Anda di halaman 1dari 232

PELAJARAN I

SEJARAH SINGKAT

&

PERBEDAAN DASAR

Pendahuluan.

Sebetulnya ini bukanlah pelajaran tentang perbandingan agama, tetapi lebih


tepat disebut sebagai perbandingan aliran, karena Roma Katolik sebetulnya
termasuk dalam ruang lingkup Kristen.

Ada 2 sikap extrim / salah menghadapi agama / aliran lain:

1) Sikap menyerang:

a) Penyerangan itu bisa ditujukan kepada orang yang beragama lain itu,
dimana kita membenci atau memusuhi orang itu.
Ini salah karena sekalipun kita harus menentang ajaran yang salah /
sesat, tetapi kita harus mengasihi orangnya, dan berusaha mengarahkan
dia pada jalan yang benar, supaya dia bisa diselamatkan.

b) Penyerangan itu bisa ditujukan kepada agama orang itu.


Pada umumnya ini juga salah, karena pada umumnya orang yang dise-
rang agamanya akan menjadi marah, sehingga ia akan membuat ‘ben-
teng’ pada waktu kita memberitakan Injil kepadanya.

Karena itu harap diperhatikan bahwa buku ini tujuannya bukan untuk
dibagikan kepada orang Roma Katolik, tetapi hanya untuk kalangan Kristen
sendiri.

2) Menganggap semua agama sama dan semua agama itu baik.


Ini juga merupakan sikap yang salah karena:

a) Setiap agama bukan saja berbeda dengan agama yang lain, tetapi bah-
kan juga bertentangan.
Misalnya:
1. Kristen (dan Katolik) mengakui Yesus sebagai Tuhan / Allah sendiri,
tetapi agama-agama yang lain tidak.
2. Kristen mengakui Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat dan satu-
satunya jalan keselamatan, tetapi agama-agama lain tidak.
3. Kristen menekankan keselamatan hanya melalui iman kepada Yesus,
bukan karena perbuatan baik, tetapi agama-agama lain (termasuk
Katolik) menekankan perbuatan baik.
1
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Jelas bahwa orang yang menganggap semua agama sama, jelas tidak
mengerti apa-apa soal agama-agama yang ia anggap sama itu!

b) Sekalipun mungkin semua agama mengajarkan umatnya untuk berbuat


baik, tetapi:
1. Konsep tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, berbeda
antara agama yang satu dan agama yang lain.
2. Bagaimana kalau umat beragama itu gagal melakukan apa yang baik?
Dengan kata lain, bagaimana kalau mereka berbuat dosa? Hanya
dalam Kristen ada penebusan dosa melalui pengorbanan Yesus
Kristus, Allah yang telah menjadi manusia, dan mati di salib untuk
menebus dosa umat manusia! Tidak ada agama lain yang mem-
punyai penebus dosa / pembayar hutang dosa!

Tujuan belajar perbandingan agama / aliran:

1. Bukan supaya kita menjadi sombong, atau supaya kita bisa mengejek atau
menghina orang yang beragama / beraliran lain, atau supaya kita menang
kalau berdebat dengan mereka!

2. Untuk menguatkan iman kita sendiri.


Dalam belajar tentang agama / aliran lain, kita harus mempelajari kesalahan
mereka dan mempelajari bagaimana ajaran yang benar. Kalau kita hanya
mengerti kesalahan mereka tetapi tidak mengerti bagaimana ajaran yang
seharusnya / yang benar, maka ini tidak akan terlalu membawa manfaat bagi
iman kita. Tetapi kalau kita juga mempelajari bagaimana ajaran yang benar /
seharusnya, maka ini akan menguatkan iman kita.

3. Untuk membawa mereka kepada Kristus.


Selama kita masih beranggapan bahwa semua agama adalah sama / semua
agama itu baik, atau selama kita tidak mengetahui kesalahan dari orang yang
beragama lain itu, maka kita tidak akan memberitakan Injil kepada mereka.
Tetapi kalau kita sudah tahu perbedaan dan kesalahannya, maka kita akan
mempunyai motivasi untuk memberitakan Injil kepada mereka.
Khususnya dalam persoalan Roma Katolik, ada banyak orang kristen yang
mempunyai anggapan yang salah, yaitu bahwa Roma Katolik itu sama
dengan Kristen, dan karena itu tidak perlu diinjili.
Kalau saudara sudah mempelajari buku ini dan mengerti perbedaan / perten-
tangan antara ajaran Kristen dengan ajaran Roma Katolik, dan saudara tidak
berusaha menginjili orang Roma Katolik, maka ada sesuatu yang tidak beres
dalam kerohanian saudara! Mungkin saudarapun adalah orang yang belum
diselamatkan dan perlu diinjili!

I) Istilah ‘Roma Katolik’.

1) Istilah ‘Katolik’ sebetulnya bukan monopoli golongan Roma Katolik, kare-


na istilah ‘Katolik’ sebetulnya berarti ‘universal‘ atau ‘umum / am’ [ban-
dingkan dengan kalimat dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli yang berbunyi

2
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
‘Gereja yang kudus dan am’, yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya
berbunyi ‘The Holy Catholic Church’ (= Gereja Katolik yang kudus)].

2) Sebetulnya istilah ‘Roma Katolik’ merupakan suatu kontradiksi, karena


kata ‘Roma’ menunjukkan tempat tertentu / lokal, sedangkan kata ‘Kato-
lik’ berarti universal / umum / sedunia.

II) Sejarah singkat.

Sejarah singkat ini perlu diketahui, karena banyak orang kristen yang mengira
bahwa Roma Katolik ada lebih dulu dan kristen merupakan agama baru yang
memberontak terhadap Roma Katolik. Karena itu, kalau orang kristen
diserang oleh orang Katolik dengan cara ini, mereka tidak bisa menjawab.

Sejarah singkatnya adalah sebagai berikut:

1) Sejak jaman Perjanjian Baru, orang-orang yang percaya kepada Kristus


dan menggunakan Kitab Suci sebagai dasar hidup / kepercayaan, disebut
Kristen (Kis 11:26).
Perhatikan bahwa Kristen sudah ada pada abad pertama, jauh sebelum
Roma Katolik ada!

2) Mulai abad I orang-orang kristen dianiaya oleh orang-orang Yahudi yang


menganggap Kristen sebagai suatu sekte yang sesat. Orang-orang kris-
ten juga dianiaya oleh pihak pemerintah Romawi karena orang-orang
kristen itu tidak mau menyembah kaisar.
Tetapi banyaknya penganiayaan ini justru menyebabkan kekristenan itu
menjadi murni (tidak ada atau jarang ada orang kristen KTP), dan orang-
orang kristen mempunyai iman yang kuat.

3) Pada awal abad ke 4, Constantine mulai tertarik pada kekristenan dan


pada tahun 324 M, setelah ia menjadi kaisar atas seluruh wilayah ke-
kaisaran Romawi, ia menjadikan kristen sebagai agama yang sah di
seluruh wilayah kekaisaran Romawi.

4) Karena kristen dijadikan agama yang sah di seluruh kekaisaran Romawi,


maka akibatnya banyak orang terpaksa masuk kristen, padahal hati
mereka tidak kristen / tidak percaya kepada Yesus maupun Kitab Suci.
Mereka ini lalu mulai membawa kekafiran mereka ke dalam gereja dan
gereja yang kurang ketat dalam menjaga ajarannya, makin lama makin
menjauhi ajaran yang semula / Kitab Suci.

Contoh-contoh penyimpangan:

1. Doa untuk orang mati dan membuat tanda salib.............................300 M


2. Pemujaan terhadap malaikat dan orang suci..................................375 M
3. Penggunaan patung-patung............................................................375 M
4. Permulaan pemuliaan Maria (istilah ‘bunda Allah’).........................431 M

3
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
5. Doktrin tentang api pencucian.........................................................593 M
6. Penggunaan bahasa Latin dalam doa / kebaktian..........................600 M
7. Doa ditujukan kepada Maria, malaikat dan orang-orang suci.........600 M
8. Gelar ‘Paus’......................................................................................607 M
9. Mencium kaki Paus..........................................................................709 M
10. Penyembahan terhadap salib, patung dan relics..........................786 M
11. Penyembahan terhadap Santo Yusuf............................................890 M
12. Kanonisasi orang-orang suci yang mati........................................995 M
13. Hamba Tuhan tidak boleh menikah.............................................1079 M
14. Doa Rosario.................................................................................1090 M
15. Transubstantiation (doktrin tentang perjamuan kudus)...............1215 M
16. Alkitab dilarang untuk orang awam..............................................1229 M
17. Cawan Perjamuan Kudus dilarang untuk orang awam...............1414 M
18. Api Pencucian ditetapkan sebagai dogma..................................1439 M
19. Doktrin tentang 7 sakramen diteguhkan......................................1439 M
20. Salam Maria.................................................................................1508 M
21. Tradisi disetingkatkan dengan Alkitab.........................................1545 M
22. Apocrypha dimasukkan ke dalam Kitab Suci..............................1546 M
23. Doktrin bahwa Maria lahir / dikandung dan hidup tanpa dosa....1854 M
24. Paus tidak bisa salah kata-katanya............................................1870 M
25. Kenaikan Maria ke surga.............................................................1950 M
26. Maria dinyatakan sebagai ibu gereja...........................................1965 M

Catatan:
 Ini hanya sekitar 60 % dari penyelewengan-penyelewengan yang ditu-
liskan oleh Loraine Boettner dalam bukunya ‘Roman Catholicism’, hal
7-9.
 Bahwa hal-hal yang ada dalam daftar di atas ini memang merupakan
penyimpangan dari Kitab Suci bisa saudara lihat penjelasannya dalam
sepanjang buku ini.

5) Karena kota Roma adalah ibukota kekaisaran Romawi, maka bishop (=


uskup) Roma makin lama makin kuat kedudukannya, dan pada tahun
445 M, Kaisar Valentinian memutuskan bahwa semua bishop harus tun-
duk pada bishop Roma. Ini mengarah pada timbulnya Paus dan muncul-
nya Roma sebagai pusat Roma Katolik.

6) Penyelewengan yang menjadi-jadi pada abad 16, akhirnya menimbulkan


Reformasi oleh Martin Luther (1517) dan lalu disusul oleh Zwingli, John
Calvin, dan John Knox.
Reformasi ini bertujuan untuk memanggil orang-orang untuk ‘kembali
pada Alkitab’ (back to the bible). Dari istilah / semboyan ‘kembali pada
Alkitab’ ini sebetulnya sudah jelas bahwa para tokoh reformasi mengang-
gap Roma Katolik sebagai kristen yang sudah menyimpang dari Alkitab.
Kalau tidak menyimpang, mengapa harus kembali pada Alkitab?

Kesimpulan:

4
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Kristen Protestan bukanlah agama / ajaran baru yang memberontak dari
Roma Katolik, tetapi ajaran yang kembali kepada kekristenan yang lama /
mula-mula, yang sudah ada sejak abad pertama!

Seperti yang dikatakan oleh Loraine Boettner:


“Roman Catholics often attempts to represent Protestantism as something
comparatively new, as having originated with Martin Luther and John Calvin in
the sixteenth century. ... Protestantism as it emerged in the 16th century was not
the beginning of something new, but a return to Bible Christianity and to the
simplicity of the Apostolic church from which the Roman Church had long since
departed” (= Orang Roma Katolik sering mencoba untuk menunjukkan /
menggambarkan Protestanisme sebagai sesuatu yang baru, yang berasalmula
dengan Martin Luther dan John Calvin di abad ke 16. ... Protestanisme yang
muncul di abad ke 16 bukanlah permulaan dari sesuatu yang baru, tetapi
pengembalian pada kekristenan Alkitab dan pada kesederhanaan gereja rasuli
dari mana gereja Roma sudah sejak lama menyimpang) - ‘Roman Catholicism’,
hal 1.

Ia melanjutkan lagi:
“Protestantism, therefore, was not a new religion, but a return to the faith of the
early church. It was Christianity cleaned up, with all the rubbish that had collected
during the Middle Age thrown out” (= Karena itu, protestanisme bukanlah suatu
agama baru, tetapi suatu pengembalian pada iman dari gereja mula-mula. Itu
adalah kekristenan yang dibersihkan, dengan dibuangnya semua sampah /
kotoran yang terkumpul selama abad pertengahan) - ‘Roman Catholicism’, hal
12.

Untuk lebih jelasnya, lihatlah gambar di bawah ini (hal 5).

Kristen Protestan

Reformasi

1517

penyimpangan2 sehingga
menimbulkan Roma Katolik

Kristen mula2

III) Perbedaan dasar Katolik - Kristen Protestan.

Sebelum kita membahas perbedaan Roma Katolik dan Kristen Protestan, ada
satu hal yang perlu diketahui.

5
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Loraine Boettener berkata bahwa ajaran dan praktek Roma Katolik di negara-
negara dimana Katolik adalah golongan minoritas berbeda dengan Roma
Katolik aslinya, atau dengan Roma Katolik di negara-negara dimana Roma
Katolik merupakan golongan mayoritas, karena di negara-negara dimana
mereka merupakan golongan minoritas mereka mengadakan kompromi-
kompromi untuk menyesuaikan diri. Kalau kita mau melihat Roma Katolik
yang sesungguhnya, kita harus melihatnya pada abad pertengahan, atau
melihatnya sekarang di negara-negara seperti Spanyol, Portugal, Italia,
Perancis, Irlandia Selatan dan Amerika Latin, dimana mereka berkuasa
dalam politik maupun gereja - ‘Roman Catholicism’, hal 3.

Dengan mengingat satu hal itu, sekarang mari kita melihat perbedaan dasar
antara Roma Katolik dengan Kristen Protestan.

A) Pandangan tentang Kitab Suci.

Secara teoritis, baik Roma Katolik maupun Kristen Protestan, memper-


cayai bahwa Alkitab adalah Firman Allah, tetapi:

1) Dalam Kristen Protestan:


a) Alkitab adalah untuk semua orang. Orang kristen harus memiliki
dan membaca Alkitab dengan rajin dan tekun!
b) Hanya Alkitab yang merupakan dasar hidup, iman dan gereja.

2) Dalam Roma Katolik:

a) Alkitab bukan untuk orang awam (ini bertentangan dengan Maz


1:1-2 Kis 17:11).
Bahwa dalam Roma Katolik orang awam memang dilarang untuk
membaca, bahkan untuk memiliki Alkitab terlihat dari:

 Keputusan Council of Valencia pada tahun 1229, yang berbunyi


sebagai berikut:
“We prohibit also the permitting of the laity to have the books of the
Old and New Testament, unless any one should wish, from a feeling
of devotion, to have a psalter or breviary for divine service, or the
hours of the blessed Mary. But we strictly forbid them to have the
above-mentioned books in the vulgar tongue” (= Kami melarang
juga pemberian ijin kepada orang awam untuk memiliki buku-
buku Perjanjian Lama dan Baru, kecuali seseorang ingin, dari
suatu perasaan untuk berbakti, untuk mempunyai kitab Mazmur
atau buku doa Roma Katolik untuk kebaktian / pelayanan ilahi,
atau saat-saat Maria yang terpuji. Tetapi kami dengan keras
melarang mereka untuk memiliki buku-buku tersebut di atas
dalam bahasa kasar) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’,
hal 97.
Dari kata-kata ini jelas bahwa orang awam dilarang memiliki
Alkitab. Yang boleh dimiliki hanyalah kitab Mazmur dan buku

6
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
doa Roma Katolik, dan itupun tidak boleh dalam ‘vulgar tongue /
bahasa kasar’, maksudnya buku-buku itu harus ada dalam
bahasa Latin, yang jelas ada di luar jangkauan orang awam.

 Penegasan larangan itu oleh Council of Trent dengan memberi-


kan keputusan sebagai berikut:
“In as much as it is manifest, from experience, that if the Holy
Bible, translated into the vulgar tongue, be indiscriminately allowed
to everyone, the temerity of men will cause more evil than good to
arise from it; it is, on this point, reffered to the judgment of the
bishops, or inquisitors, who may, by the advice of the priest or
confessor, permit the reading of the Bible translated into the vulgar
tongue by Catholic authors, to those persons whose faith and piety,
they apprehend, will be augmented, and not injured by it; and this
permission they must have in writing” [= Karena jelas / nyata, dari
pengalaman, bahwa kalau Alkitab Kudus, yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa kasar (bahasa biasa yang non
Latin) diijinkan secara sembarangan kepada semua orang,
kesembronoan manusia akan menyebabkan lebih banyak
kejahatan dari pada kebaikan yang muncul dari padanya; maka
pada titik ini diserahkan pada penghakiman dari uskup, atau
pejabat Roma Katolik yang meneliti penyesatan, yang oleh
nasehat dari imam / pastor atau confessor (= pastor yang diberi
otoritas untuk menerima pengakuan dosa), boleh mengijinkan
pembacaan Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa kasar /
biasa oleh pengarang Katolik, kepada orang-orang yang iman dan
kesalehannya, menurut mereka, akan bertambah, dan bukannya
dirusak oleh pembacaan itu; dan ijin itu harus mereka miliki
secara tertulis] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 97.

 Kata-kata Liguori sebagai berikut:


“The Scriptures and books of Controversy may not be permitted in
the vulgar tongue, as also they cannot be read without permission”
(= Kitab Suci dan buku-buku Pertentangan / Perdebatan tidak
boleh diijinkan dalam bahasa kasar / biasa, sebagaimana mereka
juga tidak boleh dibaca tanpa ijin) - Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 98.

 Kata-kata Paus Clement XI (tahun 1713) dalam Bull Unigenitus,


yang berbunyi:
“We strictly forbid them (the laity) to have the books of the Old and
New Testament in the vulgar tongue” [= Kami dengan keras
melarang mereka (orang awam) untuk mempunyai buku-buku
Perjanjian Lama dan Baru dalam bahasa kasar / biasa] - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 98.

7
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Tetapi, tanggal 11 Oktober 1992, Gereja Roma Katolik menerbitkan
‘Chatechism of the Catholic Church’, yang pada no 133, berkata
sebagai berikut:
“The Church forcefully and specifically exhorts all the Christian
faithful... to learn the surpassing knowledge of Jesus Christ, by frequent
reading of the divine Scriptures. Ignorance of the Scriptures is
ignorance of Christ” (= Gereja dengan kuat dan khusus mendesak
semua orang kristen yang setia... untuk mempelajari pengetahuan
yang melampaui dari Yesus Kristus, dengan pembacaan yang sering
dari Kitab Suci ilahi. Ketidaktahuan terhadap Kitab Suci adalah
ketidaktahuan terhadap Kristus).

Perubahan sikap terhadap Kitab Suci ini, adalah perubahan ke


arah yang baik. Tetapi juga ada keanehan, karena itu berarti bahwa
keputusan Council of Valencia, Council of Trent, dan kata-kata
Paus Clement XI di atas, adalah salah. Padahal Roma Katolik
menganggap bahwa keputusan Sidang Gereja, dan juga kata-kata /
keputusan Paus sebagai tradisi yang setingkat dengan Firman
Tuhan (lihat point b di bawah ini).

b) Alkitab ditambahi dengan ‘tradisi’ (ini bertentangan dengan Ul 4:2


Wah 22:18-19).

1. Yang disebut ‘tradisi’ dalam ajaran Roma Katolik:

a. 12 kitab-kitab Apocrypha.
Ada 15 kitab Apocrypha yang ditambahkan kepada Alkitab
oleh orang Roma Katolik, yaitu:
1. Kitab Esdras yang pertama.
2. Kitab Esdras yang kedua.
3. Tobit.
4. Yudit.
5. Tambahan-tambahan pada kitab Ester.
6. Kebijaksanaan Salomo.
7. Yesus bin Sirakh.
8. Barukh.
9. Surat dari nabi Yeremia.
10. Doa Azarya dan Lagu pujian ketiga pemuda.
11. Susana.
12. Bel dan naga.
13. Doa Manasye.
14. Kitab Makabe yang pertama.
15. Kitab Makabe yang kedua.

Catatan: Dalam Kitab Suci Roma Katolik bahasa Indonesia,


no 10,11,12 dijadikan satu kitab, yaitu ‘Tambahan-tambahan
pada kitab Daniel’.

8
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Tetapi 3 dari kitab-kitab Apocrypha ini akhirnya ditolak oleh
Council of Trent, yaitu no 1, no 2 dan no 13, dan karena itu
akhirnya hanya 12 kitab Apocrypha yang dimasukkan ke
dalam Alkitab mereka.

Loraine Boettner mengatakan bahwa:


 Kitab Esdras yang kedua ditolak karena di dalamnya ada
penolakan terhadap doa untuk orang mati (2Esdras
7:105) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 80.
 Sebetulnya ada lebih banyak lagi kitab-kitab Apocrypha
yang lain, tetapi semua ini tidak pernah dimasukkan ke
dalam Kitab Suci Roma Katolik. Mengapa? Loraine
Boettner menjawab:
“The Council of Trent evidently selected only books that
would help them in their controversy with the Reformers, and
none of these gave promise of doing that” (= Council of
Trent dengan jelas menyeleksi hanya buku-buku yang
akan membantu mereka dalam pertentangan dengan para
Reformator, dan tidak ada satupun dari buku-buku itu
menjanjikan mereka untuk melakukan hal itu) - ‘Roman
Catholicism’, hal 87.

Ke 12 kitab-kitab Apocrypha ini tebalnya lebih kurang dua


per tiga Perjanjian Baru. Dahulu, semua kitab-kitab ini
diletakkan di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,
dan disebut dengan nama Deuterokanonika (= kanon yang
kedua). Tetapi pada tahun 1992, Roma Katolik
mengeluarkan ‘The Catechism of the Catholic Church’ (=
Katekisasi Gereja Katolik), dimana diputuskan bahwa kitab-
kitab Deuterokanonika itu diselipkan ke sela-sela kitab-kitab
Perjanjian Lama, dan dianggap sebagai Perjanjian Lama!

‘The Catechism of the Catholic Church’, nomer 120,


berbunyi sebagai berikut:
“It was by the apostolic Tradition that the Church discerned
which writings are to be included in the list of the sacred books.
This complete list is called the canon of Scripture. It includes 46
books for the Old Testament (45 if we count Jeremiah and
Lamentations as one) and 27 for the New. The Old Testament:
Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy, Joshua,
Judges, Ruth, 1 and 2 Samuel, 1 and 2 Kings, 1 and 2
Chronicles, Ezra and Nehemiah, Tobit, Judith, Esther, 1 and 2
Maccabees, Job, Psalms, Proverbs, Ecclesiastes, the Song of
Songs, the Wisdom of Solomon, Sirach (Ecclesiasticus), Isaiah,
Jeremiah, Lamentations, Baruch, Ezekiel, Daniel, Hosea, Joel,
Amos, Obadiah, Jonah, Micah, Nahum, Habakkuk, Zephaniah,
Haggai, Zachariah and Malachi” [= Oleh Tradisi rasulilah
Gereja membedakan tulisan-tulisan mana yang harus

9
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
dimasukkan dalam daftar kitab-kitab kudus. Daftar lengkap
ini disebut kanon Kitab Suci. Itu mencakup 46 kitab untuk
Perjanjian Lama (45 jika kita menghitung Yeremia dan
Ratapan sebagai 1 kitab) dan 27 kitab untuk Perjanjian Baru.
Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan,
Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, Rut, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2
Raja-Raja, 1 dan 2 Tawarikh, Ezra dan Nehemia, Tobit,
Yudit, Ester, 1 dan 2 Makabe, Ayub, Mazmur, Amsal,
Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh,
Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yehezkiel, Daniel, Hosea,
Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk,
Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi].

‘The Catechism of the Catholic Church’, nomer 138,


berbunyi sebagai berikut:
“The Church accepts and venerates as inspired the 46 books of
the Old Testament and the 27 books of the New” (= Gereja
menerima dan menghormati 46 kitab-kitab Perjanjian Lama
dan 27 kitab-kitab Perjanjian Baru sebagai diilhamkan).
Catatan: bandingkan dengan Perjanjian Lama yang kita akui
yang hanya terdiri dari 39 kitab!

Sering ada yang mengatakan bahwa bukan orang Katolik


yang menambahi Alkitab, tetapi orang Kristen Protestanlah
yang mengurangi Alkitab. Tetapi tentang kanon Perjanjian
Lama sebetulnya tidak ada persoalan, karena:
 Kitab Suci orang-orang Yahudi hanyalah Perjanjian Lama
kita saat ini.
 Pada jaman Yesus hidup di dunia ini, kanon Perjanjian
Lama itu sudah lengkap dan tertentu / pasti. Dan Yesus
tidak mengubahnya sehingga dianggap sebagai
menyetujuinya.

‘Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible’: “It is not


possible to know for certain how the Old Testament came
together in the collection of books we know now. But we do know
which books made up the Old Testament in the period just before
the birth of Jesus, and we can know which books Jesus and his
apostles would have regarded as their ‘Bible’. ... It is clear that
by the time of Jesus the Hebrew Scriptures usually consisted of
the thirty-nine books we know today as the Old Testament” (=
Tidak memungkinkan untuk mengetahui dengan pasti
bagaimana Perjanjian Lama bisa terkumpul bersama-sama
dalam kumpulan kitab-kitab yang kita ketahui sekarang.
Tetapi kami tahu kitab-kitab mana yang membentuk
Perjanjian Lama pada jaman persis sebelum kelahiran Yesus,
dan kami tahu kitab-kitab mana yang dianggap oleh Yesus
dan rasul-rasulNya sebagai ‘Alkitab’ mereka. ... Adalah jelas

10
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
bahwa pada jaman Yesus Kitab Suci Ibrani umumnya terdiri
dari 39 kitab yang kita kenal sekarang sebagai Perjanjian
Lama) - hal 66.

Halley’s Bible Handbook: “In Jesus’ day this book was called
‘The Scriptures,’ and was taught regularly and read publicly in
synagogs. It was commonly regarded among the people as the
‘Word of God.’ Jesus himself repeatedly called it the ‘Word of
God.’ ... These ‘Scriptures’ were composed of the 39 books which
constitute our Old Testament, though under a different
arrangement. ... when this group of books was completed, and set
apart as the definitely recognized Word of God, is involved in
obscurity. The Jews’ tradition was that it was done by Ezra” (=
Pada jaman Yesus, buku ini disebut ‘Kitab Suci’, dan
diajarkan secara rutin / teratur dan dibacakan di depan umum
di sinagog-sinagog. Pada umumnya itu dianggap di antara
bangsa itu sebagai ‘Firman Allah’. ... ‘Kitab Suci’ ini terdiri
dari 39 kitab yang membentuk Perjanjian Lama kita,
sekalipun susunan / urut-urutannya berbeda. ... kapan
kelompok kitab-kitab ini menjadi lengkap, dan dipisahkan
sebagai Firman Allah yang diakui dengan pasti, tak diketahui
dengan jelas. Tradisi Yahudi mengatakan bahwa hal itu
dilakukan oleh Ezra) - hal 405.

Halley’s Bible Handbook: “Josephus considered the Old


Testament Canon as fixed from the days of Artaxerxes, time of
Ezra. Here are his words: ‘We have but 22 books, containing the
history of all time, books that are believed to be divine. Of these,
5 belong to Moses, containing his laws and the tradition of the
origin of mankind down to the time of his death. From the death
of Moses to the reign of Artaxerxes the prophets who succeeded
Moses wrote the history of the events that occurred in their own
time, in 13 books. The remaining 4 books comprise hymns to
God and precepts for the conduct of human life. From the days
of Artaxerxes to our own times every event had indeed been
recorded; but these recent records have not been deemed worthy
of equal credit with those which preceded them, on account of
the failure of the exact succession of the prophets. There is
practical proof of the spirit in which we treat our Scriptures; for,
although so great an interval of time has now passed, not a soul
has ventured to add or to remove or to alter a syllable, and it is
the instinct of every Jew, from the day of his birth, to consider
these Scriptures as the teaching of God, and to abide by them,
and, if need be, cheerfully to lay down his life in their behalf.’”
(= Josephus menganggap bahwa kanon Perjanjian Lama
sudah tertentu sejak jaman Artahsasta, jaman dari Ezra.
Inilah kata-katanya: ‘Kami mempunyai hanya 22 kitab,
berisikan sejarah dari semua jaman, kitab-kitab yang
dipercaya sebagai ilahi. Dari kitab-kitab ini, 5 adalah kitab-
11
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
kitab Musa, berisikan hukum-hukumnya dan tradisi tentang
asal usul dari umat manusia sampai pada saat kematiannya.
Dari saat kematian Musa sampai pada pemerintahan
Artahsasta, nabi-nabi yang menggantikan Musa menulis
sejarah dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada jaman
mereka sendiri, dalam 13 kitab. 4 kitab sisanya terdiri dari
nyanyian pujian bagi Allah dan ajaran-ajaran tentang tingkah
laku manusia. Dari jaman Artahsasta sampai jaman kita
sendiri, setiap peristiwa memang telah dicatat; tetapi catatan-
catatan ini tidak dianggap layak untuk mendapat penghargaan
yang setara dengan kitab-kitab yang mendahului mereka,
karena tidak adanya rangkaian yang tepat dari nabi-nabi. Ini
merupakan bukti praktis dari semangat dalam mana kami
memperlakukan Kitab Suci kami; karena, sekalipun ada masa
yang begitu lama yang telah berlalu, tidak ada orang yang
telah berusaha untuk menambah atau menyingkirkan atau
mengubah satu suku katapun, dan merupakan naluri dari
setiap orang Yahudi sejak ia lahir, untuk menganggap Kitab
Suci ini sebagai ajaran dari Allah, dan untuk mematuhinya,
dan jika diperlukan, dengan sukacita meletakkan nyawanya
demi mereka’) - hal 405-406.
Catatan:
 ini merupakan kutipan kata-kata Josephus dari ‘The
Works of Josephus’, hal 609 (‘Against Apion’, I, 8).
 mengapa Perjanjian Lama hanya 22 kitab?
Penjelasannya bisa dilihat dalam kutipan di bawah ini.
Halley’s Bible Handbook: “The Hebrew Old Testament
contains exactly the same books as our English Old
Testament, but in different arrangement: ... By combining
the 2 books each of Samuel, Kings and Chronicles into one,
and Ezra and Nehemiah into one, and the Twelve Minor
Prophets into one, these 24 books are the same as our 39.
Josephus further reduces the number to 22, to make it
correspond to the Hebrew alphabet by combining Ruth with
Judges, and Lamentations with Jeremiah” (= Perjanjian
Lama bahasa Ibrani terdiri dari kitab-kitab yang persis
sama seperti Perjanjian Lama bahasa Inggris kita, tetapi
dalam susunan yang berbeda: ... Dengan menggabungkan 2
kitab dari Samuel, Raja-raja dan Tawarikh menjadi satu,
dan menggabungkan Ezra dan Nehemia menjadi satu, dan
12 kitab nabi-nabi kecil menjadi satu, maka 24 kitab-kitab
ini adalah sama dengan 39 kitab-kitab kita. Josephus
selanjutnya mengurangi jumlah itu menjadi 22, untuk
membuatnya sesuai dengan alfabet bahasa Ibrani, dengan
menggabungkan kitab Rut dengan Hakim-hakim, dan
Ratapan dengan Yeremia) - hal 26.

Halley’s Bible Handbook: “This testimony is of no small value.

12
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Josephus was born A. D. 37 in Jerusalem, of priestly aristocracy.
He received an extensive education in Jewish and Greek culture.
He was governor of Galilee and military commander in the wars
with Rome, and was present at the destruction of Jerusalem.
These words of Josephus are unquestionable testimony to the
belief of the Jewish nation of Jesus’ day as to what books
comprised the Hebrew Scriptures, and that that collection of
books had been completed and fixed for 400 years preceding his
time” (= Kesaksian ini tidak kecil nilainya. Josephus
dilahirkan pada tahun 37 M. di Yerusalem, dari keluarga
imam. Ia menerima pendidikan yang luas dalam kebudayaan
Yahudi dan Yunani. Ia adalah gubernur dari Galilea dan
komandan militer dalam perang dengan Roma, dan ia hadir
pada penghancuran Yersalem. Kata-kata dari Josephus
merupakan kesaksian yang tidak diragukan tentang
kepercayaan dari bangsa Yahudi dari jaman Yesus berkenaan
dengan kitab-kitab mana yang termasuk dalam Kitab Suci
Ibrani, dan bahwa kumpulan kitab-kitab itu telah lengkap dan
tertentu selama 400 tahun sebelum jamannya) - hal 406.

Bahkan Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa


Alkitab Yahudipun hanya mencakup Perjanjian Lama, dan
tidak mencakup Deuterokanonika.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Bible’: “The


Jewish Bible includes only the books known to Christians as the
Old Testament” (= Alkitab Yahudi mencakup hanya kitab-
kitab yang dikenal oleh orang-orang Kristen sebagai
Perjanjian Lama).

Jadi jelas bahwa bukan Kristen Protestan yang mengurangi


Alkitab, tetapi Katoliklah yang menambahi Alkitab.

Tentang Kanon Perjanjian


Lama dan Perjanjian Baru
baca The New Bible
Dictionary, hal 186-dst
Kristen Protestan menolak kitab-kitab Apocrypha /
Deuterokanonika ini dengan alasan:

 Dalam Perjanjian Baru, ada kira-kira 260 kutipan lang-


sung dari Perjanjian Lama, dan juga ada kira-kira 370
penggunaan bagian-bagian Perjanjian Lama yang tidak
13
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
merupakan kutipan langsung. Ini menunjukkan bahwa
baik Yesus maupun rasul-rasul mengakui otoritas
Perjanjian Lama sebagai Firman Allah, dan
menggunakannya sebagai dasar hidup, iman dan ajaran
mereka. Tetapi baik Yesus maupun rasul-rasul tidak
pernah mengutip dari kitab-kitab Apocrypha /
Deuterokanonika tersebut sebagai dasar ajaran mereka,
padahal kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika itu
sudah ada / beredar pada jaman Tuhan Yesus hidup di
dunia ini. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui
kitab-kitab Apocrypha itu sebagai Firman Allah!

Halley’s Bible Handbook: “The Apocrypha. ... They were


never quoted by Jesus, nor anywhere in the New Testament”
(= Kitab-kitab Apocrypha. ... Kitab-kitab ini tidak pernah
dikutip oleh Yesus, atau dimanapun dalam Perjanjian
Baru) - hal 406-407.

Halley’s Bible Handbook: “In the New Testament there are


about 300 quotations from these ‘Scriptures’; and no book
outside these ‘Scriptures’ is thus quoted in the New
Testament, with the single exception of the words of Enoch
in the book of Jude. Many of these quotations are from the
Septuagint version of the Old Testament, which was in
common use in New Testament times; and even though the
Septuagint contained the ‘Apocryphal’ books there is not one
quotation from the Apocryphal books. This is evidence that
neither Jesus nor the Apostles recognized the Apocryphal
books as part of ‘The Scriptures.’” (= Dalam Perjanjian
Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; dan
tidak ada kitab di luar ‘Kitab Suci’ ini yang dikutip dalam
Perjanjian Baru, dengan satu perkecualian tentang kata-
kata Henokh dalam kitab Yudas. Banyak dari kutipan-
kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian
Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru;
dan sekalipun Septuaginta mencakup kitab-kitab Apokripa
tetapi tidak ada satupun kutipan dari kitab-kitab
Apokripa. Ini merupakan bukti bahwa baik Yesus maupun
rasul-rasul tidak mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai
bagian dari ‘Kitab Suci’) - hal 405.

Halley’s Bible Handbook: “In the New Testament there are


about 300 quotations from these ‘Scriptures’; and no book
outside these ‘Scriptures’ is thus quoted in the New
Testament, with the single exception of the words of Enoch
in the book of Jude. Many of these quotations are from the
Septuagint version of the Old Testament, which was in
common use in New Testament times; and even though the
Septuagint contained the ‘Apocryphal’ books there is not one
14
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
quotation from the Apocryphal books. This is evidence that
neither Jesus nor the Apostles recognized the Apocryphal
books as part of ‘The Scriptures.’” (= Dalam Perjanjian
Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; dan
tidak ada kitab di luar ‘Kitab Suci’ ini yang dikutip dalam
Perjanjian Baru, dengan satu perkecualian tentang kata-
kata Henokh dalam kitab Yudas. Banyak dari kutipan-
kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian
Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru;
dan sekalipun Septuaginta mencakup kitab-kitab Apokripa
tetapi tidak ada satupun kutipan dari kitab-kitab
Apokripa. Ini merupakan bukti bahwa baik Yesus maupun
rasul-rasul tidak mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai
bagian dari ‘Kitab Suci’) - hal 405.

Catatan: bagian yang saya garis bawahi itu tidak saya


setujui, dan akan saya bahas di sini.

Yudas 14-15 - “Juga tentang mereka Henokh, keturunan


ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya:
‘Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang
kudusNya, hendak menghakimi semua orang dan
menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena
semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena
semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang
berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan.’”.
Dan dalam kitab Henokh (ini tidak termasuk Apokripa!),
ada satu ayat yaitu Henokh 1:9, yang berbunyi sebagai
berikut:
Versi William Barclay: “And behold! He cometh with ten
thousands of his holy ones to execute judgment upon all, and
to destroy all the ungodly; and to convict all flesh of all the
works of their ungodliness which they have ungodly
committed, and of all the hard things which ungodly sinners
have spoken against him” (= Dan lihatlah! Ia datang dengan
sepuluh ribu orang-orang kudusNya untuk melakukan
penghakiman terhadap semua orang, dan untuk
menghancurkan orang jahat; dan untuk meyakinkan
semua daging / orang tentang semua kejahatan yang
mereka lakukan secara jahat, dan tentang semua kata-kata
keras yang diucapkan oleh orang-orang berdosa yang jahat
menentang Dia).
Henokh 1:9 Versi William Barclay ini boleh dikatakan
identik dengan Yudas 14-15.
Versi Pulpit Commentary: “And behold, he comes with
myriads of the holy, to pass judgment upon them, and will
destroy the impious, and will call to account all flesh for
everything the sinners and the impious have done and
committed against him” (= Dan lihatlah, Ia datang dengan
15
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
puluhan ribu orang kudus, untuk memberikan
penghakiman terhadap mereka, dan akan menghancurkan
orang jahat, dan akan meminta pertanggungjawaban
semua orang untuk setiap hal yang orang berdosa dan
jahat lakukan menentang Dia).
Henokh 1:9 versi Pulpit Commentary ini sedikit berbeda
dengan Yudas 14-15, karena dalam Henokh 1:9 ini tidak
ada tentang ‘kata-kata keras’ dari orang-orang jahat itu.
Versi Barnes’ Notes sama dengan Pulpit Commentary.

Kutipan dalam Yudas 14-15 ini menyebabkan banyak


pertanyaan dan problem. Haruskah kita menganggap
Kitab Henokh itu sebagai Kitab Suci? Atau, haruskah kita
membuang surat Yudas dari Kitab Suci, seperti yang
dilakukan oleh Jerome? Saya berpendapat bahwa kita
tidak boleh menganggap bahwa Kitab Henokh harus
dimasukkan ke dalam Kitab Suci (Catatan: tidak adanya
kata-kata ‘ada tertulis’ dalam Yudas 14 ini menunjukkan
bahwa ia tidak sedang mengutip Kitab Suci), dan kita
juga tidak boleh mengeluarkan surat Yudas dari Kitab
Suci. Mengapa? Karena adanya kemiripan atau
kesamaan antara Yudas 14-15 dan Henokh 1:9 mem-
berikan beberapa kemungkinan, yaitu:
Yudas mengutip dari Kitab Henokh.
Penulis kitab Henokh mengutip dari Yudas, sedang-kan
Yudas mengutip dari tradisi.
Yudas maupun penulis kitab Henokh mengutip dari
tradisi.
Tidak ada kemungkinan untuk membuktikan bahwa
kemungkinan pertamalah yang benar, sehingga adanya
kemiripan / kesamaan antara Yudas 14-15 dengan
Henokh 1:9 ini tidak membuktikan bahwa Yudas
mengutip dari Kitab Henokh.

Mengapa Yudas mengutip nubuat Henokh? Dalam Kitab


Suci ada banyak ayat tentang kedatangan Kristus untuk
menghakimi, seperti Ul 33:5 Daniel 7:10 Zakh 14:5b.
Mengapa Ia mesti mengutip dari nubuat Henokh dan
bukannya dari ayat-ayat Kitab Suci?
 Karena biasanya makin kuno suatu kutipan, makin ia
dihormati. Karena itu Yudas memilih yang sekuno
mungkin.
 Karena Tuhan menghendaki nubuat Henokh itu, yang
tadinya hanya ada dalam tradisi, masuk ke dalam
Kitab Suci.
Thomas Manton: “if he receives it by tradition, it is here
made authentic and put into the canon” (= jika ia
menerimanya melalui tradisi, di sini itu dijadikan

16
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
otentik / berotoritas dan dimasukkan ke dalam kanon) -
‘Jude’, hal 289.

 Penulis kitab-kitab Apocrypha itu sendiri tidak


menunjukkan dirinya sebagai penulis Firman Tuhan yang
diberikan Allah kepada manusia.
Untuk itu bandingkan Wah 22:18-19 yang terletak pada
akhir Kitab Suci / Perjanjian Baru dengan 2Makabe
15:37b-38 yang terletak pada akhir dari kitab-kitab
Deuterokanonika:

Wah 22:18-19 berbunyi:
“Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar
perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: Jika seorang
menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini,
maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-
malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau
seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan
dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil
bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus
seperti yang tertulis di dalam kitab ini”.

Dari Wah 22:18-19 ini terlihat dengan jelas otoritas dari


tulisan rasul Yohanes ini sebagai Firman Tuhan yang
tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi.

Sekarang bandingkan dengan 2Makabe 15:37b-38 yang


berbunyi:
“Maka aku sendiripun mau mengakhiri kisah ini. Jika
susunannya baik lagi tepat, maka itulah yang ku-
kehendaki. Tetapi jika susunannya hanya sedang-sedang
dan setengah-setengah saja, maka hanya itulah yang
mungkin bagiku”.

Ini sama sekali tidak menunjukkan orang yang


menuliskan Firman Tuhan di bawah pengilhaman Roh
Kudus! Perhatikan kata-kata ‘kukehendaki’ dan ‘hanya
itulah yang mungkin bagiku’. Bagaimana kita bisa
mempercayai otoritas tulisan seperti ini, sedangkan
penulisnya sendiripun tidak yakin akan kebenaran
tulisannya!

 Dalam kitab-kitab Apocrypha itu ada kesalahan-


kesalahan, seperti:
 Yudit 1:1,7,11 menyebut Nebukadnezar sebagai raja
Asyur di Niniwe (bdk. juga dengan Yudit 1:16
2:1,4,14,21 4:1), sedangkan kita tahu bahwa
sebetulnya Nebukadnezar adalah raja Babilonia
(Daniel 4:4-6,30).
17
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
 Tobit 5:13 menceritakan tentang seorang malaikat
yang bernama Rafael, yang berdusta dengan mem-
perkenalkan dirinya sebagai ‘Azarya bin Ananias’,
atau ‘Azarya anak laki-laki dari Ananias’.
Bagaimana mungkin kitab-kitab yang mengandung kesa-
lahan seperti itu bisa disetingkatkan dengan Kitab Suci /
Firman Tuhan?

 Dalam kitab-kitab Apocrypha ada doktrin ‘salvation by


works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang tidak
alkitabiah. Contoh:
 Tobit 12:9 berbunyi: “Memang sedekah melepaskan
dari maut dan menghapus setiap dosa”.
 Tobit 4:10 berbunyi: “Memang sedekah melepaskan
dari maut dan tidak membiarkan orang masuk ke
dalam kegelapan”.
 Tobit 14:10-11a berbunyi: “Nak, ingatlah kepada apa
yang telah diperbuat Nadab kepada bapa pengasuhnya,
yaitu Ahikar. Bukankah Ahikar hidup-hidup
diturunkan ke bagian bawah bumi? Tetapi Allah telah
membalas kelaliman Nadab ke atas kepalanya sendiri.
Ahikar keluar menuju cahaya, sedangkan Nadab turun
ke kegelapan kekal, oleh karena ia telah berusaha
membunuh Ahikar. Karena melakukan kebajikan
maka Ahikar luput dari jerat maut yang dipasang ba-
ginya oleh Nadab. Sedangkan Nadab jatuh ke dalam
jerat maut yang juga membinasakannya. Makanya
anak-anakku, camkanlah apa yang dihasilkan oleh
sedekah dan apa yang dihasilkan oleh kelaliman”.
 Sirakh 3:3a berbunyi: “Barangsiapa menghormati
bapanya memulihkan dosa”.

Doktrin yang tidak alkitabiah ini jelas bertentangan


dengan Gal 2:16,21 dan Ef 2:8-9.

b. Tulisan bapa-bapa gereja.


Padahal tulisan-tulisan bapa-bapa gereja ini sering berten-
tangan satu sama lain, dan bahkan sering terjadi bahwa
seorang bapa gereja berubah pandangan sehingga ia lalu
menuliskan sesuatu yang bertentangan dengan tulisannya
yang sebelumnya.

c. Keputusan sidang-sidang gereja (council).

d. Keputusan-keputusan Paus.
Lucunya, ada Paus-paus yang menentang kitab-kitab Apo-
crypha, dan dengan demikian mereka bertentangan dengan
Council of Trent yang memasukkan kitab-kitab itu ke dalam

18
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Alkitab. Loraine Boettner mengutip kata-kata Dr. Harris yang
dalam bukunya yang berjudul ‘Fundamental Protestant
Doctrines’, I, hal 4, berkata:
“Pope Gregory the Great declared that First Maccabees, an
Apocryphal book, is not canonical. Cardinal Zomenes, in his
polygot Bible just before the Council of Trent, excluded the
Apocrypha and his work was approved by pope Leo X. Could
these popes have been mistaken or not? If they were correct, the
decision of the Council of Trent was wrong. If they were wrong
where is a pope’s infallibility as a teacher of doctrine?” (= Paus
Gregory yang Agung menyatakan bahwa kitab Makabe yang
pertama, suatu kitab Apocrypha, tidak termasuk kanon.
Kardinal Zomenes, dalam Alkitab polygotnya persis sebelum
Council of Trent, mengeluarkan / membuang Apocrypha dan
pekerjaannya disetujui oleh Paus Leo X. Apakah Paus-paus ini
bisa salah atau tidak? Jika mereka benar, keputusan Council
of Trent salah. Jika mereka salah, dimana ketidakbersalahan
Paus sebagai seorang pengajar doktrin?) - ‘Roman
Catholicism’, hal 83.

2. Sikap Roma Katolik terhadap tradisi-tradisi mereka:

a. Pada tahun 1545, sidang gereja di Trent menyatakan bahwa


tradisi mempunyai otoritas yang sama dengan Kitab Suci,
tapi harus ditafsirkan oleh gereja.
Ini menyebabkan ajaran mereka tidak bisa berubah. Jadi,
kalaupun suatu waktu mereka menyadari bahwa ada kepu-
tusan sidang gereja atau keputusan Paus yang ternyata
salah, mereka tidak bisa mengubahnya. Bagaimana mung-
kin menyatakan sesuatu, yang setingkat otoritasnya dengan
Kitab Suci, sebagai sesuatu yang salah dan harus diralat?
Tetapi kenyataannya, ‘Chatechism of the Catholic Church’,
yang muncul pada tahun 1992, mengubah keputusan sidang
gereja, seperti yang sudah kita lihat dalam persoalan mem-
baca Kitab Suci.

b. Pada tahun 1546, sidang gereja di Trent memasukkan 12


kitab-kitab Apocrypha itu ke dalam Kitab Suci (karena itu
maka disebut Deuterokanonika (= kanon yang kedua). Dan
‘Chatechism of the Catholic Church’, yang muncul pada
tahun 1992, pada no 120, bahkan memasukkan kitab-kitab
Apocrypha ini ke dalam Perjanjian Lama, sehingga Perjan-
jian Lama mencakup 46 kitab.

c. Tradisi ini digunakan untuk mempertahankan ajaran-ajaran


mereka yang tidak punya dasar Kitab Suci (misalnya: api
pencucian, keperawanan yang abadi dari Maria, kesucian
Maria, kenaikan Maria ke sorga dengan tubuh jasmaninya,
dsb).
19
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR

Dan ‘tradisi’ ini justru jauh lebih berperan sebagai dasar dari
ajaran-ajaran Roma Katolik, bahkan sebagian besar ajaran /
dogma Roma Katolik tidak didasarkan pada Kitab Suci, tetapi
pada tradisi! Ini menyebabkan sekalipun Roma Katolik dan
Kristen Protestan sama-sama menggunakan Kitab Suci, tetapi
ajarannya bisa sangat berbeda / bertentangan.

3. Apa kata Tuhan Yesus / Kitab Suci tentang tradisi?

a. Dalam Mat 15:3,6,9 Tuhan Yesus menyerang tradisi yang


diutamakan lebih dari Firman Allah.
Catatan:
Kata-kata ‘adat istiadat nenek moyangmu’ (ay 3,6) oleh
NASB/NIV diterjemahkan: your tradition (= tradisimu).

b. Dalam Mat 5:21-48 Tuhan Yesus menyerang dan membetul-


kan penafsiran ahli-ahli Taurat (yang sudah menjadi tradisi)
tentang perjanjian Lama.

c. Dalam Kol 2:8 Paulus memperingatkan untuk tidak menuruti


‘ajaran turun-temurun’ [NASB: the tradition of men (= tradisi
manusia); NIV: human tradition (= tradisi manusia)] yang
tidak sesuai dengan Kristus.

4. Orang Kristen Protestan dan tradisi:


Orang Kristen Protestan juga mempunyai dan menggunakan
tradisi, seperti:

a. Cerita tentang kematian Petrus.


Cerita ini tidak ada dalam Kitab Suci maupun sejarah, dan
hanya diceritakan turun temurun dari mulut ke mulut.
Dikatakan bahwa suatu kali ada penganiayaan dan pem-
bunuhan besar-besaran terhadap orang kristen di Yerusa-
lem. Petrus lalu lari meninggalkan Yerusalem, tetapi di-
tengah perjalanan Yesus menampakkan diri kepadanya dan
bertanya: ‘Mau kemana Petrus?’. Petrus menjawab: ‘Tuhan,
semua orang kristen dibunuhi. Kalau aku tidak lari, aku juga
akan dibunuh dan gereja akan kehilangan pemimpin’. Yesus
lalu berkata: ‘Baiklah Petrus, larilah terus. Biarlah Aku yang
pergi ke Yerusalem untuk disalibkan untuk keduakalinya’.
Mendengar kata-kata Yesus ini Petrus menangis dan ber-
kata: ‘Tidak Tuhan, sudah cukup Engkau disalibkan satu kali
untuk aku, biarlah sekarang aku yang disalibkan untuk
engkau!’. Dan ia lari kembali ke Yerusalem, sehingga
akhirnya ia ditangkap. Pada waktu ia mau disalibkan, ia
berkata: ‘Aku tidak layak mati seperti Tuhanku. Salibkan aku

20
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
dengan kepala di bawah’. Dan akhirnya Petruspun mati
syahid dengan disalibkan secara terbalik.

b. 12 Pengakuan Rasuli, Pengakuan Iman Nicea.

Tetapi dalam Kristen Protestan, tradisi-tradisi itu diletakkan di


bawah Kitab Suci dan tradisi-tradisi itu tidak dianggap mutlak
benar.

B) Pandangan tentang keselamatan.

1) Keselamatan karena iman saja atau karena iman + perbuatan baik?

Dalam ajaran Roma Katolik seseorang selamat karena iman +


perbuatan baik + gereja Roma Katolik.
Mereka memang menekankan perlunya iman. Tetapi bukan ‘hanya
iman’, karena ‘perbuatan baik’ dan ‘gereja Roma Katolik’ punya andil
dalam keselamatan seseorang. Ini terlihat dari:

a) Ajaran Roma Katolik tentang dosa.


Roma Katolik mempercayai adanya venial sin (= dosa ringan) dan
mortal sin (= dosa besar / mematikan).
Yang pertama mereka anggap sebagai dosa kecil / remeh, yang
tidak diakuipun tidak apa-apa. Dalam ‘Catechism of the Catholic
Church’ 1992, dikatakan (No 1458): “Without being strictly
necessary, confession of everyday faults (venial sins) is nevertheless
strongly recommended by the Church” [= Tanpa mengatakan bahwa
ini diharuskan secara ketat, bagaimanapun pengakuan dari
kesalahan-kesalahan setiap hari (dosa-dosa remeh / ringan)
dianjurkan secara kuat oleh Gereja].
Yang kedua mereka anggap sebagai dosa yang hebat, yang bisa
menjatuhkan seseorang dari kasih karunia Allah / keselamatan.
Dengan demikian, kalau seseorang mau selamat ia harus
menghindari mortal sin ini, dan ini menunjukkan bahwa usaha /
ketaatan / perbuatan baik manusia berperan dalam keselamatan
seseorang.
Catatan: Berdasarkan ayat-ayat seperti Yoh 19:11 Luk 12:47-48
Ibr 10:28-29 maka terlihat dengan jelas akan adanya tingkat dosa.
Tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya:
1. Dosa yang begitu remeh sehingga tidak perlu diakui. Semua
dosa upahnya adalah maut (Ro 6:23)!
2. Dosa yang begitu besar / hebat sehingga menghancurkan kese-
lamatan kita! Bdk. Yes 1:18 1Yoh 1:9 1Yoh 2:1-2.
Ingat bahwa dalam Kristen Protestan, kita diselamatkan karena
iman kepada Yesus, bukan karena perbuatan baik kita (Ef 2:8-
9). Kalau kita jatuh ke dalam dosa, maka kita perlu ingat bahwa
darah Kristus yang dicurahkan di atas kayu salib itu mempunyai

21
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
kuasa lebih dari cukup untuk mengampuni dosa yang
bagaimanapun besarnya!

b) Ajaran Roma Katolik tentang baptisan.


Roma Katolik beranggapan bahwa baptisan betul-betul
melahirbarukan dan menyelamatkan seseorang, tetapi baptisan itu
harus dilakukan di gereja Roma Katolik (ajaran Roma Katolik
yang asli tidak mengakui gereja lain sebagai gereja yang
benar!).
Ini menunjukkan bahwa usaha manusia (untuk dibaptis) dan juga
gereja Katoliknya sendiri (dimana baptisan itu harus dilakukan),
mempunyai andil yang sangat vital / besar dalam keselamatan
seseorang.

c) Kata-kata Council of Trent yang mengutuk orang yang


mempercayai ‘pembenaran oleh iman saja’ (justification by faith
alone).
Council of Trent, Chapter XVI, Canon IX: “If any one saith that by
faith alone the impious is justified in such wise as to mean, that nothing
else is required to co-operate in order to the obtaining of the grace of
justification, and that it is not in any way necessary, that he be prepared
and disposed by the movement of his own will: let him he anathema” (=
Jika seseorang berkata bahwa oleh iman saja orang jahat
dibenarkan, dan mengartikan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang
dibutuhkan untuk bekerja sama supaya mendapatkan kasih karunia
pembenaran, dan bahwa tidak dibutuhkan dalam hal apapun bahwa
ia disiapkan dan diatur / dicondongkan oleh gerakan kehendaknya
sendiri: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal
512.
Canon XXIV: “If any one saith, that the justice received is not
preserved and also increased before God through good works; but that
the said works are merely the fruits and signs of justification obtained,
but not a cause of the increase thereof: let him he anathema” (= Jika
seseorang berkata bahwa pembenaran yang diterima itu tidak
dipelihara dan juga ditingkatkan di hadapan Allah melalui perbuatan
baik; tetapi bahwa perbuatan baik yang disebutkan tadi semata-mata
merupakan buah dan tanda / bukti dari pembenaran yang
didapatkan, tetapi bukan suatu penyebab dari peningkatan itu:
terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.

Dalam ajaran Kristen Protestan (yang asli, bukan yang sudah menjadi
Liberal), seseorang selamat hanya karena iman (SOLA FIDE / Only
Faith (= hanya iman). Perbuatan baik sedikitpun tidak berperan dalam
keselamatan kita!

Untuk mengetahui yang mana yang benar, mari kita melihat pada
Kitab Suci yang menunjukkan bahwa:
 Penjahat yang bertobat / beriman pada saat terakhir hidupnya,
tetap masuk surga sekalipun tidak pernah pergi ke gereja ataupun
22
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
di baptis, dan bahkan hampir bisa dikatakan tidak pernah berbuat
baik dalam sepanjang hidupnya (Luk 23:43).
 Ef 2:8,9 Gal 2:16 Ro 3:24,27-28 menunjukkan bahwa kita selamat
/ dibenarkan hanya karena iman.
 Gal 3:2,14 menunjukkan bahwa kita menerima Roh Kudus karena
iman.
 Kis 15:1-21 menunjukkan bahwa kita bisa selamat karena iman
saja, bukan karena sunat atau ketaatan pada hukum-hukum Musa.
 Dalam Yoh 19:30 Yesus berkata ‘sudah selesai’. Ini menunjukkan
bahwa keselamatan kita sudah Ia selesaikan, sehingga kita tak
perlu berusaha apa-apa lagi! Kita hanya menerima keselamatan itu
dengan iman!

KESIMPULAN:
Kita selamat hanya karena iman kepada Yesus Kristus. Perbuatan
baik hanya merupakan bukti iman, dan kalau perbuatan baik itu tidak
ada maka iman itu sebetulnya mati / tidak ada (Yak 2:17,26), tetapi
bagaimanapun juga, perbuatan baik itu sama sekali tidak punya andil
dalam keselamatan kita.
Illustrasi:
Orang sakit  obat  sembuh  bisa berolah raga.
Orang berdosa  iman  selamat  berbuat baik.
Keterangan:
Orang sakit bisa sembuh karena obat, bukan karena olah raga. Tetapi
bukti bahwa ia sudah sembuh adalah bahwa ia bisa berolah raga kem-
bali. Kalau seseorang mengaku sudah minum obat dan sudah sembuh
tetapi tetap tidak bisa berolahraga, maka itu menunjukkan bahwa pe-
ngakuannya dusta. Jadi sebetulnya ia belum sembuh, dan juga belum
minum obat.
Analoginya: orang berdosa bisa selamat karena iman kepada Yesus
Kristus, bukan karena berbuat baik. Tetapi bukti bahwa ia sudah
selamat adalah bahwa ia lalu berbuat baik. Kalau seseorang mengaku
sudah beriman kepada Yesus dan sudah selamat tetapi ia sama sekali
tidak mempunyai perbuatan baik / ketaatan kepada Tuhan, maka itu
menunjukkan bahwa pengakuannya itu dusta. Jadi sebetulnya ia
belum selamat dan belum percaya dengan sungguh-sungguh.

2) Apakah Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan atau bukan?

Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun


1992 ada pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
 No 161: “Believing in Jesus Christ and in the One who sent him for
our salvation is necessary for obtaining salvation” (= Percaya kepada
Yesus Kristus dan kepada Yang mengutusNya untuk keselamatan
kita adalah perlu untuk mendapatkan keselamatan).
 No 618 (bagian akhir): “Apart from the cross there is no other
ladder by which we may get to heaven” (= Terpisah dari salib tidak ada
tangga lain melalui mana kita bisa sampai ke surga).
23
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Dari 2 pernyataan ini kelihatannya mereka percaya bahwa Yesus
adalah satu-satunya jalan ke surga. Tetapi dalam Catechism yang
sama ternyata juga ada pernyataan-pernyataan yang bertentangan
dengan kedua pernyataan di atas, dan jelas menunjukkan
kepercayaan bahwa di luar Kristus ada keselamatan, dan dengan
demikian Kristus bukanlah satu-satunya jalan ke surga. Misalnya:
 No 839b: “The Jewish faith, unlike other non-Christian religions, is
already a response to God’s revelation in the Old Covenant. To the Jews
‘belong the sonship, the glory, the covenants, the giving of the law, the
worship, and the promises; to them belong the patriarchs, and of their
race, according to the flesh, is the Christ’, ‘for the gifts and the call of
God are irrevocable.’” [= Iman / kepercayaan Yahudi, tidak seperti
agama-agama non-Kristen yang lain, sudah merupakan suatu
tanggapan terhadap wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Orang-
orang Yahudi ‘memiliki ke-anak-an, kemuliaan, perjanjian-
perjanjian, pemberian hukum Taurat, penyembahan, dan janji-janji;
mereka memiliki kepala keluarga nenek moyang mereka (Abraham,
Ishak, Yakub dsb), dan Kristus, menurut daging, adalah dari bangsa
mereka’, ‘karena karunia-karunia dan panggilan Allah tidak dapat
dibatalkan.’].
 No 841: “The Church’s relationship with the Muslims. ‘The plan of
salvation also includes those who acknowledge the Creator, in the first
place amongst whom are the Muslims; these profess to hold the faith of
Abraham, and together with us they adore the one, merciful God,
mankind's judge on the last day.’” (= Hubungan Gereja dengan orang-
orang Islam. ‘Rencana keselamatan juga mencakup mereka yang
mengakui sang Pencipta, dan di antara mereka yang ada di tempat
pertama adalah orang-orang Islam; mereka mengaku memegang /
mempercayai iman Abraham, dan bersama-sama dengan kita / kami
mereka memuja / menyembah satu Allah yang penuh belas kasihan,
hakim umat manusia pada hari terakhir.’).
 No 847b: “Those who, through no fault of their own, do not know the
Gospel of Christ or his Church, but who nevertheless seek God with a
sincere heart, and, moved by grace, try in their actions to do his will as
they know it through the dictates of their conscience - those too may
achieve eternal salvation” (= Mereka yang bukan karena salah mereka
sendiri, tidak mengetahui / mengenal Injil Kristus atau GerejaNya,
tetapi yang sekalipun demikian mencari Allah dengan hati yang tulus,
dan, digerakkan oleh kasih karunia, mencoba / mengusahakan dalam
tindakan mereka untuk melakukan kehendakNya, seperti yang
mereka ketahui melalui perintah hati nurani mereka - mereka juga
bisa mencapai keselamatan yang kekal).

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang), dalam bukunya yang berjudul


‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 34-38,
memberikan suatu tanya-jawab sebagai berikut (P = pertanyaan; J =
jawaban):

24
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
“P:Sering kali orang mempersoalkan nasib orang yang beragama lain
atau yang tidak dibaptis. Bagaimana ajaran resmi Gereja Katolik
dalam hal ini?
J: Saya kira cara yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan Anda
adalah mengutip langsung apa yang diajarkan Konsili Vatikan II.
Dalam konstitusi dogmatis Lumen Gentium nomer 16 Konsili Vatikan
II mengajarkan, ‘Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal
Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari
Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan
kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan
perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.’
P: Tetapi bukankah Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara
antara Allah dan manusia seperti ada tertulis dalam 1Tim 2:5?
J: Ya, tepat sekali. Tetapi ajaran Konsili Vatikan II tidak bertentangan
dengan 1Tim 2:5, sebab kita percaya bahwa Yesus Kristus tetap satu-
satunya pengantara antara Allah dan manusia. Hanya saja mereka
yang tidak (bisa) mengenal Dia, tetapi yang berusaha mengabdi Allah
menurut keyakinan atau menurut agama mereka sendiri, dapat
selamat berkat jasa Yesus Kristus yang telah mendamaikan seluruh
umat manusia dengan Allah. Meskipun mereka tidak mengenal-Nya,
Yesus Kristus telah wafat demi menebus dosa mereka juga. Menurut
keyakinan katolik sampainya seorang yang beragama lain ke surga
adalah berkat rahmat Yesus Kristus. Kami kira ajaran ini penting.
Sebab kalau orang selamat hanya karena percaya kepada Yesus
Kristus dan dibaptis, konsekuensinya besar sekali. Berapa banyak
orang yang tidak mengenal Yesus Kristus atau yang sudah beragama
sebelum mengenal agama kristen? Tak terhitung jumlahnya, bukan?
Mereka begitu yakin bahwa agama merekalah yang benar, dan
mereka justeru takut masuk neraka kalau pindah ke agama kristen.
Maka mereka dengan hati nurani yang tulus mengabdi Allah sesuai
dengan keyakinannya itu. Nah, apakah Tuhan Allah yang maha-
rahim pasti memasukkan mereka ke dalam neraka? Sulit menerima
Allah yang demikian kejam, bukan? Kita harus berhati-hati supaya
jangan bersikap seperti banyak orang yang hidup sejaman dengan
Yesus. Banyak di antara mereka mengira pasti masuk surga karena
mereka itu keturunan Abraham, karena mereka itu bersunat atau
karena mereka itu beragama Yahudi. Mereka mengira, bangsa bukan
Yahudi pasti masuk neraka. Bukankah Yesus mengecam orang-orang
Yahudi semacam itu dengan mengatakan bahwa orang-orang bukan-
Yahudi (yang dianggap kafir itu) bahkan bisa ikut mengadili mereka.
‘Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit
bersama-sama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-
orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus,
dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus’ (Mat
12:41).
P: Kalau begitu, semua agama itu sama saja. Bukankah orang yang
beragama apa pun bisa selamat tanpa percaya kepada Yesus Kristus
dan dibaptis?

25
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
J: Tidak! Semua agama itu tidak sama saja. Itu indifferentisme agama
namanya, artinya paham bahwa tidak ada perbedaan penting antara
agama yang satu dengan yang lain. Dengan menganut indifferentisme
agama orang bisa pindah agama seenaknya tanpa pikir panjang. Kita
tidak bisa menerima paham itu. Agama yang satu berbeda dengan
agama yang lain. Setiap pemeluk suatu agama seharusnya merasa
yakin bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar dan baik.
Kita pun sebagai orang kristen percaya bahwa agama kristenlah
agama yang paling benar dan sempurna. Jadi ajaran Konsili Vatikan
II (tentang kemungkinan orang untuk selamat tanpa menjadi orang
kristen) tidak mengurangi sama sekali tugas Gereja untuk
memperkenalkan Injil kepada segala bangsa. Kita tetap wajib
memperkenalkan Yesus Kristus, sebab Dia tidak hanya menunjukkan
jalan menuju keselamatan, tetapi Dia sendiri adalah Jalan menuju
keselamatan. Kita tetap wajib mengajak orang lain untuk masuk ke
dalam agama kristen, karena kita yakin bahwa agama kristen
memberi jalan yang paling singkat dan pasti menuju keselamatan.
Agama kristen adalah jalan yang paling singkat dan pasti untuk
mempersatukan manusia dengan Allah secara paling erat-mesra.
Agama kristen memungkinkan manusia menerima secara melimpah-
ruah kehidupan ilahi yang dibawa oleh Yesus (Yoh 10:10), suatu
rahmat yang - menurut keyakinan kita - tidak dapat diberikan oleh
agama lain. Akhirnya, baiklah kami kutipkan ajaran Paus Yohanes
Paulus II tentang hal ini. Dalam Ensiklik Redemptoris Missio (Tugas
Perutusan Penebus) nomer 55 dikatakan, ‘Kenyataan bahwa para
pemeluk agama-agama lain dapat menerima rahmat Allah dan dapat
diselamatkan oleh Kristus terlepas dari sarana-sarana yang biasa
yang telah Dia bangun sendiri, tidaklah demikian saja membatalkan
panggilan menuju iman dan pembaptisan yang diinginkan Allah bagi
semua orang ... Gereja adalah sarana yang biasa dari keselamatan dan
Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana keselamatan itu.’
Nah, menjadi jelas bahwa semua agama itu tidak sama saja.
P: Bagaimana menerangkan ayat-ayat Injil yang menyatakan bahwa
yang bisa sampai kepada Bapa atau bisa selamat hanyalah mereka
yang percaya kepada Yesus Kristus yang (dan?) dibaptis? Coba baca
Mrk 16:15, ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada
segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan,
tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.’ Baca juga Yoh 3:18,
‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum;
barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab
ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.’ (bdk. Yoh 8:24;
11:26).
J: Harus kami akui, masalah ini sulit dijawab. Apa yang akan kami
katakan di sini hanyalah pendapat pribadi yang bisa salah. Begini
jawaban kami. Ajaran Konsili Vatikan II di atas mengandung
keyakinan Gereja Katolik bahwa ayat-ayat yang baru saja Anda
sebut, yakni Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 tidak perlu ditafsirkan secara
hurufiah dan dalam arti mutlak seperti adanya. Dan banyak ayat lain
yang serupa itu. Ayat-ayat di atas hanya mau menekankan betapa
26
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
pentingnya iman kepada Yesus Kristus dan pentingnya pembaptisan.
Jadi ayat-ayat tersebut tidak bermaksud mengajarkan bahwa semua
orang (tanpa kecuali) yang tidak sempat percaya dan dibaptis pasti
binasa. Memang jawaban ini tidak memuaskan. Tapi kita yakin
bahwa paus dalam persatuan dengan para uskup se dunia dibimbing
oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat menafsir Injil dengan benar.
Lebih sulit menerima kenyataan bahwa semua orang yang tidak
percaya kepada Yesus Kristus (tanpa kecuali dan tanpa pandang
bulu) pasti masuk neraka daripada menerima kenyataan bahwa Mrk
16:15 dan Yoh 3:18 merupakan semacam cara untuk menekankan
pentingnya iman dan pembaptisan dan bukan dogma mengenai nasib
orang yang tidak percaya.”.

Omong kosong bodoh ini bertentangan dengan:


 Yoh 3:14-18 - “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang
gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal. Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk
menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.
Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum;
barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab
ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.
 Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup
yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan
melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.
 Yoh 5:24 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa
mendengar perkataanKu dan percaya kepada Dia yang mengutus
Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab
ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup”.
 Yoh 5:39-40 - “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu
menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai hidup yang kekal,
tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku,
namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup
itu”.
 Yoh 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu
akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa
Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.
 Yoh 8:45-47 - “Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran
kepadamu, kamu tidak percaya kepadaKu. Siapakah di antaramu
yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku
mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya
kepadaKu? Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman
Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu
tidak berasal dari Allah.’”.

27
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
 Yoh 10:26-28 - “tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak
termasuk domba-dombaKu. Domba-dombaKu mendengarkan
suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan
Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti
tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak
akan merebut mereka dari tanganKu”.
 Kis 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa
percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh
karena namaNya.’”.
 Kis 13:38-39 - “Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena
Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di
dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan
dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa”.
 Kis 13:46 - “Tetapi dengan berani Paulus dan Barnabas berkata:
‘Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih
dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak
untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada
bangsa-bangsa lain”.
 Kis 13:48 - “ Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak
mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua
orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi
percaya”.
 Ro 1:16-17 - “(16) Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh
dalam (tidak malu karena) Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah
yang menyelamatkan setiap ORANG YANG PERCAYA, pertama-
tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. (17) Sebab di
dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan
memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan
hidup OLEH IMAN.’”.
 Ro 3:21-22 - “(21) Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran
Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat
dan Kitab-kitab para nabi, (22) yaitu kebenaran Allah karena iman
dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada
perbedaan”.
 Ro 3:25-26 - “(25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi
jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya
untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-
dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26)
MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini,
supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang
percaya kepada Yesus”.
 Ro 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk
bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan?
Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa
manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan
hukum Taurat”.

28
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
 Ro 3:30 - “Artinya, kalau ada satu Allah, yang akan membenarkan
baik orang-orang bersunat karena iman, maupun orang-orang tak
bersunat juga karena iman”.
 Ro 4:3-5 - “Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? ‘Lalu
percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan
hal itu kepadanya sebagai kebenaran.’ (4) Kalau ada orang yang
bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai
haknya. (5) Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun
percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya
diperhitungkan menjadi kebenaran”.
 Ro 4:18-25 - “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap,
namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi
bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: ‘Demikianlah
banyaknya nanti keturunanmu.’ Imannya tidak menjadi lemah,
walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah,
karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara
telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena
ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia
memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa
untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini
diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Kata-kata ini, yaitu
‘hal ini diperhitungkan kepadanya,’ tidak ditulis untuk Abraham
saja, tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah
memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah
membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu
Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan
dibangkitkan karena pembenaran kita”.
 Ro 5:1-2 - “(1) Sebab itu, kita yang dibenarkan KARENA IMAN,
kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan
kita, Yesus Kristus. (2) Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk OLEH
IMAN kepada kasih karunia ini . Di dalam kasih karunia ini kita
berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima
kemuliaan Allah”.
 Ro 9:30-10:4 - “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita
katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar
kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran KARENA
IMAN. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang
akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu.
(32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman,
tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan,
(33) seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion
sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang
percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ (1) Saudara-saudara,
keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka
diselamatkan. (2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang
mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi
tanpa pengertian yang benar. (3) Sebab, oleh karena mereka tidak
mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk

29
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk
kepada kebenaran Allah. (4) Sebab Kristus adalah kegenapan hukum
Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang YANG
PERCAYA”.
Text ini sangat penting, karena menunjukkan secara explicit bahwa
Israel sungguh-sungguh mengejar hukum, tetapi tidak selamat,
karena tidak beriman.
 Ro 10:9-15 - “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa
Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah
membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan
diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan,
dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab
Suci berkata: ‘Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan
dipermalukan.’ Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan
orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua
orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya. Sebab,
barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.
Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka
tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada
Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka
mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya? Dan
bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka tidak
diutus? Seperti ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka
yang membawa kabar baik!’”.
 Ro 11:20,23 - “Baiklah! Mereka dipatahkan karena
ketidakpercayaan mereka, dan kamu tegak tercacak karena iman.
Janganlah kamu sombong, tetapi takutlah! Sebab kalau Allah tidak
menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga tidak akan
menyayangkan kamu. Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan
juga kekerasanNya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah
jatuh, tetapi atas kamu kemurahanNya, yaitu jika kamu tetap dalam
kemurahanNya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga. Tetapi
merekapun akan dicangkokkan kembali, jika mereka tidak tetap
dalam ketidakpercayaan mereka, sebab Allah berkuasa untuk
mencangkokkan mereka kembali”.
 Ef 2:8-13 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan
hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena
kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia
mau, supaya kita hidup di dalamnya. Karena itu ingatlah, bahwa
dahulu kamu--sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging,
yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang
menamakan dirinya ‘sunat’, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan
oleh tangan manusia, --bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak
termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam
ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa

30
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu,
yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus”.
 2Tes 1:8-10 - “dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang
tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan
kita. Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-
lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan
kekuatanNya, apabila Ia datang pada hari itu untuk dimuliakan di
antara orang-orang kudusNya dan untuk dikagumi oleh semua orang
yang percaya, sebab kesaksian yang kami bawa kepadamu telah
kamu percayai”.
 2Tes 2:13 - “Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada
Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab
Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam
Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu
percayai”.
NIV: ‘But we ought always to thank God for you, brothers loved by
the Lord, because from the beginning God chose you to be saved
through the sanctifying work of the Spirit and through belief in the
truth’ (= ).
 KJV: ‘But we are bound to give thanks alway to God for you,
brethren beloved of the Lord, because God hath from the beginning
chosen you to salvation through sanctification of the Spirit and
belief of the truth’ (= ).
 Ibr 3:12,19 - “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara
kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak
percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. ... Demikianlah
kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena
ketidakpercayaan mereka”.
 Ibr 4:2-3 - “Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan
sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak
berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh
iman dengan mereka yang mendengarnya. Sebab kita yang beriman,
akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: ‘Sehingga
Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat
perhentianKu,’ sekalipun pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia
dijadikan”.
 Ibr 7:25 - “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan
sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia
hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka”.
 Ibr 9:28 - “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan
diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan
menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk
menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan
Dia”.
 Ibr 10:38-39 - “Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman,
dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan
kepadanya.’ Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan

31
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh
hidup”.
 Ibr 11:6 - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada
Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya
bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang
sungguh-sungguh mencari Dia”.

Juga Yoh 7:38-39, Ef 1:13 dan Kis 2:38 jelas menunjukkan bahwa


orang-orang percaya saja yang diberi Roh Kudus, dan Ro 8:9
mengatakan bahwa orang yang tidak memiliki Roh Kristus bukan milik
Kristus.

Ef 2:12 menunjukkan bahwa jemaat Efesus dulunya (sebelum


percaya) tanpa Allah dan tanpa pengharapan. Tetapi setelah percaya
baru mereka dibawa mendekat oleh darah Kristus (Ef 2:13).

Catatan: mereka percaya bahwa orang dewasa mati tanpa Kristus bisa
masuk surga, tetapi anehnya, dalam hal bayi yang mati tanpa dibaptis,
mereka beranggapan masuk Limbus Infantum. Alasannya: karena
mereka sukar menerima bahwa bayi itu bisa masuk surga tanpa
mengalami penyelamatan Yesus Kristus lewat baptisan itu.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Ajaran semacam itu timbul


karena orang merasa terjepit di antara 2 ajaran berikut ini: di satu sisi
baptisan itu dianggap perlu untuk keselamatan, di sisi lain bayi yang
mati tanpa sempat dibaptis belum mempunyai dosa pribadi, hanya dosa
asal. Nah, sulit memikirkan bagaimana Allah akan menghukum bayi-
bayi yang tidak berdosa secara pribadi itu dalam neraka yang menurut
Alkitab penuh penderitaan itu? Tetapi sukar juga menerima, jika bayi
semacam itu masuk surga tanpa mengalami penyelamatan Yesus Kristus
lewat baptisan. Maka mereka yakin bahwa Allah tentu menyediakan
bagi bayi-bayi semacam itu suatu tempat atau keadaan khusus. Tetapi
sekali lagi hal ini bukan dogma atau ajaran resmi yang sudah paten,
tetapi masih terbuka untuk didiskusikan. Yang jelas Gereja Katolik
menganjurkan supaya bayi dibaptis secepat mungkin dan jika bayi mati
sebelum sempat dibaptis, kita pasrahkan saja nasibnya kepada belas
kasihan Allah. Alkitab dan Tradisi tidak memberi kita cukup petunjuk
untuk dapat mengetahui nasib mereka” - ‘Mempertanggungjawabkan
Iman Katolik’, buku IV, hal 42-43.

Dalam ajaran Kristen Protestan (lagi-lagi yang asli, bukan yang sudah
menjadi Liberal) Yesus ditekankan sebagai satu-satunya jalan ke
surga. Dasar Kitab Suci untuk hal ini adalah sebagai berikut:

a) Ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini secara jelas / explicit


menunjukkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.

32
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
 Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran
dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa,
kalau tidak melalui Aku’”.
Ayat ini hanya mempunyai 3 kemungkinan:
 Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak pernah
mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat
seolah-olah Yesus mengatakan pernyataan ini.
 Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah mengucapkan
pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia
menyatakan diri sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa
padahal sebetulnya tidak demikian.
 Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak berdusta, sehingga
Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke
surga.
Renungkan: yang mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara
terima? Kalau saudara menerima yang pertama atau yang
kedua, Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa
gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Kitab
Sucinya salah / ngawur, atau Tuhannya pendusta!
 Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga
selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada
nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita
dapat diselamatkan”.
 1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah
mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada
di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki
hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki
hidup”.
 1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi
pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus
Yesus”.
Hanya orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan
yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan
bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-
satunya jalan ke surga.
Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu
ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup
yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai
sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup
kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia
menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya
kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya
(keselamatan / hidup yang kekal).
Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam
Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam
1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini
ditujukan hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini
berlaku untuk seluruh dunia!

33
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan
oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang percaya /
kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang
Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin
dimaksudkan hanya bagi orang kristen!

b) Yoh 8:24 dan Wah 21:8 secara explicit menunjukkan bahwa orang


yang tidak percaya kepada Yesus akan mati dalam dosanya /
masuk neraka.
Yoh 8:24b - “Jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu
akan mati dalam dosamu”.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak
percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang
sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan
semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam
lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian
yang kedua”.
Dalam kontex Kitab Suci, ‘orang yang tidak percaya’ artinya adalah
‘orang yang tidak percaya kepada Yesus’!

c) Dalam Perjanjian Lama, Allah berulang kali hanya memberikan 1


jalan untuk bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran
dari Kristus.
Contoh:
1. Bahtera Nuh (Kej 6-8).
Pada jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam
bahtera, maka tidak ada jalan lain baginya melalui mana ia bisa
selamat. Pada waktu banjir itu mulai meninggi, ia mungkin akan
mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang tinggi,
dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam
seluruh dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk.
Kej 7:19-20). Jadi jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya
jalan keselamatan.
2. Darah domba Paskah pada ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-
23,25-30 1Kor 5:7).
Pada waktu Allah mau menghukum orang Mesir dengan
membunuh semua anak sulung, Allah memberikan jalan melalui
mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu. Caranya
adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu.
Dan ini adalah satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa
lolos dari hukuman Allah itu.
Selanjutnya, 1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah
kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa
anak domba Paskah yang darahnya merupakan satu-satunya
jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE / gambaran
dari Kristus.
3. Ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15).
Lagi-lagi dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel
berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan
34
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan memandang
kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan
mencari jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada tabib /
dukun, atau dengan mengikat bagian yang digigit, atau dengan
mencari obat lain manapun juga, mereka pasti mati. Hanya
kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang
dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat
bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk membuat banyak
patung ular tembaga, tetapi hanya satu patung ular tembaga!
Selanjutnya Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa
meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia
harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya
beroleh hidup yang kekal”. Dari ayat ini terlihat bahwa ular
tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama seperti
ular tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan
pada saat itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya
jalan keselamatan pada saat ini.

d) Sikap kita kepada Yesus merupakan sikap kita terhadap Allah /


Bapa.
Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan
Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan
barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.
Yoh 5:23 - “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti
mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia
juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.
Yoh 15:23 - “Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga
BapaKu”.
Karena itu, orang tidak bisa menyembah / mentaati / melayani
Allah, tetapi pada saat yang sama menolak Yesus. Menolak Yesus
berarti menolak Allah, dan tidak percaya kepada Yesus berarti tidak
percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah orang yang
tidak percaya kepada Yesus masuk surga?

e) Yesus adalah Allah sendiri, yang adalah tuan rumah / pemilik


Kerajaan Surga. Bagaimana mungkin orang yang tidak percaya
kepadaNya, apalagi yang menentangNya, bisa masuk ke surga,
yang adalah milikNya?

f) Semua manusia membutuhkan Penebus, karena semua manusia


berdosa, dan dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik /
ketaatan.
Bahwa semua manusia berdosa dinyatakan oleh Ro 3:23 yang
berbunyi: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah”.
Dan bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik,
dinyatakan oleh Gal 2:16,21 yang berbunyi: “Kamu tahu, bahwa
tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum
Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ...
35
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah
kematian Kristus”.
Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan
lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke
pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat
baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi
uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia
membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan
kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah
saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar
pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus
dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau
hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu?
Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum
duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus
dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Karena itu sebetulnya semua manusia membutuhkan Juruselamat /
Penebus dosa. Dan Yesus adalah satu-satunya yang pernah
menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia, maka kita harus
membayar sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus
masuk ke neraka selama-lamanya.

g) Penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa manusia


merupakan penderitaan yang luar biasa hebatnya. Untuk
menunjukkan betapa hebatnya penderitaan yang Yesus alami,
maka saya mengajak saudara untuk melihat komentar-komentar
dari beberapa penafsir tentang 2 macam penderitaan yang Yesus
alami yaitu pencambukan dan penyaliban.

1. Tentang pencambukan.
William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a short
wooden handle to which several thongs were attached, the ends
equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of
bone. The stripes were laid especially on the victim's back, bared and
bent. Generally two men were employed to administer this
punishment, one lashing the victim from one side, one from the
other side, with the result that the flesh was at times lacerated to
such an extent that deep-seated veins and arteries, sometimes even
entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from which
Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death”
[= cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang
diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan
potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan
tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama
pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan.
Biasanya 2 orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman
ini, yang seorang mencambuki dari satu sisi, yang lain
mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging yang
dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa
36
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam,
kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam,
menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak
boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37),
sering berakhir dengan kematian].

William Barclay: “Roman scourging was a terrible torture. The


victim was stripped; his hands were tied behind him, and he was tied
to a post with his back bent double and conveniently exposed to the
lash. The lash itself was a long leather thong, studded at intervals
with sharpened pieces of bone and pellets of lead. Such scourging
always preceded crucifixion and ‘it reduced the naked body to strips
of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died under it,
and men lost their reason under it, and few remained conscious to
the end of it” [= pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan
yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang,
lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan punggungnya
dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu
sendiri adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan
potongan-potongan tulang dan butiran-butiran timah yang
runcing. Pencambukan seperti itu selalu mendahului penyaliban
dan ‘pencambukan itu menjadikan tubuh telanjang itu menjadi
carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang
dan berdarah’. Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang
yang kehilangan akalnya karenanya, dan sedikit orang bisa tetap
sadar sampai akhir pencambukan].

2. Tentang penyaliban.
Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and
feet, and the body was supported partly by these and partly by a
projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often
seen in picture, was never used” (= paku-paku menembus tangan
dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku
ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang
disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat
dalam gambar, tidak pernah digunakan).

William Barclay: “When they reached the place of crucifixion, the


cross was laid flat on the ground. The prisoner was stretched upon it
and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but only loosely
bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge of wood called
the saddle, to take his weight when the cross was raised upright -
otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands.
The cross was then lifted upright and set in its socket - and the
criminal was left to die ... Sometimes prisoners hung for as long as a
week, slowly dying of hunger and thirst, suffering sometimes to the
point of actual madness” [= ketika mereka sampai di tempat
penyaliban, salib itu ditidurkan di atas tanah. Orang hukuman itu
direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada salib itu.
37
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di
antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya),
menonjol sepotong kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat
orang itu pada waktu salib itu ditegakkan - kalau tidak maka
paku-paku itu akan merobek daging di tangannya. Lalu salib itu
ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu
dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman
tergantung sampai satu minggu, mati perlahan-lahan karena
lapar dan haus, menderita sampai pada titik dimana mereka
menjadi gila].

Catatan: Barclay menganggap bahwa yang dipaku hanyalah


tangan saja. Kaki hanya diikat secara longgar, tetapi tidak di
paku. Ini ia dasarkan pada:
 tradisi.
 Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas
paku pada kaki.
Tetapi saya berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya
tanganNya, tetapi juga kakiNya. Alasan saya:
 penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa tradisinya
tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay (misalnya
penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas).
Juga tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu sama.
Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan
kadang-kadang kedua kakinya dipaku secara terpisah.
 Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang salib (baca
seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19),
berkata pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’.
 Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan tangan dan
kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!

Selanjutnya Barclay mengutip Klausner sebagai berikut:


“The criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass
from the scourging. There he hung to die of hunger and thirst and
exposure, unable even to defend himself from the torture of the
gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding
wounds” [= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada
saat itu ia sudah penuh dengan darah karena pencambukan. Di
sana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan,
bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari
nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang
dan pada luka-lukanya yang berdarah].

Barclay lalu mengatakan: “It is not a pretty picture but that is what
Jesus Christ suffered - willingly - for us” (= Itu bukanlah suatu
gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus
Kristus - dengan sukarela - bagi kita).

38
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Mengingat hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus
dosa kita, kalau Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan,
maka:

a. Tindakan Bapa merelakan AnakNya untuk mati dengan cara


yang begitu mengerikan hanya untuk memberikan satu
tambahan jalan ke surga betul-betul merupakan tindakan yang
sangat kejam.
Illustrasi: Pada waktu untuk pertama kalinya anak saya disuntik,
anak itu menangis, saya merasa begitu kasihan kepadanya,
sehingga saya memeluk dia untuk mendiamkannya. Padahal
anak itu disuntik dengan suntikan mini yang jarumnya sangat
kecil. Kalau saya bisa merasa kasihan pada waktu anak saya
‘disakiti’ dengan jarum suntik itu, bayangkan bagaimana
perasaan Bapa pada waktu AnakNya yang tunggal itu
dicambuki sampai hancur punggungNya dan lalu dipakukan
pada kayu salib. Kalau ada jalan lain untuk menyelamatkan
manusia, saya yakin bahwa Bapa tidak akan membiarkan
AnakNya mengalami penderitaan seperti itu. Tetapi karena
memang tidak ada jalan lain, demi kasihNya kepada manusia
berdosa, Ia rela membiarkan AnakNya mengalami penderitaan
itu.

b. Tindakan Yesus untuk mati di salib untuk memberikan satu


tambahan jalan ke surga adalah tindakan konyol, bodoh dan
sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b berbunyi: “... sekiranya ada
kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian
Kristus”.
Illustrasi: Bayangkan bahwa saya dan anak saya ada di lantai
ketiga di sebuah bangunan bertingkat tiga, dan bangunan itu
lalu terbakar. Saya lalu menggendong anak saya dan
melompat, dan sesaat sebelum menyentuh tanah, saya
melemparkan anak saya ke atas, maka anak saya selamat dan
saya mati. Kalau saat itu memang tidak ada jalan lain untuk
selamat selain melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin
sekali orang akan menganggap saya sebagai pahlawan yang
rela berkorban bagi anak saya. Tetapi kalau pada saat itu
sebetulnya ada banyak jalan yang lain, dan saya tetap ‘rela
mengorbankan nyawa saya’ demi anak saya, maka saya yakin
bahwa orang akan menganggap tindakan itu sebagai tindakan
konyol dan bodoh.
Demikian juga dengan apa yang Yesus lakukan bagi kita. Kalau
memang ada jalan lain untuk selamat, dan Yesus tetap rela
berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan bodoh. Tetapi
karena memang tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan
pengorbanan di atas kayu salib, maka tindakanNya betul-betul
merupakan tindakan kasih yang luar biasa.

39
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
h) Perintah Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat
28:19-20) menunjukkan bahwa:
1. Yesus memang adalah satu-satunya jalan ke surga.
Kalau memang Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan,
untuk apa ada perintah untuk memberitakan Injil / membawa
semua orang untuk datang kepada Yesus?
2. Orang yang tidak pernah mendengar tentang Yesus juga akan
binasa / masuk neraka! Kalau orang yang tidak pernah
mendengar Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita
diperintahkan untuk memberitakan Injil? Bahwa kita
diperintahkan untuk memberitakan Injil dan menjadikan semua
bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan bahwa orang yang
tidak pernah mendengar Injil juga pasti tidak bisa selamat.
Pandangan ini didukung oleh beberapa bagian Kitab Suci yang
lain seperti:
 Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat:
Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak
memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk
memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat,
supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam
kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan
jawab atas nyawanya dari padamu”.
 Ro 2:12a - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum
Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat”.
Dalam jaman Perjanjian Lama, orang di luar Israel / Yahudi
yang tidak pernah mempunyai hukum Taurat, dikatakan
‘binasa tanpa hukum Taurat’. Analoginya, dalam jaman
Perjanjian Baru, orang yang tidak pernah mendengar Injil,
akan ‘binasa tanpa Injil’!
 Ro 10:13-14 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada
nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka
dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada
Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika
mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka
mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang
memberitakanNya?”.
Text ini membentuk suatu rantai. Orang yang berseru
kepada nama Tuhan akan selamat, tetapi ia tidak akan bisa
berseru kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya kepada
Tuhan. Dan ia tidak akan bisa percaya kepada Tuhan kalau
ia tidak perneh mendengar tentang Dia. Dan ia tidak akan
bisa mendengar tentang Dia, kalau tidak ada yang
memberitakan Injil kepadaNya.
Jadi, kalau tidak ada orang yang memberitakan Injil
kepadanya, ia tidak bisa mendengar tentang Dia, sehingga
tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa berseru
kepadaNya, sehingga tidak bisa diselamatkan.

40
I. SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR
Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang tidak diinjili /
tidak pernah mendengar tentang Yesus, pasti tidak selamat.
Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari pengutusan
misionaris ke tempat-tempat yang belum pernah dijangkau
Injil.

Sesuatu hal lain yang perlu diingat adalah bahwa dalam rasul-rasul
melaksanakan perintah ini, mereka memberitakan Injil kepada
orang-orang yang sudah beragama sekalipun (agama Yahudi). Dan
bagaimanapun mereka diancam untuk tidak memberitakan Injil,
mereka tetap memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42).

-o0o-

41
PELAJARAN II

PAUS
I) Perkembangan ke-Paus-an.

1) Cyprian (pertengahan abad ke 3) berkata bahwa Bishops (= uskup-


uskup) adalah pengganti rasul-rasul dan mempunyai otoritas yang sama
dengan rasul-rasul.

2) Innocent I, bishop Roma (402-417 M), untuk pertama kalinya mengclaim


bahwa bishop Roma lebih tinggi tingkatnya dari para bishop yang lain dan
semua kontroversi / pertentangan harus diputuskan dengan restu /
persetujuan bishop Roma.

3) Leo I, yang menjabat sebagai Bishop Roma pada tahun 440-461 M,


mengclaim bahwa dalam Mat 16:18, batu karang di atas mana gereja
didirikan adalah Petrus; dan para bishop Roma yang merupakan
pengganti Petrus adalah ahli waris Petrus, dan lebih tinggi tingkatnya dari
bishops yang lain.

4) Kaisar Valentinian (445 M) mengeluarkan keputusan bahwa semua orang


harus mengakui keulungan bishop Roma atas Gereja.

5) Gregory I yang juga disebut Gregory the Great (590-604 M) menjadi bia-
rawan pertama yang menjadi bishop Roma.

6) Pada tahun 604 M, Kaisar Phocas memberi gelar ‘Paus’ kepada Gregory
I, tetapi ditolak oleh Gregory I.

7) Pada tahun 607 M, Boniface III, pengganti kedua dari Gregory I, mene-
rima gelar ‘Paus’ itu.

8) Paus Nicholas I (858-867 M) mendesak supaya Paus diberi otoritas atas


Gereja dan pemerintah.

9) Pada tahun 1870 M, Vatican Council menyatakan bahwa Paus tidak bisa
salah / infallible kalau:
ia berbicara dari kursinya (EX CATHEDRA).
ia berbicara tentang iman dan moral.
Ia berbicara kepada gereja.

10)Pada tahun 1885, Paus Leo XIII menyatakan bahwa Paus adalah peng-
ganti Allah Yang Maha Kuasa di bumi ini.

42
II. PAUS
II) Hal-hal yang perlu dibahas tentang Paus.

A) Paus sebagai kepala gereja dan segala sesuatu.

Perhatikan kepercayaan Roma Katolik tentang Paus dalam New York


Catechism di bawah ini:
“The pope takes place of Jesus Christ on earth ... By divine right the pope has
supreme and full power in faith and morals over each and every pastor and his
flock. He is the true vicar of Christ. He is the infallible ruler, the founder of
dogmas, the author of and the judge of councils; the universal ruler of truth,
the arbiter of the world, the supreme judge of heaven and earth, the judge of
all, being judged by no one, God himself on earth” (= Paus menggantikan
Yesus Kristus di bumi ... Oleh hak ilahi Paus mempunyai kuasa tertinggi dan
penuh dalam iman dan moral atas setiap gembala dan domba
gembalaannya. Ia adalah wakil yang benar / sejati dari Kristus. Ia adalah
pemerintah / pemimpin yang tidak bisa salah, pendiri dari dogma-dogma,
pengarang / sumber dan hakim dari sidang-sidang gereja, pemimpin
kebenaran di seluruh dunia, penengah / wasit dunia ini, hakim tertinggi dari
surga dan bumi, hakim dari semua, tidak dihakimi oleh siapapun, Allah
sendiri di bumi ini) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 127.

Loraine Boettner lalu menambahkan:


“Thus the Roman Catholics holds that the pope, as the vicar of Christ on earth,
is the ruler of the world, supreme not only over the Roman Church itself but
over all kings, presidents, and civil rulers, indeed over all peoples and nations”
[= Demikianlah orang Roma Katolik beranggapan bahwa Paus, sebagai
wakil Kristus di bumi, adalah pemerintah dunia, mempunyai kedudukan /
otoritas tertinggi bukan hanya atas gereja Roma (Katolik) sendiri tetapi atas
semua raja, presiden, dan pemerintah sipil, bahkan atas semua orang dan
bangsa] - ‘Roman Catholicism’, hal 127-128.

Pandangan kristen:

1) Satu-satunya kepala gereja adalah Tuhan Yesus sendiri (Ef 4:15) dan


Ia tidak pernah memberikan jabatan itu kepada orang lain.

2) Kitab Suci tidak pernah mengatakan adanya hamba Tuhan atau bah-
kan rasul yang superior / lebih tinggi dari yang lain.

Contoh:

a) Petrus pernah ditegur di depan umum dengan keras oleh Paulus


(Gal 2:11-14). Padahal Roma Katolik mengakui Petrus sebagai
bishop Roma / Paus yang pertama!

b) Paulus menyejajarkan dirinya dengan banyak orang:

43
II. PAUS
1. Dalam Fil 1:1 ia menyejajarkan dirinya dengan Timotius dengan
menyebut dirinya dan Timotius sebagai ‘hamba-hamba Kristus
Yesus’.
2. Dalam Fil 2:25 ia menyejajarkan dirinya dengan Epaphroditus
dengan menyebutnya sebagai ‘saudaraku’, ‘teman sekerjaku’
dan ‘teman seperjuanganku’.
3. Dalam Fil 4:3 ia menyejajarkan dirinya dengan Sunsugos, Eudia
dan Sintikhe, Klemens dll, dengan menyebut mereka sebagai
‘temanku yang setia’, dan ‘kawan-kawanku sekerja’.
4. Dalam Kol 1:7 ia menyejajarkan dirinya dengan Epafras dengan
menyebutnya sebagai ‘kawan pelayan’.

c) Sidang Yerusalem dalam Kis 15 menunjukkan bahwa tidak ada


rasul yang superior / lebih tinggi dari yang lain, karena keputusan
tidak didapatkan dari keputusan satu orang saja, tetapi didapatkan
melalui perundingan / pertukaran pikiran para rasul dan penatua
(Kis 15:6,7).

3) Kitab Suci mengajarkan adanya jabatan tua-tua / penatua / penilik


jemaat dan diaken (1Tim 3:1-13 Tit 1:5-9), tetapi tidak pernah meng-
ajarkan adanya jabatan Paus.

B) Petrus adalah bishop I dari Roma / Paus I.

Roma Katolik menafsirkan Mat 16:13-19, sebagai berikut:


 ‘Batu karang’ menunjuk kepada Petrus.
 ‘Alam maut’ menunjuk pada kuasa jahat.
 ‘Kunci’ merupakan simbol otoritas. Jadi Petrus mempunyai hak /
kuasa untuk menerima seseorang untuk masuk ke dalam surga /
gereja dan / atau menolak seseorang untuk masuk ke dalam surga /
gereja.
 Mat 16:13-19 menunjukkan bahwa Petrus diangkat oleh Yesus menja-
di Paus I.

Pandangan kristen:

1) Exegesis / penafsiran dari Mat 16:13-19:

a) Kata ‘Petrus’ dalam bahasa Yunaninya adalah PETROS, yang ada


dalam bentuk masculine (= laki-laki), dan artinya adalah ‘batu
kecil’.
Kata ‘batu karang’ dalam bahasa Yunaninya adalah PETRA, yang
ada dalam bentuk feminine (= perempuan), dan artinya adalah
‘batu besar’ / ‘rock’.
Tuhan Yesus tidak berkata bahwa Ia mendirikan gereja / jemaatnya
di atas PETROS tetapi di atas PETRA. Yang dimaksud dengan
PETRA adalah pengakuan Petrus pada Mat 16:16, yaitu pengaku-
an bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.
44
II. PAUS

b) ‘Alam maut tidak akan menguasainya’ (Mat 16:18b).

Roma Katolik menafsirkan bahwa:


 ‘alam maut’ menunjuk pada kuasa jahat.
 kata ‘nya’ menunjuk kepada Petrus.
Jadi Roma Katolik mengatakan bahwa kalimat ini merupakan
jaminan Tuhan Yesus bahwa kuasa jahat tidak akan menguasai
Petrus.

Tetapi tafsiran ini jelas bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini


yang menunjukkan Petrus dikuasai (bukan dirasuk!) oleh kuasa
jahat / setan:
 Mat 16:22-23 dimana Petrus menghalangi Yesus pergi ke
Yerusalem sehingga disebut oleh Yesus sebagai ‘Iblis’.
Catatan: saya ragu-ragu apakah dalam Mat 16:22-23 ini Petrus
memang dikuasai oleh setan. Alasannya: setan ingin mem-
bunuh Yesus, sehingga agak aneh kalau ia menghalangi Yesus
pergi ke Yerusalem. Ada kemungkinan bahwa sebutan ‘Iblis’ itu
hanya menunjukkan bahwa Petrus mempunyai pikiran yang
salah.
 Mat 26:69-75 dimana Petrus menyangkal Yesus sebanyak 3 x.
 Gal 2:11-14 dimana Petrus bersikap munafik.

Tafsiran yang benar: Kata ‘nya’ menunjuk kepada Gereja. Jadi


kalimat itu berarti bahwa Gereja tidak akan bisa hancur.
Catatan: Ingat bahwa dalam theologia, kata ‘Gereja’ (dengan G
huruf besar) menunjuk pada semua orang percaya di seluruh
dunia, sedangkan kata ‘gereja’ (dengan g huruf kecil) menunjuk
pada gereja lokal. Satu gereja lokal bisa saja hancur / tersesat,
tetapi Gereja secara keseluruhan tidak mungkin bisa hancur /
tersesat.

c) ‘Kuasa mengikat dan melepaskan’ (Mat 16:19).


Ingat bahwa kalimat ini tidak hanya dikatakan kepada Petrus saja
tetapi juga kepada murid-murid lainnya (Mat 18:18).
Jadi jelas bahwa kuasa ini bukan berarti kuasa / hak untuk me-
masukkan / menolak orang ke / dari surga. Hak seperti itu hanya
ada pada Allah / Yesus Kristus (Wah 1:18 3:7).
Kalau demikian, apa arti kuasa yang diberikan kepada murid-murid
Yesus itu? Itu adalah kuasa untuk menyatakan saja! Dalam
memberitakan Injil, mereka menyatakan syarat-syarat untuk masuk
surga berdasarkan Firman Allah, dan kalau ada orang yang
menolak syarat-syarat itu maka mereka berhak menyatakan bahwa
orang itu tidak akan diampuni dan tidak akan masuk surga. Seba-
liknya kalau ada orang yang menerima syarat-syarat itu maka
mereka berhak menyatakan bahwa orang itu sudah diampuni dan
pasti akan masuk surga.

45
II. PAUS
Kuasa seperti ini jelas juga ada pada orang kristen jaman ini.

2) Bagian-bagian lain dari Kitab Suci yang bertentangan dengan ajaran


Roma Katolik dalam hal ini:

a) Ajaran Tuhan Yesus sendiri.


Yesus tidak pernah mengajar bahwa Petrus lebih besar dari rasul-
rasul yang lain. Dalam Mark 9:33-35 dan Mark 10:35-44, pada
waktu para murid meributkan siapa yang terbesar di antara mereka
atau menginginkan menjadi yang terbesar (Mark 9:33-34 Mark
10:35-37), maka Yesus tidak mengatakan bahwa Petruslah yang
terbesar, tetapi Ia berkata bahwa orang yang mau merendahkan
dirinya dan menjadi pelayan / hamba bagi semua, dialah yang
terbesar (Mark 9:35 Mark 10:43-45).

b) Ajaran Petrus sendiri.


Sekalipun Petrus menyebut dirinya sendiri sebagai rasul (1Pet 1:1),
tetapi:
 Dalam 1Pet 5:1 Petrus menyebut dirinya sebagai ‘fellow elder’
(= teman / sesama penatua). Ini jelas merupakan sebutan yang
menyejajarkan dirinya dengan para penatua yang lain.
 Dalam 1Pet 5:2-3 Petrus melarang untuk memaksa / memerin-
tah. Ini tentu berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para
Paus dalam gereja Roma Katolik!
 Dalam Kis 10:25-26, Petrus menolak penyembahan. Ini lagi-
lagi berbeda dengan sikap para Paus yang menerima saja pada
waktu jemaat Katolik mencium kakinya (tradisi penciuman kaki
Paus dimulai oleh Paus Constantine pada tahun 709 Masehi).

c) Sikap Paulus terhadap Petrus:


 pada waktu ia dipanggil untuk menjadi rasul / pemberita Injil,
Paulus tidak bertanya atau meminta persetujuan Petrus (Gal
1:15-17).
 Paulus menyejajarkan dirinya dengan Petrus, hanya saja tugas
mereka berbeda, karena Petrus adalah rasul untuk orang ber-
sunat / Yahudi sedangkan Paulus adalah rasul untuk orang tak
bersunat / non Yahudi (Gal 2:7-10).
 Paulus menyebut Yakobus lebih dulu dari Petrus (Gal 2:9).
Dalam semua daftar rasul-rasul, Petrus selalu disebut sebagai
yang pertama (Mat 10:2-5 Mark 3:16-19 Luk 6:14-16 Kis 1:13-
14). Ini digunakan oleh Gereja Roma Katolik untuk mengatakan
bahwa Petrus adalah rasul yang tertinggi. Terhadap penafsiran
ini ada 3 hal yang bisa diberikan sebagai jawaban, yaitu:
 Dalam Gal 2:9 ini Paulus menyebut Yakobus lebih dulu dari
pada Petrus.
Calvin berkata: Kalau karena disebut pertama Petrus adalah
rasul tertinggi, maka kesimpulan yang juga harus diambil
dari Kis 1:14 adalah bahwa Maria adalah yang paling rendah

46
II. PAUS
dari semua rasul maupun semua wanita yang mengikut
Yesus karena dalam Kis 1:14 itu Maria disebut terakhir.
Kesimpulan / konsekwensi seperti ini pasti tidak akan
diterima oleh orang-orang Katolik.
 Petrus disebut pertama bukan karena ia yang paling tinggi
kedudukannya dari semua rasul, tetapi karena ia memang
paling vokal / berani menyatakan pendapat, sehingga ia
menjadi wakil / juru bicara dari murid-murid yang lain.
 dalam Gal 2:11-14, Paulus menegur Petrus di depan umum.

Semua ini jelas tidak menunjukkan bahwa Paulus menganggap


Petrus sebagai Paus I yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan
dengan rasul-rasul yang lain.

d) Sikap rasul-rasul lain terhadap Petrus:


 rasul-rasul mengutus Petrus (Kis 8:14). Ini sesuatu yang tidak
mungkin terjadi kalau Petrus memang adalah Paus I yang mem-
punyai derajat tertinggi dari semua rasul yang lain! Bagaimana
mungkin orang yang memegang otoritas tertinggi bisa diutus
oleh bawahannya? Pernahkah terjadi peristiwa dalam Gereja
Roma Katolik dimana Paus diutus oleh pastor / uskup dan
sebagainya?
 dalam sidang di Yerusalem, Petrus berbicara setelah ada dis-
kusi, dan yang menyampaikan hasil keputusan bukannya Pe-
trus tetapi Yakobus (Kis 15).

Semua ini tidak menunjukkan Petrus sebagai Paus I, yang lebih


tinggi kedudukannya daripada rasul-rasul yang lain.

3) Sejarah Kitab Suci menunjukkan bahwa Petrus tidak pernah pergi ke


Roma.
Tradisi Katolik berkata bahwa Petrus menjabat sebagai bishop I Roma
mulai 42-67 M dan mati syahid di Roma pada tahun 67 M.
Anehnya Kitab Suci tidak pernah menyinggung hal itu sedikitpun.
Dalam Kitab Suci kata ‘Roma’ digunakan 9 x tetapi tidak pernah dihu-
bungkan dengan Petrus:
 Dalam surat Petrus juga tidak disebut apa-apa tentang hal itu.
 Dalam Gal 2:7-8, dikatakan bahwa Petrus adalah rasul untuk orang
Yahudi, ini tidak memungkinkan dia untuk menjadi bishop di Roma!
 Surat Roma ditulis oleh Paulus kira-kira pada tahun 58 M (berarti
termasuk diantara ‘masa jabatan’ Petrus, yang menurut gereja
Roma Katolik berlangsung tahun 42-67 M), tetapi dalam Ro 1:7,
Paulus hanya menujukan suratnya kepada ‘kamu sekalian’ dan ti-
dak menyebut nama Petrus, juga dalam Ro 1:11-13, ia tidak minta
ijin dari ‘bishop Roma’ itu untuk mengunjungi jemaatnya. Juga, apa
gunanya Paulus pergi ke Roma kalau Petrus sudah di sana?
 Paulus dipenjarakan di Roma selama 2 tahun (mulai 61 M; bdk.
Kis 28:30) dan selama itu ia menulis beberapa suratnya, seperti:
47
II. PAUS
Efesus, Filipi, Kolose, Filemon. Dalam surat-surat itu ia menyebut
nama banyak orang-orang yang bekerja dengan dia, tetapi tidak
menyebut nama Petrus. Ini adalah sesuatu yang aneh, kalau
Petrus menjadi bishop di Roma pada saat itu.
 Surat 2Timotius ditulis oleh Paulus pada saat pemenjaraannya
yang ke dua sesaat sebelum ia mati pada tahun 67 M (bdk.
2Tim 4:6-8). Dalam 2Tim 4:10-11, Paulus berkata bahwa semua
meninggalkan dia kecuali Lukas. Dimana Petrus pada saat itu?
Kalau ia sudah mati, mengapa Paulus tidak menyebut-nyebut
kematian ‘bishop I Roma’ itu? Kalau pada saat itu Petrus masih
hidup, bagaimana mungkin ia tidak mengunjungi / menyertai
Paulus, sehingga Paulus berkata bahwa semua telah meninggal-
kannya, kecuali Lukas?

Kesimpulan: Petrus tidak pernah pergi ke Roma, apalagi menjadi


bishop I di Roma! Itu hanya isapan jempol dari orang-orang Roma
Katolik!

C) Infallibility of the Pope.

Pada tahun 1870, sidang Vatican di Roma menyatakan bahwa Paus itu
infallible (= tidak bisa salah) kalau ia berbicara:
1) EX CATHEDRA (= from the chair / dari kursinya), sebagai kepala
gereja.
2) Ditujukan kepada seluruh gereja.
3) Tentang iman dan moral.
Karena kata-katanya itu infallible (= tidak bisa salah), maka kata-katanya
itu irreformable (= tidak bisa diperbaiki / dibetulkan).

Jadi memang Roma Katolik sebetulnya tidak beranggapan bahwa semua


kata-kata Paus itu infallible / tidak bisa salah. Jadi misalnya Paus
berbicara kepada pembantunya tentang hal makanan, maka itu tidak
dianggap infallible / tidak bisa salah.

Tetapi persoalannya adalah:


a) Pada waktu Paus berbicara, pada umumnya ia tidak mengatakan
apakah kata-katanya termasuk EX CATHEDRA atau tidak.
b) Iman dan moral itu sangat luas, sehingga akhirnya / dalam faktanya
hampir setiap pernyataan Paus dianggap pasti benar.

Bantahan / serangan dari pihak kristen:

1) Kitab Suci tidak pernah mengatakan adanya orang yang infallible /


tidak bisa salah. Hanya Tuhan Yesus / Allah / Kitab Suci / Firman
Tuhan sajalah yang infallible.
Petrus sendiri, yang dianggap orang Roma Katolik sebagai Paus I,
sering berbicara secara salah, misalnya:

48
II. PAUS
a) Pada waktu ia menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem (Mat 16:21-
23).
b) Pada waktu ia menyombongkan dirinya dan menganggap dirinya
pasti tidak akan menyangkal Yesus (Mat 26:31-35).
c) Pada waktu ia menyangkal Yesus sampai 3 x sambil mengutuk dan
bersumpah (Mat 26:69-75 Mark 14:66-72).

2) Doktrin ini baru muncul hampir 18 abad setelah Kitab Suci selesai
ditulis, dan ini menunjukkan bahwa memang doktrin ini tidak ada da-
sar Kitab Sucinya. Kalau memang ada dalam Kitab Suci, mengapa
membutuhkan hampir 18 abad untuk menemukan doktrin ini?

3) Pada tahun 1415 Council (= sidang gereja) of Constance memecat


Paus John XXIII, dan pada tahun 1432 Council of Basle menyatakan
bahwa ‘Paus sekalipun harus tunduk kepada councils’ (Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 241). Hal-hal ini jelas bertentangan
dengan doktrin yang menyatakan bahwa Paus itu infallible / tidak bisa
salah. Yang mana yang benar? Padahal pada tahun 1545 Council of
Trent menyatakan bahwa tradisi (yang mencakup keputusan council /
sidang gereja) mempunyai otoritas yang setingkat dengan Kitab Suci /
Firman Tuhan.

4) Mulai tahun 1378 ada 2 Paus, yaitu:


 Paus Urban VI (1378-1389).
 Paus Clement VII (1378-1394).
Perpecahan yang ditandai oleh adanya 2 Paus itu terus berlangsung
(masing-masing Paus punya penggantinya sendiri-sendiri) sampai
pada tahun 1409 dimana Council of Pisa / sidang gereja di Pisa
memecat kedua Paus yang ada saat itu dan mengangkat Paus yang
baru yaitu Paus Alexander V (1409-1410). Tetapi ternyata kedua Paus
lama yang sudah dipecat itu tidak mau turun takhta sehingga lalu ada
3 Paus. Keadaan ini terus berlangsung sampai tahun 1417 dimana
Council of Constance memecat ketiga Paus yang ada dan
mengangkat Paus baru, yaitu Paus Martin V (Loraine Boettner,
‘Roman Catholicism’, hal 241-242).
Bagaimana mungkin peristiwa ini bisa cocok dengan doktrin infallibility
of the Pope / ketidak-bersalahan Paus?
Bandingkan juga sikap para Paus-paus yang begitu gila jabatan itu
dengan Mark 10:43-45 - “Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi
pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara
kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak
Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani
dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak
orang.’”.
Catatan: kalau mau lebih jelas, baca sendiri Mark 10 itu mulai ay 35.

49
II. PAUS
5) Sebelum tahun 1870 (tahun dimana doktrin tentang infallibility of the
Pope ini muncul), ada suatu Catechism / Katekisasi yang disebut
Keenan’s A Doctrinal Catechism. Dalam Catechism itu ada tanya
jawab sebagai berikut:
Question / pertanyaan: Haruskah orang Katolik percaya bahwa Paus itu
infallible?
Answer / jawab: Ini adalah penemuan Protestan, bukan ajaran Roma
Katolik. Ajaran Paus, kecuali kalau itu diterima oleh semua bishops,
tidak mengikat.
Tetapi pada tahun 1870, ketika doktrin doktrin Infallibility of the Pope
(= ketidakbersalahan Paus) itu keluar, bagian ini dihapus dari
catechism itu secara diam-diam, tanpa penjelasan! - Loraine Boettner,
‘Roman Catholicism’, hal 243.

6) Adalah suatu fakta bahwa para Paus sering bertentangan satu dengan
yang lain. Bukankah menggelikan bahwa seseorang yang tidak bisa
salah bisa bertentangan dengan seseorang lain yang juga tidak bisa
salah? Bukankah 2 kebenaran tidak mungkin bertentangan?
Contoh:
a) Gregory I (590-604) menolak gelar ‘Paus’ dari kaisar Phocas, dan
ia mengatakan bahwa orang-orang yang menggunakan gelar ‘Uni-
versal Bishop’ adalah anti Kristus. Tetapi pada tahun 607, Boniface
III menggunakan gelar ‘Paus’ itu, dan demikian juga Paus-Paus
sesudahnya (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 125,249).
b) Paus Hadrian II (867-872) menyatakan bahwa pernikahan sipil
adalah sah, tetapi Paus Pius VII (1800-1823) menyatakan bahwa
pernikahan sipil itu tidak sah (Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 249).
c) Pada tahun 1590 Paus Sixtus V mengeluarkan edisi Latin Vulgate
(Kitab Suci bahasa Latin), yang dinyatakannya sebagai edisi yang
terakhir, dan ia melarang dengan ancaman kutukan bagi siapapun
untuk mengeluarkan edisi yang baru, kecuali persis sama dengan
edisi yang ia keluarkan. Tetapi ia lalu mati, dan para ahli theologia
menemukan banyak kesalahan pada edisi Latin Vulgate yang ia
keluarkan itu. Dua tahun setelah itu Paus Clement VIII menge-
luarkan edisi Latin Vulgate yang baru, dan edisi inilah yang dipakai
sampai sekarang (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 88).
d) Pada tahun 1773 Paus Clement XIV memberi pernyataan yang
menekan golongan Jesuit, tetapi pada tahun 1814 Paus Pius VII
memberi pernyataan yang memulihkan / mengangkat golongan
Jesuit (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).
e) Paus Eugene IV (1431-1447) menghukum Joan of Arc dengan
jalan dibakar hidup-hidup sebagai tukang sihir / dukun, tetapi pada
tahun 1919 Paus Benedict XV menyatakan Joan of Arc sebagai
orang suci (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).
f) Paus Sixtus V (1585-1590) menganjurkan pembacaan Kitab Suci,
tetapi Paus Pius VII (1800-1823) dan banyak Paus yang lain me-
ngutuk tindakan itu (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal
250).
50
II. PAUS
Catatan: ini jelas kutukan yang bertentangan dengan Kitab Suci,
karena Kitab Suci justru menyuruh orang membaca dan mere-
nungkan Kitab Suci (Bdk. Maz 1:1-2). Bagaimana mungkin kutukan
yang tidak alkitabiah ini bisa infallible / tidak bisa salah?

7) Paus-paus sering mengubah pandangannya.


Contoh:
a) Zozimus (417-418) mula-mula menyatakan Pelagius (ini orang
sesat!) sebagai guru yang orthodox, tetapi Zozimus lalu mengubah
pernyataannya atas desakan Agustinus (Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 248).
b) Vigilinus (538-555) mula-mula tidak mau mengutuk guru-guru sesat
pada waktu terjadi pertentangan tentang ajaran Monophysite (=
ajaran yang mengatakan bahwa Yesus Kristus hanya mempunyai 1
hakekat, yang bersifat campuran ilahi - manusia) dan ia memboikot
Council of Constantinopel (tahun 553). Tetapi setelah Council itu
mengancam untuk mengucilkan dan mengutuknya, Vigilinus lalu
tunduk kepada Council itu dan mengakui bahwa ia telah menjadi
alat setan (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248).
c) Bahkan Petrus yang diakui oleh orang Katolik sebagai Paus I, juga
pernah berubah pandangan, seperti dalam Kis 10:34-35 (kalau
mau jelas, bacalah seluruh Kis 10).

Sebetulnya, ‘mengubah pandangan’ merupakan sesuatu yang umum


bagi setiap hamba Tuhan. Saya sendiri sering mengubah pandangan
saya, tetapi saya tidak pernah mengclaim diri saya sebagai infallible /
tidak bisa salah. Kalau Paus memang infallible / tidak bisa salah, maka
mereka tentu tidak bisa berubah pandangan! Bahwa mereka bisa
berubah pandangan, menunjukkan secara jelas bahwa mereka bisa
salah dan sering salah!

8) Para Paus sering mempunyai kepercayaan / mengajarkan ajaran salah


yang tidak alkitabiah, karena tidak ada dalam Kitab Suci, atau bahkan
bertentangan dengan Kitab Suci.
Contoh:
a) Callistus (221-227) adalah seorang Unitarian (= orang yang meng-
anut kepercayaan bahwa Allah itu tunggal secara mutlak) - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248. Ini bertentangan dengan
semua orang kristen yang alkitabiah yang termasuk Trinitarian (=
orang yang percaya kepada Allah Tritunggal).
b) Liberius (358) menganut ajaran Arianism, padahal ajaran Arianism
ini adalah ajaran sesat yang:
 menganggap bahwa Yesus dan Roh Kudus adalah ciptaan,
bukan Allah!
 menjadi dasar dari ajaran Saksi Yehovah jaman sekarang.
Disamping itu Liberius ini juga menentang dan mengutuk Atha-
nasius (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248), padahal
Athanasius sampai saat ini diakui oleh gereja yang alkitabiah

51
II. PAUS
sebagai orang yang mati-matian mempertahankan doktrin Allah
Tritunggal yang benar.
c) Paus Honorius (625-638) mengajarkan ajaran Monothelitism (=
ajaran sesat yang mengatakan bahwa Kristus hanya mempunyai
satu kehendak yang bersifat ilahi - manusia). Paus ini akhirnya
dikutuk dan dikucilkan (excommunication by name) oleh Council of
Constantinople pada tahun 680 (Loraine Boettner, ‘Roman Catholi-
cism’, hal 248-249.
d) Pada tahun 593, Gregory I mengajarkan doktrin tentang api pen-
cucian, padahal doktrin ini sama sekali tidak punya dasar Kitab
Suci.
e) Pada tahun 1079, Paus Gregory VII mengajarkan bahwa hamba
Tuhan harus hidup celibat (tidak menikah). Ini jelas bertentangan
Kitab Suci yang mengijinkan imam untuk menikah (Im 21:1-15).
Bahkan Kitab Suci menyatakan bahwa Petrus (‘sang Paus I’) dan
rasul-rasul juga mempunyai istri (Mark 1:30 1Kor 9:5).
f) Pada tahun 1854, Paus Pius IX mengajarkan doktrin Immaculate
Conception, yaitu doktrin yang mengatakan bahwa Maria
dikandung, lahir dan hidup tanpa dosa sedikitpun, yang bukan
hanya tidak mempunyai dasar Kitab Suci sama sekali, tetapi
bahkan bertentangan dengan banyak ayat-ayat Kitab Suci yang
menunjukkan bahwa semua manusia itu berdosa (Ro 3:23 Ayub
25:4 Pkh 7:20 1Yoh 1:8,10). Yesus Kristus adalah satu-satunya
yang dikecualikan oleh Kitab Suci (Ibr 4:15 2Kor 5:21).
g) Pada tahun 1950, Paus Pius XII mengajarkan kenaikan Maria ke
surga.
h) Pada tahun 1965, Paus Paulus VI mengajarkan bahwa Maria ada-
lah Ibu / Bunda gereja.

9) Paus mengajarkan hal yang bertentangan dengan fakta.


Paus Paulus V (1605-1621) dan Paus Urban VII (1623-1644) menge-
cam Galileo karena teori Galileo yang mengatakan bahwa bukan
matahari yang mengelilingi bumi tetapi bumilah yang mengelilingi ma-
tahari. Galileo dipenjara dan disiksa karena teorinya dianggap berten-
tangan dengan Firman Tuhan, padahal sekarang teori Galileo ini
terbukti benar! - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250.

Perlu diketahui bahwa kalau ada ayat-ayat Kitab Suci yang seolah-
olah menentang teori Galileo itu (bdk. Maz 19:6-7 Yos 10:12-13), itu
disebabkan karena para penulis Kitab Suci menuliskan berdasarkan
kelihatannya dari sudut manusia.

William G. T. Shedd: “The inspired writers were permitted to employ the


astronomy and physics of the people and age to which they themselves
belonged, because the true astronomy and physics would have been
unintelligible. If the account of the miracle of Joshua had been related in
the terms of the Copernican astronomy; if Joshua had said, ‘Earth stand
thou still,’ instead of, ‘Sun stand thou still’; it could not have been
understood” (= Penulis-penulis yang diilhami diijinkan untuk
52
II. PAUS
menggunakan ilmu perbintangan dan fisika dari orang dan jaman
mereka sendiri, karena ilmu perbintangan dan fisika yang benar tidak
akan dimengerti pada saat itu. Jika cerita tentang mujijat Yosua
diceritakan dengan istilah-istilah dari ilmu perbintangan Copernicus;
jika Yosua berkata: ‘Bumi berhentilah engkau’, dan bukannya
‘Matahari berhentilah engkau’; itu tidak bisa dimengerti pada saat itu) -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.
William G. T. Shedd lalu menambahkan: “The modern astronomer
himself describes the sun as rising and setting” (= Ahli ilmu perbintangan
modern sendiri menggambarkan matahari sebagai terbit dan terbenam) -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.
William G. T. Shedd menambahkan lagi: “The purpose of the scriptures,
says Baronius, is ‘to teach man how to go to heaven, and not how the
heavens go.’” (= Tujuan dari Kitab Suci, kata Baronius, adalah ‘untuk
mengajar manusia tentang jalan ke surga, dan bukannya bagaimana
surga / langit berjalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.

10)Banyak Paus hidup tidak bermoral.


Contoh:
a) Paus Sergius III mempunyai anak haram dari Marioza dan anak itu
akhirnya menjadi Paus John XI (931-936).
b) Paus John XII (956-964) melakukan pembunuhan, sumpah palsu,
pelanggaran terhadap hal-hal yang dianggap keramat, perzinahan,
dan incest / perzinahan dalam keluarga. Ia akhirnya dipecat oleh
Kaisar Otto.
c) Paus John XXIII (1410-1415) menjual pengampunan gereja dan
melakukan percabulan sehingga akhirnya dipecat oleh Council of
Constance.
d) Paus Alexander VI (1492-1503) mempunyai 6 anak haram, 2 orang
di antaranya lahir setelah ia menjadi Paus!
(Semua ini saya ambil dari buku Loraine Boettner, ‘Roman Catholi-
cism’, hal 250-251).

Sekalipun Roma Katolik memang tidak pernah mengatakan bahwa


Paus itu infallible dalam hidupnya, tetapi rasanya sukar terbayangkan
bahwa para Paus yang begitu brengsek dalam hidupnya itu bisa
infallible / tidak bisa salah dalam kata-katanya.

Memang perlu diakui bahwa juga ada banyak pendeta Protestan yang
melakukan hal-hal yang sangat berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa
Protestan tidak pernah mengclaim bahwa pendeta itu infallible baik
dalam kata-katanya maupun hidupnya!

11)Banyak Paus yang tidak injili / Alkitabiah.


Khotbah-khotbah mereka (yang jaman ini sering bisa saudara baca
dalam surat kabar pada Natal maupun Paskah / Jum’at Agung dsb)
hanya berbau politik, sosial, ekonomi, tetapi tidak ada Injil di dalamnya
(mereka tidak mendorong orang untuk datang kepada Yesus). Ini jelas
tidak sesuai dengan Mat 28:19.
53
II. PAUS

12)Ada beberapa Paus yang menyatakan bahwa dirinya tidak infallible,


yaitu: Vigilius, Innocent III, Clement IV, Gregory XI, Hadrian VI, Paul IV
(Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 252)
Bagaimana mungkin Paus, yang oleh gereja Roma Katolik dinyatakan
infallible itu, bisa menyatakan bahwa dirinya tidak infallible?

13)Kalau Paus itu memang infallible, mengapa tidak ada Paus yang per-
nah membuat tafsiran tentang Kitab Suci? Bahkan exposisi dari satu
pasal Kitab Sucipun tidak pernah ada! Kalau memang ia bisa ber-
bicara / mengajar secara infallible (= tidak bisa salah), maka seha-
rusnya ia membuat buku tafsiran tentang Kitab Suci!

-o0o-

54
PELAJARAN III

MARIA
I) Perkembangan Mariologi.

1) Justin Martyr (mati pada tahun 165 M) membandingkan Maria dengan


Hawa; sedangkan Ireneaus (mati pada tahun 202 M) berkata bahwa
ketidaktaatan perawan Hawa ditebus oleh ketaatan perawan Maria.

2) Sampai abad ke 4, tidak / belum ada pemujaan terhadap Maria, tetapi


pada tahun 324 M, Kaisar Constantine menjadikan kristen sebagai agama
negara. Orang-orang kafir lalu terpaksa menjadi kristen dan mereka mem-
bawa praktek-praktek kafir masuk ke dalam gereja, termasuk penyem-
bahan berhala. Ini menyebabkan dalam gereja mulai ada patung Maria
yang disembah.
Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mary’, ‘The doctrine of the
Virgin Mary and holy wisdom’: “The doctrine of the Virgin Mary and holy
Wisdom. The dogma of the Virgin Mary as the ‘mother of God’ and ‘bearer of
God’ is connected in the closest way with the dogma of the incarnation of the
divine Logos. The theoretical formation of doctrine did not bring the cult of the
mother of God along in its train; instead, the doctrine only reflected the
unusually great role that the veneration of the mother of God already had taken
on at an early date in the liturgy and in the church piety of Orthodox faithful.
The expansion of the veneration of the Virgin Mary as the bearer of God
(Theotokos) and the formation of the corresponding dogma is one of the most
astonishing occurrences in the history of the early church. The New Testament
offers only scanty points of departure for this development. Mary completely
recedes behind the figure of Jesus Christ, who stands in the centre of all four
Gospels. From the Gospels themselves it can be recognized that Jesus’
development into the preacher of the Kingdom of God took place in sharp
opposition to his family, who were so little convinced of his mission that they
held him to be insane (Mark 3:21). Accordingly, all the Gospels stress the fact
that Jesus separated himself from his family. Even the Gospel According to
John still preserved traces of Jesus’ tense relationship with his mother. Mary
appears twice without being called by name the mother of Jesus; and Jesus
himself regularly withholds from her the designation of mother. The saying,
‘Woman, what have you to do with me?’ (John 2:4), is indeed the strongest
expression of a conscious distancing. Nevertheless, with the conception of
Jesus Christ as the Son of God, a tendency developed early in the church to
grant to the mother of the Son of God a special place within the church. This
development was sketched quite hesitantly in the New Testament. Only the
prehistories in Matthew and Luke mention the virgin birth, which, however,
cannot be simply coordinated or reconciled with the statements of the preceding
genealogical tables. On these scanty presuppositions the later cult of the mother
of God was developed. The view of the virgin birth entered into the creed of all
Christianity and became one of the strongest religious impulses in the
55
III. MARIA
development of the dogma, liturgy, and ecclesiastical piety of the early church.
Veneration of the mother of God received its impetus when the Christian
Church became the imperial church under Constantine and the pagan masses
came under Christian influences and became members of the church. The
peoples of the Mediterranean area and the Middle East could not make
themselves conversant with the absolute power of God the Father and with the
strict patriarchalism of the Jewish idea of God, which the original Christian
message had taken over. Their piety and religious consciousness had been
formed for millennia through the cult of the ‘great mother’ goddess and the
‘divine virgin,’ a development that led all the way from the old popular
religions of Babylonia and Assyria to the mystery cults of the late Hellenistic
period. Despite the unfavourable presuppositions in the tradition of the
Gospels, cultic veneration of the divine virgin and mother found within the
Christian Church a new possibility of expression IN THE WORSHIP OF
MARY AS THE VIRGIN MOTHER OF GOD , in whom was achieved the
mysterious union of the divine Logos with human nature. The spontaneous
impulse of popular piety, which pushed in this direction, moved far in advance
of the practice and doctrine of the church. In Egypt, Mary was, at an early
point, already worshiped under the title of Theotokos - an expression that
Origen used in the 3rd century. The Council of Ephesus (431) raised this
designation to a dogmatic standard. To the latter, the second Council of
Constantinople (553) added the title ‘eternal Virgin.’ In the prayers and hymns
of the Orthodox Church the name of the mother of God is invoked as often as is
the name of Christ and the Holy Trinity. The doctrine of the heavenly Wisdom
(Sophia) represents an Eastern Church particularity. In late Judaism,
speculations about the heavenly Wisdom - a heavenly figure beside God that
presents itself to humanity as mediator in the work of creation as well as
mediator of the knowledge of God - abounded. In Roman Catholic doctrine,
Mary, the mother of God, was identified with the figure of the divine Wisdom.
To borrow a term used in Christology to describe Jesus as being of the same
substance (hypostasis) as the Father, Mary was seen as possessing a divine
hypostasis. This process of treating Mary and the heavenly Wisdom alike did
not take place in the realm of the Eastern Orthodox Church. For all its
veneration of the mother of God, the Eastern Orthodox Church never forgot
that the root of this veneration lay in the incarnation of the divine Logos that
took place through her. Accordingly, in the tradition of Orthodox theology, a
specific doctrine of the heavenly Wisdom, Sophianism, is found alongside the
doctrine of the mother of God. This distinction between the mother of God and
the heavenly Sophia in 20th-century Russian philosophy of religion (in the
works of Vladimir Solovyov, Pavel Florensky, W.N. Iljin, and Sergey Bulgakov)
developed a special Sophianism. Sophianism did, however, evoke the opposition
of Orthodox academic theology. The numerous great churches of Hagia
Sophia, foremost among them the cathedral by that name in Constantinople
(Istanbul), are consecrated to this figure of the heavenly Wisdom” (= ).

3) Mulai abad ke 5, Maria makin populer. Ia dilukis, gereja dinamakan


‘Maria’, dan Maria mulai menjadi perantara dalam doa.

56
III. MARIA
4) Pada tahun 431 M, Council of Ephesus mempertahankan istilah ‘Bunda
Allah’ untuk Maria.
Istilah ‘Bunda Allah’ itu lalu disalah-gunakan untuk meninggikan /
mempermuliakan Maria. Charles Hodge, seorang ahli theologia Reformed,
mengutip dari ‘The Te Deum’ suatu pujian yang ditujukan kepada Maria
yang berbunyi sebagai berikut: “We praise thee, Mother of God; we
acknowledge thee to be a virgin. All the earth doth worship thee, the spouse of
the eternal Father. ...” (= Kami memuji engkau, Bunda Allah; kami
mengakui engkau sebagai perawan. Seluruh bumi / dunia menyembahmu,
pasangan / istri dari Bapa yang kekal. ...) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal
287.

5) Mulai tahun 600 M, Maria bukan lagi sekedar menjadi pengantara dalam
doa, tetapi doa mulai dinaikkan kepada Maria.

6) Pada tahun 1508, doa Salam Maria (Ave Maria / Hail Mary) mulai keluar.
Bunyi doanya: “Hail Mary, full of grace, the Lord is with thee; blessed art
thou amongst women, and blessed is the fruit of thy womb, Jesus. Holy Mary,
mother of God, pray for us sinners, now and at the hour of our death. Amen.”
(= Salam Maria, penuh kasih karunia, Tuhan beserta denganmu;
berbahagialah engkau di antara wanita, dan diberkatilah buah
kandunganmu, Yesus. Maria yang kudus, bunda Allah, berdoalah untuk
kami orang-orang berdosa, sekarang dan pada saat kematian kami. Amin).
Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mary’, ‘Hail Mary’: “Latin AVE
MARIA, also called ANGELIC SALUTATION, a principal prayer of the
Roman Catholic Church, comprising three parts addressed to the Virgin Mary.
The following are the Latin text and an English translation: Ave Maria, gratia
plena; Dominus tecum: Benedicta tu in mulieribus et benedictus fructus ventris
tui [Jesus]. Sancta Maria, Mater Dei, Ora pro nobis peccatoribus, nunc et in
hora mortis nostrae. Amen. Hail Mary, full of grace; The Lord is with thee:
Blessed art thou among women and blessed is the fruit of thy womb, Jesus.
Holy Mary, Mother of God, Pray for us sinners, now and at the hour of our
death. Amen. The first part, the words of the Archangel Gabriel (Luke 1:28),
appears in liturgies as early as the 6th century. The second part, the words of
Elizabeth (Luke 1:42), was added to the first part by about Ad 1000, the
appositive ‘Jesus’ being added some two centuries later, possibly by Pope
Urban IV (reigned 1261-64). The closing petition came into general use during
the 14th or 15th century and received its official formulation in the reformed
Breviary of Pope Pius V in 1568” [= ... Bagian pertama, kata-kata dari
penghulu malaikat Gabriel (Luk 1:28), muncul dalam liturgi-liturgi seawal
abad ke 6 M. Bagian kedua, kata-kata dari Elisabet (Luk 1:42),
ditambahkan kepada bagian pertama pada sekitar tahun 1000 M., kata
‘Yesus’ ditambahkan 2 abad setelahnya, mungkin oleh Paus Urban IV
(memerintah / bertahta 1261-1264). Permohonan penutup masuk dalam
penggunaan umum selama abad ke 14 atau ke 15 dan menerima formula
resminya dalam buku doa harian Katolik yang direformasi dari Paus Pius V
pada tahun 1586].

57
III. MARIA
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi,
karena bagian atasnya adalah Doa Salam Maria dalam bahasa Latin dan
terjemahannya dalam bahasa Inggris.

7) Tahun 1854, keluar kepercayaan bahwa Maria lahir tanpa dosa dan
bahkan hidup suci sepanjang hidupnya (doktrin Immaculate Conception).

8) Paus Benedict XV (1914-1922) & Paus Pius XI (1923) mengatakan bahwa


pada waktu Tuhan Yesus menderita dan mati, Maria juga menderita, dan
karena itu, bersama-sama dengan Tuhan Yesus, Maria adalah penebus
dosa [Kalau Yesus adalah Redeemer (= Penebus), maka Maria adalah
Co-redeemer].

9) Pada tahun 1950, keluar pernyataan bahwa Maria naik ke surga dengan
tubuh jasmaninya.

10)Pada tahun 1965, Maria dinyatakan sebagai Ibu Gereja.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mary’, ‘Mary: Cultural


Importance’:
“In addition to these official prerogatives and titles given to her by Catholic
Christianity, the Virgin Mary has achieved great cultural importance. Popular
devotion to Mary - in such forms as feasts, devotional services, and the rosary - has
played a tremendously important role in the lives of Roman Catholics and the
Orthodox; at times, this devotion has pushed other doctrines into the background.
Modern Roman Catholicism has emphasized that the doctrine of Mary is not an
isolated belief but must be seen in the context of two other Christian doctrines: the
doctrine of Christ and the doctrine of the church. What is said of Mary is derived
from what is said of Jesus: this was the basic meaning of Theotokos. She has also
been known as ‘the first believer’ and as the one in whom the humanity of the
church was representatively embodied. Mary’s cultural importance, however, far
transcends any dogmatic or institutional boundaries. In ways that she could never
have anticipated, all generations have indeed called her blessed” (= ).

II) Pembahasan hal-hal yang salah tentang Maria.

A) Maria sebagai ‘Bunda Allah’.

Kita perlu mengetahui latar belakang, yang menyebabkan Council of


Ephesus / Sidang Gereja Efesus mempertahankan istilah ‘Bunda Allah’
untuk Maria. Pada saat itu ada suatu golongan sesat yang disebut
Nestorianism, yang berpendapat bahwa Kristus itu terdiri dari 2 pribadi.
Mereka menolak istilah ‘Bunda Allah’ (Yunani: THEOTOKOS) bagi Maria,
karena mereka berpendapat bahwa Maria bukan melahirkan Allah, tetapi
hanya melahirkan manusia biasa yang lalu menjadi ‘tempat’ dimana Allah
diam / tinggal. Mereka lalu mengusulkan istilah ‘Bunda Kristus’ (Yunani:
CHRISTOTOKOS) bagi Maria. Sidang Gereja Efesus secara benar
mempertahankan istilah ‘Bunda Allah’, karena satu pribadi yang dilahirkan
58
III. MARIA
oleh Maria itu bukan hanya betul-betul manusia, tetapi juga betul-betul
adalah Allah.

Jadi perlu dicamkan bahwa Sidang Gereja Efesus mempertahankan istilah


‘Bunda Allah’ untuk Maria, bukan dengan tujuan untuk meninggikan
Maria, tetapi dengan tujuan untuk menekankan keilahian Yesus, dan juga
untuk menekankan kesatuan Allah dan manusia dalam satu pribadi Yesus!

Tetapi orang-orang Katolik jaman sekarang menyalah-gunakan istilah


‘Bunda Allah’ itu dan menggunakannya untuk meninggikan Maria.

Loraine Boettner:
 “Hence the term today has come to have a far different meaning from that
intended by the early church. It no longer has reference to the orthodox
doctrine concerning the person of Christ, but instead is used to exalt Mary”
(= Jadi istilah itu pada saat ini telah mempunyai arti yang sangat
berbeda dengan yang dimaksudkan oleh gereja mula-mula. Itu tidak lagi
mempunyai hubungan dengan doktrin orthodox tentang pribadi Kristus,
tetapi sebaliknya digunakan untuk meninggikan Maria) - ‘Roman
Catholicism’, hal 134.
 “The correct statement of the person of Christ in this regard is: As His
human nature had no father, so His divine nature had no mother” (=
Pernyataan yang benar tentang pribadi Kristus dalam hal ini adalah:
Sebagaimana hakekat manusiaNya tidak mempunyai ayah, demikian
juga hakekat ilahiNya tidak mempunyai ibu) - ‘Roman Catholicism’, hal
135.

Loraine Boettner juga mengutip kata-kata Marcus Meyer yang secara


mengejek mengatakan: “Can you imagine Mary introducing Jesus to others
with the words: ‘This is God, my Son’?” (= Bisakah engkau membayangkan
Maria memperkenalkan Yesus kepada orang-orang lain dengan kata-kata:
‘Ini adalah Allah, Anakku’?) - ‘Roman Catholicism’, hal 135.

B) Maria menggantikan atau menggeser tempat Allah / Yesus.

Charles Hodge: “The Virgin Mary is to her worshippers what Christ is to us”
(= Perawan Maria bagi para penyembahnya adalah seperti Kristus bagi kita)
- ‘Systematic Theology’, vol III, hal 288.

1) Maria dijadikan obyek doa.


Secara rata-rata orang Katolik berdoa kepada Allah / Yesus dan
kepada Maria dengan perbandingan 1 di banding 10! Juga dalam doa
Rosario, ada 10 doa yang dinaikkan kepada Maria untuk setiap 1 doa
yang dinaikkan kepada Allah. Mengapa demikian? Karena orang Ka-
tolik menganggap bahwa dengan berdoa kepada Maria, doa mereka
lebih cepat dikabulkan, daripada kalau mereka berdoa kepada Allah /
Yesus.

59
III. MARIA
Bahwa orang Katolik memang berdoa kepada Maria terbukti dari ada-
nya doa Salam Maria. Dan bahwa mereka berpendapat bahwa doa
kepada Maria lebih cepat dikabulkan dari pada doa kepada Allah /
Yesus, terbukti dari kutipan-kutipan di bawah ini, yang diambil dari
buku yang berjudul ‘The glories of Mary’ (= kemuliaan Maria), tulisan
Bishop Alphonse de Liguori (perlu saudara ketahui bahwa Bishop
Liguori ini dijadikan sebagai orang suci oleh gereja Roma Katolik!):
 “Many things ... are asked from God, and are not granted; they are
asked from Mary and are obtained” (= Banyak hal ... diminta dari
Allah, dan tidak dikabulkan; hal-hal itu diminta dari Maria dan
didapatkan) - ‘The Glories of Mary’, hal 139.
 “We often more quickly obtain what we ask by calling on the name of
Mary than by invoking that of Jesus” (= Kita sering mendapatkan
dengan lebih cepat apa yang kita minta dengan memanggil nama
Maria dari pada dengan memintanya dalam nama Yesus) - ‘The
Glories of Mary’, hal 147.

Pandangan kristen:

a) Kitab Suci tidak pernah mengajar kita untuk berdoa kepada Maria.
Rasul-rasul juga tidak pernah berdoa / meminta apapun kepada
Maria. Doa hanya boleh ditujukan kepada Allah.

b) Maria harus menjadi Allah yang maha tahu untuk bisa mendengar
doa-doa orang Katolik yang begitu banyak. Dan ia harus menjadi
Allah yang maha kuasa untuk bisa mengabulkan doa-doa yang
banyak itu.

c) Kalaupun ada doa kepada Maria yang dikabulkan, pengabulan doa


itu pasti datang dari setan. Setan bisa mengabulkan doa yang
salah, supaya manusia terus berdoa dengan cara yang salah itu.
Jangan lupa bahwa juga ada banyak orang berdoa kepada patung
berhala dan mendapatkan pengabulan doa! Jadi, hanya karena
ada pengabulan doa, tidak berarti bahwa doa itu benar!

2) Maria dianggap sebagai pengantara antara Allah dan Manusia.


Loraine Boettner, dalam bukunya yang berjudul ‘Roman Catholicism’,
mengatakan bahwa Roma (Katolik) mengajarkan:
 “He (Jesus) came to us through Mary, and we must go to Him through
her” [= Ia (Yesus) datang kepada kita melalui Maria, dan kita harus
pergi kepada Dia melalui Maria] - ‘Roman Catholicism’, hal 134.
 “Who would go to ‘the Child’, even to ‘the Holy Child’, for salvation
when His mother seems easier of access and more responsive?” (= Siapa
yang mau pergi kepada ‘Anak’, bahkan kepada ‘Anak yang Kudus’
untuk keselamatan, kalau ibuNya kelihatan lebih mudah untuk
ditemui dan lebih tanggap?) - ‘Roman Catholicism’, hal 134-135.

60
III. MARIA
Bahwa Roma Katolik memang mengajarkan / mempercayai hal ini,
terbukti dari kutipan di bawah ini:
“And she is truly a mediatress of peace between sinners and God. Sinners
receive pardon by ... Mary alone” [= Dan ia (Maria) betul-betul merupakan
pengantara perdamaian antara orang-orang berdosa dan Allah. Orang-
orang berdosa menerima pengampunan oleh ... Maria saja] - ‘The
Glories of Mary’, hal 82-83.

Pandangan Kristen:

a) 1Tim 2:5 dan 1Yoh 2:1-2, menunjukkan bahwa Tuhan Yesus ada-


lah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Karena itu
jelas bahwa Maria bukanlah pengantara! Kalau Maria adalah
pengantara, maka kedua ayat tersebut adalah salah!

b) Hanya Yesuslah yang bisa menjadi pengantara antara Allah dan


manusia, karena Dialah satu-satunya Pribadi yang adalah sung-
guh-sungguh Allah dan sungguh-sunggguh manusia.

c) Seorang pengantara / imam harus mempunyai korban (sacrifice).


Yesus mengorbankan nyawaNya, sehingga Ia bisa menjadi peng-
antara / Imam Besar (Ibr 9:11-15). Sebaliknya, Maria tidak punya
korban / sacrifice apapun.

d) Konsekwensi logis ajaran Roma Katolik ini.


Kalau karena Yesus datang kepada kita melalui Maria, maka kita
harus datang kepada Yesus melalui Maria, maka argumentasi ini
mempunyai konsekwensi logis sebagai berikut: karena Maria
datang kepada kita melalui orang tuanya, kitapun harus datang
kepada Maria melalui orang tua Maria. Dan karena orang tua Maria
datang kepada kita melalui kakek dan nenek Maria, kitapun harus
datang kepada orang tua Maria melalui kakek dan nenek Maria.
Kalau ini diteruskan maka akhirnya untuk datang kepada Yesus
kita harus melalui Adam dan Hawa! Ini adalah suatu konsekwensi
yang pasti tidak akan diterima oleh orang Katolik sekalipun! Tetapi
kalau mereka menolak, maka ada ketidak-konsistenan dalam
ajaran mereka!

3) Maria dianggap sebagai pintu gerbang ke surga / jalan keselamatan,


bahkan sebagai satu-satunya pintu gerbang ke surga / jalan kese-
lamatan. Bahwa ini memang merupakan ajaran Roma Katolik, terlihat
dari kutipan-kutipan di bawah ini:
 “Mary is called ... the gate of heaven because no one can enter that
blessed kingdom without passing through her” (= Maria disebut ...
pintu gerbang surga karena tidak seorangpun bisa memasuki
kerajaan yang mulia itu tanpa melewati dia) - ‘The Glories of Mary’,
hal 160.

61
III. MARIA
 “The way of salvation is open to none otherwise than through Mary. ...
Our salvation is in the hands of Mary ... He who is protected by Mary
will be saved, he who is not will be lost” (= Jalan keselamatan tidak
terbuka bagi siapapun selain melalui Maria. ... Keselamatan kita ada
dalam tangan Maria ... Ia yang dilindungi oleh Maria akan selamat, ia
yang tidak dilindungi oleh Maria akan terhilang) - ‘The Glories of
Mary’, hal 169-170.

Pandangan Kristen:

a) Yoh 10:1,7,9 Yoh 14:6 Kis 4:12 menunjukkan bahwa Yesus ada-


lah satu-satunya jalan ke surga / jalan keselamatan. Kalau Maria
adalah jalan keselamatan, apalagi kalau Maria adalah satu-satu-
nya jalan keselamatan, maka ketiga ayat tersebut di atas adalah
salah!

b) Kalau memang Maria adalah pintu gerbang ke surga / jalan


keselamatan, untuk apa Yesus harus datang ke dunia dan mati di
salib? Bandingkan dengan Gal 2:21 yang menyatakan bahwa se-
andainya ada jalan keselamatan melalui ketaatan pada hukum
Taurat, maka kematian Kristus adalah sia-sia! Analoginya, sean-
dainya melalui Maria orang berdosa bisa mendapatkan keselamat-
an, maka kedatangan dan kematian Kristus juga sia- sia!

4) Maria dianggap mempunyai kuasa di bumi dan di surga.


Ajaran ini terlihat dari kutipan di bawah ini:
“All power is given to thee in heaven and on earth so that at the command
of Mary all obey - even God ... and thus ... God has placed the whole
Church ... under the domination of Mary” (= Segala kuasa diberikan
kepadamu di surga dan di bumi sehingga terhadap perintah Maria
semua taat - bahkan Allah ... dan demikianlah ... Allah telah meletakkan
seluruh Gereja di bawah kekuasaan Maria) - ‘The Glories of Mary’, hal
180-181.

Pandangan Kristen:

a) Kuasa semacam itu hanya diberikan kepada Yesus (Mat 28:18).


Perhatikan bahwa bagian pertama dari kutipan di atas diambil dari
Mat 28:18 itu, tetapi lalu dialihkan dari Yesus kepada Maria.

b) Pemberian kuasa semacam itu kepada Maria, menjadikan Maria


sebagai Allah!

5) Maria dijadikan obyek penyembahan.


Secara resmi, Gereja Roma Katolik menyangkal bahwa mereka me-
nyembah Maria. Untuk menyangkal penyembahan terhadap Maria,
mereka membedakan adanya 3 macam penyembahan / worship:
a) LATRIA: Ini adalah penyembahan yang tertinggi, dan ini hanya
ditujukan kepada Allah.
62
III. MARIA
b) DULIA: Ini adalah pemujaan terhadap malaikat / orang-orang suci.
c) HYPER-DULIA: Ini adalah pemujaan yang lebih tinggi dari DULIA,
dan ini ditujukan kepada Maria.

Tetapi dalam prakteknya, orang-orang awam Roma Katolik tidak tahu


apa-apa tentang hal ini.

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya 3 macam penyem-


bahan seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik itu. Jadi di sini
lagi-lagi terlihat adanya ajaran Roma Katolik yang sama sekali tidak
mempunyai dasar Kitab Suci!

Adam Clarke (tentang Ro 12:1): “‘Reasonable service,’ LOGIKEEN


LATREIAN, ‘a religious service according to reason,’ one rationally
performed. The Romanists make this distinction between LATREIA,
and DOULEIA (or DULIA, as they corruptly write it), ‘worship’ and
‘service,’ which they say signify two kinds of religious worship; the first
proper to GOD, the other communicated to the creatures. But
DOULEIA, ‘services,’ is used by the Septuagint to express the divine
worship. See Deu. 13:4; Judg. 2:7; 1 Sam, 7:3, and 1 Sam. 12:10. And
in the New Testament, Matt. 6:24; Luke 6:23; Rom. 16:18; Col. 3:24.
The angel refused DOULEIAN, Rev. 22:7, because he was only a
SUNDOULOS ‘a fellow-servant;’ and the divine worship is more
frequently expressed by this word DOULEIA, ‘service,’ than by
LATREIA, ‘worship.’ DOULEIA is used 39 times in the Old Testament
(Septuagint) and New Testament as ascribed unto God, the other about
30 times; and LATREIA, ‘worship’ or ‘service,’ is given unto the
creatures, as in Lev. 23:7-8,21; Num. 28:18; yea, the word signifies
cruel and base bondage, Deut. 28:48. Once in the New Testament it is
taken for the worship of the creatures, Rom. 1:25. The worshipping of
idols is forbidden under the word LATREIA, 34 times in the Old
Testament (Septuagint), and once in the New Testament, as above; and
23 times under the term DOULEIA, in the Old Testament (Septuagint);
and Paul uses DOULEUEIN THEOO, and LATREUEIN THEOO
indifferently, for the worship we owe to God. See Rom. 1:9,25; Rom.
12:1; Gal. 4:8-9; 1 Thes 1:9; Matt 6:24. And Ludovicus Vives, a learned
Romanist, has proved out of Suidas, Xenophon, and Volla, that these
two words are usually taken the one for the other, therefore the Popish
distinction, that the first signifies ‘the religious worship due only to
God,’ and the second, ‘that which is given to angels, saints, and men,’ is

unlearned and false” [= belum


diterjemahkan].

63
III. MARIA
b) Sekalipun mereka tidak menamakan ‘penyembahan’, tetapi mereka
berdoa kepada Maria, berlutut di bawah patung Maria, mencium
kaki patung tersebut, menyanyi memuji Maria.

Semua itu jelas tidak bisa disebut sebagai penghormatan, tetapi harus
dianggap sebagai penyembahan. Apa gunanya memberikan istilah
‘penghormatan’ kalau dalam faktanya yang dilakukan adalah
‘penyembahan’?

c) Kitab Suci jelas melarang kita untuk melakukan penyembahan


terhadap manusia maupun malaikat (Mat 4:10 Kis 10:25,26 Kis
12:20-23 Kis 14:14,15 Wah 19:10 Wah 22:8,9).
Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis!
Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan
hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.
Perhatikan juga bahwa dalam Kis 10:25-26, Kornelius jelas bukan
menyembah Petrus karena menganggapnya sebagai Allah! Ia me-
nyembah Petrus sebagai penghormatan kepada Petrus sebagai
rasul / hamba Tuhan. Tetapi sekalipun demikian, Petrus tetap me-
nolak sembah itu, karena sebagai manusia biasa ia tidak layak
menerima sembah, dan sembah hanya boleh diberikan kepada
Allah!
Demikian juga dalam Wah 19:10 dan Wah 22:8-9, pada waktu ra-
sul Yohanes menyembah malaikat, rasanya tidak mungkin ia
menyembah malaikat itu karena menganggapnya sebagai Allah.
Mungkin ia menyembahnya hanya sebagai pernghormatan, atau
sekedar karena takutnya melihat malaikat, tetapi toh malaikat itu
menolak sembah itu dan mengalihkannya kepada Allah!

d) Dalam Mat 2:11, orang-orang Majus menyembah Yesus saja, bu-


kan ‘Maria’ ataupun ‘Yesus dan Maria’.
Perhatikan komentar dari Charles Haddon Spurgeon tentang ba-
gian ini:
The old Reformers used to say, “Here is a bone that sticks in the throat
of the Romanists, and they can neither get it up nor down, for it does not
say, ‘They saw Mary and the young child’, the young child is put first,
they came to see him; and it does not say that ‘they fell down and
worshipped them’” If ever there was an opportunity for Mariolatry,
surely this was the one, when the child was as yet newly-born, and
depended so much upon his mother. Why did not the magi say “Ave
Maria!” and commence at once their Mariolatry? Ay, but these were
wise men; they were not priests from Rome, else might they have done it
[= Tokoh-tokoh Reformasi kuno sering berkata: “Ini adalah tulang
yang menyangkut di tenggorokan orang Roma (Katolik), dan mereka
tidak dapat mengeluarkannya ataupun menelannya, karena ayat itu
tidak berkata: ‘Mereka melihat Maria dan bayi itu’, bayi itu disebut
lebih dulu, mereka datang untuk melihat dia; dan ayat itu tidak
berkata bahwa ‘mereka tersungkur dan menyembah mereka’”.

64
III. MARIA
Kalau ada kesempatan untuk melakukan penyembahan terhadap
Maria, maka sebetulnya inilah kesempatannya, dimana bayi itu baru
dilahirkan, dan sangat bergantung kepada ibuNya. Mengapa orang-
orang Majus itu tidak berkata “Salam Maria!” dan langsung
memulai penyembahan terhadap Maria? Ah, tetapi mereka ini adalah
orang-orang yang bijaksana; mereka bukan pastor-pastor dari Roma,
karena kalau demikian mereka mungkin sudah melakukannya] -
‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’ , vol 3, hal 34.
Catatan: Perlu saudara ketahui bahwa dalam terjemahan KJV kata-
kata ‘orang-orang majus’ dalam Mat 2:1 diterjemahkan ‘wise men’
(= orang-orang yang bijaksana).

e) Mat 12:46-50 Kis 1:14 Yoh 2:1-4 sama sekali tidak menunjukkan


bahwa Maria mempunyai posisi yang tinggi, sehingga layak untuk
disembah.
Yoh 2:3-4 sering dianggap sebagai bagian yang menunjukkan bah-
wa Yesuspun tunduk pada perintah Maria. Tetapi benarkah demi-
kian? Mari kita perhatikan penjelasan tentang Yoh 2:3-4 di bawah
ini:

 Dalam Yoh 2:3 dikatakan bahwa Maria datang kepada Yesus


dan berkata: ‘Mereka kehabisan anggur’. Apa maksud Maria
dengan kata-kata ini?
Ada bermacam-macam kemungkinan dan penafsiran:
 Maksud Maria ialah: Mari kita pulang karena anggur habis.
Ini jelas merupakan penafsiran yang tidak cocok dengan
kontexnya.
 Maria mengharapkan Yesus melakukan mujijat untuk me-
nolong mereka.
Keberatan terhadap penafsiran ini:
 Calvin meragukan penafsiran ini, karena Yoh 2:11 me-
nyatakan ini mujijat pertama! Kalau selama ini Yesus
tidak pernah melakukan mujijat, dari mana Maria bisa
mengharapkan mujijat?
 Tetapi keberatan yang lebih serius adalah: penafsiran ini
tidak cocok dengan kontexnya. Kalau memang Maria
mempersoalkan mujijat, dan dalam Yoh 2:4 Yesus me-
ngatakan belum waktunya, lalu mengapa dalam Yoh 2:6-
dst Yesus lalu toh melakukan mujijat itu? Bagaimana
mungkin Yesus lebih menuruti Maria dari pada ketetapan
/ Rencana Allah?
 Maria, yang tahu siapa Yesus itu, menghendaki supaya
Yesus membuat mujijat dan menyatakan diriNya sebagai
Mesias. [bdk. Yoh 7:3-6 yang menunjukkan bahwa saudara-
saudara Yesus mendesak Dia untuk menyatakan diri
(sebagai Mesias), tetapi ditolak oleh Yesus karena belum
waktunya]. Saya berpendapat inilah penafsiran yang benar!

65
III. MARIA
 Yoh 2:4 - Ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari jawaban
Yesus ini:

 ‘Mau apakah engkau dari padaKu ibu?’


NASB/KJV: Woman, what have I to do with you / thee? (=
perempuan, apa urusanKu denganmu?).
NIV: Dear woman, why do you involve me? (= perempuan,
mengapa engkau melibatkan Aku?).
RSV: O woman, what have you to do with Me? (= O perem-
puan, apa urusanmu dengan Aku?).
NKJV: Woman, what does your concern have to do with
Me? (= perempuan, apa urusannya perhatianmu itu dengan
Aku?).
Lit: What to me and to thee, woman? (= apa bagiKu dan
bagimu, perempuan?).
Ungkapan yang sama juga muncul dalam Hakim 11:12
2Sam 16:10 1Raja 17:18 2Raja 3:13 2Taw 35:21 Ezra 4:3
Mat 8:29 Mark 1:24 Luk 8:28.
Kalau kita membaca ayat-ayat ini maka kita bisa melihat
bahwa ungkapan seperti itu selalu diucapkan untuk menun-
jukkan ketidaksenangan!

 Kata ‘ibu’ dalam Yoh 2:4 [Yunani: GUNAI; Inggris: woman (=


perempuan)] berbeda dengan kata ‘ibu’ dalam Yoh 2:3,5,12
[Yunani: METER; Inggris: mother (= ibu / mama)].
Dalam Kitab Suci, Yesus tidak pernah menyebut Maria de-
ngan sebutan ibu dalam arti ‘mama’!
Sebutan GUNAI memang bukan sebutan yang kasar / tidak
hormat (bdk. Mat 15:28 dimana Yesus menggunakan se-
butan ini terhadap perempuan Kanaan yang beriman), tetapi
bagaimanapun juga dengan tidak menyebut ‘mama’ Yesus
menunjukkan bahwa mulai saat itu Maria tidak mempunyai
otoritas untuk memerintah Yesus. Jangan lupa bahwa Yesus
bukan sekedar manusia, tetapi juga adalah Allah! Karena itu
Marialah yang seharusnya mentaati Yesus, dan bukan se-
baliknya!

 Yesus tidak mau menyatakan diri sebagai Mesias, karena


waktunya belum tiba. Bdk. Yoh 7:6,8,30 8:20 12:23 13:1
17:1.

 Kata-kata Yesus dalam Yoh 2:4 ini jelas menunjukkan peno-


lakan Yesus atas permintaan Maria. Karena itu kalau orang
Roma Katolik menyuruh berdoa kepada Maria supaya di-
kabulkan; ini jelas adalah omong kosong! Marianya sen-
diripun ditolak pada waktu meminta sesuatu kepada Yesus!
Lebih dari itu, Yesus menolak dengan kata-kata keras. Me-
ngapa? Ada beberapa kemungkinan:

66
III. MARIA
 karena Maria melampaui batasan / haknya.
 supaya orang tidak menganggap bahwa mujijat itu di-
lakukan sebagai ketaatan pada Maria.
 supaya orang kristen tidak meninggikan Maria lebih dari
seharusnya.

f) Kitab Suci melarang kita yang masih hidup untuk mengadakan


kontak dengan orang yang sudah mati.
Ul 18:9-12 - “(9) ‘Apabila engkau sudah masuk ke negeri yang diberikan
kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau belajar berlaku
sesuai dengan kekejian yang dilakukan bangsa-bangsa itu. (10) Di antaramu
janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki
atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang
menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir,
(11) seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau
kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati.
(12) Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi
TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu,
menghalau mereka dari hadapanmu.”.
Im 20:6 - “Orang yang berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh
peramal, yakni yang berzinah dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri
akan menentang orang itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah
bangsanya.”.
Yes 8:19-20 - “(19) Dan apabila orang berkata kepada kamu: ‘Mintalah
petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan
komat-kamit,’ maka jawablah: ‘Bukankah suatu bangsa patut meminta
petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk
kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?’ (20) ‘Carilah
pengajaran dan kesaksian!’ Siapa yang tidak berbicara sesuai dengan
perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar.”.

Sekalipun Maria adalah ibu Yesus, tetapi ia tetap sudah mati,


sehingga kita tidak boleh berdoa ataupun mengadakan kontak de-
ngan dia. Ini tidak berbeda dengan orang-orang yang mengadakan
kontak dengan orang yang sudah mati dengan menggunakan jai-
langkung, permainan cucing, Ouija Board dsb.

6) Maria dianggap lebih kasih daripada Allah / Yesus.


Bahwa orang Roma Katolik memang mengajarkan hal ini, bisa terlihat
dari kutipan di bawah ini:
 “If God is angry with a sinner, and Mary takes him under her
protection, she withholds the avenging arms of her Son, and saves him”
[= Kalau Allah murka kepada seorang manusia berdosa, dan Maria
meletakkan orang itu di bawah perlindungannya, ia (Maria) menahan
lengan yang mau membalas dendam dari Anaknya, dan
menyelamatkan orang itu] - ‘The Glories of Mary’, hal 124.
 “O Immaculate Virgin, prevent thy beloved Son, who is irritated by our
sins, from abandoning us to the power of the devil” (= Ya Perawan
yang tak berdosa, cegahlah Anakmu yang kekasih, yang jengkel

67
III. MARIA
karena dosa-dosa kami, untuk tidak meninggalkan kami dalam kuasa
setan) - The Glories of Mary, hal 248.

Pandangan Kristen:

a) Dua kutipan di atas ini jelas menunjukkan Yesus sebagai Hakim


yang keras, kejam, dan tidak bijaksana, sedangkan Maria sebagai
pengantara yang penuh kasih, kelembutan dan kebijaksanaan!

b) Dua kutipan di atas ini menunjukkan bahwa Allah / Yesus itu tidak
maha kasih. Karena kalau Allah / Yesus itu maha kasih, bagaimana
Maria bisa lebih kasih dari Allah / Yesus?

c) Ini bukan sekedar merupakan suatu ajaran yang tidak alkitabiah,


tetapi bahkan bisa dikatakan merupakan suatu penghujatan dan
penghinaan terhadap Allah / Yesus!

7) Maria dianggap sebagai Co-Redeemer (= rekan Penebus).

a) Ajaran Justin Martyr (yang membandingkan Maria dengan Hawa)


dan Ireneaus (yang mengatakan bahwa ketidaktaatan perawan
Hawa ditebus oleh ketaatan perawan Maria) dikembangkan lagi,
sehingga mereka berkata bahwa sebagaimana dosa pertama ma-
suk ke dalam dunia melalui seorang perempuan (yaitu Hawa), de-
mikian juga keselamatan itu datang melalui seorang perempuan
(yaitu Maria).

b) Selanjutnya, Paus Benedict XV (1914-1922) dan Paus Pius XI


(1923) mengatakan bahwa pada waktu Tuhan Yesus menderita
dan mati di kayu salib, Maria juga ikut menderita (karena melihat
Anaknya menderita begitu hebat), dan dengan penderitaan itu
Maria, bersama-sama dengan Kristus, menebus dosa manusia.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mariology’: “The


association of Mary in the work of Jesus developed into the view of
Mary as everyone’s spiritual mother and as co-redemptrix - i.e., the
partner with Jesus in the redemption of human beings. Her role in
redemption was extended to her intercession in heaven and to the
application of Christ’s merits to individual persons” (= ).

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci memang membandingkan Adam dan Kristus (Adam


merupakan TYPE dari Kristus). Bandingkan dengan:
 Ro 5:15-19 - “Tetapi karunia Allah
tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena
pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa
maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya,
yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu
68
III. MARIA
Yesus Kristus. Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa
satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah
mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia
atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. Sebab,
jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu,
maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan
kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa
oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, sama
seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman,
demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang
beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh
ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang
berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang
menjadi orang benar”.
 1Kor 15:21-22 - “Sebab sama seperti
maut datang karena satu orang manusia, demikian juga
kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia.
Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan
dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan
kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
Dosa masuk ke dalam dunia melalui Adam (karena Adam adalah
wakil seluruh umat manusia), dan keselamatan datang melalui Kris-
tus.
Tetapi Kitab Suci tidak pernah membandingkan Hawa dan Maria!
Jadi disini lagi-lagi terlihat adanya ajaran yang sama sekali tidak
mempunyai dasar Kitab Suci.

b) Kitab Suci berkata bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus


(Mat 1:21 Kis 4:12). Dialah satu-satunya Juruselamat / Penebus
dosa!

c) Sekalipun Maria memang pasti menderita waktu melihat Anaknya


menderita di atas kayu salib, tetapi Kitab Suci tidak pernah berkata
bahwa dengan penderitaannya itu, Maria juga menjadi penebus
dosa.
Bahwa Maria, yang adalah manusia biasa dan berdosa, bisa men-
jadi Penebus dosa, merupakan ajaran yang bertentangan dengan
Maz 49:8-9. Karena terjemahan Kitab Suci Indonesia dalam hal ini
adalah salah, maka saya memberikan terjemahan dari NIV.

Maz 49:8-9 (NIV - Ps 49:6-7):


“No man can redeem the life of another, or give to God a ransom for
him; the ransom for a life is costly, no payment is ever enough” (=
Tidak seorang manusiapun bisa menebus nyawa orang lain, atau
memberikan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu
nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).

69
III. MARIA
Kalau saudara berbicara dengan orang Roma Katolik tentang
penggeseran kedudukan Yesus oleh Maria, cerita di bawah ini
mungkin bisa berguna bagi saudara.

Seorang ex pastor dari Montreal, Kanada, yang menjadi seorang


Pendeta Presbyterian, dalam bukunya yang berjudul ‘Fifty Years in
the Church of Rome’ [= Limapuluh tahun dalam gereja Roma
(Katolik)], halaman 262, menceritakan percakapannya dengan us-
kupnya sebagai berikut:

“My lord, who has saved you and me upon the cross?”
He answered, “Jesus Christ.”
“And who paid your debt and mine by shedding His blood; was it Mary
or Jesus?”
He said, “Jesus Christ.”
“Now, my lord, when Jesus and Mary were on earth, who loved the
sinner more; was it Mary or Jesus?”
Again he answered that it was Jesus.
“Did any sinner come to Mary on earth to be saved?”
“No.”
“Do you remember that any sinner has gone to Jesus to be saved?”
“Yes, many.”
“Have they been rebuked?”
“Never.”
“Do you remember that Jesus ever said to poor sinners, ‘Come to Mary
and she will save you’?”
“No,” he said.
“Do you remember that Jesus has said to poor sinners, ‘Come to me’?”
“Yes, He has said it.”
“Has He ever retracted those words?”
“No.”
“And who was, then, the more powerful to save sinners?” I asked.
“O, it was Jesus!”
“Now, my lord, since Jesus and Mary are in heaven, can you show me
in the Scriptures that Jesus has lost anything of His desire and power to
save sinners, or that He has delegated this power to Mary?”
And the bishop answered, “No.”
“Then, my lord,” I asked, “why do we not go to Him, and to Him alone?
Why do we invite poor sinners to come to Mary, when, by your own
confession she is nothing compared with Jesus, in power, in mercy, in
love, and in compassion for the sinner?”
To that the bishop could give no answer.

Terjemahannya adalah sebagai berikut:

“Tuanku, siapa yang telah menyelamatkan kamu dan aku di salib?”


Ia menjawab: “Yesus Kristus”.
“Dan siapa yang telah membayar hutangmu dan hutangku dengan
mencurahkan darahNya; Maria atau Yesus?”
70
III. MARIA
Ia berkata: “Yesus Kristus”.
“Sekarang, tuanku, ketika Yesus dan Maria ada di bumi, siapa yang
lebih mencintai orang berdosa; Maria atau Yesus?”
Lagi-lagi ia menjawab bahwa itu adalah Yesus.
“Pernahkah ada orang berdosa yang datang kepada Maria di bumi
untuk diselamatkan?”
“Tidak”.
“Apakah engkau ingat bahwa ada orang berdosa yang telah pergi
kepada Yesus untuk diselamatkan?”
“Ya, banyak”.
“Apakah mereka dimarahi?”
“Tidak pernah”.
“Apakah engkau ingat bahwa Yesus pernah berkata kepada orang-
orang berdosa yang malang, ‘Datanglah kepada Maria and ia akan
menyelamatkanmu’?”
“Tidak”, katanya.
“Apakah engkau ingat bahwa Yesus pernah berkata kepada orang-
orang berdosa yang malang, ‘Datanglah kepadaKu’?”
“Ya, Ia telah mengatakan itu”.
“Apakah Ia pernah menarik kembali kata-kata ini?”
“Tidak”.
“Dan siapa yang pada saat itu lebih berkuasa untuk menyelamatkan
orang berdosa?”, aku bertanya.
“O, itu adalah Yesus!”.
“Sekarang, tuanku, karena Yesus dan Maria ada di surga, bisakah
engkau menunjukkan kepadaku dalam Kitab Suci bahwa Yesus telah
kehilangan sedikitpun dari keinginan dan kuasaNya untuk menyela-
matkan orang-orang berdosa, atau bahwa Ia telah menyerahkan
kuasa ini kepada Maria?”
Dan uskup itu menjawab, “Tidak”.
“Kalau demikian, tuanku”, aku bertanya, “mengapa kita tidak pergi
kepada Dia, dan hanya kepada Dia saja? Mengapa kita mengundang
orang-orang berdosa yang malang untuk datang kepada Maria, se-
dangkan menurut pengakuanmu sendiri ia tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan Yesus, dalam kuasa, dalam belas kasihan,
dalam kasih, dan dalam perasaan kasihan untuk orang berdosa?”
Terhadap pertanyaan ini uskup itu tidak bisa memberi jawaban.

Ada orang-orang Katolik yang merasa bahwa dirinya tidak mempunyai


sikap / kepercayaan terhadap Maria seperti yang saya katakan dalam 7
nomer di atas ini. Tetapi kalau demikian, maka sebetulnya mereka bukan
Katolik. Dan mengingat bahwa Gereja Katolik memang mengajarkan hal-
hal tersebut di atas, dan mereka tidak mempercayainya, mengapa gerangan
mereka tidak meninggalkan saja Gereja Katolik yang tidak mereka percayai
ajarannya tersebut?

C) Maria dianggap sebagai perawan yang abadi.

71
III. MARIA

sampai sini
Orang Roma Katolik bukan hanya mengakui bahwa Maria adalah seorang
perawan pada waktu mengandung dan melahirkan Kristus, tetapi juga
bahwa keperawanan Maria bersifat abadi. Dengan kata lain, setelah
kelahiran Yesuspun Yusuf, suami Maria, tetap tidak pernah berhubungan
sex dengan Maria.

Loraine Boettner berkata:


“Says one Roman Catholic writer concerning the Virgin Mary: ’It cannot with
decency be imagined that the most holy vessel which was once consecrated to
be a receptacle of the Deity should be afterwards desecrated and profaned by
human usage’” (= Kata seorang penulis Roma Katolik tentang Perawan
Maria: ‘Tidak bisa dibayangkan dengan sopan bahwa tempat yang paling
kudus / suci yang sekali pernah dikuduskan menjadi suatu wadah dari Allah
lalu setelah itu dinajiskan / dinodai dan dicemarkan oleh penggunaan
manusia’) - ‘Roman Catholicism’, hal 158.

Encyclopedia Britannica 2000: “A corollary that has been deduced from the
doctrine of Mary’s virginity in the conception of Jesus is the doctrine of her
perpetual virginity, not only in conception but in the birth of the child (i.e., she
was exempt from the pain of childbirth) and after the birth throughout her life.
This doctrine, which poses problems of biblical interpretation, was found in the
writings of the Church Fathers and was accepted by the Council of Chalcedon
(451). It is part of the teaching of the Orthodox and Roman Catholic churches
and is also maintained by some Anglican and Lutheran theologians” (= ).

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru berbicara


tentang saudara-saudara Yesus.
Perjanjian Lama, dalam Maz 69:9 menubuatkan tentang Mesias /
Yesus dengan kata-kata sebagai berikut: “Aku telah menjadi orang
luar bagi saudara-saudaraku, orang asing bagi anak-anak ibuku”.
Catatan:
Bahwa Maz 69:9 memang merupakan nubuat tentang Mesias / Yesus,
terlihat dari:
 Maz 69:10 - “sebab cinta untuk rumahMu menghanguskan aku, dan
kata-kata yang mencela Engkau telah menimpa aku” (bdk. Yoh
2:17).
 Maz 69:22 - “Bahkan, mereka memberi aku makan racun, dan pada
waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam” (bdk.
Mat 27:34 Yoh 19:28-29).
Catatan: Kata ‘racun’ dalam Maz 69:22 versi Kitab Suci Indonesia
merupakan penterjemahan yang salah. Seharusnya adalah seperti
NIV: ‘gall’ (= empedu). Jadi nubuat ini tergenapi dalam Mat 27:34.

72
III. MARIA

Perjanjian Baru juga berkata bahwa Tuhan Yesus mempunyai


saudara-saudara (Mat 13:54-56 Kis 1:14). Dan Luk 2:7 menyebut
Tuhan Yesus sebagai ‘anak sulung’.

Adam Clarke (tentang Mat 13:55-56): “It is possible that brethren and
sisters may mean here near relations, as the words are used among the
Hebrews in this latitude of meaning; but I confess it does not appear to me
likely. Why should the children of another family be brought in here to
share a reproach which it is evident was designed for Joseph the carpenter,
Mary his wife, Jesus their son, and their other children? Prejudice apart,
would not any person of plain common sense suppose, from this account,
that these were the children of Joseph and Mary, and the brothers and
sisters of our Lord, according to the flesh? It seems odd that this should be
doubted; but, through an unaccountable prejudice, Papists and Protestants
are determined to maintain as a doctrine, that on which the Scriptures are
totally silent, namely the perpetual virginity of the mother of our Lord” (= ).

Kata ‘saudara’ dalam ayat-ayat ini tidak bisa diartikan ‘saudara sepupu’
seperti yang ditafsirkan oleh gereja Roma Katolik, karena:
 dalam bahasa Yunani, ‘saudara sepupu’ mempunyai istilahnya
sendiri, yaitu yang digunakan dalam Kol 4:10 [Catatan: kata
‘kemenakan’ dalam Kol 4:10 versi Kitab Suci Indonesia adalah
penterjemahan yang salah, karena seharusnya adalah ‘saudara
sepupu’. Bandingkan dengan NIV yang menterjemahkan ‘cousin’ (=
saudara sepupu)].
 tidak cocok dengan nubuat tentang Mesias / Yesus dalam Maz
69:9 di atas karena disana saudara-saudara Yesus itu disamakan
dengan ‘anak-anak ibuku’.

b) Dalam Mat 1:24-25 dikatakan bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan


Maria sampai Yesus lahir. Sekarang pikirkan sendiri bagaimana sau-
dara menggunakan kata ‘sampai’. Kalau misalnya dikatakan bahwa
kita libur sampai tanggal 1 Januari, maka bukankah itu berarti bahwa
setelah itu kita tidak lagi libur? Jadi, kalau dikatakan bahwa Yusuf tidak
bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir, ini berarti bahwa
sesudah kelahiran Yesus mereka hidup sebagai suami istri biasa /
bersetubuh.

c) Dalam 1Kor 7:5 Allah justru melarang suami istri untuk melakukan


‘puasa sex’ terlalu lama. Karena itu tidak mungkin Allah lalu melarang
Yusuf dan Maria melakukan puasa sex abadi!

d) Tidak ada perlunya / gunanya mempertahankan keperawanan Maria


setelah Yesus lahir. Kristus memang harus lahir dari seorang perawan
untuk menggenapi Yes 7:14 dan supaya Yesus bisa lahir tanpa dosa.
Tetapi setelah Yesus lahir, keperawanan Maria itu tidak lagi perlu di-
pertahankan.

73
III. MARIA

e) Doktrin tentang keperawanan abadi dari Maria lagi-lagi merupakan


ajaran yang sama sekali tidak punya dasar Kitab Suci! Kata-kata dari
penulis Roma Katolik yang dikutip oleh Loraine Boettner di atas, hanya
muncul dari logika orang yang sentimentil, dan bukan saja tidak punya
dasar Kitab Suci sama sekali, tetapi bahkan bertentangan dengan
Kitab Suci.

D) Immaculate Conception / Lahir dan hidup tanpa dosa.

Doktrin ini dikeluarkan oleh Paus Pius IX tanggal 8 Desember 1854, dan
artinya adalah:
 Maria dikandung dan lahir tanpa dosa asal.
 Maria juga tidak berbuat dosa dalam sepanjang hidupnya.
 Maria bahkan dianggap sebagai ‘tidak bisa berbuat dosa’ (NON
POSSE PECCARE (= not possible to sin).

Encyclopedia Britannica 2000: “Roman Catholic dogma asserting that Mary,


the mother of Jesus, was preserved free from the effects of the sin of Adam
(usually referred to as ‘original sin’) from the first instant of her conception.
Although various texts in both the Old and the New Testaments have been cited
in defense of the doctrine, it seems to have arisen from a general acceptance in
the early church of Mary’s holiness. Especially after Mary had been solemnly
declared to be the mother of God at the Council of Ephesus in 431, most
theologians doubted that one who had been so close to God could have actually
experienced sinful acts. The view that Mary had been spared also from the
disposition to evil inherent in original sin was not clearly articulated until the
12th century, when considerable debate was centred on an English celebration
of Mary’s conception. The discussion was clouded by medieval views of the
biological aspects of conception and by a concern that the belief in the
universal redemption effected by Jesus should not be threatened. The latter
concern (particularly associated with St. Thomas Aquinas in the 13th century)
was countered not long after by the Franciscan theologian John Duns Scotus,
who argued that Christ’s redemptive grace was applied to Mary to prevent sin
from reaching her soul and that this special intervention resulted in a more
perfect redemption in her case. Mary’s privilege, thus, was the result of God’s
grace and not of any intrinsic merit on her part. A gradual acceptance of the
Franciscan’s views over the next several centuries was reflected in the teaching
of various popes (especially Sixtus IV in the late 15th century) and the councils
of Basel (1439) and Trent (1546). It was not, however, until Dec. 8, 1854, that
PIUS IX, urged by the majority of Catholic bishops throughout the world,
solemnly declared in the bull Ineffabilis Deus that the doctrine was revealed by
God and hence was to be firmly believed as such by all Catholics. The feast of
the Immaculate Conception is celebrated on December 8” (= ).

Pandangan Kristen:

74
III. MARIA
1) Alkitab berkata bahwa sejak kejatuhan Adam ke dalam dosa semua
manusia dikandung dan lahir dalam dosa dan bahkan berbuat dosa
(Ayub 25:4 Maz 51:7 Maz 58:4 Pengkhotbah 7:20 Ro 3:10-12,23
Ro 5:12,19). Yang dikecualikan hanyalah Tuhan Yesus sendiri (2Kor
5:21 Ibr 4:15). Karena itu haruslah disimpulkan bahwa Maria adalah
manusia berdosa seperti kita.

2) Dalam Luk 1:46-47, Maria menyebut Allah sebagai Juruselamatnya.


Mengapa Maria membutuhkan Juruselamat kalau ia memang sama
sekali tidak berdosa?

3) Dalam Luk 2:22-24, Maria mempersembahkan korban penghapus


dosa (bdk. Im 12:1-8). Sekalipun kenajisan / ketidak-tahiran karena
melahirkan anak itu bukanlah suatu dosa moral, tetapi bagaimanapun
tidak tahir / najis sangat kontras dengan suci / tidak berdosa!

4) Mengapa Maria harus mati (Catatan: orang Roma Katolikpun percaya


bahwa Maria mengalami kematian) kalau ia tidak berdosa? Kematian
adalah upah dosa (Kej 2:16-17 Kej 3:19 Ro 5:12 Ro 6:23). Kristus
memang juga mati meskipun Ia tidak berdosa, tetapi Ia mati untuk
menebus dosa umat manusia. Bagaimana dengan Maria?

5) Tuhan Yesus suci karena Maria mengandung dari Roh Kudus, tetapi
Maria dikandung oleh seorang perempuan yang mengandung dari laki-
laki biasa. Bagaimana mungkin ia dikandung tanpa dosa dan
dilahirkan tanpa dosa pula? Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah
ini:
Ayub 25:4 - “Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan
bagaimana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih?”.
Ro 3:23 - “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan
kemuliaan Allah”.
Ro 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh
satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah
menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah ber(buat)
dosa”.
Ro 5:19a - “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua
orang telah menjadi orang berdosa, ...”.
Kalau Maria dikandung dan lahir tanpa dosa, maka semua ayat-ayat di
atas ini adalah salah!

6) Orang Roma Katolik menekankan kesucian Maria karena mereka ber-


pendapat bahwa kalau Yesus itu suci, maka Maria, yang melahirkan-
Nya, juga harus suci. Tetapi doktrin ini mempunyai konsekwensi logis
sebagai berikut: kalau karena Yesus itu suci maka Maria harus suci,
maka karena Maria suci kedua orang tua Maria harus suci. Dan kalau
kedua orang tua Maria suci, maka keempat kakek nenek Maria harus
suci. Kalau ini diteruskan maka akan menunjukkan bahwa Adam dan
Hawapun harus suci! Ini adalah konsekwensi logis yang orang Roma
Katolikpun tidak akan mau menerimanya!
75
III. MARIA

7) Doktrin Immaculate Conception ini baru muncul pada tanggal 8 De-


sember 1854. Mengapa dibutuhkan 18 abad untuk menemukan dok-
trin ini? Jelas karena memang tidak pernah ada dalam Kitab Suci!

8) Doktrin ini ditentang oleh banyak orang, seperti:


a) Bapa-bapa gereja dan ahli-ahli theologia seperti Agustinus,
Chrysostom, Eusebius, Ambrose, Anselm, Thomas Aquinas, Bona-
venture, Cardinal Cajetan, dll.
b) Juga ditentang oleh beberapa Paus seperti Gregory the Great dan
Paus Innocent III.
Padahal Roma Katolik menganggap tulisan dari bapa-bapa gereja
sebagai tradisi yang setingkat dengan Firman Allah. Juga Roma
Katolik percaya bahwa kata-kata Paus itu infallible (= tidak bisa salah).
Lalu mengapa dalam hal ini mereka tidak mau menggubris pandangan
/ kata-kata dari bapa-bapa gereja maupun Paus?

E) Assumption of Mary.

Doktrin tentang The Assumption of Mary (= Kenaikan Maria ke surga


secara jasmani) dikeluarkan oleh Paus Pius XII dengan embel-embel ‘EX
CATHEDRA’ (= dari kursinya) pada tanggal 1 Nopember 1950.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Mary’, ‘Assumption’: “in


Roman Catholic and Eastern Christian theology, doctrine that Mary, the
mother of Jesus, was taken (assumed) into heaven, body and soul, following the
end of her life on Earth. There is no explicit mention of the Assumption in the
New Testament, although various texts are frequently adduced to demonstrate
the appropriateness of the doctrine, the imagery of which is related to the
Ascension of Jesus into heaven. Theologically, the doctrine means that Mary’s
redemption involved a glorification of her complete personality and anticipated
the state promised to the rest of mankind. The doctrine’s development is closely
related to a feast devoted to Mary that passed from a general celebration in her
honour to one celebrated on August 15 commemorating her dormition, or
falling asleep. The feast, which originated in the Byzantine Empire, was
brought to the West, where the term Assumption replaced the earlier title to
reflect increased emphasis on the glorification of Mary’s body as well as her
soul. Although the dormition of Mary had been a frequent iconographic theme
in the East, the theme of the Assumption was less prevalent there. An
unwillingness to accept apocryphal (noncanonical and unauthentic) accounts
of the Assumption caused some hesitation, but by the end of the European
Middle Ages there had been a general acceptance of the doctrine in both the
East and the West. The doctrine was declared dogma for Roman Catholics by
Pope PIUS XII in the apostolic constitution Munificentissimus Deus on Nov. 1,
1950. The Assumption is not considered a revealed doctrine among the Eastern
Orthodox and is considered an obstacle to ecumenical dialogue by many
Protestants. The Assumption as a theme in Christian art originated in western
Europe during the late Middle Ages - a period when devotion to the Virgin

76
III. MARIA
Mary was growing in importance. Since the 13th century the Assumption has
been widely represented in church decoration, and during the Renaissance and
Baroque periods it became a popular subject for altarpieces. Characteristic
representations of the Assumption show the Virgin, in an attitude of prayer and
supported by angels, ascending above her open tomb, around which the
Apostles stand in amazement. Until the end of the 15th century, she is
represented surrounded by a mandorla, or almond-shaped aureole; in the 16th
century the mandorla was replaced by a cluster of clouds. The basic
iconography of the theme, however, remained standard until its decline at the
end of the 17th century” (= ).

Kepercayaan mereka tentang hal ini:

1) Tubuh Maria dibangkitkan sesaat setelah kematiannya, jiwa dan


tubuhnya dipersatukan kembali dan ia diangkat ke surga, dan menjadi
Ratu Surga.
Doktrin tentang kebangkitan Maria ini merupakan kesimpulan logis:
karena Maria tidak berdosa, maka ia tidak dapat tetap ada dalam
kebinasaan.
Tradisi mereka dalam hal ini berkata:
“On the third day after Mary’s death, when the apostles gathered together
around her tomb, they found it empty. The sacred body had been carried up
to the celestial paradise. Jesus himself came to conduct her hither; the
whole court of heaven came to welcome with songs of triumph the mother
of the divine Lord. What a chorus of exaltation. Hark how they cry. Lift up
your gates, o ye princes, and be ye lifted up, o eternal gates, and the Queen
of glory shall enter in” (= Pada hari yang ketiga setelah kematian Maria,
ketika rasul-rasul berkumpul di sekitar kuburannya, mereka mendapati
kubur itu kosong. Tubuh yang suci itu telah diangkat ke surga. Yesus
sendiri datang untuk memimpin Maria kesana; seluruh surga datang
untuk menyambut dengan nyanyian kemenangan ibu dari Tuhan yang
ilahi. Alangkah indahnya pujian pemuliaan itu. Dengarlah bagaimana
mereka berseru. Angkatlah pintu-pintu gerbangmu, ya kamu pangeran-
pangeran, dan terangkatlah, ya pintu-pintu gerbang yang kekal, dan
Ratu Kemuliaan akan masuk) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’,
hal 162.
Catatan: Bandingkan kemiripan bagian terakhir dari kutipan ini dengan
Maz 24:7-10! Hanya, Raja Kemuliaan, yang menunjuk kepada Tuhan,
diganti dengan Ratu Kemuliaan, yang menunjuk kepada Maria!

Seorang yang bernama Gregory of Tours (Perancis) menulis buku


yang berjudul ‘In Gloriam Martyrum’. Dalam buku itu ada cerita
sebagai berikut:
“As Mary lay dying with the apostles gathered around her bed, Jesus
appeared with His angels, committed her soul to the care of Gabriel, and
her body was taken away in a cloud” (= Ketika Maria terbaring dalam
keadaan sekarat / hampir mati dengan rasul-rasul berkumpul di
sekeliling tempat tidurnya, Yesus menampakkan diri dengan malaikat-
malaikatNya, me-nyerahkan jiwanya pada pemeliharaan / penjagaan
77
III. MARIA
Gabriel, dan tubuhnya diangkat ke awan-awan) - Loraine Boettner, ‘Ro-
man Catholicism’, hal 163.
Catatan:
 perhatikan bahwa cerita ini tidak sama dengan tradisi di atas.
Lalu yang mana yang benar?
 Seorang kristen yang bernama Edwards J. Tanis berkata:
“There is no more evidence for the truth of this legend than for the
ghost stories told by our grandfathers” (= tak ada lebih banyak bukti
untuk kebenaran dari dongeng ini dari pada untuk dongeng-dongeng
tentang hantu yang diceritakan oleh kakek-kakek kita) - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 163.
Loraine Boettner sendiri berkata: “In the Roman Church so much of
myth and legend has been added to Mary’s person that the real Mary
has been largely forgotten” [= Dalam Gereja Roma begitu banyak
mitos dan dongeng yang telah ditambahkan kepada pribadi Maria
sehingga sebagian besar dari Maria yang sesungguhnya / yang asli
telah dilupakan] - ‘Roman Catholicism’, hal 165.

2) Di surga Maria menduduki tempat yang lebih tinggi dari para orang
suci atau penghulu malaikat. Ia dinobatkan sebagai Ratu Surga oleh
Allah Bapa sendiri dan ia diberi tahta di sebelah kanan Anaknya.

Pandangan Kristen:

a) Memang kalau Maria tidak berdosa ia tidak mungkin tetap ada dalam
kebinasaan. Tetapi perlu dipertanyakan: mengapa ia harus / perlu
mati? Mengapa tidak langsung naik ke surga tanpa mengalami
kematian seperti Elia dan Henokh?

b) Doktrin ini baru muncul tanggal 1 Nopember 1950. Mengapa dibu-


tuhkan waktu 19 abad untuk menemukan doktrin ini? Jelas karena
tidak pernah ada dalam Kitab Suci!

c) Perlu dipertanyakan pertanyaan ini: dengan tubuh apa Maria bangkit


dan masuk ke surga? Sampai saat ini hanya Kristus yang mempunyai
tubuh kebangkitan. Semua manusia baru menggunakan tubuh ke-
bangkitan pada saat Kristus datang keduakalinya (Yoh 5:28-29
1Kor 15:20-23,50-55 1Tes 4:13-17)!

Saya ingin menutup pelajaran tentang Maria ini dengan memberikan 2 hal
tambahan / pesan di bawah ini:
 Kalau Roma Katolik mengambil pandangan extrim kiri dengan memulia-
kan Maria lebih dari seharusnya, janganlah orang kristen protestan lalu
mengambil pandangan yang extrim kanan dengan menghina atau meren-
dahkan Maria. Maria tetap adalah orang beriman yang saleh, yang rela
dipakai Tuhan sebagai alatNya untuk melahirkan Kristus!
 Kalau ada mujijat-mujijat yang berhubungan dengan Maria dan mendu-
kung pandangan Roma Katolik tentang Maria (misalnya: bahwa Maria

78
III. MARIA
menampakkan diri dan mengaku sebagai Perawan tanpa dosa), maka
sadarilah bahwa mujijat yang bertentangan dengan Kitab Suci itu pasti
datang dari setan! Kitab Suci mengatakan bahwa Iblis bisa menyamar
sebagai malaikat terang (2Kor 11:14), dan karena itu tidak terlalu meng-
herankan kalau ia bisa menyamar sebagai Maria atau bahkan Yesus sen-
diri.

-o0o-

79
PELAJARAN IV

API PENCUCIAN

I) Sejarah singkat api pencucian:


Loraine Boettner, dalam bukunya ‘Roman Catholicism’, hal 228-229, menga-
takan bahwa kepercayaan tentang adanya api pencucian ini berasal-mula
dari gagasan tentang penyucian setelah kematian, dan ini sudah ada di
kalangan orang India dan Persia, jauh sebelum Kristus dilahirkan. Ini juga
merupakan sesuatu yang umum dalam pemikiran orang Mesir, Yunani dan
Roma. Ini juga diterima oleh Plato, dan lalu pengaruh Yunani
menyebarkannya ke Asia Barat, termasuk Palestina.
Dalam sejarah kekristen, ini sudah ada pada abad ke 2, yaitu dalam tulisan
Marcion dan the Shepherd of Hermes. Lalu juga diajarkan oleh Origen pada
abad ke 3. Bahkan muncul juga dalam tulisan Agustinus, tetapi ia juga
menyatakan keraguannya tentang hal itu.
Doktrin tentang api pencucian ini untuk pertama kalinya disusun dalam
bentuk formal oleh Gregory I, yang juga disebut Gregory the Great, pada
tahun 593. Selanjutnya pada tahun 1439, doktrin ini diproklamirkan sebagai
dogma oleh Council of Florence, dan lalu pada tahun 1548, diteguhkan lagi
oleh Council of Trent.

II) Doktrin Roma Katolik tentang Api Pencucian:


Setelah kematian, manusia terpisah dalam 3 golongan:

1) Ada orang-orang yang langsung masuk ke neraka, yaitu:


 Orang yang tidak dibaptis / tidak berhubungan dengan gereja.
 Orang yang sudah dibaptis tetapi yang lalu melakukan mortal sin (=
dosa besar / mematikan).

2) Ada orang-orang yang langsung masuk surga, yaitu orang percaya yang
sempurna (orang suci, martyr) akan pergi ke surga.
Contoh: Rasul Paulus (Fil 1:21,23).

3) Ada orang-orang yang akan pergi ke purgatory (= api pencucian) yaitu


orang percaya yang tidak sempurna.

a) Lamanya di api pencucian dan tingkat sakit yang harus dialami oleh
orang itu tergantung pada dosanya.
Penderitaan dalam api pencucian ini sangat hebat, tidak berbeda
dengan dalam neraka.

80
IV. API PENCUCIAN
Loraine Boettner dalam bukunya ‘Roman Catholicism’, hal 220,
mengutip Bellarmine, seorang ahli theologia Roma Katolik yang
terkemuka, sebagai berikut:
“The pains of purgatory are very severe, surpassing anything endured in
this life” (= Rasa sakit dari api pencucian itu sangat hebat, melebihi
apapun yang dialami / dirasakan dalam hidup ini).
“According to the Holy Fathers of the Church, the fire of purgatory does
not differ from the fire of hell, except in point of duration. ‘It is the same
fire,’ says St. Thomas Aquinas, ‘that torments the reprobate in hell, and the
just in purgatory. The least pain in purgatory,’ he says, ‘surpasses the
greatest suffering in this life.’ Nothing but the eternal duration makes the
fire of hell more terrible than that of purgatory” (= Menurut Bapa-bapa
kudus dari Gereja, api dari api pencucian tidak berbeda dengan api dari
neraka, kecuali dalam hal lamanya / waktunya. ‘Itu adalah api yang
sama’, kata orang suci yang bernama Thomas Aquinas, ‘yang menyiksa
orang jahat / orang yang ditetapkan untuk binasa dalam neraka, dan
orang benar dalam api pencucian. Rasa sakit yang paling kecil di api
pencucian’, katanya, ‘melebihi penderitaan yang paling besar dalam
hidup ini’. Tidak ada sesuatu apapun kecuali lamanya yang kekal yang
membuat api neraka lebih mengerikan / dahsyat dari pada api dari api
pencucian).

Dan dalam buku yang lain, Bellarmine berkata:


“There is absolutely no doubt that the pains in some cases endure for entire
centuries” (= Sama sekali tidak ada keraguan bahwa dalam kasus-kasus
tertentu rasa sakit itu berlangsung untuk berabad-abad).

b) Paus mempunyai hak untuk mengurangi ‘masa penyucian’ ini, dan


bahkan mengakhirinya, sedangkan pastor, sebagai wakil Paus,
mempunyai hak yang terbatas.
Bagaimana Paus bisa mengurangi atau mengakhiri masa penyucian
dalam api pencucian ini? Roma Katolik percaya akan adanya saints /
orang-orang suci. Mereka ini adalah orang-orang yang dianggap telah
melakukan perbuatan baik lebih dari yang diperlukan untuk masuk
surga. Kelebihan perbuatan baik itu lalu ‘ditabung’, dan Paus berhak
memberikan ‘tabungan’ itu kepada orang dalam api pencucian,
sehingga mereka lalu dibebaskan dari api pencucian dan masuk ke
surga. Ini disebut dengan istilah indulgence (= pengampunan dosa).

c) Hal-hal yang mengurangi ‘masa penyucian’:

 Pemberian uang (baik oleh orang yang mati itu pada waktu ia
masih hidup, maupun oleh keluarganya setelah ia mati).
Loraine Boettner berkata:
“The doctrine of purgatory has sometimes been referred to as ‘the gold
mine of the priesthood’ since it is the source of such lucrative income”
(= Doktrin api pencucian kadang-kadang disebut sebagai ‘tambang
emas keimaman’ karena itu merupakan sumber penghasilan yang
menguntungkan) - ‘Roman Catholicism’, hal 222.
81
IV. API PENCUCIAN

 Misa.
Untuk melaksanakan misa ini ada ‘ongkos’ yang harus dibayar!
Besar kecilnya misa dipengaruhi oleh besar kecilnya ongkos,
padahal besar kecilnya misa ini mempengaruhi ‘masa penyucian’.
Loraine Boettner berkata:
“The Irish have a saying: ‘High money, high mass; low money, low
mass; no money, no mass’” (= Orang Irlandia mempunyai pepatah:
‘Uang besar, misa besar; uang kecil, misa kecil; tidak ada uang, tidak
ada misa’) - ‘Roman Catholicism’, hal 185.

 Doa pastor.

 Surat pengampunan dosa (letter of indulgence).


Beberapa hal yang perlu diketahui tentang surat pengampunan
dosa:

 Surat pengampunan dosa ini mulai ada pada tahun 1190.

 Menjelang Reformasi (1517) surat pengampunan dosa ini dijual.


Seorang yang bernama Tetzel, pada waktu menjual surat
pengampunan dosa ini berkata:
“The moment the coin in the collection box rings, that moment the
soul from purgatory springs” (= Pada saat koin berdenting di kotak
kolekte, saat itu jiwa meloncat dari api pencucian) - Dr. Albert
Freundt, ‘History of Modern Christianity’, hal 28.
Tetzel ini dengan begitu tidak tahu malu berkata bahwa ia
menyelamatkan lebih banyak jiwa dari api pencucian dari pada
apa yang dilakukan oleh Petrus melalui khotbahnya!

 Ini direstui oleh Council of Trent pada tahun 1593.

III) Dasar dari Api Pencucian:


1) Dari Apocrypha: 2Makabe 12:38-45 yang berbunyi sebagai berikut:
“Kemudian Yudas mengumpulkan bala tentaranya dan pergilah ia ke kota
Adulam. Mereka tiba pada hari yang ke tujuh. Maka mereka menyucikan
diri menurut adat dan merayakan hari Sabat di situ. Pada hari berikutnya
waktu hal itu menjadi perlu pergilah anak buah Yudas untuk membawa
pulang jenazah orang-orang yang gugur dengan maksud untuk bersama
dengan kaum kera-bat mereka mengebumikan jenazah-jenazah itu di
pekuburan nenek moyang. Astaga, pada tiap-tiap orang yang mati itu
mereka temukan di bawah jubahnya sebuah jimat dari berhala-berhala kota
Yamnia. Dan ini dilarang bagi orang-orang Yahudi oleh hukum Taurat.
Maka menjadi jelaslah bagi semua orang mengapa orang-orang itu gugur.
Lalu semua memuliakan tindakan TUHAN, Hakim yang adil, yang
menyatakan apa yang tersembunyi. Merekapun lalu mohon dan minta,
semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang
82
IV. API PENCUCIAN
berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri
tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala
sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu.
Kemudian dikumpulkannya uang ditengah-tengah pasukan. Lebih kurang
dua ribu dirham perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk
mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan
yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan.
Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan
bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati.
Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi
sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang
mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban
penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka
dilepaskan dari dosa mereka”.

Bagaimana text seperti ini, yang sama sekali tidak berbicara tentang api
pencucian, bisa dijadikan dasar dari doktrin tentang api pencucian? Orang
Roma Katolik berkata begini: Kalau orang-orang yang mati itu ada di
surga ataupun neraka, maka tentu sia-sia mendoakan mereka. Bahwa
mereka didoakan, itu menunjukkan bahwa mereka tidak berada di surga
maupun di neraka, tetapi di api pencucian!

2) Dari Kitab Suci: Yes 4:4 Mikha 7:8-9 Zahk 9:11 Mal 3:2-3 Mat 12:32


1Kor 3:13-15 Yudas 22.

IV) Pandangan Kristen:


1) Tentang 2Makabe 12:38-45.

a) Ini termasuk dalam Apocrypha, dan Apocrypha bukan Kitab Suci.


Dalam 2Makabe ini terlihat dengan jelas pertentangan antara ajaran
Kitab Suci dan Apocrypha.
Bagian Apocrypha ini memuji tindakan mendoakan orang mati, bahkan
yang mati dalam dosa!
Kitab Suci tidak pernah menyuruh mendoakan orang yang sudah mati!
Bahkan dalam 1Yoh 5:16 dikatakan sebagai berikut:
“Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang
tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia
akan memberi hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang
tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang
itu tidak kukatakan bahwa ia harus berdoa”.
Memang ayat ini menimbulkan banyak penafsiran tentang apa yang
dimaksud dengan ‘dosa yang membawa maut’. Ada yang menganggap
bahwa ini menunjuk pada dosa yang harus dijatuhi hukuman mati, ada
pula yang menunjuk pada dosa menghujat Roh Kudus dalam Mat
12:31-32. Tetapi ada satu hal yang pasti yaitu: kalau mendoakan
orang yang melakukan dosa yang membawa maut saja sudah dilarang
(padahal orang itu masih hidup), apalagi mendoakan orang yang

83
IV. API PENCUCIAN
sudah ada di dalam maut / sudah mati! Karena itu jelas bahwa Kitab
Suci melarang doa untuk orang yang sudah mati!

b) Disamping itu, 2Makabe 12:38-45 tidak berkata apa-apa tentang api


pencucian. Andaikatapun doa untuk orang-orang yang telah mati itu
menunjukkan bahwa mereka tidak ada di surga ataupun neraka, lalu
apa dasarnya mengatakan bahwa mereka ada di ‘api pencucian’?

c) Menurut ajaran Roma Katolik sendiri orang-orang yang mempunyai


jimat seperti dalam 2Makabe itu, akan langsung masuk neraka, karena
ini termasuk mortal sin.

2) Tentang dasar Kitab Suci.


Dasar-dasar Kitab Suci mereka adalah ayat-ayat yang penafsirannya
dipaksakan. Bacalah sendiri semua ayat-ayat dalam point III, no 2 itu, dan
saudara bisa melihat bahwa tidak ada satupun ayat-ayat itu yang ber-
bicara tentang api pencucian. Jelas sekali bahwa ajaran ini keluar bukan
dari Kitab Suci tetapi dari manusia. Setelah ajarannya keluar, baru dicari-
carikan dasar Kitab Sucinya.

3) Apa yang dilakukan oleh Kristus sudah lengkap, dan ini ditunjukkan oleh:
a) Seruan Yesus di atas kayu salib yang berbunyi: ‘Sudah selesai!’ (Yoh
19:30).
b) Kristus bisa bangkit dan ini membuktikan bahwa dosa yang Dia pikul
itu memang sudah beres. Kalau tidak, karena dosa itu upahnya maut
(Ro 6:23), maka Kristus tidak bisa bangkit / harus terus mati.
c) Kristus bisa naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Ini
menunjukkan bahwa misinya membereskan dosa manusia memang
sudah selesai.

Karena itu, orang yang betul-betul percaya kepada Yesus tidak bisa
dihukum. Ini sesuai dengan Ro 8:1 yang berbunyi: “Demikianlah sekarang
tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus”.

Semua dosa, cacat cela dan ketidaksempurnaan kita sudah dibayar lunas
oleh Kristus, sehingga tidak mungkin dihukumkan lagi kepada kita, baik di
dalam dunia ini atau di api pencucian ataupun di neraka!

4) Ajaran tentang api pencucian (no II di atas) adalah ajaran yang


didasarkan pada keselamatan melalui perbuatan baik (salvation by works)
dan ini bertentangan dengan Gal 2:16,21 Ef 2:8-9.

5) Ajaran ini menyebabkan orang Roma Katolik takut pada kematian. Lebih-
lebih kalau mereka tahu bahwa mortal sins mencakup hal-hal seperti:
 pelanggaran terhadap 10 hukum Tuhan.
 apa yang sering disebut dengan istilah ‘7 dosa maut’ (the seven
deadly sins), yaitu:
 kesombongan / kecongkakan.

84
IV. API PENCUCIAN
 ketamakan / keserakahan.
 nafsu berahi.
 kemarahan.
 kerakusan.
 iri hati.
 kemalasan.
 semua pelanggaran sexual, baik melalui perbuatan, kata-kata maupun
pikiran.
 makan daging pada hari Jum’at.
 membolos dari misa hari Minggu tanpa alasan yang benar.
 mengikuti kebaktian Kristen Protestan.
 membaca Alkitab Protestan.
Catatan: Daftar ini saya ambil dari buku Loraine Boettner ‘Roman
Catholicism’, hal 200.

Jelas tidak ada orang yang bisa bebas dari mortal sins ini, dan ini
menyebabkan orang Roma Katolik takut, karena tidak adanya keyakinan
keselamatan. Paling banter mereka bisa masuk api pencucian, dan ini
menyakitkan dan menakutkan!
Perlu diketahui bahwa rasa takut seperti ini bertentangan dengan Ibr 2:14-
15 dan 1Yoh 4:17-18.

Ibr 2:14-15 berbunyi:
“Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia
juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan
mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang
berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan
mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena
takutnya kepada maut”.

1Yoh 4:17-18 berbunyi:


“Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita
mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama
seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih yang sempurna
tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab
ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut ia tidak sempurna
di dalam kasih”.

Catatan: perlu diperhatikan bahwa rasa takut yang dimaksudkan oleh


1Yoh 4:17-18 ini bukanlah seadanya rasa takut, tetapi rasa takut pada
hari penghakiman / hukuman Allah.

6) Ajaran ini menunjukkan bahwa Allah tidak adil. Yang kaya bisa bebas
dengan cepat karena bisa memberikan banyak persembahan, melakukan
misa yang besar dsb. Sedangkan yang miskin tidak bisa melakukan hal-
hal itu, sehingga tidak bisa bebas dari api pencucian. Sampai-sampai
seorang bernama Finley Peter Dunne berkata sebagai berikut:

85
IV. API PENCUCIAN
“It is as hard for a rich man to enter the kingdom of heaven as it is for a poor
man to get out of purgatory” (= Sama sukarnya bagi orang kaya untuk masuk
kerajaan surga dan bagi orang miskin untuk keluar dari api penyucian) -
‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 497

7) Penjahat yang bertobat di kayu salib masuk Firdaus / surga (Luk 23:43),


bukan neraka ataupun api pencucian. Padahal ia jelas bukan termasuk
orang percaya yang sempurna! Bahkan hampir bisa dikatakan bahwa
orang ini tidak pernah berbuat baik. Mungkin satu-satunya perbuatan baik
yang ia lakukan adalah menegur penjahat satunya yang mengolok-olok
Yesus (Luk 23:39-41). Ia bahkan belum sempat dibaptis ataupun pergi ke
gereja. Menurut ajaran Roma Katolik, orang seperti ini bukan masuk api
pencucian, tetapi langsung masuk neraka. Tetapi Yesus berkata kepada
penjahat ini bahwa hari itu juga ia akan bersama Yesus di Firdaus / surga
(Luk 23:43).
Cerita ini secara jelas menunjukkan betapa hebatnya kuasa dari
penebusan dosa yang Yesus lakukan bagi kita! Bagaimanapun hebatnya
dan banyaknya dosa saudara, hanya dengan percaya kepada Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat, saudara akan diampuni, dan dijamin
pasti masuk surga!
Dan jelas bahwa cerita ini juga menunjukkan secara meyakinkan bahwa
doktrin Katolik tentang keselamatan, api pencucian dsb, adalah ajaran
yang bertentangan dengan Kitab Suci / ajaran Yesus sendiri!

Catatan: Bahwa Firdaus adalah sama dengan surga terlihat dari


2Kor 12:2,4. Dalam ay 2 Paulus berkata surga, tetapi dalam ay 4 ia
berkata Firdaus. Ini menunjukkan kedua kata itu menunjuk pada tempat
yang sama.

8) Seorang ahli theologia yang bernama Dr. Augustus H. Strong berkata


sebagai berikut:
“But suffering has in itself no reforming power. Unless accompanied by special
renewing influences of the Holy Spirit, it only hardens and embitters the soul.
We have no Scriptural evidence that such influences of the Spirit are exerted,
after death, upon the still impenitent; but abundant evidence, on the contrary,
that the moral condition in which death finds men is their condition forever. ...
To the impenitent and rebellious sinner the motive must come, not from within,
but from without. Such motives God presents by His Spirit in this life; and
when this life ends and God’s Spirit is withdrawn, no motive to repentance will
be presented. The soul’s dislike for God will issue only in complaint and
resistance” (= Tetapi penderitaan dalam dirinya sendiri tidak mempunyai
kuasa untuk mengubah / memperbaiki. Kecuali dibarengi oleh pengaruh
memperbaharui yang khusus dari Roh Kudus, penderitaan hanya
mengeraskan dan memahitkan jiwa. Kami tidak mempunyai bukti Kitab
Suci bahwa pengaruh Roh seperti itu digunakan setelah kematian terhadap
orang-orang yang tidak / belum bertobat, tetapi sebaliknya ada banyak bukti
bahwa kondisi moral pada saat seseorang itu mati merupakan kondisinya
untuk selama-lamanya. ... Bagi orang berdosa yang tidak / belum bertobat
dan bersifat pemberontak, motivasi / dorongan harus datang, bukan dari
86
IV. API PENCUCIAN
dalam, tetapi dari luar. Motivasi / dorongan seperti itu diberikan Allah oleh
RohNya dalam hidup ini; dan pada waktu hidup ini berakhir dan Roh Allah
ditarik kembali, tidak ada motivasi / dorongan untuk bertobat yang akan
diberikan. Ketidaksenangan jiwa kepada Allah akan menghasilkan keluhan
dan perlawanan) - A. H. Strong - ‘Systematic Theology’, hal 1041-1042.

Dengan demikian adalah suatu omong kosong bahwa api pencucian bisa
menyucikan seseorang dengan menggunakan penderitaan yang begitu
hebat setelah orang itu mati.

9) Ada 2 pertanyaan serangan:

a) Mengapa misa, yang bisa melepaskan orang dari api pencucian dan
membawanya ke surga, tidak digratiskan kalau Paus / pastor-pastor itu
memang adalah orang yang baik? Sebaliknya, pada waktu ada
seseorang menderita karena kematian orang yang dicintainya, pastor
hanya mau memberikan misa dengan biaya tertentu. Jadi, boleh
dikatakan orang yang sudah menderita karena kematian orang yang ia
cintai itu, masih diperas lagi uangnya! Bukankah ini merupakan suatu
tindakan yang tidak kasih, dan bahkan kejam? Dan mengapa tuntutan
‘harus membayar’ itu bertentangan sekali dengan tawaran
keselamatan / pengampunan secara cuma-cuma dari Allah seperti
yang terlihat dalam 2 ayat di bawah ini?
Yes 55:1 - “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air,
dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum
tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa
bayaran”.
Ro 3:23-24 - “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia Allah telah
dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.

b) Bagaimana kita bisa tahu roh seseorang itu sudah pindah dari api
pencucian ke surga atau belum? Dengan kata lain, sampai kapan
keluarga dari si mati itu harus memberi persembahan, mengadakan
misa dsb?
Loraine Boettner mengutip Dr. Robert Ketcham, dalam suatu buku tipis
yang berjudul ‘Let Rome Speak for Herself’, hal 20, yang mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pastor sebagai berikut:

“How do you know, Mr Priest, when to stop praying and taking money from
your parishioners for a given case? How do you know when John Murphy
is out of purgatory? His getting out is dependent upon the saying of masses
paid for by his bereaved ones. If you stop one or two masses too soon, what
then? If you keep on saying masses for the fellow after he is out, that is bad.
It is bad either way you come at it. I ask seriously, Sir, Mr Roman Catholic
Priest, How do you know when to stop saying masses for a given individual?
Do you have some kind of a connection with the unseen world?” [=
Bagaimana kamu tahu, Tuan Pastor, kapan berhenti berdoa dan mene-
rima uang dari jemaatmu dalam suatu kasus? Bagaimana kamu tahu
87
IV. API PENCUCIAN
kapan John Murphy keluar dari api pencucian? Keluarnya dia
tergantung dari pengadaan misa yang dibayar oleh orang-orang yang
kehilangan orang yang dikasihinya. Jika kamu berhenti satu atau dua
misa terlalu cepat, lalu bagaimana? Jika kamu terus mengadakan misa
untuk seseorang setelah ia keluar (dari api pencucian) maka itu jelek.
Jadi, yang pertama maupun yang kedua sama-sama jelek. Saya bertanya
secara serius, Tuan, Tuan Pastor Roma Katolik, Bagaimana kamu tahu
kapan harus menghentikan misa untuk seorang individu tertentu?
Apakah kamu mempunyai suatu hubungan tertentu dengan dunia yang
tidak kelihatan?] - ‘Roman Catholicism’, hal 224.

Loraine Boettner lalu menambahkan:


“The fact is that Roman Catholic priest admit that they have no way of
knowing when a soul is released from purgatory” (= Faktanya adalah
bahwa pastor Roma Katolik mengakui bahwa mereka tidak mempunyai
jalan untuk mengetahui kapan jiwa seseorang itu dibebaskan dari api
pencucian) - ‘Roman Catholicism’, hal 224.

10)Loraine Boettner menceritakan percakapan antara seorang yang bernama


Norman Porter, dengan seorang pastor. Ternyata pastor itu yakin bahwa
ia tidak cukup sempurna untuk masuk surga, dan karenanya ia harus
masuk ke api pencucian bila ia mati. Ini sesuatu yang aneh, karena orang
yang betul-betul percaya kepada Yesus harus yakin akan keselamatannya
sesuai dengan 1Yoh 5:13 berbunyi: “Semuanya ini kutuliskan kepada
kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa
kamu memiliki hidup yang kekal”.

Lebih dari itu, pastor itu juga tidak tahu kapan ia akan keluar dari api
pencucian. Sesuatu yang aneh tetapi nyata adalah bahwa ia bahkan ia
juga yakin bahwa kalau Paus mati, iapun akan pergi ke api pencucian.
Loraine Boettner menutup cerita ini dengan kata-kata sinis:
“What a message for a perishing world!” (= Betul-betul suatu berita yang
hebat untuk dunia yang sedang binasa!) - ‘Roman Catholicism’, hal 232-
233.

-o0o-

88
PELAJARAN V

SAKRAMEN

Kristen hanya mempunyai 2 sakramen yaitu:


1) Baptisan.
2) Perjamuan Kudus.

Tetapi Roma Katolik mempunyai 7 sakramen yaitu:


1) Baptisan / permandian.
2) Confirmation / penguatan.
3) Eucharist / Komuni / Perjamuan.
4) Penance / Pengakuan Dosa.
5) Extreme Unction / Perminyakan (untuk orang yang mau mati)
6) Orders / Imamat (untuk orang yg mau menjadi hamba Tuhan).
7) Marriage / pernikahan.

Catatan: No 1-5 diharuskan, tetapi no 6 & 7 pilihan, artinya hanya bisa diterima
salah satu. Yang menjadi hamba Tuhan tidak boleh menikah, dan yang menikah
tidak boleh menjadi hamba Tuhan.

I) Istilah ‘Sakramen’:
 Istilah ini tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi ajarannya ada. Bandingkan
dengan istilah ‘Tritunggal’ yang juga tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi
ajarannya jelas sekali ada.

 Dahulu istilah ini berarti: Uang yang didepositkan oleh satu pihak dalam
perkara hukum.

 Istilah ‘SACRAMENTUM’ (bahasa Latin) menunjukkan suatu sumpah


setia yang dilakukan oleh seorang tentara.

 Istilah ini lalu digunakan oleh gereja untuk upacara-upacara keagamaan.

II) Syarat-syarat Sakramen:


Supaya tidak segala sesuatu dianggap sebagai sakramen, maka perlu
batasan-batasan / syarat-syarat sehinggga suatu hal itu bisa disebut sebagai
sakramen. Syaratnya:
1) Diperintahkan oleh Kristus / Allah sendiri.
2) Ada visible sign (= tanda yang bisa dilihat).
3) Ada invisible grace (= kasih karunia yang tidak kelihatan) yang dilam-
bangkan oleh visible sign tersebut.

89
V. SAKRAMEN
Berdasarkan syarat-syarat ini, maka dalam Perjanjian Lama hanya Sunat dan
Perjamuan Paskah yang dianggap sebagai sakramen, dan dalam Perjanjian
Baru hanya Baptisan dan Perjamuan Kudus yang dianggap sebagai
sakramen.

Catatan: tidak adanya ayat-ayat Kitab Suci yang mengajarkan syarat-syarat


sakramen seperti di atas, menyebabkan hal ini memang tidak bisa diterima
secara mutlak. Karena itu, dalam pembahasan 7 sakramen Roma Katolik, saya
tidak terlalu menekankan apakah itu sakramen atau bukan, tetapi saya lebih
menekankan arti dari hal yang dianggap sebagai sakramen itu.

III) Sejarah singkat 7 Sakramen:


 Sampai lebih dari 1000 tahun sesudah Kristus tidak pernah ada orang
yang mengajar bahwa ada 7 sakramen.

 Orang yang pertama yang mengajarkan adanya 7 sakramen adalah Peter


Lombard (1100-1164).

 Pada tahun 1439 Council of Florence menetapkan 7 sakramen itu.

 Akhirnya Council of Trent mengutuk orang yang menambahi atau mengu-


rangi 7 sakramen itu dengan kata-kata sebagai berikut:
“If any one saith that the sacraments of the New Law were not instituted by
Jesus Christ, our Lord; or that they are more, or less, than seven, to wit,
baptism, confirmation, the eucharist, penance, extreme unction, orders, and
matrimony; or even that any one of these seven is not truly and properly a
sacrament, let him be anathema” (= Jika seorang berkata bahwa sakramen-
sakramen dari Hukum Baru tidak diadakan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita;
atau bahwa sakramen-sakramen itu ada lebih, atau kurang, dari tujuh,
yaitu, baptisan, penguatan, komuni, pengakuan dosa, perminyakan, imamat,
dan pernikahan, atau bahkan bahwa salah satu dari tujuh sakramen ini
tidak sungguh-sungguh dan benar-benar sakramen, biarlah ia terkutuk) -
Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 189.

IV) Pembahasan 7 Sakramen Roma Katolik:


1) Baptisan:

Roma Katolik mempercayai dan mengajarkan bahwa:

a) Baptisan bukan sekedar merupakan simbol / tanda lahiriah tetapi


merupakan cara untuk melahirbarukan seseorang. Ini menyebabkan
orang itu lalu bisa taat kepada Allah.

b) Baptisan itu memberikan pengampunan atas dosa-dosa yang lalu, baik


dosa asal maupun dosa perbuatan.

90
V. SAKRAMEN

c) Baptisan ini mutlak perlu untuk keselamatan:

 Orang yang tidak dibaptis (bayi sekalipun) tidak mungkin masuk


surga. Ajaran bahwa bayi yang tidak dibaptis tidak bisa masuk
surga, banyak ditentang sehingga Roma Katolik lalu menciptakan
doktrin tentang LIMBUS INFANTUM (tempat netral antara surga
dan neraka untuk bayi-bayi yang mati sebelum dibaptis).

 Kemutlakan baptisan ini menyebabkan:


 adanya baptisan sebelum lahir (prenatal baptism).
 adanya baptisan untuk orang yang sudah koma (Saya bahkan
pernah mendengar tentang adanya baptisan terhadap orang
yang sudah mati).
Kalau mereka membaptis orang yang koma, maka ada wakil
yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan dari pastor / si
pembaptis, dan berdasarkan jawaban si wakil itu, orang koma
itu lalu dibaptis.
 ini dijadikan satu-satunya sakramen yang boleh dilakukan oleh
sembarang orang (perempuan sekalipun).

Pandangan Kristen:

a) Baptisan tidak melahirbarukan.


Baptisan memang adalah sakramen yang diperintahkan oleh Tuhan
Yesus sendiri (Mat 28:19), tetapi baptisan tidak melahirbarukan.
Kelahiran baru adalah sepenuhnya pekerjaan Roh Kudus di alam
bawah sadar dan manusia pasif total. Ini sama seperti dalam kelahiran
jasmani, dimana seorang bayi juga pasif total dan sedikitpun tidak
membantu kelahiran dirinya sendiri! Karena itu kelahiran baru tidak
mungkin terjadi oleh baptisan. Kalau baptisan bisa melahirbarukan, itu
berarti bahwa kelahiran baru adalah pekerjaan manusia yang terjadi di
alam sadar, dan ini jelas salah.
Bacalah Yoh 3:1-8 yang berbicara tentang kelahiran baru dan saudara
akan melihat bahwa dalam bagian itu terus menerus digunakan kata
bentuk pasif ‘dilahirkan’ (ay 3,4,5,6,7,8).
Dalam Kis 16:14-15 Lidia mengalami kelahiran baru (‘Tuhan membuka
hatinya’ - ay 14b), lalu ia mendengar Injil / Firman Tuhan, lalu percaya,
lalu dibaptis. Kelahiran baru memang harus terjadi lebih dulu, baru
orangnya bisa mendengar dan mengerti Injil (bdk. 1Kor 2:14), dan
percaya kepada Yesus. Ini menunjukkan bahwa bukan baptisan yang
menyebabkan kelahiran baru.

b) Baptisan tidak menyebabkan dosa diampuni.


Kita diampuni dosanya bukan karena baptisan tetapi karena kita
beriman / percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.
Kalau kita mendapat pengampunan dosa karena baptisan, itu berarti

91
V. SAKRAMEN
kita selamat karena perbuatan baik, dan itu bertentangan dengan ayat-
ayat seperti:
Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman;
itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh
karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam
Kristus Yesus”.
Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-
sialah kematian Kristus”.
Ro 3:27-28 - “Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada!
Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena
kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena
ia melakukan hukum Taurat”.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

 Ayat-ayat seperti Mark 1:4 Mark 16:16 Kis 2:38 tidak boleh


diartikan berlawanan dengan Ef 2:8-9 Gal 2:16,21 Ro 4:27-28 di
atas. Karena itu Mark 1:4 Mark 16:16 Kis 2:38 harus diartikan
bahwa iman / pertobatan, dan bukan baptisan, yang menyebabkan
kita diampuni (Bdk. Yoh 3:15-16 Kis 16:31 yang juga menekankan
iman / percaya sebagai syarat selamat). Baptisan hanya mem-
buktikan iman orang itu, artinya kalau ia memang betul-betul
percaya kepada Yesus, ia tentu mau dibaptis.

 Dalam Kis 8:13 Simon sudah dibaptis, tetapi penggambaran ten-


tang Simon dalam Kis 8:20-23 jelas menunjukkan bahwa dia belum
diampuni atau dilahirbarukan. Percayanya jelas adalah kepercaya-
an yang palsu. Jadi jelas bahwa baptisannya tidak melahirbarukan /
menyelamatkan / mengampuni dosa Simon.

 Sebaliknya, dalam Luk 19:9 Yesus berkata bahwa Zakheus sudah


selamat (karena ia percaya), padahal ia belum dibaptis.

 Kis 10:43-48 menunjukkan bahwa urut-urutannya adalah:


Mendengar Injil  percaya  selamat / terima Roh Kudus 
dibaptis.
Jadi lagi-lagi terlihat bahwa keselamatan sudah terjadi padahal
orangnya belum dibaptis.

 Kalau memang baptisan menyelamatkan dan mengampuni dosa,


lalu apa gunanya Pemberitaan Injil? Tetapi dalam Kitab Suci Pem-
beritaan Injil sangat ditekankan, dan baptisan tidak pernah dipi-
sahkan dari Pemberitaan Injil (Mat 28:19 Kis 2:41 Kis 8:4-12 Kis
8:34-38 Kis 9:4-6,17-19 Kis 10:34-38 Kis 16:14-15,31-33 Kis
18:5,8 Kis 19:5). Mengapa demikian? Jelas karena imanlah, bu-
kan baptisan, yang menyebabkan kita diselamatkan.

92
V. SAKRAMEN

c) Sekalipun baptisan adalah perintah Tuhan, tetapi baptisan tidak mut-


lak perlu untuk keselamatan.
Memang kalau kita percaya dengan sungguh-sungguh kepada Yesus,
maka kita harus mau dibaptis. Kalau seseorang berkata bahwa ia
percaya kepada Yesus tetapi ia tidak mau dibaptis, saya yakin bahwa
iman orang itu tidak sungguh-sungguh (bdk. Yak 2:17,26), dan ia tentu
tidak selamat. Tetapi dalam hal ini ia tidak selamat bukan karena
belum / tidak dibaptis, tetapi karena imannya tidak sungguh-sungguh.
Jadi, yang merupakan syarat mutlak untuk keselamatan adalah iman,
bukan baptisan! Itu sebabnya kalau ada orang yang sungguh-sungguh
percaya kepada Yesus, tetapi tidak sempat dibaptis, maka ia tetap
selamat! Contoh yang jelas dalam Kitab Suci adalah penjahat yang
bertobat (Luk 23:43). Ia tidak pernah / tidak sempat dibaptis, tetapi ia
percaya kepada Yesus dan Yesus berkata bahwa ia akan masuk
Firdaus / surga. Ini jelas menunjukkan bahwa baptisan bukan-lah
syarat mutlak untuk masuk surga.

d) Tentang:
 Limbus Infantum.
 baptisan untuk orang koma.
 baptisan untuk orang mati.
 baptisan sebelum lahir.
Semua ini tidak ada dasar Kitab Sucinya.

Tentang baptisan orang koma:


Baptisan untuk orang dewasa hanya bisa dilakukan kalau orangnya
sudah mendengar Injil dan percaya kepada Yesus. Karena itu bahwa
dalam baptisan orang koma ada wakil yang menjawab pertanyaan
pastor, itu betul-betul merupakan sesuatu yang menggelikan dan tidak
Alkitabiah.
Saya pernah mendengar ada orang koma dibaptis, tetapi ia lalu tidak
jadi mati. Dan pada waktu ia menjadi orang kristen protestan, ia lalu
dituntut untuk pergi ke gereja Katolik, berdasarkan janji wakilnya pada
waktu dibaptis. Tetapi ia berkata: itu janjinya si wakil, bukan janjiku!

Tentang baptisan orang mati:


Kalau memang orang mati bisa diselamatkan melalui baptisan, untuk
apa repot-repot memberitakan Injil / Firman Tuhan? Biarkan saja
semua orang tidak percaya Yesus, tetapi nanti kalau mereka sudah
mati kita baptiskan. Mungkin juga sebaiknya pastor pergi ke kuburan
dan membaptis semua mayat di sana.

2) Confirmation (= Penguatan):

a) Dilakukan terhadap orang yang sudah dibaptis.

93
V. SAKRAMEN
b) Dilakukan dengan penumpangan tangan dan dengan minyak dan kata-
kata:
“I sign you with the sign of the cross, and confirm you in the annointing of
salvation in the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit”
(= Aku menandai engkau dengan tanda salib dan menguatkan engkau
dalam pengurapan keselamatan dalam nama Bapa, Anak, dan Roh
Kudus) - Dr. Albert Freundt, ‘History of Modern Christianity’, hal 4.

c) Orang yang menerima sakramen ini menerima Roh Kudus / kasih


karunia Roh Kudus dengan mana ia bisa menghindari dosa-dosa pada
saat ia sudah mulai bertanggung jawab untuk tindakan-tindakannya
sendiri dan pada saat percobaan-percobaan dalam hidupnya menjadi
lebih berat. Karena itu umumnya dilakukan pada masa remaja.

d) Dasar Kitab Suci yang sering digunakan adalah Kis 14:22

Pandangan Kristen:

a) Confirmation ini bukan sakramen karena tidak memenuhi 3 persyarat-


an dalam no II di atas (Syarat-syarat sakramen). Mungkin orang
Katolik akan berkata bahwa tanda yang kelihatan adalah ‘minyak’ dan
ini melambangkan kasih karunia yang tidak kelihatan yaitu ‘Roh
Kudus’. Tetapi, dimana dalam Kitab Suci ada perintah untuk melaku-
kan hal seperti itu?

b) Orang menerima Roh Kudus pada saat ia percaya kepada Yesus


(Yoh 7:38-39 Ef 1:13). Jadi tidak ada hamba Tuhan yang diperlukan
untuk menumpangkan tangan sehingga Roh Kudus lalu diberikan.
Beberapa ayat Kitab Suci yang kelihatannya menunjukkan adanya
penumpangan tangan yang menyebabkan penerimaan Roh Kudus:

 Kis 8:14-19 kelihatannya menunjukkan gap (= selang waktu) antara


saat seseorang percaya dan saat ia menerima Roh Kudus. Dan
bagian ini kelihatannya juga menunjukkan adanya hamba Tuhan
yang dibutuhkan untuk memberikan Roh Kudus Harus diakui ayat-
ayat ini adalah bagian yang sukar yang menimbulkan banyak
perdebatan tetapi ada satu hal yang pasti, yaitu bahwa ayat-ayat ini
tidak berhubungan dengan confirmation karena di situ tidak
digunakan minyak.
Catatan: Kalau saudara ingin mengerti penafsiran dari Kis 8:14-19,
bacalah buku saya yang berjudul KHARISMATIK.

 Kis 9:17 menunjukkan bahwa Paulus ditumpangi tangan oleh


Ananias, sehingga menerima Roh Kudus. Tetapi ini juga tidak bisa
dijadikan dasar confirmation karena:
 di situ tidak digunakan minyak.
 hal ini terjadi sebelum baptisan (baptisannya baru terjadi pada
ay 18).

94
V. SAKRAMEN

 Kis 19:5-6 juga tidak bisa dijadikan dasar confirmation karena di


situ juga tidak digunakan minyak.

c) Kesucian dan pertumbuhan kekuatan iman / rohani tidak datang


karena confirmation atau sakramen tetapi karena Firman Tuhan dan
doa (Maz 119:9 Mat 26:41).

d) Dalam Kis 14:22 dikatakan bahwa Paulus dan Barnabas menguatkan


hati murid-murid / orang kristen di Antiokhia. Tetapi bagaimana Paulus
dan Barnabas menguatkan mereka? Apakah dengan sakramen,
confirmation, pengurapan mengunakan minyak? Sama sekali tidak!
Bacalah sendiri Kis 14:22 - “Di tempat itu mereka menguatkan hati
murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di
dalam iman, dan mengatakan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan
Allah kita harus mengalami banyak sengsara”.
Jelas terlihat bahwa penguatan itu diberikan dengan menggunakan
nasehat Firman Tuhan! Bagaimana mungkin ayat seperti ini bisa
dijadikan dasar dari sakramen confirmation?

3) Eucharist (= Komuni):

Sekalipun sudah dibaptis dan dikuatkan (sakramen 1 & 2), seseorang


masih bisa jatuh dalam dosa. Eucharist memberikan kasih karunia pe-
lengkap untuk kebutuhan rohani sehari-hari.

a) Makna Eucharist:
Sekalipun Eucharist mirip dengan Perjamuan Kudus dalam gereja
kristen, tetapi arti / maknanya sangat berbeda.

1. Gereja Roma Katolik percaya bahwa pada saat pastor mengucap-


kan kata-kata bahasa Latin: “HOC EST CORPUS MEUM” (= This
is my body / Inilah TubuhKu), roti dan anggur betul-betul berubah
menjadi tubuh dan darah Kristus. Doktrin ini disebut TRANSUB-
STANTIATION (= a change of substance / perubahan zat). Doktrin
ini mulai diajarkan pada abad ke 9 oleh seorang yang bernama
Radbertus yang mengatakan bahwa pada saat Eucharist, terjadi
suatu mujijat dimana roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan
darah Kristus. Transubstantiation menjadi dogma resmi pada tahun
1059 dan diproklamirkan oleh Paus Innocent III pada tahun 1215.

Catatan: Kata-kata “HOC EST CORPUS MEUM” belakangan


dipakai oleh tukang sihir / sulap dan diubah menjadi “HOCUS
POCUS”.

Teori Thomas Aquinas (1225-1274):


“The substance of bread and wine are changed into the body and blood
of Christ during communion while the accidents (appearence, taste,

95
V. SAKRAMEN
smell) remain the same” [= Zat dari roti dan anggur berubah menjadi
tubuh dan darah Kristus pada saat komuni, sementara accidentsnya
(penampilannya / kelihatannya, rasanya, baunya) tetap sama].

2. Eucharist adalah pengulangan pengorbanan Kristus!


Bahwa Roma Katolik mempunyai pandangan bahwa Eucharist
adalah suatu pengulangan pengorbanan Kristus, terlihat dengan
jelas dari:

 New York Cathechism:


“Jesus Christ gave us the sacrifice of the Mass to leave His Church
a visible sacrifice which continues His sacrifice on the cross until
the end of time. The Mass is the same sacrifice as the sacrifice of the
cross. Holy communion is the receiving of the body and the blood of
Jesus Christ under the appearence of bread and wine” (= Yesus
Kristus memberi kepada kita pengorbanan misa untuk
meninggalkan bagi GerejaNya suatu pengorbanan yang kelihatan
yang meneruskan pengorbananNya pada kayu salib sampai akhir
jaman. Misa itu adalah pengorbanan yang sama seperti
pengorbanan di kayu salib. Komuni kudus adalah penerimaan
tubuh dan darah Kristus di bawah penampilan roti dan anggur) -
Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 168.

 Pernyataan Council of Trent yang berbunyi:


“The sacrifice (in the Mass) is identical with the sacrifice of the
Cross, inasmuch as Jesus Christ is a priest and victim both. The only
difference lies in the manner of offering, which is a bloody upon the
cross and bloodless on our altars” [= Pengorbanan (dalam Misa)
adalah identik dengan pengorbanan di kayu salib, karena Yesus
Kristus adalah imam maupun korban. Satu-satunya perbedaan
terletak dalam cara pengorbanannya, yang merupakan
pengorbanan berdarah di kayu salib dan tanpa darah pada altar
kami] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 169.

 Roman Catholic Catechism of Christian Doctrine yang memuat


tanya jawab sebagai berikut:
“Is the Holy Mass one and the same sacrifice with that of the
Cross?” - Question 278 (= Apakah Misa Kudus / Suci adalah
korban yang satu dan sama dengan korban pada Salib? -
Pertanyaan 278).
“The Holy Mass is one and the same sacrifice with that of the Cross,
inasmuch as Christ, who offered Himself, a bleeding victim, on the
Cross to His Heavenly Father, continues to offer Himself in an
unbloody manner on the altar, through the ministry of His priests”
(= Misa Kudus / Suci adalah korban yang satu dan sama dengan
korban pada Salib, karena Kristus, yang mempersembahkan
diriNya sendiri sebagai korban berdarah pada Salib kepada Bapa
SurgawiNya, terus mempersembahkan diriNya sendiri dengan

96
V. SAKRAMEN
cara tidak berdarah pada altar, melalui pelayanan imam-imam /
pastor-pastorNya) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal
173-174.

Kedua point di atas (point 1. dan 2.) menyebabkan dalam gereja Roma
Katolik ada pandangan yang yang sangat tinggi terhadap pastor. Ini
terlihat dari 2 kutipan yang diberikan oleh Loraine Boettner di bawah
ini:

 Dari ketetapan Council of Trent, yang berbunyi sebagai berikut:


“The priest is the man of God, the minister of God. ... He that despiseth
the priest despiseth God; he that hears him hears God. The priest remits
sins as God, ... It is clear that their function is such that none greater
can be conceived. Wherefore they are justly called not only angels, but
also God, holding as they do among us the power and authority of the
immortal God” (= Imam / pastor adalah seorang dari Allah, pelayan
Allah. ... Ia yang menghina imam / pastor menghina Allah, ia yang
mendengarkannya mendengarkan Allah. Imam / pastor mengampuni
dosa seperti Allah, ... Jelaslah bahwa fungsi mereka adalah
sedemikian rupa sehingga tidak ada yang lebih besar yang bisa
dipikirkan / dibayangkan. Karena itu secara tepat mereka disebut
bukan hanya malaikat, tetapi juga Allah, dan di antara kita mereka
memegang kuasa dan otoritas dari Allah yang tidak bisa binasa) -
Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 51.

 Dari suatu buku Roma Katolik yang berbunyi sebagai berikut:


“Without the priest the death and passion of our Lord would be of no
avail to us. See the power of the priest! By one word from his lips he
changes a piece of bread into a God! A greater fact than the creation of
a world. If I were to meet a priest and an angel, I would salute the priest
before saluting the angel. The priest holds the place of God” [= Tanpa
imam / pastor kematian dan penderitaan Tuhan kita akan tidak ada
gunanya bagi kita. Lihatlah kuasa dari imam / pastor! Dengan satu
kata dari bibirnya ia mengubah sepotong roti menjadi Allah! Suatu
fakta yang lebih besar dari pada penciptaan suatu dunia. Jika aku
bertemu dengan seorang imam / pastor dan seorang malaikat, maka
aku akan memberi hormat kepada imam / pastor sebelum aku
memberi hormat kepada malaikat. Imam / pastor memegang tempat /
menggantikan Allah] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal
51.

b) Dalam pelaksanaan Eucharist, anggur tidak dibagikan kepada jemaat.


Mulai tahun 1414-1415 Council of Constance memutuskan bahwa
anggur tidak lagi dibagikan kepada jemaat, tetapi hanya untuk pastor-
nya saja. Jadi yang dibagikan kepada jemaat hanyalah rotinya saja.
Keputusan ini diteguhkan oleh Council of Trent (1545-1563).
Dasar pemikiran mereka:
 supaya ‘darah’ Kristus tidak tumpah.

97
V. SAKRAMEN
 dalam ‘tubuh’ sudah ada ‘darahnya’. Jadi waktu jemaat menerima
‘tubuh’, mereka sebetulnya juga menerima ‘darah’.

c) Eucharist adalah hal yang terpenting dalam misa; lebih penting dari-
pada Firman Tuhan.

d) Dahulu, orang yang mau mengikuti Eucharist / misa, harus puasa total
sejak tengah malam. Sekarang, mereka hanya puasa terhadap ma-
kanan padat 1 jam sebelum misa dan tidak perlu puasa air - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 170.

Pandangan Kristen:

a) Tubuh jasmani Kristus bukanlah Allah dan tidak bersifat ilahi, sehing-
ga tidak bersifat mahaada. Kitab Suci tidak pernah menggambarkan
bahwa tubuh Kristus bisa ada di dua tempat yang berbeda pada saat
yang sama. Sekarang, setelah kenaikan Yesus ke sorga, tubuh Kris-
tus ada di surga dan Ia hadir di dunia melalui Roh Kudus. Karena itu
dalam Perjamuan Kudus Kristus tidak hadir secara jasmani!
b) Pada waktu Yesus mengambil roti, memecah-mecahkannya dan ber-
kata “Inilah tubuhKu” (Mat 26:26), maksudnya hanyalah bahwa roti
merupakan simbol dari tubuhNya. Demikian juga pada waktu Ia
mengambil cawan anggur dan berkata “Inilah darahKu” (Mat 26:27-
28), maka maksudNya hanyalah bahwa anggur merupakan simbol dari
darahNya. Jadi tidak boleh diartikan bahwa saat itu roti betul-betul
berubah menjadi tubuh Kristus dan anggur betul-betul berubah men-
jadi darah Kristus!

Dasar penafsiran ini:


 Kalau kata-kata Yesus itu mau dihurufiahkan, bagaimana menafsir-
kan Luk 22:20, yang berbunyi: “Cawan ini adalah perjanjian baru
oleh darahKu”? Haruskah kita menafsirkan bahwa pada saat itu
‘cawan / anggur’ berubah menjadi ‘perjanjian’?
 Adam Clarke mengatakan bahwa dalam bahasa Ibrani tidak ada
kata yang berarti ‘menggambarkan / menunjukkan / berarti’, dan
karena itu kalau mereka mau berkata bahwa ‘A menggambarkan B’
maka mereka berkata ‘A adalah B’.
Contoh:
 Kej 40:12 (NASB/Lit): ‘the three branches are three days’ (= tiga
cabang itu adalah tiga hari).
 Kej 40:18 (NASB/Lit): ‘the three baskets are three days’ (= tiga
keranjang itu adalah tiga hari).
 Kej 41:26: ‘Ke 7 ekor lembu yang baik itu ialah 7 tahun, dan ke
7 bulir gandum yang baik itu ialah 7 tahun juga’.
 Kej 41:27 (NIV): ‘The 7 lean, ugly cows that came up after they
did are 7 years, and so are the 7 worthless heads of grain
scorched by the east wind: They are 7 years of famine’ (= ke 7
lembu yang kurus dan buruk yang keluar setelahnya adalah 7

98
V. SAKRAMEN
tahun, dan demikian pula ke 7 bulir gandum yang hampa dan
layu oleh angin timur itu: mereka adalah 7 tahun kelaparan).
 Daniel 7:23-24: ‘... Binatang yang ke 4 itu ialah kerajaan yang
ke 4 yang akan ada di bumi, ... Ke 10 tanduk itu ialah ke 10
raja ...’.
 Daniel 8:21: ‘Dan kambing jantan yang berbulu kesat itu ialah
raja negeri Yunani, dan tanduk besar yang di antara kedua ma-
tanya itu ialah raja yang pertama’.

Dalam Perjanjian Baru digunakan bahasa Yunani, dan dalam


bahasa Yunani memang ada kata yang berarti ‘menunjukkan /
menggambarkan / berarti’. Tetapi anehnya, Perjanjian Baru masih
sering mengikuti jejak bahasa Ibrani seperti di atas.
Contoh:
 Mat 13:37-39: ‘Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak
Manusia; ladang ialah dunia. Benih yang baik itu (ialah) anak-
anak Kerajaan dan lalang (ialah) anak-anak si jahat. Musuh
yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah
akhir jaman dan para penuai itu (ialah) malaikat’.
Catatan: kata ‘ialah’ yang ada dalam tanda kurung tidak ada
dalam Kitab Suci Indonesia, tetapi seharusnya ada.
 1Kor 10:4: ‘... batu karang itu ialah Kristus’.
 Gal 4:24-31 (lihat sendiri).
 Wah 1:20: ‘... ke 7 bintang itu ialah malaikat ke 7 jemaat dan ke
7 kaki dian itu ialah ke 7 jemaat’.
 Luk 8:9 Luk 15:26 Yoh 7:36 Yoh 10:6 Kis 10:17 (lihat ayat-
ayat ini dalam terjemahan NASB).

Kesimpulan:
Dari semua ini terlihat dengan jelas bahwa pada saat Yesus berkata
This is my body / blood (= Ini adalah tubuh / darahKu), maksudnya
ialah: roti / anggur itu menggambarkan tubuh / darahNya.
Jadi, ini sebetulnya sama dengan pada waktu Ia berkata:
 Akulah pokok anggur yang benar (Yoh 15:1).
 Akulah pintu (Yoh 10:9).
 Akulah jalan (Yoh 14:6).
 Akulah terang dunia (Yoh 8:12 9:5).
 Akulah roti hidup (Yoh 6:35).

c) Perjamuan Kudus adalah peringatan pengorbanan Kristus, dan bukan


merupakan pengulangan pengorbanan Kristus. Perhatikan 1Kor
11:24b,25b yang berbunyi:
“... perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku. ... perbuatlah ini, setiap
kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku”.
Pengulangan pengorbanan Kristus menunjukkan bahwa pengorbanan
Kristus di kayu salib belum / tidak cukup. Ini bertentangan dengan
kata-kata “sudah selesai” di kayu salib (Yoh 19:30).

99
V. SAKRAMEN
Disamping itu, Kitab Suci berulang-ulang menyatakan bahwa Kristus
hanya satu kali saja mempersembahkan tubuhNya / mencurahkan
darahNya sebagai korban bagi kita. Lihat ayat-ayat di bawah ini:
 Ibr 7:27 - “yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari
harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah
itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya
satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan
diriNya sendiri sebagai korban”.
 Ibr 9:12 - “dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke
dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba
jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya
sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal”.
 Ibr 9:22-28 (baca sendiri dalam Kitab Suci).
 Ibr 10:10-14 (baca sendiri dalam Kitab Suci).

d) Adalah sesuatu yang lucu kalau ‘korban yang tidak berdarah’ pada
altar mereka disamakan dengan ‘korban yang berdarah’ pada salib.
Perlu diketahui bahwa Kitab Suci mengatakan bahwa “tanpa
penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibr 9:22b). Ini jelas me-
nunjukkan bahwa ‘korban yang tidak berdarah’ tidak ada gunanya!

e) Baik roti maupun anggur harus dibagikan kepada jemaat karena itulah
yang diajarkan oleh Kitab Suci! (Mat 26:26-28 1Kor 11:23-26).
Dalam Mat 26:27 Yesus berkata: “Minumlah, kamu semua, dari cawan
ini”. Ini menunjukkan bahwa Yesus mengundang semua peserta
Perjamuan Kudus itu untuk juga ikut minum dari cawan anggur!
Dan dalam 1Kor 11:26,27,28,29, empat kali berturut-turut Paulus
menggabungkan ‘makan roti’ dan ‘minum dari cawan’, atau ‘makan’
dan ‘minum’. Ini jelas menunjukkan bahwa kita tidak boleh memisah-
kan kedua hal itu!

2 pertanyaan yang perlu dipertanyakan kepada orang Roma Katolik


adalah:
 Mereka tidak membagikan anggur karena takut menumpahkan ‘da-
rah Kristus’, tetapi mengapa mereka tetap membagikan roti dan
tidak takut menjatuhkan ‘tubuh Kristus’? Dan kalau ‘tubuh Kristus’
jatuh, bukankah ‘darah Kristus’ yang ada di dalamnya ikut jatuh?
 Kalau jemaat cukup menerima ‘tubuh’ karena dalam ‘tubuh’ itu ada
‘darah’, mengapa imam / pastornya tetap menerima ‘tubuh’ dan
‘darah’?

f) Yang terpenting dalam kebaktian adalah Firman Tuhan. Sakramen tak


bisa berdiri sendiri tanpa Firman Tuhan, tetapi Firman Tuhan bisa
berdiri sendiri tanpa sakramen.

g) Orang-orang yang mau ikut Perjamuan Kudus sama sekali tidak perlu
puasa. Perjamuan Kudus dalam Mat 26:26-28 diadakan segera se-
telah makan (Mat 26:20,26), sehingga itu jelas menunjukkan bahwa

100
V. SAKRAMEN
mereka tidak berpuasa lebih dahulu. 1Kor 11:27-29 memang meng-
ajarkan bahwa kita harus mempersiapkan diri menghadapi Perjamuan
Kudus, tetapi bukan dengan puasa, tetapi dengan menguji diri kita
dalam hal iman dan ketaatan kita.

h) Hal lain yang ingin saya tambahkan adalah asal usul kata Eucharist.
Kata Eucharist berasal dari kata bahasa Yunani EUCHARISTESAS
yang muncul dalam Mat 26:27 Mark 14:23 Luk 22:17,19 1Kor 11:24,
dan artinya sebenarnya adalah ‘having given thanks’ (= setelah
mengucap syukur). Karena itu, penggunaan istilah Eucharist untuk
menunjuk pada Perjamuan Kudus sebetulnya kurang cocok.

i) Penggunaan hosti.
Dari Mat 26:26 Mark 14:22 Luk 22:19 1Kor 10:16b 1Kor 11:24 sebe-
tulnya bisa terlihat dengan jelas bahwa dalam suatu Perjamuan Kudus
harus ada ‘pemecahan roti’, dan pemecahan roti ini harus dilakukan di
depan peserta Perjamuan Kudus. Ini merupakan sesuatu yang penting
dan berarti, karena ini merupakan simbol dari dihancurkannya tubuh
Kristus untuk kita. Kalau ada yang beranggapan bahwa simbol seperti
ini tidak penting dan boleh dibuang, maka saya bertanya: mengapa
tidak seluruh Perjamuan Kudusnya saja dibuang?

Perhatikan juga bunyi dari 1Kor 11:24 - “dan sesudah itu Ia mengucap
syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ’Inilah
tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku’”.

Dari bagian-bagian yang saya garisbawahi dari 1Kor 11:24 ini, jelas


terlihat bahwa Yesus memerintahkan pemecahan roti tersebut dalam
Perjamuan Kudus! Karena itu, penggunaan hosti dalam gereja Roma
Katolik maupun dalam banyak gereja Protestan, Pentakosta dan
Kharismatik yang menirunya, sekalipun merupakan sesuatu yang
praktis, jelas merupakan sesuatu yang salah, karena dalam peng-
gunaan hosti ini, simbol penghancuran tubuh Kristus dihilangkan!

Dalam tafsirannya tentang 1Kor 10:16, Charles Hodge berkata:


“The custom, therefore, of using a wafer placed unbroken in the mouth of
the communicant, leaves out an important significant element in this
sacrament” [= Karena itu, tradisi menggunakan hosti (biskuit kecil dan
tipis), yang diletakkan secara utuh di dalam mulut dari peserta komuni,
menghapuskan suatu elemen berarti yang penting dalam sakramen ini].

Dan Pulpit Commentary mengomentari 1Kor 11:24 sebagai berikut:


“The ‘broken’ is nevertheless involved in the ‘he brake it,’ which was a part
of the ceremony as originally illustrated. The breaking of the bread ought
not, therefore, to be abandoned, as in the case when ‘wafers’ are used” (=
bagaimanapun kata ‘dipecahkan’ sudah termasuk dalam ‘Ia memecah-
mecahkannya’, yang merupakan sebagian dari upacara aslinya. Karena

101
V. SAKRAMEN
itu, pemecahan roti tidak seharusnya dibuang, seperti dalam kasus
dimana digunakan hosti).

Ada hal-hal yang perlu dijelaskan sehubungan dengan komentar ini:


 Komentar ini diberikan berdasarkan 1Kor 11:24 dalam KJV yang
berbunyi: “And when he had given thanks, he brake it, and said,
Take, eat: this is my body, which is broken for you: this do in
remembrance of me” (= dan setelah Ia mengucap syukur, Ia me-
mecah-mecahkannya, dan berkata: Ambillah, makanlah: ini adalah
tubuhKu, yang dipecahkan bagi kamu: lakukanlah ini untuk meng-
ingat Aku).
 Kata-kata ‘Take, eat’ (= Ambillah, makanlah) dan ‘broken’ (= dipe-
cahkan) bisa ada dalam KJV, karena KJV menterjemahkan dari
manuscript yang menambahkan bagian ini. Jadi kata-kata itu sebe-
tulnya tidak ada dalam manuscript aslinya.
 Tetapi kata ‘he brake it’ (= Ia memecah-mecahkannya) tidak meru-
pakan penambahan! Karena itu, penafsir ini berkata, kalaupun kata
‘broken’ itu tidak ada, tetapi kata-kata ‘he brake it’ sebetulnya
sudah mencakup kata ‘broken’.

Karena itu, gereja-gereja Protestan, Pentakosta dan Kharismatik tidak


seharusnya meniru begitu saja praktek Perjamuan Kudus yang
sekalipun praktis, tetapi salah ini!

4) Penance (= Pengakuan / pengampunan dosa):

Beberapa hal yang perlu diketahui berhubungan dengan Penance ini:

a) Roma Katolik membagi dosa menjadi 2 golongan: mortal sin (= dosa


besar / mematikan) dan venial sin (= dosa kecil / remeh). Mereka tidak
punya persetujuan yang jelas tentang dosa mana yang termasuk dosa
besar dan dosa mana yang termasuk dosa kecil. Tetapi dosa-dosa di
bawah ini termasuk mortal sins:
 pelanggaran terhadap 10 hukum Tuhan.
 apa yang sering disebut dengan istilah ‘7 dosa maut’ (the seven
deadly sins), yaitu:
 kesombongan / kecongkakan.
 ketamakan / keserakahan.
 nafsu berahi.
 kemarahan.
 kerakusan.
 iri hati.
 kemalasan.
 semua pelanggaran sexual, baik melalui perbuatan, kata-kata
maupun pikiran.
 makan daging pada hari Jum’at.
 membolos dari misa hari Minggu tanpa alasan yang benar.

102
V. SAKRAMEN
 mengikuti kebaktian Kristen Protestan.
 membaca Alkitab Protestan.
Catatan: Daftar ini saya ambil dari buku Loraine Boettner ‘Roman
Catholicism’, hal 200.

Mortal sin menjatuhkan orang dari kasih karunia Allah (dengan kata
lain, orang itu kehilangan keselamatannya), tetapi dengan sakramen
pengakuan dosa / Penance ini orang itu dikembalikan ke dalam kasih
karunia dan diberi kasih karunia khusus untuk untuk bisa menghindari
dosa pada masa yang akan datang.

b) Sakramen Penance ini meliputi 4 hal:

 Pengakuan dosa kepada pastor.


Yang harus diakui adalah setiap mortal sin saja! Kalau ada yang
diloncati dengan sengaja, maka seluruh pengakuan itu dianggap
tidak sah. Dan kalau ada mortal sin yang tidak sempat diakui, maka
orang itu akan pergi ke neraka.
Pada waktu mengakui dosa, seseorang harus menceritakan
segala-galanya secara mendetail!
Loraine Boettner mengutip kata-kata seorang yang bernama Lucien
Vinet yang berkata sebagai berikut:
“A Roman Catholic, says his church, must, in order to obtain peace with
God, declare all his sinful actions, omissions and his most secret
thoughts and desires, specifying minutely the kinds of sins committed,
the number of times and all the circumstances that might alter the
gravity of a sin. A murderer is obliged to declare his crimes, a young girl
her most intimate thoughts and desires” (= Seorang Roma Katolik,
kata gerejanya, untuk mendapatkan damai dengan Allah, harus
menyatakan semua tindakan-tindakan berdosanya, hal-hal yang tidak
ia lakukan dari Firman Tuhan, dan pikiran dan keinginannya yang
paling rahasia, menyebutkan secara terperinci / teliti jenis-jenis dosa
yang dilakukan, banyaknya kali dan semua keadaan-keadaan yang
bisa mengubah beratnya suatu dosa. Seorang pembunuh wajib
menyatakan kejahatannya, seorang gadis muda harus menyatakan
pikiran-pikiran dan keinginan-keinginannya yang yang paling dalam)
- Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 211.

 Pemberian pengampunan dosa oleh pastor.


Pastor bukan sekedar punya ‘kuasa untuk menyatakan pengam-
punan dosa’ tetapi ia sendiri betul-betul punya hak untuk meng-
ampuni. Kutipan dari ‘Instruction for non-Catholics’ (buku pelajaran
untuk orang non Katolik yang mau menjadi Katolik):
“The priest doesn’t have to ask God to forgive our sins. The priest
himself has the power to do so in Christ’s name. Your sins are forgiven
by the priest the same as if you knelt before Jesus Christ and told them
to Christ himself” (= Imam / pastor tidak harus meminta Allah untuk
mengampuni dosa kita. Imam / pastor itu sendiri mempunyai kuasa

103
V. SAKRAMEN
untuk melakukan hal itu dalam nama Kristus. Dosa-dosamu
diampuni oleh imam / pastor sama seperti kalau kamu berlutut di
hadapan Yesus Kristus dan menceritakan dosa-dosa itu kepada
Kristus sendiri) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 197.

 Pemberian ‘acts of penance’ (= tindakan penebusan dosa) oleh


pastor kepada orang yang mengaku dosa. Misalnya: orang itu
ditugaskan untuk melakukan:
 pemberian derma dalam nama Yesus.
 doa Salam Maria sekian kali.
 perbuatan baik.
 puasa.
 pantang terhadap kesenangan-kesenangan tertentu.

 Pelaksanaan tindakan penebusan dosa oleh orang yang mengaku


dosa itu.

c) Kata-kata yang diucapkan sebelum mengaku / menyebutkan dosa-


dosanya adalah sebagai berikut:
“I confess to the Almighty God, to the blessed Virgin Mary, to the blessed
Michael the archangel, to blessed John the Baptist, to the holy apostles
Peter and Paul, to all the saints, and to you, father, that I have sinned
exceedingly, in thought, word and deed, through my fault, through my
grievous fault” (= Aku mengaku kepada Allah yang Mahakuasa, kepada
Pera-wan Maria yang diberkati / terpuji, kepada Mikhael Penghulu
Malaikat yang diberkati / terpuji, kepada Yohanes Pembaptis yang
diberkati / terpuji, kepada rasul-rasul yang kudus Petrus dan Paulus,
kepada semua orang-orang suci, dan kepadamu, bapa, bahwa aku telah
sangat berdosa, dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan, melalui
kesalahanku, melalui kesalahanku yang menyedihkan) - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 198.

d) Dasar Kitab Suci yang dipakai oleh Roma Katolik sebagai dasar
Sakramen Penance ini adalah: Yak 5:16 Kis 19:18 Mat 18:18 Yoh
20:21-23.

e) Loraine Boettner berkata:


“Every loyal Roman Catholics is required under pain of mortal sin to go to
confession at least once a year” (= Setiap orang Roma Katolik yang setia
diharuskan dibawah ancaman mortal sin untuk melakukan pengakuan
dosa sedikitnya sekali setahun) - ‘Roman Catholicism’, hal 198.
Ini diputuskan oleh the Fourth Lateran Council pada tahun 1215 dan
diteguhkan oleh the Council of Trent pada tahun 1546.

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci memang mengajarkan adanya tingkat dosa (Luk 12:47-48


Luk 20:47 Yoh 19:11 Kel 21:12-14). Dan karena itu memang ada dosa

104
V. SAKRAMEN
besar dan dosa kecil. Tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan
adanya dosa yang begitu kecil sehingga bisa diremehkan seperti
venial sin dalam ajaran Roma Katolik. Ro 6:23 berkata bahwa “Upah
dosa ialah maut”, dan karena itu dosa besar ataupun dosa kecil
upahnya adalah maut. Jadi jelas bahwa sebetulnya semua dosa
termasuk mortal sin.
Loraine Boettner berkata:
“But the Bible makes no such distinction between mortal and venial sins.
There is in fact no such thing as venial sin. All sin is mortal. It is true that
some sins are worse than others. But it is also true that all sins, if not
forgiven, bring death to the soul, with greater or lesser punishment as they
may deserve” (= Tetapi Alkitab tidak membuat pembedaan seperti itu
antara mortal sin dan venial sin. Faktanya adalah bahwa venial sin itu
tidak ada. Semua dosa adalah mortal / mematikan. Memang benar bahwa
beberapa dosa lebih jelek dari yang lain. Tetapi juga benar bahwa semua
dosa, jika tidak diampuni, membawa kematian pada jiwa, dengan
hukuman yang lebih besar atau lebih ringan, seperti yang layak
didapatkannya) - ‘Roman Catholicism’, hal 201

Sebaliknya, Kitab Suci juga tidak pernah mengajarkan adanya dosa


yang begitu besar sehingga bisa menghancurkan kasih karunia Allah
dan menyebabkan seseorang kehilangan keselamatannya. Sekali se-
seorang selamat, ia pasti terus selamat (Ro 5:8-10 Yoh 10:27-30).
Betapapun hebatnya dosa yang dilakukan seseorang, darah Yesus
lebih dari cukup untuk menghapus / mengampuninya! Ini memang
tidak berarti bahwa kita boleh sengaja berbuat dosa / hidup dalam
dosa! Kita harus berusaha untuk hidup suci, tetapi kalau kita gagal dan
jatuh ke dalam dosa, betapapun hebatnya dosa itu, darah Kristus tetap
mampu menghapus / mengampuninya! Semua ini sesuai dengan 1Yoh
2:1-2 - “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya
kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita
mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang
adil. Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk
dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”.

b) Beberapa pembahasan tentang 4 hal yang termasuk dalam sakramen


Penance dalam Roma Katolik:

 Dalam melakukan pengakuan dosa:


 dalam pengakuan dosa, kita harus mengakui semua dosa (bu-
kan mortal sins saja), karena tak ada dosa yang boleh diremeh-
kan.
 kita mengakui dosa-dosa itu kepada Allah melalui Yesus Kris-
tus sebagai Imam Besar / Pengantara kita. Kita tidak membu-
tuhkan hamba Tuhan yang manapun sebagai pengantara. Da-
lam Perjanjian Lama memang ada imam / imam besar sebagai
pengantara, tetapi dalam jaman Perjanjian Baru, Yesuslah satu-

105
V. SAKRAMEN
satunya pengantara / Imam Besar! Bdk. 1Tim 2:5 1Yoh 2:1 Ibr
4:14-5:10 Ibr 6:20-9:28.
 harus ada hati yang betul-betul menyesal / bertobat (Maz 51:19
Yoel 2:13 Mat 5:4).

 Yang berhak mengampuni dosa hanyalah Allah / Yesus sendiri


(Mark 2:7-12 1Yoh 1:9). Sedangkan hamba Tuhan hanya mem-
punyai kuasa untuk menyatakan bahwa dosa seseorang sudah
diampuni (berdasarkan Firman Tuhan), tetapi ia sendiri tidak bisa
mengampuni dosa.

 Tindakan penebusan dosa (the acts of Penance) menunjukkan


bahwa penebusan yang dilakukan oleh Kristus belum cukup. Ini
bertentangan dengan kata-kata ‘sudah selesai’ dalam Yoh 19:30
dan juga ini menunjukkan dengan jelas bahwa Roma Katolik
mempercayai doktrin ‘salvation by works’ (= keselamatan karena
perbuatan baik / ketaatan).

Council of Trent mengatakan sbb:


“If anyone saith that justifying faith is nothing else but confidence in
the divine mercy which remits sin for Christ’s sake alone; or, that this
confidence alone is that whereby we are justified, let him be anathema”
(= Jika seseorang berkata bahwa iman yang membenarkan adalah
keyakinan pada belas kasihan ilahi yang mengampuni dosa hanya
demi Kristus; atau, bahwa keyakinan ini adalah jalan melalui mana
kita dibenarkan, biarlah ia terkutuk) - Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 261.

Jadi berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa Council of


Trent mengutuk orang-orang yang percaya pada ‘justification /
salvation by faith’ (= pembenaran / keselamatan oleh iman) yang
merupakan doktrin utama dari semua gereja Kristen yang injili.
Jangan takut terhadap kutuk yang terkutuk itu. Amsal 26:2b
mengatakan: “kutuk tanpa alasan tidak akan kena”.

Rasul Paulus jelas sekali menekankan justification / salvation by


faith (Ef 2:8-9 Gal 2:16,21) dan ia / Firman Tuhan mengutuk orang-
orang yang mengajarkan doktrin ‘salvation by works’ (Gal 1:6-9).

c) Pengakuan yang ditujukan kepada Allah dan malaikat (Michael) dan


orang-orang yang sudah mati (Maria, Yohanes Pembaptis, Petrus,
Paulus, orang-orang suci) dan kepada pastor, jelas adalah sesuatu
yang sangat tidak Alkitabiah! Lucunya, nama Yesus dan Roh Kudus
bahkan tidak disebut-sebut!

d) Yak 5:16 dan Kis 19:18 jelas sekali bukanlah suatu pengakuan dosa


secara pribadi kepada hamba Tuhan. Jadi ayat-ayat ini tidak bisa
dijadikan dasar bagi sakramen Penance ini! Sedangkan Mat 16:19

106
V. SAKRAMEN
Mat 18:18 Yoh 20:21-23 hanya memberikan ‘declarative power’ (=
kuasa untuk menyatakan) kepada hamba-hamba Tuhan. Kalau di-
tafsirkan bahwa mereka sendiri yang diberi hak untuk mengampuni,
maka penafsiran ini akan bertentangan dengan Mark 2:7-12 dan 1Yoh
1:9 yang mengatakan bahwa hanya Allah sajalah yang berhak meng-
ampuni dosa.

e) Mengenai frekwensi pengakuan dosa, perlu kita ingat bahwa dosa


yang tidak dibereskan merusak persekutuan kita dengan Allah dan
menyebabkan doa kita tidak didengar oleh Allah (Yes 59:1-2). Ini akan
menyebabkan kita tidak akan bisa bertahan menghadapi serangan
setan sehingga akan jatuh ke dalam dosa-dosa lain. Karena itu kita
seharusnya mengaku dosa secepat kita sadar akan adanya dosa
dalam hidup kita. Dan mengingat bahwa kita semua adalah orang
berdosa, yang setiap hari berbuat dosa, maka kita seharusnya
mengaku dosa beberapa / banyak kali setiap hari (bukan setahun
sekali atau bahkan seminggu sekali). Tetapi, dalam kalangan Roma
Katolik, karena pengakuan dosa harus diberikan kepada pastor, maka
tentu saja tidak mungkin melakukan pengakuan dosa beberapa kali
dalam satu hari.

f) Keberatan lain terhadap ajaran Roma Katolik tentang hal ini:

 Pengakuan dosa kepada pastor ini menyebabkan jemaat takut


kepada pastor yang tahu semua ‘rahasia’ dari dosa-dosa atau
bahkan skandal-skandal dalam hidup mereka.
Loraine Boettner mengutip John Carrara dalam bukunya yang ber-
judul ‘Romanism Under the Searchlight’, hal 70, yang berbunyi:
“The confessional is a system of espionage - a system of slavery. The
priest is the spy in every home” (= Pengakuan dosa adalah suatu sistim
pengintaian - suatu sistim perbudakan. Imam / pastor adalah mata-
mata dalam setiap rumah) - ‘Roman Catholicism’, hal 214.

Pengakuan dosa kepada pastor merupakan pencobaan yang hebat


bagi pastor itu sendiri! Bayangkan seorang gadis muda yang jatuh
dalam perzinahan dengan pacarnya, yang harus mengaku dosa
dengan mendetail bagaimana ia dirangsang oleh pacarnya, dan
apa saja yang mereka lakukan, sampai akhirnya ia jatuh ke dalam
perzinahan. Apakah pengakuan seperti ini tidak mencobai pastor,
yang hidup membujang / tidak menikah itu, sehingga ikut terang-
sang dan jatuh ke dalam dosa perzinahan dalam hati / pikirannya?
Bukan tanpa alasan Ef 5:3-4 berkata:
“Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan
disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi
orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang kotor, yang
kosong atau yang sembrono - karena hal-hal ini tidak pantas -
sebaliknya ucapkanlah syukur”.
Kalau ada yang menjawab hal ini dengan berkata bahwa pastor
adalah orang yang iman dan kesalehannya sudah tinggi / kuat /
107
V. SAKRAMEN
hebat, dan tidak mungkin akan jatuh ke dalam dosa karena men-
dengar pengakuan dosa seperti itu, maka saya ingin menjawab
dengan suatu cerita yang saya dapatkan dari sebuah film sebagai
berikut:
Ada seorang pimpinan gangster yang mempunyai 2 orang anak, yang
seorang perempuan dan perempuan ini juga termasuk dalam gang
ayahnya, dan yang seorang lagi laki-laki, yang menjadi seorang
pastor. Suatu hari pastor itu lari dengan seorang perempuan, dan
pada waktu anak perempuan si kepala gangster itu menceritakan hal
itu kepada ayahnya, sang ayah dengan keheranan berkata: ‘Tapi, ia
seorang pastor’. Anak perempuannya dengan tenang menjawab: ‘Ia
ditahbiskan, ayah, bukan dikebiri!’.
Pointnya, pastor tetap adalah manusia biasa yang penuh dengan
dosa dan mempunyai kecondongan kepada dosa.

5) Extreme Unction (= Perminyakan):

Praktek ini dimulai pada abad ke 12. Pengurapan dilakukan oleh pastor
terhadap orang yang mau mati, dengan menggunakan minyak suci dan
disertai doa khusus. Yang diberi minyak adalah mata, telinga, hidung,
tangan, dan kaki orang tersebut. Sakramen ini tidak menjamin orang itu
akan pergi ke surga, tetapi paling-paling ke api pencucian.
Ayat Kitab Suci yang sering dipakai sebagai dasar dari sakramen ini ada-
lah Yak 5:14-15.

Pandangan Kristen:

a) Tidak ada dasar Kitab Suci untuk praktek / sakramen ini! Dalam
Yak 5:14-15, doa dan pengolesan minyak dilakukan dengan tujuan
untuk menyembuhkan orang itu, bukan untuk mempersiapkan orang
itu menghadapi kematian! Jadi jelas sekali bahwa Yak 5:14-15 tidak
bisa dijadikan dasar Kitab Suci bagi sakramen ini.

b) Seseorang yang sudah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai


Tuhan dan Juruselamatnya, setiap saat siap menghadapi kematian.
Penebusan yang Yesus lakukan baginya, tidak memungkinkan ia di-
hukum oleh Allah (Ro 8:1). Sebaliknya, kalau seseorang belum per-
caya kepada Yesus, ia tidak akan bisa disiapkan menghadapi kema-
tian dengan cara apapun!

Pertanyaan yang perlu saudara renungkan adalah: sudah siapkan


saudara menghadapi kematian? Ingat bahwa kematian bisa datang
kapan saja, dan celakalah saudara kalau kematian datang dan saudara
belum siap! Tanpa Yesus sebagai Juruselamat / Penebus, saudara harus
menanggung sendiri hukuman dosa-dosa saudara di neraka sampai
selama-lamanya!

6) Orders (= Imamat):
108
V. SAKRAMEN

Sakramen ini diberikan untuk orang-orang yang mau menjadi hamba


Tuhan supaya orang-orang itu bisa melayani Sakramen. Orang yang
menerima sakramen ini tidak boleh menerima sakramen yang ke 7 karena
mereka harus hidup celibat (= tidak menikah).
Dasar yang sering dipakai untuk tidak kawinnya hamba Tuhan adalah Mat
19:12 1Kor 7:1,7a,32-34,38.

Pandangan Kristen:

a) Tidak ada dasar Kitab Suci untuk sakramen ini.

b) Hamba Tuhan boleh menikah.

 Larangan menikah bagi hamba Tuhan dilandasi oleh suatu pan-


dangan bahwa ada sesuatu yang kotor / najis dalam pernikahan /
hubungan sex, dan karena itu kehidupan seseorang yang mem-
bujang lebih suci dari pada kehidupan seseorang yang menikah
(Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 299,301).
Loraine Boettner mendukung kata-katanya ini dengan mengutip
keputusan Council of Trent (tahun 1545) sebagai berikut:
“Whoever shall affirm that the conjugal state is to be preferred to a life
of virginity or celibacy, and that it is not better and more conducive to
happiness to remain in vir-ginity or celibacy, than to be married, let him
be accursed” (= Siapapun yang menegaskan bahwa keadaan menikah
harus lebih dipilih dari pada kehidupan keperawanan atau
membujang, dan bahwa tidaklah lebih baik dan lebih mendatangkan
kebahagiaan kalau tetap dalam keperawanan atau membujang, dari
pada kalau menikah, biarlah ia terkutuk) - ‘Roman Catholicism’, hal
308.
Tetapi ini jelas merupakan pandangan yang salah, karena perni-
kahan diadakan oleh Tuhan sendiri, dan hal itu sudah ada sebe-
lum manusia jatuh ke dalam dosa (Kej 2:18-25). Khususnya
bacalah Kej 2:18 - “TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau
manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong
baginya, yang sepadan dengan dia.’”.
Kalau saudara lebih memilih kata-kata sesat dari Council of Trent
tersebut dari pada kata-kata Allah dalam Kej 2:18, maka saudara
memang bukan hanya bodoh tetapi juga sesat!
Juga kalau membujang lebih baik dari pada menikah, bagaimana
Amsal 18:22 bisa berkata: “Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu
yang baik, dan ia dikenan TUHAN”?

 Boleh menikahnya hamba Tuhan ditunjukkan dengan sangat jelas


oleh ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini:
 Harun, yang merupakan imam besar, menikah dengan Eliseba
dan mempunyai anak-anak (Kel 6:22). Dan Tuhan menyerah-
kan jabatan imam kepada keturunan Harun (Kel 28:1).

109
V. SAKRAMEN
 Im 21:7,13,14 memberikan peraturan tentang pernikahan se-
orang imam, dan Im 21:9 memberikan peraturan tentang anak
perempuan seorang imam yang bersundal. Semua ini menun-
jukkan bahwa dalam jaman Perjanjian Lama, seorang imam
boleh menikah dan punya anak. Kita memang melihat banyak
sekali contoh dalam Perjanjian Lama tentang imam yang me-
nikah dan punya anak seperti imam Eli, Samuel, dsb. Demikian
juga Zakharia juga menikah dan mempunyai anak Yohanes
Pembaptis (Luk 1).
 Mark 1:30 - kata-kata ‘ibu mertua Simon’ jelas menunjukkan
bahwa Simon Petrus, yang oleh Roma Katolik dianggap seba-
gai Paus I, mempunyai istri.
 1Kor 9:5 jelas menunjukkan bahwa rasul-rasul mempunyai istri.

c) Sekarang mari kita membahas Mat 19:12, tetapi sebaiknya kita mem-


bahasnya mulai Mat 19:11.
Mat 19:11 - “Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Tidak semua
orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai
saja’”.
Ada beberapa hal yang perlu dibahas dari ayat ini:
 ‘Akan tetapi’.
Kata ‘tetapi’ selalu mengkontraskan bagian yang ada di depannya
dengan bagian yang ada di belakangnya. Jadi, dari kata ‘tetapi’ ini
sudah jelas bahwa Yesus tidak setuju dengan kata-kata murid-
muridNya dalam Mat 19:10 yang menyatakan bahwa tidak kawin itu
lebih baik.
 ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu’.
Kata ‘mengerti’ itu salah terjemahan.
NIV / NASB: accept (= menerima).
KJV / RSV: receive (= menerima).
Jadi terjemahan seharusnya adalah ‘menerima’, dan artinya ada-
lah: tidak semua orang bisa tidak kawin.
Catatan: kesalahan penterjemahan yang sama terjadi pada Mat
19:12b.
 ‘Hanya mereka yang dikaruniai saja’.
Artinya adalah: hanya mereka yang diberi karunia untuk tidak kawin
bisa / boleh hidup membujang (celibat).

Sekarang kita meninjau Mat 19:12 yang berbunyi:


“Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian
dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang
lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena
kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat
mengerti hendaklah ia mengerti”.

Kelihatannya ini mengajarkan tentang orang yang tidak kawin demi


Kerajaan Sorga. Apakah ini mendukung pandangan Roma Katolik

110
V. SAKRAMEN
tentang hamba Tuhan yang tidak menikah? Untuk menjawab perta-
nyaan ini, mari kita melihat penjelasan tentang Mat 19:12 di bawah ini.
Beberapa hal yang perlu dijelaskan dari ayat ini:
 ‘Orang yang tidak dapat kawin’.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘eunuchs’ (= sida-sida, orang yang dikebiri).
 Dalam ayat ini Yesus berbicara tentang 3 golongan orang yang
tidak kawin / tidak bisa kawin:
 Orang yang memang tidak bisa kawin dari lahir. Ini adalah
orang-orang yang lahir dalam keadaan tidak normal pada alat
kelamin mereka sehingga mereka memang tidak bisa kawin.
 Orang yang dijadikan demikian oleh orang lain.
Ini menunjuk kepada orang-orang semacam sida-sida / penjaga
harem raja yang dikebiri oleh raja, supaya jangan terjadi ‘pagar
makan tanaman’ (bdk. 2Raja-raja 20:18 Ester 2:14-15).
 Orang yang membuat dirinya sendiri demikian (sengaja tidak
kawin) karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga
Bagian ini menunjuk kepada orang yang secara sengaja tidak
mau kawin (sekalipun ia bisa kawin) demi Tuhan / gereja (Bdk.
1Kor 7:32-35)!
Tetapi, bagaimanapun juga gol ke 3 ini tetap harus memperha-
tikan Mat 19:11, yang sudah saya bahas di atas, yang menyata-
kan bahwa hanya orang-orang tertentu, yang dikaruniai dengan
karunia untuk tidak menikah, bisa tidak menikah! Jadi, tidak
semua orang boleh tidak kawin demi Tuhan / gereja. Mereka
hanya boleh tidak kawin demi Tuhan / gereja, kalau mereka
mempunyai karunia untuk tidak kawin! Kalau mereka tidak
mempunyai karunia untuk tidak menikah, tetapi mereka
memaksakan diri untuk tidak menikah, maka bisa-bisa mereka
menjadi hangus oleh hawa nafsu. Dan dalam 1Kor 7:9, Paulus
berkata: “Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri,
baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus
oleh hawa nafsu”.

d) Sekarang kita membahas 1Kor 7:1,7a,8,26-27,32-34,37-38,40.


Ada beberapa hal yang perlu kita mengerti tentang bagian ini:

 Dalam 1Kor 7 ini, khususnya pada ay 1,7a,8,26-27,32-34,37-38,40,


kelihatannya Paulus mempunyai pandangan yang rendah tentang
pernikahan, atau kelihatannya ia berpandangan bahwa tidak kawin
lebih baik dari pada kawin. Tetapi benarkah itu? Tidak mungkin,
karena:
 Itu bertentangan dengan Kej 2:18 dimana Tuhan sendiri
berkata: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku
akan menjadikan seorang penolong baginya, yang sepadan
dengan dia”.
 Itu bertentangan dengan Kej 1:28 dan Kej 9:1 dimana Tuhan
memerintahkan manusia untuk berkembang biak.

111
V. SAKRAMEN
 Itu bertentangan dengan 1Tim 4:3 dimana Paulus sendiri me-
nyerang orang yang melarang orang kawin, dan juga dengan
1Tim 5:14 dimana Paulus menganjurkan janda untuk kawin lagi.
 Itu bertentangan dengan apa yang ia sendiri katakan dalam Ef
5:22-33 dimana ia menggambarkan hubungan suami dengan
istri itu seperti hubungan Kristus dengan gereja / jemaat, yang
jelas menunjukkan suatu hubungan yang indah / mulia.
Jadi, apa yang ia katakan dalam 1Kor 7 ini bukanlah rumus umum
(general rule), tetapi hanya berlaku untuk keadaan saat itu, yang
merupakan keadaan darurat. Bahwa saat itu adalah keadaan da-
rurat, ia nyatakan secara jelas dalam 1Kor 7:26 dimana ia berkata:
“Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang,
adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya”.
Keadaan darurat itu bisa juga terlihat dari 1Kor 7:29a dimana
Paulus berkata: “Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu:
waktu telah singkat!”.
Kita memang tidak tahu keadaan darurat apa yang ada pada saat
itu, tetapi yang jelas ada banyak hal dalam 1Kor 7 ini yang hanya
berlaku untuk keadaan darurat tersebut.

 Dalam keadaan darurat itupun Paulus bukannya melarang orang


kawin, tetapi hanya menganjurkan untuk tidak kawin bagi mereka
yang mempunyai karunia untuk tidak kawin.
Ini terlihat dari:
 1Kor 7:1b-2 dimana Paulus berkata: “Adalah baik bagi laki-laki,
kalau ia tidak kawin, tetapi mengingat bahaya percabulan,
baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap
perempuan mempunyai suaminya sendiri”.
 1Kor 7:7-9 dimana Paulus berkata: “Namun alangkah baiknya,
kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari
Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain
karunia itu. Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan
kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal
dalam keadaan seperti aku. Tetapi kalau mereka tidak dapat
menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin
dari pada hangus karena hawa nafsu”.
 1Kor 7:28a dimana Paulus berkata: “Tetapi, kalau engkau
kawin, engkau tidak berdosa. Dan kalau seorang gadis kawin, ia
tidak berbuat dosa”.
 1Kor 7:36-38 - “Tetapi jikalau seorang menyangka, bahwa ia
tidak berlaku wajar terhadap gadisnya, jika gadisnya itu telah
bertambah tua dan ia benar-benar merasa, bahwa mereka harus
kawin, baiklah mereka kawin, kalau ia menghendakinya. Hal itu
bukan dosa. Tetapi kalau ada seorang, yang tidak dipaksa untuk
berbuat demikian, benar-benar yakin dalam hatinya dan benar-
benar menguasai kemauannya, telah mengambil keputusan untuk
tidak kawin dengan gadisnya, ia berbuat baik. Jadi orang yang

112
V. SAKRAMEN
kawin dengan gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak kawin
dengan gadisnya berbuat lebih baik”.

 Satu hal yang sangat penting dalam persoalan ini adalah bahwa
kalau saudara membaca seluruh 1Kor 7, saudara akan melihat
dengan jelas bahwa 1Kor 7 ini tidak ditujukan hanya kepada hamba
Tuhan, tetapi kepada semua orang kristen biasa. Jadi kalau Roma
Katolik toh mau memaksakan bagian ini sebagai dasar untuk
melarang kawin, maka larangan itu harus ditujukan kepada semua
orang Katolik, bukan hanya pastor / susternya!

 Suatu tambahan penjelasan tentang 1Kor 7 adalah: sekalipun da-


lam 1Kor 7 ini Paulus itu menyatakan dirinya tidak kawin, itu tidak
berarti bahwa ia tidak pernah kawin. Alasannya:
 Sebelum menjadi orang kristen, Paulus adalah seorang rabi
Yahudi, dan ia taat pada agama Yahudi. Dan dalam agama
Yahudi, ‘kawin’ merupakan suatu keharusan. William Barclay
berkata bahwa orang Yahudi mempunyai kepercayaan sebagai
berikut: “Seven were said to be excommunicated from heaven, and
the list began, ‘A Jew who has no wife; or who has a wife but no
children’” (= Dikatakan bahwa ada tujuh yang dikucilkan dari
surga, dan daftarnya dimulai dengan: ‘Seorang Yahudi yang tidak
mempunyai istri, atau yang mempunyai istri tetapi tidak
mempunyai anak).
 Dalam Kis 26:10 Paulus berkata bahwa ia ikut memberi suara,
dan itu menunjukkan bahwa ia adalah anggota Sanhedrin /
Mahkamah Agama Yahudi. Dan William Barclay berkata bahwa
syarat keanggotaan Sanhedrin adalah ‘sudah kawin’.
Jadi, jelas bahwa Paulus sendiri pernah kawin, tetapi mungkin
istrinya mati atau menceraikan dia pada saat ia menjadi orang
kristen, dan Paulus lalu tidak kawin lagi.

e) Saya bahkan berpendapat bahwa seorang hamba Tuhan sebaiknya


menikah. Mengapa? Karena hamba Tuhan yang tidak menikah tidak
pernah mengalami problem-problem dalam pernikahan, baik problem
suami istri maupun problem anak dsb, dan ini akan menyebabkan ia
tidak mengerti tentang problem-problem itu dalam kehidupan jemaat
dan karena itu tentu saja tidak bisa menanganinya.
Bandingkan dengan Ibr 2:18 dan Ibr 4:15 yang menunjukkan bahwa
Yesus pernah mengalami penderitaan / pencobaan, dan karena itu Ia
bisa bersimpati dan menolong kita yang menderita / dicobai.
Sebaliknya, hamba Tuhan yang tidak pernah mengalami problem
keluarga (karena tidak berkeluarga), tidak bisa bersimpati apalagi
menolong jemaatnya yang mempunyai problem keluarga!

7) Marriage (= Pernikahan):

113
V. SAKRAMEN
a) Pernikahan dianggap sebagai sakramen berdasarkan Kitab Suci
bahasa Latin terjemahan Jerome (Vulgate), yang oleh Council of Trent
dijadikan versi yang diilhamkan untuk gereja Roma Katolik.
Ef 5:31-32 - “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Rahasia ini besar ...”.
Kata-kata yang digarisbawahi itu oleh Jerome diterjemahkan “This is a
great sacrament” (= Ini adalah sakramen yang besar).

b) Sakramen ini menyebabkan hubungan sex tidak dianggap sebagai


percabulan / perzinahan.

c) Loraine Boettner berkata: “Since marriage was held to be a sacrament,


that placed it entirely under the control of the church; for only the church
can administer a sacrament. Civil marriage was declared to be unlawful” (=
Karena pernikahan dianggap sebagai suatu sakramen, itu menempatkan
pernikahan sepenuhnya dibawah kontrol gereja; karena hanya gereja
yang bisa melaksanakan suatu sakamen. Pernikahan sipil dinyatakan
sebagai tidak sah) - ‘Roman Catholicism’, hal 333-334.

Pandangan Kristen:

a) Kitab Suci memang mengajarkan bahwa pernikahan diadakan oleh


Allah sendiri, tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan bahwa perni-
kahan adalah suatu sakramen.
Terjemahan Jerome di atas jelas salah, karena kata Yunani yang ia
terjemahkan sebagai sacrament dalam Ef 5:32 itu adalah MUSTE-
RION yang artinya adalah mystery (= rahasia).
Orang kristen perlu mencamkan bahwa pernikahan bukanlah merupa-
kan suatu sakramen, khususnya pada waktu mau menikah / menikah-
kan anak. Dalam membuat undangan pernikahan, jangan asal meniru
undangan pernikahan dari orang Roma Katolik, yang menyebutkan
pernikahan itu sebagai sakramen (The Sacrament of Holy Matrimony /
sakramen pernikahan kudus), karena dalam Kristen itu bukan
sakramen! Saya mengatakan ini karena saya sudah 2 x melihat
undangan pernikahan kristen yang menggunakan kata-kata Katolik
seperti itu.

b) Sekalipun pernikahan itu bukan suatu sakramen, tetapi itu tetap


diadakan oleh Allah sendiri, dan karenanya orang yang melakukan
hubungan sex dalam suatu pernikahan resmi, jelas tidak melakukan
perzinahan / percabulan.

c) Pernikahan sipil tetap sah dan tidak perlu diulang.


Jaman sekarang ada banyak orang kristen yang meminta supaya
pernikahannya diberkati ulang, karena dahulu pada waktu menikah,
mereka belum kristen sehingga tidak menikah secara kristen. Lucunya
ada banyak gereja / hamba Tuhan yang mau menuruti permintaan ini.
Saya berpendapat bahwa ini adalah hal yang tidak berdasar. Kalau-
114
V. SAKRAMEN
pun dahulu mereka menikah tidak secara kristen, itu tetap sah, dan
pada waktu mereka menjadi kristen, maka baik diri mereka maupun
pernikahan mereka sudah disucikan oleh darah Kristus, sehingga tidak
dibutuhkan pemberkatan / pernikahan ulang.

-o0o-

115
PELAJARAN VI

PATUNG, SIMBOL SALIB


& RELICS

I) Patung:
A) Sejarah singkat:

 Pada awal abad ke 4 banyak orang kafir masuk ke gereja karena


Constantine menjadikan kristen sebagai agama seluruh kekaisaran
Romawi.
 Pada awal abad ke-7 ‘Paus’ Gregory the Great (590-604) secara resmi
menyetujui penggunaan patung-patung dalam gereja tetapi tidak untuk
disembah.
 Pada abad ke-8 doa mulai ditujukan kepada patung-patung.
 Pada tahun 725 / 726 Kaisar Leo III menentang penggunaan patung-
patung. Terjadi perdebatan soal patung sampai tahun 787 dimana
Council of Nicea memutuskan bahwa penyembahan / pemujaan
patung-patung dan gambar-gambar diijinkan.
 Thomas Aquinas (1225-1274) mempertahankan penggunaan patung
karena dianggap penting untuk orang-orang yang buta huruf.
 Council of Trent memutuskan: “The images of Christ and the Virgin
mother of God, and of the other saints, are to be had and to be kept,
especially in churches, and due honor and veneration are to be given them”
(= Patung-patung Kristus dan bunda perawan dari Allah dan orang-
orang suci yang lain harus dimiliki dan dijaga / dipelihara, khususnya di
gereja-gereja, dan hormat dan pemujaan yang seharusnya / selayaknya
harus diberikan kepada mereka) - Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 279.

B) Dasar penggunaan patung:

 Pada abad ke 4 itu kebanyakan orang tidak bisa membaca. Jadi


dibutuhkan benda-benda yang yang bisa dilihat untuk mewakili orang-
orang / tokoh-tokoh Kitab Suci. Argumentasi ini dipertahankan oleh
Thomas Aquinas (1225-1274).
 Tuhan juga menyuruh Musa membuat patung kerub di Ruang Maha
Suci (Kel 25:10-21).
 Tuhan menyuruh Musa membuat patung ular (Bil 21:4-9).

C) Teori dan praktek penggunaan patung:

116
VI. PATUNG, SIMBOL SALIB & RELICS
1) Teori: Bukan patung yang disembah tetapi orang / roh yang diwakili
oleh patung itu.

2) Praktek:
 Banyak orang yang tidak mengerti perbedaan antara patung dan
orang / roh yang diwakili oleh patung. Misalnya: orang yang tidak
berpendidikan dan anak-anak kecil. Sehingga mereka betul-betul
menyembah patung-patung itu.
 Patung-patung itu ditempatkan di gereja, rumah sakit, rumah
sekolah, mobil dsb. Patung-patung itu disembah, dicium, diberi
menyan, didoai, dibawa dalam arak-arakan.
Lenski (tentang Kis 10:25-26): “In great St. Peter’s in Rome they still kiss
the big toe of the bronze statue of St. Peter; the writer saw a woman and her
baby in the act, and if the guide, a learned Italian professor, may be believed,
that bronze toe is kissed away and has to be renewed about every so often.
Peter ought to visit St. Peter’s” [= Di dalam gereja Santo Petrus yang agung
di Roma mereka (orang-orang Katolik) tetap mencium ibu jari kaki dari
patung perunggu dari Santo Petrus; penulis melihat seorang perempuan
dan bayinya melakukan tindakan itu, dan jika si pemandu, seorang profesor
Italia yang terpelajar, bisa dipercayai, ibu jari kaki perunggu itu dicium
habis dan harus diperbaharui setiap beberapa waktu. Petrus seharusnya
mengunjungi gereja Santo Petrus] - hal 412.

D) Pandangan Kristen:

1) Kel 20:4-5 Im 26:1 1Yoh 5:21 2Kor 6:16 dengan jelas mengecam


penyembahan berhala.

2) Orang-orang Katolik menghapuskan hukum ke II (tentang larangan


membuat dan menyembah patung) dari 10 hukum Tuhan versi
mereka. Kalau merasa bahwa penggunaan patung itu bukan untuk
penyembahan berhala, mengapa mereka menghapuskan hukum ke II
itu?

3) Sekalipun secara teoritis orang-orang Katolik menyembah orang / roh


yang diwakili oleh patung, ini tetap salah karena:

a) Kita hanya boleh menyembah Allah (Mat 4:10). Malaikat dan rasul-


rasul menolak penyembahan (Wah 19:10 Wah 22:8-9 Kis 10:25-
26 Kis 14:10-18), dan Herodes dibunuh oleh Allah karena mene-
rima penghormatan ilahi (Kis 12:20-23).

Memang doktrin Katolik membedakan 3 macam penyembahan:


 LATRIA - penyembahan kepada Allah.
 DULIA - penyembahan kepada malaikat dan orang-orang suci.
 HYPER DULIA - penyembahan kepada Maria
Tetapi, dalam kenyataannya jarang orang Katolik yang mengerti hal
ini dan apa yang mereka lakukan terhadap Allah, Maria, orang-

117
VI. PATUNG, SIMBOL SALIB & RELICS
orang suci dan malaikat persis sama, sehingga tidak ada alasan
untuk membedakan penyembahan menjadi 3 macam seperti itu.

b) Penyembahan kepada Allah atau Yesus melalui patung tetap dila-


rang oleh Kitab Suci. Contoh:
1. Kel 20:4-5 (hukum ke II).
Hukum I (Kel 20:3) menekankan bahwa obyek / tujuan penyem-
bahan haruslah benar yaitu Allah sendiri, sedangkan hukum ke
II (Kel 20:4-5) menekankan bahwa caranya harus benar (tidak
boleh melalui patung). Karena itu kalau orang menyembah Allah
(tujuannya benar), tetapi melalui patung (caranya salah), itu
tetap dosa!
2. Kel 32.
Israel menyembah anak lembu emas, tetapi perhatikan Kel 32:5
dimana Harun berkata: ‘Besok hari raya bagi TUHAN’. Jadi
mereka menyembah Tuhan, dengan perantaraan anak lembu
emas itu. Tetapi ini tetap dianggap oleh Tuhan sebagai dosa.

4) Patung kerub (Kel 25:10-21) dan ular tembaga (Bil 21:4-9) tidak dibe-


rikan / dibuat untuk disembah! Memang patung ular tembaga akhirnya
disembah sehingga akhirnya dihancurkan oleh raja Hizkia (2Raja-raja
18:4).

5) Loraine Boettner menuliskan:


“But how very foolish is the practice of idolatry
For life man prays to that which is dead
For health he prays to that which has no health or strength
For a good journey he prays to that which can not move a foot
For skill and good success he prays to that which can not do anything
For wisdom and guidance and blessing he commits himself to a senseless
piece of wood or stone”

Terjemahannya adalah sebagai berikut:


“Tetapi betapa bodohnya praktek penyembahan berhala
Untuk hidup manusia berdoa kepada sesuatu yang mati
Untuk kesehatan ia berdoa kepada sesuatu yang tidak mempunyai
kesehatan atau kekuatan
Untuk perjalanan yang baik ia berdoa kepada sesuatu yang tidak bisa
menggerakkan kaki
Untuk keahlian dan keberhasilan yang baik ia berdoa kepada sesuatu
yang tidak dapat melakukan apapun
Untuk hikmat dan pimpinan dan berkat ia menyerahkan dirinya sendiri
kepada sepotong kayu atau batu yang tidak mempunyai pikiran”.
(dari buku ‘Roman Catholicism’, hal 282).

Ada beberapa ayat Kitab Suci yang menunjukkan kebodohan pe-


nyembahan berhala, seperti Ul 4:28 Maz 115:4-8 Yes 2:8 Yer 10:5.
Tetapi mungkin ayat / text yang menunjukkan kebodohan
penyembahan berhala secara paling menyolok adalah Yes 44:14-20
118
VI. PATUNG, SIMBOL SALIB & RELICS
yang berbunyi sebagai berikut: “Mungkin ia menebang pohon-pohon
aras atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu mem-
biarkannya tumbuh menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau
ia menanam pohon salam, lalu hujan membuatnya besar. Dan kayunya
menjadi kayu api bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan
diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar roti. Tetapi juga ia
membuatnya menjadi allah lalu menyembah kepadanya; ia menger-
jakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. Setengahnya dibakar-
nya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan
daging yang dipanggangnya itu sampai kenyang; ia memanaskan diri
sambil berkata: ‘Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan
kepanasan api.’ Dan sisa kayu itu dikerjakannya menjadi allah, menjadi
patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa
kepadanya, katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku!’ Orang
seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab
matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya
tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. Tidak ada yang
mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian
untuk mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas
baranya juga sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging, lalu ku-
makan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan
aku akan menyembah kepada kayu kering?’ Orang yang sibuk dengan
abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia tidak dapat menye-
lamatkan jiwanya atau mengatakan: ‘Bukankah dusta yang menjadi
peganganku?’”.

II) Simbol salib:


 Baru mulai ada tahun 312. Pada tahun 312 itu Constantine berperang di
Eropa Barat. Tradisi berkata bahwa pada waktu itu ia berdoa kepada
dewa-dewa kafir tetapi tidak ada jawaban. Lalu ia melihat di langit suatu
cahaya berbentuk salib dengan tulisan bahasa Latin “IN HOC SIGNO
VINCES” (= In this sign conquer / dalam tanda ini kalahkanlah). Setelah
itu ia menyeberang ke Italia dan menang. Lalu ia menganggap bahwa
tanda itu datang dari Tuhan dan sejak saat itu ia menggunakan bendera
dengan tanda salib setiap kali ia berperang.
 Tidak ada bukti yang membenarkan tradisi ini.
 Tidak diketahui dengan pasti apakah Constantine adalah orang kristen
yang sungguh-sungguh atau tidak (ia tidak mau dibaptis sampai ia hampir
mati pada tahun 337).
 Memang tidak ada ayat Kitab Suci yang memerintahkan kita mengguna-
kan tanda salib itu. Tetapi dalam Kitab Suci juga tidak ada larangan untuk
menggunakan tanda salib ini. Jadi, tidak ada salahnya menggunakan
tanda salib itu sepanjang kita tidak menyembahnya.

III) Relics:

119
VI. PATUNG, SIMBOL SALIB & RELICS
Yang dimaksud dengan relics adalah potongan tulang orang-orang suci atau
benda-benda yang pernah dipakai / disentuh orang-orang suci dalam
hidupnya. Relics ini dianggap mempunyai kekuatan supranatural (bisa
melakukan mujijat) dan relics ini mempunyai tempat yang penting dalam
gereja Roma Katolik.

Contoh relics:
 potongan kayu salib yang asli.
 paku asli yang digunakan untuk memaku Yesus.
 duri dari mahkota duri asli yang dipakaikan pada Yesus.
 jubah / kain kafan Tuhan Yesus.
 seikat rambut Maria, cincin kawin Maria, sebotol air susu Maria.
 bulu sayap Gabriel yang rontok waktu ia mengunjungi Maria dan membe-
ritakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan Yesus.
 darah St. Januarius, orang suci pelindung Naples, Italia, yang setiap tahun
mencair tiga kali.
 Rumah Maria di Loretto, Italia.
Rumah berukuran 28 kaki x 12 kaki ini dipercaya oleh orang Roma Katolik
sebagai rumah yang ditempati Yesus dan Maria di Nazaret, Palestina.
Setelah Kristus naik ke surga Maria terus hidup di situ sampai mati
[Catatan: ini bertentangan dengan Yoh 19:26-27 yang mengatakan bahwa
Maria diterima oleh Yohanes (= murid yang dikasihi Yesus) di rumahnya].
Ketika Nazaret diserang oleh tentara Romawi, rumah itu dijaga secara
mujijat sehingga tidak dapat dimasuki atupun disentuh oleh tentara
Romawi. Dikatakan bahwa pada tahun 1291, ketika Nazaret diserang oleh
orang Saracen, rumah itu diangkat oleh malaikat dan dibawa
menyeberang laut dan dipindahkan ke Dalmatia di Makedonia, dan
diletakkan di sebuah bukit. Orang-orang Dalmatia memperlakukan rumah
itu dengan baik dan menyembahnya. Selama 3 tahun 7 bulan rumah itu
ada disana dan dikunjungi oleh banyak orang. Tiba-tiba rumah itu
dipindah lagi, terbang melewati laut ke Italia Timur, dekat kota Loretto, 2
mil dari pantai. Beberapa bulan kemudian rumah itu dipindah lagi ke
tempatnya yang sekarang, di suatu bukit di kota Loretto, disimpan dalam
gereja yang indah - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 290-291.

Kepalsuan Relics:
 Di Spanyol pernah dipertontonkan di 2 cathedral, 2 buah kepala dari
Yohanes Pembaptis. Ini mengingatkan saya pada suatu lelucon dalam
Reader’s Digest sebagai berikut:
Seorang petani Skotlandia menemukan 2 buah tengkorak di ladangnya, yang
satu besar dan yang lain kecil. Ia lalu membawa tengkorak yang besar ke
lapangan terbang dimana ada banyak turis Amerika. Ia lalu menunjukkan
tengkorak itu dan berkata: ‘Ini adalah tengkorak dari Robert Bruce, raja
yang hebat dari Skotlandia. Aku mau menjualnya dengan harga murah’.
Turis Amerika itupun membeli tengkorak itu. Petani itu lalu pulang dan
mengambil tengkorak yang kecil, lalu kembali ke lapangan terbang. Ia
menjumpai orang Amerika yang membeli tengkoraknya, lalu berkata
(sambil menunjuk pada tengkorak yang kecil): ‘Ini adalah tengkorak dari
120
VI. PATUNG, SIMBOL SALIB & RELICS
Robert Bruce, raja yang hebat dari Skotlandia’. Orang Amerika itu
menjawab: ‘Tetapi tadi kamu sudah menjual tengkoraknya kepadaku’.
Petani itu menjawab: ‘Benar tuan, tetapi itu adalah tengkorak Robert Bruce
pada waktu dewasa. Yang ini adalah tengkoraknya pada waktu ia masih
remaja!’.
 Tulang dari Neapolitan saint, setelah diselidiki, ternyata adalah 2 tulang
kambing.
 Bulu sayap Gabriel itu ternyata adalah bulu burung unta.
 Ada banyak sekali ‘paku asli’ yang digunakan untuk memaku Tuhan
Yesus.
 Hampir setiap kota di Italia dan Perancis mempunyai 1 atau 2 duri asli dari
mahkota duri Tuhan Yesus.
 Hampir setiap kota di Silicia mempunyai 1 gigi atau lebih dari St. Agatha,
orang suci pelindung kota itu.
 Rumah Maria itu pasti rumah palsu karena 2 hal:
 Bata yang digunakan dibakar dengan oven sedangkan pada jaman
Tuhan Yesus di Palestina bata dikeringkan dengan sinar matahari.
 Rumah itu punya cerobong asap sedangkan rumah di Palestina pada
jaman itu tidak ada yang menggunakan cerobong asap.
 Serpihan kayu salib yang asli tersebar di seluruh dunia dalam jumlah yang
banyak sekali. Loraine Boettner mengutip Calvin yang berkata bahwa
kalau semua itu dikumpulkan akan menjadi muatan 1 kapal dan
membutuhkan 300 orang untuk mengangkatnya padahal dalam Kitab Suci
kayu salib itu bisa diangkat oleh 1 orang saja - Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 289.
Tetapi St. Paulinus, seorang ahli apologetics Roma Katolik khusus bagian
relics, berkata: “a portion of the true cross kept at Jerusalem gave off
fragments of itself without diminishing” (= sebagian dari salib yang asli yang
disimpan di Yerusalem mengeluarkan potongan-potongan dari dirinya
sendiri tanpa mengurangi dirinya sendiri) - Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 289.
Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘True Cross’: “Christian relic,
reputedly the wood of the cross on which Jesus Christ was crucified. Legend
relates that the True Cross was found by St. Helena, mother of Constantine the
Great, during her pilgrimage to the Holy Land about 326. The earliest
historical reference to veneration of the True Cross occurs in the mid-4th
century. By the 8th century the accounts were enriched by legendary details
describing the history of the wood of the cross before it was used for the
Crucifixion. Adoration of the True Cross gave rise to the sale of its fragments
which were sought as relics. John Calvin pointed out that all the extant
fragments, if put together, would fill a large ship, an objection regarded as
invalid by some Roman Catholic theologians who claimed that the blood of
Christ gave to the True Cross a kind of material indestructibility, so that it
could be divided indefinitely without being diminished. Such beliefs resulted in
the multiplication of relics of the True Cross wherever Christianity expanded in
the medieval world, and fragments were deposited in most of the great cities
and in a great many abbeys. Reliquaries designed to hold the fragments
likewise multiplied, and some precious objects of this kind survive. The desire to
121
VI. PATUNG, SIMBOL SALIB & RELICS
win back or obtain possession of the True Cross was claimed as justification for
military expeditions, such as that of the Byzantine emperor Heraclius against
the Persians (622-628) and the capture of Constantinople by the crusaders in
1204. The Feast of the Finding of the Cross was celebrated in the Roman
Catholic Church on May 3 until it was omitted from the church calendar in
1960 by Pope John XXIII” (= ).
Mungkin orang-orang Katolik ini diilhami oleh 5 roti dan 2 ikan yang
dipakai oleh Yesus untuk memberi makan 5000 orang (Yoh 6:1-15), atau
oleh minyak yang keluar terus tanpa berkurang dalam 2Raja-raja 4:1-7.
Tetapi kalau dalam 2 kasus dalam Kitab Suci itu mujijat tersebut memang
berguna dalam menolong orang, maka ‘mujijat’ tentang relics dari kayu
salib ini bukan hanya tidak berguna, tetapi justru menjatuhkan banyak
orang ke dalam pemberhalaan benda-benda tersebut. Ada 2
kemungkinan:
 mujijat tersebut hanyalah isapan jempol.
 mujijat itu sungguh-sungguh terjadi, tetapi datang dari setan.
 ‘kain kafan’ Yesus sudah dibuktikan berasal dari abad 13 atau 14 (1260-
1390). Pembuktian ini diceritakan dalam suatu artikel dalam Reader’s
Digest bulan Nopember 1989, hal 34-38, yang berjudul ‘The Saga of the
Shroud’. Artikel itu juga mengatakan bahwa pembuktian ilmiah itu akhir-
nya diakui oleh gereja Roma Katolik. Padahal kain kafan itu sudah dipuja
selama lebih dari 600 tahun.

Tidak perduli relics itu asli atau palsu tetapi tidak boleh dipuja / disembah!

-o0o-

122
APENDIX

MARTIN LUTHER

I) Kelahiran dan masa muda Luther:


Martin Luther dilahirkan pada tanggal 10 Nopember 1483, di Eisleben, di
propinsi Saxony, Prussia / Jerman (dimana ia nantinya mati pada tanggal 18
Februari 1546), dan keesokan harinya ia dibaptiskan. Ia adalah anak pertama
dan ia mempunyai 3 saudara laki-laki dan 3 saudara perempuan. 6 bulan
setelah kelahirannya, keluarganya pindah dan menetap di Mansfield.
Keluarganya adalah orang-orang kelas bawah yang amat miskin, tetapi jujur,
rajin, dan saleh. Luther tidak pernah merasa malu terhadap asal usulnya
yang rendah itu.
Luther mengalami masa kecil yang keras, tanpa kenangan manis, dan ia
dibesarkan dibawah disiplin yang sangat keras. Ibunya pernah menghajarnya
sehingga mengeluarkan darah hanya karena ia mencuri kacang, dan
ayahnya pernah mencambuknya dengan begitu hebat sehingga menyebab-
kan ia lalu lari meninggalkan rumahnya, tetapi ia mengerti akan maksud baik
mereka.
Dalam hal rohani ia diajar untuk berdoa kepada Allah dan para orang suci,
menghormati gereja dan pastor, dan cerita-cerita mengerikan tentang setan
dan ahli-ahli sihir, yang menghantuinya sepanjang hidupnya.
Di sekolah ia juga mengalami pendisiplinan yang sangat keras. Ia ingat
bahwa pernah dicambuk 15 x dalam satu pagi. Di sekolah itu ia juga belajar
Katekisasi, yang mencakup Pengakuan Iman, doa Bapa Kami dan 10 hukum
Tuhan, dan juga beberapa lagu dalam bahasa Latin dan Jerman.

II) Luther di Universitas:


Pada usia 18 tahun (tahun 1501) ia masuk Universitas di Erfurt dan
mempelajari scholasticism (= sistim logika, filsafat, dan theology abad 10-15).
Universitas ini adalah salah satu yang terbaik pada saat itu. Di sini, pada
waktu ia berusia 20 tahun, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia
melihat satu copy yang lengkap dari Alkitab (bahasa Latin)! (Catatan:
Ingat bahwa sebetulnya gereja Roma Katolik melarang orang awam untuk
membaca atau bahkan memiliki Alkitab).
Ia membacanya dengan sukacita dan mengalami suatu kejutan karena
Alkitab itu mengajarkan banyak hal yang tidak pernah dibacakan / diajarkan
dalam gereja.
Tetapi dari pembacaan itu ia bukannya mendapat gambaran tentang Allah
yang penuh kasih dan belas kasihan, tetapi sebaliknya tentang Allah yang
benar yang murka terhadap manusia berdosa.

123
APENDIX - MARTIN LUTHER
Pada tahun 1502, ia mendapat gelar B.A. (Bachelor of Arts), dan pada tahun
1505 ia mendapat gelar M.A. (Master of Arts).

III) Luther menjadi biarawan:


Sebetulnya, sesuai dengan keinginan ayahnya, setelah lulus ia mempersiap-
kan diri untuk bekerja dalam bidang hukum, tetapi ada peristiwa yang
menyebabkan ia lalu pindah haluan.

Pada usia antara 21-22 tahun, ia lolos dari kematian akibat sambaran petir,
sementara teman seperjalanannya yang ada di sebelahnya, mati tersambar
(Catatan: ada yang mengatakan bahwa temannya bukan mati kena petir
tetapi karena suatu duel). Tidak lama setelah itu, pada tanggal 2 Juli 1505, ia
mengalami hujan badai yang sangat hebat di dekat Erfurt setelah kembali
dari perkunjungan terhadap orang tuanya. Ia menjadi begitu takut sehingga ia
menjatuhkan diri ke tanah dan berdoa dan bernazar dengan gemetar:

“Help, beloved Saint Anna! I will become a monk!” (= Tolonglah Santa Anna
yang kekasih. Aku akan menjadi seorang biarawan!) - Philip Schaff, ‘History of
the Christian Church’, vol VII, hal 112.

Ia memang selamat dari hujan badai itu, dan untuk menggenapi nazarnya ia
lalu masuk the Augustinian convent pada tahun 1505.

Tentang Augustinian convent itu, yang menggunakan nama Augustine /


Agustinus, Schaff memberikan komentar sebagai berikut:
“... it is an error to suppose that this order represented the anti-Pelagian or
evangelical views of the North African father; on the contrary it was intensely
catholic in doctrine, and given to excessive worship of the Virgin Mary, and
obedience to the papal see which conferred upon it many special privileges” (=
adalah sesuatu yang salah untuk mengira bahwa ordo ini mewakili pandangan-
pandangan yang anti-Pelagian atau injili dari bapa Afrika Utara ini; sebaliknya
ordo ini bersifat sangat katolik dalam doktrin / pengajaran, dan sangat memuja
Perawan Maria, dan taat pada Paus yang memberikan kepada ordo ini banyak
hak istimewa) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal
114.

Tentang masuknya Luther ke biara untuk menjadi biarawan, Philip Schaff


berkata:

 “Luther himself declared in later years, that his monastic vow was forced from
him by terror and the fear of death and the judgment to come; yet he never
doubted that God’s hand was in it” (= Dalam tahun-tahun belakangan, Luther
sendiri menyatakan bahwa nazar kebiarawanannya dipaksakan dari dia
oleh teror dan ketakutan pada kematian dan pada penghakiman yang akan
datang; tetapi ia tidak pernah meragukan bahwa tangan Allah ada di
dalamnya) - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 113.

124
APENDIX - MARTIN LUTHER
 “He was never an infidel, nor a wicked man, but a pious Catholic from early
youth; but now he became overwhelmed with a sense of the vanity of this world
and the absorbing importance of saving his soul, which, according to the
prevailing notion of his age, he could best secure in the quiet retreat of a
cloister” (= Ia tidak pernah menjadi orang kafir, atau orang jahat, tetapi ia
adalah orang Katolik yang saleh sejak masa kecilnya; tetapi sekarang ia
diliputi oleh suatu perasaan akan kesia-siaan dari dunia ini dan kepentingan
untuk menyelamatkan jiwanya, yang, menurut pemikiran umum jaman itu,
bisa ia pastikan dengan cara yang terbaik dalam pengunduran diri / pengu-
cilan diri yang tenang dalam biara) - ‘History of the Christian Church’, vol
VII, hal 113.

Pada waktu Luther menjadi seorang biarawan ia berusaha mati-matian untuk


hidup sesuai dengan ajaran gereja Katolik pada waktu itu. Ia berusaha untuk
mendapatkan keselamatan melalui usahanya sendiri dengan membuang
dosa, berbuat baik, dsb. Tetapi ia tidak pernah merasakan damai, sukacita
atau ketenangan. Ia terus-menerus dihantui oleh perasaan berdosa yang luar
biasa hebatnya, dan pemikiran tentang Allah yang suci, adil, bahkan bengis.

 “If there was ever a sincere, earnest, conscientious monk, it was Martin Luther.
His sole motive was concern for his salvation. To this supreme object he
sacrificed the fairest prospects of life. He was dead to the world and was willing
to be buried out of the sight of men that he might win eternal life. His latter
opponents who knew him in convent, have no charge to bring against his moral
character except in certain pride and combativeness, and he himself
complained of his temptations to anger and envy” (= Jika pernah ada seorang
biarawan yang tulus dan sungguh-sungguh, maka itu adalah Martin Luther.
Motivasi satu-satunya adalah perhatian untuk keselamatannya. Untuk tu-
juan tertinggi ini ia mengorbankan harapan terbaik hidupnya. Ia mati
terhadap dunia, dan rela dikubur terhadap pandangan manusia supaya ia
bisa mendapatkan hidup yang kekal. Penentang-penentangnya, yang me-
ngenalnya di biara, tidak mempunyai tuduhan terhadap karakter moralnya
kecuali dalam hal kesombongan tertentu dan kesukaannya melawan, dan ia
sendiri mengeluh tentang pencobaan-pencobaan yang ia alami terhadap
kemarahan dan iri hati) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’,
vol VII, hal 113-114.

 “He assumed the most menial offices to subdue his pride: he swept the floor,
begged bread through the streets, and submitted without murmur to the ascetic
severities” (= Ia menerima jabatan-jabatan yang paling rendah untuk
menundukkan kesombongannya: ia mengepel lantai, mengemis roti di jalan-
jalan, dan tunduk tanpa menggerutu pada kekerasan / kesederhanaan hidup
pertapa) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 115.

 “He said twenty-five Paternosters with the Ave Maria in each of the seven
appointed hours of prayer. He was devoted to the Holy Virgin ... He regularly
confessed his sins to the priests at least once a week. At the same time a
complete copy of the Latin Bible was put into his hands for study, ... At the end

125
APENDIX - MARTIN LUTHER
of the year of probation Luther solemnly promised to live until death in poverty
and chastity according to the rules of the holy father Augustin, to render
obedience to Almighty God, to the Virgin Mary, and to the prior of the
monastery. ... His chief concern was to become a saint and to earn a place in
heaven. ‘If ever,’ he said afterward, ‘a monk got to heaven by monkery, I would
have gotten there’. He observed with minutest details of discipline. No one
surpassed him in prayer, fasting, night watches, self-mortification” [= Ia
mengucapkan 25 x doa Bapa Kami dengan Salam Maria dalam setiap dari 7
jam doa yang ditetapkan. Ia berbakti kepada Perawan yang Kudus ... Ia
mengaku dosa secara rutin kepada imam / pastor sedikitnya sekali seminggu.
Pada saat yang sama suatu copy Alkitab Latin yang lengkap ada di
tangannya untuk dipelajari, ... Pada akhir dari tahun percobaan Luther
berjanji dengan khidmat / sungguh-sungguh untuk hidup sampai mati
dalam kemiskinan dan kesederhanaan / kesucian menurut peraturan-
peraturan bapa kudus Agustinus, taat kepada Allah yang mahakuasa,
kepada Perawan Maria, dan kepada kepala biara. ... Perhatiannya yang
terutama adalah untuk menjadi orang suci dan mendapatkan tempat di
surga. ‘Jika ada,’ katanya belakangan, ‘seorang biarawan mencapai surga
melalui kebiarawanan, Aku sudah sampai di sana’. Ia menjalankan disiplin
dengan sangat terperinci. Tidak seorangpun melampaui dia dalam doa,
puasa, jaga malam (?), mematikan diri sendiri] - Philip Schaff, ‘History of
the Christian Church’, vol VII, hal 115-116.

 “He sought by the means set forth by the Church and the monastic tradition to
make himself acceptable to God and to earn salvation of his soul. He mortified
his body. He fasted, sometimes for days on end and without a morsel of food.
He gave himself to prayers and vigils beyond those required by the rule of his
order. He went to confession, often daily and for hours at a time. Yet assurance
of God’s favour and inward peace did not come and the periods of depression
were acute” (= Ia mencari melalui cara-cara yang dinyatakan oleh Gereja
dan tradisi biara untuk membuat dirinya sendiri diterima oleh Allah dan
mendapatkan keselamatan jiwanya. Ia mematikan dirinya. Ia berpuasa,
kadang-kadang selama berhari-hari tanpa makanan sedikitpun. Ia menye-
rahkan dirinya untuk berdoa dan berjaga-jaga melebihi apa yang dituntut
oleh peraturan ordonya. Ia mengaku dosa, seringkali setiap hari dan untuk
berjam-jam dalam satu kali pengakuan. Tetapi keyakinan akan perkenan
Allah dan damai di dalam tidak datang dan ia mengalami masa depresi yang
parah) - Kenneth Scott Latourette, ‘A History of Christianity’, vol II, hal
705.

 “But he was sadly disappointed in his hope to escape sin and temptation behind
the walls of the cloister. He found no peace and rest in all his pious exercises.
The more he seemed to advance externally, the more he felt the burden of sin
within. He had to contend with temptations of anger, envy, hatred and pride.
He saw sin everywhere, even in the smallest trifles. The Scriptures impressed
upon him the terrors of divine justice. He could not trust in God as a reconciled
Father, as a God of love and mercy, but trembled before him, as a God of
wrath, as a consuming fire. He could not get over the words: ‘I, the Lord thy

126
APENDIX - MARTIN LUTHER
God, am a jelous God’” (= Tetapi ia sangat kecewa dalam harapannya untuk
lepas dari dosa dan pencobaan di balik tembok-tembok biara. Ia tidak
mendapatkan damai dan ketenangan dalam semua hal-hal saleh yang ia
lakukan. Makin ia kelihatan maju secara lahiriah, makin ia merasa beban
dosa di dalam. Ia harus berjuang melawan pencobaan untuk marah, iri,
kebencian, dan kesombongan. Ia melihat dosa dimana-mana, bahkan dalam
hal-hal yang paling remeh. Kitab Suci memberikan kesan kepadanya
tentang keadilan ilahi. Ia tidak bisa percaya kepada Allah sebagai Bapa yang
diperdamaikan, sebagai Bapa yang kasih dan berbelas kasihan, tetapi
gemetar di hadapanNya, sebagai Allah yang murka, sebagai api yang
menghanguskan. Ia tidak bisa mengatasi kata-kata: ‘Aku, Tuhan Allahmu,
adalah Allah yang cemburu’) - Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VII, hal 116.

 “He entered the confessional and stayed for hours every day. On one occasion
Luther spent six hours confessing the sins he had committed in the last day!” (=
Ia masuk ke dalam ruang pengakuan dosa dan berada di sana berjam-jam
setiap hari. Pada suatu kali Luther menghabiskan waktu 6 jam untuk
mengaku dosa-dosa yang ia lakukan pada hari terakhir) - R.C. Sproul, ‘The
Holiness of God’, hal 114.

 Pengakuan dosa Luther ini menyebabkan Staupitz menjadi marah dan


berkata:
“‘Look here,’ he said, ‘if you expect Christ to forgive you, come in with
something to forgive - parricide, blasphemy, adultery - instead of all these
peccadilloes. ... Man, God is not angry with you. You are angry with God. Don’t
you know that God commands you to hope?’” (= ‘Lihatlah,’ katanya, ‘Jika
kamu berharap supaya Kristus mengampuni kamu, datanglah dengan
sesuatu untuk diampuni - pembunuhan orang tua, penghujatan, perzinahan
- dan bukannya semua dosa-dosa remeh ini. ... Bung, Allah tidak marah
kepadamu. Kamu yang marah kepada Allah. Tidak tahukah kamu bahwa
Allah memerintahkan kamu untuk berharap?’) - R.C. Sproul, ‘The
Holiness of God’, hal 114, dimana ia mengutip dari Roland Bainton, dalam
bukunya ‘Here I Stand’.

 Pada tahun 1505, sebagai seorang pastor muda ia memimpin misa untuk
pertama kalinya. Pada waktu ia mengangkat roti dan mengucapkan kata-
kata “Ini adalah tubuhKu”, ia mengalami rasa takut yang luar biasa karena
ia merasakan dirinya penuh dosa di hadapan Allah yang tak terbatas
dalam kekudusanNya.

IV) Pertobatan Luther:


Seorang biarawan tua menghibur Luther dalam kesedihan dan keputusasa-
annya, dan mengingatkan dia tentang kata-kata Paulus bahwa orang berdo-
sa dibenarkan oleh kasih karunia melalui iman.
Juga Johann von Staupitz, yang adalah teman baik, sekaligus penasehat dan
bapa rohani Luther, mengarahkan Luther dari dosa-dosanya kepada apa
127
APENDIX - MARTIN LUTHER
yang Kristus lakukan di kayu salib, dari hukum Taurat kepada salib, dan
usaha berbuat baik kepada iman. Ia juga yang mendorong Luther untuk
belajar Kitab Suci.
Melalui bantuan biarawan tua dan Staupitz, dan khususnya melalui penye-
lidikannya terhadap surat-surat Paulus, perlahan-lahan Luther sadar bahwa
orang berdosa bisa dibenarkan bukan karena mentaati hukum, tetapi hanya
karena iman kepada Yesus Kristus.

“He pondered day and night over the meaning of ‘the righteousness of God’ (Rom.
1:17), and thought that it is the righteous punishment of sinners; but toward the
close of his convent life he came to the conclusion that it is the righteousness
which God freely gives in Christ to those who believe in him. Righteousness is not
acquired by man through his own exertions and merits; it is complete and perfect
in Christ, and all the sinner has to do is to accept it from Him as a free gift” [= Ia
merenungkan siang dan malam tentang arti dari ‘kebenaran Allah’ (Ro 1:17),
dan mengira bahwa itu adalah hukuman yang adil terhadap orang-orang
berdosa; tetapi menjelang akhir dari kehidupan biaranya ia sampai pada
kesimpulan bahwa itu adalah kebenaran yang Allah berikan dengan cuma-cuma
dalam Kristus kepada mereka yang percaya kepadaNya. Kebenaran tidak
didapatkan oleh manusia melalui usaha dan kebaikan / jasanya sendiri;
kebenaran itu lengkap dan sempurna dalam Kristus, dan semua yang harus
dilakukan oleh orang berdosa adalah menerimanya dari Dia sebagai pemberian
cuma-cuma] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 122.

Cerita tentang pertobatannya agak simpang siur, dan sukar dipastikan kapan
persisnya ia sungguh-sungguh bertobat dan diselamatkan. Pengertiannya
dan kepercayaannya akan keselamatan / pembenaran karena iman yang
diajarkan oleh Ro 1:17 itupun melalui pergumulan hebat dan cukup lama.
Karena itu, pada tahun 1510, sekalipun ia sudah tahu tentang pembenaran
karena iman, tetapi karena ia belum betul-betul mantap dalam hal itu, maka ia
masih melakukan ziarah / perjalanan agama (pilgrimage) ke Roma. Ia
berharap untuk bisa mendapatkan penghiburan untuk jiwanya dengan mela-
kukan perjalanan ini.

Philip Schaff mengatakan:


“He ascended on bended knees the twenty-eight steps of the famous Scala Santa
(said to have been transported from the Judgment Hall of Pontius Pilate in
Jerusalem), that he might secure the indulgence attached to his ascetic
performance since the days of Pope Leo IV. in 850, but at every step the word of
the Scripture sounded as a significant protest in his ears: ‘The just shall live by
faith’ (Rom. 1:17). Thus at the very height of his medieval devotion he doubted its
efficacy in giving peace to the troubled conscience” [= Dengan menggunakan
lututnya ia menaiki 28 anak tangga dari Scala Santa yang terkenal (dikatakan
bahwa Scala Santa itu telah dipindahkan dari Ruang Pengadilan Pontius Pilatus
di Yerusalem), supaya ia bisa memastikan pengampunan dosa yang dicantelkan
pada pelaksanaan pertapaannya sejak jaman Paus Leo IV pada tahun 850,
tetapi pada setiap langkah kata-kata Kitab Suci terngiang di telinganya sebagai
suatu protes: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’ (Ro 1:17). Jadi, pada puncak
dari kebaktian keagamaannya ia meragukan kemujarabannya dalam memberi-
128
APENDIX - MARTIN LUTHER
kan damai pada hati nurani yang kacau] - ‘History of the Christian Church’, vol
VII, hal 129.

Tetapi, setelah ia betul-betul mengerti dan percaya, maka kegagalannya


dalam mencapai ‘keselamatan / pembenaran melalui perbuatan baik’, dan
pengalamannya dalam mendapatkan ‘keselamatan / pembenaran karena
iman’, menyebabkan ia sangat membenci doktrin ‘keselamatan karena per-
buatan baik’. Ia berkata:
“The most damnable and pernicious heresy that has ever plagued the mind of men
was the idea that somehow he could make himself good enough to deserve to live
with an all-holy God” (= Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak
yang pernah menggoda pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah
bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk
hidup dengan Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism
Explosion’, hal 31-32.

V) Reformasi:
Gereja Roma Katolik membutuhkan uang, dan ini menyebabkan terjadinya
penjualan surat pengampunan dosa / letter of indulgence. Orang Katolik
yang terkenal dengan penjualan surat pengampunan dosa ini adalah Johann
Tetzel, yang oleh Philip Schaff digambarkan dengan kata-kata sebagai
berikut:
“who was not ashamed to boast that he saved more souls from purgatory by his
letters of indulgence than St. Peter by his preaching” (= yang tidak malu untuk
membanggakan bahwa ia menyelamatkan lebih banyak jiwa dari api pencucian
oleh surat-surat pengampunan dosanya dari pada Santo Petrus oleh
khotbahnya) - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 154.

Philip Schaff menambahkan:


“Luther had experienced the remission of sin as a free gift of grace to be
apprehended by a living faith. This experience was diametrically opposed to a
system of relief by means of payments in money” (= Luther telah mengalami
pengampunan dosa sebagai suatu pemberian cuma-cuma oleh iman yang hidup.
Pengalaman ini sama sekali bertentangan dengan sistim pembebasan dengan
cara membayar dengan uang) - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal
154.

Penjualan surat pengampunan dosa itu menyebabkan pada tanggal 31


Oktober 1517 Luther menempelkan 95 thesisnya pada pintu gereja Witten-
berg, Jerman.
 Tanggal 31 Oktober 1517 ini akhirnya diperingati sebagai hari Reformasi.
 Tulisan Luther ini menyerang penjualan surat pengampunan dosa itu, dan
tulisannya ditujukan kepada para ahli theologia jaman itu untuk
diperdebatkan. Dan tulisannya ini memang menimbulkan pertentangan /
perdebatan yang luar biasa.

129
APENDIX - MARTIN LUTHER
Dalam bulan Juli 1519 Luther dan teman sejawatnya yang bernama Andreas
Carlstadt bertemu dengan John Eck, yang merupakan ahli debat top pada
saat itu. Mereka mengadakan debat di depan umum di Leipzig. Dalam
perdebatan itu John Eck menunjukkan bahwa beberapa pandangan Luther
sesuai dengan pandangan John Hus, yang saat itu dianggap sebagai ajaran
sesat oleh gereja Roma Katolik. Akhirnya Luther terpaksa mengakui dengan
segan, sesuai dengan keinginan John Eck, sebagai berikut:

“Among the condemned beliefs of John Hus and his disciples, there are many
which are truly Christian and evangelical and which the Catholic Church cannot
condemn” (= Di antara kepercayaan-kepercayaan John Hus dan murid-murid-
nya yang dikecam, ada banyak yang adalah benar-benar Kristen dan injili dan
yang Gereja Katolik tidak bisa mengecam) - Dr. Albert Freundt, ‘History of
Modern Christianity’, hal 31.

Catatan:
John Hus (1373-1415) adalah pemimpin dari The Bohemian Brethren di
Bohemia, Cekoslowakia. John Hus dipengaruhi oleh theologia dari Augustine
dan Wycliffe. Dalam suatu tulisannya yang berjudul ‘On the Church’ ia
berkata bahwa hanya Kristus sendiri yang adalah kepala gereja. Ia
menyerang penjualan indulgence / pengampunan dosa dan juga menyerang
kejahatan dari gereja dan pastor. Ini menimbulkan konflik, dan Sigismund,
kaisar Romawi, mendesak supaya John Hus hadir dalam the Council of
Constance dalam tahun 1415, dan kepada John Hus diberikan jaminan
keamanan di sana sampai ia bisa kembali dengan selamat. Tetapi ternyata
begitu sampai, ia langsung ditangkap, dipenjarakan, diadili dengan cepat,
dinyatakan bersalah, dan dihukum mati dengan dibakar, karena ia menolak
untuk menarik kembali tulisannya kecuali ia diyakinkan kesalahannya
berdasarkan Kitab Suci.

Dengan pengakuan yang mendukung John Hus itu, Luther sudah menentang
Council!

Dr. Albert Freundt mengomentari dengan berkata:


“He intended no revolution; he aimed at purifying the Catholic Church and
preserving its truth. But the Leipzig debate tore down the last barrier which held
him to Rome” (= Ia tidak memaksudkan revolusi; ia bertujuan memurnikan
Gereja Katolik dan memelihara kebenarannya. Tetapi perdebatan di Leipzig
menghancurkan halangan terakhir yang menahannya pada Roma) - ‘History of
Modern Christianity’, hal 31.

Dan pada bulan Februari 1520 Luther mengakui lebih jauh dari pada peng-
akuannya di Leipzig dengan berkata: “We are all Hussites without knowing it,”
(= Kita semua adalah pengikut Hus tanpa kita sadari) tulisnya, “St. Paul and St.
Augustine are Hussites” (= Santo Paulus dan Santo Agustinus adalah pengikut-
pengikut Hus / mempunyai pandangan seperti Hus) - Dr. Albert Freundt,
‘History of Modern Christianity’, hal 31.

130
APENDIX - MARTIN LUTHER
Pada bulan Juni 1520, Roma mengeluarkan ‘the Bull’ (= surat keputusan dari
Paus), yang diberi nama ‘Exsurge Domine’, yang mengecam 41 usul /
gagasan Luther sebagai sesat, dan memerintahkan orang yang setia kepada
Roma Katolik untuk membakar buku-buku Luther dimanapun bisa ditemukan.
Luther diberi waktu 2 bulan untuk menarik kembali ucapan / tulisannya atau ia
akan dikucilkan.

Pada tanggal 10 Desember 1520, pada pk 9 pagi, Luther membakar bull


tersebut beserta buku-buku Katolik lain, di depan umum. Dan pada tanggal 3
Januari 1521, pengucilan terhadap Luther dilaksanakan.

Luther lalu berkata:


“I said (at the Leipzig disputation of 1519) that the Council of Constance
condemned some propositions of Hus that were truly Christian. I retract. All his
propositions were Christian, and in condemning him the Pope has condemned the
Gospel” [= Aku berkata (pada perdebatan Leipzig pada tahun 1519) bahwa
Council of Constance mengecam beberapa pernyataan dari Hus yang adalah
benar-benar Kristen. Aku menarik kembali. Semua pernyataannya adalah
Kristen, dan dalam mengecam dia Paus sudah mengecam Injil] - Dr. Albert
Freundt, ‘History of Modern Christianity’, hal 33.

24 hari setelah pengucilan Luther, Charles V (kaisar Romawi) membuka Diet


of Worms (Catatan: Diet = pertemuan formil, Worms adalah nama kota) yang
pertama. Ia memberi jaminan keselamatan bagi Luther. Luther datang,
sekalipun ia tentu tahu bahwa sekitar 1 abad sebelumnya John Hus dibakar
hidup-hidup sekalipun ada jaminan keselamatan.

Luther berkata:
“I shall go to Worms, though there were as many devils there as tiles on the roofs”
(= Aku akan pergi ke Worms, sekalipun disana ada setan-setan sebanyak gen-
teng pada atap-atap) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VII,
hal 298.

Dalam perjalanan ke Worms, ia menulis surat kepada Spalatin:

“‘You may expect every thing from me,’ he wrote Spalatin, ‘except fear or
recantation. I shall not flee, still less recant. May the Lord Jesus strengthen me’”
(= ‘Kamu boleh mengharapkan segala sesuatu dari aku,’ tulisnya kepada
Spalatin, ‘kecuali rasa takut atau penarikan kembali / pengakuan kesalahan.
Aku tidak akan lari, dan lebih-lebih aku tidak akan menarik kembali / mengaku
salah. Kiranya Tuhan Yesus menguatkan aku’) - Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VII, hal 294.

Dalam Diet of Worms itu, pada waktu ia diminta untuk menarik kembali buku-
bukunya / ajarannya, ia berkata:

“Unless I am refuted and convicted by testimonies of the Scriptures or by clear


arguments (since I believe neither the Pope nor the councils alone; it being evident
that they have often erred and contradicted themselves), I am conquered by the
131
APENDIX - MARTIN LUTHER
Holy Scriptures quoted by me, and my conscience is bound in the word of God: I
can not and will not recant any thing, since it is unsafe and dangerous to do any
thing against the conscience” [= Kecuali aku disangkal / dibuktikan salah dan
diyakinkan oleh kesaksian Kitab Suci atau oleh argumentasi-argumentasi yang
jelas (karena aku tidak percaya kepada Paus ataupun councils saja; adalah jelas
bahwa mereka sering salah dan bertentangan dengan diri mereka sendiri), aku
ditaklukkan oleh Kitab Suci yang Kudus yang aku kutip, dan hati nuraniku
terikat pada firman Allah: aku tidak bisa dan tidak mau menarik kembali
apapun, karena adalah tidak aman dan berbahaya untuk melakukan apapun
yang bertentangan dengan hati nurani] - Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VII, hal 304-305.

“Here I stand. (I can not do otherwise.) God help me! Amen” [= Disinilah aku
berdiri (Aku tidak bisa berbuat yang lain.) Kiranya Allah menolong aku! Amin]
- Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 305.

Luther menceritakan Diet of Worms sebagai berikut:


“‘I expected,’ he wrote to the artist Cranach, ‘that his Majesty the Emperor would
have collected fifty doctors of divinity to confute the monk in argument. But all
they said was: ‘Are these books yours?’. ‘Yes’. ‘Will you recant?’. ‘No’. ‘Then get
out!’” (= ‘Aku berharap,’ tulisnya kepada artis Cranach, ‘bahwa Yang Mulia
Kaisar telah mengumpulkan 50 doktor theologia untuk membantah / membukti-
kan kesalahan biarawan ini dalam perdebatan. Tetapi semua yang mereka
katakan adalah: ‘Apakah buku-buku ini milikmu?’. ‘Ya’. ‘Maukah kamu
menariknya kembali?’. ‘Tidak’. ‘Kalau begitu keluarlah!’) - Dr. Albert Freundt,
‘History of Modern Christianity’, hal 34.

Setelah pulang dari Worms, ia bertemu dengan Spalatin:


“To Spalatin, in the presence of others, he said, ‘If I had a thousand heads, I
would rather have them all cut off one by one than make one recantation’” (=
Kepada Spalatin, di depan orang-orang lain, ia berkata, ‘Jika aku mempunyai
1000 kepala, aku lebih suka semuanya itu dipenggal satu demi satu dari pada
membuat satu penarikan kembali / pengakuan salah’) - Philip Schaff, ‘History
of the Christian Church’, vol VII, hal 306.

VI) Kematian Luther:


Luther meninggal dunia pada tanggal 18 Februari 1546, dan dikuburkan pada
tanggal 22 Februari 1546.

“His later years had been marked by a complication of various physical illneses,
presumably aggravated by the strains and labours of a tempestuous life. This may
in part account for his frequent irascibility and occasional outburst of wrath and
coarse vituperation” (= Tahun-tahun terakhir hidupnya ditandai oleh komplikasi
dari bermacam-macam penyakit fisik, rupanya diperparah oleh ketegangan dan
pekerjaan dari hidup yang bergejolak. Ini merupakan sebagian penyebab dari
sikap mudah marahnya yang sering terjadi dan kemarahannya yang kadang-

132
APENDIX - MARTIN LUTHER
kadang meledak dan makian dengan kata-kata kasar) - Kenneth Scott
Latourette, ‘A History of Christianity’, vol II, hal 729.

VII) Kesimpulan tentang Luther:


Dr. R.C. Sproul dalam bukunya ‘The Holiness of God’ (= Kekudusan /
kesucian Allah) menuliskan sebuah bab yang berjudul ‘The Insanity of Luther’
(= Kegilaan Luther), dimana ia menceritakan banyak ‘kegilaan’ yang
dilakukan Luther. Dr. R.C. Sproul akhirnya menutup bab itu dengan kata-kata
sebagai berikut:
“Was Luther crazy? Perhaps. But if he was, our prayer is that God would send to
this earth an epidemic of such insanity that we too may taste of the righteousness
that is by faith alone” (= Apakah Luther gila? Mungkin. Tetapi kalau ia gila, doa
kita adalah supaya Allah akan mengirimkan ke dunia ini suatu epidemi kegilaan
seperti itu supaya kita juga boleh merasakan kebenaran yang hanya karena
iman) - R.C. Sproul, ‘The Holiness of God’, hal 126.

-o0o-

133
ROMA
KATOLIK
VersuS

KRISTEN
PROTESTAN

(revised)

oleh:
PDT. BUDI ASALI, M. DIV.

Untuk Kalangan Sendiri


DAFTAR ISI

PELAJARAN I: SEJARAH SINGKAT & PERBEDAAN DASAR.............................1


Pendahuluan.........................................................................................................................1
I) Istilah Roma Katolik........................................................................................................2
II) Sejarah singkat................................................................................................................3
III) Perbedaan dasar Katolik - Kristen Protestan.................................................................5
A) Pandangan tentang Kitab Suci..................................................................................6
B) Pandangan tentang keselamatan.............................................................................14

PELAJARAN II: PAUS..................................................................................................17


I) Perkembangan ke-Paus-an.............................................................................................17
II) Hal-hal yang perlu dibahas tentang Paus......................................................................17
A) Paus sebagai kepala gereja dan segala sesuatu.......................................................18
B) Petrus adalah bishop I dari Roma / Paus I..............................................................19
C) Infallibility of the Pope...........................................................................................22

PELAJARAN III: MARIA.............................................................................................28


I) Perkembangan Mariologi...............................................................................................28
II) Pembahasan hal-hal yang salah tentang Maria.............................................................29
A) Maria sebagai ‘Bunda Allah’..................................................................................29
B) Maria menggantikan / menggeser tempat Allah / Yesus........................................30
1) Maria sebagai obyek doa...................................................................................30
2) Maria sebagai pengantara antara Allah dan Manusia........................................31
3) Maria sebagai satu-satunya jalan keselamatan..................................................32
4) Maria mempunyai kuasa di bumi dan di surga..................................................32
5) Maria sebagai obyek penyembahan...................................................................33
6) Maria lebih kasih daripada Allah / Yesus..........................................................36
7) Maria sebagai Co-Redeemer (= rekan Penebus)................................................37
C) Maria sebagai perawan yang abadi.........................................................................40
D) Immaculate Conception / Kelahiran dan hidup tanpa dosa....................................41
E) Assumption of Mary / Kenaikan Maria ke surga.....................................................43

PELAJARAN IV: API PENCUCIAN............................................................................46


I) Sejarah singkat api pencucian........................................................................................46
II) Doktrin Roma Katolik tentang Api Pencucian.............................................................46
III) Dasar dari Api Pencucian............................................................................................48
IV) Pandangan Kristen.......................................................................................................49

PELAJARAN V: SAKRAMEN......................................................................................55
I) Istilah ‘Sakramen’..........................................................................................................55
II) Syarat-syarat Sakramen................................................................................................55
III) Sejarah singkat 7 Sakramen.........................................................................................56
IV) Pembahasan 7 Sakramen Roma Katolik.....................................................................56
1) Baptisan...................................................................................................................56
2) Confirmation (= Penguatan)....................................................................................60
3) Eucharist (= Komuni)..............................................................................................61
4) Penance (= Pengakuan dosa)...................................................................................69
5) Extreme Unction (= Perminyakan)..........................................................................75
6) Orders (= Imamat)...................................................................................................75
7) Marriage (= Pernikahan).........................................................................................80
PELAJARAN VI: PATUNG, SIMBOL SALIB & RELICS........................................82
I) Patung.............................................................................................................................82
A) Sejarah singkat........................................................................................................82
B) Dasar penggunaan patung.......................................................................................82
C) Teori dan praktek penggunaan patung....................................................................83
D) Pandangan Kristen..................................................................................................83
II) Simbol salib..................................................................................................................84
III) Relics...........................................................................................................................85

APENDIX - MARTIN LUTHER...................................................................................88


I) Kelahiran dan masa muda Luther...................................................................................88
II) Luther di Universitas.....................................................................................................88
III) Luther menjadi biarawan.............................................................................................89
IV) Pertobatan Luther........................................................................................................92
V) Reformasi......................................................................................................................94
VI) Kematian Luther..........................................................................................................97
VII) Kesimpulan tentang Luther........................................................................................97

-o0o-
Argumentasi tambahan untuk menentang api pencucian!
Alan M. Stibbs, dalam komentarnya tentang 1Pet 4:17, berkata: “in so far as
those who become Christians need purgatorial cleansing before they can share the
heavenly glory, it is meted out to them, not in some intermediate state, but in this life”
(= dalam persoalan dimana mereka yang menjadi orang Kristen membutuhkan
penyucian sebelum mereka bisa mendapatkan kemuliaan surgawi, itu diberikan
kepada mereka, bukan antara saat mereka mati dan kedatangan kedua dari
Kristus, tetapi dalam hidup ini) - ‘Tyndale, 1 Peter’, hal 163-164.

Kutip dari tafsiran Wahyu karangan William R. Newell, hal 56, tentang
penyembahan patung dalam Roma Katolik.
William R. Newell: “The same arguments now used by the Romanists to defend image
worship were rejected by Christians of the first three centuries when used in defense of
image worship. The heathen said, We do not worship the images themselves, but those
whom they represent. To this Lactantius (third century A. D.) answers, ‘You worship
them; for, if you believe them to be in heaven, why do you not raise your eyes up to
heaven? Why do you look at the images, and not up where you believe them to be?’” [=
Argumentasi yang sama yang sekarang digunakan oleh orang Roma Katolik untuk
mempertahankan penyembahan patung ditolak oleh orang-orang Kristen dari tiga
abad yang pertama pada waktu digunakan untuk mempertahankan penyembahan
patung. Orang kafir berkata: Kami tidak menyembah patung itu sendiri, tetapi
mereka yang diwakili oleh patung-patung itu sendiri. Terhadap hal ini Lactantius
(abad ke tiga Masehi) menjawab: ‘Kamu menyembah mereka; karena, jika kamu
percaya bahwa mereka ada di surga, mengapa kamu tidak menaikkan pandangan
matamu ke surga? Mengapa kamu memandang pada patung-patung, dan tidak ke
atas dimana kamu percaya mereka berada?’] - hal 56.

William R. Newell: “Thomas Aquinas, a Roman Catholic (13th century), declared, ‘A


picture, considered in itself, is worthy of no veneration, but if we consider it as an
image of Christ, it may be allowable to make an internal distinction between the image
and its subject, and adoration and service are as well due to it as to Christ.’
Bonaventura the Franciscan, said, ‘Since all veneration shown to the image of Christ
is shown to Christ himself, then the image of Christ is also entitled to be prayed to.’
Bellarmine, Rome’s principal authority in dogmatic theology (1542-1621), writes, ‘The
images of Christ and the saints are to be adored, not only in a figurative manner, but
quite positively, so that the prayers are directly addressed to them, and not merely as
representative of the original” [= Thomas Aquinas, seorang Roma Katolik (abad ke
13), menyatakan: ‘Sebuah gambar, dipertimbangkan dalam dirinya sendiri, tidak
layak untuk pemujaan, tetapi jika kita mempertimbangkannya sebagai gambar
dari Kristus, bisa diijinkan untuk membuat perbedaan internal / di dalam antara
gambar / patung dan subyeknya, dan pemujaan / penyembahan dan pelayanan /
tindakan berbakti harus dilakukan terhadapnya sama seperti terhadap Kristus’.
Bonaventura dari golongan Franciscan berkata: ‘Karena semua pemujaan yang
ditunjukkan kepada gambar / patung dari Kristus ditunjukkan kepada Kristus
sendiri, maka gambar / patung Kristus juga berhak untuk menerima doa’.
Bellarmine, otoritas utama Roma Katolik dalam theologia dogmatik (1542-1621),
menulis: ‘Gambar / patung Kristus dan orang-orang suci harus disembah / dipuja,
bukan hanya dalam cara simbolis / perlambang, tetapi secara cukup positif,
sehingga doa-doa ditujukan langsung kepada mereka, dan bukan hanya sebagai
wakil dari aslinya’] - hal 56.

John Murray: “One of the greatest iniquities of the Romish Church is mariolatry. It is
untarnished idolatry. Worship belongs to God alone” (= ) - ‘Collected Writings of
John Murray’, vol 3, hal 178.

Lihat juga ‘Collected Writings of John Murray’, vol 4, hal 264, tentang sikap
protestan dan Katolik tentang ‘tradisi’.

Maria sebagai pengantara


Bahwa Maria adalah pengantara terlihat dari ‘Catechism of the Catholic
Church’ yang dikeluarkan tahun 1992.

‘Catechism of the Catholic Church’:


No 968: “Her role in relation to the Church and to all humanity goes still further. ‘In
a wholly singular way she cooperated by her obedience, faith, hope, and burning
charity in the Savior’s work of restoring supernatural life to souls. For this reason she
is a mother to us in the order of grace.’” (= Peranannya berhubungan dengan Gereja
dan dengan seluruh kemanusiaan masih lebih jauh. ‘Dengan cara yang sepenuhnya
istimewa, ia bekerja sama oleh ketaatannya, imannya, pengharapannya, dan
kasihnya yang berkobar-kobar dalam pekerjaan sang Juruselamat untuk
memulihkan kehidupan supra natural dari jiwa-jiwa. Untuk alasan ini ia adalah
seorang ibu bagi kita dalam urutan kasih karunia).
No 969: “This motherhood of Mary in the order of grace continues uninterruptedly
from the consent which she loyally gave at the Annunciation and which she sustained
without wavering beneath the cross, until the eternal fulfilment of all the elect. Taken
up to heaven she did not lay aside this saving office but by her manifold intercession
continues to bring us the gifts of eternal salvation .... Therefore the Blessed Virgin is
invoked in the Church under the titles of Advocate, Helper, Benefactress, and
Mediatrix” [= Keibuan dari Maria dalam urutan kasih karunia berlanjut secara tak
terganggu dari persetujuan yang dengan setia ia berikan pada saat pengumuman /
pemberitaan (oleh Gabriel) dan yang ia teruskan tanpa ragu-ragu di bawah kayu
salib, sampai penggenapan kekal dari semua orang-orang pilihan. Pada waktu
diangkat ke surga, ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan ini tetapi oleh
doa syafaatnya yang bermacam-macam ia melanjutkan untuk membawa kepada
kita karunia-karunia keselamatan yang kekal ... Karena itu, Perawan yang terpuji /
diberkati disebut di dalam Gereja dengan gelar-gelar Advokat, Penolong,
Dermawan, dan Pengantara].
No 970: “Mary’s function as mother of men in no way obscures or diminishes this
unique mediation of Christ, but rather shows its power. But the Blessed Virgin’s
salutary influence on men . . . flows forth from the superabundance of the merits of
Christ, rests on his mediation, depends entirely on it, and draws all its power from it.
‘No creature could ever be counted along with the Incarnate Word and Redeemer; but
just as the priesthood of Christ is shared in various ways both by his ministers and the
faithful, and as the one goodness of God is radiated in different ways among his
creatures, so also the unique mediation of the Redeemer does not exclude but rather
gives rise to a manifold cooperation which is but a sharing in this one source.’” (=
Fungsi dari Maria sebagai ibu dari manusia sama sekali tidak mengaburkan atau
mengurangi pengantaraan yang unik dari Kristus, tetapi sebaliknya menunjukkan
kuasanya. Tetapi pengaruh yang bermanfaat dari Perawan yang terpuji / diberkati
pada manusia ... mengalir dari kelimpahan dari jasa Kristus, bersandar pada
pengantaraanNya, bergantung sepenuhnya pada hal ini, dan mendapatkan semua
kuasanya dari hal ini. ‘Tidak ada makhluk ciptaan pernah bisa diperhitungkan
bersama dengan Firman yang berinkarnasi dan Penebus; tetapi sama seperti
keimaman Kristus juga dimiliki dalam bermacam-macam cara di antara makhluk-
makhluk ciptaanNya, demikian pula pengantaraan yang unik dari sang Penebus
tidak membuang tetapi sebaliknya menyebabkan suatu kerja sama yang
bermacam-macam yang hanya merupakan suatu sharing dalam sumber yang satu
ini.’).

Tentang tradisi:
‘Catechism of the Catholic Church’ (pada bagian kata pengantar yang ditulis oleh
Paus Yohanes Paulus II):
“A catechism should faithfully and systematically present the teaching of Sacred
Scripture, the living Tradition in the Church and the authentic Magisterium, as well as
the spiritual heritage of the Fathers, Doctors and saints of the Church, to allow for a
better knowledge of the Christian mystery and for enlivening the faith of the People of
God. It should take into account the doctrinal statements which down the centuries the
Holy Spirit has intimated to his Church. It should also help to illumine with the light
of faith the new situations and problems which had not yet emerged in the past” (=
Sebuah katekismus harus memberikan secara setia dan sistimatis ajaran dari Kitab
Suci yang Kudus, Tradisi yang hidup dalam Gereja dan Magisterium yang asli, dan
juga warisan rohani dari Bapa-bapa, Doktor-doktor dan orang-orang suci dari
Gereja, sehingga memungkinkan pengetahuan yang lebih baik tentang misteri
Kristen dan untuk menghidupkan iman dari Umat Allah. Katekismus itu harus
memperhitungkan pernyataan-pernyataan doktrinal yang selama berabad-abad
telah diberitahukan oleh Roh Kudus kepada GerejaNya. Katekismus itu juga harus
menolong untuk menerangi dengan terang iman situasi dan problem yang baru
yang belum muncul pada masa yang lampau) - hal 2.

Tentang tradisi dan otoritas dari katekismus ini:


“The Catechism of the Catholic Church, which I approved 25 June last and the
publication of which I today order by virtue of my Apostolic Authority, is a statement
of the Church’s faith and of catholic doctrine, attested to or illumined by Sacred
Scripture, the Apostolic Tradition and the Church’s Magisterium. I declare it to be a
sure norm for teaching the faith and thus a valid and legitimate instrument for
ecclesial communion. May it serve the renewal to which the Holy Spirit ceaselessly
calls the Church of God, the Body of Christ, on her pilgrimage to the undiminished
light of the Kingdom!” (= Katekismus dari Gereja Katolik, yang saya setujui tanggal
25 Juni yang lalu dan yang saya perintahkan penerbitannya pada hari ini
berdasarkan atas Otoritas Kerasulan saya, merupakan suatu pernyataan dari iman
Gereja dan dari doktrin katolik, dibuktikan / didukung oleh Kitab Suci yang
Kudus, Tradisi Kerasulan dan Magisterium Gereja. Saya menyatakan katekismus
ini sebagai norma / standard bagi pengajaran iman dan karena itu suatu alat yang
sah untuk persekutuan gereja. Kiranya katekismus ini bisa melayani pembaharuan
kemana Roh Kudus dengan tak henti-hentinya memanggil Gereja Allah, Tubuh
Kristus, dalam perjalanannya menuju terang yang tidak berkurang dari Kerajaan!)
- hal 3.

11 This catechism aims at presenting an organic synthesis of the essential


and fundamental contents of Catholic doctrine, as regards both faith
and morals, in the light of the Second Vatican Council and the whole of
the Church's Tradition. Its principal sources are the Sacred Scriptures,
the Fathers of the Church, the liturgy, and the Church's Magisterium. It
is intended to serve "as a point of reference for the catechisms or
compendia that are composed in the various countries".[15]

I. THE APOSTOLIC TRADITION


75 "Christ the Lord, in whom the entire Revelation of the most high God is
summed up, commanded the apostles to preach the Gospel, which had
been promised beforehand by the prophets, and which he fulfilled in his
own person and promulgated with his own lips. In preaching the
Gospel, they were to communicate the gifts of God to all men. This
Gospel was to be the source of all saving truth and moral
discipline."[32]
In the apostolic preaching. . .
76 In keeping with the Lord's command, the Gospel was handed on in two
ways:
- orally "by the apostles who handed on, by the spoken word of their
preaching, by the example they gave, by the institutions they
established, what they themselves had received - whether from the
lips of Christ, from his way of life and his works, or whether they
had learned it at the prompting of the Holy Spirit";[33]
- in writing "by those apostles and other men associated with the
apostles who, under the inspiration of the same Holy Spirit,
committed the message of salvation to writing".[34]
. . . continued in apostolic succession
77 "In order that the full and living Gospel might always be preserved in
the Church the apostles left bishops as their successors. They gave
them their own position of teaching authority."[35] Indeed, "the
apostolic preaching, which is expressed in a special way in the inspired
books, was to be preserved in a continuous line of succession until the
end of time."[36]
78 This living transmission, accomplished in the Holy Spirit, is called
Tradition, since it is distinct from Sacred Scripture, though closely
connected to it. Through Tradition, "the Church, in her doctrine, life
and worship, perpetuates and transmits to every generation all that she
herself is, all that she believes."[37] "The sayings of the holy Fathers
are a witness to the life-giving presence of this Tradition, showing how
its riches are poured out in the practice and life of the Church, in her
belief and her prayer."[38]
79 The Father's self-communication made through his Word in the Holy
Spirit, remains present and active in the Church: "God, who spoke in
the past, continues to converse with the Spouse of his beloved Son.
And the Holy Spirit, through whom the living voice of the Gospel rings
out in the Church - and through her in the world - leads believers to the
full truth, and makes the Word of Christ dwell in them in all its
richness."[39]
II. THE RELATIONSHIP BETWEEN TRADITION AND SACRED SCRIPTURE
One common source. . .
80 "Sacred Tradition and Sacred Scripture, then, are bound closely
together, and communicate one with the other. For both of them,
flowing out from the same divine well-spring, come together in some
fashion to form one thing, and move towards the same goal."[40] Each
of them makes present and fruitful in the Church the mystery of Christ,
who promised to remain with his own "always, to the close of the age".
[41]
. . . two distinct modes of transmission
81 "Sacred Scripture is the speech of God as it is put down in writing
under the breath of the Holy Spirit."[42]
"And [Holy] Tradition transmits in its entirety the Word of God which
has been entrusted to the apostles by Christ the Lord and the Holy
Spirit. It transmits it to the successors of the apostles so that,
enlightened by the Spirit of truth, they may faithfully preserve,
expound and spread it abroad by their preaching."[43]
82 As a result the Church, to whom the transmission and interpretation of
Revelation is entrusted, "does not derive her certainty about all revealed
truths from the holy Scriptures alone. Both Scripture and Tradition
must be accepted and honoured with equal sentiments of devotion and
reverence."[44]
Apostolic Tradition and ecclesial traditions
83 The Tradition here in question comes from the apostles and hands on
what they received from Jesus' teaching and example and what they
learned from the Holy Spirit. The first generation of Christians did not
yet have a written New Testament, and the New Testament itself
demonstrates the process of living Tradition.
Tradition is to be distinguished from the various theological,
disciplinary, liturgical or devotional traditions, born in the local
churches over time. These are the particular forms, adapted to different
places and times, in which the great Tradition is expressed. In the light
of Tradition, these traditions can be retained, modified or even
abandoned under the guidance of the Church's Magisterium.
III. THE INTERPRETATION OF THE HERITAGE OF FAITH
The heritage of faith entrusted to the whole of the Church 84 The
apostles entrusted the "Sacred deposit" of the faith (the depositum
fidei),[45] contained in Sacred Scripture and Tradition, to the whole of
the Church. "By adhering to [this heritage] the entire holy people,
united to its pastors, remains always faithful to the teaching of the
apostles, to the brotherhood, to the breaking of bread and the prayers.
So, in maintaining, practising and professing the faith that has been
handed on, there should be a remarkable harmony between the bishops
and the faithful."[46]
The Magisterium of the Church
85 "The task of giving an authentic interpretation of the Word of God,
whether in its written form or in the form of Tradition, has been
entrusted to the living teaching office of the Church alone. Its authority
in this matter is exercised in the name of Jesus Christ."[47] This means
that the task of interpretation has been entrusted to the bishops in
communion with the successor of Peter, the Bishop of Rome.
86 "Yet this Magisterium is not superior to the Word of God, but is its
servant. It teaches only what has been handed on to it. At the divine
command and with the help of the Holy Spirit, it listens to this
devotedly, guards it with dedication and expounds it faithfully. All that
it proposes for belief as being divinely revealed is drawn from this
single deposit of faith."[48]
87 Mindful of Christ's words to his apostles: "He who hears you, hears
me",[49] the faithful receive with docility the teachings and directives
that their pastors give them in different forms.
The dogmas of the faith
88 The Church's Magisterium exercises the authority it holds from Christ
to the fullest extent when it defines dogmas, that is, when it proposes
truths contained in divine Revelation or having a necessary connection
with them, in a form obliging the Christian people to an irrevocable
adherence of faith.
89 There is an organic connection between our spiritual life and the
dogmas. Dogmas are lights along the path of faith; they illuminate it
and make it secure. Conversely, if our life is upright, our intellect and
heart will be open to welcome the light shed by the dogmas of faith.
[50]
90 The mutual connections between dogmas, and their coherence, can be
found in the whole of the Revelation of the mystery of Christ.[51] "In
Catholic doctrine there exists an order or hierarchy 234 of truths, since
they vary in their relation to the foundation of the Christian faith."[52]
The supernatural sense of faith
91 All the faithful share in understanding and handing on revealed truth.
They have received the anointing of the Holy Spirit, who instructs
them[53] and guides them into all truth.[54]
92 "The whole body of the faithful. . . cannot err in matters of belief. This
characteristic is shown in the supernatural appreciation of faith (sensus
fidei) on the part of the whole people, when, from the bishops to the
last of the faithful, they manifest a universal consent in matters of faith
and morals."[55]
93 "By this appreciation of the faith, aroused and sustained by the Spirit of
truth, the People of God, guided by the sacred teaching authority
(Magisterium),. . . receives. . . the faith, once for all delivered to the
saints. . . The People unfailingly adheres to this faith, penetrates it more
deeply with right judgment, and applies it more fully in daily life."[56]
Growth in understanding the faith
94 Thanks to the assistance of the Holy Spirit, the understanding of both
the realities and the words of the heritage of faith is able to grow in the
life of the Church:
- "through the contemplation and study of believers who ponder these
things in their hearts";[57] it is in particular "theological research
[which] deepens knowledge of revealed truth".[58]
- "from the intimate sense of spiritual realities which [believers]
experience",[59] the sacred Scriptures "grow with the one who reads
them."[60]
- "from the preaching of those who have received, along with their
right of succession in the episcopate, the sure charism of truth".[61]
95 "It is clear therefore that, in the supremely wise arrangement of God,
sacred Tradition, Sacred Scripture and the Magisterium of the Church
are so connected and associated that one of them cannot stand without
the others. Working together, each in its own way, under the action of
the one Holy Spirit, they all contribute effectively to the salvation of
souls."[62]
IN BRIEF
96 What Christ entrusted to the apostles, they in turn handed on by their
preaching and writing, under the inspiration of the Holy Spirit, to all
generations, until Christ returns in glory.
97 "Sacred Tradition and Sacred Scripture make up a single sacred deposit
of the Word of God" (DV 10) in which, as in a mirror, the pilgrim
Church contemplates God, the source of all her riches.
98 "The Church, in her doctrine, life and worship, perpetuates and
transmits to every generation all that she herself is, all that she
believes" (DV 8 # 1).
99 Thanks to its supernatural sense of faith, the People of God as a whole
never ceases to welcome, to penetrate more deeply and to live more
fully from the gift of divine Revelation.
100 The task of interpreting the Word of God authentically has been
entrusted solely to the Magisterium of the Church, that is, to the
Pope and to the bishops in communion with him. Article 3
Patung
Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Orang katolik tidak pernah
menganggap patung itu sendiri sebagai dewa yang disembah. Penghormatan
kepada patung hanyalah ungkapan rasa hormat kita pada pribadi yang mau
digambarkan oleh patung itu” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I,
hal 2.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Tuhan Yesus, Maria dan lain-lain
tidaklah kelihatan. Maka dari itu, banyak orang katolik suka memasang gambar
atau patung Yesus, Maria atau siapa pun juga, supaya mereka mudah ingat pada
pribadi-pribadi yang digambarkan di sana. Selain itu dengan memandang patung
dan gambar tadi, orang dapat berdoa dengan lebih baik sebab orang dapat dengan
lebih mudah mengarahkan budi dan hatinya kepada Yesus,artinya tidak mudah
melamun” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 4.

Kitab Suci / deutronanonika


Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “pada jaman Yesus belum ada kanon
Perjanjian Lama, ... kita tidak bisa mengetahui berapa tepatnya jumlah kitab
Perjanjian Lama (= PL) yang dikenal dan diakui oleh Yesus, atau oleh para rasul” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 22.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “lebih besarlah kemungkinannya Gereja


Para Rasul menerima kitab-kitab deuterokanonika sebagai bagian dari kitab suci
mereka” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 24.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “selama 2 abad pertama belum timbul
keraguan bahwa Deuterokanonika adalah Sabda Allah. Baru sesudah itu ada
beberapa bapa Gereja yang meragukannya. Hal inilah yang mendorong para uskup
Gereja lokal mengadakan Konsili untuk menetapkan jumlah Alkitab” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 25.

Buku V, hal 6-dan seterusnya.


Sirakh 4:1 - Mark 10:19-21
Sirakh 1:10 - 1Kor 2:6-9
Sirakh 3:17 - Yak 3:13
Sirakh 5:11 - Yak 1:19
Sirakh 5:13 - Yak 3:6,10
Tidak heran. Sama-sama kitab agama, tentu ada ayat-ayat yang mirip. Coba cari
ayat Kitab Suci yang mirip dengan Weda / Tripitaka dan sebagainya. Seperti
Golden rule. Apakah Yesus mengutip dari situ? Jadi, mirip tak berarti kutipan.
Juga ada kemungkinan keduanya mengutip dari sumber yang lain lagi, seperti
dalam kitab Yudas.
Paus.
Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Perlu kita ketahui bahwa sejak semula
kewibawaan paus sebagai uskup kota Roma yang sekaligus menjadi pemimpin
tertinggi Gereja universal, diakui di mana-mana” - ‘Mempertanggungjawabkan
Iman Katolik’, buku I, hal 26.

Check apakah Luther menol;agama kristen bukan hanya Yakobus, tetapi juga
Yudas, Wahyu., Ibrani, seperti yang dikatakan dalam buku I hal 26.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang) tentang Yoh 5:39: “Jadi ayat itu tidak
bermaksud mengatakan bahwa segala ajaran kristen harus diselidiki kebenarannya
dalam Alkitab” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 31.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Bukankah Perjanjian Baru juga


mengoreksi dan melengkapi Perjanjian Lama? (bdk. Mat 6:21 dan seterusnya)” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 32.
Catatan: ini pasti salah ayat, yang dimaksud adalah Mat 5:21-dst. Tetapi inipun
salah, karena dalam bagian itu Yesus bukannya mengoreksi Perjanjian Lama
tetapi tafsiran para ahli Taurat tentang Perjanjian Lama.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “menurut keyakinan Gereja Katolik


yang pada akhirnya mempunyai wewenang untuk menafsir Alkitab secara resmi
dan yang tidak dapat sesat adalah Kuasa Mengajar Gereja atau yang kita sebut
Magisterium. Magisterium adalah Paus dalam persatuan dengan semua Uskup
yang menjadi pewaris sah kuasa Petrus dan para rasul” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 40.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “setiap penafsir katolik harus tunduk
kepada penilaian Magisterium” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku
I, hal 45.

Apakah Agustinus percaya api pencucian? buku I hal 52.

Infallibility of the Pope


Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Sadar langsung dan eksplisit dari
Alkitab untuk infallibilitas paus memang tidak ada, sebab hal itu merupakan
refleksi iman yang dapat dipertanggungjawabkan” - ‘Mempertanggungjawabkan
Iman Katolik’, buku II, hal 24.
Bukan cuma dasar explicit, tetapi yang implicitpun tidak ada. Sebaliknya yang
bertentangan dengan ajaran itu banyak sekali!

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Infallibilitas (= ketidakdapatsesatan) ...


paus dibebaskan oleh RK dari kemungkinan untuk mengajarkan kesesatan dalam
hal iman dan kesusilaan” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku II, hal
23.
Arti istilah itu adalah tidak bisa salah, bukan tidak dapat sesat!
Tradisi

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “ada perbedaan fundamental antara


Gereja Katolik dan non-katolik mengenai sumber iman. Bagi Gereja Katolik Sabda
Allah itu hidup! Sabda Allah dihayati dan dipelihara tidak hanya dalam Alkitab
melainkan juga dalam seluruh kehidupan iman Gereja, yakni dalam Tradisi yang
berbentuk ibadat, ajaran kepemimpinan Gereja dan sebagainya. Berkat tuntunan
Roh Kudus sendiri Sabda Allah itu dipelihara dalam Tradisi dan menjadi semakin
matang dan jelas dalam perkembangan sejarah. Sedangkan gereja-gereja
Reformasi hanya menerima Alkitab sebagai sumber iman mereka” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku II, hal 50.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang):


“Ayat-ayat yang mendukung gagasan Tradisi.
Untuk mendukung ajaran Katolik mengenai pentingnya Tradisi, biasanya
dikemukakan ayat-ayat berikut ini:
1. Kis 2:42 di mana dikatakan bahwa jemaah kristen perdana bertekun dalam
pengajaran para rasul, jauh sebelum tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri
lahir. Jadi kehidupan iman Gereja tidak terbatas pada buku saja, tetapi juga
pada ajaran lisan para pemimpin suci yang ditetapkan oleh Tuhan.
2. 1Kor 15:3 di mana dikatakan oleh Paulus bahwa kebenaran tentang Yesus
Kristus dia terima seendiri (jelas secara lisan)
3. 2Tes 2:15 di mana Paulus menasihati umatnya:
‘Berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari
kami, baik itu secara lisan maupun secara tertulis.’ Ajaran-ajaran yang tidak
tertulis semacam itulah yang kita sebut Tradisi.
4. Yoh 21:25 yang berbunyi: ‘Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh
Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya
dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.’ Ayat ini
menunjukkan bahwa tujuan penulisan injilnya bukanlah untuk mendaftar semua
ajaran kristen atau membuat daftar lengkap dari ucapan dan perbuatan Yesus.
Yang dia tulis hanyalah hal-hal yang paling mendasar untuk keselamatan umat
manusia. Hal yang sama kiranya berlaku untuk kitab-kitab Perjanjian Baru
lainnya.” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal 32-33.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang):


“Tradisi dan Alkitab. Salah satu hal yang membedakan Gereja Katolik dari Gereja
Protestan adalah paham mengenai bagaimana wahyu Allah disimpan dan
diteruskan kepada umat manusia di segala tempat dan jaman. Menurut Gereja
Katolik: melalui Tradisi dan Alkitab! Apakah Tradisi itu? Bagaimana
hubungannya dengan Alkitab? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu kita bahas
ajaran Gereja Katolik mengenai terjadinya Alkitab.
Pertama-tama, ada Allah yang mewahyukan Diri-Nya melalui para nabi, utusan-
Nya. Para nabi itulah yang mewartakan sabda-sabda Allah. Tetapi Allah bersabda
juga melalui karya-karya-Nya yang agung dan melalui peristiwa-peristiwa hidup.
Jadi, dengan kata dan perbuatan Allah mewahyukan Diri-Nya, artinya Ia
memperkenalkan siapa Diri-Nya dan apakah rencana-Nya untuk keselamatan
manusia. ... Wahyu Allah inilah yang diterima oleh sekelompok umat manusia yang
kita sebut Gereja (baik dalam bentuk permulaannya, yakni bangsa Israel, maupun
dalam bentuk yang sudah tetap, yakni Gereja Yesus Kristus). Wahyu Allah itu
bergema dan dihayati oleh Gereja dalam ibadat, ajaran dan seluruh kehidupan
mereka. Inilah yang disebut Tradisi. Tradisi adalah Sabda Allah sejauh diterima
dan dihayati Gereja dalam hidupnya, ajarannya dan ibadatnya. Atau dapat
dikatakan juga bahwa Tradisi adalah Iman Gereja terhadap Wahyu Allah / Sabda
Allah.
Lama-kelamaan, ketika para rasul Yesus mulai wafat satu per satu, timbul
kebutuhan untuk menuliskan ajaran-ajaran yang mereka wariskan secara lisan itu,
agar Gereja mempunyai pegangan. Untuk tujuan ini Roh Allah mengilhami orang-
orang tertentu dalam Gereja untuk menuliskan apa yang dihayati dalam Tradisi itu
dalam Alkitab. Jadi dalam arti tertentu, Alkitab itu adalah bagian dari Tradisi atau
bentuk tertulis dari Tradisi. Tetapi berkat ilham Roh Kudus, Alkitab mempunyai
nilai istimewa sebab Allah sungguh-sungguh bersabda melalui kata-kata manusia
dalam Alkitab.
Dari uraian ini nampak betapa eratnya hubungan Tradisi dengan Alkitab. Oleh
sebab itu Alkitab harus ditafsirkan dalam konteks dan dalam kesatuan dengan
Tradisi. Sulit membayangkan penafsiran Alkitab lepas dari Tradisi, sebab sebelum
Alkitab ditulis, Sabda Allah itu sudah lebih dahulu dihayati dalam Tradisi.
Sebaliknya, karena penulisan Alkitab itu ada di bawah pengaruh Roh Kudus
sendiri, maka Tradisi yang dihayati Gereja di segala jaman itu harus dikontrol
dalam terang Alkitab.” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku I, hal
33-34.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang):


“Perbedaan antara Tradisi dan tradisi-tradisi:
Tradisi (dengan huruf T besar) harus dibedakan dari tradisi (dengan huruf t kecil)
atau dari tradisi-tradisi. Kita percaya bahwa Tradisi itu berasal dari para rasul dan
merupakan wahyu Tuhan. Sedangkan tradisi-tradisi berarti kebiasaan-kebiasaan
Gereja yang manusiawi, dan karenanya tidaklah hakiki, artinya bisa diganti
dengan kebiasaan lain yang sesuai dengan tuntutan jaman dan kebudayaan.
Penggunaan organ dalam ibadat, penggunaan lonceng dan sebagainya adalah
tradisi Gereja yang manusiawi, jadi boleh dihapuskan dan diganti dengan hal lain.
Tetapi penggunaan roti dan anggur sebagai bahan untuk Misa, misalnya, adalah
bagian dari Tradisi yang tidak bisa berubah” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman
Katolik’, buku I, hal 37-38.

Maria

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Kalau begitu mengapa diberi gelar
Bunda Allah? Gelar ini dimaksudkan bukan hanya untuk menghormati Maria
tetapi juga untuk menekankan betapa eratnya persatuan antara kodrat Allah dan
kodrat manusia dalam diri Kristus” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’,
buku II, hal 65.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Bahwa sebelum pertobatan kaisar


Konstantine yang terjadi pada tahun 312, penghormatan kepada Maria sudah
ditemukan dalam Gereja. Buktinya:
1 Pada tembok-tembok sebuah katakombe yang bernama St. Priscilla di Roma
kita temukan lukisan Bunda Maria dengan Yesus, Puteranya. Lukisan ini berasal
dari tahun antara 100 dan 200M. Jadi paling tidak, seratus tahun sebelum
bertobatnya Konstantine. Kemudian pada tembok lain dari katakombe yang sama
kita jumpai juga gambar Maria bersama Yesus tetapi yang usianya sedikit lebih
muda dari pada gambar yang pertama tadi. Mungkin sekali gambar-gambar
tersebut dibuat untuk keperluan pengajaran agama pada calon baptis maupun
untuk penghormatan kepada Maria.
2 Sudah sejak jaman sebelum pertobatan Konstantine terdapat tulisan-tulisan
apokrip dan ajaran-ajaran banyak tokoh Gereja tentang Maria yang kesemuanya
itu mencerminkan penghormatan umat kristen kepada Maria sejak awal.
3 Dalam doa Ekaristi yang disusun oleh St. Hipolitus dari Roma (170-235 M)
nama Maria sudah disebut.
Jadi jelas bahwa penghormatan kepada Maria dalam Gereja bukanlah impor dari
atau Yunani atau dari tempat lain yang dilakukan oleh sementara pemimpin Gereja
dengan tujuan menarik banyak orang kafir, dan yang terjadi setelah kaisar
Konstantine bertobat!” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku II, hal
54-55.
Yang ia jadikan dasar hanyalah bahwa adanya gambar Maria di gereja pada
jaman itu. Ini sama sekali tidak kuat dan merupakan bukti yang dibuat-buat. Bisa
saja gambar itu ada sekedar sebagai gambar. Ia mengatakan bahwa mungkin
sekali gambar-gambar tersebut dibuat untuk penghormatan kepada Maria.
Mungkin. Tetapi mungkin juga tidak.
Lalu ia mengatakan bahwa dalam tulisan-tulisan apokrip dan ajaran banyak
tokoh gereja sudah tercermin penghormatan kepada Maria. Tulisan apokrip itu,
sepanjang pengetahuan saya, sudah ada sebelum jaman Maria. Bagaimana
mungkin bisa memberikan penghormatan kepada Maria? Lalu ajaran banyak
tokoh gereja. Tokoh gereja yang mana. Dalam buku apa? Dan bagaimana
penghormatannya? Seperti yang dilakukan oleh orang Katolik, atau
penghormatan biasa seperti yang dilakukan oleh orang Protestan? Apa yang ia
katakan sama sekali tidak jelas.
Lalu ia berkata bahwa nama Maria disebut dalam doa Hipolitus. Disebut
bagaimana? Dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea -
Konstantinople, dan Pengakuan Iman Chalcedonpun nama Maria juga disebut,
dan gereja saya menggunakan ketiga pengakuan iman tersebut.
Jadi bukti yang diberikan oleh uskup ini, dan kesimpulan yang ia buat, menurut
saya menggelikan dan hanya bisa meyakinkan orang bodoh!

Sakramen pengakuan dosa


Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “... penitensi; inilah istilah resmi yang
dipakai Gereja Katolik. Dengan penitensi dimaksud silih atas dosa-dosa kita. Itu
berarti dosa kita diampuni melulu karena belas-kasih Allah. Namun setelah
diampuni, orang perlu melakukan perbuatan-perbuatan tertentu sebagai silihnya.
Paham penitensi ini timbul dari keyakinan katolik bahwa setiap dosa yang dibuat
manusia itu patut menerima hukuman. ... Maka dari itu menurut paham katolik,
setelah dosa diampuni Tuhan, si pendosa tetap perlu ‘dihukum’ demi pendidikan
baginya dan untuk memperbaiki keadaan jiwanya” - ‘Mempertanggungjawabkan
Iman Katolik’, buku III, hal 7-8.
Menggunakan Yak 5:16 sebagai dasar sakramen pengakuan dosa, buku III hal
12.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Memang benar, yang wajib diakukan
dalam sakramen tobat hanyalah dosa-dosa besar, lebih-lebih dosa yang membuat
orang kehilangan rahmat pengudus yang sangat diperlukan orang untuk
keselamatannya. Justeru karena seriusnya dosa besar itu maka dosa besarlah yang
wajib diakukan” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku III, hal 15.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Bahkan seorang kristen yang sudah
selamat dapat berbuat dosa yang begitu serius sehingga ia kehilangan kembali
rahmat keselamatan itu. Keselamatan (dan iman) yang diterima orang pada waktu
dibaptis barulah benih hidup kekal yang masih harus diperjuangkan terus dengan
usaha sendiri. Tentu saja dalam hal ini diperlukan juga bantuan Tuhan.
Keselamatan bukanlah soal sepele yang diperoleh dengan tekad dan kepercayaan
sesaat saja, yakni pada waktu orang bertobat dan percaya kepada Kristus” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku III, hal 17.
Bandingkan dengan Luk 19:9! Kej 15:6.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “dosa besar atau dalam hal ini lebih
tepat disebut dosa maut atau mortal sin. ... Dosa maut berarti suatu dosa serius
yang membuat hubungan orang dengan Tuhan putus, yang membuat orang
menjadi musuh Tuhan, membuat orang kehilangan Roh Kudus yang menjadikan
dia anak Allah” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku III, hal 19.

Buku III hal 28-29 - Luk 1:34 dianggap menunjukkan bahwa Maria sudah berkaul
untuk tidak bersuami, dan Yusuf mengawininya supaya kaulnya itu tercapai!

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “berdasarkan bahasa Aram ada seorang
penafsir katolik berpendapat bahwa kata ‘sampai’ kadang-kadang bisa berarti
‘lihatlah’. Karena itu ia mengusulkan agar Mat 1:25 diterjemahkan sebagai
berikut: ‘Meskipun Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria, lihatlah ia melahirkan
Yesus.’” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku III, hal 31.
Catatan:
 ini lucu dan tajk masuk akal, karena ‘sampai’ dan ‘lihatlah’ sangat jauh
bedanya.
 bahasa asli dari Mat 1:25 adalah Yunani bukan Aram.
 mengapa ada tambahan lagi kata ‘meskipun’ di awal Mat 1:25?

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Juga sewaktu dan sesudah melahirkan
Yesus keperawanan Maria tetap utuh. Ini adalah anugerah Allah yang mahakuasa;
bagi Allah tidak ada sesuatu yang tidak mungkin (Luk 1:38).” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku III, hal 31.
Transubstantiation dan mujijat palsu.
Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Mukjijat Ekaristi di Lanciano. Di
Lanciano, sebuah kota kecil di Italia, pernah terjadi mukjijat Ekaristi yang
pertama dan terbesar dalam sejarah. Pada abad VIII seorang rahib dan imam
Katolik meragukan kehadiran Tuhan Yesus dalam Ekaristi. Untuk menjawab
karaguannya itu Tuhan membuat mukjijat berikut ini. Segera sesudah kata-kata
konsekrasi selesai diucapkan imam itu, roti kecil sungguh-sungguh berubah
menjadi secuil daging manusia, dan anggur menjadi lima tetes / bintik darah
manusia yang berbeda bentuk dan ukurannya. Tubuh dan Darah Yesus itu
disimpan dengan baik sampai kini. Pada tahun 1970 sekelompok ahli anatomi,
kimia dan patologi Italia mengadakan penyelidikan atas relikwi tersebut. Dan
hasilnya mengagumkan: daging itu dinyatakan benar-benar daging manusia, malah
berupa jaringan otot dari jantung (= myocardium). Darah itu dinyatakan benar-
benar darah manusia. Selanjutnya, para ilmuwan itu menyatakan bahwa adalah
suatu keajaiban bahwasanya relikwi yang sudah tersimpan selama 12 abad lebih
tanpa ada bahan pengawet apa pun itu, tetap utuh (tidak rusak)!” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku III, hal 45.

Yesus bukan satu-satunya jalan?

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Jadi, kata ‘satu-satunya’ yang dipakai
dalam 1Tim 2:5 tidak boleh dipandang sebagai ‘satu-satunya’ dalam arti yang
terlalu kaku dan tegas” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku II, hal
63.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang), dalam buku ‘Mempertanggungjawabkan


Iman Katolik’, buku IV, hal 34-38:
“P:Sering kali orang mempersoalkan nasib orang yang beragama lain atau yang
tidak dibaptis. Bagaimana ajaran resmi Gereja Katolik dalam hal ini?
J: Saya kira cara yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan Anda adalah
mengutip langsung apa yang diajarkan Konsili Vatikan II. Dalam konstitusi
dogmatis Lumen Gentium nomer 16 Konsili Vatikan II mengajarkan, ‘Sebab
mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya,
tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha
melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan
perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.’
P: Tetapi bukankah Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah
dan manusia seperti ada tertulis dalam 1Tim 2:5?
J: Ya, tepat sekali. Tetapi ajaran Konsili Vatikan II tidak bertentangan dengan
1Tim 2:5, sebab kita percaya bahwa Yesus Kristus tetap satu-satunya
pengantara antara Allah dan manusia. Hanya saja mereka yang tidak (bisa)
mengenal Dia, tetapi yang berusaha mengabdi Allah menurut keyakinan atau
menurut agama mereka sendiri, dapat selamat berkat jasa Yesus Kristus yang
telah mendamaikan seluruh umat manusia dengan Allah. Meskipun mereka
tidak mengenal-Nya, Yesus Kristus telah wafat demi menebus dosa mereka
juga. Menurut keyakinan katolik sampainya seorang yang beragama lain ke
surga adalah berkat rahmat Yesus Kristus. Kami kira ajaran ini penting. Sebab
kalau orang selamat hanya karena percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis,
konsekuensinya besar sekali. Berapa banyak orang yang tidak mengenal Yesus
Kristus atau yang sudah beragama sebelum mengenal agama kristen? Tak
terhitung jumlahnya, bukan? Mereka begitu yakin bahwa agama merekalah
yang benar, dan mereka justeru takut masuk neraka kalau pindah ke agama
kristen. Maka mereka dengan hati nurani yang tulus mengabdi Allah sesuai
dengan keyakinannya itu. Nah, apakah Tuhan Allah yang maha-rahim pasti
memasukkan mereka ke dalam neraka? Sulit menerima Allah yang demikian
kejam, bukan? Kita harus berhati-hati supaya jangan bersikap seperti banyak
orang yang hidup sejaman dengan Yesus. Banyak di antara mereka mengira
pasti masuk surga karena mereka itu keturunan Abraham, karena mereka itu
bersunat atau karena mereka itu beragama Yahudi. Mereka mengira, bangsa
bukan Yahudi pasti masuk neraka. Bukankah Yesus mengecam orang-orang
Yahudi semacam itu dengan mengatakan bahwa orang-orang bukan-Yahudi
(yang dianggap kafir itu) bahkan bisa ikut mengadili mereka. ‘Pada waktu
penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama-sama angkatan ini
dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah
mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari
pada Yunus’ (Mat 12:41).
P: Kalau begitu, semua agama itu sama saja. Bukankah orang yang beragama apa
pun bisa selamat tanpa percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis?
J: Tidak! Semua agama itu tidak sama saja. Itu indifferentisme agama namanya,
artinya paham bahwa tidak ada perbedaan penting antara agama yang satu
dengan yang lain. Dengan menganut indifferentisme agama orang bisa pindah
agama seenaknya tanpa pikir panjang. Kita tidak bisa menerima paham itu.
Agama yang satu berbeda dengan agama yang lain. Setiap pemeluk suatu
agama seharusnya merasa yakin bahwa agama yang dianutnyalah yang paling
benar dan baik. Kita pun sebagai orang kristen percaya bahwa agama
kristenlah agama yang paling benar dan sempurna. Jadi ajaran Konsili Vatikan
II (tentang kemungkinan orang untuk selamat tanpa menjadi orang kristen)
tidak mengurangi sama sekali tugas Gereja untuk memperkenalkan Injil
kepada segala bangsa. Kita tetap wajib memperkenalkan Yesus Kristus, sebab
Dia tidak hanya menunjukkan jalan menuju keselamatan, tetapi Dia sendiri
adalah Jalan menuju keselamatan. Kita tetap wajib mengajak orang lain untuk
masuk ke dalam agama kristen, karena kita yakin bahwa agama kristen
memberi jalan yang paling singkat dan pasti menuju keselamatan. Agama
kristen adalah jalan yang paling singkat dan pasti untuk mempersatukan
manusia dengan Allah secara paling erat-mesra. Agama kristen memungkinkan
manusia menerima secara melimpah-ruah kehidupan ilahi yang dibawa oleh
Yesus (Yoh 10:10), suatu rahmat yang - menurut keyakinan kita - tidak dapat
diberikan oleh agama lain. Akhirnya, baiklah kami kutipkan ajaran Paus
Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dalam Ensiklik Redemptoris Missio (Tugas
Perutusan Penebus) nomer 55 dikatakan, ‘Kenyataan bahwa para pemeluk
agama-agama lain dapat menerima rahmat Allah dan dapat diselamatkan oleh
Kristus terlepas dari sarana-sarana yang biasa yang telah Dia bangun sendiri,
tidaklah demikian saja membatalkan panggilan menuju iman dan pembaptisan
yang diinginkan Allah bagi semua orang ... Gereja adalah sarana yang biasa dari
keselamatan dan Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana keselamatan
itu.’ Nah, menjadi jelas bahwa semua agama itu tidak sama saja.
P: Bagaimana menerangkan ayat-ayat Injil yang menyatakan bahwa yang bisa
sampai kepada Bapa atau bisa selamat hanyalah mereka yang percaya kepada
Yesus Kristus yang (dan?) dibaptis? Coba baca Mrk 16:15, ‘Pergilah ke seluruh
dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan
dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.’
Baca juga Yoh 3:18, ‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum;
barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak
percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.’ (bdk. Yoh 8:24; 11:26).
J: Harus kami akui, masalah ini sulit dijawab. Apa yang akan kami katakan di sini
hanyalah pendapat pribadi yang bisa salah. Begini jawaban kami. Ajaran
Konsili Vatikan II di atas mengandung keyakinan Gereja Katolik bahwa ayat-
ayat yang baru saja Anda sebut, yakni Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 tidak perlu
ditafsirkan secara hurufiah dan dalam arti mutlak seperti adanya. Dan banyak
ayat lain yang serupa itu. Ayat-ayat di atas hanya mau menekankan betapa
pentingnya iman kepada Yesus Kristus dan pentingnya pembaptisan. Jadi ayat-
ayat tersebut tidak bermaksud mengajarkan bahwa semua orang (tanpa
kecuali) yang tidak sempat percaya dan dibaptis pasti binasa. Memang jawaban
ini tidak memuaskan. Tapi kita yakin bahwa paus dalam persatuan dengan para
uskup se dunia dibimbing oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat menafsir Injil
dengan benar. Lebih sulit menerima kenyataan bahwa semua orang yang tidak
percaya kepada Yesus Kristus (tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu) pasti
masuk neraka daripada menerima kenyataan bahwa Mrk 16:15 dan Yoh 3:18
merupakan semacam cara untuk menekankan pentingnya iman dan
pembaptisan dan bukan dogma mengenai nasib orang yang tidak percaya.”
Catatan: dalam hal bayi yang mati tanpa dibaptis, mereka beranggapan masuk
Libus Infantum, tetapi anehnya orang dewasa mati tanpa Kristus bisa masuk
surga.

Limbus Infantum
Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Ajaran semacam itu timbul karena
orang merasa terjepit di antara 2 ajaran berikut ini: di satu sisi baptisan itu
dianggap perlu untuk keselamatan, di sisi lain bayi yang mati tanpa sempat dibaptis
belum mempunyai dosa pribadi, hanya dosa asal. Nah, sulit memikirkan bagaimana
Allah akan menghukum bayi-bayi yang tidak berdosa secara pribadi itu dalam
neraka yang menurut Alkitab penuh penderitaan itu? Tetapi sukar juga menerima,
jika bayi semacam itu masuk surga tanpa mengalami penyelamatan Yesus Kristus
lewat baptisan. Maka mereka yakin bahwa Allah tentu menyediakan bagi bayi-bayi
semacam itu suatu tempat atau keadaan khusus. Tetapi sekali lagi hal ini bukan
dogma atau ajaran resmi yang sudah paten, tetapi masih terbuka untuk
didiskusikan. Yang jelas Gereja Katolik menganjurkan supaya bayi dibaptis
secepat mungkin dan jika bayi mati sebelum sempat dibaptis, kita pasrahkan saja
nasibnya kepada belas kasihan Allah. Alkitab dan Tradisi tidak memberi kita
cukup petunjuk untuk dapat mengetahui nasib mereka” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 42-43.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “jika Gereja Katolik mengajarkan


bahwa baptisan itu melahirbarukan, itu dapat dipertanggungjawabkan” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 23.
Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Bagi Gereja Katolik sumber iman
bukanlah Alkitab saja, melainkan juga Tradisi” - ‘Mempertanggungjawabkan
Iman Katolik’, buku IV, hal 26-27.

Kesucian Maria
Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Jelas ular yang dimaksud dalam Kej
3:15 adalah Setan. Lalu ‘keturunan wanita’ yang meremukkan kepala Setan hingga
mati itu adalah Mesias. Nah, kalau begitu perempuan yang harus bermusuhan
dengan Setan dan yang menjadi bunda Mesias yang meremukkan kepala Setan,
pastilah bukan Hawab si pendosa itu, melainkan bunda Mesias. Bagi kita Mesias
adalah Yesus dari Nazaret dan ibunya adalah Maria. Jadi, terjemahan yang tepat
dari Kej 3:15 bukan, ‘Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan
perempuan ini’ seperti terjemahan LAI yang kita miliki. Terjemahan ini memberi
kesan bahwa ‘perempuan’ yang dimaksud adalah Hawa, ‘manusia pertama.’ Tidak.
Lebih tepat terjemahan ini, ‘Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau
dan perempuan itu’ (seperti dapat dilihat dari teks Ibraninya). Dengan menerima
tafsiran Gereja Katolik ini, maka menjadi jelas bahwa sejak awal mula Allah
menempatkan Maria sebagai musuh Setan, musuh dosa ... Maria sejak semula
menjadi lawan setan/dosa, artinya dibebaskan dari noda dosa. ... Ayat kedua yang
perlu disinggung di sini adalah salam malaikat Gabriel kepada perawan Maria,
‘Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau’ (Luk 1:28). ...
Karena hakekat Maria adalah ‘yang dikaruniai,’ maka Maria tidak mungkin
dinodai noda dosa asal” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal
28-29.
Catatan: terjemahan Kej 3:15 sebetulnya bukan ‘perempuan ini’ ataupun
‘perempuan itu’, tetapi ‘the woman’ (= si perempuan).

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Maria dibebaskan dari segala noda dosa
sejak awal hidupnya. Tetapi hal itu terjadi berkat rahmat penebusan Yesus Kristus
yang sudah mulai bekerja untuk Maria sebelum Yesus sendiri lahir dan menebus
manusia. Memang bagi manusia hal itu tidak masuk akal. Tetapi Tuhan tidak
terikat pada tempat dan waktu seperti kita manusia. Soal ‘sesudah’ dan ‘sebelum’
yang berlaku mutlak bagi manusia tidaklah berlaku bagi Tuhan. Jadi jangan lupa:
Maria tetap ditebus oleh Yesus Kristus!” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman
Katolik’, buku IV, hal 30.

Penggunaan lilin - memperpanjang doa.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “P: Lalu apa makna membakar lilin
(devosi) di depan patung? J: Nah, itu pertanyaan yang lebih penting. Kita perlu
mengerti arti dari praktek dalam Gereja kita. Dengan menyalakan lilin di gereja
atau di depan patung, sebenarnya orang ingin memperpanjang doa dan
kehadirannya, sebab ia sendiri tidak bisa tinggal lebih lama di depan patung atau di
gereja itu. Lilin yang menyala melambangkan kehadiran dan doanya. ... Orang-
orang Yahudi, misalnya, ingin memperpanjang doa-doa mereka dengan jalan
menulis doa-doanya pada secarik kertas, lalu menyisipkan kertas itu pada celah-
celah didning, misalnya pada dinding gua Elia di G. Karmel atau di tembok
Ratapan, di Yerusalem” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal
50.

Pesta-pesta Perjanjian Lama dan nama El Elyon berasal dari kafir? Buku ke 4
hal 50. Juga buku II hal 58-59

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Umat katolik tidak biasa menyambut
darah Yesus karena alasan praktis: yakni umat terlalu banyak dan resiko tumpah
jauh lebih besar daripada hosti yang berbentuk padat. Hanya bila umat tidak
terlalu banyak dan pada kesempatan istimewa saja, umat dapat menyambut Yesus
Kristus dalam rupa roti dan anggur” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’,
buku III, hal 48.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “sebenarnya sakramen baptis adalah


perbuatan Allah sendiri yang dilaksanakan melalui tanda-tanda (yang memang
dilakukan dengan perantaraan manusia)” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman
Katolik’, buku IV, hal 24.
Ini untuk menjawab serangan saya bahwa kemutlakan baptisan menunjukkan
bahwa Katolik menganut salvation by works. Tetapi jawaban ini bodoh, karena
apapun di luar iman, termasuk works!

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Memang sebelum Konsili Vatikan II


pembacaan Alkitab oleh umat sangat dibatasi tetapi itu tidak berarti bahwa Alkitab
sama sekali jauh dari umat” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku III,
hal 55.
Kepada saudaraku yang Budi Asali yang saya kasihi didalam Tuhan.

Pertama-tama ijinkan saya untuk memperkenalkan diri saya, nama saya Mario
Sujanto, saya adalah bekas seorang pendeta dari Gereja Presbyterian (USA).
Pada tahun 1994 saya bertobat dan menjadi seorang Katolik. Pada saat ini,
saya adalah seorang frater dan seminarian yang sementara ini sedang
menyelesaikan studi saya dalam bidang Philosophy di St.Augustine’s Seminary –
Toronto.

Tanggapan Budi Asali:


Anda menggunakan istilah ‘bertobat’? Saya memilih istilah ‘murtad’ untuk
tindakan anda tersebut! Tetapi saya sendiri, sebagai seorang Reformed, tidak
mempercayai bisa terjadinya kemurtadan dalam arti yang sebetulnya (kehilangan
keselamatan). Jadi, terus terang saya berpendapat bahwa anda belum pernah
menjadi seorang kristen yang sungguh-sungguh. Sekalipun dulunya anda
seorang pendeta Presbyterian, anda paling-paling hanyalah orang Kristen KTP
(nominal Christian). Saya pikir ini tidak terlalu mengherankan karena sepanjang
pengetahuan saya PCUSA memang termasuk Liberal. Coba anda periksa diri
anda sendiri, apakah anda betul-betul percaya kepada Kristus sebagai Tuhan
dan Juruselamat anda? Apakah anda percaya bahwa hanya iman kepada
Kristus, bukannya perbuatan baik anda, yang menyelamatkan anda? Dan
seandainya anda mati saat ini, yakinkah anda bahwa anda pasti masuk surga?

Mengenai hubungan saya dengan gereja Orthodox dan Protestant, saya


menyelesaikan gelar Lic.Theol di St.Elias Alexandria Orthodox Seminary dan
M.Div di Princeton Seminary - NewJersey. Sewaktu saya masih bertempat
tinggal di Indonesia, saya sedikit mengenal Bpk. Bambang Noorsena yang saya
anggap sangat bagus dan mempunyai pemikiran yang objective dan jauh lebih
baik dibandingkan dengan kebanyakan minister-minister protestant lainnya, yang
saya nilai sangat dangkal pengetahuannya, baik itu mereka yang lulusan dalam
maupun luar negri. Sedikit shock saya setelah membaca sanggahan/kritik
saudara mengenai “Gereja Orthodox Syria” versi Bambang Noorsena yang
nadanya sangat memojokan dan menyudutkan beliau dengan tuduhan seperti
beliau adalah seorang penganut “Nestorianism”, yang mempercayai
keterbatasan Yesus sebagai Adonai dan HYWH, dan ini saya kira kurang tepat.
Karna dari apa yang anda bahas dalam tulisan saudara, saudara kelihatannya
hanya mengenal Sdr.Bambang hanya sebatas buku atau kaseh, tapi jauh dari
keterlibatan saudara kepada Sdr.Bambang sendiri. Mengapa Bpk.Asali tidak
mau mencoba untuk bertemu langsung dan berdiskusi langsung kepada Bpk.
Bambang mengenai segala macam keresahan saudara, untuk menconfirm
sebelum anda menulis dan meng-go-publickannya di Internet seperti itu?
Bagaimana bila pemikiran anda terhadap bambang keliru?

Tanggapan Budi Asali:


1) Saya tidak pernah menuduh Bambang Noorsena sebagai seorang Nestorian.
Dan seorang Nestorian adalah orang yang mempercayai bahwa Yesus
mempunyai 2 pribadi, bukan seseorang ‘yang mempercayai keterbatasan
sebagai Adonai dan YHWH’, seperti yang anda katakan.
2) Anda sendiri menuduh saya tanpa tahu duduk persoalannya. Saya sudah
pernah mendengar langsung khotbah Bambang Noorsena dan saya sudah
pernah berdebat dengan 2 anak buahnya, dan saya ‘menantang’ Bambang
Noorsena sendiri untuk berdebat dengan saya, dalam persoalan Kristologi, Allah
Tritunggal, Bibliologi, dan Mariologi, tetapi dia menolak ‘tantangan’ tersebut.

3) Andaikatapun saya hanya pernah mendengar khotbah seseorang tanpa


mengenal orangnya, mengapa saya tidak bisa mencap orang tersebut sebagai
sesat, kalau dari satu khotbah itu memang sudah kelihatan sesatnya? Kalau
anda mendengar seseorang berkhotbah hanya satu kali, tetapi dalam khotbah itu
ia mendorong jemaatnya menyembah setan, apakah anda tidak berani mencap
dia sebagai sesat?

4) Saya tidak pernah meng-go-public-kan tulisan saya sebelum saya yakin akan
kebenarannya, apalagi kalau tulisan tersebut berhubungan dengan serangan
terhadap seseorang yang saya anggap sebagai orang sesat.

5) Saya kira apa yang anda tuduhkan kepada saya seharusnya anda tujukan
kepada diri anda sendiri. Anda yang tidak terlalu mengenal Bambang Noorsena,
tetapui berani membelanya seakan-akan dia orang baik. Perlu anda ketahui
bahwa tulisan saya itu sebetulnya merupakan makalah suatu seminar di GRII
Ngagel Jaya, dimana pada hari pertama pembicaranya adalah Bambang
Noorsena dan pada hari kedua pembicaranya adalah saya, yang memang
ditugaskan untuk mengcounter ajaran Bambang Noorsena. Tetapi apa yang
terjadi betul-betul diluar dugaan, karena pada hari pertama, Bambang Noorsena
mengajarkan ajaran yang berbeda sekali dengan apa yang biasanya ia ajarkan.
Karena itu untuk mengcounternya, maka pada waktu saya berkhotbah, saya
menggunakan beberapa kali rekaman kaset khotbah Bambang Noorsena, untuk
membuktikan bahwa dia adalah seorang bunglon yang selalu berubah-ubah
menyesuaikan diri dengan para pendengarnya. Yang seperti itu anda anggap
sebagai orang yang bagus, objective, dan sebagainya? You really don’t know
what you are talking about!

Biarlah mengenai “Christology” kita lewatkan sejenak, sebabnya kelihatannya ini


hanya ada sedikit kesalah pahaman saudara mengenai pengertian Sdr.Bambang
Noorsena. Tapi saya sangat mengkuatirkan tulisan saudara mengenai Maria,
dengan klaim dan denial saudara kepada Mary’s Perpetual Virginity. Dengan
segala kerendahan hati, saya mengajak anda berdiskusi dengan ini, biarlah kita
mencari suatu kebenaran yang hakiki dan apostolik. Ijinkan saya mensyerkan
sedikit dari apa yang saya pelajari dan pahami mengenai hal ini:
(Ijinkan saya memakai bahasa Inggris)

Tanggapan Budi Asali:


1) Saya berpendapat bahwa anda sama sekali tidak mengerti tulisan saya kalau
perbedaan / pertentangan saya dengan Bambang Noorsena anda anggap
sekedar sebagai salah paham. Kami berdua memang berbeda dan bahkan
bertentangan, bukan salah paham. Anda yang salah paham tentang perbedaan /
pertentangan kami!
2) Saya heran bahwa anda mau melewatkan tentang Kristologi, tetapi
mempersoalkan Mariologi. Dalam theologia., yang lebih penting Kristus atau
Maria? Apalagi kalau hanya tentang keperawanan abadi dari Maria. Kalau anda
memang belajar theologia dengan baik, anda pasti tidak menganggap itu
sebagai sesuatu yang penting. Yang penting adalah keperawan Maria sampai
Yesus lahir, karena kalau Maria tidak perawan maka Yesus dilahirkan dari
perzinahan dan ia hanya manusia biasa. Tetapi setelah Yesus lahir, secara
theologia tak ada gunanya mempertahankan keperawanan Maria.

Sisi yang pertama, sewaktu Katolik dan Orthodox menyebut Maria adalah
perawan, they mean she remained a virgin throughout her life. When
Protestants use the term, they mean she was a virgin only until the birth of Jesus;
they believe that she and Joseph later had Children, all those called “the brethren
of the Lord”. What gives rise to the disagreement are biblical verses that use the
terms “brethren”, “brother”, or “sister”. There are representative verses: “while he
was still speaking to the multitude, it chanced that his mother and his brethren
were standing without, desiring speech with him.” (Mt 12:46); “Is this not the
carpenter, the son of Mary, the brother of James and Joseph and Judas and
Simon? Do not his sisters live here near us?” (Mk 6:3); “For even his brethren
were without faith in him” (Jn 7:5); “All these, with one mind, gave themselves up
to prayer, together with Mary the mother of Jesus, and the rest of the women and
his brethren”(Acts 1:14); “Have we not the right to travel about with a woman who
is a sister, as the other apostles do, as the Lord’s brethen do, and Cephas?” (I
Cor 9:5).
The first thing to note, when trying to understand such verses, is that the
term “brother has a wide meaning in the Bible. It is not restricted to brothers
german or half brothers. The same goes for “sister” and the plural “brethren”./
Lot is described as Abraham’s “brother” (Gen 14:14), but Lot was the son of
Aran, Abraham’s deceased brother (Gen II: 26-28); this means Lot was really
Abraham’s nephew. Jacob is called the “brother” of his uncle laban (Gen 29:15).
Cis and Eleazar were the sons of Moholi; Cis had married their “brethren”, the
sons of Cis. These “brethren” were really their cousins (I Chron 23: 21:22).
The terms “brethren”, “brother”, and “sister” did not refer only to close
relatives, as in the above examples. Sometimes they meant only a kinsman (Dt
23: 7; 2 Esd 5:7; Jer 34:9), as in the reference to the forty-two “brethren” of king
Ochozias (2 Kings 10:13-14). The words could mean even people apparently
unrelated, such as a friend ( 2 Sam 1:26; I Kings 9:13; 20:32), or just an ally
(Amos 1:9).
Why this ambiguous usage? Because neither Hebrew nor Aramaic, the
language spoken by Christ and his disciples, had a special word meaning
“cousin”. Speakers of those languages used either the word for “brother” or a
circumlocution, such as “the son of the sister of my father”. Using a
circumlocution was a clumsy way to speak, so they naturally fell to using the
word “brother”.
The writers of the N.T were brougt up to use the Aramaic equivalent of
“brethren” to mean both cousins and sons of the same father – plus other
relatives and even nonrelatives. When they wrote in Greek, they did the same
thing the translators of the Septuagint did. In the septuagint the Hebrew word
that include both true brothers and cousins was translated as adelphos, which in
Greek has the (usually) narrow meaning that the English “brother” has. Unlike
Hebrew or Aramaic, Greek has a separate word for cousin, anepsios, but the
translators of the Septuagint favored adelphos, even for true cousins.
One might say they transliterated instead of translated. They took an
exact equivalent of the Hebrew word for “brother” and did not use adelphos here
(for sons of the same parents), anepsios there (for cousins). This same usage
was employed by the writers of the N.T and passed into English and Indonesian
translations of the Bible. To determine just what “brethren” or “brother” or “sister”
means in any one verse, we must look at the context. When we do that , we see
insuperable problems arise if we assume that Mary had children other than
Jesus.

Tanggapan Budi Asali:


Ijinkan saya menjawab tetap dalam bahasa Indonesia. Mengapa anda
mempersoalkan bahasa Aram ataupun Ibrani? Kata ‘saudara’ itu dalam
Perjanjian Baru, jadi menggunakan bahasa Yunani. Saya tidak tahu apakah
memang bahasa Ibrani / Aramaic tidak mempunyai kata untuk ‘cousin’, tetapi
dalam Yunani ada istilah untuk ‘cousin’, dan istilah itu digunakan oleh Paulus
dalam Kol 4:10 (jangan menggunakan Kitab Suci Indonesia untuk ayat ini karena
Kitab Suci Indonesia salah terjemahan). Kalau memang ‘saudara-saudara’
Yesus dalam Kitab Suci itu adalah ‘cousins’, mengapa tidak digunakan istilah
Yunani tersebut? Kalau Paulus, yang juga adalah seorang Yahudi bisa
menggunakan istilah ‘cousin’ tersebut, mengapa para penulis Injil tidak bisa?

At the Annunciation, when the angel Gabriel appeared to Mary, she


asked, “how can that be, since I have no knowledge of Man?” (Lk I :34). From
the earliest interpretations of the Bible we see that this was taken to mean that
she had made a vow of lifelong virginity, even in marriage. If she had taken no
such vow, the question would make no sense at all.

Tanggapan Budi Asali:


1) From the earliest interpretation? I am not buying that! Saya berpendapat
bahwa Mary’s vow hanya merupakan suatu isapan jempol saja, yang sama
sekali tidak mepunyai dasar Kitab Suci. Apa sebab dan alasannya sehingga Luk
1:34 itu harus ditafsirkan seperti itu? Dan kalau Mary memang mempunyai nazar
seperti itu, adalah aneh dan bahkan gila bahwa ia mau bertunangan dengan
Yusuf. Kata-kata anda bahwa ‘ia bernazar untuk tetap menjadi perawan
sekalipun dalam pernikahan’ adalah sesuatu yang menggelikan dan sangat tidak
masuk akal.
Perlu juga diperhatikan bahwa dalam kalangan Yahudi, tidak menikah / tidak
mempunyai anak, dianggap sebagai suatu aib yang sangat besar, sehingga tidak
masuk akal bahwa tanpa alasan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan
Mary tahu-tahu melakukan nazar seperti itu.
Juga, kalau Mary memang mempunyai vow seperti itu, mengapa ia tidak berkata:
“how can that be, since I had made a vow not to get married?”.
Semua yang anda katakan dalam persoalan ini jelas sekali terlihat bukan
sebagai suatu exegesis yang sehat dari text itu, tetapi sebagai suatu eisegesis
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan!
2) Sebagai tambahan argumentasi saya, dalam 1Kor 7:5 Allah justru melarang
suami istri untuk melakukan ‘puasa sex’ terlalu lama. Sekalipun memang ayat itu
belum ada pada jaman Yusuf dan Maria, tetapi pasti kebenaran itu sudah ada
dalam pemikiran Allah. Karena itu tidak mungkin Allah lalu melarang Yusuf dan
Maria melakukan puasa sex abadi!

There is no reason to assume Mary was wholly ignorant of the rudiments


of biology. She presumably knew that normal way in which children are
conceived. If she anticipated having children and did not intend to maintain a
vow of virginity, she would hardly have to ask “how” she was to have a child,
since having a child the normal way would be expected by a newlywed. No, her
question makes sense only if there was an apparent, but not a real, conflict
between keeping a vow of virginity and acceding to the angel’s request. A
careful look at the N.T shows Mary kept her vow and never had any children
other than Jesus.

Tanggapan Budi Asali:


Ini tafsiran yang dipaksakan. Kata ‘how’ tidak harus diartikan seperti itu. Bisa
saja ia belum mempunyai rencana untuk segera menikah, sedangkan kata-kata
malaikat itu secara implicit menunjukkan bahwa ia akan segera mengandung.
Juga mungkin ia menanyakan seperti itu karena malaikat itu sudah menunjukkan
bahwa anak yang akan dilahirkan merupakan anak yang luar biasa (Luk 1:32-33)

In the sorry of his being found in the Temple, Jesus, at age twelve, is
mentioned as evidently the only Son of Mary (Lk 2:41-51); there is no hint of
other children in the family. The people of nazareth, were he grew up, refer to
him as “the son of Mary” (Mk 6:3), not as “a son of Mary”. The greek expression
implies he is her only son. In fact, others in the Gospels are never referred to as
Mary’s sons, not even when they are called Jesus’ “brethren”. If they were in fact
her sons, this would be strange usage.

Tanggapan Budi Asali:


1) Adanya definite article di depan kata ‘son’ tidak harus berarti anak tunggal.
Lihat Luk 3:23-38 (silsilah Yesus), yang penuh dengan penggunaan kata-kata
‘the son of ...’. Apakah semua nama di situ merupakan anak tunggal? Kalau
dibandingkan dengan cerita-cerita dalam Perjanjian Lama, maka jelas bahwa itu
tidak benar! Saya ambil salah satu sebagai contoh: Yehuda dikatakan sebagai
‘the son of Jacob’, padahal ia bukan anak tunggal, tetapi anak ke 4 dari Yakub.
Juga dalam 1Taw 5:1 Yusuf disebut sebagai ‘the son of Jacob’, dan dalam Yoh
1:42 Simon disebut sebagai ‘the son of Jona’ padahal Simon mempunyai
saudara, yaitu Andrew (Yoh 1:41). Saya bisa memberikan ratusan contoh
semacam ini untuk membuktikan kesalahan teori anda!
2) Siapa mengatakan bahwa saudara-saudara Yesus tidak pernah disebut
sebagai anak-anak dari Maria?
Perjanjian Lama, dalam Maz 69:9 menubuatkan tentang Mesias / Yesus dengan
kata-kata sebagai berikut: “Aku telah menjadi orang luar bagi saudara-
saudaraku, orang asing bagi anak-anak ibuku”.
Perhatikan bahwa ayat ini dituliskan menurut kebiasaan orang Yahudi, yang
mengulang kalimat yang sama dengan kata-kata yang berbeda. Kata-kata ‘orang
luar’ dalam kalimat pertama sama dengan kata-kata ‘orang asing’ dalam kalimat
kedua, dan kata-kata ‘saudara-saudaraku’ dalam kalimat pertama sama dengan
kata-kata ‘anak-anak ibuku’ dalam kalimat kedua. Jadi, saudara-saudara Yesus
adalah anak-anak dari ibu Yesus (Maria)!
Catatan: Bahwa Maz 69:9 memang merupakan nubuat tentang Mesias / Yesus,
terlihat dari:
 Maz 69:10 (bdk. Yoh 2:17).
 Maz 69:22 (bdk. Mat 27:34 Yoh 19:28-29).
Catatan: Kata ‘racun’ dalam Maz 69:22 versi Kitab Suci Indonesia merupakan
penterjemahan yang salah. Seharusnya adalah seperti NIV: ‘gall’ (= empedu).
Jadi nubuat ini tergenapi dalam Mat 27:34.

There is another point, perhaps a little harder for moderns, or at least


Westerners, to grasp. It is that the attitude taken by the “brethren of the Lord”
implies they are his elders. In ancient and, particularly, in Eastern societies
(remember, the Holy Land is in Middle East), older sons gave advice to younger,
but younger never gave advice to older – it was considered disrespectful to do
so. But we find Jesus’”brethre” saying to him that Galilee was no place for him
and that he should go to Judeaea so his disciples could see his doings, so he
could make a name for himself (Jn 7:3-4). Another time, they sought to restrain
him for his own benefit, saying, “He must be mad” (Mk 3:21). This kind of
behavior could make sense for ancient Jews only if the “brethren” were older
thatn Jesus, but that alone eliminates them as his brothers german, since Jesus,
we know, was Mary’s “first-born”.

Tanggapan Budi Asali:


1) Kehidupan dan sikap Yesus yang betul-betul sangat unik, bisa menyebabkan
sikap yang juga unik dari adik-adikNya. Khususnya kata-kataNya dimana Ia
mengasku sebagai Anak Allah, dan dengan demikian menyamakan diriNya
dengan Allah (Yoh 5:18 Yoh 10:30-33) jelas menyebabkan saudara-saudaraNya
sebagai orang-orang Yahudi menganggap bahwa Ia menghujat Allah. Karena itu
tentu mereka tidak menghormatiNya, dan bahkan menganggapNya gila /
kerasukan setan. Ini bukan merupakan sesuatu yang aneh. Juga kata-kata
mereka dalam Yoh 7:3-4 sebetulnya bukan nasehat tetapi lebih merupakan
ejekan. Lebih-lebih kata-kata mereka dalam Mark 3:21.
2) Disamping itu, ini bukan satu-satunya peristiwa dimana seorang adik
menasehati kakaknya. Yehuda juga ‘menasehati’ saudara-saudaranya (Kej
37:26), padahal ia adalah anak ke 4. Demikian juga Yusuf menasehati para
saudaranya (Kej 50:19-21), dan Musa mengajar Harun (Im 9:1-dan seterusnya),
dan bahkan memarahi Harun (Kel 32:21).
Juga dari fakta dimana istri Naaman dinasehati oleh pelayan / budaknya (2Raja
5:3), Naaman dinasehati oleh pegawai-pegawainya (2Raja 5:13), Saul dinasehati
oleh bujangnya (1Sam 9:6), Abraham dinasehati oleh Sara (Kej 16:2), maka
kelihatannya dalam tradisi orang-orang pada saat itu tidaklah merupakan
sesuatu yang memalukan kalau seseorang dinasehati oleh orang yang
dearajadnya ada di bawahnya, baik itu istri, pegawai, bujang, pelayan, apalagi
adik! Dari semua ini jelas bahwa teori anda bahwa adik tidak mungkin
menasehati kakak adalah omong kosong yang tak berdasar.
Consider what happened at the foot of the cross. When he was dying,
Jesus entrusted his Mother to the apostle John: “Jesus, seeing his mother there,
and the disciple, too, whom he loved, standing by, said to his mother, Woman,
this is thy son. Then he said to the disciple, this is thy mother. And from that
hour the disciple took her into his own keeping” (Jn 19: 26-27). The Gospels
mention four “brethren”, James, Joseph, Simon, and Jude. It is hard to imagine
why Jesus would have disregarded family ties and made this provision for his
Mother if these four were also her sons.

Tanggapan Budi Asali:


Penyerahan ibuNya kepada Yohanes ini disebabkan karena saudara-saudara
Yesus pada saat itu belum bertobat. Jadi Ia menyerahkan Maria untuk dipelihara
oleh Yohanes. Bandingkan dengan Mat 12:46-50 di bawah ini yang memang
menunjukkan bahwa Yesus lebih menekankan / mementingkan keluarga rohani
dari pada keluarga jasmani!
Mat 12:46-50 - “Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibuNya
dan saudara-saudaraNya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. Maka
seorang berkata kepadaNya: ‘Lihatlah, ibuMu dan saudara-saudaraMu ada di
luar dan berusaha menemui Engkau.’ Tetapi jawab Yesus kepada orang yang
menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-
saudaraKu?’ Lalu kataNya, sambil menunjuk ke arah murid-muridNya: ‘Ini ibuKu
dan saudara-saudaraKu! Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di
sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.’”.

“And he knew her not till she brought forth her first-born son” (Mt 1:25)
Bpk. Asali dan para Protestant Fundamentalists first argue that the natural
inference from “till” is that Joseph and Mary afterward lived together as husband
and wife, in the usual sense, and had several children. Otherwise, you ask,
bringing up their second point, why would Jesus be called “first-born”? Does that
not mean there must have been at least a “second-born”, perhaps a “third-born”
and “fourth-born”, and so on?
The problem for you is that you are trying to use the modern meaning of “till”
(or “until”) instead of the meaning it had when the Bible was written. In the Bible,
it means only that some action did not happen up to a certain point; it does not
imply that the action did happen later, which is the modern sense of the term. In
fact, if the modern sense is forced on the Bible, some ridiculous meanings result.
Consider this line: “Michal the daughter of Saul had no children until the day
of her death” (2 Sam 6:23). Are we to assume she had children after her death?
How about the raven that Noah released from the ark? The bird “went forth and
did not return till the waters were dried up upon the earth” (Gen 8:7). In fact, we
know the raven never returned at all. Then there was the burial of Moses. About
the location of his grave it was said that no man knows “until this present day” (Dt
34:6) – but we know that no one has known since that day either. Or how about
this: “and they went up to mount Sion with joy and gladness, and offered
holocoausts, because not one of them was slain till they had returned in peace” (I
Macc 5:54). Does this mean the soldiers were slain after they returned from
battle?
The examples could be multiplied, but there should be no need. It should
be clear that nothing at all can be proved from the use of the word “till” in
Matthew 1:25. Recent translations give a better sense of the verse “He had no
relations with her at any time before she bore a son” (New American Bible); “he
had not known her when she bore a son” (Knox translation).

Tanggapan Budi Asali:


1) Anda bisa mengutip ayat-ayat untuk mendukung tafsiran anda tentang kata
‘sampai’; saya juga bisa menunjukkan bahwa kata ‘sampai’ tidak selalu
digunakan seperti pengertian anda.
 Mat 2:13 - “Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat
Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: ‘Bangunlah, ambillah Anak itu
serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman
kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.’”.
Apakah ayat ini berarti bahwa setelah Allah berfirman mereka tetap tinggal di
sana?
 Mat 10:11 - “Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang
yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat”. Apakah mereka
tetap tinggal setelah mereka berangkat?
 Mat 13:30 - “Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai.
Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu
lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian
kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku”. Apakah lalang dan gdnum
itu dibiarkan terus tumbuh setelah musim menuai?
 Luk 15:4,8 - “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba,
dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang
sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat
itu sampai ia menemukannya? ... Atau perempuan manakah yang
mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak
menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat
sampai ia menemukannya?”.
Apakah gembala / perempuan itu tetap mencari domba / mata uang itu
setelah mereka menemukannya?
Saya juga masih bisa menambahkan banyak ayat, tetapi saya kira itu tidak perlu.
Ayat-ayat yang saya kutip di atas ini menunjukkan dan bahkan membuktikan
bahwa panggunaan kata ‘sampai’ seperti yang saya lakukan bukanlah suatu
‘pengertian modern’ tentang kata tersebut!
Kalau tadi anda mengatakan bahwa dalam Kitab Suci tidak lazim untuk seorang
adik menasehati kakaknya, di sini anda mengatakan bahwa kata ‘sampai’
mempunyai pengertian seperti itu, dan ternyata keduanya ngawur. Saya nasehati
anda, kalau mau mengatakan sesuatu cobalah mencari dasar yang lebih kuat
sebelum mengutarakannya!

2) Kedua terjemahan yang anda berikan justru mendukung pandangan saya,


bukan pandangan anda. Coba baca lagi yang teliti!

In addition to understanding the most important Catholic and Orthodox doctrines


about Mary that been exist 2000 years since the time of the apostles, we need to
examine Catholic devotion to her. Not as you Mr. Asali claimed, Catholics and
Orthodox do not and never ever worship Mary, but we do address Mary in prayer
and ask her to pray and intercede to the Lord God on their behalf.

Tanggapan Budi Asali:


1) Ini tergantung apa definis anda tentang kata ‘worship’. Saya berpendapat
bahwa kalau anda berdoa kepada Mary, itu sudah merupakan worship. Juga
kalau anda menyanyikan lagu pujian baginya, apalagi berlutut dan sujud di
depan patungnya. Itu jelas merupakan suatu worship. Saya ingin tanyakan satu
hal berkenaan dengan hal ini: orang Katolik menggunakan kata LATRIA untuk
penyembahan terhadap Allah, HYPER-DULIA untuk ‘penghormatan’ kepada
Mary. Tetapi apa perbedaan sikap orang katolik terhadap Allah dan terhadap
Maria? Kalau memang tidak ada perbedaan sikap, tetapi ada 2 istilah yang
berbeda (Latria dan Hyper-dulia), maka perbedaan istilah itu hanyalah suatu
isapan jempol untuk menutupi pemberhalaan kalian terhadap Maria!
Juga menurut statistik dari Loraine Boettner orang katolik berdoa kepada Allah /
Yesus dan kepada Maria dengan perbandingan 1 dibanding 10. Apakah ini
bukan suatu kegilaan?

2) Berkenaan dengan penyembahan terhadap Maria, saya juga ingin


memberikan komentar Charles Haddon Spurgeon tentang Mat 2:11, dimana
orang-orang Majus menyembah Yesus saja, bukan ‘Maria’ ataupun ‘Yesus dan
Maria’. Ia berkata:
The old Reformers used to say, “Here is a bone that sticks in the throat of the
Romanists, and they can neither get it up nor down, for it does not say, ‘They saw
Mary and the young child’, the young child is put first, they came to see him; and it
does not say that ‘they fell down and worshipped them’” If ever there was an
opportunity for Mariolatry, surely this was the one, when the child was as yet newly-
born, and depended so much upon his mother. Why did not the magi say “Ave Maria!”
and commence at once their Mariolatry? Ay, but these were wise men; they were not
priests from Rome, else might they have done it [= Tokoh-tokoh Reformasi kuno
sering berkata: “Ini adalah tulang yang menyangkut di tenggorokan orang Roma
(Katolik), dan mereka tidak dapat mengeluarkannya ataupun menelannya, karena
ayat itu tidak berkata: ‘Mereka melihat Maria dan bayi itu’, bayi itu disebut lebih
dulu, mereka datang untuk melihat dia; dan ayat itu tidak berkata bahwa ‘mereka
tersungkur dan menyembah mereka’”. Kalau ada kesempatan untuk melakukan
penyembahan terhadap Maria, maka sebetulnya inilah kesempatannya, dimana
bayi itu baru dilahirkan, dan sangat bergantung kepada ibuNya. Mengapa orang-
orang Majus itu tidak berkata “Salam Maria!” dan langsung memulai
penyembahan terhadap Maria? Ah, tetapi mereka ini adalah orang-orang yang
bijaksana; mereka bukan pastor-pastor dari Roma, karena kalau demikian mereka
mungkin sudah melakukannya] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’ , vol 3, hal
34.
Catatan: Perlu anda ketahui bahwa dalam terjemahan KJV kata-kata ‘orang-
orang majus’ dalam Mat 2:1 diterjemahkan ‘wise men’ (= orang-orang yang
bijaksana).
Numerous Catholic prayers that are ultimately directed to God also address Mary
and seek her protection, help, and intercession. Catholics pray this way because
they believe that Mary continues to have a vital cooperative role in God’s plan of
salvation, just as she did when she accepted Jesus into her womb and eventually
became his disciple.. Now Mary is with the Lord, enjoying the glory and reward of
faithful discipleship, and continuing to have a motherly concern and powerful role
of intercession for all God’s people.

Tanggapan Budi Asali:


Anda berkata: Catholics pray this way because they believe that Mary continues
to have a vital cooperative role in God’s plan of salvation, just as she did when
she accepted Jesus into her womb and eventually became his disciple. Ini jelas
sikap yang salah. Mereka tidak boleh melakukan itu kecuali mereka punya dasar
Kitab Suci. Juga kepercayaan bahwa Mary continues to have a vital cooperative
role in God’s plan of salvation, jelas merupakan sesuatu yang tidak mempunyai
dasar Kitab Suci.

Catholics also use physical reminders of Mary’s role – statues, medals,


scapulars, and rosaries. All of these objects are reminders of Mary’s presence
with God and of her role in his saving plan. They have no magical power to
save. We are saved through Jesus Christ alone and are called to live a life
committed to serving God and our neighbor, as Mary exemplified in her own life.
Because of their part in Catholic life, I will briefly discuss prayers addressing
Mary, and especially the most important form of Marian prayer.

The “hail Mary”. Devotion to Mary and prayer addressed to her is not a recent
innovation. The earliest prayer of petition addressed to Mary that has come
down to us dates from the latter part of the third centruy. The oldest text, which
may well have been a cry for help in the days of the martyrs under Diocletian
(303), is the following:

We take refuge under the protection of your motherly mercy, O Mother of God. Despite not our fervent
cries for help in the necessity in which we find ourselves. But deliver us from danger. Rescue us. Do not
lead our plea into temptation, but deliver us from danger.

Tanggapan Budi Asali:


Saya tidak pernah mendengar ada martir yang berdoa seperti itu, dan kalaupun
ada ia pasti martir yang sesat! Kehidupan martir bukan pedoman kehidupan kita.
Firman Tuhanlah yang harus dijadikan pedoman!

Among Catholics, the most common prayer addressed to Mary today is the “Hail
Mary”. It consists of three part: the words of the Archangel Gabriel (Lk 1:28),
“Hail (Mary) full of grace, the Lord is with thee, blesssed are thou amongst
women”; the words of Elizabeth under the inspiration of the Holy Spirit (Lk 1:42),
“Blessed is the fruit of thy womb (Jesus)”; and a formula of petition, “Holy Mary,
Mother of God, pray for us sinners now and at the hour of our death, Amen.” The
prayer is the result of gradual development from the sixth century to the
sixteenth, when the present wording was adopted. Originally, the prayer
consisted only of the two-fold scriptural greeting of Mary, but because this
seemed incomplete, an element of petition was added. The idea of petitioning
Mary, asking her to pray for us, as we have seen dates back to at least the third
century.

Tanggapan Budi Asali:


1) Kata-kata Gabriel ditujukan kepada Maria pada waktu ia masih hidup, tentu
tidak bisa disamakan dengan Salam Maria yang dinaikkan kepada Maria yang
sudah mati! Dalam Roma 16:21-dan seterusnya Paulus juga memberikan salam
kepada banyak orang Mengapa anda tidak membuat doa-doa untuk orang-orang
itu?
2) Bagian akhir dari Salam Maria itu diambil dari Kitab Suci bagian mana?
3) Apakah karena sesuatu itu sudah ada mulai abad ke 3 maka sesuatu itu tidak
mungkin salah / sesat? Gnosticism dan Docetism juga sudah ada mulai abad 1 -
2, tetapi itu tetap sesat!

It is important to note that the “Hail Mary” is a scriptural prayer, and that the
petition asks Mary to pray to the Lord for us, both now and when we die. Mary is
honored as scripture honors her, even by Martin Luther until the time of his
death. She is not worshipped, but simply asked to pray for us.

Tanggapan Budi Asali:


1) Kalau saya memperhatikan kata-kata anda dari sudut saya, maka kata-kata
anda itu mungkin sekali memang benar. And mengatakan: Mary is honored as
scripture honors her, even by Martin Luther until the time of his death.
Saya bertanya: how does Scripture honor Mary? Paling-paling sama seperti
Scripture menghormati rasul atau nabi. Sayapun menghormati Maria dengan
cara seperti itu. Tetapi menurut saya, anda ‘menghormati’ Maria dengan cara
yang jauh lebih tinggi dari pada yang diajarkan oleh Kitab Suci, yang menurut
pandangan saya bukanlah penghormatan tetapi penyembahan. Bahkan cara
anda menghormati para ‘saints’ menurut saya juga merupakan penyembahan
dan bukannya penghormatan!
2) Saya tidak tahu apakah Luther memang menaikkan doa kepada Maria
setelah ia mengadakan reformasi tahun 1517. Tetapi kalaupun ia memang
melakukan, itu tidak aneh, karena seumur hidupnya ajaran sesat tersebut begitu
mendarah daging butuh waktu untuk membuangnya. Dari 95 thesisnya yang ia
pakukan di pintu gereja Wittenberg, ia juga terlihat masih percaya api pencucian.
So what? Luther is not infallible / inerrant, and Luther’s life is not my standard.
The Bible is! And the Bible never tells me to pray to Mary!
3) Mengingat anda adalah seorang ex pendeta Presbyterian yang menjadi
Katolik / frater, maka saya pikir cocok sekali untuk memberikan kepada anda
kata-kata dari Charles Chiniquy, seorang ex pastor, yang lalu menjadi seorang
pendeta Presbyterian (ini baru betul-betul bertobat!!). Cerita dan kata-kata ini
saya kutip dari buku ‘Roman Catholicism’ karangan Loraine Boettner, hal 143-
144, dan ia mengutip dari buku tulisan Charles Chiniquy, yang berjudul ‘Fifty
Years in the Church of Rome’, hal 262, menceritakan percakapannya dengan
uskupnya (pada waktu ia sedang goncang imannya dalam persoalan Maria)
sebagai berikut:

“My lord, who has saved you and me upon the cross?”
He answered, “Jesus Christ.”
“And who paid your debt and mine by shedding His blood; was it Mary or Jesus?”
He said, “Jesus Christ.”
“Now, my lord, when Jesus and Mary were on earth, who loved the sinner more; was it
Mary or Jesus?”
Again he answered that it was Jesus.
“Did any sinner come to Mary on earth to be saved?”
“No.”
“Do you remember that any sinner has gone to Jesus to be saved?”
“Yes, many.”
“Have they been rebuked?”
“Never.”
“Do you remember that Jesus ever said to poor sinners, ‘Come to Mary and she will
save you’?”
“No,” he said.
“Do you remember that Jesus has said to poor sinners, ‘Come to me’?”
“Yes, He has said it.”
“Has He ever retracted those words?”
“No.”
“And who was, then, the more powerful to save sinners?” I asked.
“O, it was Jesus!”
“Now, my lord, since Jesus and Mary are in heaven, can you show me in the
Scriptures that Jesus has lost anything of His desire and power to save sinners, or that
He has delegated this power to Mary?”
And the bishop answered, “No.”
“Then, my lord,” I asked, “why do we not go to Him, and to Him alone? Why do we
invite poor sinners to come to Mary, when, by your own confession she is nothing
compared with Jesus, in power, in mercy, in love, and in compassion for the sinner?”
To that the bishop could give no answer.

My dear brother, saya harap kita dapat berdiskusi dengan kepala dingin dan
didasari dengan kasih. Dan saya juga berharap anda dapat mengerti penjelasan
singkat saya mengenai Maria ini, saya terus berdoa, supaya kasih,
kebijaksanaan dan pengertian dari Allah sendiri dicurahkan kepada sdr. Budi
Asali bersama keluarga sekalian.

Tanggapan Budi Asali:


Jangan menganggap kata-kata keras saya sebagai petunjuk bahwa saya
berdebat dengan kepala panas dan tanpa kasih. Saya memang orang keras, dan
saya tidak merasa ada yang salah dengan hal itu, karena Yesus sendiri juga
keras (bdk. Yoh 6:60 Mat 23), dan demikian juga dengan Paulus, rasul-rasul dan
nabi-nabi, dan Yohanes Pembaptis.
Kalau saya tidak mengasihi anda, saya tidak akan mau menjawab semua ini.
Saya melakukan semua ini untuk mempertobatkan anda, yang menurut saya
sudah tersesat.

Dan janganlah ragu-ragu untuk menulis saya kembali bila ada keraguan atau
ketidak puasan atas tulisan-tulisan / penjelesan-penjelasan saya diatas tadi.
Marilah kita lebih melihat kepada persamaan diantara tubuh Kristus ini, bukan
perbedaannya. Janganlah tanaman hancur damakan oleh pagarnya sendiri,
biarlah kita menyatukan misi kita, membawa jiwa kepada Kristus bukan kepada
popularitas atau jenis gerejanya.

Tanggapan Budi Asali:


Saya membedakan orang yang salah dan orang yang sesat. Orang sesat salah
secara dasari. Terhadap orang yang sekedar salah, sekalipun saya tetap
mempersoalkan perbedaan, tetapi saya setuju bahwa saya harus lebih menyoroti
persamaannya. Jadi terhadap orang Arminian yang betul-betul injili, saya tetap
menganggapnya sebagai saudara seiman.
Tetapi berbeda dengan orang / aliran yang saya anggap sesat. Perbedaannya
adalah secara dasari, sehingga saya tidak mau lebih menyoroti persamaannya,
karena persamaannya memang jauh lebih kecil. Mereka tidak saya anggap
sebagai anggota tubuh Kristus, tetapi sebagai semacam kanker dalam tubuh
Kristus. Dengan orang-orang yang seperti itu saya tidak mau dianggap sebagai
satu kesatuan ataupun saudara seiman, kecuali ia bertobat!

Kelihatannya anda belum membaca tulisan saya tentang Roma Katolik vs


Kristen Protestan. Saya akan memberikan filenya kepada anda, semoga bisa
mempertobatkan anda!

Informasi saya:

Br. Mario O Sujanto


Archdiocese of Toronto
226 St.George Street
Toronto, Ontario
M5R 2N5
Telepon +1 (416) 925-8504
Email: msujanto10@hotmail.com
Website: http://www.geocities.com/diaspora_ca/home.html
Balasan dari Br. Mario O Sujanto

Kepada saudaraku Budi yang terkasih,


Terima kasih untuk balasannya, telah saya baca dan tanggapi.  Saudaraku Budi yang
terkasih, biarlah kita dapat bershering keyakinan kita masing-masing, bukannya menuduh, saya
benar dan anda sesat, ataupun kebalikannya.  Bila anda mau berdebat, saya mohon buang
saja balasan saya ini, dan anggap saya tidak menanggapi surat saudara lagi, tapi
kalau saudaraku Budi mau untuk bershering, mengenai dasar apa yang anda yakini, dan
sayapun memberikan alasan dan dasar dari apa-apa yang saya yakini, maka mohon dengan
segala kerendahan hati, untuk membahasnya dengan kasih dan penuh dengan keterbukaan. 
Sekali lagi, saya mohon maaf bila ada kata-kata dalam surat saya yang satu ini ataupun yang
terdahulu, yang seakan-akan menuduh saudara.
Semoga kasih dan Rahmat dari Tuhan kita Yesus kristus menyertai saudara dan keluarga
sekalian.

Tanggapan Budi Asali:


Mengapa anda merasakan bahwa berdebat merupakan sesuatu yang negatif dan tidak boleh
dilakukan oleh orang kristen? Memang di Indonesia juga banyak sekali orang kristen / hamba
Tuhan yang menganggap bahwa berdebat merupakan sesuatu yang salah. Saya tidak setuju
dengan hal ini, karena dalam Kitab Suci saya melihat bahwa Yesuspun berdebat, demikian juga
dengan Stefanus, Paulus dan sebagainya. Menurut saya, yang penting adalah bahwa saya
berdebat dengan tujuan / motivasi yang benar, bukan untuk sombong-sombongan atau saling
mengalahkan, bukan juga dengan kebencian / kemarahan, tetapi dengan kasih, dan dengan
tujuan meluruskan / mempertobatkan lawan debat saya sehingga bisa lebih sesuai dengan
kehendak Tuhan.
Disamping itu, sekalipun anda memberikan istilah sharing / diskusi pada apa yang anda lakukan
terhadap saya, dalam faktanya anda juga menyerang penafsiran-penafsiran saya dan anda
membela diri terhadap serangan saya. Bukankah itu sama dengan berdebat? Apa gunanya
dinamakan sharing / diskusi kalau dalam faktanya anda memang berdebnat? Sama saja dengan
istilah penghormatan untuk Maria, padahal faktanya penyembahan.
 
Tanggapan saya (attached)
Budi Asali 1.doc
 
Mengenai Sola Fide (attached)
faith and good Works.doc

 
Regards and Pray,
Ad Jesum per Mariam
 
Mario Sujanto
http://www.geocities.com/diaspora_ca/home.html

Tulisan Budi Asali:


Anda menggunakan istilah bertobat? Saya memilih istilah murtad untuk tindakan
anda tersebut! Tetapi saya sendiri, sebagai seorang Reformed, tidak
mempercayai bisa terjadinya kemurtadan dalam arti yang sebetulnya
(kehilangan keselamatan). Jadi, terus terang saya berpendapat bahwa anda
belum pernah menjadi seorang kristen yang sungguh-sungguh. Sekalipun
dulunya anda seorang pendeta Presbyterian, anda paling-paling hanyalah orang
Kristen KTP (nominal Christian). Saya pikir ini tidak terlalu mengherankan
karena sepanjang pengetahuan saya PCUSA memang termasuk Liberal. Coba
anda periksa diri anda sendiri, apakah anda betul-betul percaya kepada Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat anda? Apakah anda percaya bahwa hanya
iman kepada Kristus, bukannya perbuatan baik anda, yang menyelamatkan
anda? Dan seandainya anda mati saat ini, yakinkah anda bahwa anda pasti
masuk surga?
-
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Tanggapan Mario Sujanto:
Saudaraku Budi yang saya kasihi, dengan dasar apa anda mengatakan saya
sebagai seorang murtad? Bila pada surat saya yang pertama saya berkata
“bertobat”, itu adalah suatu langkah continue yang saya lakukan sampai
sekarang, karna saya percaya, pertobatan bukan hanya diartikan dalam arti iman
kepada Tuhan Yesus sang Juru slamat kita, tapi dari setiap karakter keseharian
kita, sehingga kita sebagai manusia yang lemah, yang masih sering terbawa
emosi, benci, judgment, etc.. dan yang selalu mengharapkan untuk menjadi
manusia yang lebih baik hari demi hari didalam penggenapan anugrah Kristus
didalam diri kita. Saya tidak pernah merasa bahwa saya sudah menjadi orang
yang palih benar dan tidak perlu pertobatan lagi, karna itu adalah kesombongan,
dan kesombongan adalah awal dari kemurtadan itu sendiri. Sekali lagi saya
tidak ada keinginan sedikitpun untuk berkotbah kepada bung Budi, karna
sayapun menghargai kepercayaan bung Budi, dan saya yakin bung Budipun
telah mempunyai pengertian yang cukup.

Tanggapan Budi Asali:

1) Anda mengatakan anda bertobat pada saat anda pindah dari Protestan /
Presbyterian ke Katolik. Dan itulah yang saya anggap sebagai kemurtadan. Pada
jaman Reformasi Martin Luther mempunyai semboyan antara lain ‘back to the
Bible’. Istilah ‘back’ ini secara implicit jelas menunjukkan bahwa dahulunya,
dalam gereja Roma Katolik, ajarannya tidak berdasarkan Kitab Suci, dan itu
adalah sesuatu yang sesat. Sekarang Luther mau kembali kepada Kitab Suci. Ini
bertobat! Kalau anda melakukan justru sebaliknya, bukankah itu murtad?

2) Memang orang kristen yang benar tentu akan berusaha setiap hari untuk bisa
menjadi lebih baik. Tetapi ini tidak bisa dibalik. Kalau anda berusaha setiap hari
untuk hidup lebih baik, itu belum tentu menunjukkan bahwa anda tidak murtad
dan bahwa anda sedang ada di jalan yang benar. Bandingkan dengan orang-
orang Yahudi pada abada pertama seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam Ro
9:30-10:3 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa
bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran,
yaitu kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar
hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu.
Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena
perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, seperti ada tertulis:
‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu
sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’
Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya
mereka diselamatkan. Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka,
bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang
benar. Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh
karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka
mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.
Jadi, sekalipun orang-orang Yahudi itu berusaha mati-matian untuk mentaati
Tuhan, tetapi mereka mengusahakan kebenaran karena perbuatan baik, dan
karena itu mereka sesat.
Paulus sendiri waktu masih belum bertobat dan ada dalam Yudaisme juga
berusaha mentaati hukum Taurat secara tak bercacat (Fil 3:6 Gal 1:14), tetapi
setelah ia mengenal Injil / Kristus maka ia menganggap semua itu sampah, dan
ia mempercayai pembenaran karena iman saja (Fil 3:7-9).
Saya tahu bahwa Roma Katolik memang tidak mempercayai kebenaran hanya
oleh iman seperti yang dibicarakan oleh Paulus dalam kutipan di atas, dan
karena itu saya berpendapat bahwa anda sama dengan mereka.

Dan dengan dasar apa saudaraku Budi mengatakan saya adalah seorang
nominal Christian? Ukuran apa yang anda pakai untuk mengukur diri saya?
Sedangkan kita belum pernah mengenal satu sama lain? Apakah itu judgment?
Bung Budi yang baik, apakah bung Budi 100% yakin dan berani bersaksi
dihadapan Allah, Malaikat-MalaikatNya, Langit, dan Bumi bahwa bung Budi
adalah seorang Kristen yang lebih baik daripada saya, sehingga anda
menggunakan ukuran “KTP” kepada diri saya?

Tanggapan Budi Asali:

1) Dengan dasar bahwa anda menjadi seorang Katolik, dan lebih-lebih karena
anda menganggap bahwa itu adalah suatu pertobatan. Saya tahu tentang
Katolik, bahwa mereka tidak mempercayai keselamatan karena iman saja, dan
tidak mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga. Itu saja sudah
cukup bagi saya untuk mencap ajaran ini sebagai ajaran sesat. Saya
mengatakan ini bukan untuk memaki-maki anda, tetapi supaya anda bertobat!

2) Saya tidak perlu mengenal seseorang terlalu dalam untuk mengetahui bahwa
orang itu adalah seorang kristen KTP. Bagi saya inilah ciri-ciri orang kristen KTP
(nominal Christian):
tidak mempunyai pengetahuan yang benar tentang dasar kekristenan. Menurut
saya, sebagai orang katolik anda mempunyai pengertian yang salah tentang
dasar kekristenan.
tidak mempunyai keyakinan keselamatan.
tidak rindu akan Firman Tuhan.
tidak mengalami pengudusan.
Satu saja dari hal-hal ini ada dalam diri seseorang, maka sekalipun saya tidak
terlalu mengenal dia, saya berani mengatakan bahwa ia bukanlah orang kristen
yang sejati.

3) Tentang istilah ‘menghakimi’, saya merasa bahwa anda sama seperti


kebanyakan orang kristen di Indonesia yang secara mutlak melarang untuk
menghakimi. Perlu anda ingat bahwa kata-kata ‘jangan menghakimi’ dalam Mat
7:1-5, langsung disusul oleh Mat 7:6, yaitu larangan memberikan barang kudus
kepada anjing / babi. Bagaimana bisa mentaati larangan itu kalau kita tidak
membentuk suatu pandangan dahulu siapa yang termasuk dalam anjing / babi
itu? Juga bagian itu disusul dengan peringatan untuk waspada terhadap nabi-
nabi palsu (Mat 7:15-dan seterusnya). Bagaimana kita bisa waspada terhadap
nabi-nabi palsu itu kalau kita tidak ‘menghakimi’ lebih dulu siapa yang termasuk
dalam nabi-nabi palsu itu? Juga larangan menghakimi dalam Mat 7:1-5 itu harus
dibandingkan dan ditafsirkan dengan bagian-bagian lain dari Kitab Suci, seperti:
Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah
dengan adil”. Ayat ini secara implicit mengijinkan penghakiman, asal tidak
dilakukan tanpa penilaian yang baik / memadai.
bagian-bagian dimana Yesus maupun Paulus dan rasul-rasul yang lain
mengecam / menghakimi orang-orang tertentu sebagai nabi palsu, seperti
Mat 23, Gal 1:6-9, dan sebagainya.
Mengingat akan semua ini, saya tidak terlalu takut untuk menghakimi, selama
saya melakukan dengan penilaian yang memadai dan betul-betul saya dasarkan
pada Kitab Suci. Jadi, saya memang ‘menghakimi’ anda! Tetapi saya melakukan
ini demi kebaikan anda, supaya anda bertobat!

4) Sekarang tentang kata-kata anda: ‘Bung Budi yang baik, apakah bung Budi
100% yakin dan berani bersaksi dihadapan Allah, Malaikat-MalaikatNya, Langit,
dan Bumi bahwa bung Budi adalah seorang Kristen yang lebih baik daripada
saya, sehingga anda menggunakan ukuran “KTP” kepada diri saya?’.

a) Saya merasa aneh mengapa kata-kata anda yang berbau katolik dan
bahkan berbau kafir ini anda tujukan kepada saya, yang bukan kafir maupun
katolik? Mengapa saya katakan berbau kafir? Karena anda menyuruh saya
bersumpah, padahal kebiasaan bersumpah untuk hal-hal yang remeh
merupakan kebiasaan kafir yang dilarang oleh Tuhan Yesus. Mat 5:33-37 -
“Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita:
Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi
langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi
adalah tumpuan kakiNya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem
adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu,
karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai
rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu
katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”. Lalu
mengapa saya katakan berbau katolik? Karena anda menyuruh saya
bersumpah di hadapan malaikat. Saya memang menganggap larangan
sumpah yang Yesus berikan itu tidak mutlak, karena Paulus sendiri berulang-
ulang bersumpah, dan dalam Perjanjian Lama, dalam keadaan tertentu orang
diharuskan bersumpah. Jadi saya bisa saja bersumpah dalam keadaan yang
penting, misalnya dalam pengadilan dan sebagainya. Tetapi kalau saya
bersumpah, saya pasti tidak akan bersumpah di hadapan malaikat, tetapi di
hadapan Allah. Sedangkan bersumpah demi / di hadapan langit dan bumi
jelas dikecam oleh Yesus dalam text yang saya kutip di atas.

b) Sekarang saya akan menjawab pertanyaan anda tersebut. Mungkin anda


akan merasa surprised terhadap jawaban saya. Saya tidak bersumpah, tetapi
saya berani menyatakan bahwa saya adalah orang kristen yang lebih baik
dari anda, tetapi ini bukan karena diri saya sendiri memang lebih baik dari
anda, tetapi karena kasih karunia Allah yang diberikan kepada saya. Ini
bukan didasarkan atas kesombongan, tetapi atas keyakinan. Saya yakin
kepercayaan Katolik anda adalah salah dan bahkan sesat dan karena itu
anda adalah orang kristen KTP, dan saya yakin kepercayaan protestan /
Reformed saya adalah benar, dan karena itu saya adalah orang kristen yang
sejati. Karena itulah maka saya menganggap saya orang kristen yang lebih
baik dari anda. Dengan kata-kata itu saya sama sekali tidak memaksudkan
bahwa saya adalah orang yang baik / suci / saleh; sama sekali tidak. Saya
tidak mempunyai ‘holier than thou’ attitude! Saya adalah orang berdosa, dan
mungkin lebih berdosa dari pada anda, tetapi saya mempunyai kepercayaan
yang benar tentang penghapusan dosa itu hanya oleh penebusan Yesus
Kristus!!!
Dan sebelum anda menyalahkan sikap saya ini, saya ingin menunjukkan
bahwa Paulus juga mempunyai sikap yang sama. Dalam 1Kor 15:10 ia
berkata: “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada
sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkanNya kepadaku tidak sia-sia.
Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi
bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku”.
Dalam ayat ini Paulus bahkan menganggap diri lebih baik dari rasul-rasul
yang lain, yang juga adalah orang kristen. Bisakah anda bayangkan
bagaimana pandangannya kalau ia harus membandingkan dirinya dengan
orang yang kristen KTP? Bandingkan dengan 2Kor 2:17 2Kor 11:5,21b-dst.
2Kor 12:11.

Saya tidak menyangkal PCUSA, bukan hanya liberal, tapi sangat dan terlalu
liberal, sampai-sampai memperbolehkan untuk memberkati pernikahan
sesama jenis dan yang lain-lainnya. Saya setuju dan sependapat dengan
Bung Budi dengan hal ini.

Dan mengenai Sola Fide dan Salvation, I truly believe that salvation is only from
Grace alone, but not from faith alone. So if you ask me on your last response
“are you saved Mario?” I will says to you “I am redeemed,” because I don’t want
to confuse between the word redeemed and saved. And like the apostle Paul I
am working out my salvation in fear and trembling, with hopeful confidence, but
not with a false assurance, and I do all this as the Church has taught,
unchanged, from the time of Christ.
(Saya attachkan Tulisan/Tanggapan saya mengenai sola fide, hanya 2 halaman)

Tanggapan Budi Asali:


Saya beranggapan kata-kata anda menggelikan dan menyedihkan. Juga
jawaban anda saling kontradiksi satu dengan yang lain. Mengapa?
1) Karena ‘keselamatan hanya karena kasih karunia’ tidak bisa dipisahkan
dengan ‘keselamatan hanya karena iman’. Dalam theologia ‘faith’ dikontraskan
dengan ‘works’. Kalau anda tidak menerima doktrin ‘salvation by faith alone’,
berarti anda harus menerima doktrin ‘salvation by faith + works’, atau ‘salvation
by works alone’. Yang pasti ‘works’ ikut berperan dalam keselamatan. Kalau
‘works’ berperan dalam keselamatan, bagaimana keselamatan itu hanya karena
kasih karunia? Kalau ada works, maka itu namanya upah, bukan grace / kasih
karunia! (Ro 4:4-5).

Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:


Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan
hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan
ada orang yang memegahkan diri”.
Ro 3:27-28 - “Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada!
Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan
iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan
bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.
Ro 4:4-5 - “Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai
hadiah, tetapi sebagai haknya. Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja,
namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya
diperhitungkan menjadi kebenaran”.
Ro 4:16:
KJV: ‘Therefore it is of faith, that it might be by grace’
NIV: Therefore, the promise comes by faith, so that it may be by grace

2) ‘Ditebus’ tidak bisa dipisahkan dari ‘diselamatkan’. Aneh sekali anda bisa
yakin bahwa anda ditebus, tetapi tidak yakin anda selamat. Saya ingin tanya,
dan tolong renungkan dan jawab pertanyaan ini: ‘Apa yang ditebus dari anda?’.
Kalau anda menjawab ‘dosa’, maka saya bertanya lagi: ‘Dosa yang mana? Yang
dahulu, yang sekarang atau yang akan datang? Sebagian dosa atau semua
dosa?’. Kalau kita ditebus hanya sebagian dosanya, maka kita semua pasti
masuk neraka. Saya percaya Yesus mati untuk semua dosa saya tanpa kecuali
(Kol 2:13c 1Yoh 1:7,9 Tit 2:14 Yeh 36:25) , dan karena itu tidak mungkin saya
bisa dihukum (Ro 8:1). Ini yang menjadi dasar keyakinan keselamatan saya.
Saya ingin memberikan kata-kata Charles Haddon Spurgeon kepada anda.
Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with deep sorrow for the sin,
but yet with no dread of any penalty to come; for Christ has paid the debt of His people to the
last jot and tittle, and received the divine receipt; and unless God can be so unjust as to
demand double payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be
cast into hell. It seems to be one of the very principles of our enlightened nature to believe that
God is just; we feel that it must be so, and this gives us our terror at first; but is it not
marvelous that this very same belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our
confidence and peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be
punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God is just, I, a
sinner, standing in Christ, can never be punished” (= Ingatan melihat ke belakang kepada
dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut
terhadap hukuman yang akan datang; karena Kristus telah membayar hutang umatNya
sampai pada hal yang paling kecil / remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali
Allah itu bisa begitu tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu
hutang, tidak ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke
dalam neraka. Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah diterangi
untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa haruslah demikian, dan ini
mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi tidakkah merupakan sesuatu yang
mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa Allah itu adil / benar, setelah itu lalu
menjadi pilar / tonggak dari keyakinan dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya,
seorang yang berdosa, sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi
Yesus telah menggantikan saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil /
benar, saya, seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) -
‘Morning and Evening’, September 25, morning.

3) Rasul Paulus menyuruh mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar


(Fil 2:12), tidak bisa diartikan bahwa orang kristen tidak bisa yakin akan
keselamatannya, karena dalam Fil 2:12 itu “salvation is taken to mean the entire
course of our calling, and that this term includes all things, by which God
accomplishes that perfection, to which he has predestinated us by his gracious
choice” (Calvin, ‘Epistle to the Philipians’, p 69). Mengapa harus diartikan seperti
itu? Karena kalau bicara tentang keselamatan dalam arti biasanya, maka Paulus
yakin akan keselamatannya (Fil 1:21-23), dan karena itu tentu merupakan suatu
omong kosong untuk mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Juga
bicara tentang takut dan gentar, perlu kita mengingat kata-kata Yohanes dalam
1Yoh 4:17-18 - “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau
kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama
seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih tidak ada ketakutan:
kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung
hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.

Tulisan Budi Asali:


1) Saya tidak pernah menuduh Bambang Noorsena sebagai seorang Nestorian.
Dan seorang Nestorian adalah orang yang mempercayai bahwa Yesus
mempunyai 2 pribadi, bukan seseorang yang mempercayai keterbatasan
sebagai Adonai dan YHWH, seperti yang anda katakan.
2) Anda sendiri menuduh saya tanpa tahu duduk persoalannya. Saya sudah
pernah mendengar langsung khotbah Bambang Noorsena dan saya sudah
pernah berdebat dengan 2 anak buahnya, dan saya menantang Bambang
Noorsena sendiri untuk berdebat dengan saya, dalam persoalan Kristologi, Allah
Tritunggal, Bibliologi, dan Mariologi, tetapi dia menolak tantangantersebut.
3) Andaikatapun saya hanya pernah mendengar khotbah seseorang tanpa
mengenal orangnya, mengapa saya tidak bisa mencap orang tersebut sebagai
sesat, kalau dari satu khotbah itu memang sudah kelihatan sesatnya? Kalau
anda mendengar seseorang berkhotbah hanya satu kali, tetapi dalam khotbah
itu ia mendorong jemaatnya menyembah setan, apakah anda tidak berani
mencap dia sebagai sesat?
4) Saya tidak pernah meng-go-public-kan tulisan saya sebelum saya yakin akan
kebenarannya, apalagi kalau tulisan tersebut berhubungan dengan serangan
terhadap seseorang yang saya anggap sebagai orang sesat.
5) Saya kira apa yang anda tuduhkan kepada saya seharusnya anda tujukan
kepada diri anda sendiri. Anda yang tidak terlalu mengenal Bambang Noorsena,
tetapi berani membelanya seakan-akan dia orang baik. Perlu anda ketahui
bahwa tulisan saya itu sebetulnya merupakan makalah suatu seminar di GRII
Ngagel Jaya, dimana pada hari pertama pembicaranya adalah Bambang
Noorsena dan pada hari kedua pembicaranya adalah saya, yang memang
ditugaskan untuk mengcounter ajaran Bambang Noorsena. Tetapi apa yang
terjadi betul-betul diluar dugaan, karena pada hari pertama, Bambang Noorsena
mengajarkan ajaran yang berbeda sekali dengan apa yang biasanya ia ajarkan.
Karena itu untuk mengcounternya, maka pada waktu saya berkhotbah, saya
menggunakan beberapa kali rekaman kaset khotbah Bambang Noorsena, untuk
membuktikan bahwa dia adalah seorang bunglon yang selalu berubah-ubah
menyesuaikan diri dengan para pendengarnya. Yang seperti itu anda anggap
sebagai orang yang bagus, objective, dan sebagainya? You really dont know
what you are talking about!
-
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
>>
Tanggapan Mario Sujanto:
Maaf bila ada kesalah pahaman didalam paragraph ini. Saya tidak pernah
menuduh anda bahwa anda menganggap Bambang adalah nestorian,
tidak pernah… saya hanya mengatakan sepertinya anda
menuduh/menyudutkan Bambang seperti nestorius yang adalah
Archbishop of Syrian Orthodox dalam abad permulaan.

Maafkan saya bila intonasi tulisan saya seperti menuduh saudaraku Budi, tapi
saat ini saya confirmkan kepada anda, bahwa saya tidak pernah menuduh
anda apa-apa, selain saya hanya bingung, karna sebagai seseorang yang
tinggal diluar Indonesia dan melihat keaadaan Indonesia yang sedemikian
kacaunya, dengan penganiayaan Kristen dimana-mana, didalam pikiran
saya, ya.. seharusnya semua kelompok Kristen bersatu didalam satu
Iman , yaitu Yesus Kristus, untuk berdoa dan menjadi lebih kuat guna
menangkal situasi-situasi penganiayaan yang seperti itu, bukannya malah
saling menuduh dan menghancurkan sesama saudarannya. Sekali lagi
maafkan saya bila ada kesalah pahaman, karna anda benar, saya tidak
mengenal Bambang Noorsena dengan baik. Apa maksud anda
“menantang” berdebat mengenai Kristologi, Allah Tritunggal, Bibliologi dan
Mariologi????? Apa yang harus diperdebatkan?????? Bila kita memang
mempunyai dasar yang berbeda, ya tentu adalah berbeda, anda
mempunyai reasons mempercayai apa yang anda percayai, dan sayapun
demikian, dan mungkin bambangpun demikian. Tapi bila anda mengajak
“BERDIALOG” guna mengetahui apakah reasons tersebut yang menjadi
dasar keyakinan anda dan saya,,, saya siap kapan saja berdialog dengan
anda, dan tentang apa saya,,, asalkan,,, didarkan rasa persaudaraan,
cinta kasih, bukan saling menuduh (anda salah dan saya benar), tapi
guna mencari pengetahuan (inter study dialouge).

Tanggapan Budi Asali:


a) Indonesia memang sedang kacau secara jasmani, tetapi kekacauan
gereja-gereja di Indonesia secara rohani mungkin lebih hebat, dengan
munculnya nabi-nabi palsu dengan ajaran-ajaran sesatnya dalam gereja,
seperti Bambang Noorsena. Kalau saya tidak mengcounter ajarannya,
bagaimana saya bertanggung jawab kepada Allah tentang orang-orang
yang disesatkan oleh ajarannya? bdk. Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman
kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! --dan engkau tidak
memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan
orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang
jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut
pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
b) Saya tadinya mengira anda telah membaca tulisan saya tentang
Gereja Orthodox Syria / Bambang Noorsena. Kalau anda sudah membaca
mestinya anda tahu bahwa kesesatan dia menurut saya adalah tentang
hal-hal itu dimana:
dalam kristologi ia tidak mempercaya Yesus sebagai Tuhan (tetapi hanya
sebagai tuan) maupun sebagai Allah.
dalam Allah Tritunggal ia mempercayai bahwa Allah itu hanya satu
pribadi, bukan 3 pribadi.
dalam Bibliologi, ia menolak infallibility dan inerrancy dari Kitab Suci.
dalam Marilogi, ia banyak persamaannya dengan Katolik, yaitu tentang
keperawanan yang abadi, Salam Maria, dan sebagainya.
c) Apa memang harus diperdebatkan? Ya! Dan ini saya lakukan dengan
tujuan:
kalau bisa mempertobatkan dia. Saya lebih senang dia menjadi teman
seperjuangan saya dari pada menjadi musuh saya, tetapi ini tidak
mungkin kalau ia tetap berpegang pada kesesatannya.
demi banyak orang kristen lain, supaya tidak disesatkan oleh Bambang
Noorsena. Karena itulah maka tulisan saya saya masukkan ke internet
dan saya juga terbitkan sebagai buku.
d) Memang semua orang sesat juga mempunyai dasar. Tetapi dasarnya
bisa salah. Yang saya usahakan adalah supaya ia melihat kesalahannya.
Perlu anda ketahui saya mempercayai sesuatu yang saya anggap masuk
akal, yaitu: 2 kebenaran tidak mungkin bertentangan. Jadi kalau saya
bertentangan dengan Bambang Noorsena atau dengan anda hanya salah
satu yang bisa betul. Kalau saya yakin bahwa saya yang benar, maka
saya pasti juga yakin bahwa orang yang bertentangan dengan saya itu
pasti salah. Dan saya lalu berusaha untuk membetulkan dia.

Tentu bila seseorang mengajar diatas mimbar dan meng-command para


jemaatnya menyembah Setan, ya itu jelas Heresy. Tapi bila hanya
perbedaan doktrin bukannya dogma, itu harus diteliti lebih jauh dan lebih
hati-hati lagi. Saudaraku Budi yang terkasih, jangan kita satukan antara
doktrin dan dogma. Katholik Barat – Katholik Timur (Orthodox) –
Protestant, mempunyai perbedaan doktrin, bukannya dogma. Tapi Kristen
– Islam – Judaism, mempunyai perbedaan dogma.

Tanggapan Budi Asali:


Kelihatannya saya dan anda mempunyai pengertian yang berbeda
tentang istilah doktrin dan dogma. Bagi saya doktrin adalah suatu ajaran
bersifat doktrinal yang bisa didapatkan dari Kitab Suci, sedangkan dogma
adalah ajaran yang dinyatakan oleh gereja tanpa dasar Kitab Suci yang
jelas. Terus terang saya sendiri tidak terlalu yakin akan pandangan saya
tentang doktrin dan dogma ini.
Yang jelas saya tidak sependapat bahwa kalau ada perbedaan doktrin
maka itu bisa dibiarkan. Itu bertentangan dengan Yeh 3:18 yang saya
kutip di atas. Sebagai hamba Tuhan saya wajib meluruskan orang yang
saya anggap salah atau sesat, sepanjang itu ada dalam jangkauan saya.
Saya bertempat tinggal dikanada, dan saya dapat membaca tulisan anda
hanya melalui search enggine, apakah ini bukan go-public? Saya hanya
mengambil kesimpulan bahwa anda telah mencap bambang Noorsena
sebagai orang yang benar-benar sesat dengan ajarannya yang Heresy.
Saya hargai pendapat anda.

Tanggapan Budi Asali:


Seorang pendeta pernah memberikan suatu ilustrasi dalam khotbahnya.
Ia berkata: ada 2 orang berdebat dan 2 orang lain mendengarkan. Lalu
salah satu dari yang berdebat bertanya kepada orang yang ke 3: ‘Saya
percaya ini dengan alasan itu. Apa pendapatmu?’. Orang ke 3 itu lalu
berkata: ‘Kamu benar!’. Lalu pendebat ke 2 juga berkata kepada orang ke
3 itu: ‘Tetapi pendapat saya adalah ini, dan alasan saya adalah itu’.
Setelah berpikir sebentar orang ke 3 itu berkata: ‘Kamu juga benar’.
Melihat itu, orang ke 4 lalu berkata: ‘Mereka bertentangan satu dengan
yang lain, tidak bisa kedua-duanya benar’. Orang ke 3 itu berpikir
sebentar dan lalu berkata: ‘Engkau juga benar’.
Anda mengerti mengapa saya berikan cerita ini kepada anda? Karena
anda mengatakan anda menghargai Bambang Noorsena, sedangkan
saya menyerang Bambang Noorsena sebagai orang sesat, dan anda
mengatakan bahwa anda juga menghargai saya. Bagi saya ini tidak
masuk akal!

Sekali lagi saya tidak begitu mengenal Bambang Noorsena, hanya pernah
chatting dan berdiskusi beberapa kali sewaktu di Diaspora Jakarta
bersama Jusuf Roni. Maafkan saya bila anda mengambil kesimpulan
saya sebagai pembela Bambang Noorsena, yang sebetulnya tidak sama
sekali. Sekali lagi saya hanya heran, mengapa tidak ada persatuan
antara umak kristen di Indonesia, sedangkan kami disini sering bersatu
didalam doa bersama antara Katholik – Orthodox – Anglican – Protestan,
untuk kesejahteraan orang-orang Kristen di Indonesia sekarang ini yang
kelihatannya sangat tertindas.

Tanggapan Budi Asali:


Sudah saya katakan bahwa saya tidak mau bersatu dengan orang yang
saya anggap sebagai sesat. Saya melihat bahwa Kitab Suci memberikan
batasan yang keras antara orang yang di dalam Kristus dan di luar
Kristus.

Tulisan Budi Asali:


1) Saya berpendapat bahwa anda sama sekali tidak mengerti tulisan saya kalau
perbedaan / pertentangan saya dengan Bambang Noorsena anda anggap
sekedar sebagai salah paham. Kami berdua memang berbeda dan bahkan
bertentangan, bukan salah paham. Anda yang salah paham tentang perbedaan /
pertentangan kami!
2) Saya heran bahwa anda mau melewatkan tentang Kristologi, tetapi
mempersoalkan Mariologi. Dalam theologia., yang lebih penting Kristus atau
Maria? Apalagi kalau hanya tentang keperawanan abadi dari Maria. Kalau anda
memang belajar theologia dengan baik, anda pasti tidak menganggap itu
sebagai sesuatu yang penting. Yang penting adalah keperawan Maria sampai
Yesus lahir, karena kalau Maria tidak perawan maka Yesus dilahirkan dari
perzinahan dan ia hanya manusia biasa. Tetapi setelah Yesus lahir, secara
theologia tak ada gunanya mempertahankan keperawanan Maria.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
>
Tanggapan Mario Sujanto:
Saya kira topik nomer 1 saya tidak perlu tanggapi lagi, karna memang saya
akui, saya tidak mengerti betul letak dan sisi masalahnya diantara kalian
berdua, maafkan saya.
Tentu Yesus jauh lebih penting dari Maria, tapi saya tidak merasa bahwa
saya mempunyai masalah ataupun perbedaan didalam Kristologi dengan
anda, at least sampai saat ini, tapi saya mempunyai perbedaan dengan
anda mengenai Maria yang sudah ketahuan dari awal saya membaca
tulisan anda (dalam hal ini yang adalah perpetual Virginity of St.Mary).

Tulisan Budi Asali:


Ijinkan saya menjawab tetap dalam bahasa Indonesia. Mengapa anda
mempersoalkan bahasa Aram ataupun Ibrani? Kata saudara itu dalam Perjanjian
Baru, jadi menggunakan bahasa Yunani. Saya tidak tahu apakah memang
bahasa Ibrani / Aramaic tidak mempunyai kata untuk cousin, tetapi dalam Yunani
ada istilah untuk cousin, dan istilah itu digunakan oleh Paulus dalam Kol 4:10
(jangan menggunakan Kitab Suci Indonesia untuk ayat ini karena Kitab Suci
Indonesia salah terjemahan). Kalau memang saudara-saudara Yesus dalam
Kitab Suci itu adalah cousins, mengapa tidak digunakan istilah Yunani tersebut?
Kalau Paulus, yang juga adalah seorang Yahudi bisa menggunakan istilah
cousintersebut, mengapa para penulis Injil tidak bisa?
-
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
>>
Tanggapan Mario Sujanto:
Saudaraku Budi yang saya kasihi, memang benar perjanjian baru ditulis didalam
“Nestle Greek Text” antara 50 – 100 tahun sesudah Yesus ascended to Heaven,
dan yang saya yakin saudaraku Budipun telah mengetahuinya, bahwa bahasa
Yesus, Maria, dan murid-muridnya adalah Aramaic bukan Greek, apalagi logat
Nestle yang kebanyakan hanya dipergunakan oleh orang-orang roman yang
dibenci Yahudi pada saat itu, bahasa Ibranipun hanya mereka gunakan didalam
sinagoge, jadi Greek tidak pernah digunakan didalam dialoge atau conversation
language, hanya digunakan didalam text atau manusrip, saya yakin kita
sependapat dengan itu.

Tanggapan Budi Asali:

1) Yesus memang berbicara dalam bahasa Aram, tetapi tidak selalu. Pada
waktu ia berbicara dengan Pontius Pilatus mungkin sekali Ia menggunakan
Yunani.
2) Sekalipun pada umumnya Ia menggunakan Aram, tetapi Perjanjian Baru
tetap ditulis dalam bahasa Yunani. Standard kita dalam melakukan penafsiran
adalah Perjanjian Baru yang ditulis dalam Yunani ini, bukan kata-kata bahasa
Aram dari Yesus yang tidak kita ketahui (karena memang tidak tercatat)!

Yang menimbulkan perbedaan diantara kita adalah mengenai the source of


Doctrine itu sendiri, dimana anda mempercayai sola scriptura, dan kami Katholik,
baik timur dan barat, membercayai paradosis lisan yang terpelihara didalam
Migesterium Gereja, dan Alkitab itu juga adalah bagain dari paradosis itu sendiri
(yakni kesaksian dari mulut-kemulut para rasul yang diturunkan kepada para
pengikut atau orang-orang percaya lainnya, dan karna paulus dan banyak rasul-
rasul lainnya dimasukan dalam penjara, maka paradosis itu tidak dapat diajarkan
lagi dengan cara langsung, maka mereka menggunakan surat, yang sekarang
kita kenal sebagai kitab perjanjian Baru).
Kami percaya bukannya hanya surat, tapi juga ke-4 Injil Kristus, karna misalnya
John Mark dan Lukas si Greek Doctor yang tentunya mereka mendapatkan
ajaran mengenai kehidupan dan injil kristus dari omongan (paradosis/ tradisi
lisan) dari mulut para rasul.
Karena satu contohnya pada waktu Juman agung, perjamuan kudus hanya
dihadiri oleh ke-12 rasul, bukan diadakan diruangan terbuka yang dapat
disaksikan oleh orang banyak, jadi tentunya, cerita tentang kejadiaan pada saat
itu diceritakan dari mulut (mulut=paradosis) rasul-rasul Kristus.

Tanggapan Budi Asali:

1) Memang kita berbeda dalam hal ini. Dan saya ingin menanyakan bagaimana
pandangan anda tentang Wah 22:18-19 yang melarang mengurangi atau
menambahi Kitab Suci? Karena jelas sekali gara-gara penggunaan tradisi
sebagai dasar ajaran dalam Gereja Roma Katolik, maka muncul ajaran-ajaran
yang sama sekali tidak pernah ada dalam Kitab Suci seperti:
Maria yang tanpa dosa.
Maria yang naik ke surga dengan tubuhnya.
Api pencucian.
Hamba Tuhan yang tidak boleh menikah.
dan sebagainya.

2) Kitab Suci memang tidak semuanya merupakan wahyu. Misalnya Lukas


mendapatkan pengetahuannya dari penyelidikan (Luk 1:1-4), dan juga Musa
yang mengalami perjalan di padang gurun dan lalu menuliskannya. Tetapi
semua penulis Kitab Suci mendapatkan ilham dalam penulisannya sehingga
Kitab Suci terjaga dari kesalahan. Jadi menurut saya kuncinya bukan wahyu tetpi
ilham. Kata-kata rasul yang lalu dituliskan dengan ilham Roh Kudus lalu menjadi
Kitab Suci dan boleh dipakai sebagai dasar ajaran. Tetapi kata-kata yang tidak
dituliskan dengan ilham Roh Kudus tidak menjadi Kitab Suci dan tidak boleh
dipakai sebagai dasar ajaran.

3) Kalau anda tidak mau menerima hanya Kitab Suci sebagai standard, maka
saya berpendapat standard anda akan kacau. Karena kalau seseorang
mengatakan bahwa sesuatu hal merupakan kata-kata rasul yang diteruskan
turun temurun kepada kita, dari mana anda tahu bahwa itu benar? Dan kalaupun
benar, apa yang menjamin bahwa kata-kata itu tidak salah? Rasul bukan Tuhan,
dan ia bisa salah, bukan?
Tetapi saya, karena menerima ‘hanya Kitab Suci’, maka standardnya jelas!

== Maaf sedikit keluar dari topik====


Dari ke-5 gereja pada jaman ke-13 Rasul (termasuk Matias dan Paulus) yang
langsung didirikan dan didalam pengawasan para rasul-rasul sendiri meyakini
akan ‘perpetual virginity of St.Mary’, ke lima gereja itu adalah barat dan timur
(Barat = Gereja Roma Katholik), Timur (Alexandria, Syria, Jerusalem, Asia
Minor), dan ajaran doktrin ini tidak berubah sampai hari ini. Maria baru
dihilangkan di beberapa gereja- gereja reformator pada abad ke-16, bahkan the
protesstant reformers Martin Luther, John Calvin, and Huldreich Zwingli affirmed
their belief in Mary’s perpetual virginity (see “The Virginity of Mary,” in Theotokos:
A Theological Encyclopedia of the Blessed Virgin Mary, Michael O’Carroll,
C.S.Sp., - Wilmington, Del 1982, pp. 357-61), hanya para penerus reformator
yang makin lama makin banyak menjadi lain dari tujuan reformasi pertama-
tamanya yang dicanangkan Luther sendiri. Tahun 98 saya pergi kedaerah
Skandafia, dan saya menyaksikan sendiri dengan mata kepala saya Gereja
Lutheran yang masih asli, mereka masih menggunakan tanda salib, prosesi,
dupa, gambar ‘Theotokos’ Mary masih terlihat dimana-mana, baju-baju liturgies
(seperti Cassock dan Alb), etc.

Tanggapan Budi Asali:

1) Dari mana anda tahu bahwa penulis encyclopedia itu benar? Saya sendiri
sama sekali tidak yakin. Penulis-penulis abad-abad awal yang mana saja yang
meyakini hal itu, dan apa buktinya? Saya baru-baru ini membaca tulisan seorang
uskup dari kota Malang. Ia mengatakan bahwa bapa-bapa gereja / orang-orang
kristen sejak awal menghormati Maria. Untuk jelasnya saya kutip kata-katanya di
sini.
Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Bahwa sebelum pertobatan kaisar
Konstantine yang terjadi pada tahun 312, penghormatan kepada Maria sudah
ditemukan dalam Gereja. Buktinya:
1 Pada tembok-tembok sebuah katakombe yang bernama St. Priscilla di Roma
kita temukan lukisan Bunda Maria dengan Yesus, Puteranya. Lukisan ini berasal
dari tahun antara 100 dan 200M. Jadi paling tidak, seratus tahun sebelum
bertobatnya Konstantine. Kemudian pada tembok lain dari katakombe yang sama
kita jumpai juga gambar Maria bersama Yesus tetapi yang usianya sedikit lebih
muda dari pada gambar yang pertama tadi. Mungkin sekali gambar-gambar
tersebut dibuat untuk keperluan pengajaran agama pada calon baptis maupun
untuk penghormatan kepada Maria.
2 Sudah sejak jaman sebelum pertobatan Konstantine terdapat tulisan-tulisan
apokrip dan ajaran-ajaran banyak tokoh Gereja tentang Maria yang kesemuanya
itu mencerminkan penghormatan umat kristen kepada Maria sejak awal.
3 Dalam doa Ekaristi yang disusun oleh St. Hipolitus dari Roma (170-235 M)
nama Maria sudah disebut.
Jadi jelas bahwa penghormatan kepada Maria dalam Gereja bukanlah impor dari
atau Yunani atau dari tempat lain yang dilakukan oleh sementara pemimpin Gereja
dengan tujuan menarik banyak orang kafir, dan yang terjadi setelah kaisar
Konstantine bertobat!” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku II, hal
54-55.
Yang ia jadikan dasar hanyalah bahwa adanya gambar Maria di gereja pada
jaman itu. Ini sama sekali tidak kuat dan merupakan bukti yang dibuat-buat. Bisa
saja gambar itu ada sekedar sebagai gambar. Ia mengatakan bahwa mungkin
sekali gambar-gambar tersebut dibuat untuk penghormatan kepada Maria.
Mungkin. Tetapi mungkin juga tidak.
Lalu ia mengatakan bahwa dalam tulisan-tulisan apokrip dan ajaran banyak
tokoh gereja sudah tercermin penghormatan kepada Maria. Tulisan apokrip itu,
sepanjang pengetahuan saya, sudah ada sebelum jaman Maria. Bagaimana
mungkin bisa memberikan penghormatan kepada Maria? Lalu ajaran banyak
tokoh gereja. Tokoh gereja yang mana. Dalam buku apa? Dan bagaimana
penghormatannya? Seperti yang dilakukan oleh orang Katolik, atau
penghormatan biasa seperti yang dilakukan oleh orang Protestan? Apa yang ia
katakan sama sekali tidak jelas.
Lalu ia berkata bahwa nama Maria disebut dalam doa Hipolitus. Disebut
bagaimana? Dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea -
Konstantinople, dan Pengakuan Iman Chalcedonpun nama Maria juga disebut,
dan gereja saya menggunakan ketiga pengakuan iman tersebut.
Jadi bukti yang diberikan oleh uskup ini, dan kesimpulan yang ia buat, menurut
saya menggelikan dan hanya bisa meyakinkan orang bodoh!

2) Lagi-lagi saya tegaskan, standard saya adalah Kitab Suci dan bukan
kehidupan orang-orang kristen atau bapa-bapa gereja. Bahkan Calvin yang
adalah bapa gereja saya, saya tolak kalau ia mengajarkan apa yang tidak ia
dasarkan pada Kitab Suci.
3) Dari Kitab Suci rasul-rasul / penulis Kitab Suci kelihatannya sama sekali tidak
memberi tempat yang istimewa kepada Maria. Misalnya: Kis 1:13-14 - mengapa
Maria dan saudara-saudara Yesus diletakkan di tempat paling akhir? Kalau
memang Maria paling top, bukankah seharusnya ia disebut pertama?

Tulisan Budi Asali:


1) From the earliest interpretation? I am not buying that! Saya berpendapat
bahwa Marys vow hanya merupakan suatu isapan jempol saja, yang sama sekali
tidak mepunyai dasar Kitab Suci. Apa sebab dan alasannya sehingga Luk 1:34
itu harus ditafsirkan seperti itu? Dan kalau Mary memang mempunyai nazar
seperti itu, adalah aneh dan bahkan gila bahwa ia mau bertunangan dengan
Yusuf. Kata-kata anda bahwa ia bernazar untuk tetap menjadi perawan
sekalipun dalam pernikahanadalah sesuatu yang menggelikan dan sangat tidak
masuk akal.
Perlu juga diperhatikan bahwa dalam kalangan Yahudi, tidak menikah / tidak
mempunyai anak, dianggap sebagai suatu aib yang sangat besar, sehingga
tidak masuk akal bahwa tanpa alasan yang jelas dan bisa
dipertanggungjawabkan Mary tahu-tahu melakukan nazar seperti itu.
Juga, kalau Mary memang mempunyai vow seperti itu, mengapa ia tidak
berkata:
how can that be, since I had made a vow not to get married?.
Semua yang anda katakan dalam persoalan ini jelas sekali terlihat bukan
sebagai suatu exegesis yang sehat dari text itu, tetapi sebagai suatu eisegesis
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan!
2) Sebagai tambahan argumentasi saya, dalam 1Kor 7:5 Allah justru melarang
suami istri untuk melakukan puasa sexterlalu lama. Sekalipun memang ayat itu
belum ada pada jaman Yusuf dan Maria, tetapi pasti kebenaran itu sudah ada
dalam pemikiran Allah. Karena itu tidak mungkin Allah lalu melarang Yusuf dan
Maria melakukan puasa sex abadi!
-
Tanggapan Mario Sujanto:

1. Saudara Budi yang saya kasihi, apakah ini bisa dibilang sebuah isapan
jempol sesuatu yang diyakini sama didalam 5 gereja apostolik, barat dan
timur tadi. Ajaran dan doktrin itu diturunkan oleh para rasul-rasul sendiri
yang sekali lagi dipelihara keutuhannya didalam konstitusi magisterium of
the Catholic Church (Barat dan timur). Mari kita kembali melihat sejarah
dan adat orang yahudi pada jaman itu, pada waktu itu anak perempuan
memang dan harus ditunangkan, dari sejak mereka bayi, tapi tunangan ini
hanya didalam arti tradisi Yahudi. Sejarah dan bukti-bukti dan arkheologis
terang-terangan dengan bamblang berkata, bahwa sewaktu Malaikat
Gabriel menampakan diri kepada Maria, pada waktu itu Maria tidak lebih
dari 15 tahun, sedangkan Yusuf tunangannya tidak kurang dari 50 tahun,
jadi tidaklah mungkin kata ‘tunangan’ disini diartikan seperti kata tunangan
yang kita mengerti pada jaman sekarang ini. Dan juga, tradisi
bertunangan (yakni berjanji setia sebelum menuju pernikahan) baru ada
sekitar abad 18, dan itupun bukan muncul dari timur dari Eropa Timur, itu
jelas, karna kita tidak bisa memungkiri sejarah.

Tanggapan Budi Asali:


a) Saya tidak percaya bahwa gereja apostolik melakukan itu, dan saya
tidak percaya bahwa rasul-rasul yang menurunkan ajaran menggelikan
seperti itu. Bagaimana anda membuktikan bahwa rasul-rasul memang
mengajarkan hal itu? Anda mengatakan ‘sejarah dan bukti-bukti
arkheologia’. Mana barangnya? Gampang sekali mengclaim seperti itu;
siapapun bisa melakukannya.
Perlu anda ketahui bahwa saya bukannya seperti pendeta-pendeta
kebanyakan, yang tidak pernah / jarang belajar buku tafsiran maupun
theologia. Setiap pagi, senin sampai sabtu, hari libur atau bukan, saya
belajar buku tafsiran / theologia, sekitar 3-5 jam. Dan kalau apa yang anda
katakan itu benar, aneh bin ajaib, mengapa saya sendiri tidak pernah
membaca hal itu dalam buku-buku saya (kecuali tentang bertunangan
pada waktu masih kanak-kanak, itu memang pernah saya baca)?

b) Tentang bertunangan, saya membaca dari tafsiran William Barclay


(seorang yang sekalipun liberal, tetapi ahli dalam persoalan latar
belakang), bahwa ada 2 jenis pertunangan.
Coba baca Mat 1:18-dan seterusnya.
Ay 18 yang menunjukkan bahwa mereka masih ada dalam keadaan bertunangan
/ belum menikah, sesuai dengan:
ay 20b yang menunjukkan bahwa malaikat itu berkata supaya Yusuf tidak takut
mengambil Maria sebagai istri.
ay 24 yang menunjukkan ketaatan Yusuf terhadap Firman yang disampaikan
oleh malaikat, dimana ia lalu mengambil Maria sebagai istrinya.
Tetapi dalam ay 19 dimana Yusuf disebut ‘suami’ dan Maria disebut ‘istri’, dan
juga dari istilah ‘menceraikan’, kelihatannya mereka sudah menikah.
Hal-hal yang kelihatannya bertentangan ini bisa dimengerti dan diharmoniskan
kalau kita mengerti tradisi di tempat itu pada jaman itu.
Dalam tradisi mereka ada beberapa tahap menuju pernikahan:
Pertunangan I (engagement).
Pertunangan I ini terjadi pada waktu dua orang yang dipertunangkan itu
masih kecil, dimana mereka dipertunangkan oleh orang tua mereka, dan
mereka belum saling kenal. Pertunangan I ini bisa dibatalkan.
Pertunangan II (bethrotal).
Pertunangan II ini terjadi setelah dua orang tadi sudah cukup umur. Pada
saat pertunangan II ini mereka sudah disebut ‘suami istri’ (bdk. Ul 22:23-24;
dalam ay 23nya disebutkan ‘bertunangan’ tetapi dalam ay 24nya disebut
sebagai ‘istri’) tetapi mereka belum tinggal bersama dan mereka belum
boleh melakukan hubungan sex. Dalam tradisi Yahudi saat itu, pemutusan
pertunangan II ini dianggap sebagai perceraian dan dianggap sebagai dosa.
Pertunangan II ini hanya berlangsung 1 tahun.
Pernikahan.
Pada saat itu, Yusuf dan Maria ada pada masa pertunangan II dan karena itu
ay 18 tidak bertentangan dengan ay 19,20,24.
Jadi, Maria mau masuk ke dalam pertunangan tingkat II, sekalipun ia telah
bernazar untuk tetap menjadi perawan? Ini yang saya sebut sebagai
kegilaan.

2. 1 Kor 7:5 tidak ditujukan Paulus khusus didalam arti “SEX”, Paulus dalam
hal ini meberikan maklumat dan pengajaran mengenai keharmonisan
hidup laity / orang awam, didalam segi pasangan hidup supaya saling
mendukung didalam iman (karna pada saat itu Korintus sendiri didalam
keadaan kacau dan keributan terjadi antara jemaat. Pada ayat ke 4 yang
diartikan kata “sw,matoj” bukanlah sex, tapi tubuh yang berperasaan, jadi
maksudnya disini harus saling menghormati tampa ada rasa memiliki, tapi
mengasihi.

Tanggapan Budi Asali:


a) Coba anda baca lagi 1Kor 7 itu mulai ay 2nya:
1Kor 7:2-5 - “tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki
mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya
sendiri. Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya,
demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas
tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa
atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling menjauhi,
kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya
kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu
kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu,
karena kamu tidak tahan bertarak”.
Pikirkan kata-kata yang saya garis bawahi. Kalau itu bukan dalam arti sex,
saya tidak tahu harus diartikan apa. Semua penulis buku tafsiran yang
saya ketahui, menganggap ini adalah persoalan sex.
b) Ay 4 menggunakan kata SOMATOS, artinya hanya ‘tubuh’. Dari mana
anda menambahkan ‘tubuh yang berperasaan’? Saya yakin anda tidak
akan bisa memberikan satu kamus Yunanipun yang mendukung
pandangan anda!
c) Tafsiran anda sama sekali tidak cocok dengan kontexnya.

Tulisan Budi Asali:


1) Adanya definite article di depan kata son tidak harus berarti anak tunggal.
Lihat Luk 3:23-38 (silsilah Yesus), yang penuh dengan penggunaan kata-kata
the son of .... Apakah semua nama di situ merupakan anak tunggal? Kalau
dibandingkan dengan cerita-cerita dalam Perjanjian Lama, maka jelas bahwa itu
tidak benar! Saya ambil salah satu sebagai contoh: Yehuda dikatakan sebagai
the son of Jacob, padahal ia bukan anak tunggal, tetapi anak ke 4 dari Yakub.
Juga dalam 1Taw 5:1 Yusuf disebut sebagai the son of Jacob, dan dalam Yoh
1:42 Simon disebut sebagai the son of Jonapadahal Simon mempunyai saudara,
yaitu Andrew (Yoh 1:41). Saya bisa memberikan ratusan contoh semacam ini
untuk membuktikan kesalahan teori anda!
2) Siapa mengatakan bahwa saudara-saudara Yesus tidak pernah disebut
sebagai anak-anak dari Maria?
Perjanjian Lama, dalam Maz 69:9 menubuatkan tentang Mesias / Yesus dengan
kata-kata sebagai berikut: Aku telah menjadi orang luar bagi saudara-saudaraku,
orang asing bagi anak-anak ibuku.
Perhatikan bahwa ayat ini dituliskan menurut kebiasaan orang Yahudi, yang
mengulang kalimat yang sama dengan kata-kata yang berbeda. Kata-kata orang
luar dalam kalimat pertama sama dengan kata-kata orang asing dalam kalimat
kedua, dan kata-kata saudara-saudaraku dalam kalimat pertama sama dengan
kata-kata anak-anak ibukudalam kalimat kedua. Jadi, saudara-saudara Yesus
adalah anak-anak dari ibu Yesus (Maria)!
Catatan: Bahwa Maz 69:9 memang merupakan nubuat tentang Mesias / Yesus,
terlihat dari:
7 Maz 69:10 (bdk. Yoh 2:17).
7 Maz 69:22 (bdk. Mat 27:34  Yoh 19:28-29).
Catatan: Kata racun dalam Maz 69:22 versi Kitab Suci Indonesia merupakan
penterjemahan yang salah. Seharusnya adalah seperti NIV: gall(= empedu). Jadi
nubuat ini tergenapi dalam Mat 27:34.
-Tanggapan Mario Sujanto:
1. Saya yakin bahwa saudaraku Budi sendiri telah mengetahui bahwa
“ynEb.l” dalam 1Taw 5:1 beda didalam kanon kata dengan “ui`o.j”
dalam Mark 6:3 yang adalah singular atau satu. Jelas sudah para ahli
bahasa dapat mengetahui dengan sangat gampang dengan membaca
Mark 6:3 dari kata ui`o.j yang hanya mungkin diartikan sebagai satu anak,
bukan anak-anak.

Tanggapan Budi Asali:

a) Memang 1Taw 5:1 itu ada dalam bahasa Ibrani, sehingga tidak bisa
dibandingkan, kecuali kalau melihat pada Septuaginta, tetapi Septuaginta
sudah bukan lagi bahasa asli.
b) Tetapi mengapa anda tidak menanggapi Yoh 1:42 yang saya
gunakan? Di situ kata Yunani yang digunakan persis sama seperti dalam
Mark 6:3, tetapi tidak menunjukkan bahwa Simon Petrus adalah anak
tunggal, karena Yoh 1:41 jelas menunjukkan bahwa ia mempunyai
saudara.

c) Istilah Yunani HO HUIOS memang adalah bentuk tunggal, tetapi betul-


betul lucu kalau anda mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa ia
adalah anak tunggal. Bentuk tunggal tidak harus menunjuk kepada anak
tunggal. Bisa menunjuk kepada salah satu dari banyak anak! Simon
memang cuma satu, tetapi ia bukan anak tunggal. Demikian juga dengan
Yesus.

d) Apakah anda bukannya orang yang terlalu berani menggunakan dan


menafsirkan bahasa Yunani tanpa betul-betul mengerti bahasa itu? Di
Indonesia, ada istilah ‘bonek’, singkatan dari ‘bondo nekad’. Saya harap
anda tidak menjadi orang seperti itu.

2. Maz 69:9 “`yMiai ynEb.li yrIk.n"w> yx'a,l. ytiyyIh'


rz"Wm” tidak ada saya lihat dari Mazmur 69ini yang menunjukan
kepada ibu yaitu maria, kata yMia diartikan sebagai mother city yakni
Yerusalem, oleh sebab itu Yesus meratapi Yerusalem dan berkata nabi
ditolak dikampungnya sendiri. Sekali lagi bukan menunjukan sama sekali
kepada anak-anak dari ibu badaniah/biologis yakni adik-adik kandung
mesias, tidak.

Tanggapan Budi Asali:

a) Pertama-tama saya minta supaya kalau lain kali anda menggunakan


bahasa Ibrani atau Yunani, anda menggunakan Ibrani / Yunani yang
ditransliterasikan saja. Apa yang anda tuliskan dalam bahasa Yunani
maupun Ibrani, di sini terlihat sebagai huruf-huruf dan tanda-tanda yang
kacau dan tak terbaca. Ada yang bisa saya konversikan, ada yang tidak
bisa. Persoalannya mungkin program komputer saya tidak secanggih milik
anda, dan dalam kemampuan komputer saya tidaklah terlalu bagus.

b) Seperti sudah saya katakan itu adalah 2 kalimat yang sekalipun kata-
katanya berbeda tetapi artinya sama (synonymous parallelism). Karena itu
kata ‘saudara-saudara’ identik dengan ‘anak-anak ibuku’. Sedangkan kata
‘Aku’ jelas merupakan nubuat tentang Mesias. Kalau tidak percaya baca
kontexnya, yaitu ay 10nya: ‘sebab cinta untuk rumahMu menghanguskan
aku’. Kata-kata ini dikutip dalam Yoh 2:17 dan jelas menunjuk kepada
Yesus! Sekarang, kalau kata ’Aku’ memang menunjuk kepada Yesus,
maka jelas bahwa ‘ibuku’ harus menunjuk kepada Maria. Dan ‘saudara-
saudaraku’ (saudara-saudara Yesus) sama dengan ‘anak-anak ibuku’
(anak-anak Maria.
c) Mazmur ini ditulis oleh Daud, dan jelas berlaku untuk Daud sendiri,
tetapi lalu juga merupakan nubuat tentang Yesus. Kalau kata ‘ibuku’ anda
artikan ‘mother city’, bagaimana ayat ini bisa berlaku untuk Daud sendiri.
Dan lalu apa artinya ‘saudara-saudaraku’? Lagi-lagi terlihat bahwa
penafsiran anda out of context / tidak mempedulikan kontexnya, yaitu
Mazmur yang ditulis oleh Daud!
Dengan penafsiran saya, ini cocok, karena saudara-saudara Daud
memang iri hati kepada Daud karena Daud, dan bukannya mereka, yang
dipilih menjadi raja (bdk. 1Sam 16:6-13 17:28). Daud sengaja menuliskan
‘anak-anak ibuku’, bukan ‘anak-anak ayahku’, padahal saudara-
saudaranya itu juga adalah anak-anak ayahnya. Mengapa? Karena kalau
ia menuliskan ‘anak-anak ayahku’ maka ini tidak bisa cocok dengan
Yesus!

Tulisan Budi Asali:


1) Kehidupan dan sikap Yesus yang betul-betul sangat unik, bisa
menyebabkan sikap yang juga unik dari adik-adikNya. Khususnya kata-
kataNya dimana Ia mengaku sebagai Anak Allah, dan dengan demikian
menyamakan diriNya dengan Allah (Yoh 5:18  Yoh 10:30-33) jelas
menyebabkan saudara-saudaraNya sebagai orang-orang Yahudi
menganggap bahwa Ia menghujat Allah. Karena itu tentu mereka tidak
menghormatiNya, dan bahkan menganggapNya gila / kerasukan setan. Ini
bukan merupakan sesuatu yang aneh. Juga kata-kata mereka dalam Yoh
7:3-4 sebetulnya bukan nasehat tetapi lebih merupakan ejekan. Lebih-lebih
kata-kata mereka dalam Mark 3:21.
2) Disamping itu, ini bukan satu-satunya peristiwa dimana seorang adik
menasehati kakaknya. Yehuda juga menasehatisaudara-saudaranya (Kej
37:26), padahal ia adalah anak ke 4. Demikian juga Yusuf menasehati para
saudaranya (Kej 50:19-21), dan Musa mengajar Harun (Im 9:1-dan
seterusnya), dan bahkan memarahi Harun (Kel 32:21).
Juga dari fakta dimana istri Naaman dinasehati oleh pelayan / budaknya
(2Raja 5:3), Naaman dinasehati oleh pegawai-pegawainya (2Raja 5:13), Saul
dinasehati oleh bujangnya (1Sam 9:6), Abraham dinasehati oleh Sara (Kej
16:2), maka kelihatannya dalam tradisi orang-orang pada saat itu tidaklah
merupakan sesuatu yang memalukan kalau seseorang dinasehati oleh orang
yang dearajadnya ada di bawahnya, baik itu istri, pegawai, bujang, pelayan,
apalagi adik! Dari semua ini jelas bahwa teori anda bahwa adik tidak mungkin
menasehati kakak adalah omong kosong yang tak berdasar.
-

Tanggapan Mario Sujanto:


Saya tidak menyankal bahwa P.B mencatat beberapa perkara dimana seorang yang
lebih muda seperti yehuda ataupun Harun yang pernah memberikan saran-saran
mereka kepada seseorang yang lebih tua dari mereka, contohnya Yehuda memberikan
saran karna dia ingin menolong Yusuf agar kakak-kakaknya tidak membunuh Yusuf,
atau Harun yang memang ditahbis Tuhan langsung untuk menjadi co-worker dari
musa (dan dasar ini menjadikan Harun mempunyai hirarki khusus dihadapan Musa,
walaupun dia lebih muda), tapi ini tidak berarti menjadikan hilangnya adat istiadat
orang yahudi bahwa seorang yang lebih muda harus menghormati bahkan tunduk
pada orang yang lebih tua (didalam , dan saya kira saudara Budi yang telah belajar
teologi semitis pasti juga telah mengetahuinya, herannya, anda menuduh saya
menggunakan teori saya sendiri yang tidak ada dasarnya. Didalam dasar, saya dapat
menunjukan puluhan bukti baik didalam Talmud maupun tradisi lisan Judaism
mengenai ini. Bukankah saudara Budi pernah belajar Theologi di Amerika yang juga
mungkin pernah berdiskusi dengna orang-orang Yahudi, coba anda tanyakan hal ini
dengan mereka! Dasar ini jelas dan telah menjadi general knowledge bagi semua
Theolog yang “modest” jujur. Mengenai sarah, sarah adalah seorang Istri, dan bukan
sekedar saudara atau seseorang yang lebih muda, karna didalam tradisi Yahudi juga
dikatakan bahwa setelah suami dan istri di nikahkan didepan altar Tuhan, mereka
bukan lagi dua tapi satu, dan itulah yang digenapkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus
didalam P.B.

Tanggapan Budi Asali:


1) Di Amerika saya pernah punya teman di sekolah theologia (RTS) yang
adalah orang Yahudi. Karena ia menjadi orang kristen ia dikucilkan dan diusir
oleh keluarganya. Apakah anda pikir adik2nya tetap menghormatinya?
Nonsense! Sama halnya dengan Yesus. Karena Ia mengaku sebagai Anak
Allah, orang Yahudi (termasuk adik2nya) menganggapnya sebagai penghujat
Allah. Karena itu tidaklah aneh bahwa mereka tidak menghormatinya dan
bahkan menganggapnya gila, mengejeknya dan sebagainya.

2) Saya tentu setuju mereka mempunyai tradisi bahwa adik harus


menghormati kakaknya. Yang saya tidak setujui adalah: bahwa hormat itu
harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga adik tidak boleh memberikan
nasehat kepada kakaknya. Mengapa anda tidak menjawab argumentasi saya
tentang Naaman yang dinasehati oleh pegawainya dan istri Naaman oleh
budaknya? Ini jelas menunjukkan bahwa memberikan nasehat bukanlah
sesuatu yang bersifat tidak menghormati atasan.

Tulisan Budi Asali:


Penyerahan ibuNya kepada Yohanes ini disebabkan karena saudara-
saudara Yesus pada saat itu belum bertobat. Jadi Ia menyerahkan Maria
untuk dipelihara oleh Yohanes. Bandingkan dengan Mat 12:46-50 di bawah
ini yang memang menunjukkan bahwa Yesus lebih menekankan /
mementingkan keluarga rohani dari pada keluarga jasmani!
Mat 12:46-50 - Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu,
ibuNya dan saudara-saudaraNya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia.
Maka seorang berkata kepadaNya: Lihatlah, ibuMu dan saudara-saudaraMu
ada di luar dan berusaha menemui Engkau. Tetapi jawab Yesus kepada
orang yang menyampaikan berita itu kepadaNya: Siapa ibuKu? Dan siapa
saudara-saudaraKu? Lalu kataNya, sambil menunjuk ke arah murid-
muridNya: Ini ibuKu dan saudara-saudaraKu! Sebab siapapun yang
melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah
saudaraKu perempuan, dialah ibuKu..
-
Tanggapan Mario Sujanto:
Belum bertobat?????? Saudara Yesus yang manakah yang belum bertobat, tolong
saya diberitahu, sebab selam bertahun-tahun saya berdiskusi, saya belum pernah saya
mendapat sanggahan yang seperti ini? Tujuan Yesus dalam Mat12 adalah
memberikan pengertian bahwa mereka yang melakukan kehendak Bapa di Sorga akan
dijadikan anak-anak Allah (Yoh 1:12), yang berarti saudara-saudaranya, dan karna
banyak wanita-wanita yang lebih tua yang mendengarkan percakapan ini maka Yesus
menggunakan kata “dialah ibuku”. Bukankah kelihatannya seperti Yesus tidak
mengakui bahwa Mary adalah Ibunya? Bukan begitu, tapi dia didalam konteks
mengajar, bukan memberikan statement.

Tanggapan Budi Asali:


1) Anda memberikan saya suatu surprise yang menyedihkan. Bagaimana mungkin
anda, yang dulunya pendeta dan sekarang frater, bisa tidak tahu bahwa saudara-
saudara Yesus belum bertobat dalam sepanjang pelayanan Yesus? Dalam Yoh 7 yang
anda sendiri persoalkan, dalam ay 5 dikatakan “Sebab saudara-saudaraNya sendiripun
tidak percaya kepadaNya”. Dalam Mark 3:21 yang anda sendiri gunakan dikatakan
bahwa mereka menganggapNya gila. Mungkin mereka percaya terhadap claim Yesus
bahwa Ia adalah Anak Allah dan pada saat yang sama mereka menganggapNya gila?
Kelihatannya mereka baru bertobat setelah kebangkitan Yesus, karena setelah bangkit
Yesus menampakkan diri kepada Yakobus (1Kor 15:7), dan rupanya inilah yang
mempertobatkan mereka.
2) Memang Mat 12:46-50 itu bukannya menunjukkan bahwa Yesus tidak mengakui
Maria sebagai ibuNya, dan saya memang tidak mengatakan demikian. Tetapi menurut
saya jelas bahwa text itu menunjukkan bahwa Yesus lebih menekankan keluarga
rohani dari pada keluarga jasmani.
3) Bukan karena melakukan kehendak Allah maka seseorang menjadi anak Allah.
Yoh 1:12 jelas menunjukkan bahwa itu terjadi karena percaya dan menerima Yesus.
Kalau Mat 12:50 mengatakan ‘melakukan kehendak Bapa’, itu adalah bukti iman.

Tulisan Budi Asali:


1) Anda bisa mengutip ayat-ayat untuk mendukung tafsiran anda tentang
kata sampai; saya juga bisa menunjukkan bahwa kata sampaitidak selalu
digunakan seperti pengertian anda.
7 Mat 2:13 - Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat
Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: Bangunlah, ambillah Anak itu
serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman
kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia..
Apakah ayat ini berarti bahwa setelah Allah berfirman mereka tetap tinggal di
sana?
7 Mat 10:11 - Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang
yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat. Apakah mereka
tetap tinggal setelah mereka berangkat?
7 Mat 13:30 - Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai.
Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu
lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian
kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku. Apakah lalang dan gandum
itu dibiarkan terus tumbuh setelah musim menuai?
7 Luk 15:4,8 - Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor
domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan
yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang
sesat itu sampai ia menemukannya? ... Atau perempuan manakah yang
mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak
menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat
sampai ia menemukannya?.
Apakah gembala / perempuan itu tetap mencari domba / mata uang itu
setelah mereka menemukannya?
Saya juga masih bisa menambahkan banyak ayat, tetapi saya kira itu tidak
perlu. Ayat-ayat yang saya kutip di atas ini menunjukkan dan bahkan
membuktikan bahwa panggunaan kata sampai seperti yang saya lakukan
bukanlah suatu pengertian moderntentang kata tersebut!
Kalau tadi anda mengatakan bahwa dalam Kitab Suci tidak lazim untuk
seorang adik menasehati kakaknya, di sini anda mengatakan bahwa kata
sampaimempunyai pengertian seperti itu, dan ternyata keduanya ngawur.
Saya nasehati anda, kalau mau mengatakan sesuatu cobalah mencari dasar
yang lebih kuat sebelum mengutarakannya!
2) Kedua terjemahan yang anda berikan justru mendukung pandangan saya,
bukan pandangan anda. Coba baca lagi yang teliti!
-
Tanggapan Mario Sujanto:
Sadaraku Budi yang saya kasihi, memang benar “dalam bahasa indonesia” kata
sampai bukan hanya berarti seperti apa yang saya katakan dalam surat saya
sebelumnya, tapi kata sampai ini juga bukan HANYA berarti sesudah sesuatu itu
terjadi lalu object itu melakukannya. Mari kita lihat ayat-ayat yang saudaraku Budi
contohkah:
Mat2: 13; Mat 10:11; Mat 13:30; Luk 15: 4,8 menggunakan kata sampai
“mei,nate”, tidak seperti yang dikatakan dalam Luk 1:25 mengenai
keperawanan Mary “e[wj”. Mari kita melihat dengan hati yang jujur, saya
yakin saudaraku Budi yang saya yakin juga menguasai sastra Yunani dapat
membedakan dengan gampang antara e[wj dan mei,nate.
Sekali lagi, saya tidak pernah menuduh pandangan saudara salah, mungkin
memang itu yang saudara yakini, tapi inilah dasar keyakinan saya dari apa
yang telah saya pelajari dari magisterium gereja Apostolik. Jadi sekali lagi,
saya tidak pernah mengatakan anda salah dan saya benar, ataupun
kebalikannya, tapi saya hanya mencoba untuk menjelaskan dasar pengertian
gereja Katolik timur dan barat. Jadi tolong jangan marah-marah dan menuduh
saya ‘ngawur’.

Tanggapan Budi Asali:

1) Anda mengatakan: ‘Mat2: 13; Mat 10:11; Mat 13:30; Luk 15: 4,8
menggunakan kata sampai “mei,nate”, tidak seperti yang dikatakan dalam Luk
1:25 mengenai keperawanan Mary “e[wj”. Mari kita melihat dengan hati yang
jujur, saya yakin saudaraku Budi yang saya yakin juga menguasai sastra
Yunani dapat membedakan dengan gampang antara e[wj dan mei,nate.’
a) Saya kira anda memaksudkan Mat 1:25 dan bukannya Luk 1:25.
b) Mat 1:25 menggunakan kata Yunani HEOS, dan saya mencarinya melalui
Young Analytical Concordance, dan saya menjumpai banyak sekali ayat-ayat
lain (mungkin sekitar 60an ayat) yang menggunakan kata Yunani yang
sama.
 Dan menurut konkordansi ini Mat 2:13 menggunakan kata Yunani yang
sama dengan Mat 1:25. Juga waktu saya melihat dalam Interlinear Greek
- English, saya lihat kedua ayat itu menggunakan kata Yn yang sama.
Karena itu saya sama sekali tidak mengerti mengapa anda bisa
mengatakan bahwa kata Yunani yang dipakai berbeda.
 Juga Mat 10:11 Mat 13:30 menggunakan kata Yunani yang sama.
 Mat 2:9 juga menggunakan kata Yunani yang sama, dan ayat itu berbunyi:
“Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah,
bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan
berhenti di atas tempat, di mana Anak itu berada”.
 Demikian juga dengan Luk 15:4,8 menggunakan kata Yunani yang sama.
Dan semua kata ‘sampai’ dalam ayat-ayat itu, dan masih banyak lagi yang
lain, artinya sesuai dengan arti yang saya berikan untuk Mat 1:25.
Ini membuat saya menjadi bingung. Anda mengatakan bahwa kata Yunani
yang dipakai dalam ayat-ayat itu berbeda dengan yang dipakai dalam Mat
1:25. Anda menggunakan Kitab Suci Yunani yang mana? Anda mengatakan
bahwa anda mendapatkannya dari magisterium gereja Apostolik? Kalau
memang ya, maka jelas bahwa magisterium gereja Apostolik itu ngawur atau
berdusta, dan anda percaya saja mentah2 semua pengawuran atau dusta itu.
Karena itu saya nasehatkan, jangan percaya kepada manusia, kecuali
mereka mengatakan sesuatu yang memang sesuai dengan Kitab Suci!

2) Seperti yang pernah saya katakan, kalau ada 2 pandangan berbeda,


apalagi bertentangan, maka hanya salah satu yang bisa benar. Saya yakin
dengan pandangan saya, maka tentu saya menyalahkan pandangan anda.
Kalau anda mengatakan ‘inilah dasar keyakinan saya dari apa yang telah
saya pelajari dari magisterium gereja Apostolik’, maka saya mengatakan
bahwa ‘inilah keyakinan saya yang saya dapatkan dari Firman Tuhan
semesta alam’!

3) Saya tidak marah-marah sekalipun saya mengatakan anda ngawur. Dan


saya berpendapat bahwa dalam jawaban di sini anda lebih ngawur lagi,
karena saya mengecheck dari konkordansi maupun interlinear Greek -
English, dan anda sama sekali salah.

Tulisan Budi Asali:


1) Ini tergantung apa definisi anda tentang kata worship. Saya berpendapat
bahwa kalau anda berdoa kepada Mary, itu sudah merupakan worship. Juga
kalau anda menyanyikan lagu pujian baginya, apalagi berlutut dan sujud di
depan patungnya. Itu jelas merupakan suatu worship. Saya ingin tanyakan
satu hal berkenaan dengan hal ini: orang Katolik menggunakan kata LATRIA
untuk penyembahan terhadap Allah, HYPER-DULIA untuk
penghormatankepada Mary. Tetapi apa perbedaan sikap orang katolik
terhadap Allah dan terhadap Maria? Kalau memang tidak ada perbedaan
sikap, tetapi ada 2 istilah yang berbeda (Latria dan Hyper-dulia), maka
perbedaan istilah itu hanyalah suatu isapan jempol untuk menutupi
pemberhalaan kalian terhadap Maria!
Juga menurut statistik dari Loraine Boettner orang katolik berdoa kepada
Allah / Yesus dan kepada Maria dengan perbandingan 1 dibanding 10.
Apakah ini bukan suatu kegilaan?
2) Berkenaan dengan penyembahan terhadap Maria, saya juga ingin
memberikan komentar Charles Haddon Spurgeon tentang Mat 2:11, dimana
orang-orang Majus menyembah Yesus saja, bukan Maria ataupun Yesus dan
Maria. Ia berkata:
The old Reformers used to say, Here is a bone that sticks in the throat of the
Romanists, and they can neither get it up nor down, for it does not say, They
saw Mary and the young child, the young child is put first, they came to see
him; and it does not say that they fell down and worshipped them If ever there
was an opportunity  for Mariolatry, surely this was the one, when the child 
was as yet newly-born, and depended so much upon his mother. Why did not
the magi say Ave Maria! and commence at once their Mariolatry? Ay, but
these were wise men; they were not priests from Rome, else might they have
done it [= Tokoh-tokoh Reformasi kuno sering berkata: Ini adalah tulang yang
menyangkut di tenggorokan orang Roma (Katolik), dan mereka tidak dapat
mengeluarkannya ataupun menelannya, karena ayat itu tidak berkata:
Mereka melihat Maria dan bayi itu, bayi itu disebut lebih dulu, mereka datang
untuk melihat dia; dan ayat itu tidak berkata bahwa mereka tersungkur dan
menyembah mereka. Kalau ada kesempatan untuk melakukan penyembahan
terhadap Maria, maka sebetulnya inilah kesempatannya, dimana bayi itu baru
dilahirkan, dan sangat bergantung kepada ibuNya. Mengapa orang-orang
Majus itu tidak berkata Salam Maria! dan langsung memulai penyembahan
terhadap Maria? Ah, tetapi mereka ini adalah orang-orang yang bijaksana;
mereka bukan pastor-pastor dari Roma, karena kalau demikian mereka
mungkin sudah melakukannya] - Spurgeons Expository Encyclopedia, vol 3,
hal 34.
Catatan: Perlu anda ketahui bahwa dalam terjemahan KJV kata-kata orang-
orang majus dalam Mat 2:1 diterjemahkan wise men (= orang-orang yang
bijaksana).
-

Tanggapan Mario Sujanto:


Loraine Boettner berdebat dengan Karl Keating di Hotel Hilton di Michigan tahun
1999, dialog mereka temakan “Catholic Answer to the book ‘Catholicm by
Boettner’”, sekarang Boettner menarik peredaran bukunya di Amerika, anda tebak
sendiri apa hasil dialog itu.
Saudaraku Budi yang saya kasihi, bila kita mau mempelajari kepercayaan
orang, baiklah kita belajar kepada orang yang mempunyai keyakinan yang
bersangkutan, janganlah anda mendasarkan pengetahuan anda mengenai
Katholic Roma dari seorang yang memang terang-terangan anti-Katholik, dan
yang tentu saja akan masuk bumbu-bumbu paham dan pendapat pribadi dari
orang tersebut. (mungkin dalam hal ini anda mempelajarinya dari buku
Roman Catholicsm, yang sekarang 80 peredarannya telah distop, atas
request dari penulisnya sendiri – sisa yang 20% adalah yang tersebar ke
seluruh dunia (translated) dan yang telah mempunyai hak publikasinya – dan
ini tidak bisa di stop).
Tanggapan saya:

1) Terus terang saya sendiri belum mendengar tentang perdebatan tersebut.


Anda mengatakan: ‘sekarang Boettner menarik peredaran bukunya di
Amerika, anda tebak sendiri apa hasil dialog itu’. Mengapa anda tidak mau
memberi tahu saya tentang hasil dialog itu? Apa sebabnya Boettner menarik
bukunya? Saya sama sekali tidak percaya bahwa ia menarik bukunya karena
kalah debat secara total, atau karena ia mengakui bahwa bukunya salah
total. Saya menebak, bahwa itu mungkin disebabkan:
ada beberapa kata-katanya tentang Roma Katolik yang tidak benar, dan ia
merasa itu sebagai fitnahan.
ada ajaran-ajaran Roma Katolik yang telah diubah sehingga bukunya menjadi
out of date. Saya sendiri tahu misalnya dalam persoalan larangan
membaca / memiliki Alkitab, sekarang ajaran Roma Katolik itu telah
diubah dan bahwa umatnya dianjurkan membaca Alkitab.
Jadi, sekalipun Boettner menarik bukunya, saya tetap mempercayai sebagian
besar dari apa yang ia katakan. Memang dari dulu saya juga tahu bahwa
bukunya dia tidaklah infallible / inerrant.

2) Anda mengatakan: ‘bila kita mau mempelajari kepercayaan orang, baiklah


kita belajar kepada orang yang mempunyai keyakinan yang bersangkutan,
janganlah anda mendasarkan pengetahuan anda mengenai Katholic Roma
dari seorang yang memang terang-terangan anti-Katholik, dan yang tentu
saja akan masuk bumbu-bumbu paham dan pendapat pribadi dari orang
tersebut’.
Saya pikir kata-kata anda tidak selalu bisa dilakukan. Misalnya kita mau
membahas tentang gereja setan, haruskah kita lalu pergi ke gereja setan
atau berdialog dengan mereka. Kalau kita mau membahas tentang pelacuran
haruskah kita berdialog dengan pelacur?
Juga kalau saya mendapat dari orang lain saya tentu tidak menerima
mentah-mentah semua yang ia katakan. Boettner memberikan kutipan-
kutipan misalnya dari Liguori dan sebagainya, yang menurut saya bisa
dipertanggung-jawabkan.

3) Saya bukan hanya mendapatkan bahan dari Boettner, tetapi juga dari lain-
lain, baik dari orang Katolik, dari Catechism of the Catholic Church yang
dikeluarkan tahun 1992, dan sebagainya. Dan perlu anda ketahui, bahwa ada
beberapa jemaat saya, termasuk mertua dan istri saya, dulunya adalah orang
Katolik yang lalu bertobat.

Mengenai devosi kepada Mary, saya menyadari bahwa banyak orang dari
katholik atau dari Orthodox sendiri yang mempunyai paham yang salah, yang
terlalu melebih-lebihkan Mary didalam devosi mereka, tapi jangan kuatir,
Bapa Suci John Paul II telah mengeluarkan Apostolic Letter mengenai hal ini.
Itulah yang menyebabkan kebanyakan orang fundamentalist non-catholic
menyangka bahwa Katholik sendiri yang mengajarkan penyembahan kepada
Mary, didalam arti sederajat dengan Yesus.
Tanggapan Budi Asali:
1) Lagi-lagi saya tidak percaya kata-kata anda, yang saya yakin
bertentangan dengan fakta. Saya ingin memberikan bukti-bukti.
Catechism of the Catholic Church yang dikeluarkan tahun 1992 merupakan
sesuatu yang berotoritas tertinggi bukan? Karena dalam bagian kata
pengantar dari Paus, point No 3 alinea pertama ada kata-kata sebagai
berikut:
The Catechism of the Catholic Church, which I approved 25 June last and the publication of which I
today order by virtue of my Apostolic Authority, is a statement of the Church’s faith and of catholic
doctrine, attested to or illumined by Sacred Scripture, the Apostolic Tradition and the Church’s
Magisterium. I declare it to be a sure norm for teaching the faith and thus a valid and legitimate
instrument for ecclesial communion. May it serve the renewal to which the Holy Spirit ceaselessly
calls the Church of God, the Body of Christ, on her pilgrimage to the undiminished light of the
Kingdom!
The approval and publication of the Catechism of the Catholic Church represent a service which the
Successor of Peter wishes to offer to the Holy Catholic Church, to all the particular Churches in peace
and communion with the Apostolic See: the service, that is, of supporting and confirming the faith of
all the Lord Jesus’ disciples (cf. Lk 22:32 as well as of strengthening the bonds of unity in the same
apostolic faith. Therefore, I ask all the Church’s Pastors and the Christian faithful to receive this
catechism in a spirit of communion and to use it assiduously in fulfilling their mission of proclaiming
the faith and calling people to the Gospel life. This catechism is given to them that it may be a sure and
authentic reference text for teaching catholic doctrine and particularly for preparing local catechisms. It
is also offered to all the faithful who wish to deepen their knowledge of the unfathomable riches of
salvation (cf. Eph 3:8). It is meant to support ecumenical efforts that are moved by the holy desire for
the unity of all Christians, showing carefully the content and wondrous harmony of the catholic faith.
The Catechism of the Catholic Church, lastly, is offered to every individual who asks us to give an
account of the hope that is in us (cf. I Pt 3:15) and who wants to know what the Catholic Church
believes.
Tetapi ternyata Catechism itu:
dimulai dengan kata-kata ‘dedicated to the immaculate’.
pada bagian akhir dari kata pengantar ada kata-kata ini: “At the conclusion of
this document presenting the Catechism of the Catholic Church, I beseech
the Blessed Virgin Mary, Mother of the Incarnate Word and Mother of the
Church, to support with her powerful intercession the catechetical work of
the entire Church on every level, at this time when she is called to a new
effort of evangelization. May the light of the true faith free humanity from
the ignorance and slavery of sin in order to lead it to the only freedom
worthy of the name (cf. Jn 8:32): that of life in Jesus Christ under the
guidance of the Holy Spirit, here below and in the Kingdom of heaven, in
the fullness of the blessed vision of God face to face (cf. I Cor 13:12; 2
Cor 5:6-8)!
 pada no 490 mempertahankan Immaculate Conception
 pada no 1014 mempertahankan Doa Salam Maria.
 No 971: "All generations will call me blessed": "The Church's devotion to the
Blessed Virgin is intrinsic to Christian worship."[513] The Church rightly honors
"the Blessed Virgin with special devotion. From the most ancient times the
Blessed Virgin has been honored with the title of 'Mother of God,' to whose
protection the faithful fly in all their dangers and needs.... This very special
devotion ... differs essentially from the adoration which is given to the incarnate
Word and equally to the Father and the Holy Spirit, and greatly fosters this
adoration."[514] The liturgical feasts dedicated to the Mother of God and Marian
prayer, such as the rosary, an "epitome of the whole Gospel," express this
devotion to the Virgin Mary.[515]
2) Bagaimana pendapat anda tentang kutipan Boettner dari Liguori, yang
memang menyederajatkan Maria dengan Yesus? Apakah menurut anda
Liguori adalah orang Katolik yang sesat?

Ok, let me start again. Once again my brother Budi, I’m not try to make a
judgment of you, to make you believe what I believe, and says that “I’m true
and you are wrong”, but let me share you the very basic of my Mariology faith.
What place does Mary have in the actual life and beliefs of a Christian? It is
all too easy to say, “No place,” or “Very little,” for fear of detracting from the
love and worship of God. Certainly Christians must always place God abofve
all else. And yet we might also imagine ourselves a s the “beloved disciple”
at the foot of the cross to whom Jesus said, “Behold, your mother.” Jesus
seemed to think that his beloved disciples could find a place in their hearts for
a relationship with Mary as their mother, and could accept her maternal love
and care. Her role in the Christian life certainly does not compete with the
role of jesus.

Tanggapan Budi Asali:


Anda mengatakan: ‘And yet we might also imagine ourselves a s the “beloved
disciple” at the foot of the cross to whom Jesus said, “Behold, your mother.”
Jesus seemed to think that his beloved disciples could find a place in their
hearts for a relationship with Mary as their mother, and could accept her
maternal love and care’.
Mengapa anda mula-mula menggunakan bentuk tunggal ‘disciple’, dan lalu
mengubahnya menjadi bentuk jamak ‘disciples’ dan menggunakan kata ganti
empunya ‘their’?
Saya berpendapat bahwa kata-kata ini berlaku hanya untuk Yohanes.
Mungkin sekali pada saat itu Yusuf sudah mati, sedangkan anak-anak Maria
yang lain belum bertobat, sehingga Yesus menyerahkan Maria kepada
Yohanes untuk dipelihara. Tidak lebih dari itu.

Father Francil Martin once observed that anyone who confuses the roles of
Mary and jesus does not have a problem with their “mariology”; their problem
is that they have never really met Jesus Christ. Those who really know the
life and power of Jesus will never be tempted or able to confuse Jesus’ role
with that of Mary. (Fr. Francis Martin, unpublished address at the Franciscan
University of Steubenville, Ohio, Fall, 1982).

Tanggapan Budi Asali:


Menurut saya kata-kata Francil Martin itu justru terbalik. Orang Protestan
justru tidak mau mengacaukan peranan Maria dan Yesus. Kami meninggikan
Yesus bukan Maria. Kami menganggap Yesus suci, tetapi Maria tidak. Kami
menganggap Yesus sebagai Tuhan, Penebus dan Juruselamat, tetapi Maria
bukan. Kami berdoa kepada Yesus, bukan kepada Maria. Bukankah orang
Katolik yang mengacaubalaukan keduanya? Bukankah orang Katolik yang
berdoa kepada Yesus maupun kepada Maria? Bukankah orang Katolik yang
mengatakan bahwa kalau Yesus adalah Redeemer maka Maria adalah Co-
Redeemer? Bukankah orang Katolik yang mengatakan bahwa ketidaktaatan
perawan Hawa ditebus oleh ketaatan perawan Maria?
Ini ada dalam The Catechism of the Catholic Church 1992:
 No 411: The Christian tradition sees in this passage an announcement of the "New
Adam" who, because he "became obedient unto death, even death on a cross",
makes amends superabundantly for the disobedience, of Adam.[305] Furthermore
many Fathers and Doctors of the Church have seen the woman announced in the
"Proto-evangelium" as Mary, the mother of Christ, the "new Eve". Mary benefited
first of all and uniquely from Christ's victory over sin: she was preserved from all
stain of original sin and by a special grace of God committed no sin of any kind
during her whole earthly life.[306]
 No 494b: As St. Irenaeus says, "Being obedient she became the cause of salvation
for herself and for the whole human race."[141] Hence not a few of the early
Fathers gladly assert. . .: "The knot of Eve's disobedience was untied by Mary's
obedience: what the virgin Eve bound through her disbelief, Mary loosened by
her faith."[142] Comparing her with Eve, they call Mary "the Mother of the
living" and frequently claim: "Death through Eve, life through Mary."[143]

Another obstacle to approaching Mary is the fact that she is sometimes


presented as being super-human or even divine, and the Catholic Church
says is wrong. With all the special graces and privileges that Catholics
believe God gave to Mary, it would be easy to think of her as abnormal or as
some sort of goddess. But so ever, I believe that Mary is special, in that she
alone was chosen by God to be the “ark of the new and everlasting
covenant.” By which God entered fully into our world. Only Mary was the
mother of God “Theotokos”, bukan hanya sekedar Mother of Christ,
conceiving her son by the Holy Spirit and yet remaining a virgin.

Tanggapan Budi Asali:


Saya setuju dengan istilah Bunda Allah, bukan Bunda Kristus, sesuai
keputusan sidag gereja Efesus tahun 431. Tetapi maksud istilah itu bukan
untuk meninggikan Maria, tetapi untuk menekankan bahwa yang dilahikrn
oleh Maria adalah Allah dan man dalam satu pribadi. Ini dimaksudkan untuk
menghadapi Nestorianisme, yang mengatakan bahwa Maria hanya
melahirkan ‘tempat’ dimana Allah lalu tinggal.
Tetapi Gereja Katolik lalu menyalahgunakan istilah ini sehingga dipakai
sebagai istilah untuk meninggikan Maria, yang menurut saya sudah menjadi
terlalu tinggi.

On the other hand, Mary is really more normal than any of us, if by “normal”
we mean closer to what God originally intended human beings to be. God did
not will sin and death for mankind. He preserved Mary from these things to
remind us what normal human life is really meant to be. Mary was also
normal in that she was not spared the trials and sufferrings of this life that
have come as a result of sin. If anything, she experienced the horror of sin
even more acutely because of the special grace God had given her. Because
she bore the cross of Jesus so fully in this life, she is now experiencing a
unique fullness of his glory in heaven. This is none of my own opinion, so
don’t you say that again that all of what I’ve told you is my own opinions which
got no foundations, no my brothers, we have millions of proof that been
handed to us continuously since the apostolic time, and eventhough we
agree, that in some point of our past history, we have some bad leaders in
our church, but the doctrines dan the dogma of the Universal Church is never
change, and will never change, and so once again, this is not my own opinion
or teaching, but the Magisterium of the Universal Church, and if so, you
cannot agree with it, just fine for me, because you are not agaist me, but you
against the Universal and Apostolic Teaching.

Tanggapan Budi Asali:


1) Anda mengatakan ‘we have millions of proof that been handed to us
continuously since the apostolic time’, tetapi lucunya anda tidak memberikan
buktinya satupun.
2) Anda terus menerus menggunakan otoritas dari the Magisterium of the
Universal Church. Jangan lupa bahwa itu hanya mempunyai otoritas di
hadapan orang katolik, tidak di hadapan saya yang adalah orang Protestan.
Dan kalau anda menggunakan otoritas mereka, sama sekali tidak ada artinya
bagi saya, dan saya membalasnya dengan otoritas dari firman Tuhan
semesta alam! Istilah ‘thus says the Lord’ itulah yang saya anggap
berotoritas. Dan kalau anda menentang ini, anda bukan menentang saya,
tetapi anda menentang Tuhan sendiri.
Yoh 12:48 - “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataanKu, ia
sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan
menjadi hakimnya pada akhir zaman”.
Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan
barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak
Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.’”.

Tulisan Budi Asali:


Anda berkata: Catholics pray this way because they believe that Mary
continues to have a vital cooperative role in Gods plan of salvation, just as
she did when she accepted Jesus into her womb and eventually became his
disciple. Ini jelas sikap yang salah. Mereka tidak boleh melakukan itu kecuali
mereka punya dasar Kitab Suci. Juga kepercayaan bahwa Mary continues to
have a vital cooperative role in Gods plan of salvation, jelas merupakan
sesuatu yang tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
-
Tanggapan Mario Sujanto:
Once again I tell you that we, the Universal Church never ever put Mary on a par with
her Son, Jesus our Lord, Never. But we believe that Mary is the Mediatrix of all
graces. Want to know why we believe that? Some of my Protestant brothers said to
me once, it seems contradiction, does this not deny Christ’s role as the one Mediator?
I tell him, that this contradiction is illusory. As Thomas Aquinas said in reference to
2 Cor 5:19, “Christ alone is the perfect mediator of god and men, inasmuch as, by his
death, he reconciled the human race to god…. However, nothing hinders certain
others from being called mediators, in some respect, between God and man,
forasmuch as they cooperate in uniting men to God, dispositively or ministerially.”
(Summa Theologiae III, 26,1) And after all, we mediate for others when we pray to
god on their behalf, which, of course, is something that you also do. This does not
argue against Christ being the sole Mediator, because our modest efforts are entirely
dependet on him. In a far more perfect way, Mary shares in his mediation. Her status
as mediatrix of all graces exists in a double sense.
She gave the world its Redeemer, the source of all graces, and in this sense
she is the channel of all graces. She freely cooperated with God’s plan
(Lk 1:38: “Be it done to me according to thy word”), and, as St. thomas
wrote, at the Annunciation, at the key moment for our race, she
represented the whole of humanity. (S.T III, 30, I). Bapa-bapa gereja
contrast Mary’s obedience, with was perfectly free, with Eve’s
disobedience.
Mary is the Mediatrix of all graces because of her intercession for us in
heaven. What this means is that no grace accrues to us without her
intercession. We are not to suppose that we are obliged to ask for all
graces through her or that her intercession is intrinsically necessary for the
application of graces. Instead, through God’s will, grace is not conferred
on anyone without Mary’s cooperation.

Tanggapan Budi Asali:


a) Berdoa untuk orang lain berbeda dengan menjadi pengantara antara
orang itu dengan Allah. Betul-betul lucu kalau dua hal itu disamakan atau
dicampur-adukkan.
b) Kitab Suci tidak pernah mengatakan bahwa Maria adalah pengantara
untuk semua kasih karunia.
c) Anda menghormati Thomas Aquinas, saya sama sekali tidak, bahkan
mungkin menganggapnya sebagai orang sesat! Kata-katanya bertentangan
baik dengan Kitab Suci maupun dengan logika. Kalau Maria memang adalah
Mediatrix dan ‘she shares in His mediation’, maka jelas bahwa Kristus bukan
satu-satunya pengantara, dan ini bertentangan dengan dengan 1Tim 2:5 -
“Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah
dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.

Memang benar, scriptural proofs for this are lacking. Theologians refer to a
mystical interpretation of John 19:26 (“Woman behold thy son, son behold thy
mother”), an interpretation that sees John as the representative of the human
race, Mary thus becoming the spiritual mother. They note the doctrine is
reasonable because it is fitting. This is little consolation to some of my Protestant
brothers, of course, who see little fitting about it and who put little stock in
speculative theology and even less in mystical theology. As a practical matter,
this kind of doctrine is one of the last accepted by someone approaching the
Church, particularly someone coming to the Church from fundamentalism, and it
is accepted, ultimately, on the authority of the Church rather than on the authority
of clear scriptural references. Some of Protestant fundamentalists, always
looking for a biblical citation, can see no reason to accept a belief in Mary as
Mediatrix of all graces, and I respect their opinion and believe, but I privately
believe that they can, if they take the effort, come to see that there is, at least,
nothing in the doctrine that contracdicts Christ’s role as the one Mediator. His
role as Mediator is not lessened because she has been allowed to assist him.
Once again brother Budi, this is our believe.
Tanggapan Budi Asali:
1) Yes 8:20 - “‘Carilah pengajaran dan kesaksian!’ Siapa yang tidak berbicara
sesuai dengan perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar”.
Ayat ini memberikan ancaman bagi orang yang mengajarkan apapun yang tidak
mempunyai dasar Kitab Suci! Apakah ayat ini mempunyai makna dan otoritas
dalam hati dan pikiran anda?
2) Karena Roma Katolik tidak mempunyai dasar Kitab Suci, maka pada waktu
mereka diserang oleh orang Protestan, mereka lalu mencari-cari dasar Kitab
Suci untuk membela ajaran mereka. Karena itulah muncul penafsiran-penafsiran
yang dipaksakan, seperti penafsiran dari Yoh 19:25-26 tersebut.
3) Anda mengatakan ‘They note the doctrine is reasonable because it is fitting’.
Saya jawab: ‘reasonable bagi siapa?’. Apakah anda tidak menyadari bahwa otak
kita ini sudah begitu tercemar oleh dosa sehingga apa yang unreasonable bisa
menjadi reasonable bagi otak kita? Karena itulah saya tidak mau menerima
ajaran yang hanya didasarkan atas logika! Sebagai contoh: mengapa pastor
tidak boleh menikah? Dalam Kitab Suci imam-imam menikah, juga nabi-nabi dan
rasul-rasul. Bahkan Petrus, yang anda akui sebagai Paus Infidelity mempunyai
ibu mertua (Mark 1:30), berarti ia punya istri. Mungkin anda menggunakan Mat
19:12b, tetapi ayat ini hanya mengatakan ‘ada orang’, dan karena itu ayat ini
tidak melarang hamba Tuhan tidak menikah. Tetapi Gereja Roma Katolik
melarang pastor / paus menikah tanpa mempunyai dasar Kitab Suci sama sekali.
Mereka hanya menggunakan logika, bahwa dengan hidup celibat mereka bisa
lebih berkonsentrasi dalam pelayanan. Tetapi logika sebetulnya juga
mengatakan bahwa kalau mereka tidak pernah menikah, punya anak dan
sebagainya, maka mereka tidak akan pernah mengerti problem-problem dalam
keluarga, seperti istri yang cerewet, anak yang nakal, dan sebagainya, dan ini
akan mempersulit mereka dalam memberikan counselling kepada jemaat yang
mengalami semua itu.

Tulisan Budi Asali:


Saya tidak pernah mendengar ada martir yang berdoa seperti itu, dan
kalaupun ada ia pasti martir yang sesat! Kehidupan martir bukan pedoman
kehidupan kita. Firman Tuhanlah yang harus dijadikan pedoman!
-
Tanggapan Mario Sujanto:
Apakah Firman Tuhan? Tolong deskripsikan pengertian Saudaraku Budi dengan arti
“Firman Tuhan”. Alkitab? Ingat saudaraku, kita adalah Kristen bukan Islam, bukan
sesuatu agama yang percaya tuhan menurunkan buku Alquran dari langit kebumi.

Tanggapan Budi Asali:


Memang kalau saya katakan Firman Tuhan, yang saya maksudkan adalah Kitab Suci.
Saya tidak mengerti mengapa anda membandingkan dengan Islam. Sekalipun Kitab
Suci kita tidak diturunkan dari surga (dan saya meragukan apakah orang Islam
mempercayai hal seperti itu), tetapi Kitab Suci kita ditulis oleh orang-orang yang
diilhami / dikuasai dan dipimpin oleh Roh Kudus sehingga penulisannya benar
sempurna dan karena itu saya percaya Kitab Suci sebagai Firman Tuhan.
2Tim 3:16 (NASB): ‘All Scripture is inspired by God and profitable for teaching, for
reproof, for correction, for training in righteousness’ (= Seluruh Kitab Suci
diilhamkan oleh Allah dan bermanfaat untuk pengajaran, untuk teguran / celaan,
untuk perbaikan, untuk mendidik / melatih dalam kebenaran).

Saya mengagumi kehidupan St.Augustine, bukan seorang martir (martir = yang mati
karena nama Tuhan), tapi seorang kudus, saya mengagumi St.Francis of Assisi, yang
berani memberikan hidup secara sederhana dan memberikan 100% hidupnya untuk
melayani orang-orang miskin, saya mengagumi the ‘blessed’ mother Terresa, yang
memberikan seluruh hidupnya untuk orang-orang miskin yang tidak bisa diterima
oleh dunia lagi, oleh karena penyakit, dll. Apakah saya tidak boleh mensaluti
mereka? Apakah saya tidak boleh menjadikan dia sebagai teladan bagi diri saya?
Mengapa seorang anak dapat menjadikan ayahnya seorang teladan, tapi tidak kepada
para orang-orang kudus ini yang sudah barang tentu karyanya dapat terlihat, dan
buahnya berlimpah?

Tanggapan Budi Asali:


1) Tentu saja kita boleh meneladani tokoh-tokoh dalam Kitab Suci, dan bahkan
orang-orang saleh dalam dunia ini, tetapi itupun selama mereka hidup sesuai dengan
Kitab Suci. Anda tentu tidak akan meneladni dustanya Abraham atau perzinahannya
Daud atau penyangkalannya Petrus, bukan?
Paulus sendiri mengatakan dalam 1Kor 11:1 - “Jadilah pengikutku, sama seperti aku
juga menjadi pengikut Kristus”. Jadi, selama ia ikut Kristus, kita boleh mengikuti dia,
tetapi seandainya ia murtad atau berbuat dosa, dan dengan itu tidak mengikuti
Kristus, maka kita tidak boleh mengikuti dia.
Sekarang kembali kepada martir yang kita bicarakan. Kalau martir itu berdoa kepada
Maria, maka itu tidak sesuai dengan Kitab Suci, jadi itu salah dan tidak boleh
diteladani. Kalau memang mau meneladani sikap martir itu, mengapa anda tidak
meneladani Petrus pada waktu ia menyangkal Yesus sambil mengutuk dan
bersumpah?

2) Anda heran mendengar saya mengatakan ada martir yang sesat? Saya kira anda
tidak terlalu mengerti sejarah. Kalau anda membaca sejarah, anda akan menjumpai
bahkan banyak sekali bapa-bapa gereja yang mempunyai kesesatan dalam ajarannya,
khususnya berkenaan dengan Kristologi dan Allah Tritunggal. Dan kalau anda
mempelajari sejarah anda akan melihat orang yang bernama Servetus, yang hidup
pada jaman Calvin. Ia dijatuhi hukuman mati dengan dibakar karena kesesatannya,
dan sampai mati, tetapi sampai mati tetap mempertahankan kesesatannya. Jadi, bisa
dikatakan bahwa ia adalah martir yang sesat, bukankah demikian? Untuk lebih
jelasnya saya akan mengutip dari buku tulisan saya sendiri, yang berjudul
‘Calvinisme yang Difitnah’, jilid I:
Servetus dilahirkan pada tahun 1509, yang juga merupakan tahun kelahiran
Calvin. Pada tahun 1531, ia menerbitkan buku yang berjudul ‘Errors on the
Trinity’ [= kesalahan-kesalahan pada (doktrin) Tritunggal], dimana ia
menyerang baik doktrin Allah Tritunggal, yang ia sebut sebagai monster
berkepala tiga, maupun keilahian kekal dari Kristus. Ini menunjukkan bahwa
Servetus bukanlah sekedar merupakan seorang kristen yang berbeda
pendapat dengan Calvin. Sama sekali tidak! Sebaliknya, ia betul-betul adalah
seorang bidat / sesat atau seorang nabi palsu!
Philip Schaff jelas menganggap bahwa Servetus adalah seorang bidat. Ini
terlihat dari kata-kata Philip Schaff sebagai berikut:
“Servetus - theologian, philosopher, geographer, physician, scientist, and
astrologer - was one of the most remarkable men in the history of heresy” (=
Servetus - ahli theolgia, ahli filsafat, ahli ilmu bumi, dokter, ilmuwan, dan ahli
nujum - adalah salah seorang yang paling hebat dalam sejarah bidat) - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 786.
Buku ‘Errors on the Trinity’ ini menyebabkan Servetus dikecam oleh semua
golongan, baik Protestan maupun Katolik. Pada tahun 1534, pada waktu ia
ada di Paris, ia menantang Calvin untuk berdebat. Tetapi pada waktu Calvin
datang ke tempat yang dijanjikan, dengan resiko kehilangan nyawanya (ingat
itu adalah saat terjadinya penganiayaan orang kristen di Paris), ternyata
Servetus tidak datang ke tempat yang dijanjikan - Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 324,688,720.
20 tahun setelah itu, Calvin mengingatkan Servetus akan peristiwa ini:
“You know that at that time I was ready to do everything for you, and did not even
count my life too dear that I might convert you from your errors” (= Kamu tahu
bahwa pada waktu itu aku bersedia melakukan segala sesuatu untuk kamu, dan
bahkan tidak menyayangkan nyawaku supaya aku bisa mempertobatkan kamu
dari kesalahan-kesalahanmu) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 324.
Setelah membatalkan pertemuan dengan Calvin itu, Servetus memulai
perdebatan dengan Calvin melalui surat-surat, yang dilayani oleh Calvin,
tetapi tanpa hasil. Selain menulis surat beberapa kali, Calvin juga me-
ngirimkan bukunya ‘Institutes of the Christian Religion’, tetapi Servetus
mengembalikannya dengan banyak serangan / keberatan terhadap ajaran-
ajaran Calvin dalam buku itu.
“‘There is hardly a page,’ says Calvin, ‘that is not defiled by his vomit’” (=
‘Hampir tidak ada satu halamanpun,’ kata Calvin, ‘yang tidak ia kotori dengan
muntahnya’) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324.
Pada sekitar pertengahan Juli 1553, Servetus secara nekad, tiba di Geneva.
Padahal ia baru saja lolos dari hukuman mati di Wina. Pada tanggal 13
Agustus 1553, ia ditangkap polisi atas nama sidang gereja, dan Calvin
bertanggung jawab atas penangkapan ini - Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 764-765.
Pada tanggal 26 Oktober 1553, sidang memutuskan hukuman mati untuk
Servetus dengan jalan dibakar bersama dengan buku sesatnya. Sebetulnya
Calvin ingin memperingan hukuman itu dengan menggunakan pemenggalan,
bukan pembakaran, tetapi usul itu ditolak oleh Sidang.
“... the wish of Calvin to substitute the sword for the fire was overruled” (= ...
keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan pedang ditolak) - Philip
Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.
Pada pukul 7 pagi, tanggal 27 Oktober 1553, Farel dan Calvin masih
mengunjungi Servetus dan berusaha mempertobatkannya, tetapi tidak ada
hasilnya. Dan akhirnya, pada tengah hari tanggal 27 Oktober 1553, pada usia
44 tahun, Servetus dijatuhi hukuman mati dengan dibakar bersama bukunya,
di Geneva.
Philip Schaff berkata: “In the last moment he is heard to pray, in smoke and
agony, with a loud voice: ‘Jesus Christ, thou Son of the eternal God, have mercy
upon me!’. This was at once a confession of his faith and of his error. He could not
be induced, says Farel, to confess that Christ was the eternal Son of God” (= Pada
saat terakhir terdengar ia berdoa, dalam asap dan penderitaan yang hebat,
dengan suara keras: ‘Yesus Kristus, engkau Anak dari Allah yang kekal,
kasihanilah aku!’. Ini sekaligus merupakan pengakuan imannya dan
kesalahannya. Ia tidak bisa dibujuk, kata Farel, untuk mengaku bahwa Kristus
adalah Anak yang kekal dari Allah) - Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 785.

3) Meneladani orang-orang dalam Kitab Suci berbeda dengan sikap orang Katolik
terhadap orang-orang suci mereka. Mereka berdoa kepada orang-orang suci itu. Ini
merupakan kegilaan yang tidak pernah ada dalam Kitab Suci manapun. Kita bisa /
boleh meminta kepada orang hidup, bukan kepada orang mati.

4) Saya sendiri mengagumi Agustinus, tetapi tidak ‘Mother’ Terresa. Mengapa?


Karena ia Katolik, dan saya anggap sesat. Ia memang melakukan banyak perbuatan,
yang dalam ukuran dunia dianggap sebagai tindakan kasih, tetapi karena ia Katolik
maka ia tetap sesat. Dan saya hampir bisa yakin bahwa sekarang ia ada di neraka,
karena kesesatannya tersebut. Saya tidak bisa yakin 100 % karena bisa saja ia
bertobat pada detik terakhir hidupnya. Who knows?

Bila anda mengatakan santo atau santa adalah sesat, itu adalah tanggung jawab
pribadimu dihadapan Allah nanti, itu pribadimu, karna ukurun yang kamu pakai
untuk mengukur saudaramu, itulah yang akan dipakai nanti untuk mengukur dirimu,
bila setaraf martir dan orang kudus saudaraku mengatakannya sesat, apakah kita ini?
Janganlah kita menjadi sombong saudaraku, karena orang pintar itu banyak, sudah
banyak sekali, tapi orang rendah hati, itulah yang khusus dan yang jarang, bukankah
begitu saudaraku ?

Tanggapan Budi Asali:


1) Ancaman anda tidak menakutkan bagi saya. Tuhan memberikan Kitab Suci /
Firman Tuhan memang sebagai pengukur apakah seseorang itu benar atau sesat! Dan
saya memang menggunakan Firman Tuhan sebagai pengukur. Anda sebaliknya
menggunakan Magisterium Gereja, yang sering mengajar tanpa dasar Kitab Suci dan
bahkan bertentangan dengan Kitab Suci. Saya kira nanti pada penghakiman akhir
jaman andalah yang harus bertanggung jawab kepada Tuhan atas semua itu.

2) Anda mengatakan ‘bila setaraf martir dan orang kudus saudaraku mengatakannya
sesat’. Secara implicit anda mengatakan bahwa orang-orang itu adalah semacam
superman rohani, bukankah demikian. Saya berpendapat bahwa tidak ada superman
rohani. Semua manusia keturunan Adam dan Hawa (dengan hanya Yesus yang
dikecualikan) adalah manusia berdosa bodoh, dan brengsek! Bandingkan dengan Ro
3:10-18,23 Ro 7:18-19. Dan karena itu semua manusia bisa melakukan hal-hal yang
sangat bodoh dan berdosa. Misalnya Daud berzinah dan membunuh Uria, padahal ia
dikatakan oleh Kitab Suci sebagai ‘the man after God’s own heart’! Abraham
berdusta berkali-kali (Kej 12:1-13 Kej 20:2), dan melakukan Polygamy. Salomo
melakukan polygamy dan jatuh ke dalam penyembahan berhala. Petrus menyangkal
Yesus dan bersikap sebagai orang munafik sehingga ditegur dengan keras oleh Paulus
di hadapan orang banyak (Gal 2:11-14). Agak aneh bahwa Paulus ini ‘berani kurang
ajar’ dengan menegur ‘Paus yang pertama’, bukan? Daftar dosa dari orang-orang
saleh / beriman dalam Kitab Suci ini bisa dibuat sepanjang apapun! Anehnya anda
percaya kepada ‘orang-orang suci’ (santa / santo). Bagi saya itu menggelikan!

Tulisan Budi Asali:


1) Kata-kata Gabriel ditujukan kepada Maria pada waktu ia masih hidup,
tentu tidak bisa disamakan dengan Salam Maria yang dinaikkan kepada
Maria yang sudah mati! Dalam Roma 16:21-dan seterusnya Paulus juga
memberikan salam kepada banyak orang Mengapa anda tidak membuat
doa-doa untuk orang-orang itu?
2) Bagian akhir dari Salam Maria itu diambil dari Kitab Suci bagian mana?
3) Apakah karena sesuatu itu sudah ada mulai abad ke 3 maka sesuatu itu
tidak mungkin salah / sesat? Gnosticism dan Docetism juga sudah ada mulai
abad 1 - 2, tetapi itu tetap sesat!
-
Tanggapan Mario Sujanto:
Pertama yang saya ingin katakan, dimana awal mula kekristenan itu ada, disitulah
letak kekristenan yang asli ada. Didalam hal ini saya berpengertian, tidaklah
mungkin selama 1500 tahun gereja mengajarka ajaran yang sesat, dan tiba tiba, 1500
tahun kemudian muncul ajaran yang asli dan yang benar, mungkin karna kebodohan
saya, saya mempunyai pengertian yang seperti itu. Gnosticism, Docetism,
Nestorianism, Arianism, Amoinism, dll. Semuanya telah dicondem sesat oleh
Ecumenical council gereja Universal. Bila ajaran mengenai Maria dan doa kepada
para kudus adalah ajaran yang sesat, mengapa tidak pernah dibawa didalam
ecumenical council dimanapun, malahan dipercayai dengan utuh sampai saat dan
detik ini?? Bila didalam ruangan laboraturium terdapat 10 orang, ke –9 orang itu
berkata bahwa tembok sekeliling ruangan itu berwarna putih, lalu 1 orang membantah
ke-9 orang itu dan berkata anda salah, sebetulnya tembok itu warna hitam, manakah
yang harus diberikan tanda tanya? Sepanjang sejarah, gereja yang APOSTOLIC
(Apostolic = Gereja yang mempunyai hirarki tampa terputus dari jaman ke-12 rasul)
tidak pernah membantah tentang doctrin Mariology ini, ingatkah saudaraku mengenai
Consili di Efesus 431, dimana St.Cyril of Syria membela tentang Maria, Nestoriuslah
yang tidak sependapat bahwa Mary adalah Ibu Allah, tapi mengatakan bahwa Mary
hanyalah Ibu Yesus, dan ajaran inilah yang sesat, inilah yang Heresy.

Tanggapan Budi Asali:


1) Sekali lagi saya tegaskan, anda tidak punya bukti bahwa ajaran-ajaran itu
sudah ada sejak abad pertama. Anda hanya menegaskan dan mempercayai
apa yang anda tidak bisa buktikan, baik dari Kitab Suci maupun dari sejarah.
Dan anda berharap saya percaya? No way!
Mengapa ajaran tentang kesucian Maria baru muncul tahun 1854? Paus tidak
bisa salah kata-katanya baru muncul tahun 1870? Kenaikan Maria ke
surgabaru muncul tahun 1950. Maria dinyatakan sebagai ibu gereja baru
pada tahun 1965?

2) Ajaran tentang Maria tidak pernah dibawa kepada sidang gereja, karena
memang pada abad-abad awal ajaran itu belum ada! Ini jawaban yang
simple! Orang Katoliklah yang mengembangkan ajaran itu dan lalu
mengeluarkan isapan jempol / dusta yang mengatakan bahwa ajaran itu
sudah ada sejak abad pertama.

3) Pertanyaan anda tentang 9 lawan 1 itu, saya jawab: sekalipun yang satu
itu lebih sedikit, bisa saja ia yang benar, kalau yang 9 itu buta. Dalam
persoalan rohani, kebenaran bukanlah demokrasi, dalam arti yang banyak
belum tentu yang benar! Pada jaman Yesus, hanya sedikit orang percaya
kepadaNya sedangkan moyoritas menentangNya. Demikian ujuga pada saat
Petrus membaptis Kornelius dalam Kis 10, maka dalam Kis 11 orang-orang
Yahudi Kristen menjadi marah kepadanya (Kis 11:2-3), tetapi setelah Petrus
menjelaskan, mereka sadar bahwa merekalah yang salah (sekalipun mereka
banyak) dan Petruslah (sekalipun hanya satu) yang benar (Kis 11:4-dst). Ini
juga berlaku pada jaman sekarang. Katolik jauh lebih banyak jumlahnya dari
pada Protestan, tetapi itu tidak bisa dijadikan dasar bahwa mereka yang lebih
benar. Mengapa? Karena kalau saudara berkeras mengambil kesimpulan
seperti itu, maka saya akan katakan: Jumlah Katolik, Kristen, Pentakosta
mungkin hanya 1/5 penduduk dunia, sisanya adalah kafir. Apakah anda mau
mengatakan bahwa yang mayoritas itu yang benar?

4) Anda berkata ‘Sepanjang sejarah, gereja yang APOSTOLIC (Apostolic =


Gereja yang mempunyai hirarki tampa terputus dari jaman ke-12 rasul)’. Lagi-
lagi omongan tanpa bukti, baik dari Kitab Suci maupun sejarah. Dalam jaman
Kitab Sucipun, Petrus tidak mempunyai kedudukan tertinggi, karena ia bisa
ditegur oleh Paulus, dimarahi oleh orang-orang Yahudi Kristen (Kis 11:2-3).
Juga dalam sidang gereja di Yerusalem, Petrus hanya memberikan pendapat
(Kis 15:7dst), dan Yakobuslah yang menyampaikan keputusan (Kis 15:13-
21).

Tulisan Budi Asali:


1) Kalau saya memperhatikan kata-kata anda dari sudut saya, maka kata-
kata anda itu mungkin sekali memang benar. And mengatakan: Mary is
honored as scripture honors her, even by Martin Luther until the time of his
death.
Saya bertanya: how does Scripture honor Mary? Paling-paling sama seperti
Scripture menghormati rasul atau nabi. Sayapun menghormati Maria dengan
cara seperti itu. Tetapi menurut saya, anda menghormati Maria dengan cara
yang jauh lebih tinggi dari pada yang diajarkan oleh Kitab Suci, yang menurut
pandangan saya bukanlah penghormatan tetapi penyembahan. Bahkan cara
anda menghormati para saintsmenurut saya juga merupakan penyembahan
dan bukannya penghormatan!
2) Saya tidak tahu apakah Luther memang menaikkan doa kepada Maria
setelah ia mengadakan reformasi tahun 1517. Tetapi kalaupun ia memang
melakukan, itu tidak aneh, karena seumur hidupnya ajaran sesat tersebut
begitu mendarah daging butuh waktu untuk membuangnya. Dari 95 thesisnya
yang ia pakukan di pintu gereja Wittenberg, ia juga terlihat masih percaya api
pencucian. So what? Luther is not infallible / inerrant, and Luthers life is not
my standard. The Bible is! And the Bible never tells me to pray to Mary!
3) Mengingat anda adalah seorang ex pendeta Presbyterian yang menjadi
Katolik / frater, maka saya pikir cocok sekali untuk memberikan kepada anda
kata-kata dari Charles Chiniquy, seorang ex pastor, yang lalu menjadi
seorang pendeta Presbyterian (ini baru betul-betul bertobat!!). Cerita dan
kata-kata ini saya kutip dari buku Roman Catholicism karangan Loraine
Boettner, hal 143-144, dan ia mengutip dari buku tulisan Charles Chiniquy,
yang berjudul Fifty Years in the Church of Rome, hal 262, menceritakan
percakapannya dengan uskupnya (pada waktu ia sedang goncang imannya
dalam persoalan Maria) sebagai berikut:

My lord, who has saved you and me upon the cross?


He answered, Jesus Christ.
And who paid your debt and mine by shedding His blood; was it Mary or
Jesus?
He said, Jesus Christ.
Now, my lord, when Jesus and Mary were on earth, who loved the sinner
more; was it Mary or Jesus?
Again he answered that it was Jesus.
Did any sinner come to Mary on earth to be saved?
No.
Do you remember that any sinner has gone to Jesus to be saved?
Yes, many.
Have they been rebuked?
Never.
Do you remember that Jesus ever said to poor sinners, Come to Mary and
she will save you?
No,he said.
Do you remember that Jesus has said to poor sinners, Come to me?
Yes, He has said it.
Has He ever retracted those words?
No.
And who was, then, the more powerful to save sinners?I asked.
O, it was Jesus!
Now, my lord, since Jesus and Mary are in heaven, can you show me in the
Scriptures that Jesus has lost anything of His desire and power to save
sinners, or that He has delegated this power to Mary?
And the bishop answered, No.
Then, my lord, I asked, why do we not go to Him, and to Him alone? Why do
we invite poor sinners to come to Mary, when, by your own confession she is
nothing compared with Jesus, in power, in mercy, in love, and in compassion
for the sinner?
To that the bishop could give no answer.
-
Tanggapan Mario Sujanto:
Brother Budi, once you told me a story, let me tell you one story too. A
diocesan priest, a man who always seemed to have the right words for the
occasion, was celebrating a nuptial Mass. The bride had been raised a
Catholic, but the groom had not. He was a recent convert. His entire family
and almost all his friends at the wedding were non-Catholics. Since many of
the bide’s friends were not Catholics either, few people at the Mass
understood what was going on. The priest therefore interspersed his liturgical
duties with explanations. It is traditional , at the conclusion of the ceremony,
for the bride to take a bouquet to a side altar and lay it at the feet of a statue
of the virgin, at the same time praying that she might emulate Mary as a wife
and mother. When the time came for that gesture, the priest commented that
the placing of the flowers is done because “we Catholics worship Mary”.
There was a collective sigh from the few Catholics in the church and a
collective gasp from the non-Catholics, who apparently had their worst
suspicions confirmed. Was the priest right or wrong? Well, probably both.
He was right in his understanding of the word “worship”, although he was
using it in what is almost an archaic sense. He was surely wrong in using it in
front of people who would misunderstand his meaning. After all, ai common
speech worship means adoration given to God alone. In this sense Catholics
do not worship Mary or any of the other saints. But in an older usage the
term worship means not just adoration of God but the honor given to anyone
deserving honor. Begin with the word itself. It comes from the Old English
weorthscipe, and I’m sure you also knew that, which means the condition of
being worthy of honor, respect, or dignity. To worship in the older, larger
sense is to ascribe honor, worth, or excellence to someone, whether a sage,
a magistrate, or God. But there are different kinds of worship as there are
different kinds of honor. The highest honor, and thus the highest worship, is
given to god alone, while the honor or worship given to living men or to saints
in heaven is of a different sort. Idolatry thus does not simply mean giving
worship (in the old sense) to living men or to saints; it means fiving them the
kind reserved for God. Nowadays there is a problem with using the word
because in the popular mind it refers to God alone. For practical purposes it
has come to mena nothing else than adoration. Although it was commonly
used in the wider sense as recently as the nineteenth centruy (when, for
instance, Orestes Brownson, perhaps the foremost Catholic intellectual
America has produced, wrote The Worship of Mary), it is perhaps too
confusing to use it that way now, as the example of the priest shows. It is no
boubt wise to restrict its use to God and to use for saits and others terms
such as honor and veneration. Is this a distinction without a difference???? It
would be if the honor given to God were the same as the honor given to a
saint. But it is not. Consider how honor is given. We regularly give it to
public officials. In Canada and the United States it is customary to address a
judge as “Your Honor”. (It has been the British custom to address certain
magistrates – here it comes – as “your worship”, but that is another can of
worms.) In the marrieage ceremony it used to be said that the wife would
“love, honor, and obey” her husband. On Mount Sinai there was a command
given to “honor thy father and thy mother” (Ex 20:12). Letters to legislators
are addressed to “the Hon. So-andSo”. And just about anyone, living or
dead, who bears an exalted rank is said to be worthy of honor, and that is
particularly true of historical figures, as when children are, or at least used to
be, instructed to honor the founding Fatthers. So, if there can be nothing
wrong with honoring the living who still have an opportunity to ruin their lives
through sin, or the uncanonized dead, about whose state of spiritual health
we can only guess, certainly there can be no argument against giving honor
to saints whose lives are done and who ended them in sanctity. If merit
deserves to be honored wherever it is found, it surely should be honored
among God’s special friends. When we speak of honoring saints and
particularly Mary, the greaatest of the saints, what do we mean? How is this
honor demonstrated? One way is through art. Our regard for the saints is
shown through the employment of statues or paintings, just as we honor a
deceased relative by keeping his photograph on the mantelpiece.

Tanggapan Budi Asali:

Saya mengulangi apa yang sudah pernah saya jawabkan dengan mengutip
dari buku saya sendiri tentang Roma Katolik.
“Secara resmi, Gereja Roma Katolik menyangkal bahwa mereka me-
nyembah Maria. Untuk menyangkal penyembahan terhadap Maria, mereka
membedakan adanya 3 macam penyembahan / worship:
a) LATRIA: Ini adalah penyembahan yang tertinggi, dan ini hanya ditujukan
kepada Allah.
b) DULIA: Ini adalah pemujaan terhadap malaikat / orang-orang suci.
c) HYPER-DULIA: Ini adalah pemujaan yang lebih tinggi dari DULIA, dan ini
ditujukan kepada Maria.
Tetapi dalam prakteknya, orang-orang awam Roma Katolik tidak tahu apa-
apa tentang hal ini.
Pandangan Kristen:
a) Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya 3 macam penyem-bahan
seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik itu. Jadi di sini lagi-lagi terlihat
adanya ajaran Roma Katolik yang sama sekali tidak mempunyai dasar
Kitab Suci!
b) Sekalipun mereka tidak menamakan ‘penyembahan’, tetapi mereka
berdoa kepada Maria, berlutut di bawah patung Maria, mencium kaki
patung tersebut, menyanyi memuji Maria.
Semua itu jelas tidak bisa disebut sebagai penghormatan, tetapi harus
dianggap sebagai penyembahan. Apa gunanya memberikan istilah
‘penghormatan’ kalau dalam faktanya yang dilakukan adalah
‘penyembahan’?
c) Kitab Suci jelas melarang kita untuk melakukan penyembahan terhadap
manusia maupun malaikat (Mat 4:10 Kis 10:25,26 Kis 12:20-23
Kis 14:14,15 Wah 19:10 Wah 22:8,9).
Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada
tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia
sajalah engkau berbakti!’”.
Perhatikan juga bahwa dalam Kis 10:25-26, Kornelius jelas bukan
menyembah Petrus karena menganggapnya sebagai Allah! Ia me-
nyembah Petrus sebagai penghormatan kepada Petrus sebagai rasul /
hamba Tuhan. Tetapi sekalipun demikian, Petrus tetap menolak sembah
itu, karena sebagai manusia biasa ia tidak layak menerima sembah, dan
sembah hanya boleh diberikan kepada Allah!
Demikian juga dalam Wah 19:10 dan Wah 22:8-9, pada waktu ra-sul
Yohanes menyembah malaikat, rasanya tidak mungkin ia menyembah
malaikat itu karena menganggapnya sebagai Allah. Mungkin ia
menyembahnya hanya sebagai pernghormatan, atau sekedar karena
takutnya melihat malaikat, tetapi toh malaikat itu menolak sembah itu dan
mengalihkannya kepada Allah!”.

It is said by most of the Protestant fundamentalists, of course, that Catholics


worship statues. Not only is this untrue, it is even untrue that Catholics honor
statues. After all, a statue is nothing but a carved block of marble or a chunk
of plaster, and no one gives honor to marble yet unquarried or plaster still in
the mixing bowl. The fact that someone kneels before a statue to pray as
you said does not mean that he is praying to the statue, just as the fact that
one kneels with a bible in his hands – as fundamentalists at times do – does
not mean that he is worshiping the Bible. Statues or paintings or other artistic
devices are used to recall to the mind the person or thing depicted. Just as it
is easier to remember one’s mother by looking at her photograph, so it is
easier to recall the lives of the saints, and thus be edified by their examples,
by looking at representations of them.

Tanggapan Budi Asali:


Saya akan mengutip kata-kata seseorang dalam buku tafsirannya tentang
kitab Wahyu
William R. Newell: “Thomas Aquinas, a Roman Catholic (13th century), declared,
‘A picture, considered in itself, is worthy of no veneration, but if we consider it as
an image of Christ, it may be allowable to make an internal distinction between the
image and its subject, and adoration and service are as well due to it as to Christ.’
Bonaventura the Franciscan, said, ‘Since all veneration shown to the image of
Christ is shown to Christ himself, then the image of Christ is also entitled to be
prayed to.’ Bellarmine, Rome’s principal authority in dogmatic theology (1542-
1621), writes, ‘The images of Christ and the saints are to be adored, not only in a
figurative manner, but quite positively, so that the prayers are directly addressed to
them, and not merely as representative of the original” [= Thomas Aquinas,
seorang Roma Katolik (abad ke 13), menyatakan: ‘Sebuah gambar,
dipertimbangkan dalam dirinya sendiri, tidak layak untuk pemujaan, tetapi jika
kita mempertimbangkannya sebagai gambar dari Kristus, bisa diijinkan untuk
membuat perbedaan internal / di dalam antara gambar / patung dan subyeknya,
dan pemujaan / penyembahan dan pelayanan / tindakan berbakti harus
dilakukan terhadapnya sama seperti terhadap Kristus’. Bonaventura dari
golongan Franciscan berkata: ‘Karena semua pemujaan yang ditunjukkan
kepada gambar / patung dari Kristus ditunjukkan kepada Kristus sendiri, maka
gambar / patung Kristus juga berhak untuk menerima doa’. Bellarmine,
otoritas utama Roma Katolik dalam theologia dogmatik (1542-1621), menulis:
‘Gambar / patung Kristus dan orang-orang suci harus disembah / dipuja, bukan
hanya dalam cara simbolis / perlambang, tetapi secara cukup positif, sehingga
doa-doa ditujukan langsung kepada mereka, dan bukan hanya sebagai wakil
dari aslinya’] - hal 56 (footnote).
Kata-kata orang ini tidak sama dengan kata-kata anda bukan. Yang mana
yang benar?

William R. Newell: “The same arguments now used by the Romanists to defend
image worship were rejected by Christians of the first three centuries when used in
defense of image worship. The heathen said, We do not worship the images
themselves, but those whom they represent. To this Lactantius (third century A. D.)
answers, ‘You worship them; for, if you believe them to be in heaven, why do you
not raise your eyes up to heaven? Why do you look at the images, and not up where
you believe them to be?’” [= Argumentasi yang sama yang sekarang digunakan
oleh orang Roma Katolik untuk mempertahankan penyembahan patung ditolak
oleh orang-orang Kristen dari tiga abad yang pertama pada waktu digunakan
untuk mempertahankan penyembahan patung. Orang kafir berkata: Kami
tidak menyembah patung itu sendiri, tetapi mereka yang diwakili oleh patung-
patung itu sendiri. Terhadap hal ini Lactantius (abad ke tiga Masehi)
menjawab: ‘Kamu menyembah mereka; karena, jika kamu percaya bahwa
mereka ada di surga, mengapa kamu tidak menaikkan pandangan matamu ke
surga? Mengapa kamu memandang pada patung-patung, dan tidak ke atas
dimana kamu percaya mereka berada?’] - hal 56 (footnote).

Penekanan hukum kedua dari 10 hukum Tuhan (Kel 20:4-5): cara


penyembahan harus benar. Jadi, kalau hukum 1 (Kel 20:3) mempersoalkan
tujuan / obyek penyembahannya harus benar, maka hukum 2 ini (Kel 20:4-5)
menekankan cara penyembahannya juga harus benar. Sekalipun kita
mempunyai obyek / tujuan penyembahan yang benar, yaitu Allah, tetapi kalau
kita menyembahNya dengan cara yang salah, yaitu melalui patung, maka kita
berdosa. Untuk itu perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
Kel 32 - tujuan bangsa Israel dalam menyembah anak lembu emas adalah
menyembah Allah. Ini terlihat dari Kel 32:5 dimana Harun berkata: ‘Besok
hari raya bagi TUHAN’. Tetapi penyembahan terhadap Allah itu mereka
lakukan melalui anak lembu emas / berhala. Ini ternyata menimbulkan
kemurkaan dan hukuman Tuhan.
Ul 12:4,31 (NIV): “You must not worship the LORD your God in their way” (=
Kamu tidak boleh menyembah TUHAN Allahmu dengan cara mereka).
Ayat ini dengan jelas menunjukkan larangan penyembahan terhadap Allah
dengan cara orang kafir (menggunakan berhala).
Thomas Manton: “It is idolatry not only to worship false gods in the place of the
true God, but to worship the true God in a false manner” (= Adalah merupakan
penyembahan berhala bukan hanya menyembah allah-allah palsu
menggantikan tempat Allah yang benar, tetapi juga menyembah Allah yang
benar dengan cara yang palsu / salah).

More important than honor shown to saints through artistic expression is the
honor shown through personal communication, through prayer. Catholics
honor saints, and particularly Mary, by praying to them and asking them to
intercede with God on their behalf. This immediately brings up the question:
Can saints in heaven hear us? After all, with extraordinarily rare exceptions,
any coommunication with them seems to be at best a one-way street. True,
there have been apparitions of Mary and some saints to a few individuals, but
the church has repeatedly said that no one is obliged to believe that these
take place or to place any credence in what is said during them. Private
revelations are binding only on the individuals to whom they are made; belief
in them is not necessary for salvation. So, if we discount such instances, it
seems that prayers go to the saints but that no unmistakable answers are
received from them. So how do we know they hear us? For the Catholic the
answer can be almost deceptively simple: We know, because the Church
tells us so. However satisfying such an answer may be to those who believe
in the Magisterium and think there is a good reason to accept its teachings, it
is hardly convincing to most of the protestant fundamentalists, who are unable
to find any comfort in hagiographical accounts – or even in historical accounts
of such things as Fatima. I believe that your and some of my brothers
protestant chief problem in accepting that saints can hear prayers is that their
notions of heaven and the afterlife are attenuated. For many of them the
afterlife is hardly a life at all. They, like many christians, draw a blank when
they try to explain what heaven is like. Some can imagine nothing other than
the stereotypic harps and choirs. Others say heaven is an impenetrable haze
and that all we can know is that we will be happy there. One thing that
certainly can be said is that those in heaven are alive to God. “Have you
never read in the book of Moses how god spoke to him at the burning bush,
and said, ‘I am the God of Abraham, and the God of Isaac, and the God of
Jacob?’ Yet it is of living men, not dead men, that he is god” (Mk 12:26-27).
The saints in heaven are more alive now that we are. In the arms of god,
they are more solicitous of us than when they were on earth. Just as Paul
asked the other disciples to pray for him (Rom 15:30; Col 4:3; I Th 1:2), so
now we can ask Paul and the other saints in heaven to intercede for us with
God. We are not cut off from fellow christians at death, but are, strangely
enough and contrary to our unreflecting thoughts, brought closer. We
continue in one communion, the communion of saints. I hope this will explain
very briefly the basic of our believe in praying to the saints.
Once again this is our believe, we are sharring not judging isn’t my brother?

Tanggapan Budi Asali:


Saya percaya bahwa orang-orang di surga bisa mendengar dan bahwa
mereka hidup. Tetapi saya tidak percaya bahwa kita diijinkan untuk berdoa
kepada mereka, karena Kitab Suci tidak pernah mengajar yang seperti itu.

Tulisan Budi Asali:


Jangan menganggap kata-kata keras saya sebagai petunjuk bahwa saya
berdebat dengan kepala panas dan tanpa kasih. Saya memang orang keras,
dan saya tidak merasa ada yang salah dengan hal itu, karena Yesus sendiri
juga keras (bdk. Yoh 6:60  Mat 23), dan demikian juga dengan Paulus, rasul-
rasul dan nabi-nabi, dan Yohanes Pembaptis.
Kalau saya tidak mengasihi anda, saya tidak akan mau menjawab semua ini.
Saya melakukan semua ini untuk mempertobatkan anda, yang menurut saya
sudah tersesat.
-
Tanggapan Mario Sujanto:
Siapakah kita ini sehingga kita mengatakan bahwa kita bisa menobatkan atau
menganggap diri kita lebih benar dari orang lain, bila kita bukan Allah sendiri, yang
memang sumber dari kebenaran itu sendiri. Terima kasih atas kasih saudara kepada
saya, saya hargai. Sekali lagi, mari kita jangan saling menuduh siapa sesat dan siapa
benar, bila kita saling keras, karena anda menganggap sayalah yang sesat dan saya
menganggap andalah yang menganut kesesatan, sampai kapan Kristen bisa bersatu,
jangan kita mengharapkan yang muluk-muluk dulu, bahwa organisasi gerejanya
bersatu, mari kita mulai dari kita, sebagai individu-individu didalamnya, sehingga
kita lebih melihat kepada persamaan daripada perbedaan. Bila kita hanya melihat
perbedaan, siapakah yang mempunyai pendapat yang sama? Saya yakin, anda dan
jemaat bahkan majelis atau rekan pendeta-pendeta yang lainpun mempunyai tidak
samaan pendapat pada suatu point kalau kita mau mengorek-ngoreknya, dan itulah
yang membuat gereja terus berpecah.

Tanggapan Budi Asali:

1) Allah memang adalah sumber kebenaran, dan bahkan Ia adalah


kebenaran itu sendiri. Tetapi Ia sudah menyatakan kebenaran itu dalam Kitab
Suci, dan berdasarkan Kitab Sucilah kita harus menilai seseorang benar atau
sesat.
Anda mengatakan bahwa saya tidak boleh menilai / menghakimi seseorang
sebagai sesat. Sekarang saya bertanya kepada anda: apakah anda tidak
menganggap seorang penganut Saksi Yehovah, atau Mormon, atau Children
of God, sebagai orang sesat? Apakah anda tidak menganggap penganut
agama-agama lain sebagai salah? Kalau anda menganggap mereka salah /
sesat, mengapa anda boleh melakukan hal itu, dan mengapa saya tidak
boleh menganggap seseorang sesat? Dan berdasarkan apa anda
menganggap demikian?

2) Bagaimana kita bisa mentaati peringatan Yesus tentang adanya nabi-nabi


palsu yang menyamar seperti domba (Mat 7:15-dst), kalau kita tidak
membentuk suatu pandangan lebih dahulu tentang siapa yang sesat dan
siapa yang benar?

3) Sudah saya katakan bahwa saya tidak menginginkan ataupun


mengusahakan kesatuan rohani dengan orang-orang yang sesat.
Anda menganggap kata-kata saya ini extrim? Coba kita lihat Kitab Suci
apakah anda yang benar atau saya yang benar:
2Yoh 10-11 - “Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa
ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah
memberi salam kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya,
ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.

4) Sedangkan dengan orang-orang yang sekedar saya anggap sebagai


salah, tetapi tidak sesat, saya tetap mau bersatu secara rohani.

Tulisan Budi Asali:


Saya membedakan orang yang salah dan orang yang sesat. Orang sesat
salah secara dasari. Terhadap orang yang sekedar salah, sekalipun saya
tetap mempersoalkan perbedaan, tetapi saya setuju bahwa saya harus lebih
menyoroti persamaannya. Jadi terhadap orang Arminian yang betul-betul
injili, saya tetap menganggapnya sebagai saudara seiman.
Tetapi berbeda dengan orang / aliran yang saya anggap sesat.
Perbedaannya adalah secara dasari, sehingga saya tidak mau lebih
menyoroti persamaannya, karena persamaannya memang jauh lebih kecil.
Mereka tidak saya anggap sebagai anggota tubuh Kristus, tetapi sebagai
semacam kanker dalam tubuh Kristus. Dengan orang-orang yang seperti itu
saya tidak mau dianggap sebagai satu kesatuan ataupun saudara seiman,
kecuali ia bertobat!
Kelihatannya anda belum membaca tulisan saya tentang Roma Katolik vs
Kristen Protestan. Saya akan memberikan filenya kepada anda, semoga bisa
mempertobatkan anda!

Tanggapan Mario Sujanto:


“..mereka tidak saya anggap sebagai anggota tubuh Kristus…” siapakah saudara pikir
saudara ini, sehingga berani menjudge sedemikian dalamnya? Kita sebagai manusia
yang berdosa tidak akan pernah mengetahui kedalaman hati seseorang, ingatkah
saudaraku Budi kepada penjahat disebelah kanan Yesus? Ingatkah saudara kepada
Maria Magdalena? Apakah Tuhan pernah menjudge mereka bahwa mereka bukan
bagian dari keluarga Allah / Tubuh Kristus?

Tanggapan Budi Asali:


1) Saya kira apa yang menyebabkan anda berkata seperti ini adalah bahwa Kitab
Suci / Firman Tuhan tidak mempunyai otoritas dalam kehidupan kerohanian anda.
Kalau anda memang menghargai / meninggikan otoritas Kitab Suci / Firman Tuhan
anda pasti berani menggunakan Kitab Suci / Firman Tuhan itu untuk menghakimi /
menilai seseorang sebagai sesat atau sebagai benar.
Mat 16:19 yang biasanya dikatakan oleh orang Katolik sebagai hak Petrus saja,
menuurt saya juga adalah hak setiap orang kristen yang sejati. Demikian juga dengan
Yoh 20:23. Dan ini merupakan hak saya untuk mengatakan orang-orang tertentu,
sesuai dengan pengakuan mereka yang bertentangan dengan Kitab Suci, sebagai
orang sesat.

2) Penjahat di kanan Yesus memang bertobat, dan betul-betul percaya kepada Yesus;
jadi tentu saja Yesus tidak menganggapnya sebagai orang sesat, dan demikian juga
saya tidak menilainya sebagai sesat. Demikian juga dengan Maria Magdalena.
Mereka berdua lebih benar dari pada pastor atau Paus, yang sekalipun mempunyai
kedudukan tinggi dan dihormati banyak orang Katolik tetapi tidak pernah betul-betul
bertobat dan percaya kepada Yesus.
3) Yesus tidak menghakimi penjahat di kananNya ataupun Maria Magdalena, tetapi
Ia mempunyai sikap yang berbeda kalau berhadapan dengan para tokoh Yahudi yang
memang adalah orang sesat / munafik.
Mat 22:29 - “Yesus menjawab mereka: ‘Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti
Kitab Suci maupun kuasa Allah!”.
Mat 23:1-36 - baca sendiri betapa kerasnya kata-kata Yesus tentang orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat!
Jadi jangan berkata bahwa Yesus tidak menghakimi / menyebut orang sebagai sesat!
Paulus juga mengatakan orang sebagai sesat (1Tim 1:6 Tit 3:11).
4) Anda bertanya: ‘siapakah saudara pikir saudara ini, sehingga berani menjudge
sedemikian dalamnya? Kita sebagai manusia yang berdosa tidak akan pernah
mengetahui kedalaman hati seseorang’.
Jawaban saya terhadap pertanyaan ini adalah: Saya memang orang berdosa, tetapi
saya sudah percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saya, dan saya
percaya kepada Kitab Suci, yang memang mempunyai fungsi untuk membedakan
kebenaran dari pada kesesatan (2Tim 3:16 - ‘menyatakan kesalahan’).
Saya memang tidak tahu kedalaman hati seseorang, dan karena itu kalau seseorang
tidak mengatakan atau melakukan apa-apa, tentu saya tidak berani mencapnya
sebagai sesat. Tetapi kalau orang itu menyatakan kepercayaannya atau melakukan
tindakan rohani, yang bertentangan dengan Kitab Suci, maka saya tahu bahwa Ia
memang sesat.

Tapi sekali lagi, apapun pendapat anda, saya tidak mau menjudge anda, karena saya
percaya apa yang anda katakan pasti anda mempunyai dasar, asalkan bukan
berdasarkan pada emosi. Mengenai artikel R.K Vs. Protestant saya telah terima,
terima kasih, wah panjang sekaliyah.. saya berjanji akan membacanya sesudah
midterm ini, sayapun mohon doa anda dimana saya akan menjalani midterm saya
pada bulan september ini.

Saya harap dengan surat ini rasa persaudaraan kita dapat tumbuh, sehingga
kita saling mengenal satu – sama lain, dan kita dapat lebih saling
menghormati posisi satu sama lain. Bila anda bermain atau mungkin
berkunjung ke Kanada, dengan segala kerendahan hati dan dengan tangan
yang terbuka, saya mengundang anda untuk mampir atau menginap ditempat
kami disini. Saya harap, dilain kesempatan, kita bukannya lagi saling
menuduh, tapi kita dapat makan atau minum-minum tea bersama. Salam
buat seluruh keluarga dan jemaat sekalian, doa saya dari sini menyertai
saudaraku Budi dan seluruh keluarga.

Tanggapan Budi Asali:


Terima kasih atas undangan anda, tetapi saya tidak akan pergi ke Kanada.
Tidak ada biaya untuk itu, dan saya tidak bisa meninggalkan gereja saya.

Salam dan Doa,

Mario Sujanto
Faith and Good Works

Catholic believe that the life of faith is also a life of charity or “good works.”
This life of faith is a life of love of God and neighbor that expresses itself in one’s
thoughts, attitudes, speech, and actions. Therefore let us examine the
relationship between a Christian’s faith and good works, and their importance for
salvation.

Catholics do not sharply separate “faith” and “good works” or charity.

Tanggapan Budi Asali:

Dalam hal ini Katolik bertentangan dengan Kitab Suci / Firman Tuhan, karena
Kitab Suci / Firman Tuhan jelas mempertentangkan keduanya.
Ro 3:27-28 - “Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada!
Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman!
Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena
ia melakukan hukum Taurat”.
Ro 4:3-4 - “Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? ‘Lalu percayalah Abraham
kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai
kebenaran.’ Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan
sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya”.
Gal 3:2,5 - “Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu
telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya
kepada pemberitaan Injil? ... Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang
menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang
melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan
hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?”.

By “good works” Catholics do not mean the “works of the law” that Paul
condemns, but rather the “works” of active charity or love that flow from living
faith in Jesus Christ. Those who follow God will do whatever God commands or
asks of them, and their “works” truly will reflect their faith. This is the point that
James was making in his letter:

My brothers, what good is it to profess faith without practicing it? Such faith has no
power to save one, has it? If a brother or sister has nothing to wear and no food for
the day, and you say to them, “Goodbye and good luck! Keep warm and weel fed; but
do not meet their bodily needs, what good is that? So it is with the faith that does
nothing in practice. It is thoroughly lifeless. (Jas 2:14-18)

In other words, Catholics believe that true faith will express itself in a person’s
“works” – the way the person actually lives. Is this understanding biblical? Jesus
and the New Testament authors insist that people will be judged not only by their
faith, but according to their actual conduct or works. Jesus warned, “not
everyone who sys to me, “Lord, Lord.’ Will enter the kingdom of heaven” (Mt
7:21). A number of other passages speak of the role of good works in salvation.
(Mt 16:27; Rom 2:5-10; 2 Cor 5:10; Jas 2:14-26; 1 Pt 1:17).
Even the apostle Paul, who strongly corrects those who try to justify
themselves before God by performing “works of the law” (strictly observing all the
Jewish traditions), also states:”…[God] will render to every man according to his
works” (Rom 2:6), and “we must all appear before the judgment seat of Christ, so
that each one may receive good or evil according to what he has done in the
body” (2 Cor 5:10)

In summary, when the Catholic Church speaks of Good works as a “means of


salvation,” it is expressing a belief found in the Bible: Genuine faith requires an
active response, which is charity, love, or good works. Paul called this “faith
working through love” (Gal 5:6, RSV), or “faith, which expresses itself through
love”(Gal 5:6, NAB).

Tanggapan Budi Asali:


Saya tahu bahwa ada banyak ayat-ayat Kitab Suci yang seakan-akan
menunjukkan bahwa kita diselamatkan karena perbuatan baik, tetapi kita harus
menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat lain yang menyatakan
keselamatan hanya karena iman.
Ro 3:24 mengatakan ‘dengan cuma-cuma’.
Ro 3:27-28 Gal 2:16,21 Ef 2:8-9 Fil 3:9 semuanya menekankan keselamatan
karena iman saja.
Di atas kayu salib Yesus berkata ’sudah selesai’.

Jadi ayat-ayat yang seakan-akan menunjukkan bahwa perbuatan baik


menyelamatkan kita, harus diartikan sebagai bukti iman. Untuk jelasnya saya
akan mengutip dari buku saya sendiri yang berjudul ‘Fondasi Kekristenan’, jilid I:
“Iman yang sejati / sungguh-sungguh harus diikuti oleh pertobatan dari dosa /
perubahan hidup (Yak 2:17,26). Mengapa demikian? Karena orang yang betul-
betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus (Yoh 7:38-39 Ef 1:13-
14), dan Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang itu (Gal
5:22-23). Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang
percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak
mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mempunyai Roh Kudus, itu berarti ia
belum percaya. Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan /
perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan
adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan baiknya.
Illustrasi:
sakit  obat  sembuh  olah raga / bekerja
dosa  iman  selamat  taat / berbuat baik
Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja.
Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa orang itu sudah sembuh.
Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah minum obat dan sudah
sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang
salah dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena
perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan
sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik /
ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan imannya.
Karena itulah maka muncul semacam semboyan yang berbunyi: “We are justified
by faith alone, but not by faith that is alone”.

Juga kalau kita melihat pada garis waktu, maka akan terlihat dengan jelas bahwa
imanlah, dan bukannya perbuatan baik, yang menyebabkan kita diselamatkan.

-----------------------------------------------------------------------------------------
tak ada perbuatan baik ada perbuatan baik
(total depravity)

selamat

Keselamatan terjadi begitu ia percaya. Ini terlihat dari Luk 19:9 - “Kata Yesus
kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang
inipun anak Abraham.”. Setelah itu baru orang itu berbuat baik. Jadi perbuatan
baik itu bukan untuk menyelamatkan dirinya tetapi sebagai tanda syukur kepada
Allah karena sudah selamat.

The Catholic teaching about the role of faith and “works” in man’s salvation
has often been misunderstood by both Catholics and Protestants. Although it
remains a source of division between Catholics and Protestants even today,
many Protestants and Catholics may be surprised to learn what the Catholic
church actually teaches about this.

After the Reformation, the roman Catholic bishops clarified their teaching on
justification and salvation in the “Decree on Justification” issued at the council of
Trent in 1547. This decree affirmed, first, that salvation and justification, two
terms closely related in the New Testament, are free gifts or graces of god that
come only from Jesus Christ.1 This grace or gift of justification comes before
either faith or good works, since faith and works are only ways by which we
accept God’s free gift or grace of salvation.

Tanggapan Budi Asali:


Ini saya tolak. Justification baru terjadi pada saat kita beriman (Ro 5:1 Ro 3:28
Ro 4:3).

As Trent stated this, we are “said to be justified gratuitously (i.e., by grace),


because none of those things which precede justification, whether faith or works,
merit the grace itself orf justification, for ‘if it is a grace, it is not now by reason of
works, otherwise (as the same Apostle says) grace would no longer be grace’
1
Council Trent, Chap. 8
[Rom 11:6].”2 The first point, then, is that justification and salvation are free gifts
ofr graces of God that are not earned by any work of man, even faith.

Tanggapan Budi Asali:


Jangan lupa bahwa iman itu juga pemberian Allah (Fil 1:29). Jadi kalau kita
beriman dan lalu dibenarkan, itu bukan berarti bahwa justification itu bukan free
gift dari Allah.

Secondly, the Council of Trent affirmed that the first and most important way
to receive God’s gift of salvation or justification is through faith. The Catholic
bishops declared:

We are therefore said to be justified by faith, because “faith is the


beginning of human salvation,” the foundation and root of all justification;
“without whishes it is impossible to please God” (Heb 11:6) and to enter
the fellowship of his sons.3

Tanggapan Budi Asali:


Anda makin lama makin membingungkan dan bertentangan satu sama lain.
Kelihatannya anda membedakan antara justification dan keselamatan. Kitab Suci
mengajarkan bahwa orang yang percaya Yesus mendapatkan keselamatan (Yoh
3:16 Kis 16:31), dan orang yang percaya Yesus itu pada saat yang sama juga
dibenarkan (Kej 15:6 Ro 3:28 Ro 4:3 Ro 5:1).

Thirdly, the Council of Trent also noted that the Bible exhorts those who are
justified by God’s grace to keep the commandments, to perform good works, and
to be prepared to suffer as Christ suffered. (e.g., 1 Cor 15:58). “…always
abound(ing) in the work of the Lord, knowing that in the Lord your labor is not in
vain”; Heb 6:10, “for God is not so unjust as to overlook your work and the love
which you showed for His sake….” Nonetheless, the Council of Trent insisted
that although in the sacred Writings so much is ascribed to good works that even
“he that shall give a drink of cold water to one of his least ones,” Christ promises,
“shall not lose his reward” (Mt 10:42)…; nevertheless far be it that a Christian
should either trust or “glory” in himself and not “in the Lord” [cf. 1 Cor 1 :31; 2 Cor
10:17), whose goodness towards all men is so great that He wishes the thighs
that are His gifts to be their own merits. 4

Tanggapan Budi Asali:


Louis Berkhof memberikan kutipan kata-kata Council of Trent yang berbeda:
Council of Trent, Chapter XVI, Canon IX: “If any one saith that by faith alone the
impious is justified in such wise as to mean, that nothing else is required to co-operate
in order to the obtaining of the grace of justification, and that it is not in any way
necessary, that he be prepared and disposed by the movement of his own will: let him
he anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa oleh iman saja orang jahat
dibenarkan, dan mengartikan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dibutuhkan
untuk bekerja sama supaya mendapatkan kasih karunia pembenaran, dan bahwa

2
Ibid
3
Ibid
4
Council Trent, Chap. 16
tidak dibutuhkan dalam hal apapun bahwa ia disiapkan dan diatur / dicondongkan
oleh gerakan kehendaknya sendiri: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic
Theology’, hal 512.
Canon XXIV: “If any one saith, that the justice received is not preserved and also
increased before God through good works; but that the said works are merely the fruits
and signs of justification obtained, but not a cause of the increase thereof: let him he
anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa pembenaran yang diterima itu tidak
dipelihara dan juga ditingkatkan di hadapan Allah melalui perbuatan baik; tetapi
bahwa perbuatan baik yang disebutkan tadi semata-mata merupakan buah dan
tanda / bukti dari pembenaran yang didapatkan, tetapi bukan suatu penyebab dari
peningkatan itu: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.

Mengapa tidak sama dengan kata-kata anda?

Disamping itu bukankah Katolik memutlakkan baptisan sebagai syarat kelahiran


baru ataupun keselamatan? Kalau demikian itu namanya salvation by works!
Saya ingin menambahkan tanggapan saya berkenaan dengan kata-kata anda:
Loraine Boettner berdebat dengan Karl Keating di Hotel Hilton di Michigan tahun
1999, dialog mereka temakan “Catholic Answer to the book ‘Catholicm by
Boettner’”, sekarang Boettner menarik peredaran bukunya di Amerika, anda
tebak sendiri apa hasil dialog itu.

Saya kira dari kata-kata ini terlihat bahwa anda, secara sadar atau tidak, adalah
seorang pendusta, karena:
seorang jemaat saya memberikan informasi yang bisa saya percaya, bahwa ia
membaca sebuah buku terbitan tahun 1994, dimana dikatakan bahwa ‘he
(Loraine Boettner) recently died’. Lalu siapa yang berdebat dengan Karl
Keating pada tahun 1999 itu? Roh dari Loraine Boettner?
jemaat saya itu juga memberikan sebuah katalog dari toko buku P&R dari
Phillipsburg, New Jersey, yang berlaku sampai bulan April 2001, dimana
dalam hal 30, buku ‘Roman Catholicism’ karangan Loraine Boettner masih
dipublikasikan. Bagaimana ini bisa diharmoniskan dengan kata-kata anda
bahwa buku itu sudah ditarik dari peredaran?

Jemaat saya itu juga meminjamkan kepada saya buku karangan Karl Keating
yang berjudul ‘Catholicism and Fundamentalism’, yang pada chapter II
membahas buku ‘Roman Catholicism’ karangan Loraine Boettner tersebut.
Saya belum membaca buku itu dengan teliti; saya hanya membacanya sepintas
lalu, tetapi saya sudah melihat beberapa hal:
Tanggapan anda terhadap serangan saya, anda ambil dari buku tersebut. Baik
dalam persoalan ditebus tetapi tidak yakin akan keselamatan, kata ‘till’ dalam
Mat 1:25, pembahasan tentang saudara-saudara Yesus, dan sebagainya.
Anda cuma mengikuti saja secara membuta apa yang dikatakan oleh Karl
Keating, seakan-akan anda tidak mempunyai akal / pikiran dari diri anda
sendiri. Mengapa anda tidak menggunakan pikiran anda sendiri sambil
meminta Tuhan / Roh Kudus meneranginya supaya anda mengerti Kitab
Suci? Bdk. Luk 24:45.
Jelas sekali bahwa Karl Keating tidak bisa memberikan argumentasi yang
memadai untuk menghadapi argumentasi Loraine Boettner itu, karena pada
hal 29 ia berkata: “There is no room here to discuss each point Boettner
brings up - the refutation of a one-sentence charge may take a page, and his
tome would require a small library as an adequate reply”.
Saya, sebagai orang yang sangat sering menyusun buku untuk menanggapi
buku-buku sesat / salah (seperti Liberalisme, Saksi Yehovah, Toronto
Blessing, Kharismatik, Roma Katolik, dan sebagainya) menganggap kata-
kata Keating ini hanyalah sebagai kata-kata untuk menutupi ketidak-
mampuannya untuk menjawab argumentasi Boettner. Kalau memang
dibutuhkan satu library, mengapa tidak membuatnya. Kalau memang ia
percaya ia / Roma Katolik yang benar dan Boettner yang salah, mengapa ia
tidak mau melakukan itu demi Tuhan dan kebenaran? Tidak pernahkah ia
membaca 1Pet 3:15, dan tidak maukah ia mentaati ayat itu demi kebenaran
yang ia percayai?
Disamping itu serangan-serangan Boettner yang menggunakan ayat-ayat
Kitab Suci yang begitu banyak boleh dikatakan tidak ada yang ditanggapi
oleh Keating, dan kalaupun ada pembahasan ayat Kitab Suci,
pembahasannya menyedihkan dan buruk sekali.
Keating tidak bisa membedakan Protestant dan Kharismatik, sehingga menyebut
Kenneth Hagin sebagai ‘a Protestant evangelist’ (hal 165). Dari satu hal ini
saja sudah terlihat betapa tidak akuratnya bukunya.
Keating memberikan argumentasi murahan dengan menggunakan Yak 5:14-15
untuk mendukung extreme unction. Dan ia mengatakan: ‘This scriptural
injunction was followed from the earliest days of the Church’ (hal 39). Ini jelas
omong kosong / dusta! Bahwa ayat ini tidak mungkin mendukung extreme
unction terlihat dari:
Text ini untuk orang sakit, sedangkan Roma Katolik menerapkan untuk
seadanya orang.
Text ini tidak menyebut ‘pastor’ tetapi ‘penatua’, sedangkan dalam Roma
Katolik pengakuan dosa dilakukan kepada pastor.
Adanya kata ‘saling mengaku dosa’ dan ‘saling mendoakan’ dalam Yak 5:16
itu. Kalau ayat ini tetap mau dipakai sebagai dasar dari sakramen
pengakuan dosa itu, maka pastor seharusnya juga mengaku dosa kepada
jemaat.
Tasker (Tyndale): “Martin Luther said in connection with such an
interpretation: A strange confessor! His name is ‘One another’.” (= Martin
Luther berkata sehubungan dengan penafsiran seperti itu: Seorang pengaku
dosa / pastor yang menerima pengakuan dosa yang aneh! Namanya ialah
‘satu sama lain’).
Catatan: Ini jelas merupakan kata-kata sinis dari Martin Luther, yang
menjadikan penafsiran Roma Katolik itu sebagai lelucon. Kata ‘confessor’
bisa diartikan sebagai ‘si pengaku dosa’ atau ‘pastor yang menerima
pengakuan dosa’. Dalam terjemahan NASB Yak 5:16 berbunyi:
“Therefore, confess your sins to one another, and pray for one
another, ...” (= Karena itu mengaku dosalah satu sama lain, dan
berdoalah satu sama lain, ...). Dilihat dari terjemahan ini mungkin sekali
yang dimaksud dengan ‘confessor’ oleh Martin Luther adalah pastor yang
menerima pengakuan dosa.

Betul-betul menyedihkan bahwa anda sebagai seorang ex pendeta, dan seorang


frater, bisa berbicara seakan-akan Boettner dikalahkan oleh Keating dalam
perdebatan, yang mungkin tidak pernah terjadi itu.

Kalau pada waktu yang lalu anda menuduh saya bahwa saya marah-marah, dan
saya menyangkalnya, maka sekarang anda tidak perlu menuduh saya. Dengan
terus terang sekarang saya menyatakan kepada anda bahwa saya marah sekali
kepada anda karena dusta anda tersebut! Tetapi ini mungkin merupakan
kemarahan yang bisa disebut sebagai ‘holy anger’ / ‘righteous indignation’,
karena saya marah terhadap dusta / dosa orang yang mengaku sebagai hamba
Tuhan. Mungkin ini mirip seperti kemarahan Yesus terhadap ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi. Tidak malukan anda, sebagai orang yang mengaku seorang
hamba Tuhan, melakukan perbuatan hina seperti itu? Bertobatlah dan
percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus, atau anda akan masuk ke neraka
selama-lamanya!
Budi Asali.
>DATE: Wed, 28 Mar 2001 14:11:22
>From: "Br. Mario Sujanto" <msujanto10@hotmail.com>
>To: <gkri_exodus@lycos.com>
>
>Terima kasih Pa Budi Asali untuk segala ke aroganannya, menandakan
anda
>sendiri bukan seorang Kristen (kalau bahasa anda ya KTP begitulah),
dan
>ukuran itulah yang akan dijerakan kepada leher anda sendiri pada
akhirnya.

Tanggapan Budi Asali:


1) Saya sudah katakan bahwa apa yang saya katakan itu berdasarkan
keyakinan dan bukan kesombongan. Kalau anda tetap mengatakan saya
arogan, itu terserah anda. Mari kita tunggu dan lihat, siapa yang
nanti akan dijerat lehernya!
2) Kalau saya yang adalah orang kristen KTP, dan anda orang kristen
yang sejati, saya pikir aneh juga bahwa orang kristen KTPnya yang
yakin akan keselamatannya, sedangkan orang kristen sejatinya tidak!

>Sudahlah, bila sudah tidak ada kepercayaan antara sesama pendialog


maka
>untuk apa dialog ini dilanjutkan, karna saya sekarang pun sadar
setelah
>mendengar semua tuduhan-tuduhan heretic anda bahwa tidak akan
menobatkan
>seseorang dengan mengalahkan didalam debat, karna pemenangnya belum
tentu
>adalah yang mempunya kebenaran itu, bisa saja hanya sebatas pandai
>berargumen,

Tanggapan Budi Asali:


Memang yang menang argumentasi belum tentu yang benar, tetapi satu hal
yang saya lihat dalam Kitab Suci adalah bahwa orang-orang benar yang
penuh dengan Roh Kudus, selalu menang dalam argumentasi, seperti Yesus
sendiri, Paulus, Stefanus, dan sebagainya. Mengapa? Karena RK memimpin
mereka! Kis 6:9-10 - “Tetapi tampillah beberapa orang dari jemaat
Yahudi yang disebut jemaat orang Libertini--anggota-anggota jemaat itu
adalah orang-orang dari Kirene dan dari Aleksandria--bersama dengan
beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia. Orang-orang itu
bersoal jawab dengan Stefanus, tetapi mereka tidak sanggup melawan
hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”.

jadi, marilah kita nanti mempertanggung jawabkan


>statement-statement kita ini dihadapan mahkamah agung akhir nanti..
(kecuali
>memang bila saudara yakin anda tidak akan dihakimi lagi, karena sudah
SUCI,
>dan tak pernah jatuh)

Tanggapan Budi Asali:


1) Saya tidak takut untuk mempertanggung-jawabkan statement-statement
saya pada akhir jaman nanti!
2) Saya percaya nanti saya akan dihakimi, tetapi Hakimnya, yaitu Yesus
pasti pro dengan saya, karena Ia yang menebus dosa saya.
3) Lagi-lagi anda menunjukkan betapa tumpulnya pikiran anda. Saya sudah
mengatakan bahwa saya yakin akan masuk surga bukan karena saya
menganggap diri saya sebagai orang suci yang tidak pernah jatuh,
tetapi karena saya yakin bahwa semua dosa saya, tanpa kecuali, sudah
dibayar oleh Yesus pada waktu Ia menderita dan mati di atas kayu
salib.
Tentang tumpulnya pikiran anda itu, mungkin sesuai dengan kata-kata
dari Kitab Suci seperti yang ada dalam 2Pet 1:5-9, khususnya
perhatikan ay 9nya. Atau mungkin juga dengan Mat 13:14-15.

>Ya, bila anda meragukan tentang Boetnner ya silahkan, itusih masalah


pribadi
>anda sendiri. B and N Book Store sudah tidak menerbitkannya lagi,
chapter
>bookstore, indigo, dllnya juga, kecuali Amazon.com, dan merekapun
tidak
>pernah mencetak yang baru, mereka telah mempunyai hak paten sampai th.
2000
>kemarin, dan masih banyak stock yang tersisa.... marideh, periksa
dulu, baru
>ngomong dan menuduh.

Tanggapan Budi Asali:


Anda betul-betul lucu. Saya sudah katakan bahwa saya memang sudah
memeriksa katalog dari P&R dan berdasarkan bukti yang ada di depan mata
saya sendiri itulah maka saya menuduh. Saya bukan meragukan tentang
Boettner, tetapi saya yakin, karena memang ada buktinya.
Bagi saya cukup ada satu toko buku / katalog, itu sudah membuktikan
bahwa buku tersebut tidak ditarik. Kalau anda, sekalipun bisa
memberikan 5-6 toko buku yang tidak lagi menjual buku itu, lalu
bagaimana dengan toko2 yang lain. Anda harus menyelidiki semua toko,
baru memberikan statement tersebut.

>Ya, sudahlah, nasi sudah menjadi bubur, tapi bubur juga bisa jadi
enak,
>kalau ditambah bumbu-bumbu.
>
>Ad Jesum per Mariam,
>Mario

Akhir kata, saya setuju dengan anda utk mengakhiri perdebatan ini,
karena sekalipun saya termasuk orang yang senang debat, saya merasa
tidak benar meneruskan suatu perdebatan kalau saya, atau lawan debat
saya, sudah panas hatinya. Tetapi saya tetap berdoa supaya apa yang
saya katakan itu, lambat atau cepat, diberkati oleh Roh Kudus, sehingga
berbuah dalam kehidupan anda.

Budi Asali.
Tentang Luk 8:19-21.
Norval Geldenhuys (NICNT): “This story proves to us clearly that Mary was not the
perfect saint as she is represented to have been by the Roman church. She was and is
indeed the blessed one amongst women, because to her was given the privilege of being
the mother of the Redeemer, but she was also a fallible mortal, beset with sin and
weakness” ( = ) - hal 250 (footnote).
Norval Geldenhuys (NICNT): “Since in the New Testament Jesus’ brothers and even
sisters are frequently mentioned in a most natural manner as if they were His own
brothers and sisters, born of Mary (Matt. 12:46; 13:55; Mark 3:32; 6:3; John 2:12),
and since in Like 2:7 He is called the ‘first-born’, apart from various other
considerations, there can be no doubt that the Lord really had blood-brothers and
sisters. The Roman Catholic opinion that the ‘brethren and sisters’ were step-brothers
and step-sisters (children of Joseph by a former wife), or His ‘cousins’, is unfounded
and would never have existed had it not been for Epiphanius, Jerome and later Roman
leaders who embraced a false asceticism and regarded Mary as a woman who had
remained a virgin throughout her life. Even Tertullian insisted on taking the ‘brethren
and sisters’ of Jesus as real children of Mary” ( = ) - hal 250 (footnote).

Karl Keating: “The fact is that the Council of Trent did not add to the Bible what
Protestants call apocryphal books. Instead, the Reformers dropped from the Bible
books that had been in common use for centuries. The Council of Trent, convened to
reaffirm Catholic doctrines and to revitalize the Church, proclaimed that these books
always had belonged to the Bible and had to remain in it. After all, it was the Catholic
Church, in the fourth century, that officially decided which books composed the canon
of the Bible and which did not. The Council of Trent came on the scene about twelve
centuries later and merely restated the ancient position” (= ) - ‘Catholicism and
Fundamentalism’, hal 46-47. Ini jelas merupakan suatu dusta!

Karl Keating: “” (= ) - ‘Catholicism and Fundamentalism’, hal

Karl Keating: “” (= ) - ‘Catholicism and Fundamentalism’, hal

Karl Keating: “” (= ) - ‘Catholicism and Fundamentalism’, hal

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Tradition and Scripture’:


In Roman Catholic theology tradition is understood both as channel and as content.
As channel it is identical with the living teaching authority of the Catholic Church.
As content it is "the deposit of faith," revealed truth concerning faith and morals. In
Roman Catholic belief, revelation ends with the death of the Apostles; the deposit
was transmitted to the college of bishops, which succeeds the Apostles.
The Reformers contended that the Roman Catholic Church had imposed teachings
that were not contained in the Scriptures, and this Protestant objection has been
maintained in modern times. The objection was raised more intensely when the
Immaculate Conception of Mary, the mother of Jesus (Pius IX, 1854), and her
Assumption (Pius XII, 1950) were defined as dogmas. For neither of these is there
any biblical evidence; more significantly, there is no evidence in tradition for either
before the 6th century.
The Roman Catholic Church recognizes that the Bible is the word of God and that
tradition is the word of the church. In one sense, therefore, tradition yields to the
Scriptures in dignity and authority. But against the Protestant slogan of sola
Scriptura ("Scripture alone"), itself subject to misinterpretation, the Roman
Catholic Church advanced the argument that the church existed before the New
Testament. In fact, the church both produced and authenticated the New Testament
as the word of God. For this belief, at least, tradition is the exclusive source; and this
furnished a warrant for the Catholic affirmation of the body of truth that is
transmitted to the church through the college of bishops and preserved by oral
tradition (meaning that it was not written in the Scriptures). The Roman Church
therefore affirmed its right to find out what it believed by consulting its own beliefs
as well as the Scriptures. The Council of Trent affirmed that the deposit of faith was
preserved in the Scriptures and in unwritten (not in the Bible) traditions and that
the Catholic Church accepts these two with equal reverence. The council studiously
avoided the statement that they meant these "two" as two sources of the deposit, but
most Catholic theologians after the council understood the statement as meaning
two sources. Protestants thought it meant the Roman Catholic Church had written a
second Bible.
Only in contemporary Catholic theology has the question been raised again, and a
number of theologians believe that Scripture and tradition must be viewed as one
source. They are, however, faced with the problem of nonbiblical articles of faith.
To this problem several remarks are pertinent. The first is that no Protestant
church preaches "pure" gospel; they have all developed dogmatic traditions,
concerning which they have differed vigorously. It is true, on the other hand, that
they do not treat these dogmatic traditions "with equal devotion and reverence"
with the Bible. The second is that the early Christian Church through the first eight
ecumenical councils (before the Eastern Schism in 1054) arrived at nonbiblical
formulas to profess its faith. Protestants respond that this is at least a matter of
degree and that the consubstantiality of the Son (i.e., that he is of the same
substance as the Father), defined by the Council of Nicaea, is more faithful to the
Scriptures than the Assumption of Mary.
Roman Catholics and Protestants should be able to reach some consensus that
tradition and Scripture mean the reading of the Bible in the church. Protestants
never claimed that a man and his Bible made a self-sufficient Christian church. The
New Testament itself demands that the word be proclaimed and heard in a church,
and the community is formed on a common understanding of the word proclaimed.
This suggests a way to a Christian consensus on the necessity and function of
tradition. No church pretends to treat its own history of belief as nonexistent or
unimportant. By reading the Scriptures in the light of its own beliefs it is able to
address itself to new problems of faith and morals that did not exist in earlier times
or to which the church did not attend.
Catholic theologians of the 19th century dealt with the problem under the heading
of development of dogma. To a certain extent the question can be reduced to
epistemology (i.e., theory of knowledge): is a new understanding of an ancient truth
a "new" truth? The problem does not arise out of faith; Sir Isaac Newton's
observations of falling bodies consisted of nothing that people had not seen for
thousands of years. Yet the effects of Newton's insights and calculations altered an
understanding of the universe and the actions of people within the universe. The
problem is important in theology because of the necessity of basing belief on the
historical event of the revelation of God in Christ. Unless the link is maintained, the
church is teaching philosophy and science, not dogma. Hence, the Roman Catholic
theological teaching has tended to say that dogma develops through new
understanding, not through new discoveries.
Copyright © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.

KATOLIK TIDAK PERCAYA LAGI DIRINYA


SEBAGAI THE ONLY CHURCH, DAN JELAS
JUGA TIDAK PERCAYA YESUS SEBAGAI
SATU-SATUNYA JALAN.
Encyclopedia Britannica 2000:

from Roman Catholicism

Roman Catholicism following the second Vatican Council


The Roman Catholic Church has been experiencing a renewal that reached its official peak in the second Vatican Council. Renewal has
brought benefits, but it has also brought internal disturbances greater than any the church has known since the Protestant Reformation.
There has been a clear polarization between liberal and conservative wings of the type that tends to leave no room for moderates. Although
such disunity poses a real threat of schism, there have been no group departures except in a few instances. The number of individual
departures, however, has been large enough to cause concern. The exact number is unknown, because discontented Catholics in modern
times leave quietly.

The Roman Catholic Church has officially abandoned its "one true church" position. It has entered into ecumenical conversations with the
Protestant churches that could lead to Christian union; the Catholic Church has expressed a readiness to make doctrinal and disciplinary
concessions, but how far these may go is not yet clear. The church has even made gestures of friendliness to Islam and Judaism and does
not speak of the great Oriental religions as simple paganism. The openness of the Catholic Church toward social movements has been
mentioned; this has taken a surprising form in some unexpected places such as Spain and Latin America. The edge of Catholic opposition
to Marxism was for a time taken off, and the Roman see engaged in unobtrusive diplomatic conversations with some Communist
governments. A period of increased involvement in international affairs was seen under the leadership of Pope John Paul II in the 1980s.

Problems, however, are more in evidence than progress. The long, latent conflict between hierarchy and lower clergy has become open.
Priests are resistant to the traditional total obedience in style of life and ministry. This conflict has come to a focus on the issue of clerical
celibacy; although there are no sure statistics, it is a reasonable assumption that at least half of the Catholic clergy wish celibacy to become
an option. The discontent with life and ministry has led to a large number of losses in the priesthood and in religious communities, some of
which face the possibility of extinction. Much of this discontent revolves around ministry as much as around a way of life; many religious
workers feel that the conventional ministries are not reaching enough people and are not touching their most urgent needs. The desire to
work "in the world," while hardly alien to the New Testament ministry, is not adaptable to traditional clerical and religious rules. What might
appear to be a minor point in some places has become major; priests and religious (women religious in particular, who have had more of a
problem) no longer wish to wear the identifying garb; they believe that it immediately becomes an obstacle to personal relations. Actually,
there is a widespread but not explicit, perhaps not even recognized, rejection of the traditional use of authority and obedience in Roman
Catholic clergy and religious communities.

Roman Catholic liturgy has been profoundly changed. The results have not been altogether satisfactory, but some observers say that the
effects of the new liturgy cannot be assessed until a new generation has grown up that knows no other liturgy. On this point minor local
schisms have occurred, led by reactionary Catholics wishing to return to the traditional liturgy in Latin. Others find the new liturgy stodgy;
but the degree to which liturgy ought to be exciting has never been established.

The place of the laity, like that of the clergy, in church decisions remains uncertain. Bishops, clergy, and laity generally are timid in
undertaking a modification in church government for which nothing in their previous church experience has prepared them. They seem
hesitant to draw on their experience in government and business, where shared responsibility is the rule rather than the exception. Many
Catholics find it difficult to examine the role of their hierarchical officers without also questioning their credibility. Yet the direction of the
movements where the problems lie is toward greater responsibility of each member of the Catholic Church--hierarchy, clergy, and laity,
each in its own way.

(J.L.McK.)
Copyright © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.
1213 Holy Baptism is the basis of the whole Christian life, the gateway to life in the
Spirit (vitae spiritualis ianua),[4] and the door which gives access to the other
sacraments. Through Baptism we are freed from sin and reborn as sons of God; we
become members of Christ, are incorporated into the Church and made sharers in
her mission: "Baptism is the sacrament of regeneration through water in the
word."[5]
1215 This sacrament is also called "the washing of regeneration and renewal by the Holy
Spirit," for it signifies and actually brings about the birth of water and the Spirit
without which no one "can enter the kingdom of God."[7]
1239 The essential rite of the sacrament follows: Baptism properly speaking. It signifies
and actually brings about death to sin and entry into the life of the Most Holy
Trinity through configuration to the Paschal mystery of Christ. Baptism is
performed in the most expressive way by triple immersion in the baptismal water.
However, from ancient times it has also been able to be conferred by pouring the
water three times over the candidate's head.
1243 The white garment symbolizes that the person baptized has "put on Christ,"[42] has
risen with Christ. The candle, lit from the Easter candle, signifies that Christ has
enlightened the neophyte. In him the baptized are "the light of the world."[43]
The newly baptized is now, in the only Son, a child of God entitled to say the
prayer of the children of God: "Our Father."
1254 For all the baptized, children or adults, faith must grow after Baptism. For this
reason the Church celebrates each year at the Easter Vigil the renewal of baptismal
promises. Preparation for Baptism leads only to the threshold of new life. Baptism
is the source of that new life in Christ from which the entire Christian life springs
forth.
1257 The Lord himself affirms that Baptism is necessary for salvation.[59] He also
commands his disciples to proclaim the Gospel to all nations and to baptize them.
[60] Baptism is necessary for salvation for those to whom the Gospel has been
proclaimed and who have had the possibility of asking for this sacrament.[61] The
Church does not know of any means other than Baptism that assures entry into
eternal beatitude; this is why she takes care not to neglect the mission she has
received from the Lord to see that all who can be baptized are "reborn of water and
the Spirit." God has bound salvation to the sacrament of Baptism, but he himself is
not bound by his sacraments.

1259 For catechumens who die before their Baptism, their explicit desire to receive it,
together with repentance for their sins, and charity, assures them the salvation that
they were not able to receive through the sacrament.
1260 "Since Christ died for all, and since all men are in fact called to one and the same
destiny, which is divine, we must hold that the Holy Spirit offers to all the
possibility of being made partakers, in a way known to God, of the Paschal
mystery."[62] Every man who is ignorant of the Gospel of Christ and of his
Church, but seeks the truth and does the will of God in accordance with his
understanding of it, can be saved. It may be supposed that such persons would have
desired Baptism explicitly if they had known its necessity.
1263 By Baptism all sins are forgiven, original sin and all personal sins, as well as all
punishment for sin.[65] In those who have been reborn nothing remains that would
impede their entry into the Kingdom of God, neither Adam's sin, nor personal sin,
nor the consequences of sin, the gravest of which is separation from God.
1265 Baptism not only purifies from all sins, but also makes the neophyte "a new
creature," an adopted son of God, who has become a "partaker of the divine
nature,"[68] member of Christ and co-heir with him,[69] and a temple of the Holy
Spirit.[70]
1266 The Most Holy Trinity gives the baptized sanctifying grace, the grace of
justification:
- enabling them to believe in God, to hope in him, and to love him through the
theological virtues;
- giving them the power to live and act under the prompting of the Holy Spirit
through the gifts of the Holy Spirit;
- allowing them to grow in goodness through the moral virtues.
Thus the whole organism of the Christian's supernatural life has its roots in
Baptism.
Tradisi
Serangan dari Wibisono:
In your online article you gave wrong definition of Tradition because
you
relied on Boettner. The Catholic Church defines Tradition as (CCC #
81):'And (Holy) TRADITION transmits in its entirety the Word of God
which
has been entrusted to the apostles by Christ the Lord and the Holy
Spirit.
It transmits it to the successors of the apostles so that, enlightened
by
the Spirit of truth, they may faithfully preserve, expound and spread
it
abroad by their preaching.' What the Church Fathers wrote may contain
Tradition but not everything they wrote is Tradition (if that is the
case
then we have written Tradition). The following is an extract from my
online
article:

Tanggapan Budi Asali:


1) Mungkin bukan Boettner salah, tetapi Gereja Roma Katolik yang
mengubah definisi mereka tentang tradisi. Atau, yang lebih mungkin
adalah bahwa teori dan praktek dalam Gereja Roma Katolik ternyata
berbeda.
John Murray: “it is not to be supposed that nothing of what is implied in unwritten tradition has
ever been committed to writing. The Romish Church does not mean that the whole content of
authoritative tradition must be jealously guarded from ever finding its way into either script or print. ...
the Church of Rome in its defence of tradition as an authoritative rule and in support of certain
traditions makes frequent appeal to the writings of the church fathers. Again the symbols of faith and
the definitions of the ecumenical councils are important elements of tradition. But these, of course, are
committed to writing and all may have access to them as documents of tradition” (= ) -
‘Collected Writings of John Murray’, vol 4, hal 265-266.

2) Sekarang, coba berikan daftar apa-apa saja yang termasuk dalam

tradition itu. Bisakah anda melakukan tugas sederhana ini ????


Persoalannya, kalau tidak ada daftarnya, maka setiap saat bisa ditambah
seenaknya sendiri, sehingga bisa memunculkan ajaran apa saja.
John Murray: “It is in this Church, called, presumptuously enough, ‘the Catholic Church’, that
these traditions are preserved in continuous succession. These traditions, therefore, do not exist outside
the communion of the Romish Church; she is the sole possessor and custodian. ... tradition does not
exist except as an oral transmission passed on from hand to hand by Rome’s official ministers.
Furthermore, tradition is not to be regarded as a verbatim transmission of sayings and directions given
by Christ orally or by dictation of the Holy Spirit. Tradition is not a static corpus of oracles handed
down from generation to generation. Tradition is rather that which the Church propounds in each
successive generation; it is the living voice of the Church. Hence new decrees and dogmas may be
officially declared from time to time which are invested with all the authority claimed for tradition.
Rome, indeed, does not claim that such official pronouncements regarding faith and morals are new
inventions of the Church. It is claimed rather that they are concrete expressions and formulations of
what was implicit from the beginning in the tradition of the Church. By the authority vested in the
Church they are declared to be infallible dogmas which are implicit in and grow out of tradition. We can
readily see how fluid and flexible this concept of tradition really is, and how difficult it is to determine
what exactly is included in it. Indeed, there is something banefully elusive about it all. ... in the name of
tradition there can be foisted upon the church what is the antithesis of the truth of the Gospel ” (= ) -
‘Collected Writings of John Murray’, vol 4, hal 266-267.
3) John Murray mengakui bahwa Injil mula-mula disampaikan dari mulut ke
mulut. Dan ia mengatakan bahwa seandainya ada cara yang pasti benar
dalam menentukan kata-kata Yesus yang tidak ditulis dalam Kitab Suci
ataui kata-kata rasul-rasul dalam pengilhaman Roh Kudus, maka semua itu
bisa kita terima sebagai sesuatu yang otoritasnya sama dengan Kitab
Suci. Tetapi ia lalu menambahkan sebagai berikut:
John Murray: “It is a remarkable providence that notwithstanding the many sayings and deeds of
our Lord not included in the canonical Scriptures, ... the number of sayings or of deeds, not
incorporated in the canonical books, which have come down to us are very few indeed and are of such
doubtful authenticity that we cannot rely upon them or make use of them in any determinative way in
matters of faith or moral. When we bear in mind the mass of material that existed in the instructions
and deeds both of our Lord and of His apostles, not included in Scripture, and then ask the question:
how much of that material has been conveyed to us by a really authentic tradition? we are really
confronted with an amazing phenomenon. There is scarcely anything. We are constrained to ask: is this
not a fact of God’s providence intended to confine the church to the canonical Scriptures as the only
infallible rule of faith and morals?” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’,
vol 4, hal 268.

Jadi, tegasnya saya ingin tanyakan: berdasarkan apa anda tahu bahwa
apa-apa yang disebut tradition dalam Gereja Roma Katolik itu betul-
betul berasal dari kata-kata dan tindakan Yesus atau rasul-rasul?
Apakah anda punya kriteria untuk mengechak kepastian hal tersebut?

John Murray bahkan menyetakan sebaliknya, yaitu bahwa tradition dalam


Gereja Roma Katolik justru bukanlah kumpulan kata-kata / tindakan dari
Yesus dan rasul-rasul.
John Murray: “The ‘unwritten traditions’ of Rome do not purport to be simply sayings of our Lord
or inspired utterances of the apostles that have come down to us by authentic transmission. Tradition is
not by any means conceived of as a collection or corpus of such instructions. Tradition, for Rome, is
something quite different” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 4,
hal 268.
Anda berani membantah tuduhan ini? Kalau berani, buktikan dengan
menunjukkan tradition apa yang merupakan kata-kata / tindakan-tindakan
dari Yesus dan rasul-rasul yang memang bisa dipastikan kebenarannya.

3) Anda berkata bahwa apa yang ditulis bapa-bapa gereja ada yang bisa
dimasukkan ke dalam tradition dan ada yang tidak. Sekarang apa kriteria
Gereja Roma Katolik dalam menentukan yang mana yang termasuk tradition
dan yang mana yang tidak ?????

4) Siapa ‘successors of the apostles’ itu dan apa dasar Kitab Sucinya
sehingga mereka disebut demikian?

5) Tradition harus sesuai dengan Kitab Suci, tidak boleh bertentangan


dengan Kitab Suci. Tetapi dalam Gereja Roma Katolik banyak hal yang
bertentangan dengan Kitab Suci. Dari manapun asalnya ajaran tersebut,
itu pasti salah.

1Co 11:2 Now I praise you, brethren, that ye remember me in all things,
and keep the ordinances, as I delivered them to you. {ordinances: or,
traditions}
Calvin: “This will appear more clearly when we come to see what Paul means by
paradoseij; (traditions;) and independently of this, it is necessary to speak of this word,
for the purpose of replying to Papists, who arm themselves with this passage for the
purpose of defending their traditions. It is a common maxim among them, that the
doctrine of the Apostles consists partly of writings and partly of traditions. Under this
second department they include not merely certain foolish superstitions, and puerile
ceremonies, which which they are stuffed, but also all kinds of gross abomination,
directly contrary to the plain word of God, and their tyrannical laws, which are mere
torments to men’s consciences. In this was there is nothing so foolish, nothing so
absurd - in fine, nothing so monstrous, as not to have shelter under this pretext, and to
be painted over with this varnish. As Paul, therefore, makes mention here of
‘traditions,’ they seize, as they are accustomed to do, upon this little word, with the
view of making Paul the author of all those abominations, which we set aside by plain
declaration of Scripture. I don’t deny, that there were certain traditions of the Apostles
that were not committed to writing, but I do not admit that they were parts of doctrine,
or related to things necessary for salvation. What then? They were connected with
order and government. ... But what has this to do with those silly trifles of ceremonies,
which are to be seen in Popery? ... What has it to do with so many monstrous of
idolatry?” (= ) - hal 351.

Ga 1:14 And profited in the Jews' religion above many my equals in mine
own nation, being more exceedingly zealous of the traditions of my fathers.
Calvin: “When he speaks of the ‘traditions of the fathers,’ he means, not those
additions by which the law of God had been corrupted, but the law of God itself, in
which he had received through the hands of his parents and ancestors” (= ) - hal 38.

2Th 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye
have been taught, whether by word, or our epistle.
Tentang kata ‘traditions’ di sini Calvin berkata: “in my opinion, he includes all
doctrine under this term, ... The context, however, as I have said, requires that it be
taken here to mean the whole of that doctrine in which they had been instructed. For
the matter treated of is the most important of all - that their faith may remain secure in
the midst of a dreadful agitation of the Church. Papists, however, act a foolish part in
gathering from this that their traditions ought to be observed. They reason, indeed, in
this manner - that if it was allowable for Paul to enjoin traditions, it was allowable also
for other teachers; and that, if it was a pious thing to observe the former, the latter also
ought not less to be observed. Granting them, however, that Paul speaks of precepts
belonging to the external government of the Church, I say that they were, nevertheless,
not contrived by him, but divinely communicated. For he declares elsewhere, (1
Corinthians 7:35,) that it was not his intention to ensnare consciences, as it was not
lawful, either for himself, or for all the Apostles together. They act a still more
ridiculous part in making it their aim to pass off, under this, the abominable sink of
their own superstitions, as though they were the traditions of Paul. But farewell to
these trifles, when we are in possession of Paul’s true meaning. And we may judge in
part from this Epistle what traditions he here recommends, for he says - whether by
word, that is, discourse, or by epistle. Now, what do these Epistles contain but pure
doctrine, which overturns to the very foundation the whole of the Papacy, and every
invention that is at variance with the simplicity of the Gospel?” (= ) - hal 345.
Tentang Kanon Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru baca The New Bible
Dictionary, hal 186-dst

Anda mungkin juga menyukai