Anda di halaman 1dari 3

ANGINA PEKTORIS

No Dokumen :
No Revisi : 00
SOP
TanggalTerbit : 15 April 2020
Halaman : 1/3
Ha. Rahmawati Abdul Gani,
PUSKESMAS
S.KM
SIPATANA
NIP. 19810710 200501 2 011
Angina pektoris stabil merupakan tanda klinis pertama pada sekitar 50% pasien
yang mengalami penyakit jantung koroner. Angina pectoris dilaporkan terjadi
1. Pengertian dengan rata-rata kejadian 1,5% tergantung pada jenis kelamin, umur, dan factor
risiko. Data dari studi Framingham pada tahun 1970 menunjukkan prevalensi
sekitar 1,5% untuk wanita dan 4,3% untuk pria berusia 50 – 59 tahun.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penanganan Angina Pectoris
Keputusan Kepala Puskesmas Nomor 001/PKM.S/UKP/SK/IV/2020 tentang
3. Kebijakan
Kebijakan Pelayanan Klinis Puskesmas Sipatana.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 Tahun 2015
4. Referensi tentang Panduan Praktis Klinis Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama.
Alat dan Bahan :
5. Prosedur - Alat-alat pemeriksaan tanda vital (sphygmomanometer, termometer,timer)
- Elektrokardiografi (EKG)
6. Langkah- - Anamnesis
langkah Pasien dating dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa
ditekan atau terasa seperti ditimpa beban yang sangatberat 
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri
khas sebagai berikut :
a. Letak substernal
b. Kualitas nyeri seperti tertindih beban berat
c. Makin diperberat dengan aktivitas
d. Lamanya serangan 1 – 5 menit, jikalebihdari 20 menit maka disebut
sindrom koronerakut
e. Terkadang disertai gejala keringat dingin, mual, muntah, dan sesak
- Pemeriksaan Fisik
a. Sewaktu terjadi serangan angina dapat tidak menunjukkan
kelainan. Walau jarang pada auskultasi dapat terdengar derap atrial
atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut
jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan
angina. 
b. Dapat ditemukan pembesaran jantung. 
- Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi
- Penatalaksanaan
Terapi farmakologi pada serangan akut:
1. Oksigen dimulai 2 L/menit 
2. Nitrat dikombinasikan dengan β-blocker atau Calcium Channel Blocker
(CCB) non dihidropiridin yang tidak meningkatkan denyut jantung (misalnya
verapamil, diltiazem). Pemberian dosis pada serangan akut: 
a. Nitrat 5 mg sub lingual dapat dilanjutkan dengan 5 mg peroral
sampai mendapat pelayanan rawat lanjutan di pelayanan sekunder. 
b. Beta bloker: Propanolol 20-80 mg dalam dosis terbagi atau 
3. Antipletelet Aspirin 160-320 mg sekali minum pada serangan

1/3
akut. Terapi farmakologi saat tanpa serangan sesuai dengan penyebab angina
(contohnya: hipertensi, dll), dapat diberikan ISDN 5 mg/SL saat nyeri timbul dan
disarankan untuk berobat ke fasilitas sekunder (dokter spesialis jantung maupun
penyakit dalam)
Konseling dan Edukasi 
Menginformasikan individu dan keluarga untuk melakukan modifikasi gaya
hidup antara lain: 
1. Mengontrol emosi dan mengurangi kerja berat dimana
membutuhkan banyak oksigen dalam aktivitasnya 
2. Mengurangi konsumsi makanan berlemak 
3. Menghentikan konsumsi rokok dan alkohol 
4. Menjaga berat badan ideal
5. Mengatur pola makan 
6. Melakukan olah raga ringan secara teratur 
7. Jika memiliki riwayat diabetes tetap melakukan pengobatan
diabetes secara teratur 
8. Melakukan control terhadap kadar serum lipid 
9. Mengontrol tekanan darah
Anamnesis

Pemeriksaan Fisik (Tekanan Darah,


Nadi, Laju Napas, Suhu)

Elektrokardiografi

Diagnosis

Angina Pectoris Stabil Sindrom Koroner Akut


7. Bagan Alir
- Tata laksana Farmakologi tanpa Serangan
Akut (Sesuai Faktor Resiko)
- Rujuk ke Faskes Sekunder

- Tata laksana Farmakologi tanpa Serangan


Akut (Sesuai Faktor Resiko)
- Rujuk ke Faskes Sekunder

Kriteria Rujukan 
8. Hal-hal yang
Dilakukan rujukan kelayanan sekunder (spesialis jantung atau spesialis penyakit
perlu
diperhatikan dalam) untuk tatalaksana lebih lanjut.

9. Unit Terkait Ruangan Pemeriksaan Umum


10. Dokumen Rekam medis pasien

2/3
terkait
No Yang diubah Isi Perubahan Tanggal mulai
11.Rekaman diberlakukan
Historis
perubahan

3/3

Anda mungkin juga menyukai