Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/282855095

Etika Bisnis Berdasarkan Pandangan Alkitab

Research · October 2015


DOI: 10.13140/RG.2.1.2883.6569

CITATIONS READS

0 15,756

1 author:

Queency Christie Wauran


Sekolah Tinggi Filsafat Jaffray Makassar Indonesia
18 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Thesis View project

Khotbah Narasi View project

All content following this page was uploaded by Queency Christie Wauran on 15 October 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


“Etika Bisnis”

Oleh: Queency Christie Wauran

Pendahuluan

Allah menciptakan segala materi dan makhluk yang ada di dunia ini (Kej. 1:1-

31).Sebagian besar materi ciptaan tersebut bisa menjadi materi bisnis.Manusia tercipta sebagai

“makhluk sosial” yang terkait dengan masalah ekonomi untuk hidup.Dalam arti bahwa manusia

harus berjuang untuk “kehidupannya” melalui bidang pertanian maupun perdagangan. Akibat

dosa maka manusia akan banyak menghadapi tantangan dalam mencari makanan dan rezeki atau

berbisnis, terjadinya persaingan jutaan manusia di suatu daerah (Kej. 3:17-19). Karena itulah

perlu ada norma untuk menata dan mengatur perekonomian untuk kesejahteraan manusia

bersama.1Di sinilah peran etika bisnis Kristen.

Di samping itu juga orang Kristen seringkali menemukan pertentangan ketika

menerapkan prinsip-prinsip Alkitabiah dalam menjalankan bisnisnya.Karena tujuan daripada

bisnis adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya.Juga ada anggapan bahwa “bisnis itu kotor”

bukanlah untuk orang-orang jujur, saleh dan bermoral, sehingga orang percaya tidak boleh

terlibat di dalamnya.Untuk itulah muncul pertanyaan sejauh mana keterlibatan orang Kristen

dalam praktik bisnis dan bagaimana seharusnya bisnis yang alkitabiah.Melihat dari hal tersebut,

bisnis merupakan hal yang kompleks karena terkait dengan banyak bidang kehidupan manusia

dan karenanya perlu dipikirkan dengan baik. Oleh karena itu makalah ini akan menguraikan

secara umum tentang etika bisnis berdasarkan etika Kristen.

1
Karel Sosiopater, Etika Bisnis (Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2013), 1.
PengertianEtika Bisnis

Etika berasal dari kata Yunani yaitu ethos artinya kebiasaan, adat.Juga berarti kesusilaan,

perasaan batin, atau kecenderungan hati dengan mana seseorang melaksanakan sesuatu

perbuatan.2Etika berhubungan erat dengan kelakuan manusia dan cara manusia melakukan

perbuatannya. Itu menunjuk pada dua hal yakni positif dan negatif.Oleh sebab itu tugas etika

adalah menyelidiki, mengontrol perbuatan-perbuatan, mengoreksi, dan membimbing serta

mengarahkan tindakan yang seharusnya dilakukan agar dapat memperbaiki tindakan atau

perbuatannya.3

Istilah bisnis berarti usaha dagang.Bisnis merupakan hubungan antar manusia, yang

saling “membutuhkan” pada posisi yang berbeda, seperti penjual dan pembeli.Dengan adanya

kegiatan bisnis maka kebutuhannya saling terpenuhi.4

Keberadaan etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika pribadi dan etika sosial pada

diri seseorang.Etika bisnis tergolong dalam etika normatif, dan merupakan bentuk etika

terapan.William Shaw sebagaimana dikutip oleh Karel Sosiopater menuliskan pengertian etika

bisnis adalah suatu ilmu untuk mengetahui baik dan buruk, benar atau salah, dari perilaku

manusia dalam konteks bisnis.5

Etika Bisnis Kristen

Alexander Hill mendefinisikan etika Kristen sebagai aplikasi dari nilai-nilai kristiani

terhadap proses pengambilan keputusan.6 Sebagaimana etika umum mengacu kepada nilai dan

norma dalam masyarakat, maka sebaliknya etika Kristen mengacu kepada kebenaran prinsip-

prinsip firman Tuhan yang berlaku secara universal dan tidak pernah berubah. Etika bisnis
2
J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 1.
3
R. M. Drie Brotosudarmo, Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi (Yogyakarta: ANDI, 2010), 5.
4
Karel Sosiopater, Etika Bisnis (Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2013), 32.
5
Ibid., 37.
6
Alexander Hill, Bisnis yang Benar (Bandung: Kalam Hidup, 2001), 10.

1
Kristen merupakan usaha untuk menjelaskan dan menemukan kebenaran-kebenaran Ilahi yang

terkait dengan ekonomi dan bisnis serta perilaku di dalamnya.Kepantasan dan ketidakpantasan

dalam berbisnis serta perilaku pelaku bisnis merupakan hal yang harus ditemukan dalam etika

bisnis Kristen. Sebagaimana etika Kristen sendiri berkaitan dengan apa yang dikehendaki Allah

untuk dilakukan manusia yang diciptakan segambar dengan-Nya. Maka prinsip-prinsip

Alkitabiah harus diterapkan dalam menjalankan bisnis tersebut.

Pandangan Gereja Terhadap Bisnis

Pandangan gereja terhadap bisnis berbeda-beda.Namun dapat dikatakan bahwa

pandangan gereja terhadap bisnis ini mengalami perkembangan ditiap masanya sebagaimana

teologijuga berkembang. Jadi, dengan melihat sejarah gereja maka kita akan mengerti bagaimana

proses perkembangan pandagan gereja tentang bisnis.

Sejarah mencatat dunia Yunani tidak mempunyai konsep tentang “panggilan” (vocation)

dan menganggap bekerja adalah sebagai kutukan. Pola pikir ini sangat mempengaruhi pandangan

gereja mula-mula yang disebut zaman patriatistik, sehingga sebagian besar bapa-bapa gereja

mula-mula (kecuali Clement dari Alexandria) menerapkan pendekatan “atas dan bawah” dalam

kehidupan. Berada dalam urutan tertinggi adalah rohaniawan yang tidak melakukan pekerjaan

biasa di dunia.Secara universal, bidang bisnis biasanya menempati urutan kedua atau bahkan

ketiga.7

Sebenarnya ini berawal dari sikap Perjanjian Baru sendiri yang memang sama sekali

tidak menaruh kepedulian serius terhadap baik dunia bisnis maupun dunia politik. Mereka

memahami diri sebagai “ciptaan baru” dari “dunia baru” yang sedang dan akan didatangkan oleh

Allah sendiri. Maka dunia yang ada sekarang ini adalah dunia yang kotor, korup, dan

7
James Widodo, Etika Bisnis Kristen, Diakses 22 Desember 2013, http://jameswidodo-
heart.blogspot.com/2009/10/etika-bisnis-kristen.html?m=1

2
akanberakhir pada penghukuman Allah. Sehingga satu-satunya kepedulian mereka adalah

bagaimana bertahan, agar di dunia yang kotor dan korup ini mereka tetap bersih. Cukuplah jika

mereka bekerja dengan tekun, rajin, dan jujur untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-

hari (bnd. 2 Tes 3:6-12; Kol.3:22-25; Ef.6:5-9).8

Sikap inilah yang pertahankan oleh gereja mula-mula bahkan kadang-kadang dalam

bentuk yang jauh lebih ekstrem lagi.Pada umumnya uang dan materi ditolak, hak milik pribadi

dianggap dosa, dan hidup miskin dianjurkan.Hidup yang ideal adalah hidup biara.9

Pada abad ke-15, keadaan berubah agak fundamental.Masyarakat membuat struktur yang

ditandai dengan hierarki yang rumit dan berlapis.Etika Kristen pada masa itu cenderung ingin

mengatur segala sesuatu sampai hal kecil.Pada waktu ini gereja mengeluarkan doktrin yang

mengatur mengenai masalah harga dan upah dengan maksud untuk keadilan.Namun akhirnya

ekonomi adalah ekonomi. Bagaimanapun gereja mau mengaturnya, ia mempunyai mekanisme

sendiri. Ekonomi berkembang terutama karena berkembangnya sektor perdagangan, keuangan

dan industri dan pemikiran gereja semakin tertinggal.

Pada abad 16, hanya para rohaniawan yang dianggap menerima panggilan sedangkan

orang percaya lainnya dianggap tidak mempunyai panggilan.Pandangan ini mulai berubah ketika

Martin Luther dan diikuti John Calvin dan kaum Puritan mengungkapkan bahwa “kita tidak

memilih, kita dipanggil, dan kita semua dipanggil”.10Bahwa Allah tidak hanya memanggil orang

untuk mejadi imam atau guru atau pesuruh, tetapi juga menjadi pedagang dan pengusaha. Juga

doktrin”imamat am orang percaya”. Dengan doktrin ini meruntuhkan tembok pemisah antara

imam dan awam.Menjadi pedagang tidak lebih rendah daripada menjadi imam.Bekerja di dunia

8
Eka Darmaputera, Etika Sederhana Untuk Semua Bisnis, Ekonomi, dan Penatalayanan (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009), 2.
9
Ibid.
10
Paul Stevens, God’s Business: Memaknai Bisnis Secara Kristiani, (Jakarta: BPK, 2008), 55-64.

3
usaha tidak lebih hina daripada dilingkungan gereja.Marthin Luther mengatakan bahwa seluruh

dunia ini adalah biara kita.Seluruh karya manusia adalah ibadah.Dengan itulah dunia dan

kegiatan bisnis mempunyai tempat dan makna secara teologis.11Pandangan para reformator

benar-benar menjadi dasar bagi bisnis yang dilakukan oleh orang percaya dan membongkar

pandangan umum yang selama ini salah kaprah karena “panggilan telah disekulerkan di dunia

dan disakralkan di gereja.

Walaupun konsep bekerja telah dikembalikan ke posisinya semula melalui para

reformator, dewasa ini masih ada gereja yang berpandangan mendua tentang bisnis yang

dikelompokkan ke dalam lima macam sikap gereja:

a. Bukan urusan – ekonomi adalah urusan duniawi, gereja tidak sepatutnya mengurusi

masalah perekonomian.

b. Krisis/Anti – berbeda dengan yang pertama, pandangan ini tidak anti-ekonomi melainkan

anti-kapitalisme serta menekankan social gospel.

c. Mengatur – agak jarang di Indonesia, gereja mengatur perekonomian jemaatnya,

menerapkan pajak untuk gereja dan tidak jarang praktek-praktek yang menggambarkan

bahwa tak bedanya sebuah perusahaan.

d. Kolaborasi – pada prinsipnya bahwa gereja dan ekonomi saling mendukung. Seperti yang

ditemukan secara tidak disengaja oleh Max Weber (sosiolog Jerman), tentang pengaruh

etika protestan (Calvinisme) terhadap kemajuan ekonomi dibeberapa negara Eropa Barat

bagian utara.

11
Eka Darmaputera, Etika Sederhana Untuk Semua Bisnis, Ekonomi, dan Penatalayanan (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009), 4.

4
e. Alternatif – reaksi dari sistem perekonomian kapitalis yang terlalu membuka kesempatan

individu untuk meraih kesuksesan tanpa memperdulikan pihak lain, pandangan ini

berupaya membuat alternatif lain dalam dunia ekonomi.12

Pada gereja-gereja masa kini, meyakini bahwa melakukan bisnis adalah panggilan dari

Allah dan sama nilainya dengan panggilan yang lain. Namun, yang menjadi pemikiran pada saat

ini adalah bagaimana melakukan bisnis yang benar yang sesuai dengan standar Alkitab.

Dasar Alkitab Dan Etika Kristen Dalam Berbisnis

Perlu diperhatikan bahwa Alkitab sendiri memberikan dasar dalam berbisnis.Adalah

kehendak Allah bagi manusia untuk bekerja, baik sebelum kejatuhan (Kejadian 1:28), maupun

sesudah kejatuhan manusia (Kejadian 3:17-19).Sebelum kejatuhan, pekerjaan adalah suatu

anugerah dan panggilan dari Allah sendiri.Sesudah kejatuhan, pekerjaan tetap merupakan

anugerah dan panggilan, namun sekarang akibat dosa maka pekerjaan itu dilakukan dengan

penuh persaingan.Di dalam Perjanjian Baru, Paulus menasihatkan jemaat bahwa hendaklah

bekerja.Ia juga memperingatkan bahwa, “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan”

(II Tesalonika 3:10b).13Jadi berkerja merupakan anugerah dan panggilan bagi orang

Kristen.Itulah sebabnya seorang Kristen harus bekerja bahkan bekerja dengan giat dan keras.

Maka yang menjadi dasar etika Kristen untuk bisnis adalah hukum “kasih” (Mat. 22:37-

39).14Berbisnis dimaksudkan untuk mengasihi Tuhan Allah.Artinya, sebagai ciptaan yang

diciptakan segambar dengan Allah, bekerja atau berbisnis mempunyai makna ilahi tetapi kita

sedang melayani Allah.Berbisnis dimaksudkan untuk mengasihi diri sendiri.Artinya, Allah

menghendaki kita menjadi produktif, rajin bekerja dan mandiri terhadap kebutuhan pokok sendiri
12
James Widodo, Etika Bisnis Kristen, Diakses 22 Desember 2014, http://jameswidodo-
heart.blogspot.com/2009/10/etika-bisnis-kristen.html?m=1
13
Daniel Ronda, Bisnis dalam Pandangan Alkitab. Diakses 20 Desember 2014,
http://danielronda.blogspot.com/2008/04/bisnis-dalam-pandangan-alkitab.html.
14
Karel Sosiopater, Etika Bisnis (Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2013), 70-76.

5
dan bukannya malas (2 Tes. 3:10).Dan berbisnis dimaksudkan untuk mengasihi sesama

manusia.Artinya, mengasihi pekerjanya, mengasihi rekan kerjanya, dan mengasihi konsumen

atau pelanggannya.

Prinsip-Prinsip Etika Kristen Dalam Berbisnis

Penting dalam kehidupan orang percaya untuk memegang sola scriptura dengan teguh

dalam setiap bidang kehidupannya.Eka Darmaputera menjelaskan lima pokok/prinsip yang dapat

digali dari iman Kristen untuk menilai dan melakukan bisnis yang alkitabiah berdasarkan firman

Allah, yaitu:15

Pertama, Allah Pencipta segala sesuatu

Iman, norma tingkah laku, dan Alkitab orang Kristen berawal dengan pengakuan bahwa

Allah adalah pencipta segala sesuatu (Kej. 1 & 2). Pengakuan ini berarti bahwa Allah adalah

sumber, penguasa, dan pemilik satu-satunya dari segala sesuatunya maka tidak ada satu hal pun

dalam kehidupan manusia yang terlepas dari-Nya.

Oleh karena itu, bisnis bukan merupakan tujuan akhir.Ekonomi dan bisnis adalah salah

satu fungsi di dalam kehidupan untuk melayani dan mewujudkan kehendak serta rencana

penciptaan Allah yaitu untuk kemuliaan Allah dan kesejahteraan seluruh ciptaan-Nya.Jadi, laba,

penumpukan dan pengembangan modal, sukses material dan sebagainya tidak boleh menjadi

tujuan akhir. Uang dan materi tidak untuk diperlakukan sebagai tuan apalagi Tuhan melainkan

sebagai alat dan pelayan bagi tujuan yang agung.

Tanggung jawab terakhir para pelaku bisnis bukanlah kepada pemilik saham melainkan

kepada Allah.Dan bertanggungjawab kepada Allah berarti bertanggungjawab atas kesejahteraan

15
Eka Darmaputera, Etika Sederhana Untuk Semua Bisnis, Ekonomi, dan Penatalayanan (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009), 11-18.

6
penuh setiap dan seluruh ciptaan-Nya termasuk para pekerja, para pelanggan, para easing,

bahkan seluruh masyarakat dan lingkungan hidup.

Kedua, Semua ciptaan Allah adalah baik

Bukan hanya segala sesuatu diciptakan oleh Allah, Ia juga menekankan bahwa segala

sesuatu yang diciptakan-Nya adalah baik (Kej. 1:4, 10, 12, 17, 24, 31). Baik di sini tidak hanya

mempunyai arti estesis, namun juga berarti fungsional, artinya mempunyai segala potensi untuk

mewujudkan “yang baik” yang dikehendaki Allah melalui karya penciptaan-Nya.

Oleh karena itu, secara tegas ditolak anggapan bahwa “bisnis itu kotor” atau bahwa uang

dan materi itu jahat.Keyakinan inilah yang membuat bisnis itu benar-benar kotor.Pada dirinya,

bisnis itu tidak kotor.Ia punya segala potensi untuk melayani tujuan ilahi yang luas dan agung.

Dan masyarakat mempunyai tanggungjawab dan sagat berkepentingan untuk mendorong,

menghargai serta memberi keluasan yang cukup agar dunia bisnis dapat memperkembangkan

dan mewujudkan potensi serta fungsinya sebaik-baiknya.

Ketiga, Manusia adalah gambar Allah

Manusia diciptakan sebagai “gambar Allah” atau “citra Allah” atau “imago dei”

(Kej.1:27). Yang artinya, sebagai citra Allah, manusia mempunyai harkat dan martabat yang

terhormat. Sebagai citra Allah, manusia adalah individu yang memperoleh individualitasnya

yang penuh di dalam keterhubungannya dengan yang lain: dengan Allah, sesame, alam, di

samping dengan dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk individual yang relasional.

Oleh karena itu, dalam sektor kehidupan manapun, termasuk bisnis, kedua dimensi ini

harus terpelihara dengan baik dan seimbang.Pimpinan tidak boleh bertindak dan diperlakukan

sebagai “allah”. Juga orang lain baik pekerja, pelanggan, pesaing, masyarakat seluruhnya tidak

boleh diperlakukan sebagai objek atau lahan untuk menghasilkan keuntungan semata. Tujuan

7
mengejar laba tidaklah salah asalkan dilakukan dengan cara-cara yang melanggar harkat dan

martabat manusia, sesuai dengan tujuan yang lebih agung dan lebih luas dari bisnis itu

sendiri.Juga perlu ditekankan bahwa para businessman itu juga adalah citra Allah, bukanlah

hanya “binatang ekonomi”.Seharusnyalah yang bersangkutan menjaga dan memelihara status

yang amat mulia ini sebaik-baiknya.

Keempat, Manusia adalah gambar Allah yang berdosa

Alkitab menuliskan bahwa manusia yang diciptakan oleh Allah begitu baik dan luhur,

kemudian jatuh dalam dosa (Kej. 3).Sejak itulah dosa menjadi bagian yang melekat pada diri

manusia yang tidak terhindarkan (Rom. 3:23).Dosa menghancurkan tata relasional manusia baik

dengan Allah, sesama manusia, lingkungan alam, dan diri sendiri. Dan juga manusia kehilangan

individualitasnya: ia menguasai atau dikuasai yang lain. Dosa memang tidak menghilangkan

harkat dan martabat manusia sebagai gambar Allah dan juga kreatifitas manusia.Namun karena

dosa terdapat pula unsur destruktif pada manusia.

Pengakuan bahwa dosa telah merusak manusia telah membuat upaya berbisnis dengan

bersih menjadi amat sulit.Maka etika bisnis perlu mempertimbangkan masalah ini dan memberi

tempat bagi kelemahan manusia.Bahwa manusia bukan malaikat dan karena itu terikat pada

keterbatasan. Ada kalanya sesuatu yang secara normatif salah harus dilakukan namun bukan

berarti bahwa kompromi kebenaran tetapi jika kita dapat memilih yang benar, kita harus memilih

yang benar.

Kelima, Manusia dibenarkan, tetapi tetap berdosa

Titik sentral iman kristiani adalah pengakuan bahwa di dalam Yesus Kristus, manusia

yang berdosa itu telah dibenarkan dan diampuni.Bukan dalam arti bahwa kuasa dosa tidak ada

lagi melainkan telah dipatahkan.Pada satu pihak manusia telah dibenarkan, namun dilain pihak

8
manusia pendosa.Apa yang seharusnya dibuat? Adalah tekad untuk berjuang.Tidak mudah

namun selalu ada harapan.

Bagi etika bisnis, harus disadari bahwa dunia bisnis adalah medan perjuangan yang berat.

Jangan berhenti berjuang dan jangan menyerah dengan mengatakan, “siapa bermain air”, “basah;

siapa bemain bisnis, kotor”.Bisnis memang bisa kotor.Bahkan kita pun kotor.Namun itu semua

adalah keadaan yang dapat kita ubah.Yang mengubah itu bukanlah sebuah etika bisnis yang baik

melaikan yang mengubahnya adalah diri kita sendiri.

Kesimpulan

Marthin Luther (1483-1546), bapak Reformator menyatakan, “Lakukanlah bisnis sebagai

ibadah”. Pada dasarnya bisnis bukanlah hal yang jahat atau kotor, bisnis bukanlah tujuan akhir

manusia, melainkan bisnis merupakan alat untuk melayani Tuhan dan memuliakan Tuhan.Itulah

dasar etika bisnis Kristen. Penulis akan mengakhiri makalah ini dengan mengutip tulisan Henry

dan Richard Backaby dalam bukunya “God in the Market Place”,

“Orang yang mengenal siapa dirinya, yang mengenal Tuhan dan kuasa-Nya, dapat menjadi
pribadi-pribadi yang mempunyai pengaruh besar. Mereka tidak bergantung pada pujian dan
dukungan orang lain. Nilai sejati diri mereka berasal dari hubungannya dengan
Allah.Mereka tidak diperbudak oleh kesombongan.Tidak menempatkan kepentingan diri di
atas kesejahteraan perusahaan, pegawai dan rekan kerja.Mereka rendah hati, sehingga
sanggup mengakui bila salah dan mau menerima nasihat.Dukungan yang mereka cari yang
berasal dari Allah, sehingga perusahaannya menjadi terbaik dan Tuhan menerima
kemuliaan.”16

16
Henry and Richard Backaby, God in the Market Place. Dikutip oleh Karel Sosipater, Etika Bisnis
(Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2013), 2.

9
Kepustakaan

Backaby, Henry and Richard.God in the Market Place.Dikutip oleh Karel Sosipater, Etika
Bisnis.Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2013.

Brotosudarmo, R. M. Drie. Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: ANDI, 2010.

Eka Darmaputera, Eka. Etika Sederhana Untuk Semua Bisnis, Ekonomi, dan Penatalayanan.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Hill, Alexander. Bisnis yang Benar. Bandung: Kalam Hidup, 2001.

Stevens, Paul. God’s Business: Memaknai Bisnis Secara Kristiani. Jakarta: BPK, 2008.

Sosiopater, Karel. Etika Bisnis. Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2013.

Ronda, Daniel. Bisnis dalam Pandangan Alkitab. Diakses 20 Desember 2014,


http://danielronda.blogspot.com/2008/04/bisnis-dalam-pandangan-alkitab.html.

Verkuyl, J. Etika Kristen Bagian Umum. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Widodo, James. Etika Bisnis Kristen. Diakses 22 Desember 2013, http://jameswidodo-


heart.blogspot.com/2009/10/etika-bisnis-kristen.html?m=1

10

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai