Anda di halaman 1dari 3

MENJADI SEORANG KATOLIK YANG TOLERAN TERHADAP AGAMA LAIN

Revalina Ping Dam Tung


revalina.22108@mhs.unesa.ac.id
Prodi S1 Akuntansi, FEB
22080694108

Pendahuluan
Aku terlahir di keluarga dengan agama yang berbeda-beda dan hidup di
lingkungan penuh dengan umat yang bukan pengikut Kristus. Sedari kecil aku
bersekolah di sekolah negeri yang mayoritasnya beragama Islam, banyak yang
beragama Kristen tetapi umat Katoliknya sangatlah sedikit bahkan masih dapat
dihitung jari. Hal tersebut membuatku terbiasa dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan, waktu ibadah, dan logika berpikir mereka. Oleh karena itu, aku
memilih judul “Menjadi Seorang Katolik Yang Toleran Terhadap Agama Lain”
sebagai penulisan makalah ini.
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini terdiri dari; (1)
Apakah aku sudah menjadi seorang Katolik yang toleran terhadap agama lain?
(2) Bagaimana cara seorang Katolik menerapkan sikap toleransi? (3) Dasar biblis
mana yang membahas pentingnya toleransi? (4) Apa perbandingan dari ketiga
rumusan masalah di atas?

1. Sikap toleransi seorang Katolik


Pernah suatu kali, saat aku memanggil teman kostku untuk meminjam
barang, dia tidak menjawab panggilanku. Saat itu waktu menunjukkan pukul tiga
sore dan aku teringat bahwa pukul tersebut sudah memasuki waktu ibadah
mereka, maka aku pun memutuskan untuk menunggunya sampai selesai
beribadah. Sewaktu natal, keluargaku menerima tamu atau kerap disebut ‘open
house’. Kami mengundang para tetangga untuk datang ke rumah dan menikmati
makanan juga kue yang kami hidangkan, setelah menyantap makan mereka
sangat berterimakasih kepada kami karena telah mengundang mereka ke rumah
kami.
Pernah juga saat aku dan teman-temanku sedang kerja kelompok, kami
diharuskan untuk berhenti sejenak karena ada beberapa temanku yang ingin
beribadah. Mereka menanyakan apakah tidak apa-apa jika aku menunggu
mereka beribadah, dan aku mengatakan tidak apa-apa, kita dapat melanjutkan
kerja kelompok setelah selesai ibadah. Dari ketiga sumber data empiris; diriku,
tetanggaku, dan temanku, dapat dikatakan bahwa aku sudah menjadi seorang
Katolik yang toleran terhadap agama lain karena mampu menghormati dan
menghargai mereka yang berbeda agama.
2. Cara bertoleransi seorang Katolik
Pada Konsili Vatikan II (1956: 221) terdapat Tata Tertib Yang Harus
Diindahkan, yaitu “Kerja sama dengan umat Kristen dan umat beragama lain”
yang berarti ketika kita melakukan suatu pekerjaan bersama umat agama lain
maka akan terbentuk kerja sama yang dinamis dan bijaksana, serta tujuan kerja
sama itu dapat tercapai melalui hasil pemikiran dari sudut pandang yang
berbeda. Kutipan ini berhubungan dengan topik yang dibahas, karena untuk
menjadi seorang Katolik yang toleran terhadap agama lain, pastinya kita harus
menjalin hubungan yang baik sesama umat beragama. Dalam hal ini, hubungan
yang baik dapat dicapai dengan melakukan kerja sama.
Pada Mater et Magistra (1951: 238) terdapat kalimat, “Ada kalanya timbul
perbedaan-perbedaan pandangan mengenai penerapan prinsip-prinsip itu … Bila
itu terjadi, hendaknya mereka waspada, jangan sampai kehilangan sikap saling
menghormati dan saling menghargai.” Pernyataan tersebut dapat diartikan
bahwa kita tidak boleh membenci satu sama lain karena perbedaan. Kutipan ini
berhubungan dengan topik yang dibahas, karena sebagai seorang Katolik yang
toleran terhadap agama lain seharusnya kita dapat menghargai perbedaan
agama sesama umat manusia.
Pada Pacem in Terris (1963: 129) terdapat kalimat, “… bukan rasa takut,
melainkan cintakasihlah, yang harus memberi warna dasar kepada hubungan-
hubungan antara orang-orang perorangan maupun antar bangsa.” Kalimat ini
dapat diartikan bahwa hubungan sesama manusia dapat terbentuk oleh cinta
kasih. Kutipan tersebut berhubungan dengan topik yang dibahas, karena
Seseorang dapat dikatakan sebagai orang Katolik ketika dia bukan hanya mampu
mengasihi sesama orang Katolik, tetapi dia juga mampu mengasihi sesama
manusia, baik itu agama Islam, Hindu, Buddha, dan yang lainnya. Terdapat
persamaan antara kutipan Mater et Magistra (1951: 238) dengan Pacem in Terris
(1963: 129), yang mana keduanya menjadikan hukum cinta kasih sebagai
landasan teorinya.

3. Seorang Katolik yang toleran menurut Kitab Suci


a) Roma 10:12
“Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena,
Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang
berseru kepada-Nya.”
Dari ayat Kitab Suci di atas, dapat diartikan bahwa Tuhan tidak membeda-
bedakan manusia dan semua manusia adalah sama di mata Tuhan. Tidak ada
agama yang lebih baik dan lebih suci dari agama lain, tetapi buktinya, di
kehidupan nyata masih sering terjadi diskriminasi karena mereka menganggap
agama mereka lebih baik dari agama lain.
b) Mazmur 37:11
“Tapi orang-orang yang lembut hati akan memiliki bumi. Dan mereka akan
sangat bahagia karena kedamaian yang limpah.”
Pada ayat Kitab Suci di atas, terdapat kata orang-orang yang lembut hati
yang artinya adalah; orang yang tidak dikuasai kebencian, tidak dipenuhi amarah,
dan iri hati. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak membenci mereka yang
berbeda agama dan menjadi seorang yang lembut hatinya, maka kita akan
memperoleh bumi, kebahagiaan, dan kedamaian yang melimpah.
c) Yohanes 13:34
“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling
mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus
saling mengasihi.”
Dalam ayat ini, Tuhan mengajarkan murid-muridNya untuk mengasihi satu
sama lain tanpa memandang mereka adalah teman atau musuh kita, karena
Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi semua tanpa terkecuali. Maka
sebagai seorang Katolik yang toleran terhadap agama lain patutlah kita
mengasihi satu sama lain, terutama mereka yang bukan umat Katolik.

4. Perbandingan empiris, teoritis, dan biblis


Pada rumusan masalah pertama, yaitu bahasan empiris mengenai Sikap
toleransi seorang Katolik, terdapat banyak pengalaman saya yang berdasar
menghargai perbedaan. Sama seperti bahasan teoritis, beberapa di antaranya
juga didasari oleh sikap menghargai perbedaan. Namun berbeda dengan
bahasan biblis, hampir semua di antaranya didasari oleh hukum cinta kasih.

Simpulan
Menjadi seorang Katolik yang toleran terhadap agama lain dapat dengan
mudah kita lakukan jika kita menerapkan hukum cinta kasih di hidup kita. Bagi
saya, kasih telah menjadi dasar hidup saya sebagai orang yang beriman. Dan
dengan cinta kasih, kita dapat hidup penuh sukacita dan damai sejahtera.

Pustaka Acuan
KONSILI VATIKAN II, Dekrit Tentang Kerasulan Awam dalam Dokumen Konsili
Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, Dokumentasi dan
Penerangan KWI-Obor, Jakarta 1993.
Yohanes XXIII, Mater et Magistra (Ibu dan Guru) dalam Kumpulan Dokumen
Ajaran Sosial Gereja Katolik Tahun 1961
Yohanes XXIII, Pacem in Terris (Perdamaian Dunia) dalam Kumpulan Dokumen
Ajaran Sosial Gereja Katolik Tahun 1963

Anda mungkin juga menyukai