Anda di halaman 1dari 2

Sikap hospitalitas yaitu sebuah sikap keramahtamahan yang penuh dengan cinta antar

sesame.1 Maka melalui sifat ini, perbedaan agama harus mampu mewujudkan sebuah sikap dan
perilaku yang membawa kerukunan ditengah-tenga perbedaan dengan menerapkan sikap
hospitalitas. Konsep hospitalitas mempunyai kedudukan yang sangat penting dimana
keramatamaan mendorong kita untuk membuka diri terhadap yang lain dan merayakan kehadiran
mereka dalam hidup kita sebab kita adalah makluk social yang selalu terhubung dengan yang
lain.
Bagi agama Kristen, hospitalitas merupakan manifestasi dari Allah yang
diimplementasikan oleh orang Kristen bagi dunia dan setiap orang yang merasakan kasih Allah
akan selalu memiliki sikap hospitalitas. Sedangkan kerukunan merujuk kepada hubungan baik,
serasi, seimbang, selaras antar pribadi. Maka dalam kerukukan, hubungan dengan antarpribadi
harus membawa kedamaian, ketertiban, saling memberi dan saling melengkapi.2
Jadi korelasi keduanya adalah bagaimana mewujudkan kerukunan atau hubungan yang
baik antar umat beragama maka sangat penting untuk membangun sebuah sikap yang ramah
tamah (Hospitalitas). Hospitalitas ini bertujuan untuk menjadikan orang tidak membeda-bedakan
orang lain. Pemberian pemahaman mengenai hospitalitas kepada warga jemaat harus
disosialisasikan, sebab hospitalitas juga merupakan cara yang dipakai Allah dalam menyapa
umat-Nya. Sebagai contoh dalam agama Kristen bahwa Yesus hadir menemui manusia dengan
menampilkan sikap yang peduli, lemah-lembut, dan ramah. Jadi kasih Yesus Kristus merupakan
sumber hospitalitas bagi agama Kristen. Sehingga orang Kristen dipanggil untuk melayani orang
yang membutuhkan, membagi kasih kepada orang lain atau orang asing sebagai perpanjangan
tangan Tuhan dalam misi bagi dunia.3
Maka melihat hal ini, hospitatalitas sebagai pijakan bagi agama-agama akan terlihat
dalam bagaimana kehidupan antar umat beragama di Indonesia dengan menampilkan kerukunan
umat beragama tersebut dengan sikap ramah tamah.
Kerukunan Antar Umat Beragama
 Kerukunan dari sudut pandang sejarah Bangsa Indonesia

1
Daniel Fajar Panuntun dan Eunike Paramita, Hospitalitas Kristen Dan Tantangannya Di Tengah Pandemi Covid-
19, Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 19, No.1 (Januari-Juni 2020), 72.
2
Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006) 15.
3
Yohanes K Krismantyo,Hospitalitas Sebagai Upaya Mencegah Kekerasan dan Memelihara Kerukunan
Dalam Relasi Islam-Kristen di Indonesia, Societas Dei, Vol.2, No.1 (April 2015), 311.
Melalui penelusuran sejarah bangsa Indonesia, ternyata aspek kerukunan antar umat
beragama telah terwujud dengan jelas. Salah satu diantaranya adalah apa yang terjadi di kerajaan
Majapahit pada abad 12. Di bidang keagamaan dibantu para ahli sesuai dengan bidang keahlian
masing-masing. Di bidang keagamaan, raja dibantu para ahli yang memahami agama Hindu dan
agama Budha.
Suatu kehidupan yang penuh dengan toleransi dan koksistensi secara damai terjadi pada
sekitar abad ke-9 yaitu pada masa dinasti Sanjaya, di Sulawesi Utara dan rumah Betang di
Kalimantan mengungkapkan secara realistis bagaimana kerukunan telah dapat dibangun menjadi
kekayaan sejarah yang tak ternilai.4
 Kerukunan dari Sudut Pandang Pancasila/UUD 1945
a. Pancasila sebagai dasar negara serta satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara merupakan titik pijak yang kukuh dan mendasar dalam rangka
pengembangan kerukunan kelima sila itu.
b. UUD 1945, Pasal 29 ayat 1 dan 2
 Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan umtuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Negara berfungsi untuk menjamin, memperjuangkan, mengupayakan, dan membantu
agar tiap-tiap penduduk memiliki kebebasan dan keleluasaan untuk memeluk agamanya serta
mengekspresikan keberagamaannya itu.5
Negara kesatuan RI sering didefenisikan sebagai bukan negara agama, bukan pula negara
sekular, tetapi negara yang berdasarkan Pancasila. Negara Pancasila tidak mengenal “negara
agama” atau “agama negara” pandangan tentang Pancasila mengandung dua aspek mendasar
yaitu bahwa tidak ada pemisahan yang mutlak antara negara dan agama, dan bahwa negara tidak
dapat begitu saja mengatur atau campur tangan terhadap bidang yang menjadi bagian dari
tanggung jawab agama.6
Maka sikap hospitalitas yang dimiliki setiap agama harus mampu menerima perbedaan
dan tidak ada tuan rumah tetapi sama-sama berbaur dalam perbedaan dan mampu menampilkan
kerukunan antarumat beragama dengan keramah-tambahan yang seimbang dan selaras.

4
Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beragama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 6.
5
Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beragama, hal. 7-8.
6
Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beragama, hal. 9.

Anda mungkin juga menyukai