Anda di halaman 1dari 13

Defenisi Obat

Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang
dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah
penyakit berikut gejalanya (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2007)
Menurut undang-undang yang dimaksud obat ialah suatu bahan atau
bahan-bahan yang dimaksudkan untuk dipergunakan dalam menetapkan
diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia
atau hewan, untuk memperelok badan atau bagian badan manusia (Anonim,
2004)
Penggolongan Obat
Macam-macam penggolongan obat :
1. Menurut kegunaannya obat dapat dibagi :
a. Untuk menyembuhkan (therapeutic)
b. Untuk mencegah (prophylactic)
c. Untuk diagnose (diagnostic)
2. Menurut cara penggunaan obat dapat dibagi :
a. Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam), adalah obat
yang digunakan melalui oral.
b. Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar), adalah obat yang
cara penggunaanya selain melalui oral dan diberi tanda etiket biru.
Contohnya implantasi, injeksi, topical, membrane mukosa, rektal,
vaginal, nasal, dan lain-lain.
3. Menurut cara kerjanya obat dapat dibagi :
a. Lokal, adalah obat yang bekerja pada jaringan setempat, seperti obat-
obat yang digunakan secara topical pada pemakaian topical.
Contohnya salep, liniment dan cream.
b. Sistemis, adalah obat yang didistribusikan keseluruh tubuh. Contohnya
tablet, kapsul, obat minum dan lain-lain.
4. Menurut undang-undang kesehatan obat digolongkan dalam :

1
a. Obat narkotika, merupakan obat yang diperlukan dalam bidang
pengobatan dan ilmu pengetahuan dan dapat pula menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
pembatasan dan pengawasan.
b. Obat psikotropika, obat yang mempengaruhi proses mental,
merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/ perasaan/ kelakuan
orang.
c. Obat keras adalah semua obat yang :
- Mempunyai takaran maksimum atau tercantum dalam daftar obat
keras
- Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis
tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi
- Obat baru, kecuali dinyatakan departemen kesehatan tidak
membahayakan
- Semua sediaan parenteral
d. Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa
resep dokter dengan penyerahan dalam bungkus aslinya dan diberi
tanda peringatan (P1 s/d P6)
e. Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas, dan tidak
membahayakan bagi si pemakai dan diberi tanda lingkaran hijau
dengan garis tepi berwarna hitam.

Penggunaan Obat yang Rasional


Penggunaan obat yang rasional yaitu : efektif, aman, dan dapat di terima
dari segi mutu dan biaya serta di resepkan pada waktu yang tepat, dosis yang
benar, cara pemakaian yang tepat dan jangka waktu yang benar.
Menurut WHO : penggunaan obat yang efektif , aman, murah, tidak
polifarmasi, drug combination (fixed), individualisasi, pemilihan obat atas
dasar daftar obat yang telah di tentukan bersama. Contoh kombinasi yang
termasuk dalam fixed yang artinya pemberian dalam kombinasi akan lebih

2
menguntungkan karena beberapa alasan, seprti sinergiks, memperlambat
timbulnya resistensu dan meningkatkan efektifitas.
a. kombinasi fixed :
sulfametoksazol + trimetorfin (5:1)
INH + rifampisin (1:2)
Penisilin + as. Clavulanat (500 mg:125 mg)
Neomisin + basitrasin (salep, 5 mg:500 IU)
Imipenem + cilastatin (250 mg+250 mg)
Rifampisin + INH + pirazinamid (150 mg+75 mg+400 mg)
Asam benzoat + asam salisilat (salep, 6 %+ 3%)
Levodopa + carbidopa (100 mg+ 10 mg)
Sulfadoksin + pirimetamin (500 mg: 25 mg)
Ferro sulfat + asam folat ( 60 mg : 400 ug)
b. polifarmasi
Contoh polifarmasi terdapat pada obat flu yang isinya antara lain :
antitusif, ekspektoran, antihistamin, analgesik, antiinflamasi, vitamin,
bronkodiator, dan dekongestan.

Kriteria Penggunaan Obat yang Rasional


Penggunaan obat yang rasional adalah pemberian obat yang
mancakup 6 tepat atau benar yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat waktu,
tepat dosis, tepat jalur pemberian dan tepat dokumentasi.
a. Tepat pasien
Pemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi, seperti pada
ordernya lewat telepon, ada order tambahan, ada revisi order, padaa
pasien yang masuk secara bersmaan dengan penyakit yang sama, pada
kasus yang penyakitnya sama, suasana sedang kusut atau adanya
pindahan pasien dari ruang satu ruang ke ruang lainya. Untuk
mengurangi kejadian tidak tepat pasien, pada saat memberikan obat
dapat dilakukan anatara lain:

3
1) Tanya nama pasien, dengan pertanyaan siapa namanya bukan
pertanyaan “namanya Bapak Surpardi”?
2) Cek indentifikasi pasien dalam bracelet dan
3) Cek pasien pada papan nama di ttempat tidur, dan di pintu
b. Tepat Obat
Untuk menjamin obat yang di berikan benar label atauy etiket harus
di baca dengan teliti setiap akan memberikan obat. Label atau etiket
yang perlu diteliti antara lain, nama obat, sedian, konsentrasi, dan cara
pemberian serta expired date. Kesalahan pemberian obat sering terjadi
jika pemberian obat yang disiapkan oleh perawat lain atau pemberian
obat melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas. Harus
diusahakan menyiapkan sendiri obat yang akan diberikan pada pasien.
c. Tepat Waktu
Pemberian obat berulang, lebih berpotensi menimbulkan pemberian
obat yang tidak tepat waktu. Misalnya pada kasus gawat darurat henti
jantung, epinefrin diberikan setiap 3-5 menit, jika tidak dipatuhi akan
menghasilkan kadar obat yang tidak sesuai. Kekurangan atau kelebihan
dosis atau frekuensi keduanya sangat berbahaya. Termasuk tepat waktu
juga mencakup tepat kecepatan pemberian obat melalui injeksi (bolus
atau lambat) atau pemberian obat melalui infus.
Banyak obat yang pemberiannya menuntut harus tepat waktu,
pemberian terlalu cepat atau lambat dapat berakibat serius. Contoh,
dopamin harus diberikan antara 2-10 ug/kg/menit, atropin harus
diberikan melalui injeksi IV bolus (cepat). Pemberian dopamin secara
bolus dapat menimbulkan kematian, sedangkan pemberian atropin secara
lambat akan memperparah brandikardi (perlambatan denyut jantung)
yang paradoksial. Adenosin yang mempunyai waktu paruh (t ½) sangat
pendek harus diberikan dengan cepat supaya efektif.

4
d. Tepat Waktu
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau
timbul efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-
anak, lansia atau pada orang obesitas. Pada pasien-pasien tersebut,
paramedik harus mengerti cara mengkonversikan dosis dari orang
dewasa normal. Perhitungan dosis secara cermat harus dilakukan juga
pada obat yang diberikan melalui infus, termasuk perhitungan kecepatan
tetesan setiap menitnya.
Kesalahan dosis juga dapat terjadi salah paham menulis atau
membaca resep, misalnya “.1” dengan mudah akan terbaca sebagai “1”,
berarti dosisnya sudah 10 kali lipat. Contoh lain “1,0 g” terbaca 10 mg,
“10 u” terbaca 100, ”ug” terbaca “mg”, “¼” tablet padahal umtuk tablet
obat yang dimaksud ada lebih dari sediaan, “1 gr” dibaca “1g”, ini akan
membingungkan bagi yang tahu bahwa 1 gr=0,065 g (gram) atau 65 mg.
e. Tepat Rute
Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk kedalam
tubuh. Jalur pemberian obat yang salah dapat berakibat fatal atau
minimal obat yang diberikan tidak efektif. Sebagai contoh efinefrin
diberikan secara subkutan pada pasien asma karena diabsorbsi secara
lambat dan efek timbul kira-kira 20 menit kemudian. Jika diberikan
secara IM akan menyebabkan nekrosis jaringan karena terjadi
vasokontriksi berlebihan selain pasien juga juga tidak tidak akan
mendapatkan manfaat dari cara pemberian ini.
Ketika diminta memberikan efinefrin secara subkutan dan diberikan
secara injeksi IV dapat menimbulkan efek detrimental pada pasien
dewasa karena peningkatan kebutuhan oksigen jantung. Sebaliknya
pemberian obat tertentu secara subkutan untuk pengurang rasa sakit yang
seharusnya diberikan secara injeksi IV akan menyebabkan perlambatan
efek atau obat kurang efektif.

5
f. Tepat Dokumentasi
Aspek dokumentasi sangat penting dalam pemberian obat karena
sebagai sarana untuk evaluasi. Menurut beberapa ahli, dokumentasi
merupakan bagian dari pemberian obat yang rasional, yaitu aspek atau
tepat yang ke 6. Dokumentasi pemberian obat yang harus dikerjakan
meliputi nama obat, dosis, jalur pemberian, tepat pemberian, alasan
kenapa obat diberikan, dan tanda tangan yang diberikan.
Pentingnya Penggunaan Obat yang Rasional
1. Mengurangi penggunaan obat yang tidak diperlukan
2. Mengurangi bahaya dan biaya dari obat yang tidak diperlukan atau
karena polifarmasi
3. Meningkatkan manfaat dari obat secara maksimal
4. Adanya ledakan jumlah obat yang ada dipasaran, jika tidak ada usaha
penggunaan obat yang rasional dampaknya akan merugikan dan
bahkan berbahaya
5. Untuk mengurangi peningkatan timbulnya resistensi kuman terhadap
antimikroba
6. Peningkatan kesadaran konsumen, regulator, pelayanan kesehatan
dan perlindungan konsumen.
Kendala Untuk Mencapai Penggunaan Obat yang Rasional
Terdapat beberapa kendala dalam mencapai pengobatan yang
rasional, diantaranya :
1. Kurangnya informasi yang objektif tentang obat, di Indonesia informasi
obat kebanyakan datang dari industri farmasi yang objektifitasnya masih
perlu dipertanyakan
2. Kurangnya koordinasi dengan baik pada otoritas regulasi dan supali obat
3. Jumlah obat yang berada di pasar sangat banyak, kurang lebih ada
13.500 an dari zat aktif yang hanya sekitar 500- 600an
4. Metode promosi obat yang langsung ke profesional kesehatan
- Promosi dengan intensif (10-12% cost)

6
- Promosi ke prescriber, dengan discount 10-18% sehingga dapat
mempengaruhi penulisan resep
5. Monitoring Efek samping obat belum berjalan
6. Pendidikan berkelanjutan belum memadai
7. Obat yang dipasarkan oleh staff academic atau “pakar”
8. Pemasaran obat selalu disertai dengan klaim obatanya : innovative, the
best, and safe
Pihak yang Bertanggung Jawab Dalam Mencapai
Penggunaan Obat yang Rasional
1. Produsen/ industri farmasi
2. Profesional Kesehatan ( Dokter, Apoteker, Dokter gigi, dan Paramedis)
3. Controllers ( yang merumuskan kebijakan dan regulasi tentang obat)
4. Patients as consumer (konsumen)

Penggunaan Obat yang Tidak Rasional


Jenis-Jenis Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
1. Over Prescribing
Yaitu menggunakan obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu
tinggi, pengobatan terlalu lama atau jumlah yang diberikan lebih dari
yang diperlukan. Terdapat beberapa jenis obat yang banyak
diberikan kepada pasien tanpa indikasi yang jelas dan tepat.
Golongan obat tersebut adalah antibiotik, kortikostroid, obat penurun
berat badan, antikolesterol, multivitamin, tonikum, vasodilator, obat
untuk memperbaiki metabolisme otak, dan sediaan untuk
dermatologi.
Over Prescribing juga didefiniskan sebagai pemberian obat baru
dan mahal padahal tersedia obat lama yang lama yang lebih murah
yang sama efektif dan sama amannya, pengobatan simtomatik untuk
keluhan ringan sehingga dana untuk penyakit yang berat tersedot,
atau penggunaan obat dengan nama dagang walaupun tersedia obat
generik yang sama baiknya.

7
2. Under Prescribing
Yaitu tidak memberikan obat yang diperlukan, dosis tidak
mencukupi, atau pengobatan yang terlalu singkat.
3. Incorect Prescribing
Yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat
untuk suatu indikasi tertentu tidak tepat, penyediaan (diapotik, rumah
sakut) salah, atau tidak sesuaikan dengan kondisi medis, genetik,
lingkungan, faktor lain yang ada pada saat itu.
4. Use of ineffective or Harmful drugs
Misalnya lebih memilih ibuprofen dibandingkan parasetamol
untuk antipiretik dan analgetik pada nyeri kepala.
5. Polypharmacy
Yaitu menggunakan dua atau lebih obat padahal suatu obat
sudah mencukupi atau pengobatan dari setiap gejala secara terpisah
padahal pengobatan terhadap penyakit primernya sudah dapat
mengatasi semua gejala.
Faktor-Faktor yang Mendasari Penggunaan Obat yang Tidak
Rasional
Banyak faktor yang saling berhubungan mempengaruhi penggunaan
obat. Sistem pelayanan kesehatan, dokter penulis resep, dispenser,
pasien, dan masyarakat semua terlibat dalam proses terapi, serta semua
dapat berkontribusi pada penggunaan yang irasional dalam berbagai
cara.
1. Sistem Pelayanan Kesehatan
Berbagai faktor yang mempengaruhi sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit, antara lain suplai yang tidak dapat diandalkan, kekurangan
obat, obat kadaluarsa, dan ketersediaan obat-obat yang tidak tepat.
Sistem formularium yang belum diterapkan, PFT yang tidak berfungsi,
formularium yang tidak akomodatif dan tidak pernah direvisi sehingga
tidak digunakan oleh staf medik, IFRS yang belum melaksanakan fungsi
yang seharusnya beroperasinya apotek swasta didalam rumah sakit

8
pemerintah yang tidak dibawah kendali IFRS. Semua faktor tersebut ,
menyebabkan pengendalian pengelolaan dan penggunaan obat dirumah
sakit tidak terlaksana, mengakibatkan terjadinya penggunaan obat-
obatan yang irasional.
Ketidak efisienan dalam sistem pelayanan kesehatan demikian
menyebabkan pengadaan persediaan, penulisan resep/order, penyiapan
pendistribusian, pemberian, dan mutu obat tidak terkendali sehingga
penggunaan obat yang rasional tidak terlaksana terutama dirumah sakit
pemerintah. Ketidak efisienan dalam sistem tersebut mengakibatkan
kurangnya kepercayaan dokter dan pasien dalam sistem itu. Pasien
meminta pengobatan dan dokter merasa wajib untuk memberi apa yang
tersedia, bahkan jika obat tidak benar untuk mengobati kondisi itu.
2. Dokter Penulis Resep
Dokter penulis resep dapat dipengaruhi faktor internal dan eksternal.
Dokter mungkin menerima pelatihan yang kurang memadai atau praktik
penulisan resep sudah kuno karena kurangnya mengikuti edukasi
berkelanjutan. Kurangnya edukasi berkelanjutan tentang obat dirumah
sakit karena kurang berfungsinya PFT, menyebabkan sistem
formularium tidak dikenal atau belum diterapkan, sebab salah satu
keuntungan dari penerapan sistem formularium adalah edukasi.
Keuntungan edukasi yang berharga dapat terjadi apabila pengkajian
gabungan obat dilakukan bersama dengan staf medik rumah sakit,
melalui buletin informasi obat yang disponsori oleh PFT.
Disamping itu, dokter kurang menerima informasi obat yang
objektif, dan informasi yang diberikan oleh PPF (Perwakilan Perusahaan
Farmasi) mungkin kurang dapat dipercaya. Pelayanan informasi obat
yang formal dihampir seluruh rumah sakit dinegeri ini belum dilakukan
karna kurangnya apoteker, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif untuk menangani Sentra Informasi Obat dirumah sakit.
Secara eksternal, beban pelayanan pasien yang berat adalah
tekanan sejawat senior, pasien, dan PPF, untuk penulisan obat semuanya

9
itu menyulitkan keputusan pasien resep / order. Selain itu, keuntungan
pribadi dapat mempengaruhi pilihan dokter jika penghasilan dokter
penulis resep bergantung pada hasil pejualan obat.
3. Apoteker
Apoteker memainkan suatu peranan penting sekali dalam proses
penggunaan obat yang rasional. Untuk mencapai sasaran pengunaan obat
yang rasional, berbagai peranan atau fungsi yang wajib di lakukan oleh
IFRS / apoteker, antara lain :
a. Membantu dokter dalam menyeleksi obat terbaik dan
regimennya untuk pasien tertentu dalam proses penggunaan obat.
b. Menginterpretasi resep / order obat dan pengadaan P3.
c. Menyediakan dan menyampaikan informasi obat bagi profesional
kesehatan, melalui menjawab pertanyaan, buletin, pendidikan “in
service”
d. Memberi edukasi dan konseling obat bagi pasien untuk
meningkatka kepatuhannya.
Selama ini, apoteker belum atau sangat sedikit melakukan fungsi
tersebut diatas sehingga dapat terjadi penulisan resep atau order yang
irasional. Mutu dispensing dapat dipengaruhi oleh pelatihan dan
pengawasan yang di terima dispenser (apoteker) dan informasi obat yang
teredia untuk dispenser (apoteker). kurangnya materi dispensing dan
singkatnya waktu dispensing disebabkan banyaknya pasien, juga dapat
mempunyai dampak merugikan pada dispensing.
4. Pasien dan masyarakat
Kepatuhan pasien terhadap pengobatannya dipengaruhi oleh faktor,
termasuk kepercayaan kultural, keterampilan, serta sikap berkomunikasi
dokter penulis resep dan apoterker, waktu yang terbatas untuk
konsultasi, ketidakcukupan informasi tercetak, dan kepercayaan
masyarakat tentang kemanjuran obat atau rute pemberian tertentu.
Misalnya, ada kemungkinan suatu kepercayaan bahwa obat injeksi lebih
kuat daripad kapsul atau kapsul lebih efektif daripada tablet.

10
Peranan IFRS sangat signifikan dalam peningkatan kepatuhan
pasien terhadap obat dan regimennya. Interaksi apoteker dengan pasien
secara individu harus dilakukan antara lain dalam pemberian informasi,
konsultasi, dan edukasi tentan obatnya. Interaksi seperti itu akan
meningkatkan pemahaman pasien tentng semua aspek obatnya terutama
penggunaan obat yang benar, dengan demikian diharapkan
kepatuhannya akan meningkat.
Adalah jelas, walaupun pengetahuan serta pengalaman dokter
penulis resep dan apoteker merupakan aspek penting dari interaksi
dokter-apoteker, dokter-pasien, dan apoteker-pasien, tetapi faktor bukan
itu saja. Seperti telah di uraikan diatas koma banyak penyebab
penggunaan obat yang irasional dan banyak faktor terlibat dalam proses
pengambilan keputusan. Berbagai faktor itu berbeda-beda untuk setiap
orang dan pasien.
2.1.1 Dampak Merugikan Dari Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
Penggunaan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan efek
merugikan pada biaya perawatan kesehatan, demikian juga mutu terapi
obat dan perawatan medic. Efek negative lainnya adalah meningkatnya
kemungkinan reaksi merugikan dan kepercayaan pasien yang tidak tepat
pada obat.
1. Dampak mutu terapi obat dan perawatan medic
Praktik penulisan obat yang tidak tepat, baik secara langsung
maupun tidak, dapat membahayakan mutu perawatan pasien dan secara
negative mempengaruhi hasil pengobatan. Misalnya, penggunaan oralit
yang kurang untuk diare akut dapat menghalangi sasaran pengobatan,
yakni untuk mencegah atau untuk menangani dehidrasi, jadi mencagah
kematian anak- anak.
Kemungkinan reaksi obat merugikan meningkat apabila obat ditulis
tanpa guna. Misalnya, penyalahgunaan produk injeksi menyebabkan
kejadian syok anafilatik yang tinggi. Antibiotic dan obat kemoterapi

11
yang lewat dosis atau kurang dosis juga menimbulkan cepatnya terjadi
resistensi bakteri atau parasite malaria.
2. Dampak pada biaya
Penggunaaan obat yang berlebihan bahkan obat yang perlu,
menyebabkan pembelanjaan sediaan obat yang berlebihan dan
penghamburan sumber finansial , baik oleh pasien maupun system
pelayanan kesehatan. Dalam banyak rumah sakit pembiayaan sedian
obat yang nonessensial, seperti multivitamin atau obat batuk,
memboroskan sumber finansial yang terbatas, sebaiknya dapat
dialokasikan untuk produk yang lebih essensial dan vital, seperti vaksin
atau antibiotic. Penggunaan obat yang kurang dan tidak tepat pada tahap
dini suatu penyakit, juga dapat menghasilkan biaya berlebihan dengan
peningkatan kemungkinan perpanjangan penyakit hospitalisasi pada
akhirnya.
3. Dampak psikologis
Penulisan obat yang berlebihan mengkomunikasikan pada pasien
bahwa mereka membutuhkan obat untuk setiap dan demua kondisi,
bahkan untuk kondisi yang sepele pun. Konsep bahwa ada obat untuk
setiap kesakitan adalah berbahaya. Pasien datang untuk mengandalkan
diri pada obat dan kepercayaan ini meningkatkan permintaan obat.
Pasien dapat meminta injeksi yang tidak perlu karena selama bertahun –
tahun berhubungan dengan pelayanan kesehatan modern, menjadikan
mereka biasa menerima injeksi dari praktisi.

12
13

Anda mungkin juga menyukai