kepada
Kompas.com, di Jakarta, Selasa
(17/2/2015).
Meski permintaan melonjak, namun
rerata ukuran permintaan justru lebih
kecil dari tahun lalu, yakni hanya
sekitar 3,2 hektar per transaksi.
Sementara permintaan pada kuartal
terakhir 2014 hampir seluas 75 hektar.
Serapan tersebut meroket 38 persen
dibandingkan kuartal III.
Secara umum, permintaan sepanjang
2014 lebih baik dari permintaan pada
2013 atau tumbuh sebesar 28 persen.
Tingkat permintaan pada tahun 2014
tercatat sebagai pertumbuhan positif
pertama sejak tiga tahun lalu.
Menurut Arief, mayoritas permintaan
lahan masih berasal dari industri
otomotif terutama yang berasal dari
Jepang. "Pabrik otomotif besar,
misalnya dari Jepang, sudah ada di
202

sini. Mereka yang masuk adalah


supporting industry di bidang
otomotif," ujar Arief.
Dia menuturkan, meski permintaan
mengalami kenaikan, namun
penambahan pasokan baru jauh lebih
besar. Akibatnya, tingkat penjualan
kumulatif terus mengalami penurunan
menjadi 76,5 persen. Angka ini
merupakan tingkat penjualan
terendah dalam lima tahun terakhir.
Ada pun perkiraan harga jual rata-rata
lahan industri, bakal mengalami
peningkatan menjadi sekitar Rp 2,3
juta per meter persegi. Angka ini
tumbuh sebesar 15 persen per kuartal
atau sekitar 20 persen per tahun.
Arief menambahkan, penguatan
permintaan diperkirakan akan
berlanjut hingga tahun depan.
Namun, ukuran rata-rata per transaksi
akan tetap rendah, karena ketiadaan
penggerak permintaan besar yang
akan masuk ke pasar pada 2015.
203

Dampak Moratorium,
Pasokan Mal Jakarta Seret

Selasa, 17 Februari 2015 | 18:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Pasar ritel
Jakarta tahun ini diperkirakan
mengalami pertumbuhan hanya
sebesar 5,4 persen. Penambahan
pasokan berasal dari pusat
perbelanjaan yang telah memiliki izin
sebelum diberlakukannya Instruksi
Gubernur (Ingub) DKI Jakarta tentang
Moratorium Pemberian Izin
Pembangunan Pusat Perbelanjaan,
Pertokoan/Mal dengan Luas Lahan
Lebih dari 5.000 meter persegi.
"Mal baru itu adalah Lippo Mall Puri di
The St. Moritz, Jakarta Barat, Mal
Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara,
One Bel Park, Jakarta Selatan, dan
Central Park Extension di Jakarta
Barat. Pengerjaannya diharapkan
selesai 100 persen pada pertengahan
2015," ujar Head of Reasearch &
Advisory Cushman & Wakefield Arief
204

Rahardjo, di Gedung Bursa Efek


Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Arief menjelaskan, moratorium yang
dikeluarkan mantan Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo, berdampak
pada panjangnya daftar tunggu
peritel yang hendak membuka
tokonya di mal. Tak hanya peritel
lokal, melainkan juga peritel
internasional.
"International store biasanya
menginginkan flat store di Jakarta.
Tetapi, karena lahan mahal, mereka
cari mal. Namun, karena pasokan mal
baru juga terbatas, mereka mengalah
cari di pinggiran Jakarta seperti
Tangerang dan Bekasi," kata Arief.
Meski di Jakarta dan sekitarnya
terdapat banyak pengembangan
proyek multifungsi yang di dalamnya
terdapat pusat belanja, namun hal itu
tidak serta merta dijadikan alternatif
oleh peritel untuk membuka toko
barunya di sana. Biasanya, pengecer
akan melihat dulu segmentasi
205

penduduk di sekitarnya.
"Lihat dulu segmennya. Kalau
segmennya baik, baru
dipertimbangkan masuk di situ,"
sebut Arief.
Hal senada diungkapkan oleh
Managing Director Cushman &
Wakefield David Cheadle. Dia
menambahkan, Jakarta adalah salah
satu lokasi premium yang selalu
diincar oleh peritel internasional.
Hanya, untuk mendapatkan lokasi di
Jakarta, tidaklah mudah.
"Anda harus menunggu bertahun-
tahun untuk mendapatkan lokasi
premium yang high profile. Anda
harus memiliki hasrat tinggi dan
bersabar. Jika tidak mau menunggu,
Anda harus pertimbangkan lokasi
lainnya di sekitar Jakarta," jelas David.
Harga sewa naik
Dengan stagnansi jumlah mal di
Jakarta, sementara pemilik ritel
semakin bertambah, kenaikan harga
206

sewa pun tak terhindarkan. Menurut


Arief, aktivitas sewa akan tetap
berjalan dengan adanya toko baru
yang dibuka oleh peritel asing.
"Tingkat hunian tetap stabil. Karena
terbatas, sementara banyak
permintaan masuk, harga sewa pun
bertumbuh sekitar 5 persen menjadi
rata-rata Rp 711.200 per meter
persegi per bulan," sebut Arief.
Harga sewa toko di dalam mal pada
kuartal 4 tahun 2014 rata-rata adalah
Rp 678.000 per meter persegi per
bulan. Bila dijabarkan, pada lokasi
primer harga sewanya adalah Rp
870.000 per meter persegi per bulan.
Sementara di lokasi sekunder, harga
sewanya mencapai Rp 596.000 per
meter persegi per bulan.
207

Kelangkaan Lahan Picu Harga


Apartemen Terus Meroket

Selasa, 17 Februari 2015 | 20:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kelangkaan
dan tingginya harga lahan di Jakarta
telah menggeser preferensi konsumen
terhadap apartemen strata
(kondominium). Harga apartemen pun
menjadi lebih mahal, dan sulit
dijangkau oleh masyarakat. Terutama
kalangan menengah bawah.
Menurut riset Cushman and
Wakefield, hingga akhir 2014 saja,
harga jual rerata apartemen di wilayah
central business district (CBD)
Jakartamencapai Rp 42,1 juta per
meter persegi. Melonjak signifikan
38,9 persen dari tahun sebelumnya.
Sementara harga rerata apartemen di
area primer tercatat Rp 36,1 juta per
meter persegi atau melesat 26,2
persen jika dibandingkan kuartal
empat 2013.
208

Menurut Head of Reasearch &


Advisory Cushman & Wakefield
Idnonesia, Arief Rahardjo, para
pengembang bakal merespon
fenomena tersebut dengan
menawarkan apartemen yang lebih
terjangkau di kawasan luar Jakarta.
"Meskipun berada di kawasan
pinggiran, namun memiliki akses
langsung ke CBD Jakarta. Sebut saja di
Serpong, Bekasi Barat, dan Cikarang,"
ujar Arief saat paparan Jakarta
Property Outlook, Selasa (17/2/2015).
Arief menjelaskan, hingga akhir 2014,
total kumulatif pasokan apartemen
terbangun di Jakarta tercatat
sebanyak 138.574 unit, naik 4,6 persen
per kuartal dan 16,0 persen per tahun.
Seiring rampungnya 13 proyek
sepanjang tiga bulan terakhir.
"Pada periode yang sama juga
terdapat 22 proyek baru yang
diluncurkan ke pasar. Proyek-proyek
ini menambah total pasokan proyek
mendatang di Jabodetabek menjadi
209

164.980 unit," imbuh Arief.


Proyek mendatang yang baru
diluncurkan tersebut didominasi
proyek kelas menengah (62,4 persen),
diikuti kelas menengah-bawah (26,1
persen), kelas menengah-atas (25,7
persen), dan kelas atas (1,7 persen).
Sementara yang terbangun sebanyak
314 proyek apartemen. Apartemen
kelas menengah-bawah memimpin
pasokan di Jabodetabek dengan 38,0
persen atau sekitar 62,709 unit, diikuti
kelas menengah (35,5 persen), kelas
menengah-atas (14,0 persen), dan
kelas atas (12,5 persen).
Berdasarkan lokasi penyebarannya,
mayoritas apartemen terbangun
terkonsentrasi di wilayah
sekunder, sekitar 73,2 persen dari total
pasokan atau 101.434 unit, sementara
kawasan CBD berkontribusi sebanyak
18,7 persen dan kawasan primer
sebanyak 8,1 persen.
Wilayah sekunder juga menjadi lokasi
untuk hampir seluruh proyek
210

mendatang, memegang sekitar 93,0


persen dari total pasokan, sementara
area primer dan CBD masing-masing
mewakili 3,3 persen dan 3,7 persen.
211

Menggiurkan... Kondominium
Sewa Mendominasi Pasar 80
Persen!

Rabu, 18 Februari 2015 | 12:36 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Pasar
apartemen sewa pada dasarnya dibagi
tiga, yaitu apartemen sewa oleh
pengembang, apartemen servis oleh
operator, dan kondominium sewa atau
condo-for-lease. Dari ketiga jenis
apartemen tersebut, condo-for-lease
saat ini paling besar segmennya.
Condo-for-lease adalah apartemen
yang dijual pada individu, kemudian
ditawarkan kembali ke pasar sewa.
Pasarnya cukup bagus.
"Lebih kurang 80 persen dari total
pasokan yang ada merupakan condo-
for-lease," ujar Head of Research and
Advisory Cushman & Wakefield Arief
Rahardjo, di Gedung BEJ, Selasa
(17/2/2015).
Arief menjabarkan, total pasokan
212

kumulatifnya sebanyak 63.294 unit.


Dari total itu, apartemen sewa dan
servis adalah 7.120 unit. Sementara
jumlah condo-for-lease adalah 56.174
unit.
Saat ini, dengan jumlah pasokan
sangat besar, lanjut dia, okupansi
condo-for-lease pun ikut terpengaruh
secara keseluruhan.
"Untuk keterhunian, di condo-for-
lease memang terendah dari segmen
lainnya karena memang jumlah
unitnya juga paling banyak," kata
Arief
Melalui perincian yang ada, Arief
menjelaskan bahwa okupansi tertinggi
ada pada apartemen sewa, yaitu
sekitar 83 persen. Adapun apartemen
servis sekitar 76 persen dan condo-
for-lease mencapai 60,8 persen.
Harga bervariasi
Saat ini dari ketiga segmen apartemen
sewa itu, kisaran harga condo-for-
lease sulit diprediksi. Pasar di sektor
213

ini sangat kompetitif.


"Harganya juga bervariasi sebab dari
fiturnya atau spesifikasinya bisa
berbeda," jelas Arief.
Lewat gambaran kasar, Arief
menuturkan, harga sewanya terkoreksi
menjadi sekitar 18 dollar AS atau Rp
230.588 per meter persegi. Sementara
itu, pada segmen apartemen servis,
harganya saat ini berada pada kisaran
28 dollar AS atau Rp 358.692 per
meter persegi. Adapun pada segmen
apartemen sewa, harganya hampir
sama dengan condo-for-lease.
Harga sewa ini, kata Arief, diprediksi
akan stabil menjelang akhir kuartal I
2015. Apartemen sewa diprediksi akan
mengalami peningkatan secara
terbatas dikarenakan tingginya tingkat
persaingan. Apartemen sewa akan
terus bertambah pasokannya.
"Pada 2015, diprediksi akan ada
penambahan sebanyak 20.400 unit,"
ucap Arief.
214

Apartemen Menengah Laku


Keras

Rabu, 18 Februari 2015 | 06:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Pasar
apartemen strata (kondominium)
tahun ini diprediksi kian menguat.
Indikasinya, aktivitas pra-penjualan
apartemen strata, terutama kelas
menengah bawah, sepanjang 2014
tercatat sangat aktif.
Head of Research & Advisory
Cushman and Wakefield Indonesia,
Arief Rahardjo, mengutarakan hal
tersebut di Gedung Bursa Efek Jakarta,
Selasa (17/2/2015).
"Pra penjualan terus tumbuh. Pada
2014 terlihat adanya pertumbuhan,
walaupun pasokannya bertambah.
Jadi memang pasar ini sangat kuat,"
ujar Arief.
Tingkat penjualan apartemen strata di
Jadebotabek, kata Arief, mencapai
97,9 persen pada akhir 2014. Angka
215

ini relatif stabil dibanding kuartal


sebelumnya dan naik sebesar satu
persen per tahun.
Jika ditinjau berdasarkan segmen,
tingkat pra-penjualan kondominium
kelas menengah-bawah 58 persen,
kelas menengah 73,4 persen, kelas
menengah-atas 72,7 persen, dan kelas
atas 73,4 persen.
PPnBM pengaruhi pasar
Pemerintah berencana memperluas
objek pajak properti mewah dengan
menurunkan minimum harga properti
yang sebelumnya Rp 10 miliar
menjadi Rp 2 miliar. Hal ini, menurut
Arief, bisa langsung memengaruhi
pasar apartemen strata.
"Kita wanti-wanti, pasti ada
dampaknya pada pasar apartemen
strata. Kalau diturunkan, maka akan
memengaruhi segmen menengah
atas," jelas Arief.
Pasokan baru, yaitu sekitar 165.000
unit ini, kata dia, didominasi kelas
216

menengah. Beberapa proyek yang


baru diluncurkan tersebut antara lain,
Sentra Timur Residence, d'Green
Pramuka Residence, Embarcadero
Suites, Holland Two, Catalonia Tower,
dan Puri Mansion Apartment.
217

Harga Lahan Kawasan


Industri Stabil

Rabu, 18 Februari 2015 | 15:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Harga lahan
kawasan industri masih stabil. Per
Desember 2014, harga lahan kawasan
industri masih berada pada kisaran
150 dollar AS (Rp 1,9 juta) hingga 200
dollar AS (Rp 2,5 juta) per meter
persegi atau sama dengan patokan
harga tahun 2013.
Ketua Umum Himpunan Kawasan
Industri (HKI), Sanny Iskandar,
mengungkapkan hal tersebut kepada
Kompas.com, Rabu (18/2/2015).
"Meski secara kisaran relatif sama,
namun patokan harga lahan kawasan
industri berbeda-beda. Tergantung
pada reputasi kawasan industri, luas
area yang dibeli, dan lokasinya tentu
di dalam kawasan industri," tutur
Sanny.
Meskipun harga lahan kawasan
218

industri stabil, menurut Sanny, tidak


menyurutkan minat investor untuk
membelinya. Sepanjang 2014, tercatat
seluas 450 hektar lahan kawasan
industri terserap pasar.
Dalam catatan HKI, tingkat serapan
lahan kawasan industri tahun 2014,
jauh menurun ketimbang kinerja tiga
tahun terakhir. Pada 2011 terserap
1.200 hektar, 2012 terserap 650 hektar
dan 2013 terserap 450 hektar.
Menurut Head of Research and
Advisory Cushman & Wakefield
Indonesia, Arief Rahardjo, mayoritas
permintaan lahan kawasan industri
masih berasal dari industri otomotif
terutama yang berasal dari Jepang.
"Pabrik otomotif besar, misalnya dari
Jepang, sudah ada di sini. Mereka
yang masuk adalah supporting
industry di bidang otomotif," ujar
Arief.
Dia menuturkan, meski permintaan
mengalami kenaikan, namun
penambahan pasokan baru jauh lebih
219

besar. Akibatnya, tingkat penjualan


kumulatif terus mengalami penurunan
menjadi 76,5 persen. Angka ini
merupakan tingkat penjualan
terendah dalam lima tahun terakhir.
Ada pun pasokan baru tahun ini akan
berasal dari dua pengembangan
kawasan industri baru masing-masing
Artha Industrial Hills seluas 390 hektar
dan Podomoro Industrial Park (PIP)
yang dikembangkan di atas lahan
seluas 542 hektar.
PIP terbagi atas dua lokasi, yakni
pengembangan pertama yang sudah
dimulai dengan lahan seluas 325
hektar dan pengembangan kawasan
industri masa depan (future
development) dengan cadangan lahan
217 hektar.
"Tahun ini pasokan lahan kawasan
industri diharapkan berasal dari kedua
proyek tersebut, masing-masing Artha
Industrial Hills yang dikembangkan
Artha Graha Group, dan Podomoro
Industrial Park yang dibangun Agung
220

Podomoro Group," terang Sanny.


221

Bangun 159 Hotel, Indonesia


Nomor Dua di Asia

Rabu, 18 Februari 2015 | 13:45 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Selama
Januari 2015, Indonesia membangun
sebanyak 28.652 kamar dalam 159
hotel. Jumlah ini menempatkan
Indonesia sebagai negara kedua
terbanyak di Asia dalam
pengembangan hotel.
Posisi teratas ditempati Tiongkok
dengan 140.952 kamar dalam 460
hotel. Menyusul kemudian setelah
Tiongkok, dan Indonesia, adalah India
dengan 161 hotel sebanyak 26.444
kamar, Malaysia dengan 11.885 kamar
dalam 43 hotel.
Sementara Jepang, dan Filipina
berada di peringkat berikutnya
dengan masing-masing 6.851 kamar
dalam 29 hotel, dan 6.777 kamar
dalam 24 hotel.
Dengan demikian, menurut riset STR
222

Global, lembaga penyedia data hotel


internasional, terdapat 542.2017
kamar dari 2.400 hotel dalam pipa
pengembangan di seluruh kawasan
Asia Pasifik.
Total hotel dalam pipa
pengembangan tersebut meliputi
proyek-proyek dalam tahap
konstruksi, perencanaan final, dan
perencanaan untuk dikembangkan.
"Namun, riset ini tidak memasukkan
proyek-proyek perencanaan yang
belum dikonfirmasi," tutur Managing
Director Elizabeth Winkle, dalam
keterangan tertulis yang dikirimkan
melalui surel kepada Kompas.com,
Selasa (17/2/2015)..
Indonesia dengan acuan Jadebotabek
(Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang,
dan Bekasi), dan Bali sebagai pasar
perhotelan utama, semakin dibidik
jaringan operator internasional.
Menurut Cushman and Wakefield,
hingga akhir Desember 2014, hotel
baru yang beroperasi di Jakarta
223

termasuk Double Tree by Hilton,


Holiday Inn Express Thamrin Jakarta,
Santika Jakarta Kelapa Gading, dan
Best Western Grand Palace
Kemayoran. Total jumlah kamar hotel-
hotel tersebut sebanyak 3.900 unit.
Meskipun hotel skala menengah
mendominasi, namun hotel kelas atas
dan mewah menunjukkan signifikansi
pertumbuhan. Termasuk pembukaan
Fairmont Jakarta, Raffles Jakarta,
Westin, Rosewood dan Waldorf
Astoria, tahun ini hingga tiga tahun ke
depan.
Demikian halnya dengan pasokan
untuk pasar Bali yang terus konsisten
menguat, kendati terus dirundung
masalah lingkungan, dan
pembangunan yang tak terkendali
terutama di sepanjang pantai selatan.
Sekitar 5.400 kamar masuk pasar pada
2014, termasuk Sofitel Nusa Dua Bali.
Jumlah ini hanya 20 persen dari
pasokan pada 2013 sebanyak 27.600
kamar. Sementara untuk tahun ini
224

hingga 2018, Bali akan dipenuhi 7.700


kamar baru. Sebanyak 47 persen di
antaranya beroperasi pada 2018.
Hotel-hotel yang beroperasi tahun ini
adalah Alila Seminyak Bali, The Ritz-
Carlton, Westin, Hotel Indigo, dan
hotel-hotel di bawah kendali Tauzia
Group.
Kinerja
Tingginya jumlah kedatangan melalui
Bandara Internasional Soekarno-Hatta
ternyata tidak berpengaruh langsung
terhadap pertumbuhan tingkat
penghunian kamar (TPK). Demikian
halnya dengan masa tinggal tamu
(length of stay).
Mengutip Badan Pusat Statistik,
Cushman and Wakefield menyatakan,
TPK di Jakarta hanya naik tipis 0,3
persen menjadi 57,5 persen.
Sebaliknya, tarif rerata harian (average
daily rate atau ADR) dalam mata uang
lokal memperlihatkan pergerakan
positif, naik 12 persen menjadi rerata
225

Rp 1,04 juta per malam.


Sementara TPK hotel di Bali anjlok 4
persen dengan ADR tumbuh 8 persen
menjadi Rp 1,04 juta per malam.
Pertumbuhan ADR ini yang
mendorong pasar perhotelan di Bali
terus bertahan.
Kesempatan emas
Fundamen untuk pasar perhotelan
Jakarta dan Bali tetap kuat, didorong
jumlah kedatangan internasional dan
domestik yang terus tumbuh
signifikan. Namun demikian, Jakarta
dan kawasan penyangganya, masih
dihantui bayang-bayang buruknya
infrastruktur transportasi publik,
korupsi dan seruan untuk
proteksionisme ekonomi.
Cushman and Wakefield menjelaskan,
kesempatan emas akan terbuka tahun
ini saat terminal baru Bandara
Internasional Soekarno-Hatta
dijadwalkan beroperasi akhir 2015
atau paling lambat awal 2016 serta
226

peningkatan kapasitas dari dua


terminal eksisting menjadi total 62
juta penumpang per tahun.
Demikian halnya dengan
pengembangan ikon wisata lokal
seperti revitalisasi Kota Tua dan
Monumen Nasional, akan menjadi
modal bagi Jakarta untuk menaikkan
TPK dan juga ADR.
Sementara prospek Bali, akan datang
dari pertumbuhan kedatangan asal
Australia, Tiongkok, Malaysia dan
Singapura. Pendatang dari Eropa
seperti Perancis, Inggris dan Jerman
juga terus tumbuh antara 8 persen
hingga 15 persen.
227

Tak Hanya Yogyakarta,


Bandung Pun Disesaki Pusat
Belanja

Jumat, 20 Februari 2015 | 14:00 WIB


BANDUNG, KOMPAS.com - Pusat
belanja tak hanya membanjiri Kota
Yogyakarta, melainkan juga Kota
Bandung. Ibu kota Jawa Barat ini,
bahkan menambah sebanyak
sembilan mal (sewa dan strata) baru
kurun 2014 hingga 2017 ke depan.
Kesembilan pusat belanja tersebut
adalah Bellazona Park Lifestyle Mall,
Sahid Sudirman Lifestyle Mall,
Bandung Electronic Center Extension,
Cihampelas Walk Extension, Parijs Van
Java Mall Extension, Gateway Pasteur
Lifestyle Mall, The Edge Mall, The
Green Kosambi Trade Mall, dan Paskal
Promenade Mall.
Menurut survei Bank Indonesia (BI)
atas Indeks Pertumbuhan Properti
Komersial per kuartal IV tahun 2014,
228

pasokan pusat belanja sewa di Kota


Bandung melonjak 10,10 persen lebih
tinggi ketimbang periode yang sama
tahun sebelumnya.
"Penambahan ruang ritel berasal dari
Bandung Electronic Center (BEC)
Extension. Sehingga secara kumulatif,
total pasokan mal di kota ini seluas
785.030 meter persegi," tulis BI.
Pasokan pusat belanja strata lebih
tinggi lagi, yakni 12,25 persen, dan
menambah koleksi menjadi total
seluas 213.278 meter persegi.
Pesatnya pertumbuhan pasokan pusat
belanja baru tersebut diiringi
meroketnya tarif sewa bulanan. Untuk
mal sewa per Desember 2014
melonjak 17,36 persen menjadi rerata
Rp 391.570 per meter persegi per
bulan. Sementara harga jual pusat
belanja strata melambung 11,56
persen menjadi rerata Rp 51,2 juta per
meter persegi.
Meskipun pasokan bertambah banyak
dan tarif sewa serta harga jual melesat
229

tinggi, namun tidak memengaruhi


kinerja hunian. Pada pusat belanja
strata, tingkat hunian naik 2,46 persen
menjadi rerata 91,44 persen.
Sedangkan pusat belanja sewa stabil
pada angka 92,82 persen.
"Bandung bersama kawasan
Jadebotabek menjadi incaran utama
para peritel nasional dan
internasional. Kota ini terus
menunjukkan pertumbuhan signifikan,
sehingga banyak peritel yang
berekspansi di kota ini," ujar
Managing Director Corporate Strategy
and Services Sinarmas Land, Ishak
Chandra kepada Kompas.com, Selasa
(17/2/2015).
Hal senada dikemukakan Director
Retail Savills PCI, Rosaline Stella Lie.
Menurutnya, Bandung adalah magma
fashion dan gaya hidup di Indonesia.
Kekuatan Bandung ada pada daya
tarik kreatifitas dan spending power
masyarakatnya.
"Tak mengherankan jika H & M, dan
230

Uniqlo serta merek-merek


internasional mewa macam Massimo
Duti, Ferragamo, hadir juga di sini.
Bahkan, salah satu peritel baru asal
Singapura yang berafiliasi dengan
ION Mall, akan masuk pasar
Bandung," ungkap Rosaline.
231

Bisnis Properti di Indonesia


"Enggak Ada Matinya"...

Jumat, 20 Februari 2015 | 10:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis dan
industri properti mengenal siklus
delapan tahunan. Namun, bisnis dan
industri properti Indonesia tidak ada
matinya.
Meskipun gejala pelemahan bisnis
dan dinsutri properti terjadi sejak
semester kedua 2013 dan berlanjut
pada 2014, namun bangkit lagi tahun
ini. Bahkan, pada tahun-tahun
mendatang diprediksi lebih
menjanjikan.
Menurut Managing Director Corporate
Strategy and Services Sinarmas Land,
Ishak Chandra, pada semester kedua
2013, pertumbuhan indeks (index
growth) properti memang melemah.
Saat itu terjadi stagnasi penjualan,
pasca Bank Indonesia menerbitkan
Surat Edaran (SE) No. 15/40/DKMP
tanggal 24 September 2013 terkait
232

penyempurnaan ketentuan Loan to


Value (LTV) atau Financing to Value
(FTV) untuk kredit kepemilikan
properti dan kredit konsumsi
beragunan properti.
"Pelemahan terus berlanjut pada 2014.
Penurunan terjadi pada 2014-2015
saat properti terutama residensial
akan turun, karena LTV, suku bunga
bank tinggi, dan Pemilihan Umum
Legislatif dan Presidensial. Index
growth anjlok 30 persen hingga 40
persen. Tahun 2014 terjadi stagnasi,"
kata Ishak saat pemaparan Sinarmas
Property Outlook 2015, Selasa
(17/2/2015).
Ishak mengatakan, yang anjlok adalah
index growth, bukan pasar dan
harganya. Pertumbuhan harga masih
terjadi walaupun akselerasinya
melambat.
"Index growth tahun 2011 mencapai
seratus persen. Ini merupakan
pencapaian terbaik. Sementara pada
2012 sekitar 70-80 persen dan pada
233

2013 mencapai 50 persen. Tahun lalu


sekitar 30 persen. Namun, harga
masih naik, meskipun
pertumbuhannya tidak cepat," sebut
Ishak.
Kondisi mulai pulih pada semester
2014. Hal itu, kata Ishak, ditandai
dengan tingkat penjualan yang
membaik.
"Sinarmas Land mencatat penjualan
yang lebih baik pada semester 2
tahun 2014. Tahun ini, masih terjadi
penyesuaian terkait situasi politik, BI
Rate yang masih 7,75 persen, dan
harga bahan bakar minyak (BBM).
Namun, semester kedua 2015 akan
pulih kembali hingga akhirnya 2016
meningkat tajam," tutur Ishak.
Anak usaha Sinarmas Land Group, PT
Bumi Serpong Damai TBk (BSDE) saja
berani menargetkan angka pra-
penjualan demikian tinggi yakni Rp
7,5 triliun. Bahkan tahun ini akan
melansir empat proyek baru sekaligus
dengan total gross development value
234

Rp 7,1 triliun.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan
BSDE, Hermawan Wijaya, menyatakan
optimistis tahun ini target pra-
penjualan dapat tercapai. Demikian
halnya dengan laba bersih yang akan
digenjot 10 persen hingga 15 persen
lebih tinggi dari pendapatan tahun
2014 sekitar Rp 5,5 triliun-Rp 5,7
triliun.
"Optimistis dapat tercapai. Karena
Indonesia masih butuh rumah,
apartemen, pusat belanja, dan ruang
komersial lainnya untuk usaha," cetus
Hermawan.
Ishak mengamini, konstelasi bisnis
dan industri properti tahun ini akan
lebih dinamis mengikuti tren global.
Tren tersebut berupa akselerasi
urbanisasi yang bergerak sangat cepat
dan melahirkan pengembangan kota
sekunder (secondary city
development), pertumbuhan
permintaan (rising development
demand), pertumbuhan permintaan
235

ruang komersial (rising commercial


demand), pengembangan
infrastruktur, dan lain sebagainya.
"Keterbatasan lahan yang terjadi di
pusat kota akan melahirkan kota-kota
baru dan kota mandiri, sehingga
terjadi inetrkoneksi ekonomi," lanjut
Ishak.
Terlebih, lanjut dia, jika mengacu pada
pertumbuhan populasi. Menurut dia,
pertumbuhan middle affluent dengan
kemampuan belanja Rp 2 juta hingga
Rp 10 juta per bulan yang menurut
Boston Consulting Group, bakal
mencapai 141 juta pada 2020 nanti,
Indonesia akan dibanjiri investor
asing.
"Arus investasi yang masuk ke
Indonesia akan banyak mengalir.
Jangan heran nantinya banyak
investasi baru di kawasan industri,
banyak pabrik baru, hunian baru dan
lain sebagainya. Karena pasar
Indonesia luar biasa besar. Untuk
tingkat ASEAN, Indonesia memegang
236

40 persen pasarnya," imbuh Ishak.


Dengan segala potensi tersebut, lanjut
Ishak, bisnis properti, terutama
kawasan industri, perumahan tapak,
ritel dan pusat belanja, masuk dalam
spektrum akselerasi dan pemulihan
dalam jam properti atau property
clock.
237

Indonesia, "Investor Darling"


Tahun Ini

Jumat, 20 Februari 2015 | 08:30 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia
masih jadi destinasi investasi nomor
dua di Asia versi Economist Corporate
Network Asia Business Outlook Survey
2014, bahkan nomor empat dunia
versi UNCTAD World Investment
Prospect 2013-2015.
Khusus sektor properti, Indonesia
adalah surga untuk bisnis kawasan
industri, dan residensial (ruman
tapak).
Managing Director Corporate Strategy
and Services Sinarmas Land, Ishak
Chandra, mengatakan hal tersebut
saat pemaparan Sinarmas Property
Outlook 2015, Selasa (17/2/2015).
"Potensi Indonesia luar biasa, jumlah
kalangan kelas menengah hingga elite
(middle affluent) terus meningkat dari
tahun ke tahun dengan daya beli
238

tinggi," ujar Ishak.


Mengutip data McKinsey Global
Institute, Ishak menjelaskan, pada
2012 saja, Indonesia punya 45 juta
masyarakat kelas menengah yang
mampu membelanjakan uangnya di
luar kebutuhan pokok. Jumlah ini
menempatkan Indonesia pada
peringkat 16 kekuatan ekonomi dunia.
Lima belas tahun kemudian, yakni
2030, Indonesia diprediksi akan
menjadi kekuatan ekonomi ketujuh di
dunia dengan jumlah consuming class
mencapai 135 juta orang.
Sementara menurut Boston
Consulting Group, jumlah kelas
middle affluent Indonesia yang punya
kemampuan belanja Rp 2 juta hingga
Rp 10 juta per bulan mencapai 74 juta
pada 2012, dan lima tahun kemudian
membengkak hingga 141 juta orang.
"Jelas ini, sangat seksi dan menarik
minat investor asing. Peluang terbesar
ada pada bisnis kawasan industri dan
perumahan serta ruang ritel (pusat
239

belanja). Ketiga sektor ini tengah


mengalami jam properti meningkat
atau artinya dalam akselerasi dan
pemulihan," tutur Ishak.
Kawasan industri, menurut Ishak ada
pada spektrum akselerasi. Di mana
banyak investor asing dan dalam
negeri yang mendirikan pabrik-pabrik
baru untuk memproduksi barang
kebutuhan pokok, otomotif,
manufaktur, dan lain-lain.
"Kawasan Industri makin dinamis
karena diminati investor terutama asal
Jepang. Mereka terus melakukan
ekspansi di Indonesia," lanjut Ishak.
Komitmen investasi
Bukan isapan jempol bila Indonesia
masih dianggap sebagai ladang
garapan utama bagi investor Jepang.
Dalam lima tahun terakhir, investasi
dalam persetujuan atau izin prinsip
sebanyak 23,7 miliar dollar AS (Rp 300
triliun).
Deputi Kepala Badan Koordinasi
240

Penanaman Bidang Promosi


Penanaman Modal, Himawan
Hariyoga, mengungkapkan dari total
nilai investasi yang disetujui itu,
sejumlah 12,1 miliar dollar AS (Rp
153,1 triliun) di antaranya sudah
direalisasikan dan masuk dalam
pipeline pengembangan proyek.
"Progres aktual, terdapat delapan
investor menyatakan ketertarikan
berinvestasi di Indonesia. Baik untuk
memperluas (ekspansi) bisnis maupun
investasi baru. Dari total delapan
peminat tersebut, empat di antaranya
sudah komit dengan nilai mencapai
1,3 miliar dollar AS atau Rp 16,5
triliun. Jumlah investasi tersebut
dalam kurun 22 Oktober 2014 hingga
10 Februari 2015," tutur Himawan.
Dia menjelaskan tiga investasi
merupakan perluasan atau ekspansi
bisnis, yakni sektor otomotif dengan
lokasi di Jawa Barat, industri surfaktan
di Dumai (Riau), dan Cilegon (Banten),
dan properti taman bertema (theme
park). Sementara lainnya merupakan
241

investasi baru yakni pembibitan dan


budidaya pertanian.
Data Himpunan Kawasan Industri
(HKI) menyebutkan, lahan kawasan
industri yang terserap selama 2014,
seluas 450 hektar. Perusahaan
otomotif, consumer goods, dan
manufaktur masih mendominasi.
Tingkat serapan lahan kawasan
industri tahun 2014, memang jauh
menurun ketimbang kinerja tiga tahun
terakhir. Pada 2011 terserap 1.200
hektar, 2012 terserap 650 hektar dan
2013 terserap 450 hektar.
Namun, penurunan tersebut bukan
disebabkan anjloknya permintaan,
melainkan keterbatasan pasokan
lahan kawasan industri siap pakai.
Sementara pada saat yang sama
tingkat permintaan justru tumbuh
signifikan.
Tahun ini, pasokan hanya berasal dari
dua kawasan industri masing-masing
Artha Industrial Hills seluas 390 hektar
dan Podomoro Industrial Park (PIP)
242

yang dikembangkan di atas lahan


seluas 542 hektar.
PIP terbagi atas dua lokasi, yakni
pengembangan pertama yang sudah
dimulai dengan lahan seluas 325
hektar dan pengembangan kawasan
industri masa depan (future
development) dengan cadangan lahan
217 hektar.
"Tahun ini pasokan lahan kawasan
industri diharapkan berasal dari kedua
proyek tersebut, masing-masing Artha
Industrial Hills yang dikembangkan
Artha Graha Group, dan Podomoro
Industrial Park yang dibangun Agung
Podomoro Group," terang Ketua
Umum HKI, Sanny Iskandar, Rabu
(18/2/2015).
Dengan mempertimbangkan hal itu,
kata Ishak, untuk tahun ini dan tahun-
tahun mendatang, bisnis kawasan
industri bakal moncer. Pada gilirannya,
aktivitas di kawasan industri akan
melahirkan kebutuhan hunian dan
juga ritel.
243

Catat, "Daerah Mati" untuk


Investasi Properti

Sabtu, 21 Februari 2015 | 22:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Selain
kawasan yang tengah bersinar
(sunrise) dan prospektif untuk
investasi, bisnis dan industri properti
juga mengenal "daerah mati" atau
sunset area.
Komisaris PT Hanson Land
International Tbk., Tanto Kurniawan,
mengatakan, ibarat jam matahari
kawasan sunset itu sedang berada
pada pukul 15.00 hingga 18.00 untuk
kemudian redup dan padam.
"Disebut kawasan sunset, karena
sudah terbentuk, mapan, dan lengkap
fasilitasnya namun perlahan tapi pasti
mulai pudar pamornya. Sudah tidak
ada lahan sisa yang bisa
dikembangkan lagi sehingga sulit
untuk mendongkrak kenaikan harga,"
jelas Tanto kepada Kompas.com,
Sabtu (21/2/2015).
244

Sedangkan menurut CEO Leads


Property Indonesia, Hendra Hartono,
"daerah mati" adalah kawasan yang
tidak memiliki harapan untuk
dikembangkan lagi kecuali dilakukan
revitalisasi besar-besaran agar
semakin menarik bagi calon investor.
Hendra tak menampik jika sunset area
merupakan kawasan yang lengkap
fasilitasnya plus dekat dengan pusat
bisnis dan aktivitas serta berada di
pusat kota. Bahkan, bila pun itu
sangat mudah diakses, namun karena
tak bisa digarap lebih lanjut akibat
ketiadaan lahan, maka akan mati.
Dia pun mencontohkan beberapa
kawasan lama di Jakarta Barat. Meski
bisa diakses dengan berbagai moda
transportasi dan dekat dengan pusat
bisnis dan aktivitas serta dikelilingi
berbagai fasilitas macam mal, rumah
sakit, atau sekolah tapi langganan
banjir.
"Banyak orang yang tinggal di sana
kemudian pindah ke lokasi lainnya.
245

Pasalnya, mereka kerja di pusat kota


Jakarta. Sementara kawasan lama
tersebut hanya merupakan kawasan
perumahan, tidak ada basis ekonomi
yang mendukungnya seperti halnya
Kelapa Gading," papar Hendra.
Kelapa Gading, kata Hendra, berbeda
dengan beberapa kawasan di Jakarta
Barat. Di kawasan yang merupakan
bagian dari wilayah Jakarta Utara itu
basis ekonomi sudah terbentuk yakni
jasa dan perdagangan. Warga Kelapa
Gading banyak berbisnis dan
berusaha di kawasan yang sama.
"Jangan lupa, Kelapa Gading itu kota
mandiri. Semua ada di sana mulai dari
ruko sebagai tempat usaha dan bisnis,
mal, hotel, apartemen, bahkan kantor.
Jadi tak mengherankan, meski tiap
tahun dilanda banjir, harga lahan dan
properti di sana tak pernah surut. Ini
yang membuat investor terus
mengincar Kelapa Gading," tutur
Hendra.
Selain itu, demografi Kelapa Gading
246

juga luas rentangnya, mulai kelas


menengah bawah hingga elite tinggal
di sana. Saat dikembangkan pada
kurun 1970-an, rumah yang dibangun
pertama kali adalah tipe kecil yang
menyasar segmen bawah. Seiring
berjalannya waktu, rumah-rumah tipe
besar dan mewah yang dibangun
belakangan serta pusat-pusat
komersial.
Saat ini menurut data Century 21
Indonesia harga lahan dan properti di
Kelapa Gading terus melejit mencapai
Rp 50 juta hingga Rp 80 juta per
meter persegi.
Bukan wilayah favorit
Sementara beberapa kawasan di
Jakarta Barat dan sekitarnya sudah
sejak awal dirancang sebagai kawasan
perumahan elite dengan dimensi 300
meter persegi ke atas. Alhasil, yang
menghuni saat itu adalah kalangan
elite dengan motif investasi.
"Kalangan elite punya requirement
247

sendiri yakni perumahannya harus


punya privasi tinggi, keamanan
terjaga, dan lain-lain hal elitis. Jadinya,
ya mati. Tidak ada aktivitas ekonomi,"
lanjut Hendra.
Kawasan mati lainnya yang tidak
memiliki potensi pertumbuhan bagus
adalah kawasan Kota Tua, juga di
Jakarta Barat, serta Manggarai di
Jakarta Selatan. Ketiganya mengalami
stagnasi selama satu dekade terakhir.
"Kawasan tersebut padat, butuh
penanganan khusus yang tidak saja
melibatkan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, pengembang, juga akademisi
dan para ahli lintas disiplin ilmu.
Revitalisasi satu-satunya cara untuk
mengembalikan kawasan-kawasan
tersebut lebih menarik sehingga
pertumbuhan harga mungkin terjadi
lagi," tandas Hendra.
Sedangkan kawasan Tanah Abang,
Thamrin, Tugu Tani, Pasar Baru, dan
Pasar Senen, masih punya peluang
positif untuk investasi. Hanya, potensi
248

pertumbuhannya tipis. Ini disebabkan,


harga lahan dan properti sudah
sangat tinggi dengan rentang Rp 30
juta per meter persegi hingga Rp 100
juta per meter persegi.
"Sudah begitu, ada masalah spesifik
yang menghambat pertumbuhan
kawasan-kawasan tersebut.
Kekecualian untuk kawasan Thamrin
yang dirancang sebagai bagian dari
segi tiga emas Jakarta, kawasan
lainnya masih punya handicap berupa
penataan yang amburadul, dan
kriminalitas yang berdampak pada
citra negatif," beber Hendra.
Tak mengherankan, imbuh Hendra,
jika Tanah Abang, Pasar Baru, dan
Pasar Senen bukan wilayah favorit
para pencari hunian untuk ditinggali
atau investor untuk mencari
instrumen investasi.
249

Sepuluh Tahun Lagi, yang


Tinggal di Rumah Hanya
Kalangan Berduit

Sabtu, 21 Februari 2015 | 20:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Lahan yang
semakin terbatas di kota-kota besar,
khususnya DKI Jakarta, memaksa para
pengembang untuk membangun
hunian secara vertikal. Pembangunan
rumah tapak (landed house) pun
semakin ditinggalkan.
Seiring berjalannya waktu, Managing
Director PT Modernland Tbk, Andy
Kusuma Natael menilai, akan terjadi
anomali di tahun-tahun mendatang,
yaitu hanya orang-orang berduit saja
yang mampu beli dan bisa tinggal di
rumah tapak.
"Dulu, orang yang punya apartemen
dibilang orang kaya. Tapi, 5-10 tahun
lagi akan terjadi anomali, orang yang
tinggal di rumah di Jakarta, berarti
orang kaya," ujar Andy di Jakarta
250

Convention Center, Senayan, Jakarta,


Jumat (20/2/2015).
Andi menuturkan, beberapa tahun
terakhir, hingga 2015, pembangunan
apartemen semakin gencar dilakukan.
Karena lahan di Jakarta sudah langka
dengan harga yang kian melambung
tingi. Alhasil, pengembang pun
menyasar lokasi-lokasi di pinggiran.
"Di Bodetabek saja sudah susah
sekarang. Maka jadi semakin ke
pinggir lagi," kata Andy.
Rumah-rumah di Jakarta, lanjut dia,
akan jarang ditemui, seiring
banyaknya apartemen yang dibangun.
Ukuran mengecil
Andy menambahkan, jangankan
perumahan, membangun apartemen
dengan harga terjangkau saja di
Jakarta semakin tidak memungkinkan
bagi pengembang karena harga lahan
selangit. Apalagi bagi konsumen
berkantong pas-pasan untuk
membelinya?
251

Menurut data Colliers International


Indonesia, harga apartemen terus
melonjak selama tiga tahun terakhir.
Kenaikan dari tahun 2011 ke 2012
tercatat 11,90 persen, tahun 2012 ke
2013 sebesar 21,20 persen, dan tahun
2013 ke 2014 sebesar 16,90 persen.
Ada pun harga rerata apartemen
sudah mencapai kisaran Rp 27,7 juta
per meter persegi. Dengan rincian
sebagai berikut, untuk apartemen di
area non-premium pada tahun ini
sudah menembus angka Rp 20,76 juta
per meter persegi tumbuh 13 persen
dibanding 2013 sekitar Rp 18,3 juta
per meter persegi.
Harga rerata apartemen di Jakarta
Selatan mencapai Rp 32 juta per
meter persegi atau melonjak 24
persen dari tahun 2013 yang
bertengger di angka Rp 25,9 juta per
meter persedgi. Sedangkan harga
rerata apartemen di area CBD sudah
nangkring di angka Rp 43,5 juta per
meter persegi, meroket 20 persen
ketimbang tahun lalu yang berada
252

pada kisaran Rp 36,2 juta per meter


persegi.
Untuk menyiasatinya, para
pengembang pun mengurangi ukuran
unit-unit apartemen dan rumah yang
mereka bangun. Hal yang justru dinilai
tidak wajar oleh Andy. Dia pun
kemudian menyarankan kepada
pengembang untuk membangun
properti dengan ukuran yang sesuai
kebutuhan. Kepada konsumen pun
disarankan untuk mencari rumah yang
ideal.
"Bangun apartemen, sebaiknya
ukurannya tetap wajar untuk
ditinggali. Tinggalkan ukuran yang
kecil-kecil. Contohnya apartemen di
koridor TB Simatupang. Unit luaslah
yang paling dicari," jelas Andy.
Sementara apartemen atau rumah
tipe 36 dengan dua kamar, akan dirasa
semakin sempit seiring meningkatnya
kebutuhan dan proses pertumbuhan
keluarga. Maka bisa dipastikan rumah
dan apartemen tersebut tidak nyaman
253

untuk ditinggali.
"Menurut saya idealnya dua kamar
tidur itu luas minimalnya 50 meter
persegi. Jangan lupa, untuk dapurnya
juga harus memadai. Jangan ikuti
apartemen model barat yang
dapurnya sempit," tandas dia.
254

Ini Kawasan yang Masuk


Kategori "Sunrise"

Sabtu, 21 Februari 2015 | 14:17 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Klaim
pengembang atas produk-produknya
sebagai sunrise property mulai
menggejala kala perlambatan pasar
properti terjadi awal 2014 hingga kini.
Saat itu, pasar melemah, tingkat
penjualan menurun, dan akselerasi
pertumbuhan harga melambat
sebagai dampak kebijakan pengetatan
kredit berupa loan to value dan
tingginya suku bunga.
Mudah ditebak jika pengembang pun
kemudian berlomba melakukan
berbagai cara demi mempertahankan
tingkat penjualan dan tetap
berproduksi. Salah satunya adalah
kampanye marketing dengan
menggunakan embel-embel sunrise
property untuk mendongkrak nilai
properti sekaligus dapat menarik
minat calon konsumen.
255

Kendati ada beberapa yang sukses


dengan gimmick tersebut, tak sedikit
juga yang gagal. Namun, apa sejatinya
yang dimaksud dengan sunrise area
atau sunrise property? Bagaimana
pula kriterianya?
CEO Leads Property Indonesia,
Hendra Hartono menjelaskan, tidak
ada definisi baku yang dapat
menerangkan dengan jelas sunrise
area atau sunrise property. Menurut
dia, yang ada adalah kawasan yang
sedang tumbuh dan berkembang
dengan tingkat permintaan tinggi.
"Kawasan yang sedang dalam in
demand atau yang lagi hot dan dicari
orang, itu adalah kawasan yang
sedang bersinar. Tingkat permintaan
tinggi, pertumbuhan harga pun
melejit. Sementara harga atau nilainya
sendiri masih relatif lebih rendah
dibanding kawasan yang sudah
mapan," tutur Hendra kepada
Kompas.com, Sabtu (21/2/2015).
Hal senada dikemukakan Komisaris PT
256

Hanson Land International Tbk., Tanto


Kurniawan. Menurutnya, ibarat
matahari terbit, sinarnya masih hangat
yang kemudian menjadi panas dan
lalu meredup padam.
"Kawasan properti yang sudah
"dewasa" diibaratkan sebagai
matahari yang bersinar pada pukul
11.00 hingga 14.00 siang, sangat
menyengat panasnya. Tetapi pada
pukul 15.00 hingga 18.00 sore
sinarnya makin redup dan padam,"
kata Tanto.
Jadi, Tanto melanjutkan, kawasan
sunrise ada pada saat pengembang
menemukan suatu daerah yang
menjanjikan untuk dikembangkan
sebagai suatu kawasan penyangga
baru (hinterland). Kawasan baru ini
tidak jauh dari kawasan atau daerah
yang sudah padat dan mapan, baik
hunian maupun fasilitasnya.
Kawasan sunrise
Ada pun kawasan yang termasuk
257

dalam kategori sunrise, menurut


Hendra adalah Serpong dan
sekitarnya mengarah ke barat dan
selatan, kawasan sepanjang Jakarta
Outer Ring Road (JORR), dan kawasan
sepanjang Jakarta Outer Ring Road
(JORR) 2. Termasuk di dalamnya,
koridor TB Simatupang, Jatiasih,
Cikunir, Pulo Gebang di timur, dan
Puri Indah, Taman Permata Buana,
serta Puri Kembangan di barat.
Khusus Serpong, Hendra mengatakan
sudah sangat mapan. Pasalnya,
pengembangan properti terjadi
demikian masif. Harga jual pun sudah
sangat tinggi dengan nilai lahan
sudah menembus angka rerata Rp 16
juta per meter persegi. Fasilitasnya
pun terbilang lengkap.
"Itulah mengapa Sinarmas Land Group
melalui PT Bumi Serpong Damai Tbk.,
terus menggenjot pengembangan
kawasan pusat bisnisnya (central
business district atau CBD), agar dapat
mendongkrak nilai propertinya lebih
tinggi lagi," ungkap Hendra.
258

Selain itu, Hendra menilai, kolaborasi


yang ditempuh Sinarmas Land
menggandeng Hong Kong Land
merupakan strategi jitu. Proyek
kerjasama ventura, Nava Park,
menyasar segmen atas, di sisi lain
Sinarmas land sendiri melahirkan
produk-produk baru seharga kurang
dari Rp 1 miliar dengan membidik
kelas di bawahnya yakni menengah.
Namun demikian, apa pun itu, kata
Hendra sah-sah saja dilakukan.
Mengingat orientasi bisnis adalah
profit. Lepas dari itu, strategi Sinarmas
Land tersebut mampu menaikkan
pamornya kembali sehingga tercipta
harga patokan baru kelas menengah
atas. Dengan demikian kenaikan harga
properti segmen di bawahnya akan
terdongkrak secara otomatis bila
demand masih tinggi.
"Kesimpulannya, Serpong masih bisa
dibilang kawasan sunrise. Karena
lahannya masih luas dan bisa
dikembangkan dengan berbagai
macam fasilitas. Termasuk convention
259

center, hotel bertaraf internasional,


taman air dan lain sebagainya," tandas
Hendra.
Hal yang sama juga bisa
dikembangkan di wilayah sepanjang
JORR dan JORR 2. Belum ada
pengembangan pusat belanja,
apartemen, sarana hiburan, rekreasi
dan hotel. Yang sedang masif digarap
justru perkantoran. Untuk itu, kata
Hendra, inilah saatnya bagi
pengembang untuk membangun
properti selain perkantoran.
Sementara di pusat kota, kawasan
sunrise ada di CBD Sudirman. Di
kawasan tersebut, imbuh Hendra,
masih tersedia lahan yang belum
dikembangkan. Selain itu, kondisi
infrastruktur, aksesibilitas, dan utilitas
juga sudah terbangun dengan baik.
"Ketika pembangunan Jalan Layang
Non-Tol Kampung Melayu-Tanah
Abang yang melintasi koridor Satrio
berlangsung, banyak perusahaan dan
pengembang kemudian beralih dan
260

membidik CBD Sudirman. Hal itu


memicu tingginya permintaan di
kawasan ini, dan itu terjadi sampai
sekarang," ucap Hendra.
Kenaikan harga
Terkait potensi kenaikan harga yang
bisa dicapai di kawasan sunrise,
sangat bervariasi. Apabila pasar
sedang panas-panasnya, dalam arti
kondisi ekonomi sedang tumbuh
positif, dan daya beli tinggi, kenaikan
harga bisa sampai 100 persen atau
bahkan lebih.
Sebaliknya, tambah Hendra, jika
ekonomi melemah dan kondisi
properti melambat seperti sekarang,
kenaikan harga tidak akan lebih dari
10 persen per tahun. Meski
pertumbuhannya tipis, setidaknya
masih lebih baik dengan kawasan lain
yang cenderung stagnan. Katakanlah
Green Garden, Duta Merlin, dan Kota
Tua.
Sementara Tanto berpandangan,
261

kenaikan harga akan selalu


bergantung pada crowd atau
kepadatan. Oleh karenanya
pengembang harus selalu melihat
bahwa kepadatan ditentukan oleh
banyaknya konsumen yang membeli.
Untuk itu pengembang harus
menunjukkan "jurus terbaiknya"
dalam menciptakan produk yang baik
dari sisi kualitas dan harga serta
keuntungan investasi.
"Kawasan utara Jakarta masih sunrise
mengingat permintaan yang sangat
besar di sana. Tantangannya adalah
bagaimana membuat kawasan baru di
sana dengan perencanaan yang lebih
integrated sehingga problem banjir
tidak terjadi," sebut Tanto.
262

Rupiah Terjengkang, Bisnis


Properti Jalan Terus

Rabu, 4 Maret 2015 | 09:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Semakin
melorotnya nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar AS yang sempat
menyentuh angka Rp 13.000 per 1
dollar AS, ternyata dianggap tak
memengaruhi bisnis properti secara
signifikan. Pasalnya, pasar properti
masih dikuasai oleh pasar menengah
ke bawah dengan produk yang tidak
banyak mengandung konten impor.
"Bisnis dan industri properti kita kan
porsi terbesarnya masih kelas
menengah ke bawah. jadi pengaruh
merosotnya Rupiah tidak terlalu
signifikan. Bisnis properti akan jalan
terus. Pengaruh akan terasa mungkin
untuk properti kelas mewah ya," tutur
Presiden Direktur PT Ciputra
Residences, Budiarsa Sastrawinata,
usai peluncuran EcoPlaza CitraRaya, di
Jakarta, kepada Kompas.com, Selasa
263

(3/3/2015).
Properti mewah, lanjut Budi, selama
ini memang menggunakan material
impor. Tetapi, tidak seluruh gedung
properti mewah bermaterikan bahan
bangunan impor, hanya bagian-
bagian tertentu, seperti elevator, kaca
double glass, atau sistem keamanan
bangunan gedung.
Dengan demikian, menurut Budi,
bisnis properti akan jalan terus. Selain
kebutuhan masih tetap tinggi,
terutama hunian, juga terdapat
stimulus lainnya yakni turunnya BI
Rate dari 7,75 persen menjadi 7,5
persen yang berdampak pada
perubahan bunga kredit pemilikan
rumah (KPR).
"Langkah BTN yang telah menurunkan
bunga KPR, akan diikuti bank-bank
lain. Tentu saja ini kami sambut
gembira. Karena beban masyarakat
untuk mencicil KPR semakin
diringankan dengan penurunan suku
bunga ini," tutur Budi.
264

Lima proyek
Untuk itu, PT Ciputra Residences, kata
Budi, tetap optimistis. Bahkan, tahun
2015 pengembang ini akan
meluncurkan proyek-proyek baru.
Selain EcoPlaza di kawasan
perumahan skala kota CitraRaya
Tangerang, juga akan dikembangkan
beberapa proyek di sejumlah kota.
"Tahun ini kami akan mengeluarkan
lima proyek baru yakni perumahan di
Samarinda dengan luas lahan sekitar
50-70 hektar, perumahan di Malang
seluas 50 hektar, pengembangan
komersial multifungsi di Kemayoran
seluas 2 hektar, perumahan di
Banjarmasin seluas 100 hektar, dan
pengembangan komersial di kawasan
Fatmawati Jakarta Selatan seluas 4,5
hektar," beber Direktur PT Ciputra
Residences Agus Surya Widjaja.
Sementara rencana pengembangan
lainnya di Balikpapan seluas 100
hektar, dan Pontianak seluas 30 hektar
akan menyusul kemudian.
265

Untuk menggarap proyek-proyek


tersebut, kata Agus, sebagian akan
menggunakan dana belanja modal
yang dianggarkan tahun ini sebesar
Rp 1,8 triliun.
"Dengan belanja modal sebesar itu,
kami harapkan dapat mendulang
penjualan marketing tahun ini sebesar
25 persen hingga 30 persen lebih
tinggi dari pencapaian tahun lalu Rp
3,8 triliun," pungkas Agus.
266

Perhatian, "Kepala Naga"


sedang Menghadap ke Barat!

Selasa, 10 Maret 2015 | 17:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam
kacamata Hong Shui, Jakarta Barat
adalah daerah yang strategis karena
"kepala naga" sebagai mitos
peruntungan, sedang menghadap ke
barat. Artinya, daerah ini cocok untuk
tempat tinggal atau bisnis.
Percaya atau tidak, saat ini pun
sejumlah proyek apartemen
bertumbuhan di Jakarta Barat, sebut
saja St Moritz Penthouse and
Residences, Puri Indah CBD, Ciputra
International, dan Bellmont
Residences.
Melihat persaingan apartemen cukup
ketat, Managing Director AKR Land
Development Widijanto mengaku
tidak khawatir.
"Saya justru senang melihat banyak
yang ramai-ramai bangun di sini. Ini
267

menandakan bahwa Jakarta Barat


memang ada daya beli dan bisnisnya,"
ujar Widijanto di Marketing Gallery
West, Kebon Jeruk, Jakarta Barat,
Selasa (10/3/2015).
Widijanto melanjutkan, kompetisi bisa
membuat pengembang berinovasi
untuk menghasilkan produk yang
bagus dan diminati pasar. Jika di satu
kawasan hanya ada satu apartemen
atau satu kantor, konsumen tidak
memiliki pilihan lain.
Pengembang pun, kata Widijanto
tidak berupaya keras untuk
menyajikan fasilitas yang terbaik bagi
konsumen. Bisa saja pengembang
malah menentukan harga
sembarangan dengan kualitas unit
yang kurang memadai.
Jakarta Barat sendiri, tambah dia,
merupakan tempat yang strategis
untuk dibangun kawasan pusat bisnis
atau central business district (CBD)
baru selain Jakarta Selatan. Menurut
dia, segitiga emas tidak bisa terpusat
268

di satu lokasi karena akan


menghabiskan waktu pekerja atau
pebisnis dalam menempuh
perjalanan.
Proyek apartemen dan perkantoran
Dengan nilai investasi sekitar Rp 3,5
triliun, AKR Land Development
merancang Gallery West demi
memfasilitasi pasar usia menengah
baik untuk individu maupun keluarga
di Jakarta Barat. Kompleks
pembangunan ini berisi dua menara
hunian dan perkantoran sekaligus
hotel terpadu.
Untuk "menjual" Gallery West yang
berdiri di lahan seluas dua hektar, ARK
Land menempatkan proyek ini akses
pintu tol Kebon Jeruk. Untuk fasilitas
perkantoran, tersedia ruang strata
dengan total luas bangunan (Gallery
West Office) 31.000 meter persegi
meliputi 22 lantai.
Sementara Gallery West Residence
ditujukan untuk hunian dengan luas
269

bangunan 29.000 meter persegi


setnggi 31 lantai. Di dalamnya terdiri
dari apartemen dan townhomes,
hotel, galeri mobil, serta ballroom,
dan fasilitas lainnya.
"Kompleks pengembangan
terintegrasi ini juga meliputi museum
seni dan hunian hijau dengan kebun
basah dan konsep lockable service
area," ujar Widijanto.
Saat ini, apartemen di Gallery West
Residences ditawarkan seharga Rp 23
juta per meter persegi. Tidak jauh
berbeda, Gallery West Office Tower
dibanderol sekitar Rp 25 juta per
meter persegi.
Hotel bintang empat
Dengan nilai investasi mencapai
90.000 dollar AS per kamar, AKR Land
menggandeng jaringan perhotelan
internasional Starwood Hotels &
Resorts Worlwide Inc. Hotel dengan
luas area 20.000 meter persegi
tersebut akan beroperasi dengan
270

nama Aloft.
AKR bahkan melengkapi fasilitas
museum seni Modern and
Contemporary Art di Nusantara
(MaCAN) untuk memamerkan karya-
karya seniman besar seperti Robert
Indiana dan Bernar Venet.
Widijanto mengatakan, Aloft Hotel
akan menempati lantai 34-41 Gallery
West tepatnya di atas bangunan
kantor. Hotel ini dirancang dengan
jumlah kamar 140 unit.
271

Menurut Kalender Tiongkok,


Memulai Bisnis Properti
Tahun Ini Akan
Menguntungkan

Selasa, 10 Maret 2015 | 14:23 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Menurut
penanggalan Tiongkok, 2015 adalah
Tahun Kambing Kayu, yang dimulai
dari 19 Februari 2015 hingga 7
Februari 2015. Pakar feng shui dari
Universitas Trisakti, Jenie Kumala
Dewi, menyarankan jika ingin memulai
bisnis pada tahun Kambing Kayu,
pengusaha harus mewaspadai
beberapa prospek jenis usaha yang
cocok, termasuk investasi di bidang
properti.
Jenie mengatakan, investor harus
cermat dan lebih bersabar jika ingin
meraih keuntungan. "Tahun 2014
(Kuda Kayu) sudah lewat dan bisa
menjadi pelajaran untuk 2015. Kuda
memiliki unsur api sehingga membuat
suasana panas," ujar Jenie di Jakarta
272

Barat, Selasa (10/3/2015).


Selain iklim yang panas, tutur Jenie,
ada banyak hal yang menimbulkan
emosi dan membuat semua orang
lelah pada tahun lalu. Hal ini
dirasakan juga oleh para pelaku
ekonomi. Situasi politik yang diwarnai
berbagai silang pendapat, terutama
terkait pemilihan presiden sangat
menguras emosi.
Berbeda dengan 2014, Jenie
menuturkan, Tahun Kambing Kayu
2015 yang bekerja adalah unsur kayu
ranting pohon dan tanah kebun.
Menurut dia, ada sedikit energi api
tersembunyi, namun tidak sepanas
tahun lalu.
"Sepanjang 2015, kayu atau tanaman
bisa bertumbuh. Jadi aktivitas
ekonomi juga bisa bertumbuh," jelas
Jenie.
Dia melanjutkan, karakter Tahun
Kambing pada dasarnya lebih damai
dan tenang dibandingkan tahun lalu.
Meski keras kepala, Tahun Kambing
273

penuh dengan hal yang


menenangkan. Karena tenang dan
damai ini, aktivitas cenderung berjalan
agak lambat dan tidak terlalu dinamis.
Hal ini bisa dimanfaatkan oleh
pebisnis baru.
"Kambing Kayu sebenarnya membuka
peluang baik untuk berbisnis, juga
bagi mereka yang ingin memulai
suatu program bisnis baru. Walau
cenderung lambat, namun pasti," ucap
Jenie.
Para pengusaha harus bersabar karena
untuk menghasilkan keuntungan,
butuh proses dan waktu. Jika metode
penanaman dan perawatannya benar,
bagaimana pun akan memberikan
buah atau hasil. Kambing, tambah
Jenie, adalah tanda ke-8 dari
penanggalan Tiongkok yang terdiri
dari 12 shio.
Dalam budaya Tiongkok, angka 8
adalah angka peruntungan serta
lambang harmoni dan ketenangan.
Bila tahun sebelumnya adalah tahun
274

kuda yang dikenal sebagai tahun


penuh kompetisi dan persaingan,
tahun kambing adalah tahun
ketenangan karena berhasil melewati
persaingan.
Bisnis yang menguntungkan pada
tahun ini, menurut Jenie, adalah
properti, bahan bangunan, renovasi
rumah, pendidikan, komunikasi,
elektronik, keamanan rumah, energi,
bisnis makanan, bisnis pameran,
mobil, pertambangan, serta
perbankan dan keuangan.
Bisnis properti khususnya,
diperkirakan akan bersinar tahun ini.
Besarnya permintaan membuat harga
properti akan tetap tinggi, meski ada
perlambatan dalam penyaluran kredit
properti. Seiring bersinarnya properti,
bisnis bahan bangunan dan renovasi
juga turut cemerlang.
275

Pengembang Indonesia
Tahan Banting, Dollar
Menguat Tak Masalah

Selasa, 10 Maret 2015 | 09:13 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Perkasanya
Dollar AS terhadap Rupiah tak mampu
membuat para pengembang
Indonesia gentar. Para pengembang
memiliki kemampuan dan daya tahan
menanggulangi krisis. Bahkan krisis
multidimensi sekalipun yang pernah
terjadi kurun 1997/1998 dan krisis
finansial global 2008.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti
Indonesia (PSPI), Panangian
Simanungkalit, menyatakan mental
pengembang Indonesia telah terbiasa
dengan ketidakstabilan nilai tukar
rupiah. Hal ini jelas dibuktikan saat
krisis tahun 1997/1998.
"Mental pengembang Indonesia itu
sudah gila. Tahan banting, terbukti
mereka mampu bertahan. Malahan
276

pengembang yang terpuruk di tahun


1998 melaju pesat saat ini,” ujar
Panangian kepada Kompas.com, Senin
(9/32015).
Saat ini, lanjut Panangian,
pengembang tidak akan terlalu
memainkan harga properti akibat
depresiasi nilai tukar Rupiah ke level
Rp 13.000 per satu Dollar AS.
Pengembang justru lebih memikirkan
strategi agar mereka mampu
mempertahankan kontinuitas bisnis
properti.
"Pelemahan nilai tukar Rupiah tidak
akan terlalu berpengaruh. Sulit ada
kenaikan harga karena gairah kelas
menengah dalam pembelian properti
sedang turun. Mereka (pengembang)
justru lebih memikirkan strategi agar
bisnis mereka tetap berlanjut. Jadi ada
pengurangan keuntungan sedikit
tidak masalah,” tambah Panangian.
Kendati demikian, Panangian tak
berharap Rupiah tetap melemah.
Pasalnya bila kondisi tersebut
277

bertahan hingga semester kedua


2015, harga properti akan terus
melonjak secara perlahan.
"Pemerintah menjanjikan pada
semester kedua 2015 nilai tukar
Rupiah akan kembali normal. Akan
sangat berbahaya bagi bisnis properti
bila Rupiah tetap melemah.
Pemerintah harus bekerja sama
dengan BI untuk menstabilkan
kembali nilai tukar rupiah,” tukas
Panangian.
278

Dollar Perkasa, Harga


Properti Komersial Melonjak
30 Persen

Selasa, 10 Maret 2015 | 01:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor
perkantoran (high rise building) di
Indonesia diprediksi akan melonjak
akibat depresiasi nilai tukar Rupiah
yang sudah menembus level Rp
13.000 per satu dollar AS.
Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI)
DKI Jakarta, Amran Nukman
menjelaskan hal tersebut disebabkan
adanya penggunaan material impor
dalam pembangunan properti high
rise building.
"Akan ada kenaikan harga properti
high rise building sebesar sekitar 30
persen akibat depresiasi nilai tukar
Rupiah. Ini disebabkan material untuk
pembangunan properti tersebut dibeli
dengan dollar, AS, seperti lift, genset,
dan lainnya,” ujar Amran kepada
279

Kompas.com, Senin (09/03/2015).


Selain properti high rise building,
proyek-proyek pengembangan lain
yang menargetkan kelas menengah
dan dibiayai dengan kredit dollar AS
juga diprediksi akan mengalami
kenaikan harga.
"Oleh karena itu pengembang
menengah atas akan berusaha
menjaga volume penjualan dengan
memberikan bonus bagi para
pembeli, seperti cicilan uang muka
lebih panjang atau yang lainnya,”
lanjut Amran.
Kondisi sebaliknya terjadi pada
properti kelas menengah bawah.
Menurut Amran, komponen impor
yang digunakan dalam pembangunan
properti untuk kelas tersebut sangat
minim.
"Melemahnya nilai Rupiah tidak akan
terlalu berpengaruh pada pasar
properti menengah ke bawah.
Penggunaan komponen impor dalam
perumahan lokal sangat minim. Selain
280

itu, kredit untuk angsuran properti


juga menggunakan Rupiah, bukan
Dollar AS," tandas Amran.
281

Gelombang Investasi Asia


"Hantam" Eropa

Kamis, 12 Maret 2015 | 12:59 WIB


KOMPAS.com - Gelombang investasi
properti asal Asia semakin gencar
menguasai pasar Eropa saat ini. Hal ini
dibuktikan dengan angka
pertumbuhan investasi yang melonjak
44 persen sepanjang 2014 lalu
menjadi 14 miliar Euro atau ekuivalen
dengan Rp 195,8 triliun.
Jumlah tersebut bakal melambung
lagi hingga empat tahun ke depan.
Catella Research memperkirakan
investasi Asia yang tersebar di Eropa
bakal menembus angka 25 miliar Euro
atau setara Rp 349,7 triliun.
Para investor properti Asia berlomba
memperebutkan aset properti
berkualitas tinggi di lokasi-lokasi
premium Eropa. Alhasil persaingan
berlangsung sengit, terutama di
negara-negara macam Inggris,
Perancis, dan Jerman.
282

Bahkan, investor properti asal


Tiongkok, menjadikan Inggris sebagai
wilayah ekspansi, dan diversifikasi
investasi mereka.
Lantas, apa yang mendorong investor
Asia ini tertarik merambah Eropa yang
selama ini tidak masuk dalam radar
investasi utama?
"Motivasi dan alasan yang tepat
adalah rasa ingin tahu tentang
harapan tinggi untuk mendapatkan
keuntungan yang tidak diketahui
sebelumnya. Karena tidak pernah
terjadi dalam 20 tahun terakhir
gelombang besar dialami Eropa
seperti ini," ujar Group Head of
Research Catella, Thomas Beyerle.
Apalagi, jika dibandingkan dengan
kawasan Asia-Pasifik dan Amerika
Utara, Eropa sejauh ini tidak termasuk
dalam hitungan mereka. Kini,
sebaliknya terjadi, ada harapan yang
tinggi untuk pasar properti di Benua
Eropa.
London tampil sebagai pasar utama
283

destinasi investasi Asia, dalam empat


kuartal terakhir. Menyusul Perancis
dengan pertumbuhan 2,5 persen
pangsa pasar investasi komersial Asia,
Belgia naik 14 persen, Jerman sebesar
6 persen, dan Spanyol 3 persen.
Ada pun investasi Asia ini berasal dari
perusahaan asuransi, dan
kesejahteraan, dan lembaga investasi
Singapura, Malaysia, serta Korea
Selatan. Sementara Tiongkok, masih
menempati posisi teratas dan
merupakan pendorong utama hingga
2019 mendatang.
Faktor lain adalah gelombang
liberalisasi sosial politik di negara-
negara Asia. Gerakan menuju Eropa
semakin semarak dengan embel-
embel diversifikasi, stabilitas, dan
inflasi. Demikian halnya aspek rule of
law, stabilitas politik, transparansi
pasar, dan standard pasar.
"Atas dasar alur argumentasi ini kita
juga bisa menyimpulkan bahwa
strategi investasi properti di lokasi
284

utama akan terus berlanjut selama


beberapa waktu ke depan," tambah
Thomas.
285

Harga Minyak Anjlok Tak


Pengaruhi Bisnis Properti
Indonesia

Kamis, 12 Maret 2015 | 07:00 WIB


JAKARTA, KOMOPAS.com - Anjloknya
harga minyak mentah dunia hingga
sekitar 60 persen sejak pertengahan
2014, memang berdampak besar bagi
produsen minyak namun tidak bagi
konsumen akhir. Ini berarti dampak
penurunan harga minyak tidak
signifikan bagi pasar properti.
Managing Director Lamudi Karan
Khetan menganalisa kemerosotan
harga minyak mentah dunia terhadap
bisnis dan industri properti di
Indonesia tersebut. Menurutnya,
ekonomi Indonesia bukan hanya
didorong oleh minyak.
"Sumber daya alam (SDA) seperti
minyak dan gas serta pertambangan
hanya berkontribusi sekitar 11 persen
dari pendapatan domestik bruto (PDB)
286

Indonesia, dibandingkan misalnya,


Nigeria yang sektor migasnya
menyumbang sekitar 35 persen dari
total PDB-nya," tutur Karan kepada
Kompas.com, Rabu (11/3/2015).
Indonesia, lanjut Karan, sering salah
diperkirakan sebagai produsen
minyak besar karena pernah menjadi
anggota OPEC, namun produksi
minyak telah berkurang selama
dekade terakhir. Malahan, PDB-nya
lebih banyak disumbang oleh industri
manufaktur hingga 24 persen.
Saat harga minyak dinaikan hingga 44
persen pada pertengahan 2013, harga
properti juga naik sekitar 35 persen.
Inilah mengapa pasar tidak kaget lagi
dengan kenaikan itu. Ekonomi
Indonesia didorong oleh para
konsumen. Sebagai negara dengan
populasi terbanyak keempat di dunia,
Indonesia memiliki konsumen yang
besar dan konsumsi privat hingga 60
persen dari PDB.
"Bila melihat lebih sedikitnya
287

sumbangan dari industri minyak


dalam keseluruhan ekonomi,
dampaknya sangat terbatas pada
sektor lain dan bahkan lebih sedikit
lagi pada pengeluaran konsumen,"
imbuh Karan.
Alasan lain bisnis dan industri properti
tak terpengaruh kemerosotan harga
minyak adalah kebiasaan konsumen
masih tidak berubah. Dengan harga
bensin dan solar sepenuhnya
teregulasi, konsumen telah merasakan
harga bensin Rp 6.500-Rp 6.700
selama lebih dari setahun.
Sebelumnya, pada pertengahan 2013
hingga November 2014, harga BBM
melonjak hingga Rp 8500.
Namun demikian, kenaikan tersebut
hanya sementara dan kemudian
dikurangi hingga Rp 6.700 pada
Februari 2015. Selain kenaikan
sementara itu, harga bensin tidak
banyak berubah selama lebih dari
setahun belakangan. Karena itu,
konsumen Indonesia selama ini
terlindungi dan tidak terlalu
288

merasakan naik turunnya harga


minyak dunia.
“Bagi sebuah negara yang didorong
oleh konsumen, dan hanya memiliki
kontribusi kecil dari minyak dan gas,
tidak akan merasakan fluktuasi dari
harga minyak dunia. Jadi hal ini tidak
terlalu berpengaruh. Pasar properti
masih akan menghiraukan perubahan
ini hingga status quo-nya benar-benar
berubah," pungkas Karan.
289

Bisnis Perkantoran Belum


"Over Supply"

Sabtu, 14 Maret 2015 | 14:48 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis
perkantoran di kawasan bisnis atau
central business district (CBD) Jakarta,
diyakini belum memasuki kondisi
kelebihan pasok (over supply).
Pasalnya, permintaan masih sangat
tinggi, seiring terbatasnya pasokan
baru yang masuk pasar pada tahun
2015.
Vice President Director Sahid Group,
Haryadi B Sukamdani, mengutarakan
pendapatnya terkait prospek bisnis
perkantoran tahun 2015, kepada
Kompas.com, usai prosesi pembukaan
Sahid Sudirman Center di Sahid City, Jl
Jend Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu
(14/3/2015).
"Perkantoran masih bagus karena
permintaan masih tinggi. Ditandai
tingginya minat investasi, terutama
dari mancanegara. Hal ini permintaan
290

ruang perkantoran dari perusahaan-


perusahaan multinasional. Mereka
masih membutuhkan ruang untuk
ekspansi maupun diversifikasi usaha,"
tutur Haryadi.
Hal senada dikemukakan Executive
Director of Investment Cushman &
Wakefield Indonesia, Handa Sulaiman.
Menurutnya, kondisi pasar masih
adaptif terhadap permintaan. Pasokan
baru perkantoran di CBD Jakarta
tahun ini tidak terlalu banyak.
"Jadi, pasar bisnis perkantoran masih
seimbang. Masih aman. Belum
kelebihan pasok," ujar Handa.
Masih positifnya bisnis perkantoran
juga ditandai dengan tingkat hunian
yang berada pada level 94,5 persen
sepanjang 2014, atau naik tipis 0,9
persen lebih tinggi dari tahun 2013.
Posisi harga sewa teraktual rerata
mencapai Rp 338.700 per meter
persegi per bulan, atau 27,5 dollar AS
per meter persegi per bulan.
Dalam catatan Cushman & Wakefield
291

Indonesia, tahun ini terdapat pasokan


baru perkantoran seluas 898.000
meter persegi dari 15 gedung
perkantoran. Selain Sahid Sudirman
Center yang baru saja dibuka Sabtu
pagi tadi oleh Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo, juga terdapat
Gran Rubina I di Rasuna Epicentrum,
Jakarta Selatan, dan Noble House di
Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Kedua gedung perkantoran ini
dijadwalkan beroperasi pada kuartal I
2015.
Sementara empat gedung lainnya
beroperasi pada kuartal kedua 2015
yakni MSIG Tower di Jl Jend Sudirman
Jakarta Pusat, Satrio Square di Jl Prof
Dr Satrio, Jakarta Selatan, The
Convergence Indonesia di Rasuna
Epicentrum, Jakarta Selatan, dan
Cemindo Tower juga di Rasuna
Epicentrum, Jakarta Selatan.
Dua gedung akan dibuka pada kuartal
ketiga 2015 masing-masing AIA
Central di Jl Jend Sudirman, Jakarta
Pusat, dan Danamon Tower di
292

Kuningan, Jakarta Selatan.


Menyusul enam gedung yang
direncanakan beroperasi pada kuartal
keempat 2015 adalah Centennial
Tower, Telkom Landmark Tower,
Wisma Mulia 2, dan Capital Place,
seluruhnya di Jl Gatot Subroto, Jakarta
Pusat, Bahana Tower di Kuningan,
Jakarta Selatan, dan International
Finance Center 2 di Jl Jend Sudirman,
Jakarta Pusat.
Beroperasinya 15 gedung perkantoran
baru tersebut mendorong tingkat
hunian sedikit menurut menjadi 85
persen. Demikian halnya dengan
harga sewa, beberapa pengelola
diyakini akan melakukan penyesuaian.
"Kami beruntung menyelesaikan
pembangunan gedung perkantoran
ini pada momen yang tepat.
Sementara gedung-gedung baru lain
yang belum selesai pembangunannya
akan terbebani dengan kenaikan
dollar AS yang pada gilirannya
membuat ongkos konstruksi
293

membengkak. Selain itu, kami juga


tidak perlu melakukan penyesuaian
harga, karena penyewa sudah terikat
komitmen sebelumnya dengan harga
yang kami patok pada awal
pengembangan," pungkas Haryadi.
294

Rupiah Terjerembab Bikin


Ongkos Konstruksi
Membengkak 20 Persen

Senin, 16 Maret 2015 | 16:16 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku bisnis
dan industri properti Indonesia,
mengeluhkan nilai tukar Rupiah yang
tak kunjung bangkit. Hari ini, Rupiah
terjerembab hingga menyentuh level
Rp 13.244 per 1 dollar AS.
Direktur PT Ciputra Property Tbk,
Artadinata Djangkar,
mengkhawatirkan kemerosotan
Rupiah ini akan menimbulkan
ketidaktentuan. Kelangsungan bisnis
menjadi tidak pasti yang pada
gilirannya membuat pengusaha,
khususnya pengembang properti
mengalami kesulitan menghitung nilai
investasi.
"Gejolak Rupiah saat ini yang kami
khawatirkan adalah ketidakpastiannya.
Dan yang mengkhawatirkan adalah
295

kondisi naik turun (up and down),


sehingga pengusaha kesulitan
mengkalkulasi nilai investasi sebuah
proyek properti," tutur Arta kepada
Kompas.com, usai peresmian
pembukaan Raffles Jakarta, Senin
(16/3/2015).
Padahal, kata Arta, kepastian dan
stabilitas nilai tukar rupiah sangat
penting. Seharusnya, pemerintah
punya kesatuan kebijakan (policy)
agar Rupiah stabil tidak dibiarkan
bergejolak seperti saat ini.
Terkait dampaknya bagi ongkos
konstruksi properti, Arta menghitung,
melemahnya Rupiah sudah pasti akan
semakin membuat ongkos konstruksi
membengkak. Pada gilirannya, jika
ongkos konstruksi melonjak, harga
jual pun ikut meningkat. Hal ini, kata
Arta, akan mengganggu pasar.
"Saya perkirakan ongkos bangunan
melonjak sekitar 20 persen dalam
mata uang dollar AS. Ini yang akan
terjadi pada proyek-proyek yang
296

mayoritas menggunakan konten


impor seperti perkantoran, hotel
mewah, dan pusat belanja menengah
atas," tutur Arta.
Pajak
Selain anjloknya Rupiah, kata Arta, hal
lain yang membuat risau
pengembang properti adalah wacana
perubahan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM).
"Ini wacana yang kontraproduktif.
Tidak berada dalam satu kesatuan
kebijakan. Perubahan PPN dan PPnBM
sangat merisaukan kami. Isunya sudah
ada sejak lama, tapi belum ada
kepastian. Sementara kami butuh
kepastian," tambah Arta.
Menurut Arta, kalau hanya
orientasinya hanya kenaikan pajak
saja, dikhawatirkan akan melemahkan
dunia usaha. Sehingga target
pertumbuhan ekonomi tidak akan
tercapai.
297

"Perlu ada dialog khusus dengan


dunia usaha. Kami masih menunggu
seperti apa kelanjutan perubahan
PPnBM ini. Sehingga bisa menerapkan
strategi lain," imbuh Arta.
298

Perbedaan Kelas Pusat


Belanja Hanya Isi Perut dan
Gaya Hidup

Rabu, 8 April 2015 | 17:38 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Ada
fenomena menarik yang terjadi di
sektor properti, khususnya pusat
belanja atau mal di daerah. Fenomena
tersebut adalah segmentasi pasar
yang mengunjungi sekaligus
menentukan kelas pusat-pusat belanja
tersebut.
Menurut Associate Director Retail
Service Colliers International
Indonesia, Steve Sudijanto, untuk
membedakan kelas pusat belanja bisa
dilihat dari traffic atau keramaian di
toko-toko makanan, dan non-
makanan di pusat belanja tersebut.
"Isi perut, dan gaya hidup adalah dua
hal yang berbeda. Namun, keduanya
sangat menentukan bagi pengelola
pusat belanja untuk menciptakan
299

strategi menarik lebih banyak minat


pengunjung. Sehingga target jumlah
kunjungan tercapai," papar Steve
kepada Kompas.com, Selasa
(7/4/2015).
Steve melanjutkan, jika jumlah
pengunjung yang mendatangi
supermarket berbelanja kebutuhan
sehari-hari, untuk kemudian makan
dan minum, lebih banyak ketimbang
yang berbelanja kebutuhan gaya
hidup, bisa dipastikan kelas pusat
belanja tersebut adalah menengah ke
bawah.
Sebaliknya, jika jumlah pengunjung
yang memilih langsung berbelanja
fashion atau kebutuhan gaya hidup,
dan hiburan, lebih banyak, dibanding
belanja kebutuhan pokok, dapat
dipastikan kelasnya adalah menengah
ke atas.
"Di daerah sangat kentara fenomena
seperti itu. Contohnya Balikpapan, dan
Samarinda di Kalimantan Timur.
Warga yang berbelanja kebutuhan
300

gaya hidup lebih banyak di mal-mal


Balikpapan, sementara pengunjung
yang berbelanja untuk isi perut
mendominasi pusat belanja di
Samarinda," tutur Steve.
Menurut Asosiasi Pengelola Pusat
Belanja Indonesia (APPBI) saat ini
terdapat setidaknya 15 pusat belanja
yang dibangun di Kalimantan Timur.
Jumlah pusat belanja ini terbanyak se-
Indonesia. Dua di antaranya akan
beroperasi penuh (grand
opening)tahun ini, yakni Pentacity
Mall di Balikpapan, dan Big Mall di
Samarinda.
Demikian halnya di Solo, dan
Yogyakarta. Kata Steve, pengunjung
yang datang ke pusat-pusat belanja di
Yogyakarta adalah mereka yang
berbelanja gaya hidup seperti nonton
film, potong rambut di salon populer,
dan belanja fashion.
"Sementara di Solo, sejauh ini yang
berbelanja untuk memenuhi
kebutuhan isi perut menempati porsi
301

mayoritas," imbuh Steve.


Hal senada dikatakan Principal Keller
Williams Solo, Susanto. Menurut dia,
kalau untuk berbelanja gaya hidup,
masyarakat pergi ke mal-mal di
Yogyakarta. Mereka termasuk warga
Solo, Semarang, dan kota-kota
sekitarnya di Jawa Tengah.
"Sementara untuk berbelanja
kebutuhan sehari-hari cukup di pusat-
pusat belanja di Solo," tandas
Susanto.
Kendati demikian, bukan berarti
pengunjung yang memilih berbelanja
langsung untuk kebutuhan isi perut
tidak bisa dikategorikan kelas
menengah ke atas. Hal itu sangat
bergantung kepada harga makanan,
dan jumlah uang yang dibelanjakan
untuk kebutuhan isi perut itu.

"Misalnya, orang yang nongkrong di


Starbucks atau Pisa Cafe, akan sangat
berbeda dengan yang ngopi di
Excelso dan restoran fast food," kata
302

Steve.
Parameter tersebut berlaku pula untuk
menilai kelas-kelas pusat belanja di
Jadebotabek. Pasalnya, kata Steve,
pasar Indonesia masih berbentuk
piramida terbalik, di mana kelas
bawah mendominasi dibanding kelas
menengah, dan atas. Meskipun sudah
terjadi pergeseran signifikan sebagai
akibat dari tingginya pertumbuhan
ekonomi kurun 2010-2013 lalu.
"Timing"
Terkait semakin masifnya
pembangunan pusat belanja di
daerah, Steve berpandangan bahwa
hal tersebut sangat didorong oleh
jumlah populasi, dan pertumbuhan
daya beli.
"Selama populasi terus bertambah,
potensial untuk dikembangkan pusat
belanja. Selain itu masalah timing.
Itulah mengapa Sogo Department
Store, Debbenhams Department Store,
dan Metro Department Store melihat
303

daerah sebagai wilayah ekspansi


mereka," papar Steve.
Berbisnis pusat belanja yang terkait
erat dengan eskpansi peritel sifatnya
investasi jangka panjang atau long
term investment.
"Peritel yang disebutkan di atas justru
mampu membaca pasar. Saat peritel
lain mengerem laju ekspansi mereka
malah merambah daerah. Untuk saat
ini ekonomi memang sedang lesu,
tapi nanti ketika bangkit lagi, peritel-
peritel itu justru akan mendulang laba.
Mereka sudah memperhitungkan
faktor eksternal dan internal, sehingga
berekspansi di daerah itu dianggap
feasible," pungkas Steve.
304

Lampu Kuning Bisnis


Properti!

Rabu, 8 April 2015 | 08:21 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi
sektor properti Indonesia tahun 2015
secara umum dinilai melambat. Hal ini
terlihat dari kinerja tingkat hunian,
tingkat penjualan, dan pertumbuhan
harga, terutama untuk sub-sektor
perkantoran, dan apartemen.
"Kondisi sekarang, hingga kuartal
pertama 2015 lampu kuning. Ini
kondisi yang penuh tantangan. Situasi
sedang kurang kondusif, ekonomi
melemah, banyak yang menunda
ekspansi terutama perusahaan
pertambangan minyak, dan gas," tutur
Associate Director Reasearch Colliers
International Indonesia, Ferry Salanto
kepada Kompas.com, Selasa
(7/4/2015).
Ferry melanjutkan, kinerja perkantoran
pada kuartal pertama 2015, nyaris
serupa dengan kuartal IV 2014.
305

Pertambahan pasokan baru cukup


signifikan. Hingga akhir tahun ini, di
area central business district (CBD)
Jakarta saja akan bertambah sebanyak
600.000 meter persegi yang masuk
pasar. Sementara di area non-CBD
akan masuk sekitar 334.206 meter
persegi.
Pertumbuhan pasokan baru ini akan
terus berlangsung hingga 2019
mendatang dengan jumlah total 2,9
juta meter persegi di CBD. Lebih
banyak ketimbang pencapaian dalam
kurun 2010-2014 dengan pasokan
300.000 hingga 400.000 meter persegi
per tahun. Sedangkan pasokan baru di
area non-CBD bertambah 780.000
meter persegi per 2017.
Dikhawatirkan pasokan gedung-
gedung baru tersebut tidak akan terisi
sepenuhnya hingga akhir tahun.
Kendati pra komitmen atau total
gedung baru yang terserap pasar
sudah mencapai 47 persen. Namun,
pertanyaan besar adalah bisakah
seluruh pasokan baru ini terserap
306

pasar?
Sementara tingkat permintaan kata
Ferry, justru menurun akibat anjloknya
harga minyak dunia yang memaksa
perusahaan-perusahaan
pertambangan minyak, dan gas serta
jasa terkait menunda ekspansi,
merasionalisasi karyawan, dan
menempuh penghematan ongkos
operasional. Termasuk mengurangi
luas ruang kantor.
"Kinerja tingkat hunian sendiri,
terutama perkantoran Grade A
mengalami penurunan 3,7 persen
menjadi 92,1 persen. Masuknya
gedung-gedung baru tersebut akan
berkontribusi terhadap tingkat
kekosongan hingga akhir tahun ini,"
tandas Ferry.
Harga terkoreksi
Tantangan tersebut membuat
pengembang akan fokus pada
pertumbuhan tingkat okupansi
gedung, baik pemilik gedung yang
307

baru beroperasi maupun gedung lama


namun tingkat okupansinya rendah.
Menurut Ferry, mereka akan
menempuh cara yang lebih fleksibel
dalam menegosiasikan harga sewa
terhadap ruangan yang akan dihuni.
"Di pasar sudah terjadi diskon yang
cukup besar untuk harga sewa.
Pemilik gedung fokus untuk menarik
minat penyewa. Meski itu sudah
terjadi sejak awal 2014, tetap akan
terus berlanjut hingga akhir 2015.
Harga yang ditawarkan bisa
dinegosiasikan tergantung luas ruang
dan penyewa dengan nama besar
akan mendapat harga yang lebih
rendah," imbuh Ferry.
Harga sewa saat semua kelas gedung
perkantoran di CBD saat ini mencapai
rerata Rp 257.543 per meter persegi
per bulan, mengalami penyesuaian 1,8
persen secara triwulanan. Sementara
gedung yang mematok tarif dalam
dollar AS, harganya mencapai rerata
38,18 dollar AS per meter persegi per
bulan.
308

Sedangkan harga sewa perkantoran di


area non-CBD rerata Rp 191.603 per
meter persegi per bulan, dan 21,47
dollar AS per meter persegi per bulan.
Apartemen
Untuk sub-sektor apartemen, pasokan
baru pada kuartal I 2015 sebanyak
3.255 unit, atau tumbuh hanya 2,3
persen dibanding kuartal sebelumnya.
Jumlah ini hanya 11 persen dari total
pasokan yang diproyeksikan masuk
pasar hingga akhir 2015 sebanyak
29.451 unit.
"Jumlah pasokan baru tersebut anjlok
ketimbang periode yang sama pada
2014 lalu sebanyak 7.276 unit atau
115 persen lebih tinggi. Jelas
anjloknya pasokan baru ini akan
membuat persaingan pasar lebih ketat
lagi, seiring tingkat serapan juga
berkurang sekitar 3,7 persen," kata
Ferry.
Kondisi ekonomi dan politik, imbuh
Ferry, juga sangat berpengaruh
309

terhadap sub-sektor apartemen.


Banyak calon konsumen dan investor
yang memilih menunda pembelian
apartemen.
310

Indonesia, Negara Favorit


Investasi Properti

Kamis, 9 April 2015 | 09:00 WIB


KOMPAS.com - Penurunan suku
bunga, populasi meningkat dan
ledakan jumlah bangunan mengubah
Indonesia menjadi tempat favorit di
dunia untuk investasi saham properti.
Pengembang di Bursa Efek Jakarta,
termasuk PT Lippo Cikarang dan PT
Alam Sutera Realty, memiliki peringkat
analis rata-rata tertinggi di antara
yang lainnya. The Jakarta
Construction, Property & Real Estate
Index menunjukkan lonjakan lebih
dari 25 persen selama 12 bulan
terakhir.
Hal tersebut didorong aksi Bank
Indonesia (BI) yang telah memangkas
dana pinjaman pada bulan Februari
untuk pertama kalinya dalam kurun
waktu tiga tahun, dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
terbesar, yaitu 7 persen di bawah
311

pimpinan Presiden Joko Widodo.


Sistem pensiun di Indonesia juga
diharapkan bisa meningkatkan
investasi di pasar properti nasional
sebagai upaya untuk meningkatkan
infrastruktur dan memenuhi
kebutuhan masyarakat.
"Kita mengalami kelebihan dalam
sektor properti dan terus
menunjukkan sinyal positif," kata
Direktur PT Ashmore Asset
Managemen Indonesia di Jakarta,
Arief Wana.
Harga naik
Beberapa produk properti mulai
menunjukkan kenaikan harga. Di Alam
Sutera, harga rumah naik 0,8 persen
sementara Lippo Cikarang naik 0,4
persen.
Rating konsensus rerata perusahaan
properti di Indonesia 4,32 skala pada
skala 5 setara dengan rating
kesepakatan pembelian. Di Amerika
Serikat, angkanya menunjukkan 4,13
312

dan Tiongkok adalah 4,1. Saham


dalam indeks properti Jakarta
mungkin akan naik 14 persen selama
12 bulan ke depan.
Menurut survei BI, harga rumah baru
di seluruh Indonesia juga
kemungkinan naik 5,7 persen pada
kuartal pertama tahun ini, lebih tinggi
dari tahun 2014. Menyusul adanya
kenaikan 6,3 persen pada kuartal
terakhir tahun yang sama.
Waktu terbaik
Perusahaan properti setidaknya akan
mendapat keuntungan dari rencana
infrastruktur yang dicanangkan oleh
Presiden Jokowi pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja (APBN-P)
2015 untuk Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat sebesar
Rp 290,3 triliun.
"Ini adalah waktu terbaik untuk
berada di bisnis properti di
Indonesia," kata agen properti Ray
White Indonesia Rainier Gunawan.
Menurut broker properti yang
313

berbasis di Chicago, Jones Lang


LaSalle Inc, pasokan properti yang
meningkat dapat membebani pasar.
Sekitar 1.500 unit kondominium baru
yang dibuka tahun ini, akan
menurunkan harga sewa, sementara
tingkat kekosongan kantor mungkin
akan naik, karena lebih dari 260.000
meter persegi kantor Grade A masuk
pasar tahun ini.
Menurut analis PT Batavia Prosperindo
Sekuritas di Jakarta, Steven Gunawan,
saham properti di Indonesia masih
memiliki ruang untuk menguat.
Rekomendasinya termasuk juga Alam
Sutera.
Hal tersebut menarik beberapa
investor membenamkan dananya di
Indoensia. Sebut saja, perusahaan
dana investasi Pemerintah Singapura,
Government of Singapore Investment
Corporation (GIC) Pte, telah sepakat
untuk menanamkan investasi 500 juta
dollar AS (Rp 65 triliun) pada proyek
properti di Indonesia, dengan
fokusnya di kawasan pusat bisnis
314

Jakarta.
Demikian halnya dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan, dana pensiun
negara Indonesia, berencana untuk
meningkatkan investasi di sektor
rumah murah untuk memenuhi
permintaan dari pekerja
berpenghasilan rendah.
Populasi Jakarta sendiri diperkirakan
naik menjadi 12,5 juta pada tahun
2030, dengan jumlah saat ini adalah
sekitar 9,7 juta. Menurut Bank Dunia,
Indonesia merupakan ketiga yang
tercepat dari sisi tingkat pertumbuhan
perkotaan di Asia setelah Thailand
dan Tiongkok.
"Ukuran populasi yang
dikombinasikan dengan tingkat
urbanisasi, akan membuat permintaan
properti terus menguat," kata
Gunawan.
315

Bisnis Properti Bakal


Terpuruk? Nanti Dulu...

Senin, 4 Mei 2015 | 20:45 WIB


SURABAYA, KOMPAS.com - Kendati
asosiasi pengembang yang tergabung
dalam DPP Real Estate Indonesia (REI)
mencatat anjloknya penjualan selama
kuartal I 2015 sebesar 50 persen,
namun itu dianggap bukan
representasi bisnis properti secara
umum.
Angka penurunan 50 persen yang
dilontarkan Ketua Umum DPP REI
Eddy Hussy saat pembukaan "REI
Expo 2015" Sabtu (2/5/2015) pun
masih dipertanyakan. Apakah
penurunan tersebut merujuk pada
segmen bawah, menengah-bawah,
menengah-menengah, menengah-
atas, atau mewah.
Demikian halnya dengan jenis
properti, apakah hunian tapak,
apartemen, komersial perkantoran,
atau pusat belanja strata, dan kawasan
316

industri.
Beberapa pengembang dan praktisi
bisnis properti justru mengungkapkan
data sebaliknya, penjualan mengalami
lonjakan tajam, pasca libur akhir tahun
2014. Bahkan, untuk produk-produk
dengan ekspektasi normal pun,
penjualan bisa melampaui target.
Direktur Keuangan, dan Sekretaris
Perusahaan PT Pakuwon Jati Tbk.,
Minarto Basuki, menepis anggapan
bisnis properti sedang terpuruk.
Menurut dia, anjloknya penjualan
tidak bisa digeneralisasi demikian
sederhana.
"Memang terjadi perlambatan pada
kuartal I 2015 jika dibandingkan
periode yang sama tahun
sebelumnya. Namun, penjualan tetap
tumbuh. Buktinya perumahan Grand
Pakuwon di Surabaya Barat,
berkontribusi signifikan terhadap total
pendapatan pengembangan
(development revenue) perseroan
senilai Rp 626 miliar," tutur Minarto
317

kepada Kompas.com, Senin


(4/5/2015).
Minarto melanjutkan, bisnis properti
sangat lokal sifatnya. Tergantung pada
region (daerah), spesifikasi produk,
segmen pasar yang dibidik, serta
ketepatan waktu rilis (timing).
"Produk kami untuk saat ini masih
disambut antusias pasar. Tak hanya
Grand Pakuwon, melainkan juga
perkantoran Tunjungan Plaza 5,
kondominium Orchard dan Tanglin di
supermal Pakuwon Indah, dan rumah-
rumah Pakuwon City," tambah
Minarto.
Demikian halnya dengan Ciputra
World Office Tower Surabaya yang
dibesut PT Ciputra Surya Tbk.
Perkantoran strata dengan luas
bangunan 40.316 meter persegi
setinggi 23 lantai, tersebut terserap
pasar sekitar 80 persen.
"Padahal, kami baru menawarkan
perkantoran ini kepada publik pada
Selasa, 14 April 2015 dengan harga
318

perdana Rp 30 juta per meter persegi.


Tentu ada variasi harga tergantung
lantai, dan luasan ruang yang dibeli,"
tutur Direktur Utama PT Ciputra Surya
Tbk., Harun Hajadi.
Harun menambahkan, selain
perkantoran, produk yang mereka
kembangkan lainnya adalah SOHO
Skyloft yang terjual 85 persen dengan
harga perdana Rp 25 juta per meter
persegi. SOHO terbilang konsep baru
di Surabaya, sama halnya dengan
gedung perkantoran strata.
"Hal itu membuktikan bahwa pasar
masih positif, dan belum terkoreksi.
Saya bukan ekonom yang bisa
memprediksi apakah pertengahan
tahun ini bakal naik atau justru turun.
Yang pasti, penjualan masih bagus,"
kata Harun.
Dia menengarai, penjualan properti
para pengembang lain turun bisa jadi
karena banyaknya wacana yang
dilontarkan pemerintah pada awal
tahun ini. Sebut saja peraturan
319

mengenai perpajakan, macam PBB,


PPN, atau PPnBM.
Wacana tersebut diakui sempat
menahan para investor dan pembeli
merealisasikan pembelian.
Ketidakpastian tersebut memang
berdampak besar bagi segmen pasar
properti menengah ke atas.
Selain wacana perpajakan yang belum
jelas, kata Harun, depresiasi Rupiah
juga ikut menentukan kinerja sektor
properti selama triwulan pertama
2015. Menurut dia, properti selalu
terpengaruh kalau mata uang Rupiah
selalu bergejolak.
"Sekarang relatif stabil. Mau Rp 13.000
per satu dollar AS atau Rp 9.000 per
satu dollar AS, selama tidak naik turun
atau stabil, itu akan menstimulasi
pertumbuhan properti," ujar Harun.
Sementara itu, COO PT Intiland
Development Tbk, Sinarto
Dharmawan mengungkapkan,
penjualan apartemen mewah
Sumatera 36 sudah terjual separuhnya
320

dari total 63 unit. Harganya pun tak


bisa dibilang murah yakni Rp 36 juta
per meter persegi.
Begitu pula dengan penjualan Spazio
Tower 2 yang sudah terserap 60 unit
dari 200 unit yang dilempar ke pasar.
Harganya pun melonjak menjadi Rp
35 juta per meter persegi, dari
sebelumnya hanya Rp 19 juta per
meter persegi.
"Ini bukan anomali, tapi fakta bahwa
bisnis, dan industri properti masih
bergairah. Khususnya di Surabaya.
Tapi, secara umum, selama
pembangunan infrastruktur digenjot,
dan dipercepat, sektor properti akan
bangkit lebih cepat," imbuh Sinarto.
Hati-hati
Bukan tanpa alasan Ketua Umum DPP
REI Eddy Hussy mengungkapkan
penurunan drastis penjualan properti
hingga 50 persen. Menurut Eddy,
penurunan penjualan ini disebabkan
oleh berbagai. Faktor utama, tentu
321

saja kondisi ekonomi yang melambat.


Penurunan tersebut memaksa REI
menurunkan target penjualan, yang
semula diharapkan naik 17 persen,
hanya tumbuh menjadi 10 persen.
"Dengan kondisi seperti ini, kami tidak
berani menetapkan target terlalu
tinggi. Sehingga mengikuti kondisi
ekonomi saja. Target pertumbuhan 10
persen dari realisasi tahun 2014,"
tandas Eddy.
Hal senada dilontarkan maestro
properti Indonesia, Ciputra. Pendiri
imperium Ciputra Group ini
mengatakan pasar sedang terkoreksi.
Dia pun mengimbau pengembang
untuk hati-hati, dan tidak terlalu
agresif melahirkan produk baru.
"Pasar sedang terkoreksi. Tingkat
koreksi itu tergantung policy
(kebijakan) pemerintah. Mau dibawa
ke mana negara ini? Itu harus jelas.
Pengembang tidak bisa asal bangun
kalau tidak mau produknya tak laku,"
ujar Ciputra.
322

Menurut Ciputra, peringatan dini


bakal terkoreksinya pasar properti
lebih dalam, harus diantisipasi para
pengembang, terutama pengembang
medioker, dan pengusaha yang baru
menggeluti sektor ini.
Lesunya ekonomi Nasional, kata
Ciputra, paling berdampak signifikan
terhadap bisnis perkantoran, dan
kondominium atau apartemen strata.
"Perkantoran sudah over supply
(kelebihan pasokan), demikian juga
apartemen. Kalau sudah ada 40
persen produknya terjual, baru
dibangun. kalau masih kurang dari itu,
pertimbangkan kembali," papar
Ciputra.
Sebaliknya, bila proyeknya sudah
mencapai tahap konstruksi 25 persen,
harus diteruskan. Jangan sampai
macet di tengah jalan. Karena hal ini,
kata Ciputra, terkait erat dengan
kepercayaan (trust) pasar.
"Kalau sekarang, prinsip kehati-hatian
dan perhitungan matang sering
323

diabaikan. Terutama oleh


pengembang baru yang terlalu berani.
Mereka kalap mencari pinjaman dari
luar negeri dengan kurs dollar AS dan
bunga tinggi. Lebih baik tidak
membangun, daripada tidak bisa
membayar utang," tandas Ciputra.
324

Nasib Sektor Properti


Kuncinya Ada di Jokowi

Selasa, 5 Mei 2015 | 23:26 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kepastian.
Kata ini yang sejatinya sangat
dibutuhkan para pelaku bisnis dan
industri properti Tanah Air. Terutama,
kepastian dalam menetapkan
peraturan atau regulasi baru, pasti
dalam menjamin, dan menciptakan
iklim bisnis yang kondusif, serta pasti
dalam keseriusan mengejar target
percepatan pembangunan
infrastruktur.
"Para pelaku bisnis dan industri
properti butuh kepastian. Kuncinya
ada di Presiden Joko Widodo (Jokowi),
bagaimana kemudian mampu
menciptakan iklim bisnis yang
kondusif. Tidak mengombang-
ambingkan pasar dalam
ketidakpastian," tutur Associate
Director Research Colliers
International Indonesia, Ferry Salanto,
325

menyoal aktualitas bisnis dan industri


properti yang tengah mengalami
perlambatan, kepada Kompas.com,
Selasa (5/5/2015).
Menurut Ferry, bisnis dan industri
properti Indonesia masih prospektif.
Kendati penjualan beberapa
pengembang yang menyasar segmen
pasar menengah ke bawah justru
anjlok. Prospektif karena masih ada
peluang yakni kebutuhan hunian yang
belum terpenuhi setiap tahun secara
maksimal.
"Selain itu, pemerintah telah
mengalokasikan dana dan memulai
pembangunan infrastruktur dasar
dengan daya pengaruh luar biasa.
Dimulai dengan penyelesaian Tol
Trans-Jawa, pengembangan Tol Trans-
Sumatera, dan juga Tol Trans-
Kalimantan," tambah Ferry.
Pelaku usaha, kata Ferry, butuh
kepastian percepatan infrastruktur,
dan kepastian menerapkan regulasi
baru seperti pengenaan perpajakan
326

(PPN, PBB, NJOP, dan PPnBM) yang


dapat menarik minat investor
sehingga aksi ekspansinya
terakomodasi.
Jadi, walaupun sektor properti secara
umum lesu, namun investor asing
masih akan melihat Indonesia sebagai
peluang besar yang harus ditaklukkan.
Indonesia, menurut Ferry, adalah
kesempatan investor asing, dan juga
lokal untuk mengambil alih properti-
properti, dan lahan-lahan potensial
untuk dikembangkan.
Saat ini, jika melihat tren ke depan,
investor asing lebih tertarik
mengakuisisi perkantoran, apartemen,
fasilitas logistik, dan pergudangan
modern. Jika pemerintah mampu
menjadikan dua faktor utama tersebut
di atas yakni infrastruktur dan
kepastian regulasi, maka dana asing
yang masuk pasar properti Indonesia
akan lebih deras mengalir.
"Mencermati konstelasi saat ini,
memang bagi pengembang adalah
327

masa-masa sulit. Namun sebaliknya


bagi investor merupakan peluang
besar mendapatkan aset-aset bagus
yang bakal melonjak harganya dalam
waktu dua hingga tiga tahun ke
depan," tandas Ferry.
Adalah investor asing berbasis di
Singapura, Keppel Land, yang masih
memandang Indonesia sebagai
peluang positif, dengan ceruk pasar
besar. Populasi sebanyak 250 juta
dijadikan sebagai motivasi utama
mereka dalam menggenjot
investasinya.
"Indonesia, terutama Jakarta adalah
big market. Besar dalam jumlah
populasi, besar dalam daya beli, besar
dalam pertumbuhan ekonomi. Kami
fokus melakukan kondolidasi di
Indonesia, terutama Jakarta," ungkap
Presiden Direktur Keppel Land
Indonesia, Sam Moon Thong.
Moon Thong melanjutkan, besarnya
pasar properti Indonesia membuka
peluang bagi perusahaannya untuk
328

menanamkan investasi senilai Rp 2,6


triliun guna dimanfaatkan sebagai
pengembangan baru.
Dana sebesar itu, dibutuhkan untuk
mendanai proyek West Vista seluas 3
hektar, di Jl Lingkar Luar Barat, Duir
Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat.
Karena properti adalah investasi
jangka menengah dan panjang,
Keppel Land tidak mengharapkan
keuntungan dalam waktu cepat. Saat
ini, ucap Moon Thong, pasar memang
sedang melambat, namun dia
memandanganya justru merupakan
momentum yang tepat untuk
membangun.
"Kami membeli dan mengakuisisi
lahan, membangunnya selama dua
sampai tiga tahun, dan dalam masa
lima tahun, kami akan mendulang
penjualan sekaligus keuntungan.
Karena di saat yang lain vakum, kami
justru produktif membangun," tandas
Moon Thong.
329

Perhotelan Jabodebek Alami


Kontraksi 29,17 Persen

Jumat, 15 Mei 2015 | 15:34 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Tingkat
penghunian hotel di kawasan Jakarta,
Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek)
mengalami kontraksi baik secara
triwulanan pada kuartal I tahun 2015,
maupun tahunan selama periode yang
sama tahun lalu.
Data Survei Perkembangan Properti
Komersial Bank Indonesia (BI) yang
dilansir pada Rabu (13/5/2015),
menunjukkan kontraksi tingkat
penghunian perhotelan secara
triwulanan sebesar 29,17 persen,
sementara secara tahunan 25,74
persen.
"Hal itu disebabkan berakhirnya
musim liburan akhir tahun, dan
menurunnya kegiatan pertemuan
(meeting) di hotel, terutama instansi
pemerintah. Penurunan tingkat
penghunian ini juga terjadi di
330

beberapa kawasan regional lainnya,"


tulis BI.
Kondisi tersebut mengakibatkan
tingkat penghunian hotel di kawasan
Jabodebek berada pada level 54,04
persen dari total 4.092 kamar.
Sejalan dengan penurunan tingkat
penghunian, tarif sewa hotel juga
menunjukkan deflasi kecuali ruang
konvensi atau convention hall yang
justru tumbuh 9,80 persen secara
triwulanan dan 0,83 persen secara
tahunan.
Tarif sewa hotel anjlok sebesar 22,57
persen secara triwulanan menjadi
rerata Rp 1,042 juta per malam.
Sebelumnya, tarif sewa rerata
mencapai Rp 1,346 juta per malam.
Penurunan ini terpaksa ditempuh oleh
pengelola perhotelan, sebagai salah
satu strategi menggenjot tingkat
penghunian di tengah terbatasnya
permintaan.
Stagnan
331

Kontraksi tingkat hunian tidak hanya


terjadi di sektor perhotelan, secara
umum kinerja sektor lainnya juga
tidak menunjukkan kinerja
menggembirakan. Kecuali
perkantoran dan pusat perbelanjaan
(ritel) yang mengalami kenaikan.
Pasokan yang relatif stabil juga terjadi
di beberapa wilayah regional kecuali
untuk hotel terutama di Bandung dan
Makassar yang meningkat sejalan
dengan mulai beroperasinya beberapa
hotel bintang tiga.
BI mengatakan, pasokan properti
komersial jual di wilayah Jabodebek
relatif stabil kecuali perkantoran dan
kondominium yang meningkat
masing-masing sebesar 5,25 persen
menjadi 1.603.921, dan 10,55 persen
secara tahunan menjadi 111.717 unit.
Demikian halnya segmen penjualan
properti komersial khususnya ritel,
kondominium, lahan industri, dan
pergudangan yang meningkat
dibanding trwiulan sebelumnya.
332

Lahan industri mencatat kenaikan


penjualan tertinggi sejalan dengan
melambungnya permintaan di tengah
pasokan yang stabil yaitu 13,57
persen secara triwulanan, dan 15,18
persen secara tahunan.
Sementara harga jual kondominium
justru menurun baik secara triwulanan
sebesar 9,29 persen maupun tahunan
yang minus 7,40 persen menjadi Rp
21,571 juta per meter persegi.
Sebelumnya harga jual kondominium
sebesar Rp Rp 23,781 juta per meter
persegi. Turunnya harga jual
kondominium terutama didorong
kinerja apartemen kelas bawah di
wilayah Bodebek.
333

Harga Apartemen di Jakarta,


Bogor, Depok, dan Bekasi
Turun!

Minggu, 17 Mei 2015 | 22:37 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Ini mungkin
kabar menggembirakan buat calon
pembeli apartemen strata atau
kondominium di kawasan Jakarta,
Bogor, Depok, dan Bekasi
(Jabodebek). Selama kuartal pertama
2015, harga kondominium turun 9,29
persen.
Harga kondominium di Jabodebek
pun kemudian menjadi rerata Rp
21,517 juta per meter persegi. Kuartal
sebelumnya masih bertengger di
angka Rp 23,781 juta per meter
persegi. Sementara periode yang
sama tahun lalu sekitar Rp Rp 23,296
juta per meter persegi.
Demikian hasil survey Perkembangan
Properti Komersial yang dilansir Bank
Indonesia (BI) pekan ini. BI
334

menengarai, turunnya harga jual ini


karena pasokan kondominium kelas
bawah yang banyak dijual terutama di
wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi.
Meskipun harga jual turun, namun
tingkat penjualan justru mengalami
kenaikan. Dari total pasokan yang
masuk pasar sebanyak 111.717 unit,
sebesar 97,66 persen di antaranya
laku terjual. Tingkat penjualan ini
tumbuh 4,90 persen dibanding kuartal
keempat tahun 2014.
"Sedangkan secara tahunan, tingkat
penjualan kondominium naik tipis
0,75 persen dibanding periode yang
sama tahun lalu," tulis BI.
Apartemen sewa
Untuk segmen apartemen sewa, BI
menyebut, tarifnya turun signifikan
sebesar 5,11 persen menjadi rerata Rp
Rp 283.514 per meter persegi per
bulan. Kuartal sebelumnya tarif sewa
sekitar Rp 298.793 per meter persegi
per bulan.
335

Sedangkan secara tahunan tarif


apartemen sewa justru melejit 40,33
persen. Karena pada periode yang
sama tahun lalu, tarif sewa masih
berada pada level rerata Rp 202.030
per meter persegi per bulan.
Ada pun stok unit apartemen sewa
yang masuk pasar pada Januari
hingga Maret 2015 sebanyak 12.030
unit. Tak bertambah sejak tahun lalu.

Anda mungkin juga menyukai