Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Agama

Nathasia Wijaya/XII SOS 2/21

Perbedaan Agama di Indonesia dan Toleransi Antar Umat Beragama

Seperti yang kita ketahui Indonesia adalah negara dengan berbagai perbedaan. Adanya
perbedaan agama di Indonesia bukan, lah hal yang mengejutkan lagi. Bukan hanya satu, dua,
atau tiga perbedaan tapi ada enam perbedaan agama di Indonesia. Adanya perbedaan dalam
ajaran agama itu tidak selamanya membawa dampak positif, tapi ada juga dampak negatif yang
merugikan masyarakat, seperti perpecahan dan diskriminasi. Oleh karena itu diperlukannya sikap
toleransi. Apa itu sikap toleransi? Sikap toleransi adalah perilaku terbuka untuk menghargai
segala perbedaan yang ada di antara sesama manusia.
Selama ini dapat dikatakan Indonesia merupakan negara dengan tingkat toleransi yang cukup
tinggi. Hal itu saya rasakan secara langsung dalam pengalaman hidup. Pertama-tama, saya
adalah warga negara Indonesia yang beragama Katholik. Saya selalu menjunjung tinggi toleransi
sesuai dengan ajaran Kitab suci yang diajarkan Tuhan sendiri. Ajaran kitab suci itu akan saya
jabarkan dalam tulisan di bawah ini:
 "Maka, terjadilah perselisihan yang tajam sehingga mereka berpisah satu sama lain."
(Kisah Para Rasul 15:39, AYT)
Arti: Tuhan secara unik menciptakan kita masing-masing dengan kepribadian dan
kesukaan/pendapat kita sendiri. Oleh karena itu, kita tidak akan selalu sepakat satu
dengan yang lain. Namun, ini tidak berarti bahwa kita tidak bisa lagi mengasihi dan
saling menghormati meskipun ada perbedaan. Mereka yang menjadi milik ilah dunia ini
mungkin tidak pernah memahami pandangan orang Kristen -- dan kita harus siap dengan
hal tersebut karena hikmat Allah adalah kebodohan bagi dunia.
 "Anak Manusia datang lalu makan dan minum, dan mereka berkata, 'Lihat, seorang yang
rakus dan pemabuk, teman para pengumpul pajak dan orang-orang berdosa.' Akan tetapi,
hikmat dibenarkan oleh perbuatannya." (Matius 11:19, AYT)
Arti: Hidup kita tidak diatur oleh keberuntungan atau kesempatan, tetapi oleh kehendak
Allah. Allah mengizinkan interaksi dan keterlibatan kita dengan orang-orang yang tidak
percaya kepada Yesus atau yang memiliki pendapat yang berbeda tentang masalah iman.
Kunci untuk menjadi seperti Kristus dalam situasi ini adalah menjaga pandangan kita
tertuju pada Kristus dan bukan pada pribadi. Anda dapat memiliki pikiran Kristus bila
bergantung pada Roh Kudus untuk mengarahkan.
 "Jika kamu menjalankan hukum utama sesuai dengan Kitab Suci, yaitu 'Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,' kamu telah melakukan yang benar." (Yakobus
2:8, AYT)
Arti: Individu-individu yang paling intoleran dapat mengenali kasih sejati dan tanpa
syarat dari orang Katholik. Mengasihi orang-orang yang intoleran terhadap iman
Katholik, memberdayakan orang percaya untuk mengasihi sama seperti Yesus. Kasih dari
Allah bersifat proaktif dan nyata tanpa kemunafikan. Kasih mengatasi banyak dosa yang
memungkinkan Tuhan untuk menembus hati yang paling sulit.
Saat saya masih kecil, yaitu sekitar umur empat sampai sembilan tahun, saya tinggal di sebuah
lingkungn yang didominasi oleh umat beragama Islam. Bahkan di dekat rumah saya ada masjid
yang tiap sorenya adzan. Kedua orangtua saya juga beragama Katholik. Baik saya dan orangtua
saya, kami semua bergaul dengan masyarakat sekitar tanpa memandang agama. Setiap siang
sampai sore, saya selalu bermain dengan teman-teman sekompleks tanpa adanya diskriminasi.
Ketika maghrib tiba, teman-teman saya yang beragama Islam juga segera pamit untuk
menunaikan ibadah. Saya yang bergama Katholik sudah diajarkan orangtua saja untuk beriskap
toleransi. Sehingga saya yang pada saat itu masih kecil tidak memaksa mereka untuk lebih lama
bermain. Dan juga ketika adanya Idul Fitri, kami merayakan bersama-sama dengan acara makan
bersama. Saya inget, rasa ketupat bude enak sekali! Dan ketika Natal tiba, juga melakukan acara
bersama walau yang merayakan hari Natal hanya keluarga saya saja tapi mereka yang Non
Katholik tetap menghormati dan merayakan bersama. Ini adalah salah satu bentuk toleransi yang
indah. Bahkan, ketika saya SMP, saya bersekolah di sekolah umum di mana didalam sekolah itu
ada yang beragama Islam, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu, dan juga Konghucu. Setiap
istirahat kedua, teman dekat saya yang beragama Islam selalu sholat. Saya diajak untuk
menemani mereka dan tentu saja saya tidak keberatan menunggu teman saya beribadah.
Dari pengalaman ini saya mengetahui bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki banyak
berbedaan, terutama di agama namun kami semua tetap bertoleransi agar hidup menjadi lebih
sejahterah dan terhindar dari yang namanya perpecahan. Namun tak dapat dipungkiri, ada juga
orang yang merasa agama mereka jauh lebih hebat dan bahkan tidak ragu menjatuhkan agama
lain. Banyak kasus seperti itu, mengingat agama Islam merupakan agama yang paling banyak di
Indonesia. Tapi untuk saya sendiri, saya lebih memilih jalan damai dengan mendoakan orang
tersebut daripada ikut menjatuhkan agama mereka. Saya yakin, kedepannya pola pikir mereka
akan berubah dan akhirnya menghargai yang namanya perbedaan. Saya juga yakin dengan
adanya sikap toleransi, hidup menjadi lebih sejahterah, bahagia, dan lebih maju.

Anda mungkin juga menyukai