Anda di halaman 1dari 13

A.

Pendahuluan
Pengecoran (casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam
atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku
di dalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau di pecah-pecah untuk
dijadikan komponen mesin. Pengecoran digunakan untuk membuat bagian
mesin dengan bentuk yang kompleks. (Surdia & Chijiwa, 2000)
Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh Mahasiswa Pendidikan Teknik
Mesin Universitas Pendidikan Indonesia adalah melakukan proses pengecoran
dengan cetakan pasir. Mahasiswa harus dapat menguasai teknik dasar saat
melakukan proses pengecoran dengan cetakan pasir, khususnya dengan
menggunakan pola styrofoam
Pada praktikum kali ini, penulis menggunakan styrofoam sebagai bahan dari
pola. Benda yang dibuat adalah Blok Silinder. Blok silinder dipilih karena
bentuknya yang kompleks dan rumit apabila dibuat dengan menggunakan
metode lain.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan praktikum kali ini antara lain:
1. Sebagai tugas untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Teknik
Pengecoran;
2. Sebagai laporan dari praktikum yang telah dilaksanakan;
3. Sebagai bahan evaluasi untuk praktikum kedepannya.
C. Tinjauan Pustaka
1. Pengecoran Logam
Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan
logam dan menuangkan cairan logam tersebut ke dalam rongga
cetakan. Proses ini dapat digunakan untuk membuat benda-benda
dengan bentuk rumit. Benda berlubang yang sangat besar dan sangat sulit
atau sangat mahal jika dibuat dengan metode lain, dapat diproduksi
masal secara ekonomis menggunakan teknik pengecoran yang tepat.
Pengecoran logam dapat dilakukan untuk bermacam-macam logam
seperti, besi,baja paduan tembaga (perunggu, kuningan,

1
perunggu alumunium dan lain sebagainya), paduan ringan (paduan
alumunium, paduan magnesium, dan sebagainya), serta paduan lain,
semisal paduan seng, monel (paduan nikel dengan sedikit tembaga),
hasteloy(paduan yang mengandung molibdenum, chrom, dan silikon), dan
sebagainya. (Susandri, 2015)
Penggunaan Aluminium dan Logam paduan Aluminium didunia industri
terus berkembang, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna
memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks.Tak terkecuali dalam hal
teknologi yang berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia seperti
dalam rekayasa dan proses perlakuan pada logam yang mempunyai
pengaruh vital. Karena merupakan elemen dasar untuk membuat suatu yang
berguna dalam bidang konstruksi bangunan dan juga dibidang industri
(Aryadita, 2018)
Pada pengecoran logam, dibutuhkan pola yang merupakan tiruan dari
benda yang hendak dibuat dengan pengecoran.Pola dapat terbuat dari
logam, kayu, stereofoam, lilin, dan sebagainya. Pola mempunyai ukuran
sedikit lebih besar dari ukuran benda yang akan dibuat dengan
maksud untuk mengantisipasi penyusutan selama pendinginan dan
pengerjaan finishingsetelah pengecoran.Selain itu, pada pola juga dibuat
kemiringan pada sisinya supaya memudahkan pengangkatan pola dari pasir
cetak. (Susandri, 2015)
Cetakan adalah rongga atau ruang di dalam pasir cetakyang akan diisi
dengan logam cair. Pembuatan cetakan dari pasir cetak dilakukan pada
sebuah rangka cetak.Cetakan terdiri dari kup dan drag.Kup adalah
cetakan yang terletak di atas, dan drag cetakan yang terletak di bawah. Hal
yang perlu diperhatikan pada kup dan drag adalah penentuan
permukaan pisah yang tepat. (Susandri, 2015)
Rangka cetak yang dapat terbuat dari kayu ataupun logam adalah tempat
untuk memadatkan pasir cetak yang sebelumnya telah diletakkan pola
di dalamnya. Pada proses pengecoran dibutuhkan dua buah rangka

2
cetak yaitu rangka cetak untuk kup dan rangka cetak untuk drag.
Proses pembuatan cetakan dari pasir dengan tangan. (Susandri, 2015)

Gambar 1 Sketsa Pengecoran

Pada pembuatan pola harus diperhatikan beberapa hal antara lain:


pengaruh penyusutan logam cair, ketirusan, penyelesaian, distorsi
dan kelonggaran, sehingga akan didapat benda cor yang sesuai dengan
benda yang akan dibuat.
2. Pola Styrofoam
Pengecoran dengan menggunakan foam (Lost Foam Casting) ditemukan
pada tahun 1964 oleh M. C. Flemmings. Lost Foam Casting
diperkenalkan secara umum pada pertengahan tahun 1980-an
dimana Flemmings membuat sebuah motor generator dengan
menggunakan Lost Foam Casting (Surdia dan Saito,
1992).Pengecoran evaporatif atau pengecoran dengan mengunakan
pola styroform atau lost foam casting adalah pengecoran
dengan mengunakan pola dari bahan yang dapat menguap
jika terkena panas logam cair. [ CITATION Ash12 \l 1057 ]
Pada pengecoran evaporative dengan pola Styrofoam, saluran turun
dan bagian dari sistem saluran masuk merupakan bagian dari pola.
Pola, saluran turun dan saluran tuangnya ditinggalkan dalam cetakan.
Pada saat proses pencetakan, pola yang umumnya terbuat dari

3
polistiren akan menguap dan logam cair akan mengisi rongga cetakan
(Surdia dan Chijiiwa,1975) dapat dilihat pada Gambar 1.

D. Cara Kerja
1. Gambar benda kerja (Terlampir)
2. Alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum pengecoran dengan pola
styrofoam antara lain:
a. Pisau Cutter f. Wadah pasir
b. Amplas g. Penumbuk pasir
c. Flask h. Timbangan
d. Mal pola i. Tungku
e. Pengaduk/sendok pasir j. Ladle
Adapun alat pelindung diri yang digunakan pada parktikum pengecoran
dengan pola styrofoam antara lain:
a. Kacamata tahan api
b. Sarung tangan tahan api
c. Baju Praktek
d. Sepatu safety
3. Bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum pengecoran dengan
pola styrofoam antara lain:
a. Styrofoam d. Pasir silika
b. Lem styrofoam e. Bentonit
c. Alumunium f. Air
4. Langkah Praktikum
NO Deskripsi Kerja Sketsa Gambar
Tahap Pembuatan Pola

4
1 Buat mal untuk pola
styrofoam

2 Potong styrofoam berbentuk


persegi dengan ukuran
mendekati ukuran pola

Potong styrofoam
menbentuk pola luar
styrofoam
Buat Lubang pada bagian
dalam styrofoam

Buat sprue, riser, dan runner

Tempel pola, sprue, riser,


dan runner menjadi satu
bagian sesuai gambar
Tahap Pembuatan Cetakan
Isi flask dengan pasir, lalu
padatkan sampai ketinggian
±50mm

Tuangkan sedikit pasir


dalam cetakan, letakkan
pola dalam cetakan

5
Isi bagian lubang cetakan
dengan pasir, lalu padatkan

Kubur pola styrofoam


dengan pasir, padatkan.

Potong bagian atas sprue


dan riser berlebih, sehingga
sejajar dengan pasir.
Tahap Penuangan
Panaskan Alumunium
dengan tungku sampai
mencair
Tuangkan alumunium cair
kedalam cetakan, tunggu
sampai mengering.
Hancurkan cetakan.
Tahap Finishing
Potong bagian berlebih
seperti bagian sprue dan
riser
Kikir benda kerja sampai
mendapatkan ukuran yang
sesuai
Drill bagian ujung benda
kerja sampai diameter 8mm
Amplas benda kerja sampai
halus

E. Hasil

6
Gambar 2 Benda hasil coran setelah finishing

Gambar 3 Benda hasil coran tampak dari samping

Gambar 4 Benda Hasil coran

7
Gambar 5 Cacat coldshut

Gambar 6 cacat pada lingkaran utama

8
Gambar 7 benda kerja tampak atas

Gambar 8 cacat berupa rongga udara

Dari hasil praktikum kali ini, ditemukan beberapa temuan antara lain:
1. Terbentuk cacat pada benda kerja. Terbentuk rongga udara pada benda
kerja

9
2. Tinggi benda kerja tidak sesuai dengan rancangan gambar. Tinggi benda
kerja hanya 42mm, meleset jauh dari gambar setinggi 50mm.

F. Pembahasan
Pada saat pembuatan pola, penulis tidak menghitung volume benda. Penulis
menentukan diameter sprue sebesar 20mm. Kemudian penulis menentukan
ukuran diameter atas dan runner dengan menggunakan rumus:

As=2Ac
Dimana:
As= luas melintang bagian atas sprue (cm2)
Ac=luas melintang bagian bawah sprue (cm2)

Ac:Ar:Ag=1:0,9:0,8

Maka bisa didapat bahwa:


Diameter atas sprue=28mm
a=17mm
b1=13mm
b2=21mm
Penulis belum lihai saat memotong pola styrofoam sehingga pola melenceng
jauh dari desain.
Pada benda kerja terbentuk cacat berupa rongga udara. Hal ini bisa disebabkan
karena beberapa hal dibawah ini antara lain:
1. Logam dari riser tidak mampu mengisi rongga pada benda kerja. Hal ini
bisa disebabkan oleh desain riser yang kurang optimal. Diameter riser
terlalu kecil sehingga tidak dapat mengisi rongga udara.

10
2. Logam diisi kedalam cavity tidak dalam sekali tuang. Hal ini
dikarenakan ladle yang digunakan terlalu kecil sehingga penuangan tidak
dilakukan dalam sekali tuang. Hal ini akan menyebabkan logam cair
mengering terlebih dahulu didalam cavity sehingga tidak dapat mengisi
cavity.
3. Logam cair dituang melalui sprue, sedangkan logam dalam cavity sudah
mengering maka menyebabkan cacat coldshut. Cacat coldshut adalah
Cacat coran yang terjadi dimana logam yang mengalir mengalami
pembekuan yang terlalu cepat sehingga logam tidak menyatu dan
membentuk kerutan.[ CITATION Aan13 \l 1057 ]
4. Terjadi turbulen pada saat penuangan logam cair. Hal ini akan
menyebabkan udara terjebak dalam benda kerja sehingga menjadi cacat
porositas.
5. Permukaan pasir menekan pola styrofoam sehingga permukaan benda
kerja tidak halus.
Ketinggian benda kerja jauh lebih kecil daripada desain. Hal ini dikarenakan
bahan baku styrofoam tidak lebih tingginya dari 50mm (Hanya sekitar 45-
48mm). Hal ini menyebabkan tidak ada tambahan tinggi pola untuk proses
machining. Namun penulis tetap melakukan proses machining sehingga
ketinggian benda menjadi semakin lebih pendek.
Diameter utama benda kerja tidak mencapai 50mm. Hal ini dikarenakan pada
saat pembuatan pola diameter utama tidak mencapai 47mm melainkan hanya
35mm. Hal ini dilakukan karena mengingat ditakutkannya luas penampang
benda terlalu kecil sehingga tidak mampu memasuki seluruh cavity. Akhirnya
penulis memutuskan untuk mengurangi diameter utama pola menjadi hanya
35mm untuk menambah luas penampang. Perlu dilakukan pembubutan dengan 4
cekam untuk membuat diameter lubang utama mencapai diameter 50mm.
Namun, mengingat waktu yang tidak memungkinkan akhirnya penulis
memutuskan untuk hanya sampai diameter 45mm. Pada diameter utama juga
terdapat cacat karena pola yang dibuat kurang sempurna.
G. Kesimpulan

11
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Penuangan logam cair sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari
benda kerja. Penuangan dalam sekali tuang akan meminimalisir logam
membeku sebelum mengisi seluruh rongga.
2. Bentuk sprue dan runner sangat penting untuk diperhitungkan. Hal ini
untuk meminimalisir turbulen yang terjadi.
3. Pola yang dibuat sangat mempengaruhi kepada hasil benda kerja yang
dibuat. Pola yang baik akan menghasilkan benda kerja yang baik pula.
Sebaliknya, apabila pola dibuat tidak baik maka benda kerja akan tidak
baik pula.
Adapun saran dari penulis untuk pembaca berdasarkan kesimpulan ini antara
lain:
1. Penuangan logam cair kedalam cavity sebaiknya dilakukan dengan sekali
tuang. Hal ini untuk meminimalisir logam cair membeku sebelum
seluruh cavity terisi.
2. Pembuatan pola harus dilakukan dengan sebaik mungkin sesuai dengan
gambar kerja. Hal ini untuk meminimalisir benda kerja melenceng jauh
dari rencana.

12
H. Daftar Pustaka

Aryadita, L. (2018). Pengaruh Perbedaan Saluran Turun Pada Cetakan Pasir


(14mm, 18mm, 22mm) Pada Pembuatan Produk Cor Sepatu Rem Tromol
Dengan Bahan Alumunium. Surakarta: Electronic Theses And
Dissertastion UMS.

Ashar, L. H., Purwanto, H., & Respati, S. M. (2012). Analisis Pengaruh Model
Sistem Saluran dengan Pola Styrofoam Terhadap Sifat Fisis dan
Kekerasan Produk Puli Pada proses Pengecoran Aluminium Daur Ulang.
Momentum, 48-55.

Kurniawan, A., Widyanto, S. A., & Umardhani, Y. (2013). Pengaruh


Temperature cetakan pada cacat visual produk piston dengan metode die
casting. Jurnal Teknik Mesin Universitas Diponegoro, 1-10.

Surdia, T., & Chijiwa, K. (2000). Teknik Pengecoran Logam Cetakan Ke 8.


Jakarta: PT Pradinya Paramita.

Susandri, D. (2015). Desain Logo Cetakan Politeknik Negeri Sriwijaya Untuk


Souvenir (Pengujian). Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.

13

Anda mungkin juga menyukai