Anda di halaman 1dari 19

35

MODUL 4
PEMBUATAN NATA DE SOYA
Kompetensi:
1. Mampu menjelaskan tahapan proses pembuatan nata de soya.
2. Mampu membuat nata de soya.
3. Mampu bekerja sama dalam Tim.

1. PENDAHULUAN
Salah satu hasil buangan atau limbah dari pengolahan tahu adalah whey
tahu atau air limbah tahu. Whey tahu biasanya dibuang dan menjadi bahan
pencemar lingkungan baik pada tanah, kolam disekitar pabrik tahu atau pada
sungai tempat membuang air limbah tersebut.
Akhir-akhir ini whey tahu dimanfaatkan sebagai medium untuk
pertumbuhan Acetobacter xylinum, untuk menghasilkan nata. Nata adalah
biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna
putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan
medium cair yang asam dan mengandung gula. Nata dapat dibuat dari bahan baku
air kelapa, dan air limbah pengolahan tahu (whey tahu). Nata yang dibuat dari air
kelapa disebut dengan nata de coco, dan yang dari whey tahu disebut dengan nata
de soya.
Kandungan gizi whey antara lain protein, laktosa, mineral dan sejumlah
kecil lemak. Whey banyak mengandung senyawa sulfur dan asam amino esensial
(Idris, 2003). Whey tahu mempunyai prospek untuk dimanfaatkan sebagai
medium fermentasi bakteri, diantaranya bakteri asam asetat Acetobacter sp
termasuk bakteri Acetobacter xylinum.
Acetobacter xylinum dapat mengubah subtrat gula menjadi gel selulosa
yang biasa dikenal dengan nata. Dengan pertolongan bakteri tersebut
(Acetobacter xylinum) maka komponen gula yang ditambahkan ke dalam substrat
whey tahu dapat diubah menjadi suatu bahan yang menyerupai gel dan terbentuk
di permukaan medium dengan proses fermentasi.

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


36

Acetobacter xylinum meskipun termasuk dalam golongan bakteri, namun


Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang menguntungkan manusia. Artinya
dapat digunakan untuk membuat suatu produk yang bermanfaat bagi manusia.
Untuk itu dibutuhkan bibit acetobacter xylinum yang berkualitas agar dapat
membentuk nata yang baik.
Bibit Acetobacter xilynum berasal dari kultur murni yang sudah ada dapat
dikembangbiakan dengan menggunakan medium air kelapa atau substrat nanas.
Bibit Acetobacter xilynum yang dikembangkan, dipilih dari bibit yang memiliki
kualitas baik dan tidak terkontaminasi mikroorganisme lain. Umur kultur murni
yang digunakan juga akan mempengaruhi ketebalan dan sifat nata yang
dihasilkan. Semakin tua umur kultur, akan semakin menurun hasil bobot dan
ketebalannya. Kultur dalam bentuk kering beku dalam ampul dapat bertahan
hidup bertahun tahun tanpa peremajaan. Sedangkan kultur dalam agar miring
perlu peremajaan setiap 2-3 bulan (Misgiyarta, 2007).
Acetobacter xylinum akan mengalami fase adaptasi terlebih dahulu jika
dipindahkan ke dalam medium baru. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme
dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan
adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak penambahan. Fase pertumbuhan awal
dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung
beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri
mengeluarkan enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk
menyusun polimer glukosa menjadi selulosa.
Pada fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh
dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Semakin lama
waktu untuk fermentasi maka nata yang terbentuk akan semakin tebal, hal ini
dikarenakan dengan waktu yang lebih lama pembentukan lapisan nata oleh
bakteri akan terus berlangsung.
2. DASAR TEORI
2.1.Nata
Nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadir yang artinya berenang,
istilah tersebut juga berasal dari bahasa latin yaitu natere yang artinya terapung.
Nata adalah makanan khas rakyat Philipina yang biasa digunakan sebagai dessert

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


37

(makanan penyegar). Jenis nata yang sudah dikenal yaitu nata de coco yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum dengan menggunakan air kelapa
sebagai medium fermentasinya.
Pemberian nama nata disesuaikan dengan media pertumbuhan
Acetobacter xylinum, sehingga ada beberapa nama nata diantaranya nata de pina
yaitu nata yang diperoleh dari sari buah nanas, nata de mango dari sari buah
mangga, nata de cacao dari limbah kakao dan lain sebagainya.

Gambar 1. Nata

Nata dibentuk oleh Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi.


Mikroorganisme ini membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung
gula. Hasil uji proksimat menunjukkan kandungan utamanya adalah air (98%) dan
serat kasar (10%). Sebagai makanan, nata memiliki nilai gizi dan nilai kalori yang
rendah. Meskipun demikian, sehubungan dengan kandungan seratnya maka nata
dapat dijadikan sebagai makanan alternatif untuk penderita masalah gizi lebih,
untuk mencegah terjadinya sembelit atau menghindari konstipasi serta cocok
dikonsumsi penderita diabetes.
Nata sebenarnya tidak mempunyai nilai gizi yang berarti bagi manusia,
oleh sebab itu produk tersebut dapat dipakai sebagai sumber makanan rendah
energi untuk keperluan diet. Nata juga lebih enak bila dicampur dengan es krim,
koktail buah atau sirup. Selain itu nata juga mengandung serat yang dibutuhkan
tubuh dalam proses metabolisme, sehingga dapat memperlancar pencernaan dalam
tubuh.
Nata adalah makanan olahan yang difermentasi selama 2-4 minggu
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum dapat
tumbuh dan berkembang dalam medium gula dan akan mengubah gula menjadi

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


38

selulosa. Selama fermentasi bakteri Acetobacter xylinum memecah gula (sukrosa)


menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa melalui reaksi heksokinase menjadi
glukosa-6-fosfat. Glukosa-6-fosfat diubah menjadi glukosa-1-fosfat oleh enzim
fosfoglukomutase. Reaksi selanjutnya dalah pembentukan uridin difosfat glukosa
(UDP-glukosa) yang merupakan hasil reaksi antara glukosa-1-fosfat dengan uridin
trifosfat (UTP), oleh kerja enzim glukosa-1-fosfaturidiltransferase. Reaksi ini
dialihkan menuju ke kanan oleh kerja pirofosfatase, yang menghidrolisa pirofosfat
(PPi) menjadi ortofosfat (Pi). UDP-glukosa adalah donor langsung residu glukosa
didalam pembentukan enzimatik selulosa oleh kerja selulos sintase yang
mengiatkan pemindahan residu glukosil dari UDP-glukosa ke ujung non residu
molekul selulosa.
Reaksi yang terjadi adalah sebagi berikut:

sintase

Gambar 2. Biosintesis Selulosa dari Glukosa


Secara kimia nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari
selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan
Acetobacter xylinum pada permukaan media cair asam dan mengandung gula.
Pemantauan batas kritis tingkat keasaman (pH), bau, rasa, dan warna nata
dilakukan secara organoleptik. Syarat mutu nata rebus dapat dilihat pada tabel
2.1.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Nata Rebus
Parameter Persyaratan
pH 6.0 - 7.0
Bau Bebas bau busuk, tidak menyimpang
Warna Putih
Rasa Netral atau tidak asam
Sumber: Anonymous (2010)

Sedangkan karakteristik nata yang berkualitas baik dapat diketahui


berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nata dalam kemasan. Adapun
syarat-syarat mutu nata dalam kemasan menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata dalam Kemasan Menurut SNI


No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


39

1.1 Bau - Normal


1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
1.4 Tekstur - Normal
2. Bahan asing - Tidak boleh ada
3. Bobot tuntas % Min. 50
4. Jumlah gula (dihitung
sebagai Sukrosa % Min. 15
5. Serat makanan % Maks. 4,5
6. Bahan Tambahan Makanan
6.1 Pemanis buatan:
- Sakarin Tidak boleh ada
- Siklamat Tidak boleh ada
6.2 Sesuai SNI 01 -0222-
6.3 Pewarna makanan 1995
7. Pengawet (Na Benzoat) Sesuai SNI 01 -0222-
7.1 Cemaran Logam mg/kg 1995
7.2 Timbal (Pb) mg/kg
7.3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 0,2
7.4 Seng (Zn) mg/kg Maks. 2
8. Timah (Sn) Maks. 5,0
9. Cemaran Arsen (As) Maks. 40,0/250,0
9.1 Cemaran Mikroba: Koloni/g Maks. 0,1
9.2 Angka lempeng total APM/g
9.3 Coliform Koloni/g Maks. 2,0 x 102
9.4 Kapang Koloni/g <3
Khamir Maks. 50
Maks. 50
Sumber: SNI 01 -4317-1996 (1996)

2.2 Whey Tahu


Limbah cair tahu sesungguhnya masih mengandung nutrien-nutrien seperti
vitamin B, lesitin, dan oligosakarida. Pada pembuatan tahu, 74% protein kedelai
akan terdapat pada tahu, sedangkan 9% protein akan terbuang bersama air limbah.
Setiap 0,5 kg kedelai yang dibuat tahu, akan menghasilkan 4 liter limbah cair tahu
sehingga perlu dipikirkan cara pemanfaatannya.

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


40

Gambar 3. Whey Tahu


Pemanfaatan whey tahu sebagai medium pembuatan nata de soya atau
nata yang terbuat dari air limbah tahu merupakan cara memanfaatkan limbah atau
hasil samping produksi tahu sekaligus menghasilkan produk yang memiliki nilai
tambah yaitu produk Nata de Soya.

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Nata de Soya dan Air Limbah Tahu dalam 100 gr

Air Limbah
Zat Gizi (satuan) Nata de Soya
Tahu
Karbohidrat (g) 20 2
Protein (g) 2,35 1,75
Lemak (g) 1,68 1,25
Serat Kasar (g) 3,2 0,001
Kalsium (mg) 4,6 4,5
Sumber: Enie, Basrah & Supriatna (1993)

Whey tahu merupakan sumber medium yang baik untuk pertumbuhan


Acetobacter xylinum dalam hal ini bakteri pembentuk nata, tetapi untuk
memperoleh hasil nata yang optimal diperlukan nutrisi berupa sumber karbon dan
nitrogen. Komposisi whey tahu terdiri dari bahan-bahan organik seperti protein,
lemak dan karbohidrat yang mudah busuk sehingga menimbulkan bau yang
kurang sedap.

Karakteristik whey tahu atau limbah cair tahu yaitu :


a. Fisika
1. Kandungan total solid yang terdiri dari bahan terapung, tersuspensi,
koloid dan terlarut

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


41

2. Berwarna gelap bila sudah basi dan bau kurang sedap bila sudah busuk.
b. Kimia
1. Mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi.
2. Bahan organik buangan tahu mengandung senyawa nitrogen, nitrit,
nitrat, amoniak dan sulfide.
3. Gas, Nitrogen, Oksigen, Hidrogen, Sulfida dan Metana.

2.3 Acetobacter xylinum


Acetobater xylinum merupakan mikroorganisme berbentuk batang pendek,
yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron, dengan permukaan
dinding yang berlendir. Bakteri ini dapat membentuk rantai pendek dengan satuan
6-8 sel. Sifat dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerasi
glukosa hingga menjadi selulosa. Selulosa kemudian membentuk matriks yang
dikenal sebagai nata.

Gambar 4. Bakteri Acetobacter Xylinum

Acetobacter xylinum merupakan mikroorganisme yang sangat efisien


menghasilkan selulosa, merupakan Gram negatif, berbentuk batang, berpasangan
dan saling berikatan, reproduksi dengan binary fission, bergerak dengan flagella
dan tidak membentuk endospora. Pada kondisi tertekan, acetobacter xylinum
berubah bentuk dengan menggembung atau memanjangkan filamen.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktifitas Pembentukan Nata


Aktifitas pembentukan nata dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat
keasaman medium, suhu fermentasi, lama fermentasi, sumber nitrogen, sumber
karbon dan konsentrasi starter. Faktor-faktor dominan dalam pembuatan nata

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


42

adalah ketersediaan nutrisi (sumber karbon dan nitrogen), pH medium fermentasi,


ketersediaan oksigen, suhu inkubasi, lama fermentasi dan starter.

2.4.1 Sumber Karbon


Karbon merupakan bagian dari sitoplasma, enzim, dinding sel
dantermasuk bahan cadangan di dalam sel. Hasil oksidasi dari senyawa karbon
juga digunakan sebagai sumber energi. Sumber karbon umumnya menggunakan
gula pasir (10-20%) karena harganya relatif murah. Keberhasilan dalam
pembuatan nata dipengaruhi oleh viabilitas (kemampuan hidup) bakteri,
kandungan nutrisi medium pertumbuhan bakteri dan lingkungannya. Viabilitas
bakteri yang baik akan menghasilkan nata yang baik dan cepat. Kandungan nutrisi
yang cukup terutama gula sebagai sumber karbon untuk bahan baku pembentukan
nata sangat diperlukan. Demikian pula ketersediaan sumber nitrogen dan mineral,
walaupun tidak digunakan langsung pembentuk nata, sangat diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri acetobacter xylinum.

2.4.2 Sumber Nitrogen


Sumber nitrogen diperlukan dalam pembentukan protein yang penting
pada pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen
menyebabkan sel kurang tumbuh dengan baik dan menghambat pembentukan
enzim yang diperlukan sehingga proses fermentasi dapat mengalami kegagalan
atau tidak sempurna. Nitrogen yang digunakan untuk pembuatan nata umumnya
adalah pupuk ZA yang relatif murah dan cenderung asam dibandingkan urea.
Mikroorganisme membutuhkan nitrogen yang diperoleh dari bahan
anorganik misalnya amonium, nitrat atau bahan organik berupa asam amino,
pepton dan protein. Bahan yang baik bagi pertumbuhan acetobacter xylinum
adalah ekstrak khamir dan kasein. Namun, bahan yang cocok digunakan untuk
menghasilkan kualitas nata yang baik adalah amonium sulfat dan amonium fosfat.
Jumlah sumber nitrogen yang sesuai dalam medium akan merangsang
mikroorganisme dalam mensintesa selulosa dan menghasilkan nata dengan ikatan
selulosa yang kuat sehingga tidak mudah meluruh. Konsentrasi N (nitrogen) yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan peningkatan nilai osmositas medium fermentasi.

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


43

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya plasmolisis pada mikroorganisme sehingga


proses pembentukan selulosa terhambat dan dapat mematikan aktifitas
acetobacter xylinum.

2.4.3 pH Medium Fermentasi


Konsentrasi ion Hidrogen (pH) merupakan faktor penting yang
mempengaruhi jasad renik, termasuk sel-sel jaringan hewan dan tumbuhan.
Pengukuran pH merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan
pembentukan produk. Sebagian besar mikroorganisme dapat berfungsi dengan
baik dalam selang pH antara 3-4. Apabila menggunakan sumber nitrogen amonia
maka pH medium cenderung menurun.
Setiap mikroorganisme mempunyai kisaran nilai pH yang pertumbuhannya
masih memungkinkan dan mempunyai pH optimum. pH optimum untuk
pertumbuhan Acetobacter xylinum pada derajat keasaman 4,3. Untuk mencapai
pH optimum pertumbuhan Acetobacter xylinum, biasanya ditambahkan asam
asetat dalam medium fermentasi. Asam asetat adalah suatu senyawa berbentuk
cairan, tidak berwarna, berbau menyengat dan memiliki rasa asam yang tajam
sekali. Bahan ini larut dalam air, alkohol, gliserol dan eter.

2.4.4 Oksigen
Acetobacter xylinum adalah sejenis mikroorgnisme yang bersifat aerob
sehingga didalam merombak gula dan menyusunnya menjadi nata,
mikroorgnisme tersebut memerlukan oksigen yang diperoleh dari oksigen terlarut
dalam medium atau oksigen yang berasal dari udara bebas. Dalam fermentasi
aerob dipandang sebagai nutrisi yang penting tetapi oksigen mempunyai kelarutan
yang sangat kecil yaitu kurang dari 10 mg/liter. Sehubungan dengan hal tersebut,
diperlukan transfer oksigen yang berkesinambungan dari permukaan medium ke
dalam medium. Oksigen biasanya diberikan ke dalam kultur mikroorganisme
dalam bentuk udara (bukan oksigen murni).
Suatu proses metabolisme dan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme
dipengaruhi oleh besar kecilnya kadar oksigen dalam medium. Oleh karena itu
kadar oksigen terlarut meningkat dengan naiknya kadar oksigen terlarut sampai

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


44

suatu harga tertentu. Jumlah oksigen yang diperlukan dalam setiap proses
fermentasi berbeda-beda, tergantung dari sumber karbon yang digunakan dan
komposisi kimia sel. Perpindahan oksigen dari udara ke dalam sel
mikroorganisme selama proses fermentasi terjadi melalui tiga tahap yaitu tahap
perpindahan oksigen dari gelembung udara ke larutan, tahap perpindahan oksigen
terlarut dari medium fermentasi ke dalam sel mikroorganisme dan tahap
pengambilan oksigen terlarut oleh sel. Kecepatan perpindahan oksigen dari setiap
tahap dipengaruhi oleh beberapa efek penahanan, seperti kepekatan medium oleh
karena konsentrasi gula yang tinggi. Selain itu, transfer oksigen ke dalam
medium juga dipengaruhi oleh jenis penutup wadah fermentasi dan volume
medium fermentasi.

2.4.5 Suhu Inkubasi


Suhu inkubasi ideal untukpertumbuhan Acetobacter xylinum adalah 28°C-
31°C. Pada suhu di bawah 15°C dan di atas 35°C tidak terjadi pembentukan nata.
Proses inkubasi pada pembuatan nata dilakukan dalam wadah tertutup rapat dan
diinkubasi pada suhu terbaik yaitu 30°C.

2.4.6 Lama Fermentasi


Hasil laporan Rahadiyanto (2001), menyatakan bahwa dalam pembuatan
nata de aqua, semakin lama waktu fermentasi dapat menyebabkan tekstur menjadi
semakin lunak, sehingga untuk memperoleh tekstur yang sesuai lama fermentasi
optimum adalah 9 hari. Menurut Sutarminingsih (2004), pemeraman sebaiknya
dilakukan dalam ruangan khusus yang bersih untuk menghindari terjadinya
goyangan atau kontaminasi dengan mikroorganisme lain ataupun berbagai jenis
serangga yang dapat menggagalkan produksi nata. Keberhasilan proses fermentasi
dapat dilihat melalui ada tidaknya lapisan tipis pada permukaan medium
fermentasi. Lapisan tersebut akan menjadi semakin tebal dari hari ke hari. Salah
satu perusahaan yang memproduksi nata de coco yaitu PT. Kara Santan Pertama
memiliki standar ketebalan nata yang dihasilkan berkisar 1,2-1,5 cm.

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


45

Minggu ke-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu paling maksimal


produksi nata, yang berarti lebih dari 4 minggu produksi nata akan menurun
(Awang, 1991).
Fermentasi selama 7 hari memberikan kebutuhan nutrisi dan oksigen
dengan baik dan menghasilkan lapisan selulosa yang lebih berat. Fermentasi lebih
dari 7 hari diduga terjadi kematian bakteri sehingga terjadi penurunan jumlah sel
yang akan mengakibatkan penurunan bobot nata yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan karena sifat bakteri Acetobacter xylinum mempunyai sifat
kemoorganotrof, dimana bakteri tersebut mampu menggunakan sumber karbon
sebagai energi yang kemudian mensintesis menjadi selulosa secara ekstraseluler,
sehingga sel-sel bakteri akan terperangkap didalam lapisan fibriler selulosa (Nisa,
et. Al., 1997).

2.4.7 Starter
Tersedianya starter yang baik merupakan faktor yang penting dalam
memproduksi nata karena kualitas starter sangat menentukan hasil nata yang
diperoleh. Pada pembuatan nata, starter yang digunakan berasal dari kultur cair
Acetobacter xylinum yang telah disimpan selama 3-4 hari sejak inokulasi. Pada
masa penyimpanan itu, jumlah mikroorganisme akan mencapai maksimal. Jumlah
starter yang ditambahkan berkisar antara 10 - 20% dari volume media fermentasi
(Alaban, 1962).
Kriteria penting bagi kultur mikroorganisme agar dapat digunakan sebagai
inokulum yaitu sehat dan berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang
cukup, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, bebas dari kontaminan dan
mempunyai kemampuan dalam membentuk produk akhir karena tujuannya adalah
untuk memproduksi sel setinggi-tingginya (Pambayun, 2002). Starter dapat
diperoleh ditoko-toko kimia atau laboratorium dalam bentuk biakan basah siap
pakai.

3. PERCOBAAN
3.1. Bahan dan Alat

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


46

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air limbah tahu (whey
tahu) yang diperoleh dari produsen tahu, starter (bibit Acetobacter xylinum), gula
pasir, ZA, asam asetat. Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah kain
kasa halus (penyaring), beaker glass, timbangan digital, jangka sorong
(penggaris), hot plate (pemanas), panci, pipet tetes, oven, kertas pH, gelas ukur,
cawan porselin, karet, batang pengaduk, tissu dan wadah fermentasi.

3.2. Metode Percobaan


Terdapat dua variabel pada percobaan ini yaitu variabel tetap dan variabel
berubah. Variabel tetap meliputi whey tahu 5 L, gula pasir 6 gram, ZA 0,07 gram,
dan asam asetat 1,5 ml sedangkan variabel berubah yaitu konsentrasi starter ( 10
% –20 % volume medium) dan lama fermentasi (7 hari – 12 hari).

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Persiapan Medium
Dalam pembuatan nata de soya, medium yang digunakan adalah air
limbah tahu (whey tahu) yang baru dihasilkan dari pengolahan tahu. Sebelum
digunakan sebagai medium pertumbuhan acetobacter xylinum, air limbah tahu ini
terlebih dahulu diendapkan dan disaring (Cahyadi, 2007).

3.3.2 Persiapan Starter


Sebelum pembuatan nata de soya, harus dilakukan persiapan dan
pengembangan starter. Medium untuk pembuatan starter berasal dari air limbah
tahu. Pengembangan starter bertujuan untuk memperbanyak dan meremajakan
bakteri acetobacter xylinum sebelum diinokulasi ke medium dalam proses
pembuatan nata. Proses pembuatan starter dapat dilihat pada Gambar 5. Aliran
Proses Pembuatan Stater (Bibit)

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


47

Whey Tahu

Diendapkan dan disaring

Gula 6 gram; ZA 0,07


gram; serta atur pH Dicampur
antara 3 - 4

Di masak/direbus

Ditempatkan dalam botol dan


ditutup

Didinginkan

Bibit acetobacter xylinum 25 % Di inokulasi ( ditambahkan)

Di inkubasi
( dibiarkan selama 3 hari )

Starter nata

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Starter (bibit)

3.3.3 Pembuatan Nata de Soya


 Air limbah tahu yang masih segar dari limbah industri tahu diendapkan,
lalu disaring dengan menggunakan kain kasa halus (penyaring) lalu
dimasukkan kedalam beaker glass sebanyak 5 liter. Air limbah tahu
tersebut dimasukkan kedalam panci untuk dimasak/dipanaskan dengan
menggunakan kompor, lalu kotoran-kotoran atau gelembung-gelembung
yang ada dipermukaan air limbah tahu yang sedang dipanaskan, diambil
dengan menggunakan sendok/saringan sampai bersih.

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


48

 Setelah mendidih dimasukan 0,07 gram ZA, biarkan 5 menit lalu disaring
kembali kotoran-kotoran Whey tahu yang ada
dipermukaan medium. Kemudian
dimasukan 6 gram gula, biarkan 5 menit lalu disaring kembali kotoran-
kotoran yang ada di permukaan medium. Selanjutnya dimasukan 1,5 ml
asam asetat (atur agar pH 3-4), biarkan hingga mendidih, lalu turunkan
larutan dari kompor.
 Kemudian 500 ml larutan tersebut dipindahkan kedalam wadah
fermentasi/tupperware, lalu ukur pH dengan menggunakan kertas pH
(pastikan pH berkisar antara 3-4 merupakan pH optimal untuk
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum), atau lakukan penambahan
larutan asam asetat sampai pH menjadi 3-4.
 Setelah diukur, larutan di tutup dengan menggunakan kertas dan di ikat
dengan karet lalu biarkan sampai dingin.
 Setelah dingin dilakukan pembibitan, dengan cara mengangkat tutup
kertas sedikit disalah satu ujung tupperware, kemudian dimasukan starter
sesuai dengan variasi yang telah ditentukan, lalu ditutup kembali.
 Wadah fermentasi disimpan pada tempat yang aman dalam keadaan
tertutup sesuai dengan lama fermentasi yang telah ditentukan.
 Diagram alir proses pembuatan nata de soya dapat dilihat pada Gambar
6.
 Selanjutnya pemanenan nata de soya. Sebelumnya di ukur terlebih
dahulu pH nata de soya dengan cara membuka kertas yang menutupi
wadah fermentasi/tupperware. Setelah itu, lembaran nata yang telah jadi
di ambil dan ditempatkan kedalam wadah pencucian.
 Dilakukan pengamatan.

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


49

Diendapkan dan disaring

Gula 6 gram; ZA 0,07 gram serta


Dicampur
atur pH 3-4

Dimasak dan direbus

Ditempatkan dalam tupperware dan ditutup


dengan kertas

Didinginkan

Starter
( 10 % -20 % vol. Diinokulasi (ditambahkan)
medium)

Diinkubasi (diperam) selama 7 - 12 hari

Lembaran nata de soya

Pengukuran: Uji Organoleptik


1. Kadar Air
2. Ketebalan
3. Berat

Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Nata de Soya

Tabel 3. Rancangan Percobaan

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


50

Lama Hasil Pengamatan


Starter (%) Fermentasi, Kadar Air
Tebal (cm) Berat (gram)
hari (%)

3.4 Pengamatan

3.4.1 Kadar Air (Sudarmadji dkk, 1997)


Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara pemanasan (metode oven).
Nata yang telah dihasilkan di potong menjadi bagian yang kecil. Kemudian nata
tersebut ditimbang kira-kira beratnya mencapai 3-6 gram, lalu dimasukkan
kedalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya. Selanjutnya sampel
dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu ± 105°C selama 3 jam
dalam kondisi konstan (tetap). Kemudian dinginkan selama 20 menit, setelah
dingin sampel ditimbang. Selanjutnya sampel dipanaskan kembali dalam oven
selama 30 menit pada suhu ± 105°C, lalu di dinginkan selama 20 menit dan
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai berat sampel konstan (selisih 2 kali
penimbangan berturut-turut 0,2 mg). Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

BeratBasah ( gr)−BeratKering(gr )
Kadar Air (%) ¿ x 100 %
BeratBasah ( gr )

3.4.2 Ketebalan Nata


Pengukuran ketebalan nata dilakukan dengan menggunakan jangka sorong
(penggaris). Pengukuran dilakukan empat kali pada sisi yang berbeda dan
dihitung untuk setiap kombinasi perlakuan dan ulangannya. Hasil pengukuran
setiap ulangan dirata-ratakan. Pengukuran ketebalan nata dilakukan pada waktu
pemanenan dan ketebalan nata dinyatakan dalam cm (centimeter).
3.4.3 Berat Nata

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


51

Nata di cuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan lendir
yang melekat. Kemudian nata di angkat dan dibiarkan selama 15 menit agar lebih
kering. Selanjutnya nata ditimbang dan dicatat berat yang terukur pada timbangan
tersebut. Berat nata yang didapat dinyatakan dalam gram.

3.4.4 Perbandingan Fisik Nata


Lembaran nata dicuci, kemudian direndam selama 12-72 jam. Pada saat
perendaman, lembaran nata harus benar-benar terendam air (tenggelam). Agar
tidak mengembang, lembaran nata harus diberi pemberat seperti batu yang bersih.
Apabila perendaman dilakukan lebih dari 24 jam, air rendaman harus diganti 1-2
kali sehari. Setelah dua hari nata yang sudah direndam, dipotong menjadi seperti
kubus dengan sisi 1x1 cm selanjutnya direbus sebagian nata yang sudah dipotong
tadi sekitar 15-20 menit. Ambil satu potong nata yang telah direbus untuk diukur
pH-nya dengan menggunakan kertas pH. Selanjutnya dilakukan pengamatan
terhadap fisik nata yang sudah dan yang belum direbus dengan menggunakan
metode organoleptik.
Organoleptik merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguji
kualitas suatu bahan atau produk menggunakan panca indra manusia. Dalam hal
ini aspek yang akan diuji berupa aroma, rasa, tekstur dan warna. Adapun prosedur
dari metode organoleptik yaitu :
1. Mengumpulkan 10 responden/panelis yang jujur, terbuka, dan sehat
didalam suatu ruangan yang bersih.
2. Menyajikan nata yang akan di uji kualitasnya kepada para panelis.
3. Pengujian dilaksanakan sesuai dengan instruksi petugas.
4. Hasil/respon dilaporkan pada form isian yang tersedia dengan tepat.
5. Kemudian lembaran data responden/panelis diserahkan kepada
petugas.
Hasil organoleptik terhadap kualitas fisik nata yang sudah direbus akan
dibandingkan dengan syarat mutu nata rebus berdasarkan Tabel 3.2

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


52

Tabel 3.2 Syarat Mutu Nata Rebus


Parameter Persyaratan
pH 6.0 - 7.0
Bau Bebas bau busuk, tidak menyimpang
Warna Putih
Rasa Netral atau tidak asam
Sumber: Anonymous (2010)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2010. Pengawasan Mutu Proses. http//:www.unhas.ac.id/gdln/dirpan.


pengalengan/Topik3/Model%20industri/Pengalengan
%20nata/06%20Nata-Pengawasan%20mutu.pdf, diakses pada 27 Juni
2013.
Astuti, A., dan Prabasari , I. 1994. Pengaruh Limbah Tahu Cair terhadap
Pertumbuhan Acetobacter xylinum dan Pembentukan Nata. Universitas
Muhammadiyah, Yogyakarta.
Brock, T.D., and Madigan, M. 1988. Biology of Mikroorganism. Englewood,
Cliff, New Jersey.
Buckle, K. A. R., Edwards, G.H. Fleet., dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Presss. Jakarta.
Cahyadi, W. 2007. Kedelai, Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Darmajana, Doddy.A. 2004. Pengaruh Ketinggian Media dan Waktu Inkubasi
Terhadap Beberapa Karakteristik Fisik Nata de Soya. Seminar Nasional
Rekayasa Kimia dan Proses. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro.
Enie, Basrah dan Supriatna. 1993. Pembuatan nata de soya. BPPIHP. Bogor
Idris, S. 2003. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Animal Husbandry Project.
Universitas Brawijaya. Malang.
Kurniadewi, 2003. Pemanfaatan Limbah Jerami Nangka Untuk Pembuatan Nata
Tinjauan Proporsi Air Pengekstrak dan Konsentrasi Starter Dalam
Pembentukan Partikel Nata. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang.
Minoi, F. 2007. Penambahan Ekstrak Ampas Nanas sebagai Medium Campuran
pada Pembuatan Nata de Chashew. Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik. Bulletin Littro XVIII (1) : 107-116.
Misgiyarta, 2007. Teknologi Pembuatan Nata de Coco. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin


53

Rahayu, M. 2013. Mujirahayu69.blogspot.com/2013/03/organolepti.html?m=1,


diakses pada 12 juli 2013
Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Rahadiyanto, F. 2001. Pembuatan Nata De Aqua Tinjauan dari Jenis Gula dan
Konsentrasi Diamonium Hidrogen Fosfat terhadap Kualitas Nata yang
Dihasilkan. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya,
Malang.
Rahman, A. 1992. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Riswanda, F. 2009. http://waluhhangit.blogspot.com/2009/03/acetobacter
xylinum.html, diakses pada 28 Juni 2013.
Saragih, Y.P. 2004. Membuat Nata De Coco. Puspa Swara. Jakarta.
SNI 01- 4317- 1996. 1996. Nata dalam Kemasan. Separtemen Perindustrian,
Jakarta.
Sudamadji, S.B., Haryono, dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Sulandra, K. M., Nada, P. Sarjana., dan Ekawati, 2000. Pengaruh Berbagai
Konsentrasi Pupuk ZA dan NPK terhadap Produksi serta Karakteristik
Nata de Coco. Laporan Penelitian Universitas Udayana Kampus Bukit
Jimbaran, Denpasar, Bali.
Susanto, T., Rangga, K., Yunianta. 2000. Pembuatan Nata de Pina dari Kulit
Nanas Kajian dari Sumber Karbon dan Pengenceran Medium Fermentasi.
Jurnal Teknologi Pertanian 1(2): 58-6
Sutarmingsih, L. 2004. Peluang Usaha Nata de coco. Kanisius, Yogyakarta.
Suryani, A., E. Hambali., P. Suryadarma. 2005. Membuat Aneka Nata. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Shurtleft, W and A. Aoyogi, 1975. The Book of Tofu Food for Mankind. Autum
Press. Kanagara.
Tahir, I. S., Sumarsih, dan S. D. Astuti. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah
Nanas Local (Ananas comosus, L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata.
Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII. Jurusan Kimia FMIPA UGM,
Yogyakarta.
Tarwiyah, dan Kemal. 2001. Nata de Soya. http://www.aagos.ristek.go.id/pangan/
kacang-kacangan%20dan%20biji-bijian/nata de soya.pdf, diakses pada 28
Juni 2013.

Dipersiapkan oleh : Rozanna S.I., Jaya Mandala, Okli Martin

Anda mungkin juga menyukai