Anda di halaman 1dari 17

INA018 – MANAJEMEN KEUANGAN – MODUL-SESI 5

BAB - V

TEORI STRUKTUR MODAL

Disusun oleh:

Dr. Riyandi Nur Sumawidjaja,SE.,M.M

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA MEMBANGUN


(STIE INABA)
BANDUNG
2020
BAB V

TEORI STRUKTUR MODAL

5.1 Pengertian Struktur Modal


Struktur modal berkaitan dengan pembelanjaan jangka panjang suatu
perusahaan yang diukur dengan perbandingan utang jangka panjang dengan
modal sendiri. Teori struktur modal menjelaskan apakah kebijakan pembelanjaan
jangka panjang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, biaya modal perusahaan
dan harga pasar saham perusahaan. Jika kebijakan pembelanjaan perusahaan
dapat mempengaruhi ketiga faktor tersebut, bagaimana kombinasi utang jangka
panjang dan modal sendiri yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau
meminimumkan biaya modal perusahaan atau memaksimumkan harga pasar
saham perusahaan. Harga pasar saham mencerminkan nilai perusahaan,
dengan demikian jika nilai suatu perusahaan meningkat , maka harga pasar
saham perusahaan tersebut juga akan naik.
Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh struktur modal terhadap nilai
perusahaan, biaya modal perusahaan dan harga pasar saham, maka perlu
didasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut :
1. Tidak ada pajak dan biaya kebangkrutan.
2. Rasio utang terhadap modal diubah dengan jalan, perusahaan mengeluarkan
saham untuk melunasi utang atau perusahaan meminjam untuk membeli
kembali saham yang beredar.
3. Perusahaan mempunyai kebijakan untuk membayarkan seluruh pendapatan
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
4. Nilai harapan distribusi probabilitas subyektif pendapatan operasi setiap
perusahaan di masa yang akan datang sama bagi semua investor.
5. Pendapatan operasi perusahaan diharapkan tidak mengalami pertumbuhan.

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id
Pada bab ini digunakan tiga macam tingkat pengembalian atau kapitalisasi,
yaitu: tingkat pengembalian utang (ki), saham biasa (ke) dan tingkat
pengembalian perusahaan secara keseluruhan (ko).

𝐹 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛


Ki = 𝐵 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
Keterangan : ki = tingkat pendapatan utang perusahaan atau biaya modal utang.

𝐸 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑎𝑠𝑎


Ke = 𝑆 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑎𝑠𝑎
Keterangan : ke = tingkat pendapatan saham biasa atau biaya modal saham
biasa

𝑂 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖


Ko =
𝑉
=
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛
Keterangan : ko = tingkat kapitalisasi perusahaan secara keseluruhan

Atau V = B + S

Tingkat kapitalisasi perusahaan secara keseluruhan atau biaya modal ratarata


tertimbang perusahaan.

𝐵 𝑆
Ko = Ki (𝐵+𝑆) + Ke ( )
𝐵+𝑆

Sebagaimana telah dikemukakan, teori struktur modal menjelaskan tentang


bagaimana pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan, biaya modal dan
harga pasar saham. Untuk menjelaskan hal tersebut ada beberapa pendekatan
yaitu:
1. Pendekatan Laba Bersih (Net Income Approach)
2. Pendekatan Laba Bersih Operasi ( Net Operating Income Approach )
3. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)
4. Modigliani – Miller Position

5.2 Pendekatan Teori Struktur Modal


1. Pendekatan Laba Bersih (Net Income Approach)
Berdasarkan pendekatan ini, anggap suatu perusahaan mempunyai utang
sebesar Rp 1.000,- dengan suku bunga 15%. Pendapatan bersih operasi (net
operating income ) yang diharapkan setiap tahun sebesar Rp 1.000,- dan tingkat
kapitalisasi saham biasa (ke) sebesar 20%.
Berdasarkan informasi tersebut, nilai perusahaan dapat dihitung sebagai
berikut :
O - Laba bersih operasi Rp 1.000,-
F - Biaya bunga 150,-
E - Laba yang tersedia bagi pemegang saham Rp 850,-
ke - Tingkat kapitalisasi saham biasa 0,20
S - Nilai pasar saham Rp 4.250,-
B - Nilai pasar utang 1.000,-
V - Nilai total perusahaan Rp 5.250,-

O Rp 1.000,-
Biaya modal perusahaan (ko ) = -------- = ---------------------- x 100%
V Rp 5.250,-
= 19,05%

Apabila perusahaan meningkatkan jumlah utangnya dari Rp 1.000,- menjadi Rp


3.000,- dan menggunakan tambahan utang tersebut untuk membeli kembali
saham yang beredar, dan suku bunga tetap sebesar 15%. Dengan cara yang
sama nilai perusahaan menjadi :
O – Laba bersih operasi Rp 1.000,-
F – Biaya bunga 850,-
E – Laba yang tersedia bagi pemegang saham Rp 550,-
ke – Tingkat kapitalisasi saham 0,20
S – Nilai pasar saham Rp 2.750,-
B – Nilai pasar utang 3.000,-
V – Nilai total perusahaan Rp 5.750,-

O Rp 1.000,-
Biaya modal perusahaan (ko) = ---------- = ---------------- x 100%
V Rp 5.750,-
= 17,39%.

Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan


pendekatan laba bersih, semakin banyak utang jangka panjang yang
dipergunakan dalam pembelanjaan perusahaan, maka nilai perusahaan akan
meningkat dan biaya modal perusahaan akan menurun. Dengan demikian
struktur modal optimal akan tercapai jika perusahaan mengunakan utang secara
maksimal. Struktur modal optimal adalah struktur modal yang menghasilkan nilai
perusahaan maksimal dan biaya modal minimal.
Bagaimana pengaruh struktur modal terhadap harga pasar saham
perusahaan?. Secara teoritis, jika nilai perusahaan meningkat dengan semakin
banyaknya jumlah utang jangka panjang, maka harga pasar saham perusahaan
yang bersangkutan juga akan meningkat.
Berdasarkan contoh yang telah dikemukakan, jika mula-mula harga
perlembar saham sebesar Rp 10,-, maka jumlah saham yang beredar adalah
sebanyak 425 lembar (Rp 4.250,- / Rp 10,-). Apabila tambahan utang sebesar
Rp 2.000,- dipakai untuk membeli kembali saham yang beredar, maka jumlah
saham yang dapat dibeli adalah sebanyak 200 lembar ( Rp 2.000,-/Rp 10,-).
Dengan demikian setelah sebagian saham dibeli kembali, jumlah saham yang
masih beredar sebanyak 225 lembar dengan nilai Rp 2.750,- atau harga
perlembar saham sebesar Rp 12,20 Dengan demikian, semakin banyak jumlah
utang yang dipergunakan perusahaan, maka harga pasar saham perusahaan
juga meningkat.
Secara grafik, hubungan antara struktur modal (B/S) dengan biaya modal
perusahaan (ko), berdasarkan pendekatan laba bersih dapat digambarkan pada
grafik berikut :

Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa, semakin besar jumlah utang


dibandingkan dengan modal sendiri (B/S), maka biaya modal perusahaan akan
semakin menurun. Hal ini disebabkan, penggunaan utang yang biaya modalnya
(ki) lebih murah proporsi penggunaannya diperbesar, sementara penggunaan
modal saham yang biaya modalnya lebih mahal proporsi pengunaannya
diperkecil, sehingga biaya modal perusahaan (ko) semakin menurun.
2. Pendekatan Laba Bersih Operasi ( Net Operating Income Approach )
Pendekatan ini mengasumsikan biaya modal perusahaan (ko) tetap pada
berbagai tingkat leverage. Anggap ko = 20% dan perusahaan memiliki utang
jangka panjang sebesar Rp 1.000,-. Berdasarkan pendekatan ini, nilai
perusahaan adalah:
O – Laba bersih operasi Rp 1.000,-
ko – Biaya modal perusahaan 0,20
V – Nilai total perusahaan Rp 5.000,-
B – Nilai pasar utang 1.000,-
S – Nilai pasar saham Rp 4.000,-

E Rp 850,-
Biaya modal saham (ke) = ------------ = ------------------- x 100%
S Rp 4.000,-
= 21,25%.

Apabila jumlah utang perusahaan ditambah dari mula-mula Rp 1.000,-


menjadi Rp 3.000,- dan tambahan utang tersebut dipakai untuk membeli kembali
saham yang beredar, maka nilai perusahaan berdasarkan pendekatan laba
bersih operasi adalah :
O – Laba bersih opersai Rp 1.000,-
ko – Biaya modal perusahaan 0,20
V – Nilai total perusahaan Rp 5.000,-
B – Nilai pasar utang 3.000,-
S – Nilai pasar saham Rp 2.000,-

E Rp 550,-
Biaya modal saham (ke) = ------- = ----------------- x 100%
S Rp 2.000,-
= 27,50%
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut tampak bahwa, menurut pendekatan
laba bersih operasi berapapun jumlah utang yang dipergunakan dalam
pembelanjaan perusahaan, nilai perusahaan tidak berubah. Hal ini menunjukkan
bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dengan demikian
harga saham perusahaan juga tidak berubah.
Misalkan, harga saham mula-mula Rp 10,- dengan nilai pasar saham Rp
4.000,- berarti jumlah saham yang beredar adalah sebanyak 400 lembar saham.
Dengan mempergunakan tambahan utang sebesar Rp 2.000,- dipakai untuk
membeli kembali saham yang beredar, maka jumlah saham yang bisa dibeli
sebanyak 200 lembar (Rp 2.000,-/Rp10,-). Setelah saham dibeli kembali, maka
jumlah saham yang masih beredar sebanyak 200 lembar dengan nilai sebesar
Rp 2.000,-, atau dengan kata lain harga sahamnya tetap sebesar Rp 10,-, yaitu
(Rp 2.000,-/200).
Apabila digambarkan secara grafik hubungan antara penggunaan utang
dengan biaya modal, berdasarkan pendekatan laba bersih operasi tampak pada
grafik berikut ini.
Pada grafik tersebut tampak bahwa berapapun jumlah utang yang
dipergunakan dalam pembelanjaan perusahaan tidak mempengaruhi biaya
modal perusahaan (ko). Sementara itu, biaya modal saham (ke) meningkat
dengan semakin banyaknya jumlah utang, hal ini terjadi karena risiko
perusahaan semakin besar, sehingga pemegang saham menuntut tingkat
pengembalian yang lebih tinggi. Peningkatan biaya modal saham tidak
mempengaruhi biaya modal perusahaan, karena proporsi penggunaan saham
yang biaya modalnya meningkat dikurangi, sedangkan proporsi penggunaan
utang yang biaya modalnya lebih rendah ditambah.

3. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)


Pendekatan tradisional mengemukakan ada struktur modal optimal dan
perusahaan dapat meningkatkan nilai total perusahaan dengan mempergunakan
jumlah utang (leverage keuangan) tertentu. Dengan mempergunakan utang yang
semakin besar, pada mulanya perusahaan dapat menurunkan biaya modalnya
(ko) dan meningkatkan nilai perusahaan. Walaupun pemegang saham
meningkatkan tingkat kapitalisasi saham (ke) karena meningkatnya risiko bagi
pemegang saham, peningkatan tersebut tidak melebihi manfaat yang diperoleh
dari penggunaan utang yang biayanya (ki) lebih murah.
Namun demikian penggunaan utang melampaui jumlah tertentu,
mengakibatkan tingkat kapitalisasi saham meningkat melebihi manfaat yang
diperoleh dari penggunaan utang, sehingga biaya modal perusahaan naik.
Meningkatnya biaya modal perusahaan semakin tinggi juga dipicu oleh terjadinya
peningkatan biaya utang, karena risiko yang dihadapi oleh kreditur semakin
besar sejalan dengan bertambahnya jumlah utang yang dipergunakan
perusahaan.
Secara grafik hubungan struktur modal dengan biaya modal berdasarkan
pendekatan tradisional dapat digambarkan sebagai berikut.
4. Modigliani – Miller Position
Modigliani dan Miller (MM), mendukung hubungan antara struktur modal
dengan biaya modal sebagaimana yang dijelaskan berdasarkan pendekatan
laba bersih operasi, yang menyatakan bahwa struktur modal tidak
mempengaruhi biaya modal perusahaan dan juga tidak mempengaruhi nilai
perusahaan. Menurut MM, nilai total perusahaan tidak dipengaruhi struktur modal
perusahaan, melainkan dipengaruhi oleh investasi yang dilakukan perusahaan
dan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Untuk mendukung pendapatnya tersebut, MM mengemukakan beberapa
asumsi, sebagai berikut:
a. Pasar modal sempurna.
b. Expected value dari distribusi probabilitas bagi semua investor sama.
c. Perusahaan dapat dikelompokkan dalam kelas risiko yang sama.
d. Tidak ada pajak pendapatan perusahaan.
Menurut MM, jika dua perusahaan sama dalam segala aspek kecuali struktur
modalnya, maka kedua perusahaan tersebut harus mempunyai nilai total yang
sama, jika tidak , akan terjadi proses arbitrage.

5.3 Proses Arbitrage


Misalkan dua perusahaan A dan B adalah sama, kecuali perusahaan A tidak
mempunyai utang (non leverage) sedangkan perusahaan B memiliki utang
obligasi sebesar Rp 30.000,- dengan bunga 12%. Menurut pendekatan
tradisional perusahaan B mempunyai nilai total lebih tinggi dan biaya modal
perusahaan lebih rendah daripada perusahaan A, sebagaimana tampak pada
contoh berikut ini:
Perusahaan A Perusahaan B
O - Laba bersih operasi Rp10.000,- Rp10.000,-
F - Biaya bunga - 3.600,-
E - Pendapatan yang tersedia bagi
Pemegang saham Rp 10.000,- Rp 6.400,-
ke- Tingkat kapitalisasi saham 0,15 0,16
S - Nilai pasar saham Rp 66.667,- Rp 40.000,-
B - Nilai pasar utang - 30.000,-
V - Nilai total perusahaan Rp 66.667,- Rp 70.000,-
ko- Biaya modal perusahaan 15% 14,3%
B/S-Rasio utang terhadap modal 0 75 %

Berdasarkan perhitungan tersebut nilai total perusahaan B lebih besar


daripada nilai total perusahaan A. Namun demikian , keadaan tersebut tidak akan
dapat dipertahankan, karena terjadi proses arbitrage yang akan merubah nilai
total kedua perusahaan tersebut. Modigliani dan Miller (MM) berpendapat
dengan investasi di perusahaan A, investor perusahaan B dapat memperoleh
pendapatan dalam rupiah yang sama tanpa meningkatkan risiko. Oleh karena itu
investor di perusahaan B akan menjual sahamnya untuk diinvestasikan di
perusahaan A. Hal ini akan berlangsung terus hingga nilai total kedua
perusahaan tersebut sama. Misalkan investor bersifat rasional, memiliki 1%
saham perusahaan B atau sama dengan Rp 400,00 (nilai pasar). Untuk
melakukan proses arbitrage, investor tersebut harus:

a. Menjual 1% saham perusahaan B (Rp 400,00),


b. Meminjam sebesar 1% dari utang perusahaan B (Rp 300,00) dengan bunga
sama, yaitu 12%,
c. Membeli 1% saham perusahaan A (Rp 667,00).
Investor tadi harus meminjam sebanyak 1% dari utang perusahaan B, karena
hasil penjualan 1% saham perusahaan B tidak cukup untuk membeli sebanyak
1% saham perusahaan A.
Dengan demikian jika investor tadi memiliki 1% saham perusahaan B, maka
pendapatan yang diharapkan adalah sebasar 16% x Rp 400,00 = Rp 64,00. Jika
investor tersebut memiliki 1% dari saham perusahaan A, pendapatan yang
diharapkan adalah sebesar 15% x Rp 666,67 = Rp 100,00. Namun demikian,
karena untuk investasi pada saham perusahaan A investor tersebut harus
meminjam sebesar Rp 300,00 dengan bunga 12%, maka pendapatan bersih
yang diterima adalah:
- Pendapatan investasi pada saham A Rp 100,-
- Bunga pinjaman (Rp 300,00 x 12%) 36,-
------------------
- Pendapatan bersih Rp 64,-

Dengan demikian investasi di perusahaan A pendapatannya sama dengan


investasi di perusahaan B, yaitu Rp 64,00, dan investasi di perusahaan A
risikonya lebih kecil daripada investasi di perusahaan B, karena perusahaan A
tidak menggunakan utang. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka investor di
perusahaan B akan menjual sahamnya untuk diinvestasikan di perusahaan A.
Hal ini mengakibatkan harga saham perusahaan B akan turun dan harga saham
perusahaan A akan naik. Proses arbitrage akan terhenti jika harga saham kedua
perusahaan tersebut sama.

5.4 Pajak dan Struktur Modal


Apabila pasar tidak sempurna, nilai perusahaan dan biaya modalnya dapat
mengalami perubahan karena terjadi perubahan struktur modal. Salah satu ciri
pasar tidak sempurna adalah adanya pajak. Pajak dibedakan menjadi pajak atas
pendapatan perusahaan dan pajak atas pendapatan pribadi.
a. Pajak pendapatan perusahaan
Manfaat penggunaan utang bagi perusahaan kalau ada pajak adalah, biaya
bunga dapat dipakai untuk mengurangi pajak. Konsekuensinya, jumlah
pendapatan yang diterima oleh kreditur dan pemegang saham pada perusahaan
yang menggunakan utang lebih besar daripada perusahaan yang tidak
menggunakan utang.
Misalkan perusahaan Bina dan Putra mempunyai EBIT sebesar Rp 2.000,-.
Perusahaan Bina tidak mempunyai utang, sedangkan perusahaan Putra
mempunyai utang Rp 5.000,- dengan suku bunga 12% dan tarif pajak 50%. Total
pendapatan yang diterima oleh kreditur dan pemegang saham pada kedua
perusahaan tersebut adalah :
Perusahaan Bina Perusahaan Putra
- EBIT Rp 2.000,- Rp 2.000,-
- Biaya bunga - 600,-
- EBT Rp 2.000,- Rp 1.400,-
- Pajak (50%) 1.000,- 700,-
- EAT Rp 1.000,- Rp 700,-
- Pendapatan bagi kreditur dan
pemegang saham Rp 1.000,- Rp 1.300,-
======== ========
Bagi perusahaan yang menggunakan utang, pendapatan yang diterima oleh
kreditur dan pemegang saham lebih besar Rp 300,- , yaitu biaya bunga kali tarif
pajak ( Rp 600,- x 0,50 ), yang disebut dengan tax shield. Apabila perusahaan
menggunakan utang secara permanen (utang jangka panjang), maka nilai
sekarang tax shield adalah :
tc . r . B
PV tax shield = ----------------------- = tc . B
r
Keterangan :
- tc = Tarip pajak pendapatan perusahaan.
- B = Jumlah utang.
- r = Suku bunga

Dengan demikian nilai sekarang tax shield perusahaan Putra adalah : PV tax
shield = 0,50 ( Rp 5.000,-) = Rp 2.500,-. Perusahaan Putra yang memiliki utang
akan mempunyai nilai Rp 2.500,- lebih tinggi daripada nilai perusahaan Bina
yang tidak memiliki utang.
Perbedaan nilai perusahaan tersebut terjadi karena arus pendapatan bagi
kreditur dan pemegang saham pada perusahaan Putra tiap tahun lebih tinggi
sebesar Rp 300,00. Nilai sekarang dari Rp 300,00 per tahun jika tingkat diskonto
12% adalah Rp 300,00 / 0,12 = Rp 2.500,00. Dengan demikian nilai perusahaan
yang menggunakan utang (value of leverage firm) adalah :

Value of leverage firm = Value if unleverage + PV of tax shield

Sebagai contoh, perusahaan Bina yang tidak menggunakan utang


mempunyai tingkat kapitalisasi modal sendiri (ke) sebesar 16%. Karena
pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham sebesar Rp 1.000,-, maka nilai
perusahaannya adalah Rp 1.000,- / 0,16 = Rp 6.250,-. Nilai tax shield
perusahaan Putra yang menggunakan utang sebesar Rp 2.500,-. Dengan
demikian nilai perusahaan Putra yang menggunakan utang adalah:
Rp 6.250,- + Rp 2.500,- = Rp 8.750,-
Berdasarkan contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa, jika ada pajak
pendapatan perusahaan, semakin besar jumlah utang yang dipergunakan
perusahaan akan mengakibatkan semakin besar nilai tax shield dan semakin
besar nilai perusahaan. Dengan demikian jika ada pajak pendapatan
perusahaan, strategi yang optimal dari struktur modal adalah menggunakan
utang yang maksimal.

b. Pajak pendapatan perusahaan dan pajak pendapatan pribadi


Pada kenyataannya pajak pendapatan perusahaan dan pribadi selalu ada.
Dengan adanya pajak pendapatan pribadi dapat mengurangi manfaat pajak
perusahaan sehubungan dengan penggunaan utang. Jika pendapatan atas
utang dan saham dikenakan tarif pajak yang sama, total pendapatan yang
diterima kreditur dan pemegang saham pada perusahaan yang menggunakan
utang tetap lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
menggunakan utang hanya saja nilainya berkurang.
Misalkan pajak atas pendapatan utang dan saham sebesar 30%, maka total
pendapatan bagi kreditur dan pemegang saham adalah :
Perusahaan Bina Perusahaan Putra
- Pendapatan utang 0 Rp 600,-
- Pajak pendapatan pribadi (30%) 0 180,-
- Pendapatan utang setelah pajak 0 Rp 420,-
============ ==============
- Pendapatan saham Rp 1.000,- Rp 700,-
- Pajak pendapatan pribadi (30%) 300,- 210,-
- Pendapatan saham setelah pajak Rp 700,- Rp 490,-
========== =========
- Total pendapatan bagi kreditur dan
pemegang saham Rp 700,- Rp 490,-
========== =========
Apabila ada pajak pendapatan perusahaan dan pajak pendapatan pribadi, maka
nilai sekarang dari tax shield dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
( 1 – tc ) ( 1 – tps )
PV. Tax shield = {1 - --------------------------- } B
1 – tpd
Keterangan :
tps = pajak pendapatan saham
tpd = pajak pendapatan utang
tc = pajak pendapatan perusahaan
B = jumlah utang

Apabila tps = tpd, maka PV tax shield = tc ( B ).

Jika pajak pendapatan utang tidak sama dengan pajak pendapatan saham,
misalnya tpd > 0% dan tps = 0%, maka dalam kondisi yang demikian perusahaan
perlu mempertimbangkan apakah membelanjai investasinya dengan utang atau
saham. Apabila Rp 1,- laba operasi perusahaan dibayarkan sebagai bunga
kepada kriditur, maka perusahaan tidak mengenakan pajak atas bunga tersebut,
karena bunga dikurangkan dari laba sebelum pajak. Dengan demikian
pendapatan setelah pajak yang diterima kreditur adalah :
Pendapatan setelah pajak bagi kreditur = Rp 1,- ( 1 – tpd ) Namun
demikian, jika Rp 1,- laba operasi perusahaan dibayarkan kepada pemegang
saham, maka perusahaan mengenakan pajak atas laba tersebut sebesar tarif
pajak perusahaan (tc), dan kemudian ketika diterima oleh pemegang saham
dikenakan pajak pendapatan pribadi untuk saham (tps).
Pendapatan setelah pajak bagi pemegang saham = Rp 1,- ( 1 – tc )(1 – tps).

Karena pajak pendapatan saham dianggap 0%, maka pendapatan setelah


pajak bagi pemegang saham adalah :
Pendapatan setelah pajak bagi pemegang saham = Rp 1,00 ( 1 – tc )
Apabila yang dipertimbangkan perusahaan adalah pendapatan setelah pajak
bagi kreditur dan pemegang saham, maka apakah perusahaan dibelanjai
dengan utang atau saham, tergantung pada nilai relatif dari tpd dan tc.
Jika tpd > tc, maka perusahaan sebaiknya dibelanjai dengan saham.
Jika tpd < tc, maka perusahaan sebaiknya dibelanjai dengan utang.
Jika tpd = tc, maka perusahaan dibelanjai dengan utang atau saham tidak
ada bedanya.

Anda mungkin juga menyukai