Anda di halaman 1dari 41

Public Finance and Public Policy Jonathan

CopyrightGruber
© 2010Third
WorthEdition
Publishers
Copyright © 2010 Worth Publishers 1 of 30
PKN STAN - Diploma 3

10.1 Pajak dan Inefisiensi

Inefisiensi dan Pajak 10.2 Inefisiensi pasar dan


elastisitas (permintaan dan
Optimal penawaran);
10.3 Pajak optimal

10
PREPARED BY

MUHAMMAD AFDI NIZAR

Public Finance and Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 2 of 30
10.1

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Pengantar

 Pasar tidak menetapkan pajak.


 Jika ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan
pelaku pasar untuk meminimalkan beban pajak,
mereka akan melakukannya.
─ Ini berlaku untuk konsumen dan produsen.
 Pelajaran ini akan mengilustrasikan bagaimana upaya
untuk meminimalkan beban pajak memiliki biaya
efisiensi bagi masyarakat.
 Karena efisiensi sosial dimaksimalkan pada keseim-
bangan kompetitif (tanpa adanya kegagalan pasar),
pemajakan para pelaku pasar menyebabkan
deadweight loss (DWL).

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 3 of 30
10.1

Pemajakan dan Efisiensi Ekonomi


Harga per
galon (P)
Sebelum pajak dikenakan, 100 Pajak menyebab- S2
miliar galon terjual (Q1). Setelah kan deadweight
pajak hanya 90 miliar galon loss (DWL). S1
terjual (Q2).
Ingat : kurva demand = social
marginal benefit (SMB) dari B Pajak atas
konsumsi premium, sedangkan P2 = $1.80 DWL premium
kurva supply = social marginal menggeser
cost. (SMC) P1 = $1.50 A kurva supply
curve.
SMB = SMC pada Q = 100
Produksi lebih rendah dari $0.50 C
jumlah itu akibat dari deadweight
loss. Tidak terjadi pertukaran
yang menguntungkan karena
pajak = 50¢ per galon. D1

Kuantitas (Q), miliar


Q2 = 90 Q1 = 100
Gambar 1 of gallons

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 4 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Elastisitas Menentukan Inefisiensi Pajak

 Konsekuensi efisiensi akan sama tanpa mem-


perhatikan sisi pasar mana yang dikenakan
pajak.
 Elastisitas harga dari permintaan dan penawar-
an menentukan distribusi beban pajak.
 Elastisitas juga menentukan inefisiensi
pemajakan.
 Semakin tinggi elastisitas semakin besar
perubahan kuantitas dan semakin besar
deadweight loss (DWL).

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 5 of 30
10.2
Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi
Elastisitas Menentukan Inefisiensi Pajak
(a) Permintaan Inelastis (b) Permintaan Elastis
P P
Permintaan inelastic,
dan DWL kecil. Permintaan lebih
elastic, dan DWL S2
S2 S1 lebih besar S1

B
P2 B
DWL DWL
P2
P1 A P1 A

50¢ C
50¢ C D1
Tax Tax

D1
Q Q
Q2 Q1 Q2 Q1
Gambar 2
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 6 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Elastisitas Menentukan Inefisiensi Pajak
 Dengan permintaan inelastic, terjadi perubahan besar
dalam harga pasar, dan konsumen menanggung se-
bagian besar pajak, tapi perubahan kuantitas sedikit.
 Dengan permintaan lebih elastic, harga pasar berubah
lebih moderat dan pemasok menanggung pajak lebih
besar. Penurunan kuantitas lebih besar, sebesar
segitiga DWL.
 Inefisiensi pajak ditentukan oleh sejauh mana
konsumen dan produsen mengubah perilaku
untuk menghindari pajak.
 Deadweight loss (DWL) disebabkan oleh individu dan
perusahaan yang menyebabkan pilihan konsumsi dan
produksi tidak efisien untuk menghindari perpajakan.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 7 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Penentu Deadweight Loss

Formula DWL adalah :

1 s d Q
DWL    
2

2( s   d ) P
dimana :
d = elastisitas permintaan
s = elastisitas penawaran
 = tarif pajak (tax rate)

Marginal deadweight loss : peningkatan dead-


weight loss per unit peningkatan pajak.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 8 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Penentu Deadweight Loss
P
 Formula DWL memiliki be-
berapa implikasi penting :
─ DWL meningkat dgn
elastisitas permintaan.
• Elastisitas yang tepat
adalah elastisitas Hicks
(Hicksian compensated
elasticity), bukan elastisi-tas
Marshal (Marshallian Hicksian
Marshallian
demand
uncompensated elasticity). demand

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 9 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Penentu Deadweight Loss

 Formula deadweight loss memiliki


beberapa implikasi penting :
─ Deadweight loss juga meningkat dua kali
lipat dari tarif pajak.
• Artinya, pajak yang lebih besar memiliki
lebih banyak DWL daripada pajak yang
lebih kecil.
• Titik dimana DWL meningkat dengan
kelipatan dari tarif pajak dapat diilustrasikan
secara grafis.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 10 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Penentu Deadweight Loss

P S3 S2
S1
Pajak selanjutnya $0.10
D menyebabkan marginal
P3 DWL lebih besar = BCDE.
B
P2 Pajak awal $0.10
P1 A menyebabkan
DWL = ABC.
$0.10 C

E
$0.10

D1
Q
Q3 Q2 Q1
Gambar 3
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 11 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Penentu Deadweight Loss

 Karena tarif pajak doubles, dari 10¢


menjadi 20¢, segitiga DWL empat kali lipat.
 Area DBCE = 3 kali lebih besar dari BAC.
Total DWL karena pajak 20¢ = DAE.
 Karena pasar bergerak semakin jauh dari
ekuilibrium kompetitif, ada kesenjangan
yang semakin melebar antara permintaan
dan penawaran.
─ Hilangnya surplus yang lebih tinggi berarti
marginal DWL menjadi lebih besar.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 12 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Deadweight Loss dan Desain Sistem Pajak yang Efisien

 Deadweight loss yang meningkat dua kali lipat


dari tarif pajak memiliki implikasi pada
kebijakan pajak sehubungan dengan :
─ Distorsi yang sudah ada sebelumnya
(preexisting distortions)
─ Progresivitas
─ Tax smoothing

preexisting distortions Kegagalan pasar, seperti


eksternalitas atau imperfect competition, yang ada
sebelum intervensi pemerintah.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 14 of 30
10.2
Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi
Efisiensi Sistem Perpajakan dan Distorsi Pasar yang telah ada

P S2 P S2 = PMC2
S1 S1 = PMC1

Tax effect
SMC
B G
DWL tambahan Externality effect
DWL karena karena pajak
A E
pajak
D DWL karena
Tax eksternalitas
C
F
H

D1 D1
Q Q
Q2 Q1 Q2 Q1 Q 0
Tanpa positive externality Positive externality
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 15 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Deadweight Loss dan Desain Sistem Pajak yang Efisien
Efisiensi Sistem Perpajakan dipengaruhi oleh Market’s
Preexisting Distortions

 Pengenaan pajak di pasar pertama, tanpa


eksternalitas, menghasilkan deadweight loss =
segitiga BAC.
 Ketika telah ada distorsi, dimana perusahaan
memproduksi di bawah tingkat yang efisien
secara sosial, DWL jauh lebih tinggi. Marginal
DWL karena pajak yang sama = GEFH.
 Jika terdapat eksternalitas negatif, pajak akan
memperbaiki efisiensi.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 16 of 30
10.2

Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi


Deadweight Loss dan Desain Sistem Pajak yang Efisien

Sistem Pajak Progresif Kurang Efisien

 Wawasan tentang deadweight loss juga


menunjukkan bahwa sistem pajak progresif
bisa kurang efisien.
 Misal. dua sistem pajak - satu pajak
penghasilan yang proporsional 20%, dan
pajak progresif yang membebankan tarif 60%
pada orang kaya, dan tarif 0% pada orang
miskin.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 17 of 30
10.2
Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi
Sistem Pajak Progresif Kurang Efisien

Wage (W) Wage (W)


S2 S3 S2
S1 S1
DWL meningkat dua kali tarif
pajak. Semakin kecil pajak,
semakin baik G
W =23.90
3
B E
W2=11.18 W2=22.36
W1=10.00 A W1=20.0 D
0

C F

D1 I D1

H2=894 H1=1,000 Hours (H) H3=837 H2=894 H1=1,000


Hours (H)

Pekerja Upah Rendah Pekerja Upah Tinggi

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 18 of 30
10.2
Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi
Deadweight Loss dan Desain Sistem Pajak yang Efisien
Sistem Pajak Progresif Kurang Efisien

• Dalam sistem proporsional efficiency loss


bagi masyarakat adalah jumlah dari dua
segitiga deadweight loss, BAC dan EDF.
• Dalam sistem progresif, efficiency loss
adalah segitiga GDI – yaitu menambahkan
area GEFI tetapi tidak memasukkan BAC.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 19 of 30
10.2
Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi
Deadweight Loss dan Desain Sistem Pajak yang Efisien
Sistem Pajak Progresif Kurang Efisien
Pekerja Upah Rendah Pekerja Upah Tinggi
Panel A Panel B
Tax Rate Tax Rate DWL dari Jam DWL dari
Jam Kerja Total DWL
<$10,000 >$10,000 Pajak Kerja Pajak
No Tax 0 0 1000 (H1) 0 1000 (H1) 0 0

Proportional Tax 20% 20% 894 (H2) $115.71 894 (H2) $231.42 $347.13
(area BAC) (area EDF) (BAC +
EDF)
Progressive Tax 0% 60% 1000 (H1) 0 837 (H3) $566.75 $566.75
(area GDI) (EDF +
GEFI)

Kenapa DWL lebih besar bagi pekerja upah tinggi meskipun pengurangan jam
kerja sama? Karena dalam pasar tenaga kerja yang kompetitif, tingkat upah sama dengan
marginal product of labor (MPL), sehingga pekerja upah tinggi memiliki MPL lebih tinggi.
Akibatnya, masyarakat kehilangan efisiensi lebh banyak apabila pekerja upah tinggi
mengurangi jam kerja (dgn MP = $20 per jam) dibanding ketika pekerja upah rendah
mengurangi jam kerja (dgn MP = $10 per jam).

Public Finance and Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 20 of 30
10.2
Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi
Deadweight Loss dan Desain Sistem Pajak yang Efisien

 Dalam kasus di atas, pajak proporsional lebih efisien.


─ Peningkatan DWL yang besar terjadi karena pajak progresif
dibebankan pada basis pajak yang lebih kecil. Untuk me-
ningkatkan jumlah yang sama dalam penerimaan pada basis
pajak kecil, tarif pajak harus lebih tinggi, yang berarti
marginal DWL lebih tinggi.
─ Ini mengilustrasikan bahwa semakin banyak pajak dibeban-
kan ke satu sumber, semakin cepat DWL naik. Sistem pajak
yang paling efisien menyebarkan beban paling luas.

 Dengan demikian, guiding principle untuk perpajakan


yang efisien adalah perlakuan yang sama dan setara
(level playing field) bukan memajaki beberapa kelompok
atau barang sangat tinggi dan yang lainnya tidak dipajaki
sama sekali.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 21 of 30
10.2
Perpajakan dan Efisiensi Ekonomi
Deadweight Loss dan Desain Sistem Pajak yang Efisien

 Fakta dimana DWL naik dua kali lipat dari tari pajak
juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak harus
menaikkan dan menurunkan pajak, melainkan meng-
atur tarif pajak jangka panjang yang memenuhi ke-
butuhan anggaran rata-rata.
─ Misal, untuk membiayai perang, lebih efisien menaikkan
sedikit tarif selama beberapa tahun, ketimbang jumlah
yang besar selama 1 tahun (dan mengalami defisit dalam
jangka pendek).
 Gagasan ini bisa dianggap sebagai pemulusan pajak
(tax smoothing), mirip dengan gagasan perataan
konsumsi (consumption smoothing) individu.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 22 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


Ramsey Taxation: Teori Pajak Komoditi yang Optimal
optimal commodity taxation Pemilihan tarif pajak seluruh
barang untuk meminimalkan deadweight loss untuk kebu-
tuhan pendapatan pemerintah tertentu.

Ramsey Rule Untuk meminimalkan deadweight loss dari


sistem pajak sambil menaikkan jumlah pendapatan tetap,
pajak harus ditetapkan di seluruh komoditas sehingga ra-
sio DWL marjinal terhadap pendapatan marjinal mening-
kat sama untuk seluruh komoditi.

MDWLi 
   
MRi D
MDWL = DWL marjinal karena kenaikan pajak atas barang i,
MR = marginal revenue yang terjadi karena kenaikan pajak itu
 = nilai tambahan penerimaan pemerintah
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 24 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


Ramsey Taxation: Teori Pajak Komoditi yang Optimal

nilai tambahan pendapatan pemerintah (value of


additional government revenues) Nilai memiliki
dolar lain di tangan pemerintah relatif dibandingkan
penggunaan terbaik berikutnya di sektor swasta.

 Jika  besar, berarti tambahan penerimaan


pemerintah relatif bernilai dibanding menahan
uang di tangan privat;
 Jika  kecil, maka tambahan penerimaan
pemerintah memiliki nilai relatif sedikit
dibanding menahan uang individu pada privat

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 25 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


Ramsey Taxation: Teori Pajak Komoditi yang Optimal
 Kaidah Ramsey : DWL per dollar penerimaan pajak yang
dikaitkan dengan tambahan dolar dari pajak atas komoditi i
harus sama untuk semua komoditi.
 Jika pajak atas barang A memiliki MDWL/MR yang lebih
tinggi dari MDWL/MR dari pajak atas barang B, pemajakan
barang A menyebabkan ineffisiensi lebih besar per dollar
penerimaan yg ditingkatkan dibanding pemajakan barang B.
─ Ingat bahwa MDWL adalah fungsi positif dari tarif pajak;
─ semakin tinggi pajak semakin tinggi marginal deadweight loss
(MDWL) karena pajak memindahkan pasar lebih lanjut dari
competitive equilibrium (deadweight loss ditentukan dengan dua
kali tarif pajak).
─ Untuk meminimalkan inefisiensi pasar, pemerintah harus
mengurangi pajak barang A, sehingga menurunkan MDWL, dan
menaikkan pajak barang B, yang meningkatkan MDWL-nya.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 26 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


Ramsey Taxation: Teori Pajak Komoditi yang Optimal
 Penyesuaian tersebut harus berlanjut hingga rasio
MDWL/MR kedua barang sama dengan  ,
sehingga kedua barang memiliki biaya efisiensi
yang sama per dollar kenaikan penerimaan.
─ Jika  besar, maka tambahan sumber daya bagi
pemerintah memiliki nilai yang tinggi, sehingga
MDWL/MR akan menjadi besar untuk semua pajak
komoditi (tarif pajak tinggi);
─ Jika  kecil, maka tambahan sumber daya bagi
pemerintah memiliki nilai rendah, sehingga
MDWL/MR kecil bagi semua pajak komoditi (tarif
pajak pasti rendah).

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 27 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


Ramsey Taxation: Teori Pajak Komoditi yang Optimal
 Pemerintah memiliki potensi pajak yang inefisien (MDWL
tinggi) jika memiliki kebutuhan anggaran yang besar. Hal
ini menjelaskan pada pemerintah untuk menentukan
marginal cost dari pemajakan (MDWL/MR) sama dengan
marginal benefit ( ).
 Pada prinsipnya, Kaidah Ramsey memberitahu tingkat
perpajakan yang optimal untuk seluruh komoditas.
 Dalam praktiknya, analis kebijakan biasanya tidak memiliki
pengukuran nilai untuk , nilai pendapatan tambahan bagi
pemerintah.
─ Kaidah Ramsey biasanya digunakan ketika berbicara tentang
reformasi pajak dan biaya serta manfaatnya bergeser dari pola
pajak komoditas yang ada ke pola lain yang meningkatkan
jumlah pendapatan yang sama.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 28 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


Inverse Elasticity Rule

 Kaidah elastisitas terbalik (inverse elasticity


rule), yang mengekspresikan hasil Ramsey
dalam bentuk sederhana, memungkinkan kita
mengaitkan kebijakan pajak dengan
elastisitas permintaan.
 Pemerintah harus menetapkan pajak pada
setiap komoditi berbanding terbalik dengan
elastisitas permintaan.
– Barang-barang yang kurang elastis dikenakan tarif
pajak lebih tinggi.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 29 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


Inverse Elasticity Rule
Jika diasumsikan bahwa sisi penawaran pasar
komoditi adalah persaingan sempurna (elastisitas
penawaran = infinite), maka hasil Ramsey
menunjukkan bahwa :

Dimana :
i = tarif pajak optimal untuk komoditi i dan
i = elastisitas permintaan untuk komoditi i.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 30 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


 Formulasi dari kaidah Ramsey menunjukkan bahwa
dua faktor harus diseimbangkan ketika menentukan
pajak komodiiti yang optimal :
– elasticity rule: jika elastisitas permintaan atas suatu
barang tinggi, maka barang itu harus dikenakan tarif
pajak rendah; jika elastisitas rendah, tarif pajak harus
tinggi.
– broad base rule: lebih baik memajaki beragam
barang pada tarif moderat (lebih rendah) dibanding
memajaki sedikit barang dengan tarif tinggi. Karena
marginal deadweight loss dari pajak bertambah
dengan naiknya tarif pajak, pemerintah harus
menyebar pajak pada banyak komoditi dan tidak
memajaki satu komoditi pada tarif yang sangat tinggi.
• Jadi, pemerintah harus memajaki semua komoditi
yang bisa, tapi pada tarif yang berbeda
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 31 of 30
10.3

Pajak Komoditi yang Optimal


Implikasi Equity Model Ramsey
 Misalkan pemerintah hanya memiliki dua barang yang
akan dipajaki, cereal dan caviar:
─ Elastisitas permintaan untuk caviar jauh lebih tinggi
dibanding elastisitas untuk cereal, sehingga kaidah
elastisitas terbalik (inverse elasticity rule) akan
menunjukkan bahwa pemerintah memajaki cereal jauh
lebih tinggi dibanding caviar.
─ Hal ini berarti pengenaan pajak atas barang-barang
yang dikonsumsi secara eksklusif oleh kelompok yang
berpendapatan tinggi dibanding tinggi jauh lebih rendah
dari pajak yang dikenakan pada barang konsumsi.
 Hasil ini, walaupun efisien, bisa mengganggu sense
pemerintah tentang kewajaran pajak antar kelompok
pendapatan (vertical equity).

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 32 of 30
10.1
Optimal Commodity Taxation
 APPLICATION
Price Reform in Pakistan
Angus Deaton (1997) melakukan studi permintaan komodit di sejumlah negara
berkembang. Dia menggunakan variasi harga yang dihadapi konsumen beras, gandum,
dan komoditi lain untuk mengestimasi elastisitas permintaan.

Di Pakistan, barang yang berbeda memiliki tingkat subsidi dan pajak yang berbeda serta elastisitas
harga yang berbeda. Tabel ini menunjukkan manfaat kesejahteraan (welfare) yang diperoleh dari
reformasi subsidi/pajak pemerintah pada barang2 tersebut. Simulasi pajak optimal menunjukkan
bahwa ada sedikit manfaat kesejahteraan dari pengurangan subsidi gandum (karena permintaan-
nya inelastis) dan pengurangan subsidi ditentang terkait distribusi pendapatan. Pada sisi lain, ada
manfaat kesejahteraan besar dari pengurangan subsidi beras (karena permintaannya elastis) dan
dari pengurangan pajak atas minyak dan lemak dan pertimbangan distribusi pendapatan hanya
memperkuat konklusi ini.
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 33 of 30
10.3
Pajak Komoditi yang Optimal

(a). Makanan (D = inelastis) (b). Beras (D = elastis) (c). Minyak & lemak (D = elastis)

Konsekuensi Efisiensi Subsidi dan Pajak


Panel (a), pasar makanan: permintaan = inelastic dan penawaran disubsidi sehing-
ga kuantitas meningkat dari Q1 ke Q2 dgn DWL = BAC.
Panel (b), pasar beras : permintaan sangat elastic, sehingga jika supply disubsidi
kuantitas naik jauh lebih besar (dari Q1 ke Q2), dan DWL lebih besar dari (BAC).
Panel (c), pasar oils & fats : permintaan sangat elastic, sehingga pajak yang kecil
menyebabkan penurun-an yang besar kuantitas dari Q1 ke Q2, dengan DWL = BAC.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 34 of 30
10.4

Pajak Pendapatan Optimal

optimal income taxation Pemilihan tarif pajak antar


kelompok pendapatan untuk memaksimumkan
kesejahteraan sosial (social welfare) tergantung pada
kebutuhan pendapatan pemerintah.

 Perhatian utama dalam analisis ini adalah


keadilan vertikal (vertical equity).

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 35 of 30
10.4
Pajak Pendapatan Optimal
Contoh sederhana
 Asumsi :
1. Setiap orang dalam masyarakat memiliki fungsi utilitas
sama (U1 = U2 = . . .).
2. Fungsi utilitas menunjukkan utilitas marjinal pendapatan
yang menurun (diminishing marginal utility of income).
3. Total jumlah pendapatan masyarakat adalah tetap (fixed)
(sehingga pendapatan bukan ditentukan oleh pilihan
individu yang mungkin merespon tarif pajak).
4. Masyarakat memiliki utilitarian social welfare function (V
= U1 + U2 + . . .)  masing2 individu dibobot sama dalam
menentukan kesejahteraan sosial.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 36 of 30
10.4
Pajak Pendapatan Optimal
 Dengan asumsi tersebut, sistem pajak yang optimal adalah
sistem yang membiarkan semua orang dgn tingkat penda-
patan yang sama setelah pajak, yang merupakan total pen-
dapatan setelah pajak dalam masyarakat dibagi dengan
jumlah orang dalam masyarakat.
 Setiap individu dengan pendapatan di bawah tingkat ini
akan menerima transfer dari pemerintah yang akan mening-
katkan pendapatan mereka ke jumlah rata2. Setiap individu
dengan pendapatan di atas tingkat ini akan dipajaki hingga
pendapatan setelah pajak menyamai jumlah rata2
 Dengan sistem ini, tariff pajak marjinal (marginal tax rate =
100%) : setiap Rupiah penghasilan tambahan mengurangi
transfer seseorang sebesar Rp1 (jika di bawah tingkat
pendapatan rata-rata) atau menaikkan pajak seseorang
sebesar Rp1 (jika di atas tingkat pendapatan rata-rata).

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 37 of 30
10.4
Pajak Pendapatan Optimal
Model Umum dengan Efek Perilaku
 Secara umum, ada dilema (tradeoff) equity-efficiency.
 Menaikkan tarif pajak mungkin akan mempengaruhi
size dari basis pajak. Jadi, peningkatan tarif pajak atas
pendapatan tenaga kerja mempunyai 2 efek:
– Penerimaan pajak naik untuk tingkat pendapatan
tenaga kerja tertentu.
– Pekerja mengurangi pendapatan mereka,
menurunkan basis pajak.
 Pada tarif pajak yang tinggi, efek kedua ini menjadi
penting.
• Kurva Laffer (Laffer curve) : Jika tarIf pajak sangat
tinggi, kita ada pada wrong side, penurunan tarif pajak
meningkatkan penerimaan

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 38 of 30
10.4
Pajak Pendapatan Optimal
Model Umum dengan Efek Perilaku
Tax revenues Kurva Laffer
menunjukkan hubungan
antara tarif pajak dan
penerimaan pajak.
right wrong Karena tarif pajak naik
side side dari 0 ke *, penerimaan
pajak naik, tapi ketika
tarif pajak di atas *
penerimaan pajak turun

0 τ*% 100% Tax rate

Gambar Kurva Laffer

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 39 of 30
10.4
Pajak Pendapatan Optimal
Model Umum dengan Efek Perilaku
• Tujuan analisis pajak pendapatan optimal adalah
untuk mengidentifikasi skedul pajak yang
memaksimisasi kesejahteraan sosial, sembari
mengakui bahwa peningkatan pajak memiliki efek
yang bertentangan pada penerimaan.
• Sistem pajak optimal memenuhi suatu kondisi
dimana tarif pajak ditetapkan antar kelompok
sehingga :
MU i

MRi
• dimana MUi = marginal utility dari individu i, dan MR =
marginal revenue yang dikumpulkan dari pemajakan
individu itu; =  nilai tambahan penerimaan pemerintah
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 40 of 30
10.4
Pajak Pendapatan Optimal
Model Umum dengan Efek Perilaku

 Dalam kasus pajak pendapatan, sistem pajak


optimal merefleksikan keseimbangan yang berbeda :
─ Keadilan vertikal (vertical equity) :
kesejahteraan sosial dimaksimisasi apabila
mereka yang memiliki tingkat konsumsi tinggi,
dan dengan demikian marginal utility yang
rendah, dibebankan pajak lebih besar, dan
mereka yang memiliki tingkat konsumsi rendah,
dan dengan demikian marginal utility yang tinggi
dikenakan pajak lebih sedikit.
─ Respon perilaku (behavioral responses) :
karena pajak naik pada setiap kelompok, individu
dalam kelompok tersebut dapat merespon
dengan mendapatkan penghasilan lebih sedikit.

Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 41 of 30
10.4
Pajak Pendapatan Optimal
Contoh MU/MR
Pemajakan pendapatan
yang optimal menya- Mrs. Poor
makan rasio (MU/MR)
antar individu. Mr. Rich

 MU   MU 
λ    
 MR poor  MR rich

10% 20% Tax rate


Pemajakan Pendapatan yang Optimal : Rasio marginal utility terhadap marginal
revenue naik karena tarif pajak bagi setiap wajib pajak, namun rasio ini untuk Mr Rich lebih
rendah dari rasio untuk Mr. Poor. Tarif pajak pendapatan optimal adalah tarif yang menya-
makan rasio antar wajib pajak. Dari kurva ini diketahui tarif pajak optimal adalah 10% untuk
Mr Poor dan 20% untuk Mr Rich
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 42 of 30
10.5
Konklusi

 Isu fundamental dalam merancang kebijakan


pajak adalah equity-efficiency trade-off.
 Memahami efisiensi pajak benar-benar muncul
untuk mengingat dua prinsip utama:
─ Semakin elastis barang yang ditawarkan atau
diminta, semakin besar deadweight loss dari
pajak.
─ Semakin tinggi tarif pajak, semakin besar
peningkatan deadweight loss pajak yang
terjadi.
 Dilema dua pertimbangan ini adalah kunci untuk
memahami aspek efisiensi dari kebijakan pajak.
Diploma
Public III – PKNand
Finance STAN Adopted from : Jonathan Gruber : “Public Finance and Public Policy
Public Policy Jonathan Gruber Third Edition Copyright © 2010 Worth Publishers 43 of 30

Anda mungkin juga menyukai