Dalam buku ini saya akan membahas tiga tema, yaitu perlunya
baptisan bagi keselamtan; bagaimana caranya baptisan itu dilaksanakan
supaya sah; dan bagaimana baptisan dihayati supaya menghasilkan buah-
buah kebaikan dan keselamatan. Masing-masing akan dijelaskan dalam
bab tersendiri secara berurutan.
Praktek baptisan dalam Gereja Kristen itu berangkat dari pesan
Yesus sebelum Ia naik ke sorga dengan bersabda, “Pergilah, jadikanlah
semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Putera dan Roh Kudus.” (Mat. 28: 19). Perintah Yesus yang disebut
“formula misi” itu mendorong para murid untuk pergi ke seluruh dunia
mewartakan injil dan membaptis orang-orang yang percaya berkat
pewartaan mereka. Unsur kepercayaan ini ditekankan dalam Injil Markus.
“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa
yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak
percaya akan dihukum” (Mrk. 16: 15-16).
Dalam sejarah Gereja, perintah Yesus untuk membaptis itu telah
membuat orang-orang Kristen pergi ke seluruh dunia dan membaptis
sebanyak mungkin orang. Kita mempelajari kegiatan misioner Gereja yang
sekapal dengan proses penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa yang kristen
terhadap bangsa-bangsa di benua Amerika, Australia, Asia dan Afrika. Kita
tahu bahwa penemuan benua Amerika oleh Christoforus Colombus pada
tahun 1492 itu langsung disusul bagi penginjilan benua baru itu oleh
Imam-imam Dominikan dan Fransiskan. Sampai sekarang wilayah Amerika
Latin menjadi daerah Katolik berkat penginjilan mereka. Kita mengenal juga
para misionaris besar, misalnya St. Fransiscus Xaverius SJ (1506-1552)
yang menyebarkan agama kristiani dengan cara membaptis sebanyak
mungkin orang. Ia bahkan sampai di Kepulauan Maluku yang menandai
sejarah kekristenan di Indonesia. Perintah Yesus di dalam Injil tadi telah
ditafsirkan secara harafiah oleh orang kristen bahwa semua orang di muka
bumi ini harus dibaptis supaya mereka diselamatkan oleh karya penebusan
Kristus. Penafsiran teologis itu telah menjadi penggerak karya misioner
Gereja untuk mewartakan injil dan membaptis semua orang dari segala
ujung bumi.
Perintah Yesus dalam Injil yang secara eksplisit mengatakan bahwa
pembaptisan harus diterimakan kepada semua orang demi keselamatan,
secara wajar telah ditafsirkan oleh Gereja sebagai perintah untuk
mengkristenkan seluruh dunia. Berbeda dari Yudaisme yang hanya
diperuntukkan untuk bangsa Yahudi saja, sekte Kristen lebih bercorak
ekspansif, dalam arti ia berpretensi untuk menjadi agama universal.
Pembaptisan adalah tanda orang dimasukkan ke dalam keanggotaan agama
Kristen. Dan agama Kristen diyakini sebagai tempat keselamatan telah
terjadi. Sehingga sangat wajar bahwa pembaptisan dianggap sebagai syarat
mutlak bagi keselamatan.
Pertanyaan kita selanjutnya ialah “dalam arti apa pembaptisan adalah
syarat mutlak bagi keselamatan seseorang?” Benarkah bahwa pembaptisan
adalah syarat mutlak keselamatan bagi semua orang, termasuk orang-
orang yang tidak sempat dibaptis selama hidup di dunia ini? Apakah orang
yang tidak sempat dibaptis dalam hidupnya di dunia ini tidak akan
mendapat keselamatan kekal? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini secara
teologis ini adalah sangat penting dan serentak juga secara personal dan
sosial sangat sensitif. Sangat penting karena menyangkut keyakinan pokok
umat kristiani. Sangat sensitif karena kita hidup dalam zaman pluralisme
agama dan hak asasi di bidang memeluk agama. Kalau kita katakan bahwa
baptisan itu mutlak perlu bagi keselamatan, sehingga orang yang tidak
dibaptis tidak mendapatkan keselamatan karena mereka tidak
mendapatkan penebusan Kristus, maka kita akan menyinggung perasaan
umat beragama non-kristen. Tetapi kalau kita katakan bahwa baptisan itu
tidak mutlak perlu bagi keselamatan, sehingga orang-orang yang tidak
dibaptis pun akan diselamatkan oleh Tuhan, maka kita akan dianggap
meremehkan pentingnya baptisan bagi keselamatan orang-orang kristen.
Pertanyaan-pertanyaan tadi sudah menjadi pokok refleksi para teolog
sejak lama. Francis A. Sullivan, SJ, dosen teologi dogmatik di Universitas
Gregoriana Roma, mengumpulkan pelbagai refleksi para teolog itu dalam
bukunya yang berbahasa Inggris, dan kalau diterjemahkan akan berbunyi:
“Keselamatan di luar Gereja? Melacak jejak jawaban katolik dalam
sejarah”1. Saya ingin mengajak pembaca untuk menyimak bagaimana
persoalan perlunya baptisan bagi keselamatan dan kenyataan bahwa umat
kristiani hidup dalam masyarakat multi-agama ini dijawab oleh para teolog
katolik. Kalau kita tidak memiliki pengertian yang tepat tentang masalan
1 Francis A. Sullivan, SJ, Salvation Outside the Church? Tracing the History of the
Catholic Response, Rome, 1992.
ini, maka kita akan jatuh pada dua ekstrim berikut. Pertama, kita menjadi
orang yang fanatik dan tertutup, karena kita yakin bahwa hanya melalui
baptisan manusia bisa mendapatkan keselamatan. Sedangkan orang-orang
yang tidak dibaptis pasti akan masuk neraka. Padahal kita tahu juga
bahwa pada zaman orang menghormati hak-hak asasi dan kebebasan
beragama ini, maka sikap ekstrim itu akan dianggap kolot dan ketinggalan
zaman. Sikap semacam itu nampak pada segelintir orang dari sekte atau
agama tertentu yang tidak toleran terhadap perbedaan. Kedua, kita bisa
pula jatuh pada ekstrim lainnya yaitu relativisme yang menganggap bahwa
baptisan tidak perlu bagi keselamatan. Orang-orang yang tidak dibaptis
pun dapat memperoleh keselamatan. Setiap orang dari agama apapun
dapat memperoleh keselamatan melalui agamanya masing-masing. Ada
banyak jalan menuju Roma, demikian pula ada banyak jalan menuju Sorga.
Tetapi untuk orang-orang kristiani yang percaya bahwa baptisan adalah
syarat mutlak baginya untuk memperoleh keselamatan, maka sikap relatif
itu terasa tidak adil. Bahkan tidak adil pula terhadap setiap pemeluk agama
lain yang dengan yakin nan teguh percaya bahwa agamanyalah yang paling
benar. Sehingga sikap relativistis itu adalah musuh semua agama. Sikap
yang relativistis di bidang iman itu tidak baik untuk umat kristiani yang
percaya akan baptisan dan tidak baik pula untuk penganut agama non
kristen yang percaya bahwa agamanyalah jalan menuju keselamatan. Kalau
anda mulai bingung berarti anda mulai mengerti bahwa persoalan ini
tidaklah sederhana. Itulah sebabnya maka dalam bagian prakata dan
pendahuluan di atas permasalahan ini saya uraikan agak panjang lebar.
Marilah kita mencari kejelasan atas masalah yang tidak sederhana ini
bersama-sama.