41 125 1 PB
41 125 1 PB
Abstrak
Pacar air secara empiris digunakan untuk mengobati gigitan serangga, peluruh haid, dan pencegah
kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penapisan fitokimia dan profil kromatogram dari
herba pacar air. Pacar air diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 96%. Perbandingan
simplisia daun dan batang pacar air yaitu 1:3. Golongan metabolit sekunder diidentifikasi dengan
skrining fitokimia dan KLT. Alkaloid diuji dengan Mayer, Wagner, dan Dragendorff, flavonoid diuji
denganuji Schinoda, terpenoid dan steroid diuji dengan Liebermann-Burchard, tanin dan fenol diuji
dengan FeCl3, saponin diuji dengan uji busa dan kuinon diuji dengan NaOH.Pengujian KLT
menggunakan fase diam plat silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat:metanol:air (77:13:10)
dilakukan pada sinar UV 254nm dan 366nm dengan penampak bercak asam sulfat 10%. Hasil
skrining fitokimia herba pacar airmengandung senyawa polifenol, tannin galat, flavonoid, kuinon,
steroid dan saponin. Uji KLT menunjukkan adanya senyawa flavonoid dengan penampak bercak
AlCl3yang ditandai dengan warnakuning.
Kata Kunci: ekstrak etanol, herba pacar air, kromatografi lapis tipis, skrining fitokimia.
Abstract
Pacar air is used empirically to treat insect bites, menstrual cramps, and cancer prevention. The
aim of this study was to determine phytochemical screening and chromatogram profile of pacar air
herbs. Pacar air was extracted macerating andethanol 96%. The ratio of leaves and stalks of the
pacar air were 1: 3. Secondary metabolite were identified by phytochemical screening and TLC test.
Alkaloids were tested with Mayer, Wagner, and Dragendorff, Flavonoids were tested by Schinoda
test, terpenoids and steroids were tested with Liebermann-Burchard, tannins and phenols were
tested with FeCl3, saponins were tested with frothing test and quinones were tested with NaOH. TLC
testing utilized with stationary phase silica gel GF254 and motion phase ethyl acetate: methanol:
water (77:13:10) was performed on 254nm and 366nm UV rays with 10% sulfuric acid. The results
of the phytochemical screening of pacar air herbs contain polyphenol compounds, tannins,
flavonoids, quinones, steroids and saponins. The TLC test showed the presence of flavonoid
compounds with AlCl3 that were yellow spot.
Keywords: ethanolic extract, pacar air herbs, thin layer chromatography, phytochemical screening.
PENDAHULUAN
Herba pacar air (Impatiens balsamina L) adalah salah satu tumbuhan yang
dikenal dan digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Pemanfaatan
I.balsamina meliputi seluruh bagian tumbuhannya. Bunga I.balsamina digunakan
sebagai sebagai peluruh haid, penurun darah tinggi, hematoma, bisul, rematik,
sendi, gigitan ular berbisa dan dermatitis. Daun I.balsamina digunakan untuk
mengobati keputihan, nyeri haid, radang usus buntu kronis, penahan sakit dan
radang kuku. Selain itu, biji I.balsamina digunakan juga untuk meluruhkan haid,
mengobati keterlambatan haid dan mempermudah persalinan (Hariana, 2013).
Penelitian mengenai aktivitas I. balsamina telah dilakukan. I. balsamina
memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidan dari ekstrak etanol batang dan
daun I. balsamina, menghambat bakteri Candida albican, Cryptococcus
neoformans, Shigella boydii, Salmonella paratyphii, Proteus vulgaris dan
Staphylococcus aureus dari ekstrak berbagai pelarut (metanol, aseton, petroleum
eter dan heksan) serta aktivitas antitumor dan sitotoksik (Baskar, et al 2012; John
dan Koperuncholan, 2012; Kang, et.al., 2013). Berdasarkan banyaknya khasiat
tanaman dari herba pacar air tersebut, tentunya tanaman tersebut
mengandung bermacam-macam senyawa kimia yang berguna bagi kesehatan.
Tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat apabila tanaman tersebut
mengandung metabolit sekunder yang memiliki aktivitas farmakologi. Kandungan
senyawa metabolit sekunder dalam suatu tanaman dapat diketahui dengan suatu
metode skrining fitokimia dan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Oleh karena
itu, pada penelitian ini dilakukan identifikasi komponen metabolit sekunder herba
pacar air menggunakan metode skrining fitokimia dan uji Kromatografi Lapis Tipis
(KLT).
METODE
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah alat-alat gelas (Pyrex
Iwaki®), AlCl3 (E. merck), asam asetat glasial (E.merck), aseton (E.merck),
aquadest, ayakan 18 mesh (Pharmalab®), blender simplisia (Miyako®), butanol (E.
merck), cawan krusibel, desikator, etanol (E. merck), FeCl3 (E. merck), H2SO4
(E.merck), HCl (E. merck), kloroform (E. merck), logam Mg, NaCl (E. merck),
NH3 (E. merck), oven (Memmert UP400®), pereaksi Dragendorff, pereaksi gelatin,
pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, petroleum eter (E.merck), rotary evaporator
(Heldolph®), SbCl3 (E. merck), sendok stainless, seperangkat alat soxhlet
dalam oven suhu 105°C selama 1 jam. Prosedur tersebut diulang hingga perbedaan
hasil penimbangan tak lebih dari 0,5 mg tiap g sampel setelah dikeringkan 1 jam
(Depkes RI, 2000).
Penetapan bobot jenis dilakukan menggunakan ekstrak 1%. Vial kosong diisi
2 mL air dan diberi tanda. Timbang bobot vial kosong (V0) dan vial berisi 2 mL
larutan 1% ekstrak etanol (V1). Bobot jenis ekstrak dihitung melalui perbandingan
bobot larutan 1% ekstrak etanol terhadap bobot air, dengan asumsi bobot jenis air
sama dengan 1 (Depkes RI, 2000).
Ekstrak etanol herba pacar air sebanyak 1 gram dibasakan dengan 5 mL
amonia encer sambil digerus dalam mortir kemudian ditambahkan 20 mL
kloroform sambil terus digerus. Kemudian disaring, filtrat dimasukkan kedalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 5 mL asam klorida 2 N. Campuran dikocok
kuat–kuat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan asam dipisahkan kemudian dibagi
menjadi 3 bagian. Bagian I digunakan sebagai blanko, bagian II ditambah 2–3 tetes
pereaksi Mayer kemudian diamati ada atau tidaknya endapan berwarna putih.
Bagian III ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Dragendorff dan diamati ada atau
tidaknya endapan berwarna jingga coklat (Kristanti, 2008).
Sejumlah 1 gram ekstrak etanol herba pacar air dipanaskan dengan air diatas
tangas air, kemudian disaring. Kedalam 5 mL filtrat dimasukkan serbuk magnesium
dan 1 mL asam klorida 2N. Campuran dipanaskan di atas tangas air kembali, lalu
disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL amil
alkohol. Campuran lalu dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Adanya flavonoid
ditandai dengan terbentuknya warna kuning hingga merah pada lapisan amil
alkohol (Kristanti, 2008).
Sejumlah 1 gram ekstrak etanol herba pacar air dipanaskan dengan air di atas
tangas air, kemudian disaring. Filtrat ditambah 2-3 tetes larutan kalium hidroksida
5%. Adanya kuinon ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning hingga merah
(Kristanti, 2008).
Sejumlah 1 gram ekstrak etanol herba pacar air dipanaskan dengan air diatas
tangas air, disaring, dinginkan dan kemudian dikocok kuat – kuat selama 30 detik.
Terbentuknya buih yang mantap selama tidak kurang 10 detik setinggi 1 cm sampai
melalui proses pengeringan didapatkan sampel berupa simplisia daun dan batang
kering yangberwarna hijau kecoklatan. Simplisia kering diblender agar diperoleh
simplisia yang lebih halus dengan luas permukaan yang lebih besar sehingga
memudahkan dalam penyarian simplisia dimana akan memperluas bidang kontak
antara simplisia dengan pelarut yang memungkinkan senyawa yang tersari akan
lebih banyak. Luas kontak yang besar menyebabkan penetrasi larutan penyari lebih
mudah menembus vakuola tumbuhan untuk mengesktrak senyawa metabolit
sekunder yang terdapat di dalamnya.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah proses ekstraksi cara dingin yaitu
maserasi dengan pelarut etanol 96%. Metode maserasi dipilih untuk meminimalisir
senyawa metabolit sekunder yang dapat rusak oleh pemanasan. Pelarut yang
digunakan adalah etanol 96% sebagai larutan penyari karena etanol adalah pelarut
universal dan mampu menyari sebagian besar kandungan kimia dari simplisia
tersebut (Zhang, et.al., 2007). Ekstrak cair yang dihasilkan kemudian dipekatkan
dengan menggunakan rotary evaporator untuk memperoleh komponen zat aktif
yang terdapat pada tanaman I. balsamina dan menghilangkan pelarut yang
digunakan.
Parameter-Parameter Standarisasi
Ekstrak herba pacar air distandarisasi melalui penentuan parameter spesifik
dan non spesifik untuk menjaga kualitas ekstrak. Penentuan parameter spesifik
adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia
yang bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis tertentu.
Parameter non spesifik adalah segala aspek yang tidak terkait dengan aktivitas
farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan konsumen
dan stabilitas ekstrak dan sediaan yang dihasilkan (Syaifudin dkk, 2011).
Tabel 1 Hasil Standarisasi Ekstrak
fitokimia. Fase diam yang digunakan untuk kromatografi lapis tipis adalah silika
gel GF 254. Fase gerak yang digunakan pada KLT adalah etil asetat : metanol : air
(77 : 13 : 10). Deteksi bercak dengan menggunakan sinar UV 254 dan 366 nm serta
penyemprot AlCl3. Pada paparan sinar UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi
dan sampel akan tampak berwarna gelap, sedangkan pada sinar 366 nm noda yang
akan berflouresensi dan lempeng tampak berwarna gelap. Tujuan dilakukannya
profil kromatografi lapis tipis adalah untuk menunjukkan bahwa setidaknya
terdapat metabolit sekunder didalam ekstrak atau secara kimiawi ekstrak adalah
otentik, yaitu berasal dari tanaman yang benar dengan parameter senyawa marker
muncul sebagai bercak terpisah (Syaifudin dkk, 2011). Hasil uji KLT pada
penelitian ini menunjukkan ekstrak etanol herba pacar air mengandung senyawa
flavonoid dengan adanya bercak berwarna kuning.
Gambar 1 Hasil Uji KLT Ekstrak Etanol Herba Pacar Air: I) UV 254 nm, II)
UV 366 nm, III) Setelah Disemprot dengan Penampak Bercak AlCl3
SIMPULAN
Ekstrak herba pacar air I.balsamina mengandung senyawa metabolit
sekunder golongan polifenol, tanin galat, flavonoid, kuinon, steroid dan saponin.
DAFTAR PUSTAKA
Baskar N., Devi, B.P. & Jayakara, B. 2012. Anticancer Studies on Ethanol
extract Of Impatiens Balsamina. IJRAP, 3(4).
Burkey, R.W., Diamondstone, R.A., & Velapoidi, M.O. 1974. Mechanisms of The
Liebermann-Burchard and Zak Color Reactions for Cholesterol. Clinical
Chemistry. 20(7).
Gunawan, D. & Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Hariana, A. 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Kristanti, A.N., dkk. 2008. Buku ajar fitokimia. Surabaya: Airlangga University
Press.
Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang: Pusat Penelitian
Universitas Andalas.
Syaifudin, A., Viesa, R., & Hilwan, Y.T. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.