Anda di halaman 1dari 2

Pahlawan Tanpa Gelar Pahlawan

Tulisan ini dibuat untuk memberikan harapan bagi seluruh masyarakat Indonesia,
khususnya insan BUMN yang mungkin hanyut dalam pekerjaan dan kesibukan
sehari-hari. Kata pahlawan sudah sangat sering kita dengarkan, karena
merupakan pelajaran wajib yang dibutuhkan seorang siswa saat sedang belajar di
bangku sekolah.

Pahlawan dalam kepala, selalu identik dengan membela negara saat perang,
untuk menjaga kedaulatannya. Tentu pahlawan kemerdekaan adalah pahlawan
yang paling mulia, karena mereka menghantarkan kita menuju titik saat ini. Lalu,
apakah pahlawan hanya identik dengan perang fisik dan masa lalu? Tergantung
se-luas apa kita ingin melihat makna pahlawan tersebut.

BUMN sebagai perusahaan milik negara mengemban tanggung jawab menjadi


penggerak ekonomi nasional, karena impactnya terhadap PDB. Jadi impact ini
bersifat langsung. Ukuran-ukurannya tercipta melalui banyak penelitian. Bahkan
banyak di jurnal-jurnal umum, kita bisa menemukan nilai sumbangsin BUMN
pada Negara.

Lalu bagaimana dengan insan-nya? Apakah labelnya hanya cukup dengan


karyawan BUMN. Karyawan yang hidupnya sejahtera dan bahagia. Apakah cukup
seperti itu saja. Buat saya, penulis, stigma tersebut tentu baik, tapi perlu kita
sadari betul bahwa stigma tersebut berwajah dua, yang dapat menjerumuskan
kita pada individualistis, yang seolah-olah hanya berpikir bahwa di BUMN,
karyawannya hanya bekerja untuk mencari uang.

Mari kita tenggelam dan memaknainya lebih fundamentalis lagi. Menjadi


karyawan BUMN, perlu banyak kehati-hatian, karena mereka mengelola aset
negara, banyak aturan yang harus dipatuhi (GCG). Hal ini sedikit berbeda dengan
dinamika yang dialami oleh karyawan swasta pada umumnya. Jadi cara bekerja
karyawan BUMN tentu berbeda dengan karyawan pada umumnya. Mereka harus
selalu melihat batas-batas, dan peranan mereka terhadap kesejahteraan
masyarakat dan negara. Mereka tidak bisa serta-merta hanya memikirkan
keuntungan dan pendapatan. Ada fungsi social development yang diemban.

Karena pemahaman diatas, tentu kita juga harus melihat karyawan BUMN secara
berbeda juga. Mereka tidak seutuhnya hanya mencari uang, lebih dari itu,
mereka sedang bekerja membangun Indonesia.

Secara pribadi, saya suka menyebutnya dengan kata pahlawan. Stigma baru yang
saya ciptakan ini juga merupakan standar baru yang seharusnya dikenakan oleh
setiap insan BUMN dalam mereka bekerja dan berbakti bagi negara. Sama
seperti seorang dokter, mereka disumpah, dan mereka sadar betul bahwa
mereka bertanggung jawab terhadap kehidupan pasien mereka.

Seharusnya insan BUMN juga bisa melihat dari kacamata yang sama, bahwa
mereka harus dengan sangat serius menjaga marwah mereka, bahwa mereka
sangat berperan bagi kemajuan sebuah negara, dalam jangka yang lebih panjang.
Impactnya mungkin tidak secara langsung kita rasakan. Tapi tanpa disadari tanpa
BUMN, maka Indonesia pasti sulit dalam mengembangkan diri.

Dalam kacamata saya, BUMN adalah miniature Indonesia. Bagaimana BUMN


bergerak, seperti itu jugalah negara ini akan bergerak. Sebagai akhir kata
penutup, saya, dari hati terdalam, menyampaikan pesan kepada seluruh
pembaca tulisan ini, terkhusus lagi kepada generasi muda yang terlibat di BUMN,
marilah kita mengambil waktu sejenak, merenungkan kembali, bahwa kalian
sesungguhnya adalah pahlawan bagi kemajuan negara di masa depan nanti. Air
mata saya menetes ketika mengakhiri tulisan ini, sambil membayangkan,
bagaimana mungkin ada insan BUMN yang santai dan cuek terhadap BUMN-nya,
sementara di lain sisi, negara sedang butuh diperjuangkan dan butuh
dibangkitkan.

Anda mungkin juga menyukai