Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU : KONSEP PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN

MENGGUNAKAN METODE PENGERINGAN

Disusun Oleh:

Nama: Putri Wulandari

NIM: 1905025012

Dosen Pengampu: Iswahyudi, S.TP., M.Si

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR. HAMKA

2020
KONSEP PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN MENGGUNAKAN METODE
PENGERINGAN

A. KONSEP PENGERINGAN
Pengeringan merupakan metode untuk mengurangi kadar air dari suatu bahan
dengan menggunakan energi panas agar terhindar dari kerusakan mikrobiologis,
enzimatis atau kimiawi. Selain itu juga diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam
kondisi terkendali untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan pangan melalui
evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada pengeringan beku).
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan bahan agar dapat disimpan lebih
lama, ringan, dan volumenya menjadi kecil sehingga biaya produksi akan lebih hemat.
Proses pengeringan dilakukan dengan cara alami dan buatan. Pengering alami
menggunakan sinar matahari, caranya dengan dijemur atau diangin-anginkan. Sedangkan
pengering buatan menggunakan alat pengering.
Teknik pengeringan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dengan
rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan lainnya. Pengeringan
dengan pemanas buatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan langsung,
(misalnya menggunakan oven, pengering kabinet), pengeringan vakum (vakum drying),
dan freeze drying yaitu pembekuan disusul dengan pengeringan. Pengeringan dapat
dilakukan dalam waktu yang lebih singkat walaupun pada suhu yang lebih rendah
daripada pengeringan atmosfer. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah,
air pada bahan akan menguap pada suhu yang lebih rendah. Pengeringan dengan tekanan
vakum dan suhu rendah akan menghasilkan sayuran kering yang bermutu baik.

B. TUJUAN PENGERINGAN
1. Mengurangi risiko kerusakan karena kegiatan mikroorganime dan enzim.
Dengan mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau terhenti, bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan
yang lebih lama.
2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.
Umumnya bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka
hilangnya air akan sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut.
3. Mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunaannya, misal kopi instant
4. Mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan,
misalnya mineral, vitamin, dsb.

C. MANFAAT PENGERINGAN
1. Bahan lebih awet.
2. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan.
3. Kemudahan dalam penyajian.
4. Penganekaragaman pangan, misalnya buah yang dikeringkan jadi makanan ringan
(camilan).

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGERINGAN


Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi proses pengeringan:
1. Faktor dari sisi udara pengering, yaitu suhu, kecepatan volumetrik aliran udara
pengering, dan kelembaban udara.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan, yaitu ukuran bahan, kadar air awal,
komposisi, dan tekanan parsial dalam bahan. Selain itu, pengaturan geometris produk
sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindahan panas.
3. Faktor dari kondisi proses, kondisi pangan, dan kondisi mikroba.
a. Kondisi Proses
Aktivitas air dan kadar air suatu bahan pangan atau produk olahannya
umumnya berbeda. Tentunya aktivitas air selalu lebih rendah dibandingkan
dengan total kadar air pada pangan. Jika mikroba berada pada pangan yang
aktivitas airnya rendah maka kemungkinan besar mikroba tersebut akan mati,
sehingga berdasarkan bahaya biologis maka pangan dengan nilai aw rendah
relatif kurang membahayakan kesehatan.
b. Kondisi Pangan
Nilai aw minimal bervariasi bergantung pada karakteristik pangan tersebut
serta kondisi lingkungan. Jika ditemui adanya fluktuasi suhu selama
penyimpanan pangan kemungkinan akan terjadi kondensasi air yang kemudian
dapat menetes ke pangan tersebut. Pada kondisi demikian, maka tentunya
pangan menjadi tidak aman karena kemungkinan mikroba dapat tumbuh pada
pangan tersebut.
Selain itu, komposisi pangan dapat mempengaruhi laju kematian mikroba,
artinya walaupun beberapa pangan mempunyai nilai aw yang sama namun jika
komposisinya berbeda, maka laju kematian mikroba yang terdapat pada pangan
tersebut dapat berbeda. Beberapa jenis mikroba mampu bertahan pada bahan
pangan maupun produk olahan yang memiliki nilai aw rendah yaitu mikroba
tersebut dalam kondisi dorman.
Bakteri membutuhkan nilai aw lebih besar daripada 0,90 untuk
pertumbuhannya. Jika nilai aw pangan ≤ 0,90, kemungkinan mikroba yang
tumbuh adalah khamir dan kapang. Kelompok mikroba yang paling tahan
tumbuh pada pangan kering adalah kapang, misalnya Aspergillus glaucus.
Adanya kapang yang tidak diinginkan pada pangan kering dapat dijadikan tanda
bahwa kondisi penyimpanan pangan tersebut sudah tidak sesuai lagi.
c. Kondisi mikroba
Berbagai jenis kapang maupun khamir mampu tumbuh pada pangan dengan
kondisi aktivitas air yang lebih rendah dibandingkan aktivitas air untuk
pertumbuhan bakteri. Proses sporulasi (yaitu terbentuknya endospora) pada
bakteri pembentuk spora akan terjadi pada kondisi nilai aw yang sama, bakteri
tersebut mampu tumbuh, sedangkan proses germinasi (perubahan spora bakteri
menjadi sel vegetatif) dapat terjadi pada kondisi nilai aw sedikit lebih rendah
dibandingkan nilai aw untuk pertumbuhan bakteri tersebut.
Kelompok mikroba yang bersifat halofilik (tahan garam tinggi), osmofilik
(tahan tekanan osmotik tinggi) dan xerofilik (tahan kondisi kering) tentunya
akan tumbuh lebih baik (atau minimal masih mampu tumbuh) pada kondisi
lingkungan dengan nilai aktivitas air yang rendah. Khamir osmofilik atau kapang
xerofilik mampu tumbuh pada nilai aw kurang dari 0,85, sedangkan
pertumbuhan optimum mikroba pada umumnya adalah pada nilai aw minimal
0,98.

E. DAMPAK PENGERINGAN TERHADAP KOMPONEN GIZI


Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah
dibandingkan dengan bahan segar. Selama pengeringan juga dapat (mengalami)
perubahan warna, tekstur, bentuk dan aroma, meskipun perubahanperubahan tersebut
dapat dibatasi dengan cara pemberian perlakuan terhadap bahan pangan yang akan
dikeringkan.
1. Vitamin
a. Asam askorbat, karoten rusak karena proses oksidasi
b. Riboflavin peka terhadap cahaya
c. Tiamin peka terhadap panas dan rusak oleh sulfurisasi
d. Daya tahan vitamin dalam bahan pangan dehidrasi umumnya lebih baik dari
pada dikeringkan dengan makanan harian
2. Protein,
Nilai biologis bahan pangan tergantung pada metode pengeringan
3. Lemak,
Oksidasi lemak, bahan jadi tengik
4. Karbohidrat
5. Warna
6. Enzim

F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE PENGERINGAN


Keuntungan pengeringan yaitu,
a. bahan menjadi lebih awet
b. volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan,
c. berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor,
d. biaya produksi menjadi lebih murah.

Kerugian pengeringan yaitu,

a. Sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misal bentuknya, sifat- sifat fisik
dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya.
b. Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus
di basahkan kembali (rehidrasi) sebelum di gunakan.

G. TITIK KRITIS KEHALALAN PENGERINGAN


Hal yang menjadi titik kritis pada proses pengeringan adalah tempat yang
digunakan untuk menjemur seperti ada beberapa bagian tempat penjemuran yang
ditempatkan di atas tumpukan sampah rumah tangga, tempat ini bisa saja terdapat
sampah-sampah yang mencemar dan non halal.

DAFTAR PUSTAKA
Jannah MJ, Mu’tamar MFF. Analisis Titik Kritis Keharaman Produk Pada Umkm
Kerupuk. J Agroindustri Halal. 2020;6(2):205. doi:10.30997/jah.v6i2.2564
Faridah, Anni. 2018. Teknologi Pangan Edisi Pertama. Padang: Berkah Prima

Anda mungkin juga menyukai