Anda di halaman 1dari 10

Yusuf Bayu Aji

1806201636

Penyambungan Material-02

Tugas 11

1. Jelaskan weldability dari aluminium dan paduannya. Sebutkan faktor apa saja yang
berpengaruh pada kemampulasan aluminium dan paduannya.
Jawab:
Kemampulasan Aluminium dan paduannya umumnya cukup baik namun diperlukan
pengontrolan parameter tertentu dikarenakan sifat dari aluminium yang memiliki
lapisan oksida (Al2O3) di permukaan, Panas jenis dan konduktifitas tinggi,
Koefisien muai tinggi dan Kelarutan Hidrogen tinggi pada fasa cair. Definisi
weldability pada aluminium adalah ketahanan terhadap retak panas (hot cracking).
Faktor yang berpengaruh pada kemampulasan aluminium dan paduannya:
• Komposisi kimia
• Kondisi awalnya (pure, anil, work hardened atau precipitation hardened)
• Kawat las (filler metal)

2. Jelaskan mengapa pada pengelasan Al dengan las TIG lebih disukai menggunakan
arus AC dengan frekuensi tinggi.
Jawab:

Pengelasan Al dengan las TIG lebih disukai menggunakan arus AC dengan frekuensi
tinggi dibandingkan dengan arus DCSP maupun DCRP. Bahan alumunium memiliki
lapisan film oksida yang ulet pada permukaannya dan memiliki temperaur leleh yang
sangat tinggi juga penghantar listrik yang buruk, sehingga listrik AC lebih baik
digunakan. Pengelasan dengan arus AC menghasilkan penembusan yang tidak dalam
tetapi juga tidak dangkal atau diantara DCSP dan DCRP, dan hal ini sangat cocok
dengan pengelasan Aluminium.

Frekuensi tinggi akan membantu penghantaran arus listrik. Dengan perubahan arus
antara elektroda positif dan elektroda negatif pada frekuensi 50 Hz, maka periode
elektroda positif yang terjadi dapat berfungsi untuk menghilangkan film oksida dan
membersihkan permukaan.
Hal ini tidak dapat dilakukan jika menggunakan DCSP maupun DCRP karena
adanya lapisan oksida sebagai penghantar listrik yang buruk, akibatnya dapat terjadi
kegagalan atau kecacatan pengelasan jika digunakan DCSP maupun DCRP.

3. Jelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan jenis kawat las yang dipakai
untuk mengelas aluminium dan paduannya.
Jawab:
Faktor utamanya adalah nilai dari sensitifitas cracknya. Welding pada base metal
dengan sensitifitas crack rendah lebih baik menggunakan filler metal yang sifat
kmianya juga sama. Jika base metal dengan sensitivitas crack yang tinggi, filler
metal yang digunakan memiliki sifat kimia yang berbeda agar menghasilkan lasan
yang mempunyai crack sensitivity yang rendah.

Pemilihan Komposisi filler metal ditentukan oleh faktor sebagai berikut:


• Kemampuan las logam induk/base metal,
• Syarat kekuatan, keuletan dan sifat mekanis lainnya,
• Corrosion resistance,
• Anodic coating untuk kesamaan warna,
• Kebutuhan sesuai aplikasi terutama untuk mencegah solidification cracking.
Berikut tabel yang dapat digunakan untuk pemilihan filler metal untuk pengelasan
Aluminium dan paduannya:

Table 1 Pemilihan logam pengisi (Standar Al Company of Amerika)

Table 2 Pemilihan logam pengisi (Standar IADS)


4. Jelaskan penyebab utama terjadinya cacat (a) porositas dan (b) hot crack
(solidification crack) pada aluminium dan paduannya dan bagaimana cara
penanggulangan kedua cacat tsb.
Jawab:
Porositas lasan terjadi selama proses pembekuan akibat terperangkapnya gas yang
terlarut. Salah satu faktor utama penyebab porositas lasan aluminium adalah adanya
gas hidrogen yang larut di leburan aluminium atau kedalam kampuh las selama
proses pengelasan berlangsung. Hal ini dapat disebabkan karena adanya pengotor
yang dapat menjadi sumber hidrogen akibat preparasi yang kurang baik dan faktor
kebersihan dari logam induk dan logam pengisi sebelum dilakukan pengelasan.
Kelarutan hidrogen pada aluminium meningkat tajam setelah mencapai temperatur
660oC ke atas (aluminium cair).
Porositas juga dapat terjadi akibat adanya gas yang terperangkap selama proses
pembekuan oleh akibat pelindung gas yang terkontaminasi oleh udara luar yang
terakumulasi di daerah leburan.

Secara metalurgi, pada proses pembekuan aluminium murni transisi cairan dan
padatan (transition liquid-solid) berlangsung sangat cepat sehingga adanya
penyusutan lubangan (shrinkage cavities) tidak dapat diisi kembali oleh aliran cairan
logam sehingga porositas terbentuk. Pada paduan aluminium juga dapat terjadi
porositas dimana penyusutan lubangan terjadi diantara cabang-cabang dendrit.
Berikut skematik sumber hidrogen penyebab terjadinya cacat porositas pada proses
pengelasan aluminium:

Berikut beberapa cara penanggulangan cacat porositas pada pengelasan aluminium


dan paduannya:

1) Logam induk dan logam pengisi harus dihindarkan dari sumber-sumber


hidrogen
2) Gas pelindung yang digunakan harus murni, tanpa kontaminasi udara luar
(humid).
3) menghilangkan oli atau gemuk (oil or grease) di permukaan material sebelum
pengelasan.
Solidification Cracking terjadi di daerah leburan (weld metal) dan tergantung dari
karakteristik pembekuan (yaitu komposisi kimiawi-nya). Contoh kasus solidification
cracking pada aluminium paduan dengan kandungan Mg < 3% seperti pada EN AW-
5052 [AlMg2.5]. Pengelasan paduan ini dilakukan dengan menggunakan logam
pengisi yang mengandung Mg tinggi, yaitu ER 5556 [AlMg5Mn], jika dipilih
elektroda yang sama dengan logam induk (ER 5052) akan menyebabkan retak
pembekuan.

Cracking terjadi ketika ketersediaan logam cair lasan tidak mencukupi untuk mengisi
rongga antar logam lasan yang membeku yang terbentuk akibat penyusutan
(shrinkage strain).
Penyebab utama dari solidifation cracking adalah bahwa weld bead di tahap akhir
pembekuan tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan gaya tarik
kontraksi/srinkage yang dihasilkan saat pembekuan weld pool sehingga terjadi
retakan.

5. Jelaskan proses pengelasan aluminium dan paduannya saat ini banyak digunakan
Friction Stir Welding (FSW). Jelaskan skematis gambarnya dan keuntungan serta
kerugian dari proses tsb dibandingkan dengan TIG atau GMAW.
Jawab:
Pengelasan aluminium saat ini banyak dilakukan dengan metode FSW dikarenakan
pada temperatur tinggi (diatas 100°C) kekuatan aluminium berkurang, sebagian
besar las fusi seperti TIG dan MIG ataupun GMAW memiliki heat input yang tinggi
mengakibatkan penurunan kekuatan mekanik sambungan pada daerah HAZ material
aluminium, dan untuk mengurangi tingginya suhu pengelasan maka digunakan
metode pengelasan FSW.

Friction Stir Welding (FSW) adalah suatu teknologi pegelasan yang merupakan
proses solid-state joining. Pada proses FSW, material yang dilas tidak benar-benar
mencair pada saat proses berlangsung (temperatur kerjanya tidak melewati titik lebur
benda kerja) sehingga FSW termasuk unconsumable solid-state joining process.

Dalam FSW, tool pengelasan dengan atau tanpa profil pada probe berputar dan
bergerak dengan kecepatan konstan sepanjang jalur sambungan antara dua material
yang disambung. Benda kerja harus dicekam dengan kuat pada fixture atau ragum
untuk mempertahankan posisinya akibat gaya yang terjadi pada waktu pengelasan.
Panjang dari probe harus lebih pendek daripada tebal benda kerja dan shoulder dari
tool harus bersentuhan dengan permukaan benda kerja. Gesekan panas (Frictional
Heat) pada FSW dihasilkan oleh gesekan antara probe dan juga shoulder dari
welding tool dengan material benda kerja. Panas ini bersama dengan panas yang
dihasilkan dari proses pengadukan mekanik (mechanical mixing) akan menyebabkan
material yang diaduk akan melunak tanpa melewati titik leburnya (melting point),
hal inilah yang memungkinkan tool pengelasan bisa bergerak sepanjang jalur
pengelasan. Ketika pin welding tool bergerak sepanjang jalur pengelasan, permukaan
depan pin akan memberikan gaya dorong plastis terhadap material ke arah belakang
pin sambil memberikan gaya tempa yang kuat untuk mengkonsolidasikan logam las.

Part yang akan dilas harus dicekam dengan baik dan ditempatkan di atas backing plat
sehingga beban yang diberikan pada tool dan diteruskan ke benda kerja tidak
menyebabkan bagian bawah plat yang dilas terdeformasi.

Panas yang terjadi membuat material yang ada di sekitar pin menjadi melunak dan
akibat adanya gerak rotasi dan translasi dari tool material yang ada di depan pin
bergerak ke belakang pin dan ini terjadi terus menerus selama gerak translasi
berlangsung dan menghasilkan sambungan yang diinginkan.

Kelebihan friction stir welding antara lain:


1) Sifat mekanis sambungan baik. Menghindarkan dari penurunan kekuatan
(pelunakan atau softening) akibat panas las TIG & MIG yang akan
menghilangkan pengaruh workhardening dan distribusi presipitat.
2) Terhindar dari asap beracun dan masalah-masalah lain yang dapat dijumpai pada
arc welding.
3) Distorsi atau penyusutan kecil dan bentuk las yang bagus.
4) Ramah lingkungan, konsumsi energi yang efisien bila dibandingkan dengan
metode las konvensional, tidak memakai fluks, tidak memerlukan tambahan
logam pengisi
Kelemahan friction stir welding antara lain:
1) Terdapat lubang ketika kita menarik tool dari benda kerja.
2) Penjepitan benda kerja harus kuat.
6. Jelaskan mana yang lebih baik menyambung aluminium dan paduannya dengan
menggunakan teknik Spot Welding atau dengan Ultrasonic Welding.
Jawab:
Penyambungan menggunakan Ultrasonic welding untuk material aluminium lebih
baik. Ultrasonic welding merupakan proses solid-state joining dimana
penyambungan dihasilkan menggunakan energi getaran frekuensi tinggi dan tekanan
tanpa terjadi pelelehan material yang disambung. Hal ini berarti temperatur yang
terjadi di daerah lasan dibawah melting point sehingga aluminium tidak menjadi cair.
Dengan demikian maka fenomena larutnya gas hidrogen kedalam aluminium cair
tidak terjadi. Sedangkan pada spot welding temperatur yang diberikan mencapai
melting poinnya. Namun proses ultrasonic welding membutuhkan biaya yang lebih
tinggi.

Berikut keunggulan dari ultrasonic welding:


1) Surface preparation menjadi tidak begitu kritikal
2) Tidak ada cacat yang dihasilkan dari gas dan filler bahan logam
3) Dapat menyambung dua material yang memiliki titik leleh berbeda
4) Hasil deformasi permukaan minimum
5) pengoperasian sederhana sehingga keterampilan operator cukup menengah

7. Jelaskan jenis besi tuang yang saudara ketahui dan perbedaan masing-masing dan
Jelaskan weldability dari besi tuang (cast iron) serta Jenis mana yang paling buruk
weldability-nya.
Jawab:
Jenis-jenis besi tuang

• Besi Tuang Kelabu


• Mengandung silikon sebesar 1,0-3,0%.
• Struktur mikro grafit berbentuk serpih (flakes) dikelilingi ferit atau perlit.
• Bersifat rapuh
• memiliki ketahanan aus yang baik pada material.
• banyak dimanfaatkan untuk pembuatan mesin kendaraan bermotor.
• Besi Tuang Nodular
• Mengandung magnesium sebagai pembulat grafit saat proses pembekuan.
• Struktur mikro grafit berbentuk bulat yang dikelilingi oleh ferit dan perlit • besi
tuang nodular sifatnya lebih ulet dibandingkan besi tuang kelabu
• aplikasi untuk badan pompa, roda gigi.
• Besi Tuang Putih
• Mengandung silikon kurang dari 0,1%
• Dibuat melalui proses pembekuan yang cepat
• karbon membentuk grafit bebas, sementit (Fe3C) yang sangat keras dan
dikelilingi oleh perlit.
• sementit membuat besi tuang putih memiliki ketahanan aus dan kekerasan yang
sangat tinggi tetapi rapuh dan tidak dapat dimesin.
• Aplikasinya banyak digunakan untuk roller pada mesin pengerolan.
• Besi Tuang Malleable
• Dihasilkan dari pemanasan besi tuang putih pada suhu 800o-900o C dalam
waktu cukup lama, agar sementit terdekomposisi menjadi besi dan karbon.
• Karbon yang terdekomposisi berbentuk rossette dan memiliki ketangguhan
cukup tinggi
• Aplikasi untuk roda gigi, penyambung pipa, katup

Weldability dari besi cor

- Besi cor nodular paling mudah dilas, makin rendah kuat tariknya makin
mudah dilas.
- Besi cor putih adalah jenis besi cor yang tidak dapat dilas dengan metoda
pengelasan konvensional.

8. Jelaskan mengapa unsur nikel dan tembaga umumnya dipakai untuk pengelasan besi
tuang.
Jawab:
Unsur nikel dan tembaga umumnya dipakai untuk pengelasan besi tuang karena
unsur nikel dan tembaga tidak sensitif terhadap carbon pick-up. Hal ini akan
mencegah terbentuknya logam las yang keras dan getas hasil dilusi karbon dari
logam induk.
9. Jelaskan hubungan antara morfologi grafit dan struktur mikro besi tuang dengan
kemampulasannya.
Jawab:
Bentuk serpih (flake) pada besi tuang kelabu menciptakan konsentrasi tegangan. Hal
ini dapat menurunkan plastisitas material secara drastis.

Bentuk rosette (seperti kapas) memiliki plastisitas dengan elongasi sebesar 10%.
Bentuk ini dimiliki oleh besi tuang mampu tempa yang terbentuk dengan presipitasi
dan aglomerisasi grafit dari besi tuang putih (sementit).

Bentuk grafit yang memberikan nilai plastisitas yang paling baik, juga mampu las
yang paling baik adalah bentuk spheroid seperti yang dijumpai pada besi tuang ulet
karena konsentrasi tegangan yang dihasilkan minimal.

Kandungan karbon pada besi tuang dalam bentuk grafit mempengaruhi


kemampulasannya. Semakin tinggi, maka semakin sulit dilakukan pengelasan
(weldability-nya rendah/buruk). Sebaliknya, semakin rendah maka weldability
semakin baik.

10. Jelaskan bagaimana cara menentukan besarnya preheating & post heating pada
pengelasan besi tuang.
Jawab:

Siklus termal pada pengelasan besi cor menghasilkan struktur mikro yang tidak
diinginkan seperti terbentuknya karbida pada logam las dan martensit karbon
tinggi pada HAZ. Oleh sebab itu, Preheat sebaiknya terhadap seluruh komponen
yang akan dilas, merupakan prosedur yang disarankan dalam mengelas besi cor
bertujuan untuk menurunkan laju pendinginan sehingga kemungkinan retak pada
HAZ dapat dihindari.

Contoh temperatur pre-heating pada besi tuang seperti tabel 3 dibawah ini :

Temperatur pre-heating besi tuang

Anda mungkin juga menyukai