Anda di halaman 1dari 8

Alfan Setya Budi F24180014

Feri Eka Abdurahman F24180046


Faizal F24180120
9a. Teknologi Saus dan Sambal dalam Kemasan
1. Jelasakan persamaan dan perbedaan antara sambal dan saus ??

Saus cabai menurut SNI 01-2976-2006 (BSN 2006) adalah saus yang
diperoleh dari pengolahan bahan utama cabai (Capsicum annum) yang telah matang
dan bermutu baik, yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Saus
cabai merupakan olahan cabai yang berwujud seperti pasta kental dan halus. Saus
tomat menurut SNI 01-3546-2004 (BSN 2004) adalah produk yang dihasilkan dari
campuran bubur tomat atau pasta tomat atau padatan tomat yang diperoleh dari tomat
yang dimasak, yang diolah dengan bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan
bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Saus berfungsi
sebagai campuran bumbu, penambah citarasa dan selera pada makanan serta sebagai
pelengkap hidangan seperti bakso, mie ayam dan lainnya. Bahan tambahan dalam
saus antara lain bawang putih, tepung maizena, gula, dan garam serta tomat untuk
saus cabai (Imran 2018).
Sambal adalah produk olahan dari cabai (Capsicum sp) yang dilumatkan dan
ditambahkan bahan tambahan lainnya. Sambal memiliki rasa pedas dan berfungsi
sebagai pelengkap dalam menyantap makanan (Nursari et al. 2016). Sambal dikenal
sebagai penggugah dan penambah selera makan. Sambal cabai biasanya dibuat
dengan penambahan bahan lain seperti garam, gula, terasi, tomat, bawang dan lainnya
(Hasibuan dan Meilano 2018). Pengental dan penstabil seperti CMC (carboxy methyl
cellulose) adalah bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya sistem
dispersi yang homogen pada produk. Bahan ini biasanya ditambahkan pada makanan
yang mengandung air dan minyak seperti saus dan sambal (Widawati dan Efrianti
2015).
Persamaan saus cabai dan sambal adalah penggunaan cabai sebagai bahan
utama yang memberikan rasa pedas dan warna merah karena cabai mengandung
oleoresin yang menimbulkan rasa pedas, warna merah dan cita rasa khas. Rasa pedas
dipengaruhi kandungan capsaicin cabai dan warna merah berasal dari pigmen
karotenoid (Indrawati et al. 2018), keduanya berfungsi untuk campuran bumbu,
penambah selera makan serta pelengkap hidangan seperti bakso, mie ayam dan
lainnya dan keduanya juga dapat ditambahkan bahan lainnya seperti bawang yang
memberikan aroma dan cita rasa gurih karena kandungan minyak atsiri, garam
memberi rasa asin dan penguat rasa, gula memberikan rasa manis pada sambal dan
saus, penyedap rasa, tomat, pengental dan penstabil. Proses pengolahan saus dan
sambal terdapat proses penggilingan cabai atau bumbu dengan blender namun
perbedaan terdapat pada hasil penggilingan jika saus umumnya bertekstur sangat
halus karena setelah proses penggilingan biasanya dilakukan penyaringan, sedangkan
sambal umumnya lebih disukai hasilnya jika masih terdapat potongan cabai/bertekstur
kasar dan bisa juga proses penggilingan pada sambal diganti dengan pengulekan
dengan menggunakan cobek untuk skala rumah tangga (Wandestri et al. 2016).
Perbedaan proses lainnya yaitu sambal yang memiliki Aw rendah biasanya diproses
Alfan Setya Budi F24180014
Feri Eka Abdurahman F24180046
Faizal F24180120
dengan penumisan dengan menggunakan minyak goreng hingga kadar Aw < 0,85
(Hasibuan dan Meilano 2018), sedangkan saus proses pemasakannya tidak
menggunakan minyak dan dilakukan pada suhu 90-100 °C selama 10 menit untuk
mempertahankan warna dan nilai gizi saus (Wandestri et al. 2016). Hal ini juga yang
membuat Aw dari produk sambal rendah (Aw < 0,85) sedangkan saus memiliki
kadar Aw dan kadar air yang tinggi (Aw > 0,85 dan kadar air 77-82%) (Fitriani et
al. 2021).
Menurut SNI 01-2976-2006 (BSN 2006) pH maksimal pada produk saus
adalah 4. Menurut penelitian Fitriani et al. (2021) pH saus sambal kweni berkisar
3,66-4,68 dan menurut penelitian Mansyur dan Hajriani (2020) sambal ikan teri
memiliki pH 5,80- 6,17. Sambal dan saus dapat memiliki pH yang rendah (<4,5)
dengan penambahan asam sitrat atau asam cuka. Semakin tinggi konsentrasi asam
yang ditambahkan maka akan semakin rendah pH saus dan sambal tersebut (Fitriani et
al. 2021). Saus dan sambal juga dapat ditambahkan pengawet berupa natrium
benzoat dengan batas maksimal dalam bentuk asam benzoat 1 g/kg atau 0,1%. Asam
benzoat sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan
pada pH yang rendah. Bentuk pengawet natrium benzoat lebih banyak digunakan
karena lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat (Widawati dan Efrianti
2015).
Produk saus cabai dan sambal memiliki warna merah yang berasal dari
karotenoid dalam cabai dan bahan lainnya dapat mempengaruhi warna akhir produk
seperti penambahan wortel akan memberikan warna oranye kemerahan (Usman et al.
2019). Sementara warna saus tomat berwarna merah bata berasal dari karotenoid
dalam tomat (Wandestri et al. 2016). Rasa saus cabai dan sambal memiliki rasa
dominan pedas yang berasal dari cabai namun umumnya sambal memiliki rasa
yang lebih pedas daripada saus cabai (Nursari et al. 2016). Rasa saus tomat agak
manis berasal dari tomat, beraroma khas tomat dengan tekstur yang halus (Wandestri
et al. 2016). Produk saus dan sambal beraroma khas cabai namun sambal
umumnya memiliki intensitas aroma cabai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
saus cabai dan sambal juga dapat memiliki aroma lain seperti aroma terasi atau buah
seperti mangga. Tektur sambal umumnya kasar atau masih terdapat potongan-
potongan cabai sedangkan saus teksturnya lebih halus dan kental dibandingkan
dengan sambal (Nursari et al. 2016).
Alfan Setya Budi F24180014
Feri Eka Abdurahman F24180046
Faizal F24180120
2. Tuliskan faktor-faktor kritis dalam pembuatan sambal dengan Aw rendah ??

Cabe rawit merah dan cabe


besar merah

Trimming
Bawang putih, tomat

Pencucian

Trimming Blansir 3-5 menit, 75°C

Pencucian Penumisan hingga layu

Blender

Goreng bawang merah ½ matang


api kecil (minyak banyak)

Masukkan hasil blender,gula


merah,terasi,garam

Penumisan sambal sampai sangat


matang (kadar air rendah)

Matikan kompor

Masukkan ke wadah/kemasan
tertutup dalam kondisi masih panas

Bolak balik wadah

Penyimpanan di refrigator
Alfan Setya Budi F24180014
Feri Eka Abdurahman F24180046
Faizal F24180120
Gambar 1 Prosedur pembuatan sambal aw rendah

Faktor-faktor kritis :

Pemilihan bahan baku terutama cabe rawit dan cabe besar berpengaruh terhadap
produk yang akan dihasilkan, diperlukan proses yang selektif agar didapat cabe yang
segar,matang, dan tidak busuk. Cabe minimal memiliki tingkat kematangan diatas 60%, jika
menggunakan cabe dengan tingkat kematangan dibawah itu menyebabkan sambal yang
dihasilkan berwarna coklat (Imran 2018). Pembersihan memiliki fungsi untuk
menghilangkan kotoran maupun kontaminan lain sehingga bahan baku bersih dan kandungan
bakterinya turun. Proses blansir harus dilakukan secukupnya, yakni selama 3-5 menit dengan
suhu 75°C agar enzim pencoklatan diinaktivasi dan mengurangi jumlah bakteri (Antu et al.
2016). Proses penumisan berfungsi untuk menurunkan kadar aw dari sambal serta
memusnahkan mikroba. Aw yang rendah ini akan membuat sambal awet, karena aw rendah
akan menghambat pertumbuhan dari mikroba (Sakti et al. 2016). Maka dari itu, semakin
lama proses penumisan maka kadar aw dari sambal akan semakin rendah. Gula dan garam
ditambahkan dalam proses ini selain untuk menambahkan citarasa dari produk juga memiliki
fungsi sebagai pengawet dari produk. Gula yang ditambahkan ini akan menghidrasi air
sehingga aw produk akan berkurang sedangkan garam bersifat higroskopis sehingga mampu
menyerap air (Hilda et al. 2015).
Penambahan terasi berfungsi sebagai penyedap rasa pada sambal, sehingga
komposisinya harus pas, tidak lebih dan tidak kurang. Setelah proses pengangkatan sambal
dan minyak, kondisinya masih panas, maka langsung masukkan ke wadah/kemasan misal
gelas, proses ini harus hati hati dan bahan yang kontak (wadah dan sendok) tidak boleh
mengandung air agar tidak terjadi proses oksidasi terhadap minyak. Minyak dimasukkan
cukup banyak kedalam wadah karena mempunyai manfaat agar menjadi barrier/penghalang
pertumbuhan mikroba serta agar komponen volatil dari sambal tidak keluar. Setelah
dimasukkan ke wadah maka dibalik agar bagian atas terkena panas dari sambal dan mikroba
yang mungkin ada di pinggiran wadah dapat dimusnahkan (Yuswita 2014). Keberadaan dari
air merupakan faktor yang kritis karena dapat menyebabkan oksidasi pada minyak dan
penurunan dari umur simpan sambal, sehingga ketika ditutup kondisi didalam wadah harus
dipastikan benar-benar hermetis. Penyimpanan pada lemari pendingin/refrigator akan
memperpanjang umur simpan dari sambal karena suhu rendah akan memperlambat
pertumbuhan dari mikroba yang mungkin muncul setelah pertama kali sambal dibuka untuk
diambil dan dikembalikan lagi ke refrigator (Najmiyanti dan Akhadi 2012).

3. Tuliskan faktor-faktor kritis dalam pembuatan saus dengan Aw tinggi ??

Pembuatan saus tomat menggunakan metode Sunarmani (2019) yang telah dimofidikasi:
 Bahan
1. Tomat 1,5 kg
2. Pepaya 0,75 kg
3. Bawang putih 0,1kg
4. Garam 70 gram
Alfan Setya Budi F24180014
Feri Eka Abdurahman F24180046
Faizal F24180120
5. Gula 60 gram
6. Pengatur keasamaan (asam asetat/asam cuka) 40mL

 Proses pembuatan produk.

1,5 kg tomat 0,75 kg pepaya

Pencucian Pengupasan
dan pencucian

Pelunakan dengan uap


panas (suhu 85-90°C, Penghancuran dengan
selama 10 menit) menggunakan pulper
selama 8 menit.

Penghancuran dengan
menggunakan pulper Bubur pepaya
selama 8 menit.

Penyaringan

Bawang putih,
Pencampuran
gula, garam

Asam asetat Pemasakan (suhu 95-


hinga pH 4-4,5 100°C, selama 15
menit)

Botol yang telah Pengisian pada


disterilisasi kemasan (Suhu 85°C),
penutupan dan
pembalikan botol

Saus tomat dalam kemasan


Alfan Setya Budi F24180014
Feri Eka Abdurahman F24180046
Faizal F24180120
Gambar 2 Prosedur pembuatan saus tomat aw tinggi

Faktor-faktor kritis.

Menurut Dewayani (2008), Spesifikasi saus tomat untuk industri yaitu warna merah,
aroma dan rasa normal, total asam 1,8-2,2%, pH 3,8-4,4 dan kekentalan 28-30 °Brix.
Kematangan tomat, tomat yang baik yaitu tomat dengan kematangan 80-90% (Surnami
2019). Tomat yang terlalu muda akan menyebabkan warna merah yang terbentuk pada
saus kurang baik, sedangkan tomat yang metang sempurna mempunyai kandungan asam
yang rendah. Jumlah pepaya ditambahkan sebagai pengisi, Semakin banyak pepaya
yang ditambahkan maka viskositas saus yang dihasilkan akan semakin rendah.
Berdasarkan Surnami (2019), Total padatan terlarut dapat dipengaruhi oleh komponen
pektin dalam pepaya. Pepaya yang masih mengkal (kematangan 80-90%) mengandung
senyawa pektin dalam bentuk protopektin yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah
yang sudah matang. Semakin matang suatu buah akan terjadi hidrolisis protopektin tidak
larut dalam air menjadi pektin larut dalam air oleh enzim pektinase. Tekstur saus tomat
yang dikehendaki yaitu tidak telalu kental dan tidak terlalu encer. Berdasarkan uji
organoleptik yang dilakukan Surnami (2019), konsumen dapat menerima tekstur pasta
tomat dengan penambahan buah pepaya sampai dengan komposisi tomat: pepaya
sebanyak 1:1 (penambahan pepaya sebanyak 100% dari total bahan baku
tomat).Pengaturan keasamaan (pH < 4,5 ), Pembentukan gel oleh pektin dipengaruhi
oleh nilai pH pada bahan baku. Pada kondisi asam tinggi (pH rendah) pektin dapat
membentuk gel sehingga dapat meningkatkan kestabilannya. Selain itu, Nilai pH yang
tinggi (basa) tidak diharapkan karena dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme
termofilik yang berbahaya bagi kesehatan dan pada suasana basa (pH tinggi), enzim metil
esterase dapat memecah pektin sehingga kekentalan dan konsistensi dari produk akan
turun dan tidak stabil.
Pemasakan, pemanasan yang lama dapat menurunkan total asam pada saus tomat.
Total asam mengalami penurunan karena pemanasan dapat menyebabkan rusaknya asam-
asam yang terdapat di dalam tomat (Rakhmawati 2015). Selain itu, pigmen likopen yang
memberikan warna merah pada tomat akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan
karena likopen terdegradasi akibat proses oksidasi pada saat pemanasan yang
menyebabkan struktur likopen tidak stabil (Thalib 2019).Pengisian (Hot filling),
Pengisian harus dilakukan dalam keadaan suhu yang manis panas yaitu diatas 85°C
kedalam wadah yang sudah steril dan dilakukan pembalikan wadah sehingga semua
permukaan dalam wadah dapat kontak dengan panas sehingga mencegah terjadi
rekontaminasi mikroba. Berdasarkan Hariyadi (2020), parameter kritis untuk teknologi hot
filling adalah suhu pada saat pengisian dan penutupan wadah (Tfilling), suhu (Thold), dan
waktu (thold) pada penahanan wadah dalam kondisi rebah atau terbalik (t). Semakin tinggi
suhu (baik Tfill maupun Thold) dan waktu (thold) akan semakin baik.
Alfan Setya Budi F24180014
Feri Eka Abdurahman F24180046
Faizal F24180120
Daftar Pustaka
Antu MY, Hasbullah R, Ahmad U. 2016. Dosis blansir untuk memperpanjang umur simpan
daging buah kelapa kopyor. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 13(2): 92-99.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia 01-3546-2004
tentang Saus tomat. Jakarta(ID): BSN
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia 01-2976-2006
tentang Saus cabe. Jakarta(ID): BSN
Dewayani W, Darmawidah A. 2008. Peningkatan mutu dan daya simpan pasta tomat dengan
cara blansing. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 11(3):
230-237.
Fitriani V, Ayuningtyas H, Mareta DT, Permana L, Wahyuningtyas A. 2021. Karakterisasi
fisik, kimia dan sensoris saus sambal mangga kweni (Mangifera odorata Griff)
dengan variasi konsentrasi asam sitrat dan durasi sterilisasi. Journal of Science and
Applicative Technology. 5(1): 158-162.
Hariyadi P. 2020. Teknologi isi panas efektif untuk produk minuman. Food Review
Indonesia. 15(2):56-59.
Hasibuan HA, Meilano R. 2018. Penggunaan minyak sawit merah dalam pembuatan sambal
cabai merah tumis. Jurnal Teknologi Pertanian. 19(2): 95-106.
Hilda FG, Kaseke, Makalalag A. 2015. Pengaruh penambahan gula terhadap lama
penyimpanan kelapa muda dalam sirup. Jurnal Penelitian Teknologi Industri. 7(1):
11-19.
Imran NW. 2018. Pengaruh penyimpanan terhadap mutu saus berbahan dasar cabai merah
(Capsicum annum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutences L.) yang difermentasi
[skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Indrawati S, Lahming, Sukainah A. 2018. Analisis sifat fisiko kimia saus cabai fortifikasi
labu siam dan labu kuning. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. 4(S113-S123).
Mansyur MH, Hajriani SAR. 2020. Analisis fisikokimia sambal ikan teri (Stelephorus sp).
Gorontalo Agriculture Technology Journal. 3(2): 81-86.
Najmiyanti E, Akhadi DH. 2012. Viabilitas dan kinerja konsorsium mikroba pendegradasi
hidrokarbon setelah penyimpanan dalam pendingin dan penyimpanan beku. Jurnal
Ecolab. 6(2): 61-104.
Nursari, Karimuna L, Tamrin. 2016. Pengaruh pH dan suhu pasteurisasi terhadap
karakteristik kimia, organoleptik dan daya simpan sambal. Jurnal Sains dan
Teknologi Pangan. 1(2): 151-158.
Rakhmawati R. (2015). Pengaruh Proporsi Buah: Air dan Lama Pemanasan Terhadap
Aktivitas Antioksidan Sari Buah Kedondong (Spondias dulcis). Jurnal Pangan Dan
Agroindustri. 3(4):1682–1693.
Sakti H, Lestari S, Supriadi A. 2016. Perubahan mutu ikan gabus (Channa striata) asap
selama penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. 5(1): 11-18.
Sunarmani, Sasmitaloka KS. 2019. Pepaya sebagai bahan pengisi pada produksi pasta tomat.
Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 8(1):67-78.
Thalib M. 2019. Pengaruh penambahan bahan tambahan pangan dalam pengolahan sayur-
sayuran menjadi produk saus tomat . Jurnal Penelitian Dan Pengembangan
Agrokompleks. 2(1): 78–85
Usman NB, Herawati N, Fitriani S. 2019. Mutu saus dengan bahan dasar tomat, wortel dan
minyak sawit merah. Jurnal Teknologi Pangan. 13(2): 1-11.
Alfan Setya Budi F24180014
Feri Eka Abdurahman F24180046
Faizal F24180120
Wandestri, Hamzah F, Harun N. 2016. Penambahan beberapa konsentrasi xanthan gum
terhadap mutu saos tomat (Solanum lycopersicum Lin.,). Jom Faperta. 3(1): 1-9.
Widawati L, Efrianti S. 2015. Preferensi panelis dan efektifitas penggunaan bahan penstabil
terhadap mutu sambal hijau tempoyak. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 4(1): 42-
47.
Yuswita E. 2014. Optimasi proses termal untuk membunuh Clostridium botulinum. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. 3(3): 5-6.

Anda mungkin juga menyukai